PENGANTAR PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI

Download Buku ajar Psikologi Industri ini berisi teori, konsep psikologi dalam industri serta persoalan aspek psikologi di bidang industri umumnya. ...

0 downloads 592 Views 1MB Size
BUKU AJAR PSIKOLOGI INDUSTRI

Oleh : Tim Dosen Mata kuliah Psikologi Industri Program Studi Teknik Industri

Fakultas Teknik Universitas Wijaya Putra 2009

KATA PENGANTAR

Buku ajar Psikologi Industri ini berisi teori, konsep psikologi dalam industri serta persoalan aspek psikologi di bidang industri umumnya. Program kuliah direncanakan menggunakan pendekatan student center learning dimana mahasiswa harus aktif mencari bahan-bahan sendiri melalui text book maupun melalui online reading yang direkomendasikan. Mudah-mudahan buku ajar Psikologi Industri ini dapat membantu menambah bahan belajar bagi mahasiswa teknik industri. Terima kasih kepada seluruh pihak-pihak yang telah membantu penyusunan buku ajar ini. Demi penyempurnaan buku ajar ini, kami mengharapkan kepada semua pihak untuk dapat memberikan masukan dan saran.

Penyusun Tim Dosen Mata kuliah Psikologi Industri

Psikologi Industri

BAB 1 PENGANTAR PSIKOLOGI INDUSTRI 1. Tujuan Instruksional Umum Setelah membaca bab ini, Anda akan dapat memahami pengantar psikologi industri.

2. Tujuan Instruksional Khusus Setelah membaca bab ini, Anda diharapkan dapat: a. Mengetahui dan memahami sejarah dan latar belakang psikologi b. Mengetahui dan memahami pengertian dari ilmu psikologi c. Mengetahui dan memahami pengertian ilmu psikologi industri d. Mengetahui dan persoalan pokok psikologi industri

3. Pengantar Psikologi Industri Organisasi adalah alat yang digunakan orang-orang secara individu maupun kelompok untuk mencapai beberapa tujuan. Organisasi menggabungkan pengetahuan kolektif, nilai dan visi orang-orang yang secara sadar (dan kadang tidak sadar) berusaha untuk memperoleh sesuatu yang mereka inginkan. Organisasi juga dapat dikatakan sebagai respon dan alat menciptakan keuntungan yang memenuhi beberapa kebutuhan manusia. Beberapa organisasi baru bermuculan ketika beberapa teknologi baru tersedia, sebagai contoh organisasi perusahaan. Perusahaan adalah suatu sistem yang terdiri dari komponen manusia, bahanbahan mentah dan mesin-mesin. Produktivitas suatu perusahaan sangat ditentukan oleh bagaimana interaksi antara ketiga komponen tersebut. Namun faktor manusianya tetap sebagai penentu terhadap segala produktivitas. Suatu bentuk usaha tanpa manusia, tidak mungkin ada dan tidak dapat dibayangkan. Bagaimanapun sederhana ataupun kompleksnya suatu bentuk usaha, manusia yang menjadi intinya. Karena dalam dunia kerja yang semakin kompetitif dan memiliki banyak tuntutan, para manajer tidak hanya mengandalkan keterampilan teknis mereka saja, namun dibutuhkan suatu keterampilan teknis di dalam menangani orang dengan baik, bagaimana suatu pemimpin dan manajer mempertahankan kinerja yang tinggi dari tenaga kerja dan memperhatikan fasilitas yang memuaskan bagi konsumen.

Program Studi Teknik Industri UWP

1

Psikologi Industri

Untuk menyikapi tuntutan dan permasalahan yang ada di dalam dunia industri dan organisasi

(perusahaan),

saran-saran

psikologis

sangat

dibutuhkan,

guna

mendapatkan pemikiran yang semakin realistis dan maju. Karena psikologi di dalam dunia industri dan organisasi mampu menangani masalah-masalah manusia dan masalah antar manusia secara profesional.

Perusahaan

Komponen: Mesin-mesin Bahan-bahan mentah Manusia

Profuktivitas

Pemimpin dan Manajer: 1 Menangani manusia dengan baik 2 Mempertahankan kinerja yang tinggi dari tenaga kerja 3 Memperhatikan fasilitas yang bagi konsumen memuaskan

Saran-saran Psikologis: Mendapatkan pemikiran yang semakin realistis dan maju. Karena mampu menangani masalahmasalah manusia dan masalah antar manusia secara profesional.

Adapun ruang lingkup psikologi dalam industri dan organisasi meliputi, studi mengenai tingkah laku tenaga kerja (sebagai komponen) dalam interaksinya dengan organisasi perusahaan (sistemnya) di mana ia menjadi anggotanya. Manusia dipelajari berperan sebagai calon tenaga kerja dan tenaga kerja. Psikologi dalam industri dan organisasi juga mempelajari permaslahan tingkah laku sebagai komponen di luar sistem organisasi permasalahan yang berinteraksi dengan sistem perusahaan tersebut. Dalam hal ini manusia di pelajari tidak hanya berperan sebagai calon tenaga kerja dan tenaga kerja, tetapi juga berperan sebagai konsumen. 4. Sejarah dan Latar Belakang Tingkah Laku Organisasi Tingkah laku manusia pada dasarnya adalah cermin yang paling sederhana dari motivasi sederhana mereka. Setiap manusia memiliki cita-cita tentang dirinya sendiri, mau jadi apa dan di mana tempat dia hidup dan bekerja. Secara keseluruhan, tingkah

Program Studi Teknik Industri UWP

2

Psikologi Industri

lakunya dituntun oleh keinginan untuk mewujudkan diri sendiri sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam suatu organisasi (industri), misalnya perusahaan dapat menjadi tekanan bagi seseorang bila keadaan menuntut darinya untuk bertindak berlawanan dengan apa yang dianggapnya sebagai kepentingan sendiri. Tingkah laku organisasi sampai pada abad ke-19 (Kartono, 2002) yang disebut sebagai periode Palaeoteknik (palaio = tua, abad yang banyak menggunakan unsur batubara, besi dan mesin uap; merupakan periode awal tumbuhnya industri dengan metode kerja yang tua) sangat memprihatinkan. Manusia dianggap sebagai “gerigi” bagi mesin industri, tidak ubahnya dengan sebuah “mur” dari mesin pabrik; atau dianggap sebagai satu “nomor” dalam sistem perangkatan, dengan mendapatkan gaji sangat minim. Berpuluh-puluh ribu wanita dan anak di bawah umur diperas tenaganya untuk bekerja di pabrik-pabrik sebagai buruh tenaga murah dengan mendapatkan perlakuan yang sangat kejam dan tidak manusiawi. Kaum lemah dieksploitir sampai batas optimum tanpa rasa belas kasihan. Kaum buruh dianggap sebagai social animal yang terpaksa dan dipaksa bekerja, kalau dia tidak mau mati. Pada masa itu harga manusia lebih murah dari pada mesinmesin pabrik. Di sisi lain para buruh harus mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan pabrik dan kondisi dari mesin-mesin kalau mereka ingin tetap bertahan hidup. Fungsi buruh pada saat itu ialah memproduksi barang. Semakin banyak dia menghasilkan produk kerja, semakin unggul atributnya. Sedangkan tujuan utama dari pabrik dan perusahaan ialah memprodusir hasil yang sebanyak-banyaknya, dengan mengeluarkan ongkos yang seminimal mungkin tanpa memperhatikan kondisi sosial para buruh. Pada tahun 1879, Wilhelm Wundt menciptakan suatu laboratorium khusus untuk penelitian terhadap tingkah laku manusia. Kemudian penelitian-penelitian tentang tingkah laku manusia, pada awal abad ke-20 berkembang kepada penelitian tentang tingkah laku dalam organisasi. Salah satunya adalah Frederick Winslow Taylor. Taylor adalah salah seorang sarjana teknik, pelopor gerakan scientific management, mencari cara-cara yang paling efisien untuk melakukan pekerjaan, dan menciptakan alat mekanik yang disesuaikan dengan struktur faal badan dan anggota badan manusia. Sejak saat itu para sarjana teknik industri bersama-sama para sarjana psikologi eksperimen menggarap objek penelitian yang baru, yaitu kesesuaian dan penyesuaian dari lingkungan kerja fisik, peralatan kerja dan proses kerja dengan keterbatasan kemampuan fisik dan psikis dari manusia sebagai tenaga kerja. Dengan

Program Studi Teknik Industri UWP

3

Psikologi Industri

bekerja sama dengan para sarjana teknik, para sarjana psikologi memberi keterangan tentang kapasitas dan keterbatasan manusia dalam menggunakan peralatan canggih. Pada abad ke-20 kondisi sosial yang sangat buruk sudah banyak berubah. Tingkah laku organisasi menjadi lebih baik. Di dalam perkembangan selanjutnya psikologi (dalam Kartono, 2002) melakukan ekspansi dalam dunia industri diantaranya ditujukan pada pemenuhan kebutuhan manusia dan pemberian kesejahteraan umum yang lebih banyak. Kondisi ini memungkinkan para pekerja pabrik tidak lagi dianggap sebagai “roda gigi” dalam sistem permesinan.

5. Pengertian Ilmu Psikologi Ditinjau dari segi bahasa, istilah psikologi berasal dari “psyche” yang diartikan “jiwa” dan “logos” yang berarti “ilmu” atau “ilmu pengetahuan”. Karena itu psikologi sering diartikan dengan ilmu pengetahuan tentang jiwa atau disingkat ilmu jiwa. Sementara ahli ada yang kurang sependapat bahwa psikologi diartikan dengan ilmu jiwa. Gerungan (dalam Bimo, 2004) menjelaskan penggunaan kedua istilah tersebut, sebagai berikut: a. Ilmu jiwa merupakan istilah bahasa Indonesia sehari-hari dan dikenal tiap-tiap orang, sehingga penggunaan ilmu jiwa dapat digunakan karena artinya yang luas dan sudah lazim dipahami orang. Sedangkan kata psikologi merupakan suatu istilah “ilmu pengetahuan” suatu istilah yang scientific, ilmu jiwa yang bercorak ilmiah tertentu. b. Ilmu jiwa digunakan dalam istilah yang lebih luas daripada istilah psikologi. Ilmu jiwa meliputi segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, tetapi juga segala khayalan dan spekulasi mengenai jiwa itu sendiri. Psikologi meliputi ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metodemetode ilmiah yang memenuhi syarat-syaratnya dan dimufakati sarjana-sarjana psikologi pada zaman sekarang. Istilah ilmu jiwa menunjukkan kepada ilmu jiwa pada umumnya, sedangkan istilah psikologi menunjukkan ilmu jiwa yang ilmiah menurut norma-norma ilmiah yang modern. Sudut pandang yang diberikan oleh Gerungan dapat dipahami bahwa ada segi perbedaan antara ilmu jiwa dan psikologi. Psikologi merupakan ilmu jiwa yang ilmiah, yang scientific. Artinya dalam mempelajari psikologi harus dari sudut ilmu, psikologi sebagai suatu science. Psikologi sebagai suatu ilmu, merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan penelitian-penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah adalah penelitian yang

Program Studi Teknik Industri UWP

4

Psikologi Industri

dijalankan secara terencana, sistematis, terkontrol dan dalam psikologi dilakukan berdasarkan data empiris. Pengertian psikologi menurut Menurut Woodworth dan Marquish (dalam Anoraga dan Suyati, 1995): Psychology can be defined as the science of the activities of the individual. The word “activity” is used here in very broad sense. It includes not only motor activities like walking and speaking, but also cognitive (knowledge getting) activities like seeing, hearing, remembering and thinking, and emotional activities like laughing and crying, and feeling or sad. Psikologi dalam sudut pandang Woodworth dan Marquish menggambarkan bahwa psikologi mempelajari aktivitas-aktivitas individu. Aktivitas-aktivitas (dalam pengertian lain tingkah laku) yang dapat dipelajari tidak hanya aktivitas motorik seperti berjalan dan berbicara, tetapi juga aktivitas kognitif seperti melihat, mendengar, dan berfikir. Dan aktivitas emosional seperti tertawa dan menangis, perasaan dan bersedih. Berdasarkan uraian pengertian dari psikologi di atas, dapat difahami bahwa psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Meskipun jiwa tidak nampak, tetapi dapat dipelajari melalui observasi terhadap tingkah laku atau aktivitas-aktivitas yang merupakan manifestasi dari kehidupan jiwa. Misalnya orang yang sedang menggerutu, adalah pertanda bahwa orang itu sedang tidak senang dalam hatinya; orang yang nampaknya terburu-terburu dapat difahami bahwa ada sesuatu yang harus segera dilakukan.

6. Pengertian Ilmu Psikologi Industri dan Organisasi Ilmu psikologi industri dan organisasi (I/O) menurut Munsterberg (dalam Berry 1998) adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam dunia kerja. Munandar (2001) memberikan pengertian yang lebih rinci bahwa ilmu psikologi I/O adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam perannya sebagai tenaga kerja dan sebagai konsumen, baik secara perorangan maupun secara kelompok, dengan maksud agar temuannya dapat diterapkan dalam industri dan organisasi untuk kepentingan dan kemanfaatan bersama. Tingkah laku I/O di pusatkan pada tingkah laku ‘terbuka’, yang secara langsung dapat diamati. Sedangkan tingkah laku yang tertutup dapat disimpulkan melalui ungkapannya ke dalam tingkah laku terbuka. Sebagai contoh, tenaga kerja yang

Program Studi Teknik Industri UWP

5

Psikologi Industri

senang dengan pekerjaannya akan memperlihatkan berbagai macam tingkah laku yang mencerminkan kesenangannya, meskipun sibuk dalam menjalankan tugasnya, wajahnya tetap nampak cerah, dalam jam istirahat berbicara tentang pekerjaannya dengan rekannya, tidak menunggu jam pulang kerja. Apabila ditanya tentang pekerjaannya ia menjawab dengan gairah semua pertanyaan. Melalui observasi dari perilakunya yang terbuka dapat ditafsirkan perilakunya yang tertutup. Tingkah laku manusia dalam perannya sebagai tenaga kerja dan sebagai konsumen di pelajari di dalam lingkungan kerjanya. Dalam pengertian ini manusia dipelajari di dalam interaksinya dengan pekerjaannya, dengan lingkungan kerja fisiknya dengan lingkungan sosialnya di pekerjaan. Apabila sebagai tenaga kerja manusia menjadi anggota organisasi industrinya, maka sebagai konsumen manusia menjadi pengguna (user) dari produk atau jasa dari organisasi perusahaan. Sedangkan tingkah laku manusia dipelajari secara perorangan maupun secara kelompok, dengan asumsi bahwa dalam suatu organisasi industri terdapat berbagai unit kerja. Unit kerja yang besar (divisi) terdiri dari unit kerja yang lebih kecil yang masing-masing terdiri dari unit-unit kerja yang lebih kecil lagi dan seterusnya. Dalam hal ini yang dipelajari sejauh mana dampak satu kelompok atau unit kerja terhadap tingkah laku tenaga kerja dan sebaliknya. Juga dipelajari sejauh mana struktur, pola dan jenis organisasi mempunyai pengaruh terhadap tenaga kerjanya, terhadap sekelompok tenaga kerja, dan terhadap seorang tenaga kerja. Dalam hal konsumen, masalah yang dipelajari seperti, sejauh mana ada reaksi yang sama dari kelompok konsumen dengan ciri-ciri tertentu terhadap iklan suatu produk. Setelah mempelajari tingkah laku manusia dalam dunia kerja, baik tingkah laku tenaga kerja dan konsumen; secara perorangan maupun secara kelompok maka berdasarkan temuan-temuannya dapat dikembangkan teori, aturan-aturan atau hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang dapat diterapkan kembali ke dalam kegiatankegiatan industri dan organisasi untuk kepentingan tenaga kerja, konsumen dan organisasinya dan untuk menguji ketepatannya.

7. Persoalan Pokok Psikologi Industri dan Organisasi Pada

mulanya,

tujuan

utama

dari penerapan

psikologi adalah

untuk

mempromosikan kegunaan ilmu psikologi dasar dalam menyelesaikan problemproblem kerja. Dewasa ini, tema psikologi I/O yang dideskripsikan oleh Muensterberg (dalam Berry, 1998) diartikan sebagai studi perilaku dalam dunia kerja. Dengan kata lain psikologi I/O hampir sebesar keseluruhan ruang lingkup psikologi itu sendiri,

Program Studi Teknik Industri UWP

6

Psikologi Industri

karena situasi kerja juga hampir sebesar kehidupan itu sendiri. Orang-orang cenderung menghabiskan sedikitnya sepertiga waktunya dalam sehari untuk bekerja. Hampir seluruh aktivitas hidup bergerak di dunia kerja, sama seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang di rumah atau sekolah. Persoalan pokok dalam psikologi I/O menyertakan variasi tingkah laku yang terjadi dalam setting kerja. Kita semua belajar tentang bagaimana komposisi kerja itu sendiri, dan garis produksi sampai manajemen eksekutif. Kita mencari cara bagaimana memperbaiki proses seleksi orang untuk jenis pekerjaan tertentu. Kita dapat mendisain dan mengevaluasi program pelatihan, pengembangan karir, dan konselling kerja. Kita juga menaruh perhatian terhadap motivasi kerja, hadiah bagi kualitas kerja dan kepuasan kerja. Problem-problem kerja itu sendiri dapat berupa penyalah gunaan alkohol, stress kerja, serta pelecahan seksual yang sangat membutuhkan solusi dari psikologi I/O. Melalui penerapan psikologi I/O, Kita juga berusaha untuk memahami dan memperbaiki kepemimpinan dan supervisi. Dan Kita juga mengembangkan kondisi kerja yang mampu mengakomodasi pekerja-pekerja individual. Namun di dalam pembahasan modul-modul yang akan kita pelajari ruang lingkup persoalan pokok psikologi I/O dalam setting kerja akan kita batasi terkait dengan permasalahan: motivasi dan kepuasan kerja; stres dalam pekerjaan; kepemimpinan; gaya, aktivitas dan keterampilan kepemimpinan; dinamika kelompok dan tim;

konflik dan keterampilan negosiasi; teknologi komunikasi dan proses

interpersonal; dan psikologi konsumen.

Motivasi dan Kepuasan Kerja (2) Stres dalam Pekerjaan Kepemimpinan Gaya, Aktivitas dan Keterampilan Kepemimpinan Dinamika Kelompok dan Tim Konflik Organisasi (2)

Tingkah Laku Organisasi

Keterampilan Negosiasi Teknologi Komunikasi dan Proses Interpersonal (2) Psikologi Konsumen (2)

Program Studi Teknik Industri UWP

7

Psikologi Industri

REFERENSI Anoraga, S & Suyati, S. 1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. As’ad, M. 1996. Psikologi Industri. Jakarta: Universitas Terbuka. Berry, M.L. 1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and Organizational Psychology. McGraw-Hill Book Co. Boston. Bimo, W. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi offset. Kartono, K. 2002. Psikologi Sosial Untuk Manajemen, Perusahaan dan Industri. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Munandar ., A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.

Program Studi Teknik Industri UWP

8

Psikologi Industri

BAB 2 MOTIVASI KERJA

1. Tujuan Instruksional Umum Setelah membaca bab ini Anda diharapkan dapat menghayati pentingnya peranan motivasi dan kepuasan kerja.

2. Tujuan Instruksional Khusus Setelah membaca bab ini Anda diharapkan dapat: a.

Mengetahui pengertian motivasi

b.

Mengetahui teori-teori motivasi

c.

Mengetahui pengertian kepuasan kerja

d.

Mengetahui teori-teori kepuasan kerja

e.

Memahami pentingnya kepuasan kerja bagi organisasi

f.

Memahami hubungan motivasi dan kepuasan kerja

g.

Memahami pentingnya pengetahuan motivasi dan kepuasan kerja bagi manajer.

3. Pengertian Motivasi Motivasi menurut Luthans (1992) berasal dari kata latin movere, artinya “bergerak”. Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya kekurang psikologis atau kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan maksud mencapai suatu tujuan atau insentif. Pengertian proses motivasi ini dapat difahami melalui hubungan antara kebutuhan, dorongan dan insentif (tujuan). Gambar-1 The Basic Motivation Process NEEDS

DRIVES

INCENTIVES

Gambar-1 The Basic Motivation Process

Motivasi di dalam dunia kerja adalah sesuatu yang dapat menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam

Program Studi Teknik Industri UWP

9

Psikologi Industri

psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya. Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi kerja. Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi antara motivasi kerja, kemampuan dan peluang. Keterkaiatan antara motivasi dan prestasi kerja dapat di rumuskan sebagai berikut: Prestasi Kerja = f Motivasi Kerja x Kemampuan x Peluang Bila motivasi kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun kemampuannya ada dan baik, serta memiliki peluang. Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif atau reaktif. Pada motivasi kerja yang proaktif seseorang akan berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya atau akan berusaha untuk mencari, menemukan atau menciptakan peluang di mana ia akan menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat berprestasi yang tinggi. Sebaliknya, motivasi kerja yang bersifat reaktif, cenderung menunggu upaya atau tawaran dari lingkungannya.

4. Teori-teori Motivasi Teori motivasi bervariasi, yaitu menurut isi motivasi dan proses motivasi. Teori yang berhubungan dengan pengidentifikasian isi motivasi berkaitan dengan apa yang memotivasi tenaga kerja. Sedangkan teori proses lebih berkaitan dengan bagaimana proses motivasi berlangsung. Sehingga dalam modul 2 ini akan dibahas delapan teori motivasi, empat teori dari teori motivasi isi, yaitu: teori tata tingkat-kebutuhan, teori eksistensi-relasi-pertumbuhan, teori dua faktor, teori motivasi berprestasi, dan empat teori motivasi proses, yaitu: teori penguatan, teori tujuan, teori expectacy, dan teori equity. Kedelapan teori ini akan memberikan kontribusi tentang motivasi kerja. 5. Teori Motivasi Isi 5.1

Teori Tata Tingkat-Kebutuhan Setiap individu memiliki needs (kebutuhan, dorongan intrinsic dan

ekstrinsic factor), yang pemunculannya sangat terkait dengan dengan kepentingan individu. Dengan kenyataan ini, kemudian Maslow membuat “need

Program Studi Teknik Industri UWP

10

Psikologi Industri

hierarchy theory” untuk menjawab tentang tingkatan kebutuhan manusia. Bagitu juga individu sebagai karyawan tidak bisa melepaskan diri dari kebutuhan-kebutuhannya. Menurut Maslow, kebutuhan-kebutuhan manusia dapat digolongkan dalam lima tingkatan sebagai berikut: a. Physiological needs (kebutuhan bersifat biologis). Merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendasar. Contohnya: kita memerlukan makan, air, dan udara untuk hidup. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang sangat primer, karena kebutuhan ini telah ada sejak lahir. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu berhenti eksistensinya. b. Safety needs (kebutuhan rasa aman). Merupakan kebutuhan untuk merasa aman baik secara fisik maupun psikologis dari gangguan. Apabila kebutuhan ini diterapkan dalam dunia kerja maka individu membutuhkan keamanan jiwanya ketika bekerja. c. Social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial). Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, sehingga mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan sosial, sehingga mereka mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial sebagai berikut: a. Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di mana ia hidup dan bekerja b. Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting c. Kebutuhan untuk dapat berprestasi d. Kebutuhan untuk ikut serta (sense of participation) e. Esteem needs (kebutuhan akan harga diri). Penghargaan meliputi faktor internal, sebagai contoh, harga diri, kepercayaan diri, otonomi, dan prestasi; dan faktor eksternal, sebagai contoh, status, pengakuan, dan perhatian. Dalam dunia kerja, kebutuhan harga diri dapat terungkap dalam keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya. Keinginan untuk didengar dan dihargai pandangannya. d. Self

Actualization.

Kebutuhan

akan

aktualisasi

diri,

termasuk

kemampuan berkembang, kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan mencukupi diri sendiri.

Program Studi Teknik Industri UWP

pada tingkatan ini, contohnya karyawan

11

Psikologi Industri

cenderung untuk selalu mengembangkan diri dan berbuat yang terbaik. Maslow memisahkan kelima kebutuhan sebagai tingkat tinggi dan tingkat rendah. Kebutuhan tingkat rendah, kebutuhan yang harus dipuaskan pertama kali adalah kebutuhan fisiologi. Kemudian kebutuhan itu diikuti oleh kebutuhan keamanan, sosial dan kebutuhan penghargaan. Di puncak dari hirarki adalah kebutuhan akan pemenuhan diri sendiri. Setiap kebutuhan dalam tata tingkat tersebut harus dipuaskan menurut tingkatannya. Ketika kebutuhan telah terpuaskan, maka kebutuhan berhenti memotivasi perilaku, dan kebutuhan berikutnya dalam hirarki selanjutnya akan mulai memotivasi perilaku. Dalam dunia kerja, orang sewaktu kerja melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan paling rendah yang belum terpuaskan.

6.

Teori Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan Teori ERG adalah siangkatan dari Existence, Relatedness, dan Growth

needs, yang dikembangkan oleh Alderfer, yang merupakan suatu modifikasi dan reformulasi dari teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow. Alderfer berargumen bahwa ada tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu: a.

Kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan akan substansi material, seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan mobil. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan fisiological dan rasa aman dari Maslow.

b.

Kebutuhan hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan untuk memelihara hubungan antarpribadi yang penting. Individu berkeinginan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain yang dianggap penting dalam kehidupan mereka dan mempunyai hubungan yang bermakna dengan keluarga, teman dan rekan kerja. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan sosial dan dan bagian eksternal dari esteem (penghargaan) dari Maslow.

c.

Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhankebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuh. Selain kebutuhan aktualisasi, juga termasuk bagian intrinsik dari kebutuhan harga diri Maslow.

Program Studi Teknik Industri UWP

12

Psikologi Industri

Teori ERG mengandung suatu dimensi frustasi-regresi. Dalam teori ERG, dinyatakan bahwa apabila suatu tingkat kebutuhan dari urutan tertinggi terhalang, akan terjadi hasrat individu untuk meningkatkan kebutuhan tingkat lebih rendah. Sebagai contoh, ketidakmampuan memuaskan suatu kebutuhan akan interaksi sosial, akan meningkatkan keinginan untuk memiliki banyak uang atau kondisi yang lebih baik. Jadi frustasi (halangan) dapat mendorong pada suatu kemunduran yang lebih rendah.

7. Teori Dua Faktor Herzberg (dalam Kreitner & Kinicki, 2004) membedakan dua faktor yang mempengaruhi motivasi para pekerja dengan cara yang berbeda, faktor motivator dan faktor hygiene. Faktor motivasi mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi pekerjaan, yang merupakan faktor intrinsik dari pekerjaan, yaitu: tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, pencapaian prestasi, dan pengakuan. Herzberg menyatakan ini sebagai faktor motivator. Dinamakan sebagai faktor motivator, karena masing-masing diasosiasikan dengan usaha yang keras dan kinerja yang bagus. Motivator menyebabkan seseorang bergerak (move) dari keadaan tidak puas kepada kepuasan. Oleh karena itu Herzberg memprediksikan bahwa manajer dapat memotivasi individu dengan memasukkan motivator ke dalam pekerjaan individu. Ketidakpuasan kerja terutama diasosiasikan dengan faktor-faktor di dalam keadaan atau lingkungan pekerjaan. Yaitu berupa: aturan-aturan administrasi dan kebijaksanaan perusahaan, supervisi, hubungan antar pribadi, kondisi kerja, gaji dan sebagainya. faktor-faktor ini dinamakan dengan faktor hygien. Manajer yang ingin menghilangkan faktor-faktor ketidakpuasan kerja lebih baik menempuh cara dengan menciptakan ketentraman kerja. Jadi, menurut teori ini, perbaikan salary dan working conditions tidak akan enimbulkan kepuasan tetapi hanya mengurangi ketidak puasan. Selanjutnya dikatakan oleh Herzberg, bahwa yang bisa memacu orang untuk bekerja dengan baik dan bergairah (motivator) hanyalah kelompok satisfiers. Untuk satisfiers ini kadang-kadang diberi nama lain sebagai intrinsic factor, job content, dan motivator. Sedangkan sebutan lain yang sering digunakan untuk

Program Studi Teknik Industri UWP

13

Psikologi Industri

dissatisfiers ialah extrinsic factor, cob context dan dan hygiene factor . Kunci untuk memahami teori motivator-hygien adalah memahami bahwa lawan “kepuasan” bukan “ketidakpuasan”. Lawan kepuasan adalah “tidak ada kepuasan”. Dan lawan ketidakpuasan adalah “tidak ada ketidakpuasan”.

8. Teori Motivasi Berprestasi Menurut David McClelland (dalam Anoraga & Suyati, 1995) ada tiga macam motif atau kebutuhan yang relevan dengan situasi kerja, yaitu: a. The need for achievement (nAch), yaitu kebutuhan untuk berprestasi, untuk mencapai sukses. b. The need for power (nPow), kebutuhan untuk dapat memerintah orang lain. c. The need for affiliation (nAff), kebutuhan akan kawan, hubungan akrab antar pribadi. Menurut Mc Clelland (dalam As’ad, 2004) ketiga kebutuhan tersebut munculnya sangat dipengaruhi oleh situasi yang sangat spesifik. Apabila individu tersebut tingkah lakunya didorong oleh tiga kebutuhan maka tingkah lakunya akan menampakkan ciri-ciri sebagai berikut: Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan berprestasi yang tinggi akan nampak sebagai berikut: a. Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara yang baru dan kreatif b. Mencari feed back (umpan balik) tentang perbuatannya c. Memilih resiko yang moderat (sedang) di dalm perbuatannya. Dengan Memilih resiko yang sedang berarti masih ada peluang untuk berprestasi yang lebih tinggi d. Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya e. Tingkah laku individu yang didorong oleh untuk berkuasa yang tinggi akan nampak sebagai berikut: a. Berusaha menolong orang lain walaupun pertolongan itu tidak diminta b. Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari organisasi di mana ia berada c. Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat mencerminkan prestise d. Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organisasi f. Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan untuk bersahabat

Program Studi Teknik Industri UWP

14

Psikologi Industri

akan nampak sebagai berikut: a. Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaannya, daripada segi tugas-tugas yang ada pada pekerjaan itu b. Melakukan pekerjaannya lebih efektif apabila bekerjasama bersama orang lain dalam suasana yang lebih kooperatif c. Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain d. Lebih suka dengan orang lain daripada sendiri Karyawan yang memiliki nAch tinggi lebih senang menghadapi tantangan untuk berprestasi dari pada imbalannya. Perilaku diarahkan ke tujuan dengan kesukaran menengah. Karyawan yang memiliki nPow tinggi, punya semangat kompetisi lebih pada jabatan dari pada prestasi. Ia adalah tipe seorang yang senang apabila diberi jabatan yang dapat memerintah orang lain. Sedangkan pada karyawan yang memiliki nAff tinggi, kurang kompetitif. Mereka lebih senang berkawan, kooperatif dan hubungan antar personal yang akrab. Kebutuhan-kebutuhan yang bervariasi ini akan muncul sangat dipengaruhi oleh situasi yang sangat spesifik. 9. Teori Motivasi Proses 9.1 Teori Penguatan (Reinforcement Theory) Teori penguatan menggunakan pendekatan tingkah laku. Penganut teori ini memandang tingkah laku sebagai akibat atau dipengaruhi lingkungan. Keadaan lingkungan yang terus berulang akan mengendalikan tingkah laku. Jewell dan Siegall (1998) menjelaskan lebih lanjut model dari penguatan, yaitu melalui tiga prinsip: a. Orang tetap melakukan hal-hal yang mempunyai hasil yang memberikan penghargaan b. Orang menghindari melakukan hal-hal yang mempunyai hasil yang memberikan hukuman c. Orang akhirnya akan berhenti melakukan hal-hal yang tidak mempunyai hasil yang memberikan penghargaan ataupun hukuman.

Rangsangan

(Situasi kerja)

pekerjaan A di perusahaan B dengan kondisi C

Tanggapan Perilaku

(dari karyawan)

Hasil

Penghargaan

Usaha yang terus berlangsung

Hukuman

Usaha yang berkurang

Netral

Usaha akan sama sekali hilang

(dari lingkungan)

Usaha yg menghasilkan prestasi kerja tingkat tinggi

Program Studi Teknik Industri UWP

15

Psikologi Industri

Gambar-3 Model Penguatan dari Motivasi Kerja

10. Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory) Teori ini dikemukakan oleh Locke (dalam Berry, 1998). Locke berpendapat bahwa maksud-maksud untuk bekerja kearah suatu tujuan merupakan sumber utama dari motivasi kerja. Artinya, tujuan memberitahukan karyawan apa yang perlu dikerjakan dan betapa banyak upaya akan dihabiskan. Lebih tepatnya teori penetapan tujuan mengenal bahwa tujuan yang khusus dan sulit menghantar kepada kinerja yang lebih tinggi. Menurut Berry (1998) lima komponen dasar tujuan untuk meningkatkan tingkat motivasi karyawan, yaitu: (1) tujuan harus jelas (misalnya jumlah unit yang harus diselesaikan dalam satu jam), (2) tujuan harus mempunyai tingkat kesulitan menengah sampai tinggi, (3) karyawan harus menerima tujuan itu, (4) karyawan harus menerima umpan balik mengenai kemajuannya dalam usaha mencapai tujuan tersebut, (5) tujuan yang ditentukan secara partisipasif lebih baik dari pada tujuan yang ditentukan begitu saja. 11. Teori Harapan (Expectancy Theory) Pertama kali dikemukakan oleh Heider (dalam As’ad, 2004). Pendekatan teori harapan mengenai performance kerja dirumuskan sebagai berikut: P=MxA P = performance, M = motivation dan A = ability. Konsep ini akhirnya sangat populer sehingga rumusan kognitif sudah banyak sekali variasinya. Di antara berbagai variasi terdapat beberapa model yang dapat Kita kaji diantaranya: 12. Model Vroomian Model harapan dari Vroom tentang motivasi dan ability. Menurut model ini Performance kerja seseorang (p) merupakan fungsi dari interaksi perkalian antara motivasi (M) dan ability (kecapakan= K). Sehingga rumusannya adalah:

P = f (M x K) Perkalian di atas memiliki makna bahwa jika seseorang rendah pada

Program Studi Teknik Industri UWP

16

Psikologi Industri

salah komponennya maka prestasi kerjanya pasti akan rendah. Dengan kata lain apabila performance kerja (prestasi kerja) seseorang rendah, maka ini dapat merupakan hasil dari motivasi yang rendah pula, atau kemampuannya tidak baik, atau hasil kedua komponen (motivasi) dan (kemampuan) yang rendah. Untuk dapat mengetahui tinggi rendahnya suatu motivasi dari karyawan Vroom (dalam Berry, 1998) menentukan perkalian ketiga komponen sebagai berikut: M = (V x I x E) Expectancy (E = harapan) adalah pengharapan keberhasilan pada suatu tugas. Instrumentality (I = alat) dan Valence (V = nilai-nilai) adalah respon terhadap outcome, seperti perasaan positif, netral dan negatif. Dengan bekerja maka setiap orang akan merasakan akibat-akibatnya. Setiap orang memiliki sasaran-sasaran pribadi yang ia harapkan dapat ia capai sebagai akibat dari prestasi kerja yang ia berikan. Akibat-akibat ini jelas akan memiliki nilai (valence) yang berbeda-beda bagi setiap individu, di mana nilainya bisa positif maupun negatif. Perusahaan sebagai suatu organizational behavior mempunyai harapanharapan

terhadap

produktivitas

setiap

tenaga

kerjanya,

misalnya

mengharapkan prestasi kerja yang optimal. Apabila seorang tenaga kerja dapat berprestasi kerja sesuai dnegan yang diharapkan oleh perusahaan, seberapa jauh sasaran pribadi karyawan tersebut dapat dipenuhi? Dengan kata lain, sejauh mana atau sebesar bagaimanakan dapat diharapkan oleh tenaga kerja bahwa prestasinya akan memberikan akibat-akibat yang diharapkan. Dalam hal ini kemungkinan tercapainya sasaran-sasaran pribadi satu persatu melalui tercapainya produktivitas yang diharapkan oleh perusahaan ini, dinamakan oleh Vroom sebagai instrumentality Jika misalnya prestasi kerja yang tinggi merupakan outputnya seseorang tenaga kerja, sejauh mana kemungkinan yang dirasakan oleh tenaga kerja bahwa tenaga yang akan diberikan dan usaha yang akan dilakukan dapat membuahkan prestasi kerja sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan

Program Studi Teknik Industri UWP

17

Psikologi Industri

dari dia? Jika sesorang karyawan memiliki harapan dapat berprestasi tinggi, dan jika ia menduga bahwa dengan tercapainya prestasi yang tinggi ia akan merasakan akibat-akibat yang ia harapkan, maka ia akan memiliki motivasi yang tinggi untuk bekerja. Sebaliknya jika karyawan merasa yakin bahwa ia tidak dapat mencapai prestasi kerja sesuai dengan yang diharapkan perusahaan daripadanya maka ia akan kurang motivasinya untuk bekerja. Lebih lanjut Berry (1998) menjelaskan bahwa karyawan akan memiliki motivasi yang tinggi, apabila usaha mereka menghasilkan sesuatu melebihi dari apa yang diharapkan. Sebaliknya, motivasi akan rendah, apabila usaha yang dihasilkan kurang dari apa yang diharapkan. 13. Model Lawler dan Porter Lawler dan Porter dalam menjelaskan motivasi berdasarkan ketiga komponen sebagai berikut: Performance = Effort x Ability x Role Perception. Performance merupakan hasil interaksi perkalian dari effort, ability dan role perception. Effort adalah banyaknya energi yang dikeluarkan karyawan dalam situasi tertentu. Ability adalah karakteristik individual seperti intelegensi, manual skill, traits yang merupakan kekuatan potensial seseorang untuk berbuat dan sifatnya relatif stabil. Sedangkan role perception adalah kesesuaian antara effort yang dilakukan seseorang dengan pandangan evaluator atau atasan langsung tentang job requirementnya. Dalam model Lawler dan Porter diketahui bahwa performance merupakan hasil interaksi perkalian antara effort (motivasi), ability dan role perception. Dengan demikian berdasarkan hasil uraian kedua teori di atas dapat disimpulkan bahwa pengharapan atas prestasi kerja akan menentukan motivasi karyawan.

14. Teori Keadilan (Equity Theory) Teori keadilan dari Adam

menunjukkan bagaimana

upah dapat

memotivasi. Individu dalam dunia kerja akan selalu membandingkan dirinya

Program Studi Teknik Industri UWP

18

Psikologi Industri

dengan orang lain. Apabila terdapat ketidakwajaran akan mempengaruhi tingkat usahanya untuk bekerja dengan baik. Ia membuat perbandingan sosial dengan orang lain dalam pekerjaan yang dapat menyebabkan mereka merasa dibayar wajar atau tidak wajar. Perasaan ketidakadilan mengakibatkan perubahan kinerja. Menurut Adam, bahwa keadaan tegangan negatif akan memberikan motivasi untuk melakukan sesuatu dalam mengoreksinya. Teori keadilan mempunyai empat asumsi dasar sebagai berikut: a.

Orang berusaha menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi keadilan

b.

Jika dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini menimbulkan ketegangan

yang

memotivasi

orang

untuk

menguranginya

atau

menghilangkannya c.

Makin besar persepsi ketidakadilannya, makin besar memotivasinya untuk bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu.

d.

Orang akan mempersepsikan ketidak yang tidak menyenangkan (misalnya menerima gaji yang terlalu sedikit) lebih cepat daripada ketidakadilan yang menyenangkan (misalnya, mendapat gaji yang terlalu besar) Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas,

tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun tempat lain. Menurut teori ini elemen-elemen dari teori equity ada tiga, yaitu: input, out comes, comparison person, dan equity – inequity. Input; yaitu berbagai hal yang dibawa dalam kerja seperti pendidikan, pengalaman, keterampilan. Input dengan demikian berarti segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan. Output; yaitu apa yang diperoleh dari kerja seperti gaji, fasilitas, jabatan. Output berarti segala sesuatu yang berharga , yang dirasakan karyawan sebagai “hasil” dari pekerjaannya. Dan comparison person; orang lain sebagai tempat pembanding, sebagai contoh, karyawan dengan pendidikan sama, jabatan sama tetapi gaji yang

Program Studi Teknik Industri UWP

19

Psikologi Industri

diterima berbeda. Comparison persons bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat lain, atau bisa pula dengan dirinya sendiri di waktu lampau. Individu atau karyawan akan merasa adil atau puas apabila A = B seimbang. Sedangkan individu akan merasa tidak adil jika A > B, di mana salah satu untung. Sebagai contoh, sekretaris seorang kepala bagian merasa bahwa berdasarkan kesibukannya sehari-hari ia bekerja jauh lebih keras (sampai harus lembur) daripada sekretaris dari kepala bagian lain, sehingga mengharapkan hasil-keluaran (gaji) yang lebih besar dari rekannya. Ia akan merasa tidak adil jika ternyata gaji yang ia terima sama besarnya dengan gaji yang diterima oleh rekannya. Menurut Howell & Dipboye (dalam Munandar, 2001) jika terjadi persepsi tentang ketidakadilan, menurut teori keadilan orang akan dapat melakukan tindakan-tindakan berikut: a. Bertindak

mengubah

masukannya,

menambah

atau

mengurangi

upayanya untuk bekerja b. Bertindak

untuk

mengubah

hasil-keluarannya,

ditingkatkan

atau

diturunkan c. Menggeliat/merusak secara kognitif masukan dan hasil-keluarannya sendiri, mengubah persepsinya tentang perbandingan masukan dan hasil keluarannya sendiri d. Bertindak terhadap orang lain untuk mengubah masukan dan/atau hasil keluarannya e. Secara fisik meninggalkan situasi, keluar dari pekerjaan f. Berhenti membandingkan masukan dan hasil keluaran dengan orang lain dan mengganti dengan acuan lain atau mencari orang lain untuk dibandingkan REFERENSI Anoraga, S & Suyati, S.1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. As’ad, M. 2004. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. Edisi Ke-empat Berry, M.L. 1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and

Program Studi Teknik Industri UWP

20

Psikologi Industri

Organizational Psychology. McGraw-Hill Book Co. Boston. Jewell & Siegall. 1998. Contemporary Industrial/Organizational Psychology. Dialih Bahasakan oleh Danuyasa. Psikologi Industri/Organisasi Modern; Psikologi Terapan untuk Mememecahkan Berbagai masalah di tempat Kerja, Perusahaan, Industri, dan Organisasi. Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill Companies, Inc. Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International Book Co-Singapore. Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.

Program Studi Teknik Industri UWP

21

Psikologi Industri

BAB 3 KEPUASAN KERJA

1. Tujuan Instruksional Umum

Setelah membaca bab ini, Anda akan dapat memahami kepuasan kerja

2.

Tujuan Instruksional Khusus Setelah membaca bab ini, Anda diharapkan dapat: a. Mengetahui dan memahami pengertian kepuasan kerja b. Mengetahui dan memahami teori-teori kepuasan kerja c. Mengetahui dan memahami pengertian ilmu psikologi industri dan

organisasi pentingnya kepuasan kerja bagi organisasi d. Mengetahui dan memahami hubungan motivasi dan kepuasan kerja e. Mengetahui dan memahami pentingnya pengetahuan motivasi dan

kepuasan kerja bagi manajer

3. Pengertian Kepuasan Kerja

Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Ini disebabkan adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya, dan sebaliknya. Adapun batasan atau pengertian kepuasan kerja sangat bervariasi. Namun demikian di dalam pemberiaan batasan yang bervariasi pada dasarnya tidak ada perbedaan yng prinsip di dalamnya. Kepuasan kerja menurut Berry (1998) adalah reaksi individu terhadap pengalaman kerja. Pengertian yang mendukung diajukan oleh Jewell dan Siegall (1998) bahwa kepuasan kerja adalah sikap yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Kepuasan kerja dikatakan sebagai sikap kerja adalah konsekuensi berfikir, perasaan dan perilaku beberapa aspek pekerjaan. Kepuasan kerja

Program Studi Teknik Industri UWP

22

Psikologi Industri

menggambarkan hubungan afektif dan komponen emosi. Ketika pengaruh positif disebut dengan kepuasan kerja dan jika negatif disebut dengan ketidakpuasan kerja. Kemudian Vroom memberikan pengertian kepuasan kerja sebagai refleksi dari job attitude yang bernilai positif:. Hoppeck (dalam As’ad, 2004) menarik kesimpulan setelah mengadakan penelitian terhadap 309 karyawan pada suatu perusahaan di new Hope Pensylvania USA bahwa kepuasan kerja adalah penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. Berdasarkan batasan-batasan pengertian mengenai kepuasan kerja di atas, dapat disimpulkan sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaan. Konsep kepuasan kerja melihat kepuasan kerja sebagai hasil interaksi manusia dengan lingkungan kerjanya. Dengan demikian kepuasan kerja dalam batasan ini meliputi perbedaan individu (individual differences) maupun situasi lingkungan pekerjaan. Di sisi lain, perasaan orang terhadap pekerjaan juga merupakan refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaan.

4.

Teori-teori Kepuasan Kerja

4.1 Teori Pertentangan (Discrepancy Theory) Teori pertentangan dari Locke menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan pertimbangan dua hal: 1) pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan seseorang individu dengan apa yang ia terima, dan 2) pentingnya apa yang diinginkan bagi individu. Menurut Locke seseorang individu akan merasa puas atau tidak puas merupakan sesuatu yang pribadi, tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginan dan hasilnya Kepuasan kerja adalah tercapainya apa yang diinginkan, kadarnya terkait dengan keinginan dan intensitas atas apa yang mereka butuhkan, yaitu tergantung pada penilaian individu terhadap aspek kerja dan adanya kesesuaian antara faktor yang diinginkan dan diterima. Individu akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya

Program Studi Teknik Industri UWP

23

Psikologi Industri

terhadap kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Contohnya, karyawan menganggap peluang untuk maju lebih penting dari aspek-aspek pekerjaan yang lain, yaitu penghargaan, dengan demikian maka kemajuan bagi karyawan tersebut dapat dinilai tinggi akan kepuasannya daripada penghargaan. Sedangkan ketidakpuasan kerja dapat terjadi ketika terdapat pertentangan akan kepentingannya, yaitu ketidaksesuaian antara pendapatan dengan keinginan. Contohnya, banyak karyawan mendapatkan gaji yang tidak sesuai menjadi tidak puas, atau ruang kerja terlalu panas.

5. Model dari Kepuasan Bidang (Facet Satisfaction)

Lawler (dalam Berry, 1998) mendiskusikan masalah kepuasan kerja berkaitan dengan teori keadilan Adam. Tujuan utama dari model kepuasan bidang adalah untuk memprediksi kepuasan dengan perbedaan dari beberapa bidang pekerjaan. Kepuasan pada bidang tertentu dari pekerjaan adalah ketika seorang karyawan menerima “sama” atas apa yang diharapkan. Ketidakpuasan adalah ketika dia mendapatkan “kurang” dari apa yang diharapkan. Namun, jika individu mempersepsikan jumlah yang ia terima sebagai “lebih besar” daripada yang sepatutnya ia terima, ia akan merasa salah dan tidak adil. Harapan dari apa yang harus diterima tergantung dari bagaimana orang mempersepsikan masukan pekerjaan, ciri-ciri pekerjaan dan bagaimana mereka mempersepsikan masukan dan keluaran dari orang lain yang dijadikan pembanding bagi mereka. Sedangkan untuk persepsi atas apa yang seharusnya diterima dari pekerjaan juga ditentukan oleh pertimbangan keadilan, khususnya yang secara aktual dari sejumlah pendapatan yang ia terima dibandingkan dengan sejumlah pendapatan dari orang lain Skill Experince Training Effort Age Seniority Education Company loyalty Past performace Present performance

Level Difficulty Program Studi Timespan Amount of responsibility

Perceived personal Job inputs

Perceived inputs and outcomes of referent other

a Perceived Amount that Should be received

Perceived job characteristics Teknik Industri UWP

24

Psikologi Industri

a=b  satisfaction a>b  dissatisfaction a
Gambar-1, in facet theory, Satisfaction with an aspect of the job is determined by comparisons of what is espected with who, is received on the job. Several variabels relating to the person and relevant others determine these expectations and perceptions and perceptions. Satisfaction results when what an employee receives is the same as what he or she expects. Dissatisfaction results when he or she gets less than expected.

Gambar-1, Model Kepuasan Bidang

6. Teori Proses-Bertentangan (Opponent-Process Theory)

Landy mengamati kepuasan dari suatu perubahan kerja sepanjang waktu meskipun pekerjaan itu sendiri tidak berubah. Teori ini menekankan bahwa individu ingin mempertahankan suatu keseimbangan emosional. Teori proses bertentangan mengasumsikan bahwa kondisi emosional yang ekstrim tidak memberikan

kemaslahatan.

Kepuasan

dan

ketidakpuasan

memacu

mekanisme fisiologikal dalam sistem pusat saraf yang membuat aktif emosi yang bertentangan atau berlawanan. Dalam suatu hipotesis dinyatakan bahwa emosi yang berlawanan, meskipun lebih lemah dari emosi yang asli, akan terus ada dalam jangka waktu yang lebih lama. Teori ini menyatakan bahwa jika orang memperoleh ganjaran pada pekerjaan, mereka merasa senang, sekaligus ada rasa tidak senang (yang lebih lemah). Setelah beberapa saat rasa senang menurun dan dapat menurun sedemikian rupa sehingga orang merasa agak sedih sebelum kembali ke normal. Hal ini dapat terjadi karena emosi tidak-senang (emosi yang berlawanan) berlangsung lebih lama. Berdsarkan asumsi bahwa kepuasan kerja bervariasi secara mendasar dari waktu ke waktu, akibatnya adalah pengukuran kepuasan kerja perlu

Program Studi Teknik Industri UWP

25

Psikologi Industri

dilakukan secara periodik dengan interval waktu yang sesuai.

7. Pentingnya Kepuasan Kerja bagi Organisasi

Kepuasan kerja (dalam Berry 1998) memiliki implikasi yang sangat penting untuk kesuksesan organisasi (perusahaan). Organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung menjadi lebih efektif daripada organisasi dengan karyawan yang kurang puas. Karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinan tidak bekerja. Ketidakpuasan kerja memastikan karyawan untuk dapat menarik diri dari pekerjaan. Sebaliknya, kepuasan kerja akan mendorong kehadiran. Berdasarkan penelitian yang dikutip dalam Robert (2003) diketahui bahwa di Chicago, pekerja dengan skor kepuasan kerja yang tinggi mempunyai kehadiran yang jauh lebih tinggi daripada mereka dengan tingkat kepuasan lebih rendah. Karyawan yang puas tampaknya akan lebih mungkin berbicara positif tentang organisasi, membantu orang lain, dan jauh melebihi harapan yang normal dalam pekerjaan mereka. Karyawan yang lebih puas lebih bangga melebihi tugas mereka sehingga mereka mampu memberikan hal yang positif bagi organisasi. Hal ini tentunya sangat menguntungkan organisasi terutama dalam bidang produktivitas. Menurut As’ad (2004) organisasi yang menginginkan memperhitungkan tentang produktivitas kerja karyawan, maka masalah kepuasan kerja yang harus diperhitungkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan hal yang penting bagi organisasi karena kepuasan kerja merupakan variabel yang melihat pada tingkah laku yang produktif bukan sebaliknya yaitu adanya ketidakhadiran karyawan, stress, pemberhentian dan perilaku negatif lainnya.

8. Hubungan Motivasi dan Kepuasan Kerja

Motivasi dan kepuasan kerja memiliki hubungan yang positif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Herzberg (dalam Munandar, 2001) motivasi kerja menimbulkan kepuasan kerja. Hal ini dapat diketahui diantaranya melalui ciri-ciri pekerjaan tertentu (contohnya, besarnya tanggung jawab yang dihayati

Program Studi Teknik Industri UWP

26

Psikologi Industri

pada pekerjaan) menimbulkan motivasi yang tinggi yang menghasilkan kepuasan kerja yang tinggi. Hasil penelitian ini diperkuat dengan teori pengharapan dari Porter dan Lawler. Porter-Lawler (dalam Kreitner & Kinicki, 2004) mengembangkan model motivasi harapan dari Vroom dan diketahui terdapat hubungan timbal balik antara motivasi dan kepuasan kerja. Hubungan antara motivasi dan kepuasan kerja dapat dilihat melalui prediksi sebagai berikut: value of reward

abilities and traits

performance (Accomplishmen t)

effort

Perceived effortrewa rd probability

Perceived Equitable rewards intrinsic rewards

Satisfaction

exstrinsic rewards

Role Perceptions

Source: LW Porter and Lawler III, Managerial Attitudes and Performance (New York: McGraw-Hill/Irwin, 1968), p.165 (dalam Kreitner & Kinicki, 2004)

Gambar 2. Porter and Lawler’s Expectancy Model

Motivasi (effort), kemampuan, dan persepsi peran, menghasilkan prestasi kerja (performance) dan memperoleh imbalan baik intrinsik (contohnya, pilihan, kompetensi, dan kemajuan) atau ekstrinsik (gaji dan pengakuan dari publik) (intrinsic reward or extrinsic reward). Imbalan dinilai apakah adil (perceived equitable reward), hasilnya menentukan besar kecilnya kepuasan kerja. nilai dari imbalan yan diperoleh (value of reward) dan probabilitas memperoleh imbalan

dengan

upaya

tertentu

(perceived

effort-reward

probability)

menentukan besarnya motivasi yang akan menghasilkan prestasi kerja dan seterusnya. Dalam Lawler dan Porter, kepuasan kerja menentuan tinggi rendahnya motivasi. Motivasi menentukan tinggi rendahnya prestasi kerja. Prestasi kerja menghasilkan imbalan (dinilai adil atau tidak) yang menentukan tinggi rendahnya kepuasan kerja. Dengan demikian kepuasan kerja merupakan hasil dari perbedaan antara imbalan yang dianggap pantas (yang diharapkan) dengan imbalan yang diperoleh. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa motivasi dan

Program Studi Teknik Industri UWP

27

Psikologi Industri

kepuasan kerja memiliki hubungan positif. Bahkan memiliki hubungan timbal balik. Karena, kepuasan kerja juga merupakan hasil dari prestasi yang berkaitan dengan motivasi kerja.

9. Pentingnya Pengetahuan Motivasi dan Kepuasan Kerja bagi Manajer

Pengetahuan motivasi dan kepuasan kerja penting bagi manajer. Karena motivasi dan kepuasan kerja mempengaruhi sikap karyawan di dalam bekerja, sehingga manajer mampu memanajemen organisasi dengan sukses. Kreitner dan Kinicki (2004) menunjukkan seberapa pentingnya implikasi manajer berdasarkan 1000 dari beberapa penelitian yang telah diuji korelasinya. Diantaranya adalah korelasi antara kepuasan kerja dengan beberapa variabel organisasi termasuk di dalamnya adalah motivasi. Secara potensial manajer dapat meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja dari karyawan melalui berbagai usaha. Sesuai dengan meta analisis dari 9 penelitian dan 1,739 pekerja dinyatakan bahwa motivasi memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan kerja. Karena kepuasan kerja dengan pengawasan juga memiliki korelasi signifikan dengan motivasi manajer. Disisi lain pengetahuan motivasi dan kepuasan kerja bagi manajer dalam upaya untuk dapat menekan tingkat ketidakhadiran dari para karyawan. Ketidakhadiran disebabkan tidak adanya kepuasan kerja yang dapat mempengaruhi motivasi atau sebaliknya. Dengan meningkatkan kepuasan kerja akan menimbulkan motivasi di dalam berkerja, sehingga manajer mampu menekan ketidakhadiran karyawan. Karena ketidakhadiran sangat merugikan perusahaan. Pengetahuan motivasi dan kepuasan kerja juga penting bagi manajer, untuk menghindari stress atau tekanan yang diderita karyawan. Stress, akan berhubungan dengan ketidakhadiran, pergantian karyawan dan sebagainya. Kondisi ini juga dapat merugikan organisasi (perusahaan). Oleh karena itu diharapkan manajer berusaha mengurangi dampak dari stress dengan meningkatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja akan memberikan motivasi tersendiri bagi prestasi karyawan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan motivasi dan

Program Studi Teknik Industri UWP

28

Psikologi Industri

kepuasan kerja merupakan hal yang sangat penting untuk dapat diperhatikan manajer. Karena motivasi dan kepuasan kerja yang tidak diperhatikan dan dipenuhi oleh manajer akan berdampak pada sikap-sikap dari karyawan. Karyawan yang puas dan berkomitmen karena memiliki motivasi di dalam bekerja, menginginkan melakukan hal-hal yang dapat membangkitkan sikap kerja yang positif. Mereka tentunya akan menghindari ketidakhadiran, perpindahan, stress dan sikap-sikap negatif lainnya, terutama di antara karyawan yang produktif.

REFERENSI As’ad, M. 2004 Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. Edisi Ke-empat Berry, M.L.1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and Organizational Psychology. McGraw-Hill Book Co. Boston. Jewell, & Siegall. 1998. Contemporary Industrial/Organizational Psychology. Dialih Bahasakan oleh Danuyasa. Psikologi Industri/Organisasi Modern; Psikologi Terapan untuk Mememecahkan Berbagai masalah di tempat Kerja, Perusahaan, Industri, dan Organisasi. Kreitner, & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill Companies, Inc. Munandar ., A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press. Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks kelompok Gramedia.

Program Studi Teknik Industri UWP

29

Psikologi Industri

BAB 4 STRES DALAM BEKERJA

1. Tujuan Instruksional Umum Setelah membaca bab ini, Anda diharapkan dapat menjelaskan stres dalam pekerjaan

2.

Tujuan Instruksional Khusus Setelah membaca bab ini Anda dapat: a. Mengetahui dan memahami pengertian stres b. Mengetahui dan memahami respon individu terhadap stres c. Mengetahui dan memahami penyebab stres kerja d. Mengetahui dan memahami akibat stres kerja e. Mengetahui dan memahami cara mengatasi stres dalam lingkungan kerja

3.

Pengertian Stres Hans Selye (dalam Berry, 1998) mendefinisikan stres sebagai tanggapan

atau reaksi fisiologis dan psikologis seseorang terhadap stressor. Selye mengatakan bahwa stres adalah reaksi pertahanan secara umum yang dilakukan tubuh terhadap stressor. Reaksi ini muncul akibat adanya kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipenuhi baik yang berhubungan dengan lingkungan atau tujuan-tujuan personal. Selye menyusun konsep tentang proses stres secara fisiologis. Dasar-dasar fisiologis terjadinya stres adalah adanya pergerakkan hormon tertentu dan mekanisme sistem syaraf. Akibatnya stres dapat merubah susunan pokok yang dimiliki seseorang. Contohnya, karyawan yang terserang hatinya karena stres maka dapat mengakibatkan serangan jantung, dan jika perutnya yang sensitif, dapat mengakibatkan penyakit maag. Adapun yang dimaksud dengan stressor adalah kondisi yang mendahului dan membawa. Beberapa situasi, peristiwa, atau objek yang menuntut badan dan menyebabkan reaksi fisiologis adalah stressor. Stressors dapat fisik,

Program Studi Teknik Industri UWP

30

Psikologi Industri

seperti udara; dapat social, seperti interaksi interpersonal. Stress yang berlangsung sepanjang masa akan menunjukkan konsekuensi atau hasil stress. Perpanjangan stress dapat mengarah kepada gangguan kesehatan fisik dan psikologis. Contoh, hasil stress meliputi ulcers (lambung), gila, dan burnout. Burnout adalah pola identifikasi di dalam perilaku dari individu-individu tertentu yang menyebabkan kelelahan. Ketegangan (strain) adalah hasil stress. Ketegangan adalah tanda fisiologis, psikologis atau perilaku dari kesehatan yang memburuk. Physical and Social Environment Personal Makuup

Stressor Result

Stress Reaction Physiological and Behavioral Responses

Stres Breakdown of Physical and Psychological Health

Gambar-1. Gambaran Reaksi Stres. Stres adalah keadaan fisiologis yang dihasilkan di dalam tubuh seseorang karena adanya stimuli. Stres akan berdampak kepada kesehatan.

Pandangan Selye mendapatkan kritik dari sejumlah peneliti lain. Stres menurut mereka tidak dipandang hanya sebagai suatu jawaban. Stres harus dilihat sebagai fungsi dari individu yang menafsirkan situasi. Reaksi orang tidak sama terhadap situasi stres yang sama. Setiap orang memiliki peta kognitif dari lingkungannya. dilingkungannya

Setiap

benda,

mempynyai

benda maknanya

mati

atau

hidup,

masing-masing.

yang Karena

ada itu

rangsangan atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan itu sendiri tidak membangkitkan stres, tetapi individu itu sendiri harus mempersepsikannya sebagai situasi yang penuh stres. Selye membedakan dua bentuk stres, yaitu distress, yang merupakan reaksi seseorang terhadap kejadian-kejadian negatif. Eustres merupakan reaksi seseorang terhadap kejadian-kejadian positif. Kedua reaksi ini merupakan stres fisologis. Lebih lanjut Selye menjelaskan bahwa stres bukan sekedar ketegangan syaraf, melainkan dapat memiliki konsekuensi positif. Stres juga bukan sesuatu yang harus dihindari karena tidak adanya stres sama

Program Studi Teknik Industri UWP

31

Psikologi Industri

sekali adalah kematian.

4. Respon Individu Terhadap Stres Respon individu terhadap stres individual differences. Respon individu terhadap stres tidak sama. Untuk dapat mengetahui bagaimana respon individu terhadap stres, kita dapat meninjau beberapa model teoritis dari stres berikut ini: Model-Model Teoritis dari Stres Syndrome Adaptasi Umum dari Selye (Selye’s General Adaptation Syndrom) Dalam model Stres dari Selye, Stres adalah reaksi pertahanan umum badanterhadap

suatu

stressor.

Pokok

dasar

fisiologi

stress

adalah

perpanjangan pergerakkan dari hormone tertentu dan mekanisme system saraf pusat. Dampak dari stress sangat tergantung pada susunan sifat dasar atau pergerakkan badan individu. Sebagai contoh, seseorang memiliki kerentanan pada hati, maka dimungkinkan akan terserang jantungnya, sedangkan seseorang yang memiliki sensitivitas pada perut akan cenderung terkena lambung. Syndrome adaptasi umum adalah suatu konsep di mana Selye menggunakan untuk menggambarkan stress. Syndrome adaptasi umum terdiri dari kurang lebih tiga tahap: (1) reaksi awal ‘alarm’/tanda bahaya (the initial alarm reaction), (2) tahap perlawanan (the resistence phase), (3) tahap peredaan (the exhaustion phase). Pada pertama, yaitu tahap alarm, organisme berorientasi terhadap tuntutan yang diberikan oleh lingkungannya dan mulai menghayatinya sebagai ancaman. Tahap ini tidak dapat bertahan lama. Organisme masuk ketahap ke dua, tahap resistence (perlawanan). Organisme memobilisasi sumber-sumber supaya mampu menghadapi tuntutan. Jika tuntutan berlangsung terlalu lama, maka sumber-sumber penyesuaian mulai habis dan organisme mencapai tahap terakhir, yaitu tahap exhaustion (kehabisan tenaga). Adapun uraian secara sederhana menurut (Berry, 1999) mengenai sindrom adaptasi umum dari Selye adalah sebagai berikut:

Program Studi Teknik Industri UWP

32

Psikologi Industri

Selama tahap alarm (alarm stage), terjadi pengerahan badanmelalui bermacam-macam hormone dan perubahan system saraf pusat. Sebagai contoh, level adrenalin dan hati dan yang berhubungan dengan pernafasan rata-rata meningkat. Pada poin ini, setiap individu dapat mengatasi stressor melalui reaksi melawan atau lari (fight or flight reaction). Alarm stage adalah respon yang sehat terhadap situasi yang menuntut. Jika stress dapat dikurangi, badan akan kembali kepada keadaan normal. Akan tetapi jika stress berkembang ketahap berikutnya, kemungkinan besar memiliki konsekuensi yang lebih serius. Selama tahap perlawanan (resistence stage), beberapa tanda-tanda sederhana memberi kesan bahwa badan mulai kembali lagi kepada keadaan normal. Sebagai contoh, hati dan pernafasan memiliki kemunduran. Tetapi tanda lainnya adalah badan masih dalam keadaan mempertahanan diri. Dalam kondisi ini tingkat hormonal tetap tinggi. Akhirnya, jika stress terus belangsung, individu masuk ketahap peredaan (exhaustion stage). Munandar (2001) memperjelas bahwa jika exposure (paparan) terhadap

pembangkit

stress

berkesinambung

dan

badan

mampu

menyesuaiakan, maka terjadi perlawanan terhadap sakit. Reaksi badaniah yang khas terjadi untuk menahan akibat-akibat dari pembangkit stress (tahap resistence). Tetapi jika paparan terhadap stress berlanjut, maka mekanisme pertahanan badan secara perlahan-lahan menurun sampai menjadi tidak sesuai dan satu dari organ-organ gagal untuk berfungsi sepatutnya. Pada tahap peredaan (exhaustion stage), seseorang sudah mengalami kelelahan yang tinggi di dalam mengadakan perlawanan terhadap stress akhirnya menyerah (proses secara jasmani mulai menurun), dan terjadi sakit. Jika stress berlanjut individu akan meninggal. Model Peristiwa Tekanan Kehidupan (the stressful life events model) Holmes dan Rahe (dalam Berry, 1999) sependapat dengan Selye bahwa peristiwa

kehidupan

dapat

memiliki

efek

fisik.

Peneliti

menunjukkan

seperangkat peristiwa kehidupan yang menyebabkan reaksi stress. Holmes dan Rahe mengatakan bahwa suatu peristiwa yang terjadi dalam kehidupan seseorang

dapat

menyebabkan

stres.

Model

ini

secara

singkat

mengumpamakan bahwa suatu reaksi stress terjadi sewaktu-waktu/kapan saja

Program Studi Teknik Industri UWP

33

Psikologi Industri

ketika pengalaman individu terkadang membutuhkan respon penyesuaian atau perilaku coping (penanggulangan). Peristiwa yang dapat menyebabkan stres dapat

positif

dan negatif

dengan melibatkan aspek-aspek

kehidupan

seseorang, seperti keluarga dan pekerjaan. Rahe dan kawan-kawan menggambarkan proses hidup yang dapat menyebabkan stres terjadi. Mereka mengidentifikasi antara stressor dan dasar penyebab sakit fisik. Sebagaimana di gambarkan pada gambar-2, respon individu dengan proses penahan/penyangga (buffering) dan penyaringan (filtering). Pengalaman masa lalu adalah filter pertama yang dapat menambah atau mengurangi dampak dari peristiwa yang penuh dengan tekanan. Jika suatu peristiwa sama dengan peristiwa masa lalu yang berbahaya, kemudian individu mempersepsi peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam. Kedua, defense mechanisms atau pertahanan diri. Defense mechanisms menangkis beberapa kejadian yang penuh dengan stress. Filter ketiga adalah reaksi fisiologis. Di sini, peristiwa kehidupan akan di ubah ke dalam respon-respon fisiologis. Filter terakhir adalah coping. Filter terakhir menentukan apakah individu

berusaha

untuk

coping

(mengatasi)

dan/atau

apakah

akan

menghasilkan gejala-gejala sakit.

Gambar-2. Cara menganalisa proses stres. Cara ini meliputi penahan/penyangga dan penyaringan dari peristiwa masa lalu. Garis menggambarkan seperangkat peristiwa yang dibebankan individu pada masa lalu. Garis batas/pembatas, merupakan peristiwa stres yang hebat.

Dengan demikian respon

individu terhadap stres tergantung dari

bagimana ia mempersepsi dan menyikapi kejadian yang dialaminya dan tentunya tidak terlepas dari peristiwa dan pengalaman masa lalu. Respon individu akan baik ketika individu mampu melakukan mekanisme pertahanan

Program Studi Teknik Industri UWP

34

Psikologi Industri

diri dan melakukan coping atau ia berusaha untuk dapat mengatasi permasalahannya sehingga tidak berakibat pada munculnya penyakit, karena peristiwa-peristiwa yang menyebabkan stres sangat berperan atas munculnya penyakit. Kejadian-kejadian yang dimaksud dapat berupa kejadian sosial juga kejadian interpersonal termasuk perbedaan aspek kehidupan seseorang. Dalam rangkaian model ini, Holmes dan kawan-kawannya menemukan social readjustmen rating scale. Holmes dan Rahe meyakini bahwa peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan menyebabkan sakit; oleh karena itu penyakit yang individu miliki sebelumnya perlu diketahui. Peristiwa kehidupan baik social ataupun interpersonal akan berbeda-beda pada setiap individu

5. Teori Kesesuaian Lingkungan Dengan Individu (person-environment fit theory) Teori Kesesuaian Lingkungan – Individu dikembangkan oleh Frech dan kawan-kawannya pada tahun 1970 pada penelitian bagaimana lingkungan social mempengaruhi penyesuaian social individu dan kesehatan fisik dan mental. Teori ini secara spesifik berorientasi kepada stress kerja. Proporsi central teori ini adalah sumber dan tuntutan lingkungan kerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan, tujuan dan kemampuan karyawan. Ketika tuntutan kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan individu, individu akan menunjukkan tanda-tanda ketegangan yang pada akhirnya mengarah pada sakit. Tujuan utama model ini adalah mengidentifikasi macam-macam kondisi yang memungkinkan menghasilkan ketegangan. Terdapat empat dasar konsep di dalam teori ini: stress organisasi, ketegangan, coping dan dukungan social. Stress organisasi didefinisikan sebagai kondisi yang secara potensial mengancam pekerjaan (atau stressor). Kondisi stress kerja yang penting meliputi kompleksitas pekerjaan, beban kerja, ambiguitas peran, dan rendahnya kemampuan. Kondisi demikian bagi individu bukanlah masalah yang sederhana bagi lingkungan kerja mereka. Individu berinteraksi dengan lingkungan. Persepsi individu terhadap kondisi stress dan perluasan terhadap perasaan secara personal mampu mempertemukan tuntutan yang penting untuk dipertimbangkan. Ketegangan adalah suatu

Program Studi Teknik Industri UWP

35

Psikologi Industri

respon yang tidak sehat yang dibuat individu. Respon fisiologis, seperti tekanan darah tinggi, atau karakteristik perilaku, seperti penggunaan drug, adalah bukti ketegangan. Ketegangan terjadi karena hasil stress yang lama dan reaksi dari stress langsung. Coping adalah pertahanan melawan stress. Baik mekanisme coping fisiologis dan perilaku keduanya digunakan. Fisiologis normal respon fight—or--- flight dapat menjadi rekasi yang tepat atau tidak tepat, tergantung pada stressor. Contoh, seseorang tidak bisa selalu coping dengan menyerang atau melarikan dari sesuatu yang mengancam. Di dalam situasi social seperti kerja, respon ini seringkali tidak tepat, dan energi yang tersedia harus selalu dapat dicegah. Jadi, rintangan dari respon fight-or-flight dapat secara actual sebagai suatu usaha untuk coping (mengatasi) tekanan social. Dukungan social, dukungan emosional datang dari interaksi social, sebagai penahan stress dan ketegangan.

6. Model Facet/Bidang Dari Rangkaian Stres Kerja (a facet model of job stress sequence) Beehr dan Newman (dalam Berry, 1999), mengembangkan suatu model untuk mengidentifikasi dan menyusun seluruh bidang atau komponen dari stress kerja. Model bidang memasukkan lebih dari 150 variabel yang sudah diteliti atau dinyatakan yang dinyatakan oleh peneliti berkaitan dengan stress. Variabel-variabel ini dikategorikan kedalam beberapa kelompok atau bidang berbeda, yaitu: (1) Personal facet meliputi beberapa karakteristik yang memiliki dampak pada bagaimana pengalaman stress individu. Contohnya kepribadian dan fisik yang sehat. Karakter pribadi/individu dapat mempengaruhi interaksi dengan lingkungan melalui variabel personal facet. (2) Process facet yang meliputi persepsi dan evaluasi kognitif dari situasi yang penuh stress. (3) Environmental facet berkaitan terhadap lingkungan kerja dan meliputi tuntutan peran kerja, seperti

peran

yang

berlebih;

karakteristik

organisasi,

seperti

ukuran

perusahaan; dan tuntutan eksternal, seperti pelanggan. Antara individu dan organisasi memiliki konsekuensi terhadap hasil dari proses interaksi individu dan lingkungan. (4) Human consequences meliputi dampak dari fungsi

Program Studi Teknik Industri UWP

36

Psikologi Industri

psikologis, seperti kecemasan; dampak dari kesehatan fisik, seperti gangguan lambung atau usus besar; dan dampak dari perilaku yang terbuka seperti penggunaan drug dan agresi. (5) Organizational consequences dari stress meliputi

seperti

efek

dari

ketidakhadiran,

pergantian,

dan

hilangnya

produktivitas. (6) Adaptive responses, mengikuti konsekuensi, menunjukkan bermacam-macam usaha untuk menangani stress. Sebagai contoh, karyawan akan membuat respon adaptif dengan mencari dukungan social; organisasi dapat membuat respon adaptif dengan merubah jadwal kerja; dan bagian ketiga

dapat

membuat

respon

adaptif

dengan

menawarkan

perlakuan/pengobatan. Beehr dan Newman menambahkan element waktu untuk stress bidang ini untuk menunjukkan bahwa stress adalah serangakaian proses interaksi dalam jangka waktu yang panjang. Pertama, berawal dari pengalaman stress yang dirasakan, dan stress langsung memiliki konsekuensi manusia (human consequences). Individu membuat beberapa respon adaptif permulaan (initial) yang bertujuan untuk mengurangi stress. Jika sepanjang waktu, respon permulaan tidak sukses, konsekuensi selanjutnya bagi individu dan organisasi akan terjadi. Kemudian, individu akan membuat respon adaptasi kedua. Karena problem stress sekarang semakin jelas terhadap organisasi, respon adaptasi organisasi dimulai juga. Sekali lagi, jika waktu tidak menunjukkan respon adaptif yang sukses, kemudian serangkaian konsekuensi manusia dan organisasi akan terjadi. Ini akan mempengaruhi kesehatan individu dan organisasi. Konsekuensi diikuti dengan respon adaptif dalam waktu yang panjang, seperti yang secara relative permanent stres program manajemen. Pada gilirannya, respon adaptif akan memiliki dampak pada potensial stress individu di masa yang akan datang. Time Facet

Human Consequences Facet

Personal Facet

Adaptive Responses Facet

Proces Facet

Environmental Facet

Program Studi Teknik Industri UWP

Organizational Consequences Facet

37

Psikologi Industri

Gambar-3. Model bidang umum stres dari Beehr dan Newman. Lebih dari 150 variabel diidentifikasi berkaitan dengan stres. Dalam model ini, variabel-variabel dikategorikan ke dalam beberapa bidang yang berbeda di dalam menyusun proses stres

Time

Personal Characteristics

Intial Human Consequesces

Time

Intial Personal Adaptive Response

Secondary Human Consequences

Secondary Personal Adaptive Response

Long-term Human Consequences

Stress Processes

Environmental Characteristics

Long-term Adaptive Responses

Initial Organizational Consequences

Secondary Organizational Consequences

Intial Organizational Adaptive Response

Long-term Organizational Consequences

7. Pandangan Umum Respon Individu Terhadap Stres Model-model teori yang telah dijelaskan di atas adalah sangat penting dan saling melengkapi untuk mengetahui corak respon individu di dalam menghadapi stres. Berdasarkan teori-teori tersebut dapat digabungkan. Pertama, interaksi individu dengan lingkungan. Peristiwa hidup dapat menyebabkan stres tergantung bagaimana individu meresponnya. Apakah individu akan merespon peristiwa hidup yang penuh stres, hal itu tergantung pada pengalaman masa lalunya, kepribadiannya dan cara pandangnya terhadap peristiwa itu. Kedua, stres sebagai fenomena fisiologis. Respon fisiologis tergantung pada : a) apakah individu menerima kondisi-kondisi yang mengancam atau tidak, b) cara mengatasinya tergantung pada karakteristik fisiologis individu, c) tergantung pada kerentanan sistem-sistem atau organ-

Program Studi Teknik Industri UWP

38

Psikologi Industri

organ fisiologis. Berdasarkan uraian di atas saya mengikuti pendapat dari Newman dan diskusi mengenai stres dalam perspektif dan disainnya. Pertama, interaksi individu-lingkungan menentukan apakah peristiwa yang penuh dengan tekanan (stres) terjadi atau tidak. Lingkungan terdiri dari kondisi fisik dan sosial. Variabel personal meliputi persepsi dan kognisi, belajar dari apa yang terjadi melalui pengalaman dan kepribadian. Variabel ini juga memperhitungkan beberapa perbedaan bagaimana individu memperhitungkan situasi yang mengancam. Gambar-4 berikut ini respon fisiologis berkaitan dengan situasi yang penuh dengan tekanan dengan garis double untuk menekankan bahwa respon berkaitan dengan peristiwa yang penuh dengan tekanan. Respon fisiologis dapat mengarah ke dalam beberapa arah: coping, stres berhubungan dengan sakit, dan gangguan perilaku. Tanpa usaha coping, sakit dan gangguan perilaku dimungkinkan; meskipun mechanisms coping, sudah dilakukan. Perception Persinality Past Experince

Behavior Disturbance

Person

Stressful Event

Physiological Response

Physical Lilness

Environment No Stressful Event

Copping

Physical Conditions Social Conditions Gambar-5 di atas, mengenai perspektif umum mengenai stres. Interaksi individu-lingkungan menentukan apakah peristiwa yang penuh dengan tekanan terjadi atau tidak. Respon fisiologis berkaitan dengan peristiwa yang penuh dengan tekanan dengan doble line untuk menekankan hubungan antara konsep ini. Peristiwa yang penuh dengan tekanan/proses respon dapat menghasilkan coping, sakit dan /atau gangguan perilaku.

8.

Penyebab Stres Kerja (Stressors)

Stressor yang Bersifat Fisik Akibat dari kebisingan Kebisingan diartikan sebagai suara-suara yang tidak diinginkan dan tidak

Program Studi Teknik Industri UWP

39

Psikologi Industri

menyenagkan. Kebisingan ini juga dianggap sebagai penyebab stres oleh para peneliti, karena akibat-akibat fisiologis yang ditimbulkannya, seperti kardiovaskular, reaksi-reaksi pencernaan dan endokrin. Dampak lainnya dapat

menimbulkan

gangguan

sementara

atau

tetap

pada

alat

pendengaran, juga dapat menyebabkan stres karena dibutuhkannya peningkatan akan kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis karyawan. Kondisi ini rentan terhadap kecelakaan bagi karyawan, karena mereka tidak mendengar suara-suara peringatan.

Tekanan stres Temperatur/suhu yang sangat tinggi atau sangat rendah berpotensi menjadi penyebab stres kerja. Temperatur atau suhu yang panas lebih berpotensial daripada temperatur yang dingin. Karena temperatur yang rendah bisa diatasi dengan memakai pakaian, lebih sulit melindungi tubuh dari temperatur/suhu yang sangat tinggi. Pekerjaan tertentu yang dilakukan dilingkungan yang bersuhu panas, seperti karyawan yang bekerja di pabrik industri dengan suara-suara peralatan, atau perataran yang panas menyebabkan

tingginya

temperatur

ruangan

selama

pekerjaan

berlangsung. Tekanan stres juga dapat terjadi ketika para pekerja memakai pakaian pelindung untuk melindungi diri mereka dari bahan-bahan kimia.

Faktor Sosial Psikologis Crowding (keramaian) dan cramping (kejang) Sumber penyebab stres kerja terkadang adalah orang lain atau aspek lingkungan sosial. Pengaturan lingkungan kerja yang kurang baik sehinga lingkungan kerja menjadi ramai membuat seseorang harus bekerja ditempat yang ramai. Interaksi dengan rekan-rekan kerja terkadang juga kurang baik sehingga mengganggu tugas pekerjaan dan ini menyebabkan ketidaknyamanan dan pekerja menjadi ramai (crowding) dan kejang (cramping). Crowding merupakan masalah-masalah psikologis yang berasal dari proses kelompok yaitu ketika ruangan kerja kecil dan karyawannya banyak atau ramai. Sedangkan cramping muncul ketika ruang

Program Studi Teknik Industri UWP

40

Psikologi Industri

gerak sangat terbatas untuk ukuran tubuh, sedangkan ruangan kerja penuh dengan peralatan dan kotak-kotak barang.

Tempat penampungan dan migrasi Stres dapat disebabkan karena adanya perpindahan tempat kerja antar perusahaan, antar wilayah atau bahkan antar negara. Karena, karyawan harus dapat menyesuaikan diri lagi dengan pekerjaan dan lingkungan baru dan dapat juga dikarenakan kurangnya keterampilan tentang pekerjaan yang diembannya. Tempat penampungan juga seringkali menyebabkan stres karena banyaknya masalah-masalah kesehatan yang terjadi.

Job Stressor Job stressor adalah stres yang ditimbulkan oleh pekerjaan itu sendiri, seperti tuntutan peran dan beratnya beban kerja.

Beban berat yang berlebihan (work overload) Beban kerja yang berlebihan dan beban kerja yang kurang diklasifikasikan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif. Beban kerja yang berlebihan (work overload)

kuantitatif

adalah

menumpuknya

pekerjaan

yang

harus

diselesaikan. Faktor yang dapat menimbulkan beban berlebih kuantitatif adalah desakan waktu. Setiap tugas yang diemban individu dalam lingkungan kerja diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara cepat dan cermat. Waktu merupakan salah satu ukuran efisiensi. Waktu dalam suatu waktu dapat meningkatkan motivasi (sesuai dengan deadline) dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Namun, desakan waktu menyebabkan timbulnya banyak kesalahan dan menyebabkan kondisi kesehatan individu berkurang. Kondisi ini merupakan salah satu bentuk beban berlebih kuantitatif. Desakan waktu yang dirasakan individu menjadi destruktif. Beban kerja yang berlebihan (work overload) kualitatif muncul ketika pekerjaan itu sangat sulit. Pekerjaan yang dilakukan individu beralih pada pekerjaan yang menitik beratkan penggunaan otak.

Program Studi Teknik Industri UWP

41

Psikologi Industri

Beban kerja yang kurang kuantitatif adalah terlalu sedikitnya pekerjaan. Kondisi ini dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pada pekerjaan yang sederhana, di mana banyak terjadi pengulangan gerak akan menimbulkan kejemuan, dan rasa monoton. Kejemuan dikarenakan pekerjaan yang terlalu sedikit untuk dilakukan. Sedangkan beban kerja yang kurang kualitatif adalah pekerjaan yang terlalu mudah. Individu dalam hal ini tidak diberi peluang untuk menggunakan keterampilan yang diperolehnya atau mengembangkan kecakapan potensialnya secara penuh. Kondisi ini dapat menimbulkan kejenuhan dan gangguan dalam hal perhatian.

Beban terlalu sedikit

karena kurangnya stimulasi akan

menyebabkan rendahnya motivasi kerja. karyawan akan merasa bahwa dia tidak ada kemajuan dan merasa tidak berguna.

9. Peran ganda dan konflik peran Peran ganda terjadi ketika tugas kerja tidak jelas, yaitu ketika seorang karyawan tidak tahu apa yang diharapkan oleh perusahaan dari kinerjanya. Konflik peran terjadi ketika tugas atau aspek lain dari pekerjaan tidak cocok. Contohnya, karyawan dituntut untuk teliti dan kreatif sementara pada waktu yang sama ada pekerjaan yang harus cepat diselesaikan. Peran ganda dan konflik peran ini dapat berakibat secara psikologis, contohnya ketegangan kerja, kecemasan dan frustasi.

Perbedaan kognitif dan kepribadian Corak kognitif dan kepribadian mungkin dapat menyebabkan seseorang mengalami

stres.

Bagaimana

seseorang

mengartikan

keadaan

itu

tergantung pada kepribadiannya. Jika seseorang memiliki kepribadian selalu berperasaan negatif yang menyebabkan munculnya emosi negatif, ini akan merubah respon seseorang terhadap penyebab stres (stressor) pekerjaan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa ciri-ciri kepribadian seseorang dapat mencegah penyebab stres kerja.

Person

Stressful Event

No Stressful

Program Studi Teknik Industri UWP Event Environment Physical Conditions Noise

Physiological Response

Behavioral Disturbance

Physical Lilness

Coping

42

Psikologi Industri

Gambar-6. Stressors lingkungan dapat mempengaruhi karyawan. Stressors ini dapat fisik, temporal sosiopsikologis, dan/atau berkaitan dengan kondisi kerja

10. Akibat Stres Kerja Akibat stres mencakup gangguan perilaku psychosomatic atau perubahan fisik seperti, sakit fisik, emosional, gangguan psikologis dan lain-lain. Sakit Fisik dan Gangguan Perilaku Stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan sakit fisik karena tubuh tidak mampu menolak datangnya penyakit. Misalnya, badan kedinginan atau terserang flu, lambung luka (ulcer), penyakit jantung. Stres juga dapat menyebabkan

gangguan

perilaku

dan

emosi.

Misalnya

depresi,

kecemasan, penyalahgunaan drug dan alkohol, dan problem pelaksanaan kerja misalnya menurunnya produktivitas dan burnout. Robbins lebih lanjut menjelaskan adanya gejala perilaku dikaitkan dengan perubahan di dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluar masuknya karyawan, juga perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya merokok, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur, penyalahgunaan drug dan alkohol, dan masalah pelaksanaan kerja misalnya menurunnya produktivitas dan burnout.

Job burnout.

Program Studi Teknik Industri UWP

43

Psikologi Industri

Job burnout dapat dikatakan sebagai respon terhadap kondisi-kondisi kerja yang penuh stres. Menurut Pipes dan Aronson (dalam Berry, 1998) burnout adalah perilaku yang ditunjukkan seseorang yang bekerja dalam situasi yang menegangkan dan penuh emosional. Seperti kelelahan emosional, perasaan memiliki kemampuan yang rendah dan depersonalisasi. Burnout adalah kelelahan emosional dalam merespon penyebab stres (stressor). Job burnout lebih mungkin terjadi dalam lingkungan kerja seperi perawat, terapis, pekerja sosial dan guru

Person Personality characteristics Type A or type B behavior pattern Cognitive/perceptual style Social power and influence Gender, race, and culture

Behavior Disturbance

Stressful Life event

Environment

Physiological Response

No Stressful Life event

Physical Lilness

Coping

Gambar-7. Tipe hasil stres. Catatan gangguan perilaku dan sakit karyawan yang dapat berkembang ketika mereka berusaha untuk tetap bertahan dengan kondisi yang penuh dengan tekanan.

Psychosomatic Dsiorders and Associated Illnesses Psychosomatic Dsiorders Symptoms, Illnesses Skin disorders Musculoskeletal disorders Respiratory disorders Cardiovaskular disorders Castrointestinal disorders

Ezcema, hives Muscle cramps, tention headache Bronchial asthma, hyperventiliation syndrom Hypertension, heart attack, migraine headache Peptic ulcer, chronic gastritis

11. Strategi Mengatasi stres kerja Kita belajar bagaimana mengatasi stress yang kita alami secara efektif. Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan kondisi kerja, mengurangi stress kerja, dan membantu individu untuk lebih efektif di dalam mencegah dan

Program Studi Teknik Industri UWP

44

Psikologi Industri

mengatasi stress. Strategi individu untuk coping meliputi modifikasi perilaku dan kognitif untuk membantu individu belajar cara baru di dalam memahami kondisi yang ada. Individu yang efektif di dalam coping stress seringkali mengatakan bahwa mereka melakukan dengan mencoba mendapatkan perspektif yang baru di dalam situasi. Strategi coping juga meliputi aktivitas yang di disain untuk mengontrol

reaksi

fisiologis

dan

emosional.

Relaxation,

meditation,

biofeedback, dan latihan fisik. Strategi coping lainnya meliputi interaksi social --membantu mendapatkan dukungan emosional dari orang lain. Beberapa aktivitas ini dapat digunakan di dalam kerja. Banyak intervensi stress kerja ditujukan untuk membantu karyawan di dalam mengembangkan kapasitas diri mereka di dalam melawan stress.

Mengurangi Stres Kerja Strategi menghadapi stres kerja menurut Berry (1998) pertama adalah menolak penyebab stres kerja (stressor dalam lingkungan kerja), seperti stressor konflik peran dan peran ganda, agar tidak terjadi harus dilakukan analisis job dan training karyawan.

Meminta Dukungan Sosial Meminta dukungan sosial dengan cara membicarakan masalah kita kepada orang-orang yang ada dilingkungan kita, seperti teman, keluarga, ataupun

supervisor.

Meminta

dukungan

sosial

dilakukan

agar

dapat

memperoleh informasi dan petunjuk yang spesifik untuk penyaluran dengan suatu situasi yang penuh dengan tekanan atau mencegah stres. Individu juga mendapatkan dukungan emosional dan peningkatan semangat. Nampaknya, perempuan menurut Berry lebih mampu memberikan dukungan sosial daripada laki-laki. Beberapa penelitian mempertimbangkan apakah yang terjadi ketika individu tidak memiliki dukungan sosial. Tidak adanya dukungan sosial ditemukan menyebabkan kurangnya dukungan kerja berkaitan dengan kontribusi terhadap perkembangan ketegangan psikologis dan job burnout.

Program Studi Teknik Industri UWP

45

Psikologi Industri

Oleh karena itu dukungan sosial terutama dukungan supervisor dibutuhkan.

Program Manajemen Stres Strategi lain di dalam mengatasi stres dapat juga dilakukan dengan melakukan program manajeman stres yang merupakan kegiatan-kegiatan yang dapat mengontrol reaksi emosional fisiologis. Adapun teknik-teknik program manajemen stres adalah relaksasi, dan meningkatkan kesadaran diri. seperti meditasi, biofeedback (cara mengontrol perasaan diri sendiri, seperti kekhawatiran, kegugupan, dengan bantuan alat-alat elektris tertentu untuk mengatur denyut jantung, tekanan kegugupan, untuk mengatur denyut jantung, tekanan darah dan sebagainya) dan olah raga. Juga dengan melakukan interaksi sosial dengan orang lain, sehingga kita memperoleh bantuan dan dukungan dari orang tersebut.

No Stressful Event

Person

Stressful Event

Physiologica l Response

Environmen t

Physical lilness Psychosomatic dissorders Infectious disease

Coping

Behavior disturbance Drug and alcohol use Depression and other ernotional disturbence Work performance problems Job burnout

Gambar-8. Strategi Menghadapi Stres Kerja Menurut. Berry (1998)

12. Pendekatan Organisasional Sedangkan strategi menghadapi stres dalam pendekatan organisasional menurut

Robbins

(2003)

dengan

memperhatikan

faktor-faktor

yang

menyebabkan stres terutama di dalam tugas dan peran, dan struktur

Program Studi Teknik Industri UWP

46

Psikologi Industri

organisasi—dikendalikan oleh manajemen, untuk dapat dimodifikasi dan di ubah. Selanjutnya strategi yang mungkin untuk dapat dilakukan adalah perbaikan seleksi personil dan penempatan kerja, penggunaan penetapan tujuan yang realistis, perancangan ulang pekerjaan, dan peningkatan keterlibatan karyawan, perbaikan komunikasi, dan penegakan program kesejahteraan korporasi. Kesimpulannya bahwa coping terhadap stres kerja dapat dimulai dengan penghilangan atau pemindahan stressors. Meliputi, perubahan lokasi kerja atau disain kerja. Banyak program manajemen stres diorientasikan untuk membantu karyawan secara individu belajar bagaimana mengatasi stres. Dukungan sosial dapat membantu karyawan mengatasi stres, karena dukungan sosial memberikan informasi dan membantu di dalam memecahkan masalah, dengan pengertian lain adanya dukungan sosial dan pengobaran semangat Selain bentuk coping di atas, Robbins menambahkan bentuk lain dalam coping dengan pendekatan organisasional. 13. Referensi Berry, M.L. 1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and Organizational Psychology. McGraw-Hill Book Co. Boston. Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press. Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks kelompok Gramedia.

Program Studi Teknik Industri UWP

47

Psikologi Industri

BAB 5 KEPEMIMPINAN

1.

Tujuan Instruksional Umum Dengan mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat mengetahui seluk

beluk mengenai kepemimpinan.

2.

Tujuan Instruksional khusus Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan dapat: a. Mengetahui dan memahami latar belakang studi kepemimpinan b. Mengetahui dan memahami teori kepemimpinan dasar c. Mengetahui dan memahami teori kepemimpinan modern, serta mampu mengaplikasikannya dalam industri dan organisasi

3.

Latar Belakang Studi Kepemimpinan Menurut Chester Barnard (dalam Rasimin, 2004) latar belakang atau

pendekatan awal studi kepemimpinan dalam organisasi: a. Koordinasi aktivitas dan sistem yang diperlukan untuk memelihara dan mempertahankan organisasi. b. Membawa orang-orang dalam organisasi dan menjamin kerja sama mereka. c. Menentukan sasaran dan tujuan perusahaan

3.1 Teori Kepemimpinan Dasar Menurut Kartono (2002) teori kepemimpinan dasar, yaitu: teori genetis, teori sosial, dan teori ekologis atau sintesis. Teori genetis menjelaskan bahwa pemimpin itu tidak dibuat tetapi seseorang muncul sebagai pemimpin karena bakat-bakatnya yang luar biasa. Seorang menjadi pemimpin karena memang ditakdirkan menjadi pemimpin bagaimanapun juga situasinya. Teori sosial menjelaskan bahwa pemimpin itu harus disiapkan dan dibentuk, tidak terlahirkan dan dibiarkan berkembang dengan sendirinya. Untuk menjadi

pemimpin,

setiap orang

Program Studi Teknik Industri UWP

dapat

melakukannya

melalui

usaha

48

Psikologi Industri

penyiapan, pendidikan dan latihan secara intensional. Sedangkan teori ekologis merupakan gabungan dari kedua teori genetis dan teori sosial, yang menjelaskan bahwa seseorang akan sukses menjadi pemimpin, bila sejak lahirnya dia telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, dan bakat-bakat ini sempat

dikembangkan

melalui

pengalaman-pengalaman

dan

usaha

pendidikan, juga sesuai dengan tuntutan lingkungan atau ekologisnya.

3.2

Teori Kepemimpinan

3.2.1 Teori Karakter Adalah suatu teori yang berusaha untuk mengidentifikasikan karakteristik atau sifat-sifat yang khas yang dihubungkan dengan keberhasilan seorang pemimpin.

Karakteristik

yang

dapat

diperhatikan

seperti

intelegensia,

kepribadian, karakter fisik, kemampuan pengawasan dan sebagainya. Intelegensia, seorang pemimpin lebih cerdas dari pengikut. Namun perbedaan intelegensia dapat menimbulkan masalah antara pemimpin dan pengikut. Kelebihan kecerdasan pemimpin mampu membuat kepemimpinan lebih efektif. Kepribadian, seorang pemimpin memiliki sifat siaga, integritas pribadi, percaya diri, dan penuh inisiatif. Pada prinsipnya ada kepribadian tertentu yang membedakan pemimpin dan bukan pemimpin. Karakteristik fisik, seorang pemimpin dapat terlihat dari karakteristik fisik. Dengan pengertian lain menganggap sifat-sifat fisik membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin (penampilan). Akan tetapi anggapan ini menimbulkan diskusi yang cukup tajam. Kenyataan banyak menunjukkan sulit melihat efektifitas pemimpin dari penampilan fisik. Kemampuan pengawasan. Ghiselli (dalam Rasimin, 2004) menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara tingkat pengawasan dengan tingkat hirarki. Krikpatrick dan Locke menambahkan bahwa pemimpin tidak harus memiliki intelegensi yang tinggi akan tetapi harus memiliki “hal-hal yang tepat atau karakter/sifat untuk menjadi efektif. Adapun hal lain yang membedakan pemimpin dan bukan pemimpin adalah: ambisi dan energi, hasrat untuk memimpin, kejujuran, kepercayaan diri,

Program Studi Teknik Industri UWP

49

Psikologi Industri

sosiabilitas, pengetahuan dan stabilitas emosi. Alasan teori ciri kurang tepat di dalam menerangkan efektifitas kepemimpinan. Karena mengabaikan pengikut, kurang mampu menjelaskan pentingnya ciri, dan mengabaikan faktor situasional. Hasil ringkasan Stogdill terhadap penelitian karakteristik selama 70 tahun sebagai berikut: a. Pemimpin mempunyai rasa tanggungjawab yang kuat dan keinginan menyelesaikan tugas. b. Keras hati dalam mencapai tujuan. c. Suka berpetualang dalam menyelesaikan masalah. d. Dorongan berinisiatif dalam situasi sosial. e. Rasa percaya diri dan memiliki identitas pribadi. f. Kemauan menerima konsekwensi atas keputusan dan tindakan yang dilakukan. g. Kesiapan menerima tekanan. h. Kemauan memberi toleransi terhadap frustrasi dan penundaan. i.

Kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain.

j.

Kapasitas membuat struktur sistem interaksi sosial sesuai dengan tujuan yang dikehendaki.

3.2.2

Teori Perilaku Teori perilaku kepemimpinan adalah teori-teori yang mengemukakan

bahwa perilaku spesifik membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Dalam teori perilaku terdapat dua pendekatan yaitu: job centered dan employee centered. Job centered adalah pemimpin yang berpusat pada pekerjaan, yang mengawasi secara ketat dan memperhatikan kerja orang lain. Sedangkan employee centered adalah memperhatikan hubungan dengan karyawan, memperhatikan kepuasan pengikut. STUDI OHIO STATE UNIVERSITY Dalam penelitian OHIO state university diketahui bahwa terdapat dua faktor kepemimpinan:

Program Studi Teknik Industri UWP

50

Psikologi Industri

a. Membentuk struktur, yaitu perilaku pemimpin dalam membentuk hubungan dalam kelompok komunikasi, cara kerja yang jelas. b. Konsiderasi, menunjukkan persahabatan, saling percaya, menghargai dan menciptakan kehangatan antara pemimpin dan pengikut.

3.2.3 Kepemimpinan Kontingensi Kepemimpinan kontingensi dikembangkan oleh Fiedler. Menurut Fiedler prestasi kerja suatu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari kepemimpinan dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu. Kepemimpinan dilihat sebagai suatu hubungan yang didasari oleh kekuatan dan pengaruh : a. Kepemimpinan yang efektif terletak pada “belajar menjadi pemimpin yang baik” b. Penolakan terhadap pemikiran “satu jalan yang terbaik”. c. Perilaku pemimpin yang sesuai tergantung pada karakteristik tertentu dari pemimpin, situasi yang dihadapi dan bawahan (mereka yang dipimpin). d. Dasar teori kontingensi ialah perilaku pemimpin berubah sesuai dengan keadaan tertentu Terdapat dua hal pertimbangan penting: a. Sampai sejauh mana situasi memberikan pemimpin kekuatan dan pengaruh yang diperlukan agar efektif b. Sampai sejauh mana pemimpin dapat meramalkan efek dari gaya pemimpin pada perilaku atau prestasi pengikut Efektifitas kepemimpinan menurut Fiedler tergantung pada interaksi antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang mendukung, sebagai berikut: a. Struktur kebutuhan pemimpin; apakah motivasi pada pencapaian tugas atau hubungan antar pribadi. b. Kendali situasi pemimpin, yaitu keyakinan pemimpin bahwa tugas bisa diselesaikan. Kendali situasi adalah fungsi dari; hubungan pemimpinanggota (tingkat keyakinan, kepercayaan, dan respek bawahan terhadap pemimpin mereka), struktur tugas (tingkat di mana penugasan

Program Studi Teknik Industri UWP

51

Psikologi Industri

pekerjaan diprosedurkan yakni terstruktur atau tidak terstruktur), dan kekuasaan jabatan (tingkat pengaruh yang dimiliki seorang pemimpin mempunyai variabel kekuasaan seperti mempekerjakan, memecat, mendisiplinkan, mempromosikan, dan menaikan gaji). c. Interaksi antara struktur kebutuhan pemimpin dengan kendali situasi. Fiedler mengevaluasi situasi dalam ketiga variabel kemungkinan tersebut (hubungan pemimin-anggota, struktur tugas dan kekuasaan jabatan). Hubungan pemimpin-anggota baik atau buruk, struktur tugas tinggi atau rendah, kekuasaan jabatan kuat atau lemah. Fiedler menyatakan bahwa makin baik hubungan pemimpin-anggota, makin terstruktur pekerjaan itu, dan makin kuat kekuasaan posisi, makin banyak kendali atau pengaruh yang dimiliki pemimpin itu.

4. Teori Kepemimpinan Situasional (Situasional Leadership Theory) Teori kepemimpinan situasional, dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard. Teori ini berusaha memberikan pemahaman kepada pemimpin tentang kaitan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan dari para pengikutnya. Hersey dan Blanchard berpendapat bahwa bawahan merupakan faktor yang sangat penting dalam situasi kepemimpinan. Tingkat kematangan dari para bawahan menentukan gaya efektif dari pemimpin. Dengan

demikian

konsep

dari

teori

kepemimpinan

situasional

menekankan bahwa seorang pemimpin hendaknya menganalisa secara cermat tingkat kematangan anggota di dalam melaksanakan tugasnya. Misalnya anggota yang sudah bisa memotivasi dirinya sendiri akan sangat sesuai bila ia dipimpin dengan cara delegasi. Artinya ia dipercaya penuh mengerjakan tugastugasnya secara mandiri tanpa perlu adanya pengawasan melekat. Jadi dalam hal ini pemimpinlah yang harus menyesuaikan dirinya dengan tuntutan situasi.

5. Teori Atribusi Kepemimpinan Atribusi

adalah suatu kesimpulan

yang

dibuat

seseorang untuk

menerangkan mengapa orang lain melakukan suatu perbuatan. Penyebab

Program Studi Teknik Industri UWP

52

Psikologi Industri

yang dibangun biasanya adalah disposisi pada orang yang bersangkutan. Teori atribusi adalah usaha untuk meneruskan bagaimana suatu sebab menimbulkan perilaku tertentu. Dengan demikian kepemimpinan semata-mata suatu atribusi yang dibuat orang mengenai individu-individu lain. Teori ini mencoba melihat dari hubungan sebab akibat. Bila ada suatu kejadian mencoba menghubungkannya dengan sesuatu. Apabila dikaitkan dengan kepemimpinan, kepemimpinan adalah sekedar suatu atribusi yang dibuat orang mengenai individu yang lain. Andaikata sebuah organisasi mempunyai kinerja yang sangat positip atau negatip orang cenderung memberikan penilaian terhadap kinerja tersebut lepas dari situasi kondisi yang dihadapi.

6. Teori Kepemimpinan Karismatik Merupakan perpanjangan dari teori atribusi. Dalam teori ini para pengikut menghubungkan kemampuan pemimpin yang luar biasa dikaitkan dengan kinerja organisasi. Pemimpin karismatik adalah pemimpin dengan kekuatan pribadinya mampu memberikan pengaruh yang luar biasa pada para pengikut. Menurut J,A.Conger dan R.N.Kanungo karakteristik pemimpin yang karismatik adalah sebagai berikut: a. Percaya diri. b. Mempunyai visi. Artinya memiliki tujuan yang ideal, memiliki masa depan yang lebih baik dari pada status quo.Semakin jauh disparitas antara tujuan ideal denga status quo maka akan semakin karisma sang pemimpin c. Kemampuan untuk megungkap visi dengan gamblang, artinya mampu memperjelas visi dengan kata-kata yang mudah dipahami orang lain. d. Keyakinan kuat tentang visi. e. Perilaku yang sering diluar aturan. f. Diyakini sebagai agen perubahan. g. Kepekaan terhadap lingkungan Kepemimpinan karismatik kemungkinan tidak selalu diperlukan untuk

Program Studi Teknik Industri UWP

53

Psikologi Industri

mencapai tingkat kinerja karyawan yang tinggi. Melainkan ketika tugas dari pengikut memiliki suatu komponen ideologis atau bila lingkungan melibatkan satu tingkat stres dan ketidakpastian yang tinggi. Sebagai contoh, ia selalu tampil lebih besar dalam politik, agama, ketika perang atau perusahaan bisnis memperkenalkan suatu produk yang benar-benar baru atau menghadapi suatu krisis yang mengancam kehidupannya.

7. Kepemimpinan Transaksional Pemimpin berinteraksi dengan bawahan melalui proses transaksi. Teori yang telah diuraikan sebelumnya seperti studi Ohio, model Fiedler merupakan model pemimpin transaksional. Pemimpin jenis ini memandu atau memotivasi pengikut mereka ke arah tujuan-tujuan yang ditetapkan dengan memperjelas peran dan tugas.

8. Kepemimpinan Transformasional Pemimpin

transformasional

adalah

pemimpin

yang

memberikan

pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan, dan yang memiliki kharisma. Pengaruh pemimpin dapat merubah perilaku bawahannya, menjadi orang yang merasa mampu dan berupaya mencapai prestasi tinggi Kepemimpinan transformasional dapat mengilhami pengikut untuk lebih mementingkan kepentingan-diri mereka sendiri demi kebaikan organisasi, dan yang dapat memberikan efek sangat baik dan luar biasa pada diri pengikutnya. Mereka mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan dari pengikut individual; mereka mengubah kesadaran para pengikut akan persoalan-persoalan menggairahkan,

dengan

cara-cara

membangkitkan dan

baru;

mengilhami

dan

mereka

para pengikut

mampu untuk

mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai tujuan kelompok. Teori kepemimpinan transaksional dan transformasional tidak dapat dipandang sebagai pendekatan yang berlawanan dengan penyelesaian pekerjaan. Kepemimpinan transformasional di bangun di atas puncak

Program Studi Teknik Industri UWP

54

Psikologi Industri

kepemimpinan transaksional. Di sisi lain kepemimpinan transformasional lebih daripada

karisma.

Pemimpin

transformasional

akan

berusaha

untuk

menanamkan dalam diri pengikut kemampuan untuk mempertanyakan tidak hanya pandangan yang sudah mapan melainkan juga pandangan yang ditetapkan oleh pemimpin.

REFERENSI Berry, M.L. 1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and Organizational Psychology. McGraw-Hill Book Co. Boston. Jewell & Siegall. 1998. Contemporary Industrial/Organizational Psychology. Dialih Bahasakan oleh Danuyasa. Psikologi Industri/Organisasi Modern; Psikologi Terapan untuk Mememecahkan Berbagai masalah di tempat Kerja, Perusahaan, Industri, dan Organisasi. Kreitner, & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill Companies, Inc. Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International Book Co-Singapore. Munandar ., A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press. Rasimin. B.S. 2004. Teori Kepemimpinan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks kelompok Gramedia.

Program Studi Teknik Industri UWP

55

Psikologi Industri

BAB 6 GAYA, AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN KEPEMIMPINAN

1. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan Pengertian mengenai pemimpin banyak sekali, yaitu sebanyak pribadi yang meminati masalah pemimpin. Namun diantara pengertian yang dapat Kita fahami sebagai berikut: Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan—khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang--, sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitasaktivitas tertentu untuk pencapaian satu atau beberapa tujuan. Pengertian ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin adalah, mereka yang memiliki kelebihan,

sehingga

ia

memiliki

kekuasaan

dan

kewibawaan

untuk

menggerakkan, mengarahkan dan membimbing bawahan. Serta mendapatkan pengakuan dan dukungan dari bawahannya, dan mampu menggerakkan bawahan ke arah pencapaian tujuan tertentu. Henry Pratt Fairchild mendefinisikan pemimpin dalam pengertian yang lebih luas, adalah seorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, menunjukkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain, atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi (dalam Kartono, 2002; 2005). Menurut Bass (dalam Yudhawati, 2005) pemimpin merupakan orang yang memiliki suatu program dan berprilaku secara bersama-sama dengan anggota kelompoknya dengan mengaplikasikan cara atau gaya tertentu, sehingga gaya kepemimpinan memiliki peranan sebagai kekuatan yang dinamik yang mendorong, memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam menetapkan tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan beberapa pengertian pemimpin dapat ditarik kesimpulan bahwa pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan khusus yang dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu. Adapun pengertian kepemimpinan menurut Oedway Tead dalam bukunya

Program Studi Teknik Industri UWP

56

Psikologi Industri

The

Art

of

Leadership

menyatakan

kepemimpinan

adalah

kegiatan

mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut George R.Terry dalam bukunya Principle of Management memberikan pengertian kepemimpinan sebagai kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok. Sedangkan menurut Howard H.Hoyt dalam bukunya Aspect of Modern Public Administration menyatakan kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa pada kepimpinan terdapat unsur-unsur: a. Kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, b. Kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok

2.

Gaya Kepemimpinan

2.1 Gaya Kepemimpinan Karismatik (Charismatic Leadership Styles) Gaya kepemimpinan karismatik menurut Luthans (1992) terdiri atas tiga tipe perilaku, yang secara singkat hubungan pimipinan dan bawahan diuraikan pada tabel berikut ini: Gaya Kepemimpina Pemaknaan n Karismatik Envisioning Membangun gambaran ke depan---atau keinginan ke depan ---di mana karyawan dapat mengidentifikasi dan merasakan kebahagiaan. Energizing

Secara langsung membangkitkan energi, memotivasi perilaku karyawan dalam organisasi

Enabling

Secara psikologis membantu

Program Studi Teknik Industri UWP

Contoh 3. Mengartikulasikan visi. 4. Mensetting (menetapkan) harapan yang besar 5. Menunjukkan kegembiraan personal dan kepercayaan. 6. Mencari, menemukan dan mendapatkan kesuksesan. 7. Memberikan

57

Psikologi Industri

karyawan bertindak atau berprestasi untuk mencapai tujuan yang menantang

dukungan. 8. Memberikan empati

Sedangkan Robbins (2003) merinci menjadi empat proses cara atau gaya kepemimpinan karismatik di dalam mempengaruhi bawahannya. Pertama, proses itu dimulai saat pemimpin mengutarakan dengan jelas suatu visi yang menarik. Visi ini memberikan suatu kesinambungan bagi para pengikut dengan menautkan masa kini dengan masa depan yang lebih bak bagi organisasi itu. Kedua, kemudian pemimpin mengkomunikasikan harapan dan kinerja yang tinggi dan mengungkapkan keyakinan bahwa para pengikutnya dapat mencapai pengharapan itu. Hal ini akan dapat meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri para pengikut. Ketiga, kemudian pemimpin menghantarkan, lewat kata dan tindakan, suatu perangkat baru dari nilai-nilai dan dengan perilakunya menunjukkan suatu contoh untuk ditiru para pengikutnya. Dan keempat, pemimpin karismatik melakukan pengorbanan diri dan terlibat dalam perilaku yang tidak konvensional untuk memperlihatkan keberanian dan keyakinan mengenai visi itu.

3.

Gaya Kepemimpinan Transaksional Kepemimpinan

transaksional

menurut

Bass

merupakan

sebuah

pertukaran imbalan-imbalan untuk mendapatkan kepatuhan. Dalam pengertian bahwa secara essensial, kepemimpinan transaksional mengembangkan pertukaran dengan pengikut-pengikutnya mengenai apa yang pengikutpengikutnya ingin terima jika mereka melakukan sesuatu yang benar, atau salah. Dinamika dari suatu quid pro quo (saya akan melakukan sesuatu untuk kamu jika kamu melakukan sesuatu untuk saya) mendominasi pertukaran transaksional. Tugas pemimpin atau peran pemimpin adalah menjelaskan tugas-tugas yang diperlukan dan memberikan imbalan yang terpenuhi (hater dan Bass dalam Burn, 2004). Teori kepemimpinan transaksional menyatakan bahwa peran seorang pemimpin adalah menyediakan apa yang pengikut butuhkan untuk dapat berprestasi secara efektif dan mencapai tujuan (House,

Program Studi Teknik Industri UWP

58

Psikologi Industri

Woycke & Fodor dalam Burn, 2004). Kepemimpinan transaksional tidak secara khusus inspirasional meskipun terfokus pada melakukan pekerjaan Adapun gaya kepemimpinan transaksional meliputi empat perilaku sebagai berikut: a.

Contingent reward Untuk mempengaruhi perilaku, pemimpin menjelaskan pekerjaan yang

perlu dijelaskan. Pemimpin menggunakan penghargaan atau intensif untuk mencapai hasil yang diharapkan. b. Passive management by exception Untuk mempengaruhi perilaku, pemimpin menggunakan koreksi atau hukuman sebagai tanggapan bahwa pekerjaan dan penyimpangan tidak dapat diterima jika tidak sesuai dengan standar yang ditentukan. c. Active management by exception Untuk mempengaruhi perilaku, pemimpin secara aktif memantau pekerjaan yang dilakukan dan menggunakan metode memperbaiki atau mengoreksi untuk memastikan bahwa pekerjaan sesuai dengan standar. d. Laissez faire leadership Pemimpin tidak tertarik dan “lepas tangan” terhadap para pekerja dan pekerjaannya.

Pemimpin

mengabaikan

kebutuhan

orang

lain,

tidak

menanggapi persoalan dan memantau pelaksanaan pekerjaan. Gaya kepemimpinan transaksional ini mempengaruhi orang lain dengan menukar pekerjaannya dengan gaji tetapi tidak membangun arti dari kerja dan menghambat kreativitas. Hasil penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan transaksional dengan komitmen kerja karyawan. Artinya bahwa praktik gaya kepemimpinan transaksional hanya menjadi dasar bagi tumbuhnya komitmen bawahan, tetapi tidak mampu meningkatkan komitmen bawahan

4.

Gaya Kepemimpinan Transformasional Konsep kepemimpinan transformasional menurut Burn (dalam Yudhawati,

2005) dikembangkan melalui landasan teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow. Burn menjelaskan konsep keterkaitan antara konsep kepemimpinan

Program Studi Teknik Industri UWP

59

Psikologi Industri

transformasional dan transaksional dengan teori tata tingkat kebutuhan bawahan yang lebih rendah seperti kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman dan kebutuhan akan penghargaan akan dapat terpenuhi dengan baik melalui gaya kepemimpinan transaksional. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri menurut Killer (dalam Yudhawati,

2005)

hanya

dimungkinkan

melalui

gaya

kepemimpinan

transformasional. Kepemimpinan transformasional dapat diidentifikasi melalui dampaknya terhadap sikap, nilai, asumsi dan komitmennya sedemikian rupa sehingga selaras dengan organisasinya maka diyakini bahwa karyawan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi pada pemimpinnya. Menurut Howell dan Merenda (dalam Yudhawati, 2005) dalam kepemimpinan transformasional keberhasilan organisasi sebagian besar akan bergantung pada sikap, nilai dan keterampilan pemimpin. Pemimpin transformasional yang efektif akan menunjukkan sifatsifat sebagai berikut: (a) melihat diri sendiri sebagai agen perubahan, (b) pengambil resiko yang berhati-hati, (c) memiliki kepercayaan kepada karyawan dan peka terhadap kebutuhan-kebutuhan karyawan, (d) mampu membimbing karyawan, (e) fleksibel dan terbuka terhadap pengalaman, (c) memiliki kemampuan kognitif, disiplin dan mampu menganalisa masalah secara hatihati dan (d) memiliki visi. Menurut Bass empat ciri yang dimiliki seorang pemimpin sehingga memiliki kualitas transformasional adalah sebagai berikut: a.

Pemimpin tersebut memiliki kharisma yang diakui oleh pengikutnya Menurut Poper dan Zakkai (dalam Yudhawati, 2005) pemahaman akan kepemimpinan karismatik tidak terlepas dari pengertian karisma. Karisma merupakan kekuatan pemimpin yang besar untuk memotivasi karyawan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan organisasi. Karyawan mempercayai pemimpin karena pemimpin dianggap mempunyai pandangan dan tujuan yang dianggap benar. Oleh karena itu pemimpin yang memiliki karisma akan lebih mudah mempengaruhi dan mengarahkan karyawan agar bertindak sesuai dengan yang diharapkan oleh pemimpin untuk keberhasilan organisasi.

Program Studi Teknik Industri UWP

60

Psikologi Industri

b.

Inspirasional Motivasi

inspirasional

didefinisikan

sebagai

sejauhmana

seorang

pemimpin mengkomunikasikan sebuah visi yang menarik, menggunakan simbol-simbol yang memfokuskan pada usaha-usaha bawahan dan memadukan perilaku-perilaku yang sesuai. Pemimpin yang inspirasional menurut Bass didefinisikan sebagai sejauhmana seorang pemimpin mampu mengkomunikasikan suatu visi yang menarik dan berwawasan ke depan.

Pemimpin

transformasional

memotivasi

dan

menginspirasi

karyawan dengan jalan mengkomunikasikan harapan dan tantangan kerja secara jelas serta mengekspresikan tujuan-tujuan penting. Pemimpin juga membangkitkan semangat kerjasama tim atau kelompok, antusiasime dan optimisme pada karyawan. c.

Perhatian individual Pemimpin transformasional memberikan perhatian pada kebutuhan setiap individu untuk berprestasi dan berkembang dengan jalan bertindak selaku pelatih atau penasehat. Pemimpin menghargai dan menerima perbedaan individual dalam hal kebutuhan dan minat. Ia selalu berusaha berinteraksi dan berkomunikasi secara individual dengan karyawan. Menurut Yukl (dalam Yudhawati, 2005) perhatian yang diindividualisasikan termasuk memberi dukungan, membesarkan hati dan memberi pengalamanpengalaman tentang pengembangan kepada pengikut. Berbagai tugas didelegasikan sebagai cara mengembangkan kemampuan karyawan. Tugas yang didelegasikan akan dipantau untuk memastikan apakah karyawan membutuhkan arahan atau dukungan untuk menilai kinerja yang dicapainya.

d.

Stimulasi intelektual Ini merupakan kemampuan pemimpin untuk menstimulasi pemikiran atau ide-ide dari bawahannya. Pemimpin meningkatkan kesadaran para pengikut terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para pengikut untuk memandang masalah-masalah dari sebuah perspektif yang baru. Menurut

Bass

melalui

stimulasi

intelektual,

pemimpin

berupaya

menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangannya inovasi dan

Program Studi Teknik Industri UWP

61

Psikologi Industri

kreativitas karyawan dalam menghadapi dan memecahkan masalah berdasarkan pemikiran, imajinasi, keyakinan dan nilai-nilai. Keempat syarat tersebut akan saling melengkapi, namun tidak harus semuanya dimiliki oleh seorang pemimpin transformasional. Semakin banyak kualitas yang dimiliki akan semakin kuat pengaruhnya sebagai pemimpin transformasional. Sifatnya kontinuum dan merupakan satu tingkatan di atas kepemimpinan transaksional.

5.

Hersey and Blanchard’s Life-Cycle, or Situasional, Approach Hersey dan Blanchard (dalam Luthans, 1992), mengidentifikasikan dua

gaya kepemimpinan: a. Gaya tugas (task style); pemimpin mengatur dan membagi tugas bawahan; pemimpin menjelaskan tugas-tugas pada masing-masing bawahan yang harus dilakukan dan kapan, di mana dan bagaimana bawahan melakukannya. b. Gaya relasi (relationship style); pemimpin terbuka, memiliki relasi dengan anggota kelompok, dan terdapat komunikasi terbuka, dukungan psikologis dan emosional. Hersey dan Blanchard memasukkan kematangan pengikut di dalam modelnya. Tingkat kematangan berkaitan dengan: a. Job maturity b. Psychological maturity Adapun pemetaan kematangan anak buah, berdasarkan empat kategori kematangan, yaitu: a. Tak Mampu dan Tak Mau (M1) Termasuk pengikut pasif b. Tak Mampu, tetapi Mau (M2) Termasuk pengikut pasif c. Mampu, tetapi Tak Mau (M3) Termasuk pengikut aktif d. Mampu dan Mau (M4) Termasuk pengikut aktif

Program Studi Teknik Industri UWP

62

Psikologi Industri

Kunci kepemimpinan yang efektif dalam model ini disesuaikan terhadap situasi dengan gaya kepemimpinan yang tepat, sehingga dapat disimpulkan empat gaya dasar kepemimpinan, yaitu: a. Telling style; tugas tinggi, gaya relasi tinggi dan efektif, ketika pengikut memiliki tingkat kematangan rendah. b. Selling style; tugas tinggi, gaya relasi rendah dan efektif ketika pengikut memiliki kematangan sebagian rendah. c. Participating style; tugas rendah, gaya relasi tinggi dan efektif ketika pengikut sebagian memiliki kematangan yang tinggi. d. Delegating style; tugas rendah, gaya relasi rendah dan efektif ketika pengikut memiliki kematangan tingkat tinggi. Berdasarkan kriteria dasar kepemimpinan, diketahui bahwa tingkat kematangan (maturity level) dari para bawahan menentukan gaya efektif dari pemimpin. Gaya pemimpin berubah-ubah tergantung dari tingkat pekerjaan dan kematangan psikologis dari para pengikutnya. Hersey dan Blanchard berasumsi bahwa tingkat kematangan dari para bawahan tidak tetap. Bawahan yang tidak dewasa berubah untuk menjadi lebih dewasa. Salah satu tanggung jawab pemimpin adalah membantu bawahan untuk meningkatkan tingkat kematangannya. Pemimpin harus menyesuaikan dirinya terhadap situasi tidak hanya pasif tetapi juga secara aktif.

6.

Aktivitas dan Peran Pemimpin Luthans (1992) membagi aktivitas dan peran pemimpin menjadi empat,

yaitu: a. Communication: aktivitas ini terdiri dari informasi yang terus berubah dan proses pekerjaan di dalam menulis. Perilaku yang dapat diamati berupa menjawab perosedur pertanyaan, menerima dan menyebarkan permintaan informasi, menyampaikan hasil pertemuan (meeting), memberi dan menerima informasi rutin baik melalui telepon, email, membaca laporan, menulis laporan/memo/surat, laporan keuangan rutin dan pemegang buku dan kas. b. Traditional Management: aktivitas ini terdiri dari perencanaan, membuat

Program Studi Teknik Industri UWP

63

Psikologi Industri

keputusan dan mengontrol. Perilaku yang dapat diamati meliputi penempatan tujuan dan sasaran, membagi tugas yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tujuan, membuat jadwal karyawan, menangani tugastugas, instruksi-instruksi rutin, menegaskan permasalahan, menangani masalah dari hari ke hari, memutuskan apa yang harus dilakukan, mengembangkan prosedur baru, inspeksi kerja, berkeliling untuk menginfeksi kerja, memantau data kinerja, memenuhi kesejahteraan karyawan. c. Human Resource Management: aktivitas ini terdiri atas beberapa kategori; memotivasi/reinforcement, disiplin/punnishment, management konflik, susunan kepegawaian, dan pelatihan/pengembangan. Karena hal ini tidak secara umum dapat diamati, kategori disiplin/punnishment yang dapat dianalisa. Pengamatan perilaku untuk aktivitas ini meliputi memberikan

penghargaan

atau

imbalan,

meminta

masukan,

memberikan feedback positif, memotivasi, menangani konflik, meninjau aplikasi

(surat

memenuhi apa

lamaran),

melakukan

yang dibutuhkan,

wawancara

pada

orientasi karyawan,

aplikasi, mengatur

pelatihan, menjelaskan tugas-tugas, melakukan pelatihan, memberikan saran, dan mengamati tugas karyawan. d. Networking: aktivitas ini terdiri dari sosialisasi/politik dan interaksi dengan lingkungan luar. Perilaku yang dapat diamati diasosiasikan dengan perilaku yang meliputu relasi-network “percakapan”; bercanda, diskusi rumor, kabar angin, komplein, keluhan; politik, berlaku adil terhadap

pelanggan,

supliyer

dan

yang

membantu

pekerjaan;

memperhatikan pertemuan diluar organisasi; dan melakukan dalam tugas-tugas tertentu.

Tabel-1, Aktivitas Managerial dan Deskripsi Perilaku Berdasarkan Pengamatan Realitas Manager Aktivitas Managerial dan Deskripsi Perilaku Berdasarkan Pengamatan Lepas dari Realitas Manager 1. Planning/Conditioning a. Penetapan tujuan dan sasaran b. Membagi tugas-tugas yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tujuan

Program Studi Teknik Industri UWP

7.

Monitoring/Controlling Performance a. Inspeksi kerja b. Keliling dan mengecek c. Monitoring data kinerja (contoh, prin komputer,

64

Psikologi Industri

2.

3.

4.

5.

6.

c. Membuat jadwal karyawan, waktu kerja d. Menangani tugas-tugas dan memberikan instruksi rutin e. Koordinasi aktivitas dari masing-masing bawahan, agar pekerjaan dapat berjalan lancar f. Mengatur kerja Staffing a. Mengembangkan deskripsi kerja untuk posisi awal b. Meninjau ulang aplikasi (surat lamaran) c. Mewawancarai pelamar d. Mendengarkan e. Berhubungan dengan aplikasi untuk menginformasikan mereka apakah mereka mendapat upah atau tidak f. “Memenuhi” apa yang dibutuhkan Training/Development a. Orientasi karyawan, menyusun seminat untuk pelatihan, dsb. b. Menjelaskan peraturan, kewajiban, deskripsi kerja c. Melatih, menasehati, mengaktifkan karyawan melalui tugas d. Membantu bawahan dengan rencana pengembangan personal. Decision Making/Problem Solving a. Menyelesaikan masalah b. Memilih antara 2 atau lebih alternatif atau strategi c. Menangani dari hari kehari masalah yang muncul d. Mempertimbangkan penjualan; menganalisa mnanfaat harga e. Memutuskan apa yang harus dilakukan f. Mengembangkan prosedur baru untuk meningkatkan efisiensi Processing Paperwork a. Memproses mail b. Membaca laporan di dalam box c. Menulis laporan, memo, surat, dsb d. Melaporkan rutinitas keuangan dan pemegang buku e. Tugas-tugas umum Exchanging Routine Information a. Menjawab rutinitas pertanyaan prosedural b. Menerima dn membutuhkan informasi c. Menyampaikan hasil pertemuan d. Memberi atau menerima informasi rutin melalui telefon e. Pertemuan staff dari informasi-informasi alamiah (memperbaharui status, kebijakan baru perusahaan, dsb)

produksi, laporan keuangan) d. Memenuhi kebutuhan karyawan 8. Motivating/Reinforcing a. Mengalokasikan imbalan/penghargaan organisasi secara formal b. Meminta masukan, partisipasi c. Menyampaikan penghargaan, pujian d. Memberikan kredit yang seharusnya e. Mendengarkan saran f. Memberikan umpan balik pada kinerja yang positif g. Meningkatkan tantangan kerja h. Memberikan tanggung jawab dan wewenang i. Membiarkan bawahan menentukan bagaimana mereka harus bekerja j. Mengedepankan kelompok yang superior, dan mendukung bawahan 9. Disciplining/Punishing a. Membuat aturan dan kebijakan b. Gangguan c. Penurunan pangkat, pemecatan, pemberhatian sementara d. Menegur dan memperhatikan organisasi e. “Menegur/membentuk” bawahan, mengkritik f. Memberikan feedback pada kinerja yang negatif. 10. Interacting with Outsiders a. Public relations b. Pelanggan c. Kontak dengan supliyer, dan penjaja d. Pertemuan luar e. Melakukan komunikasi 11. Managing Conflict a. Mengatur konflik interpersonal antara bawahan dengan lainnya b. Menarik kepada otoritas yang lbih tinggi untuk memecahkan perselisihan c. Melakukan negosiasi d. Mencoba untuk bekerjasama atau mufakat antara fihak yang berkonflik e. Mengusahakan untuk mengatasi konflik antara bawahan dan diri sendiri 12. Socializing/Politicking a. Relasi percakap yang tidak terkait dengan masalah kerja (contoh, keluarga, urusan personal) b. Informasl “sambil bercanda” c. Diskusi rumors, kabar angin, grapevine d. Komplein, keluhan orang yang mengalami kegagalan e. Politik

Sumber; diadaptasi Fred Luthans dan Diane Lee Lockwood, “Toward on Observation System for Measuring Leader Behavior in Natural Setting,” dalam J.G.Hunt, D.Hosking, C.Schriesmein, dan R.Stewart (eds), Leaders and Managers, Pergamon Press, New York, 1984

Program Studi Teknik Industri UWP

65

Psikologi Industri

7.

Keterampilan Pemimpin Pemimpin, di dalam menghadapi dan menangani organisasi yang

semakin kompetitif, maka ia harus: Mengatur dan melatih karyawan untuk menjadi top-prioritas. Sebagai contoh, Jepang menempatkan pelatihan sebagai prioritas tinggi dengan alasan untuk kesuksesan yang besar. Begitu pula dengan negara Amerika mementingkan pelatihan. Pelatihan berguna untuk dapat meningkatkan diri mereka sendiri dan menjadikan perusahan lebih kompetitif. Merancang ulang kerja adalah cara lain teknik kepemimpinan penting untuk dapat diimplementasikan. Pendekatan ini berusaha mengatur kerja yang kompleks, dari meningkatnya kerja dengan membangun tanggung jawab yang lebih, yang baru-baru ini terpusat pada identifikasi karakteristik, variasi, signifikansi otonomi dan mengidentifikasikan feedback. Yang terpenting adalah ketika karyawan menerima karakteristik dari pekerjaan mereka, mereka memiliki kualitas kerja yang tinggi. Pemimpin harus memberikan perhatian khusus terhadap otonomi dan karakteristik feedback dari kerja mereka. Otonomi meliputi memberikan wewenang kepada bawahan untuk membuat keputusan dan memecahkan masalah. Memberikan perhatian selama bekerja dapat berupa feedback pada beberapa pekerjaan, tetapi pemimpin juga harus memberikan feedback langsung untuk karyawan. Pendekatan perilaku pemimpin kepada bawahan. Pendekatan perilaku ini dapat berupa memberikan penghargaan atau imbalan nonfinansial. Praktek Meningkatkan Kepemimpinan 1. Share dengan para pengikut akan pencapaian suatu tujuan 2. Komunikasi harapan prestasi kerja yang tinggi dan membangun kepercayaan diri kepada pengikut untuk mempertemukan harapan, mengatakan sebagai contoh, “saya memiliki kepercayaan diri setiap hari yang jika kamu menggunakan kreatifitas dan keterampilan kamu kamu akan sukses dalam tantangan tugas.” 3. Bekerja untuk memiliki suatu kapasitas, memiliki suara yang menarik hati

Program Studi Teknik Industri UWP

66

Psikologi Industri

Yukl menambahkan Bass dan Avolio bahwa untuk menjadi pemimpin yang transformasional maka: 1. Memberi semangat bicara dengan tujuan meningkatkan optimis dan antusiasme besar dan mengingatkan pengikut akan visi 2. Membangun/memebesarkan

hati/menganjurkan

kretivitas

dan

intellegent penyelesaian masalah bagi pengikutnya 3. Memberikan perhatian personal kepada seluruh anggota 4. Memberikan feedback dalam cara cara yang mudah untuk menerima, memahami, dan menggunakan untuk perkembangan personal: 5. Memberi kuasa/wewenang individu untuk meningkatkan visi dengan meminta mereka menentukan cara terbaik untuk mencapai objektif, mengurangi birokrasi paksaan/ketidakleluasaan, dan menyediakan sumber yang memadai

REFERENSI Anoraga, S & Suyati, S. 1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Burn, S.M. 2004. Groups Theory and Practice Shawn. Thompson Wadsworth: Australia, Canada, Mexico, Singapore, Span, United Kingdom, United States. Kartono, K. 2002. Psikologi Sosial Untuk Manajemen, Perusahaan dan Industri. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Kartono, K. 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan; Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International Book Co-Singapore. Jewell & Siegall. 1998. Contemporary Industrial/Organizational Psychology. Dialih Bahasakan oleh Danuyasa. Psikologi Industri/Organisasi Modern; Psikologi Terapan untuk Mememecahkan Berbagai masalah di tempat Kerja, Perusahaan, Industri, dan Organisasi. Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks kelompok Gramedia.

Program Studi Teknik Industri UWP

67

Psikologi Industri

Yudhawati,

D.

2005.

Hubungan

persepsi

Gaya

Kepemimpinan

Transformasional, Transaksional dan Komitmen Organisasional dengan Mutu Pelayanan Pramuniaga Matahari Departemen Store Magelang. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Program Studi Teknik Industri UWP

68

Psikologi Industri

BAB 7 DINAMIKA KELOMPOK DAN TIM KERJA

1.

Tujuan Instruksional Umum Dengan mempelajari bab ini, Anda diharapkan mengetahui dan

memahami dinamika kelompok dan tim dalam dunia kerja.

2.

Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan untuk: a. Mengetahui jenis-jenis kelompok b. Mengetahui dinamika kelompok formal c. Mengetahui dinamika kelompok informal d. Memahami peran tim dalam dunia kerja

3.

Jenis-jenis Kelompok Kelompok menurut Kartono (2005) adalah kumpulan yang terdiri dari dua

atau lebih individu, dan kehadiran masing-masing individu mempunyai arti serta nilai bagi orang lain, dan ada dalam situasi saling mempengaruhi. Pada setiap anggota kelompok tersebut selalu kita dapati aksi-aksi dan rekasi yang timbal balik. Jadi ada dinamika kelompok. Kelompok secara struktural menurut Munandar (2001) dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu kelompok formal dan kelompok informal. Kelompok formal adalah kelompok yang dibentuk oleh manajer untuk membantu organisasi di dalam mencapai tujuan. Sedangkan kelompok informal didefinisikan sebagai suatu kelompok yang terbentuk berdasarkan tujuan persahabatan. Kelompok formal dan kelompok informal memiliki subklasifikasi. Kelompok formal terdiri atas kelompok komando dan kelompok tugas. Kelompok komando ditentukan oleh bagan organisasinya, terdiri dari atasan dan bawahan. Dan kelompok tugas adalah kelompok yang terdiri dari para karyawan yang bekerja bersama untuk dapat menyelesaikan tugas tertentu. Sedangkan kelompok informal terdiri atas kelompok kepentingan dan persahabatan. Kelompok kepentingan adalah individu-individu bersatu karena

Program Studi Teknik Industri UWP

69

Psikologi Industri

memiliki kepentingan bersama. Dan kelompok persahabatan adalah individuindividu membentuk kelompok karena memiliki kesamaan. Komando Formal Tugas Kelompok Kepentingan Informal Persahabatan

Gambar-1, Bagan Jenis-jenis Kelompok

4.

Dinamika Kelompok Formal Kelompok formal atau organisasi formal yang disebut sebagai kelompok

sekunder, merupakan bentuk hierarki resmi, seperti telah ditentukan di atas kertas. Maka menjadi kewajiban para pemimpin ialah untuk memahami bagaimana fungsi dan beroperasinya kelompok formal tersebut dalam kenyataan dan praktiknya. Ciri-ciri kahas organisasi formal ialah: (1) bersifat impersonal, (2) kedudukan setiap individu berdasarkan fungsi masing-masing di dalam satu sistem hierarki, dengan tugas pekerjaan masing-masing, (3) relasinya berlandaskan alasan-alasan idiil, dan (4) suasana kerja dan komunikasi berlandaskan pada kompetisi/persaingan. Peran individu di dalam kelompok formal diatur sesuai dengan hierarki kekuasaan. Kekuasaan hierarkis akan didelegasikan secara bertingkat-tingkat, sehingga peran individu di dalam kelompok formal dapat dijalankan dengan sangat baik ketika ia memiliki iklim yang bersahabat, dan ada iklim saling bertukar pendapat secara terbuka. Pada kelompok formal orang melakukan usaha kooperatif mencapai tujuan/sasaran bersama,

dibantu

macam-macam sumber dan sarana.

Berlangsunglah satu kerja sama, disertai kegiatan memimpin-dipimpin, ketertiban, pengaturan atau regulasi, pembagaian tugas pekerjaan, dan tata kerja yang teratur.

Program Studi Teknik Industri UWP

70

Psikologi Industri

Kelompok formal secara ringkas memiliki pengorganisasian yang menjalin semua relasi di antara semua kegiatan kerja, pemanfaatan tenaga manusia, dan kesatuan-kesatuan alat-alat serta mesin, dengan tugas dan otoritas sendiri-sendiri.

Maka

tugas

pokok

upaya

kelompok

formal

atau

pengorganisasian formal meliputi: a.

Menentukan kelompok/unit-unit kerja

b.

Membagi tugas-tugas kerja

c.

Menentukan tingkat otoritas, yaitu kewibawaan dan kekuasaan untuk bisa bertindak secara bertanggung jawab. Maka dengan sistem pembagian kerja dan tugas-tugas khusus atau

spesialisasi, dicapai keterampilan/kemahiran teknis tinggi, penghematan waktu, dan maksimaliasi kecepatan kerja. Tersusunlah kemudian hierarki kerja dengan segala kompleksitasnya, yaitu berupa unit-unit kerja sebagai segmen/bagian dari satau totalitas yang bisa dikuasai dan diperintah secara langsung.

Kemudian

pengorganisasian

dan

berlangsunglah

relasi

pengadministrasian

kerja

yang

yang

dibutuhkan

baik

dari

bagi

satu

kelompok formal.

5.

Dinamika Kelompok Informal Kelompok informal atau organisasi informal yang dikenal dengan

kelompok primer adalah sistem interelasi manusiawi berdasarkan rasa suka dan tidak suka, dengan iklim psikis yang intim, kontak muka berhadapan muka serta moral tinggi. Ciri-ciri khas kelompok informal meliputi: (1) terintegrasi dengan baik, (2) kelompok informal menjadi bagian dari kelompok formal, (3) setiap anggota kelompok mengadakan interrelasi yang kuat dengan komunikasi yang akrab, (4) terdapat iklim psikis “suka dan tidak suka” atau “iklim acuh dan tidak acuh”, dan (5) memiliki keterikatan afeksi yang baik. Peran individu di dalam kelompok informal menurut Luthans (1992), terkait dengan pola norma-norma yang dikembangkan; dalam pengertian lain, terkait dengan aturan-aturan yang ada di dalam organisasi. Peran individu dapat dijalankan dengan sangat baik ketika ia memiliki harapan besar dapat

Program Studi Teknik Industri UWP

71

Psikologi Industri

menyesuaikan diri sesuai dengan norma-norma yang telah dibangun. Pada umumnya, kelompok informal di dalam organisasi memberikan tekanan pada setiap anggotanya agar menjalankan tugas kewajibannya sebaik-baiknya, dan memberikan partisipasi yang layak pada organisasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari promosi atau kerja yang tidak wajar dan tidak dapat ditolerir dan dianggap sebagai tidak loyal terhadap kelompok. Setiap anggota akan dibela oleh kawan-kawan sekelompoknya atas dasar solidaritas dan loyalitas kelompok, bila dirugikan oleh atasan atau anggota kelompok lainnya. Dengan demikian aturan dan semua norma kelompok memiliki relasi dengan interest organisasi sekaligus terkait dengan kepentingan individual dari para anggota kelompok. Sukses pemimpin itu tidak hanya diukur dari keberhasilannya dalam menggerakkan individu-individu untuk berbuat saja, akan tetapi terutama sekali pada kemampuannya untuk menggerakkan kelompok sebagai totalitas. Karena itu salah satu tugas pemimpin ialah memperhatikan dinamika kelompok, yang memiliki emosi, afeksi, sentimen, semangat, jiwa dan kepribadian yang khas unik. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah hendaknya seorang pemimpin dapat membedakan antara gerombolan liar (mob, massa) dengan kelompok informal. Di dalam massa gerombolan liar atau mob tidak terdapat interrelasi pribadi/personal. Setiap individu sifatnya anonim---tidak dikenal, tanpa nama---, dan hilang lenyap dalam arus massa. Setiap anggota dari mob/massa tidak dikenal, dan tidak mengenal satu sama lain. Mereka tidak memiliki loyalitas, dan tidak diikat oleh kelompok. sedang dalam kelompok informal terdapat kontrol sosial yang ketat. Massa/mob tidak memiliki tujuan sosial, dan tidak punya suatu fungsi; sehingga tingkah laku masing-masing individu tidak bisa dipastikan oleh fungsinya. Mereka juga tidak dapat dikendalikan oleh kontrol bersama, karena tidak adanya relasi personal. Menurut Faturochman (1997) ciri-ciri psikologis massa adalah: irrasional, emosional, mudah tersugesti, lebih berani mengambil resiko, dan immoral. Lebih lanjut Faturochman menjelaskan bahwa sebabsebab terjadi kondisi-kondisi di atas adalah karena mereka merasa kehilangan

Program Studi Teknik Industri UWP

72

Psikologi Industri

identitas dirinya. Dalam suasana berkelompok, orang-orang merasa bahwa tanggung jawab pribadi terhadap suatu hal berpindah menjadi tanggung jawab kelompok. Keadaan seperti ini di sebut sebagai kekacauan tanggung jawab (diffusion of responsibilit). Oleh karena perpindahan tanggung jawab tersebut, orang-orang lebih berani berbuat nekat dan melanggar norma-norma sosial. Adapun dampak dari massa mob atau gerombolan liar ini sifatnya murni menular, menjalar, atau terinfeksi secara emosional. Kelompok informal di dalam organisasi ---perusahaan, kesatuan dan sebagainya ---bukan gerombolan liar atau massa. Kelompok-kelompok ini bukannya asosiasi-asosiasi sosial temporer. Akan tetapi merupakan asosiasiasosiasi yang relatif permanen sifatnya; mempunyai ideologi, emosi-emosi kuat, dan tujuan yang jelas. Juga memiliki struktur yang definitif jelas. Jumlah anggotanya terbatas, tidak banyak seperti dalam massa. Setiap orang dalam kelompok informal mengetahui tugasnya, sifat dan kebiasaan masing-masing; jadi tidak anonim sifatnya. Setiap individu punya fungsi tertentu, dan menjalin interelasi akrab dengan anggota lainnya. Sehingga terdapat moral kelompok yang cukup tinggi dan kontrol sosial yang ketat. Eksistensi kelompok informal pada intinya bertopang pada kebutuhan untuk mencapai kepuasaan sosial, dan asas pilihan pribadi. Dalam kelompok informal dengan asosiasi intim, terdapat semacam fusi dari banyak individu, berwujud satu kesatuan totalitas kekamian dengan pemilikan unsur identifikasi dan simpati yang kuat. Maka perasaan individu lebur menyatu dengan emosiemosi kawan-kawan kelompoknya. Kelompok informal tidak dapat diharapkan munculnya kesatuan yang mutlak serasi dan saling mencinta. Sebab kelompok-kelompok informal ini merupakan unitas-unitas yang selalu terdifirensiasi dan kompetitif sifatnya, di mana terdapat unsur penonjolan diri dan sentimen-sentimen pribadi. Namun semua emosi dan sentimen tersebut diperlunak dan “disosialisir” oleh rasa simpati dan jiwa kelompok yang hampir utuh sifatnya, berkat adanya bimbingan pemimpin. Lalu muncullah disiplin dan jiwa/semangat kelompok. Ambisi-ambisi pribadi biasanya berupa ambisi “dalam kerangkan jiwa kelompok”. Pada

Program Studi Teknik Industri UWP

73

Psikologi Industri

umumnya pribadi mematuhi norma-norma kelompoknya. Struktur

dari

kelompok-kelompok,

tidak

statis;

justru

perubahan

merupakan jaringan kekuatan yang sangat dinamis yang bisa berubah-ubah. Sebabnya antara lain adalah: a.

Seorang atau beberapa orang anggota bisa meninggalkan kelompoknya, dan digantikan oleh orang-orang lain.

b.

Mungkin terjadi peristiwa-peristiwa tertentu yang menimpa kelompok atau para anggotanya, sehingga hal tersebut dapat mengubah struktur dan prestise kelompok

6.

Dengan terjadinya perubahan tugas, struktur kelompok akan ikut berubah. Lalu muncul mekanisme kerja baru dan figur pemimpin yang baru, sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi yang khusus.

6.

Tim Dalam Dunia Kerja Tim menurut Katzenbach dan Smith (dalam Kreitner & Kinicki, 2004)

adalah sejumlah kecil orang dengan keterampilan-keterampilan yang saling melengkapi dan menganggap bahwa mereka sama-sama bertanggung jawab terhadap tujuan, sasaran kinerja, dan pendekatan bersama. Tim di dalam dunia kerja memiliki komitmen bersama. Tim kerja diciptakan untuk berbagai maskud yang lebih efisien di dalam menghadapi tantangan yang berbeda. Secara umum tim kerja terdiri dari empat jenis, yaitu: a. Tim penasihat. Tim penasihat diciptakan untuk memperluas basis informasi bagi keputusan-keputusan manajerial. Tim penasihat cenderung

memiliki

tingkat

spesialisasi

teknis

yang

rendah.

Koordinasi juga rendah karena tim penasihat sebagian besar bekerja sendiri. b. Tim produksi. Tim bertanggung jawab untuk menjalankan operasioperasi harian. Melakukan pelatihan yang minimal untuk tugas-tugas yang rutin, dan memiliki tingkat spesialisasi teknis yang rendah. Namun, koordinasi khususnya tinggi karena arus kerja dari satu tim ke tim yang lain. c. Tim proyek. Proyek-proyek membutuhkan pemecahan masalah yang

Program Studi Teknik Industri UWP

74

Psikologi Industri

kreatif, dan seringkali melibatkan aplikasi dari pengetahuan khusus. d. Tim tindakan. Tim tindakan memiliki spesialisasi tinggi yang dikombinasikan dengan koordinasi yang tinggi pula. Selain empat jenis tim di atas, yaitu bekerja melalui tatap muka, terdapat tim yang bekerja

menggunakan teknologi komputer, yaitu tim virtual. Tim

virtual adalah sebuah kelompok tugas yang tersebar secara fisik yang menjalankan

usahanya

melalui

teknologi

informasi

modern.

Menurut

pendukungnya tim virtual sangat fleksibel dan efisien karena didorong oleh informasi dan keterampilan. Akan tetapi sisi negatifnya adalah kurangnya interaksi tatap muka dapat memperlemah kepercayaan, komunikasi dan akuntabilitas. Terdapat tiga faktor utama yang membedakan tim virtual dari tatap muka, yaitu (1) kemangkiran paraverbal dan nonverbal, (2) konteks batas sosial, dan (3) bakat yang datang dan tingkat hambatan. Adapun kriteria efektivitas tim kerja, yaitu: kinerja dan kelangsungan hidup. Kinerja berarti keberterimaan output (hasil/informasi) bagi para konsumen di dalam atau di luar organisasi yang menerima produk, jasa, informasi, keputusan, atau pelaksanaan kegiatan-kegiatan tim (seperti presentasi atau kompetisi). Sementara yang sedang berjalan terkait dengan pemuasan kebutuhan dan harapan orang-orang luar seperti klien, konsumen, dan penggemar. Untuk kriteria kelangsungan hidup tim, di definisikan sebagai kepuasan anggota tim dan berlanjutnya keinginan untuk berkontribusi. Apakah anggota tim menjadi lebih baik atau lebih buruk karena telah menyumbang pada upaya tim? Sebuah kerja tim tidak benar-benar efektif jika ia berhasil menyelesaikan pekerjaan namun merusak dirinya sendiri selama dalam proses atau menimbulkan habisnya kekuatan fisik, emosional maupun motivasi dari setiap kelompok. Model

ekologis

organisasional

menggambarkan

mereka.

Model

ekologi

tim

kerja

di

menekankan

dalam bahwa

lingkungan tim

kerja

membutuhkan sebuah sistem dukungan kehidupan organisasional. Terdapat enam variabel penting dalam konteks organisasional. Tim kerja memiliki

Program Studi Teknik Industri UWP

75

Psikologi Industri

peluang yang jauh lebih besar untuk menjadi efektif jika tim diasuh dan difasilitasi oleh organisasi. Tujuan tim harus sesuai dengan strategi organisasi. Demikian

juga,

partisipasi

dan

otonomi

tim

membutuhkan

budaya

organisasional yang menghargai proses-proses tersebut. Anggota tim juga membutuhkan peralatan teknologi dan pelatihan. Kerja tim perlu diperkuat dengan sistem pemberian penghargaan organisasional. Tidak demikian halnya jka pemberdayaan dan bonus dikaitkan semata-mata dengan output individual. Sedangkan berkaitan dengan proses-proses internal dari tim kerja, terdapat lima faktor penting yang merupakan karakteristik tim efektif yang diperluas yang dapat bermanfaat dalam mengevaluasi tim tugas di dalam pekerjaan.

Model Ekologis dari Efektivitas Tim Kerja Konteks Organisasi -Budaya -Sistem penghargaan

-Strategi -Struktur

-Teknologi -Dukungan Administrasi/ pelatihan     

Tim Kerja Komposisi anggota Dinamika antar pribadi Tujuan Sumber daya Koordinasi dengan unit kerja lain

Kriteria Efektivitas Tim: 1. Kinerja: Hasil tim memenuhi harapan pengguna 2. Kelangsungan hidup -Anggota puas dengan pengalaman kelompok -Anggota berkeinginaan untuk meneruskan kontribusi pada upaya tim

REFERENSI Faturochman. 1997. Diktat Psikologi Sosial. Vol 1. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Kartono, K. 2002. Psikologi Sosial Untuk Manajemen, Perusahaan dan Industri.

Program Studi Teknik Industri UWP

76

Psikologi Industri

Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Kartono, K. 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu? Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill Companies, Inc. Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International Book Co-Singapore. Munandar , A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press. Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks kelompok Gramedia.

Program Studi Teknik Industri UWP

77

Psikologi Industri

BAB 8 KONFLIK (bagian 1)

1.

Tujuan Instruksional Umum Setelah membaca bab ini, Anda diharapkan dapat mengetahui dan

memahami berbagai konflik.

2.

Tujuan Instruksional Khusus Setelah selesai mempelajari bab ini Anda diharapkan mampu untuk: a. Mengetahui dan memahami konflik intraindividu b. Mengetahui dan memahami konflik interpersonal c. Mengetahui dan memahami konflik yang terjadi antar kelompok d. Mengetahui dan memahami konflik organisasi

3.

Konflik Intraindividu Konflik (dalam Multahada, 2002) dapat terjadi karena adanya dua motif

atau lebih yang muncul pada saat bersamaan yang sama-sama ingin dipuaskan tetapi individu tidak mampu melakukannya, sehingga ia harus memilih motif mana yang harus dipuaskan terlebih dahulu dan motif mana yang harus ditunda. Konflik intraindividu adalah konflik yang terjadi di dalam diri individu diantaranya adalah:

4.

Frustasi Frustasi adalah keadaan emosional yang timbul manakala terdapat

kebutuhan yang terhalangi sebelum seseorang mencapai tujuan yang diinginkan. Halangan atau rintangan yang menyebabkan frustasi karena faktor: (1) pribadi, yaitu berasal dari keterbatasan individu sendiri, seperti cacat tubuh, ketidakmampuan tertentu yang dapat menghambat usaha individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (2) lingkungan, yaitu berasal dari luar individu. Ini bisa terjadi pada lingkungan fisik dan sosial. Dan (3) konflik, yaitu terjadi jika seseorang harus memilih diantara dua atau beberapa tujuan, kehendak, motif dan tindakan.

Program Studi Teknik Industri UWP

78

Psikologi Industri

Frustasi merupakan keadaan emosional yang dapat berdampak negatif atau positif. Keadaan negatif dapat terjadi ketika seseorang tidak mampu mengendalikan

kepribadiannya.

Mereka

seringkali

melakukan

defense

mechanisms, diantaranya melalui: denial, proyeksi, displacement, withdrawl, agresi dan sebagainya. Kondisi ini merupakan suatu kondisi yang tidak sehat. Namun, tidak sedikit individu mampu mengarahkan frustasi ke arah yang positif. Mereka tidak mereaksi frustasi dengan cara defensive tradisional, melainkan menjadikan frustasi dapat meningkatkan kinerja dan organisasi. Ia dapat

lebih

keras

mengatasi

halangan.

Dengan

melakukan

defense

mechanisme diantaranya melalui: mobilisasi dan penambahan aktivitas, berfikir secara mendalam, resignation (tawakal, pasrah pada Tuhan), kompensasi dan sebagainya.

Need

Drive

(deficiency)

Barrier

(deficiency with direction) Frustastion

(-) Defense Mechanisms (1) agression (2) Withdrawl (3) denial (4) proyeksi (5) displacement

Goal Incentive

(1) Pribadi (2) Lingkungan Fisik Sosial (3) Konflik

(reduction of the drives and Fulfils deficencies)

(+) Defense Mechanisms (1) mobilisasi dan penambahan aktivias (2) berfikir secara mendalam (3) resignation (4) kompensasi

Gambar 1 . Model Sederhana Frustasi

5.

Konflik Tujuan Konflik tujuan dapat terjadi ketika individu dihadapkan dengan suatu

kompetisi baik positif dan negatif atau dua atau bahkan lebih untuk mencapai suatu tujuan. Konflik tujuan adalah konflik yang umum terjadi. Secara umum, konflik tujuan terdiri atas: approach-approach conflict, approach-avoidance conflict dan avoidance-avoidance conflict

Program Studi Teknik Industri UWP

79

Psikologi Industri

6.

Approach-approach Conflict Konflik ini timbul apabila individu menghadapi dua motif atau lebih yang

kesemuanya memiliki nilai positif dan individu harus memilih diantara motifmotif tersebut. Approach-approach conflict dapat dianalisa dengan teori disonansi kognitif. Disonansi merupakan keadaan psikologis yang tidak aman karena ketidakseimbangan kesadaran atau pengertian yang terjadi karena individu menghadapi dua atau lebih alternatif keputusan. Menurut teori ini, disonansi yang terjadi secara aktif dapat diatasi individu melalui motivasi yang tinggi dengan

menghindari situasi dan

informasi

yang dimungkinkan dapat

meningkatnya konflik.

7.

Avoidance-avoidance Conflict Konflik ini timbul apabila individu menghadapi dua atau lebih motif yang

kesemuanya mempunyai nilai negatif. Avoidance-avoidance conflict biasanya mudah untuk diatasi. Individu dihadapkan dengan dua tujuan negatif, di mana ia harus memilih atau dengan mudah ia meninggalkannya. Jika hal ini dapat dilakukan maka konflik dengan cepat dapat teratasi.

8.

Approach-avoidance Conflict Konflik ini timbul apabila individu mengahadapi obyek yang mengandung

nilai positif sekaligus negatif.

Konflik tujuan ini sangat relevan untuk menganalisa perilaku organisasi. Umumnya tujuan organisasi memiliki aspek positif dan negatif. Kondisi ini dapat menimbulkan konflik berupa kecemasan. Konflik tipe approachavoidance conflict seringkali diatasi dengan cara yang sama sebagaimana dissonance cognitive.

Program Studi Teknik Industri UWP

80

Psikologi Industri

9.

Konflik Peran dan Ambiguitas Konflik peran dapat diartikan dengan konflik dari dalam dan tekanan yang

dihasilkannya biasanya karena peran tidak sesuai dengan harapan sosial dari luar. Konflik peran memiliki tiga tipe: a.

The person and the role; konflik dapat terjadi antara kepribadian individu dan harapan dari peran.

b.

Intrarole; konflik dapat terjadi karena harapan yang kontradiksi mengenai bagaimana suatu peran cenderung untuk dapat dijalankan

c.

Interrole; konflik dapat terjadi karena adanya perbedaan syarat-syarat dari dua atau lebih peran yang harus dijalankan dalam waktu yang bersamaan. Dalam organisasi, beberapa situasi dan tingkatan yang dialami individu

mungkin saja mengalami beberapa tipe konflik. Konflik peran dan ambiguitas ada---mereka melakukannya, dan nampak tidak dapat menghindarkan—karena ketidakmampuan di dalam mendefinisikan secara cermat letak dan tanggung jawab di dalam berperan. Sehingga ambiguitas dapat menimbulkan suatu percekcokan yang mengakibatkan suatu konflik peran di dalam diri individu.

10.

Konflik Interpersonal Konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi ketika dua orang atau

lebih individu berinteraksi dengan orang lain. Dalam sudut pandang Kreitner (2004) konflik ini dapat terjadi karena adanya konflik pribadi. Konflik pribadi adalah pertentangan antar pribadi yang di dasarkan pada ketidaksukaan dan ketidaksepakatan

yang

sifatnya

pribadi.

Untuk

menganalisa

konflik

interpersonal Kita dapat mengamati Transaksional Analisis (TA) dan the Johari Window

11. Transaksional Analisis (TA)

Transaksional Analisis (TA) memberikan perhatian pada tiga wilayah, yaitu: ego state, transaction, strokes and games. Namun dalam modul ini hanya menyinggung ego state dan transaction between ego.

Program Studi Teknik Industri UWP

81

Psikologi Industri

Ego States. Ego memainkan peranan penting di dalam model psikoanalisa

Freudian.

Dalam

struktur

kepribadian

manusia,

ego

merepresentasikan realita, dan ego secara rasional berusaha menerima id impulsive (id menurut kata hati) dan kesadaran dari superego. TA menggunakan latar belakang teori psikoanalisa sebagai latar belakang untuk mengidentifikasi tiga keadaan penting ego: anak, orang dewasa, dan orangtua. Tiga keadaan ego sesuai dengan id (anak), ego (orang dewasa) dan superego (orangtua) dari konsep Freudian. Tiga keadaan ego lebih detail sebagai berikut: a.

Child (C) ego state (keadaan ego anak-anak). Keadaan di mana individu bertindak seperti anak kecil yaitu impulsive (sesuai kata hati). Keadaan anak dikarakteristikkan tunduk, patuh, menyesuaikan diri (sesuai dengan tugas anak) atau tidak patuh, emosional, bergembira, atau memberontak. Dalam kasus lain keadaan anak dikarakteristikkan dengan perilaku tidak matang.

b.

Adult (A) ego state (keadaan ego orang dewasa). Dalam keadaan ini seseorang

bertindak

seperti

kematangan

orang

dewasa.

Ketika

menghadapi masalah, ia dapat menyelesaikan masalah secara rasional. Dia

mengumpulkan

informasi,

menganalisa

secara

hati-hati,

menggeneralisir alternatif, dan membuat pilihan logika. Dalam keadaan dewasa individu tidak melakukan impulsive dan mendominasi. Dia dikarakteristikkan dengan keterbukaan dan objekstif. c.

Parent (P) ego state (keadaan ego orangtua). Individu bertindak seperti dominasi orangtua. Individu dapat terlalu overprotective dan menyayangi atau keras dan kritis. Keadaan orangtua dikarakteristikkan dengan standar membangun dan mengatur orang lain. Mereka cenderung berbicara lembut kepada orang lain dan memperlakukan orang lain seperti anak kecil.

12.

Transactions Between Ego States. Transaksi antara dua ego akan menjelaskan bahwa individu secara

Program Studi Teknik Industri UWP

82

Psikologi Industri

umum membangun tiga keadaan ego. Di mana satu keadaan ego mungkin dapat mendominasi keadaan ego yang lain. Transaksi antara keadaan ego dari TA dikasifikasikan sebagai berikut: a.

Complementary transactions. Terdapat tiga gambar yang memungkinkan terjadi transaksi yang saling melengkapi. Sebagaimana ditunjukkan bahwa kesesuaian transaksi dapat terjadi jika pesan dikirim atau perilaku dibangun oleh keadaan ego individu diterima tepat dan diharapkan direspon dari keadaan ego individu lainnya. sebagai contoh terdapat dua orang berinteraksi, yaitu bos (atasan) dan bawahan. Gambar-1 menunjukkan interaksi antara atasan dalam keadaan orangtua

dan

bawahan

dalam keadaan

anak

kecil.

Gambar-2

menunjukkan interaksi antara atasan dan bawahan dalam cara orang dewasa. Sedangkan gambar-3, bawahan dalam keadaan orangtua, dan bos dalam keadaan anak kecil. Meskipun jarang terjadi dibandingkan dengan dua kasus di atas.

Berdasarkan gambar di atas, dapat difahami bahwa transaksi orang dewasa dengan orang dewasa (adult-to-adult) adalah lebih efektif untuk relasi interpersonal di dalam organisasi. a.

Crossed transactions. Crossed transactions dapat terjadi ketika pesan disampaikan atau perilaku dibangun oleh individu yang memiliki keadaan ego yang direaksi bertentangan, tidak diharapkan. Dalam hal ini bos mengancam bawahan seperti anak kecil, tetapi bawahan berusaha merespon dengan cara orang dewasa. Crossed transactions

adalah

sumber

konflik

interpersonal

di

dalam

organisasi. Hasilnya dapat menyakiti perasaan dan frustasi pada

Program Studi Teknik Industri UWP

83

Psikologi Industri

sebagian orang dan kemungkinan memiliki disfungsi organisasi. b.

Ulterior transactions. Transaksi ini sangat kompleks. Transaksaksi ini sangat halus tetapi seperti crossed transactions. Ulterior transaction umumnya dapat merusak relasi interpersonal. Ulterior transactions seringkali meliputi dua ego dalam satu individu. Individu dalam suatu keadaan sebagai orang dewasa, namun di dalam keadaan yang lain sebagai orangtua.

13.

The Johari Window The Johari Window dikembangkan oleh Luft dan harry Ingham (kemudian

dinamakan Johari). Model ini secara khusus menganalisa konflik interpersonal.

1

2

Open Self

Hidden Self

3

4

Blind Self

Undiscovered Self

Open self. Interaksi dalam bentuk ini adalah individu mengetahui tentang dirinya dan orang lain. Secara umum terbuka dan terdapat kecocokan. Pada tipe ini kecendrungan untuk berkonflik interpersonal sangat kecil dalam situasi ini. Hidden self. Dalam situasi ini individu memahami dirinya tetapi dia tidak memahami orang lain. Hasilnya bahwa individu tertutup terhadap orang lain karena takut akan adanya reaksi dari orang lain. Individu dapat menjaga perasaannya atau sikap rahasia dan tidak akan terbuka terhadap orang lain. Terdapat potensi konflik interpersonal dalam situasi ini. Blind self. Dalam situasi ini individu mengetahui tentang orang lain tetapi tidak mengetahui dirinya. Individu dimungkinkan secara tidak sengaja menganggu orang lain. Sebagaimana hidden self, terdapat potensi konflik interpersonal

Program Studi Teknik Industri UWP

84

Psikologi Industri

dalam situasi ini. Undiscovered self. Dalam situasi ini konflik interpersonal sangat besar kemungkinan terjadinya. Individu tidak mengetahui dirinya dan orang lain. Di sisi lain, terdapat banyak kesalahfahaman, dan konflik interpersonal seringkali terjadi.

14.

Konflik Interkelompok Konflik di antara kelompok kerja, tim dan departemen adalah ancaman

yang umum terjadi dalam daya saing organisasional. Menurut Kreitner dan Kinicki (2004) anteseden yang dapat menimbulkan konflik interkelompok berawal dari adanya kekompakkan (cohesiveness)—sebuah “perasaan kekami-an” yang mengikat anggota kelompok dapat menjadi hal yang baik atau buruk. Kadar kekompakkan tertentu dapat mengubah sekelompok menjadi tim yang baik. Namun tingkat kekompakkan yang terlalu banyak dapat melahirkan pikiran kelompok karena keinginan untuk bergaul dengan baik sehingga menghilangkan pemikiran yang kritis. Sedangkan anteseden lainnya menurut Kertonegoro (1995) dikarenakan saling tergantung, perbedaan tujuan dan perbedaan persepsi. Berdasarkan hasil penelitian yang dikutip dalam Kreitner dan Kinicki (2004) diketahui bahwa dalam suatu kelompok ketika diketahui adanya kekompakkan yang meningkat, maka diketahui perubahan-perubahan: a.

Anggota di dalam kelompok memandang diri mereka sendiri sebagai sekumpulan individu unik, sementara mereka memandang anggotaanggota kelompok lain sebagai “sejenis”

b.

Anggota-anggota di dalam kelompok memandang diri mereka sendiri benar secara positif dan bermoral, sementara mereka memandang anggota-anggota kelompok lain secara negatif dan tidak bermoral

c.

Anggota di dalam kelompok memandang orang-orang yang ada di luar sebagai ancaman

d.

Anggota-anggota di dalam kelompok membesar-besarkan perbedaanperbedaan antara kelompok mereka dengan kelompok lain. Khususnya berkaitan dengan realitas yang menyimpang.

Program Studi Teknik Industri UWP

85

Psikologi Industri

Perubahan-perubahan yang dialami di dalam kelompok menyebabkan perubahan antar kelompok, sebagai berikut: a.

Persepsi terganggu

b.

Terdapat stereotif negatif

c.

Komunikasi menurun

Luthans (1992) menawarkan strategi yang dapat dilakukan ketika menghadapi konflik interkelompok (yang juga dapat diterapkan ketika menghadapi konflik interpersonal), adalah: a.

Avoidance

(menghindari).

menghindari

konflik

Strategi

muncul

ini

berusaha

kepermukaan.

untuk

Contohnya,

penghindaran dapat dilakukan dengan mengabaikan konflik atau memberikan solusi. b.

Defusion

(menenangkan).

Strategi

ini

berusaha

untuk

menonaktifkan konflik dan mendinginkan emosi dan permusuhan yang terjadi di dalam kelompok. Contohnya, dengan mencoba “mendamaikan” dengan menekan hal-hal penting yang dapat menyebabkan konflik atau membangun tujuan yang dibutuhkan untuk kerja sama bagi kelompok yang berkonflik untuk diselesaikan. c.

Containment (penahanan). Agar konflik tidak langsung muncul kepermukaan, maka perlu dilakukan diskusi bagaimana mereka mencari penyelesaian masalah. Cara tepat yang dapat dilakukan untuk dapat menahan konflik adalah melalui diskusi

d.

Konfrontasi. Setelah berakhirnya penghindaran (avoidance), seluruh masalah dibawa secara terbuka, dan kelompok yang berkonflik secara langsung mengkonfrontasikan permasalahanpermasalahan

masing-masing

dan

berusaha

untuk

meningkatkan solusi yang memuaskan bagi kedua belah pihak.

REFERENSI Kertonegoro, S. 1995. Perilaku Organisasional. Jakarta: Yayasan Tenaga kerja Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill

Program Studi Teknik Industri UWP

86

Psikologi Industri

Companies, Inc. Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International Book Co-Singapore. Multahada, E. 2002. Diktat Psikologi Industri dan Organisasi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Program Studi Teknik Industri UWP

87

Psikologi Industri

BAB 9 KONFLIK (Bagian 2)

1.

Pengertian Konflik Organisasi Konflik organisasi adalah konflik yang terjadi karena adanya pebedaan

antara dua atau lebih anggota kelompok dalam situasi organisasi yang muncul dari kenyataan: (1) harus membagi sumber daya yang langka, dan (2) perbedaan status, pandangan dan nilai-nilai. Konflik intraindividual, interpersonal dan intergroup semuanya tidak lepas dari konflik organisasi. Semua tipe konflik terdapat di dalam ruang organisasi. Sumber konflik organisasi adalah: pembagian sumber daya tidak jelas, perbedaan tujuan, interdependensi aktivitas kerja, perbedaan nilai atau pandangan, dan gaya hidup individu dan kekaburan dalam organisasi (kepribadian individu, tanggung jawab kerja tidak jelas, komunikasi tidak jelas).

2.

Pandangan Mengenai Konflik Organisasi Pandangan mengenai konflik dapat Kita tinjau melalui: a. Pandangan tradisional b. Pandangan behvioral c. Pandangan interaksionis d. Pandangan Tradisional Konflik dalam pandangan tradisional dipandang buruk. Konflik dipandang

negatif, destruktif dan merugikan. Karena itu konflik harus dilenyapkan, demi kerukunan dan harmoni hidup. Bentuk tingkah laku manusia sepanjang hidupnya, sebagian besar merupakan bentuk penyesuaian tingkah laku terhadap orang lain, dan menghindari konflik serta perselisihan. Keluarga, sekolah, dan agama selaku lembaga sosial selalu menekankan adaptasi diri (penyesuaian diri), prinsip anti konflik, dan kerukunan. Ringkasnya, bagi masyarakat tradisional, konflik mengandung pengertian negatif, karena mengandung unsur ketidaksesuaian, pertentangan, perselisihan dan permusuhan yang harus diberantas dari muka bumi. Dengan demikian dapat difahami bahwa konflik dalam pandangan

Program Studi Teknik Industri UWP

88

Psikologi Industri

tradisional ini dapat dicegah. Konflik dalam organisasi dapat terjadi disebabkan: (1) kesalahan mendisain/mengelola, dan (2) pengacau dari luar/dalam. Robbins (2003) menjelaskan lebih lanjut bahwa konflik disebabkan sebagai suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan dan kepercayaan antara orang-orang, dan kegagalan para manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi para karyawan. Pandangan tradisional melihat prestasi optimal organisasi dengan tidak menghendaki adanya konflik. Dengan demikian tugas manajemen adalah melenyapkan konflik karena pandangan tradisional melihat akibat konflik sebagai suatu yang dapat mengacaukan organisasi, dan menghambat optimalisasi kerja. Karena semua konflik harus dilenyapkan atau dihindari, maka Kita sekedar perlu mengarahkan perhatian pada penyebab konflik dan mengkoreksi salah-fungsi ini untuk memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi. Meskipun cara ini dianggap standar usang, namun penelitian sekarang membuktikan bahwa pendekatan terhadap pengurangan konflik menghasilkan kinerja kelompok yang tinggi. Evaluasi situasi konflik dengan standar usang ini masih banyak dilakukan dewan redaksi. a.

Pandangan Behavioral Konflik dalam pandangan behavioral merupakan suatu hal yang wajar dan

dalam semua kelompok dan organisasi. Karena konflik tidak terelakkan, maka kaum behavioris menganjurkan penerimaan konflik. Konflik bersumber dari perbedaan-perbedaan kodrati masing-masing individu

dan

kelompok.

penghapusan

terhadap

perbedaan,

berarti:

Penghapusan terhadap individu-individu dan kelompok-kelompok itu sendiri. Pandangan behavioral merasionalisir konflik sebagai suatu yang tidak dapat disingkirkan, bahkan ada kalanya konflik membawa manfaat pada kinerja kelompok.

b.

Pandangan Interaksionis Konflik dalam pandangan interaksionis diyakini bukan hanya sebagai

Program Studi Teknik Industri UWP

89

Psikologi Industri

sesuatu kekuatan positif dalam suatu kelompok melainkan juga mutlak perlu untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja efektif. Padangan interaksionis melihat prestasi optimal memerlukan konflik tingkat moderat. Kaum interaksionis mendorong konflik atas dasar bahwa kelompok yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan dan inovasi. Apabila hal itu ekstrim sifatnya, dapat menyebabkan kematian dan kebangkrutan organisasi. Oleh karena itu sumbangan utama dari pendekatan interaksionis mendorong pemimpin

kelompok

untuk

mempertahankan

suatu

tingkat

minimum

berkelanjutan dari konflik---cukup untuk membuat kelompok itu hidup, kritis diri dan kreatif. Karena konflik bisa memperkokoh fundamen organisasi, dan dapat melancarkan fungsi organisasi (badan, lembaga, jawatan) berkat adanya introspeksi, refleksi, wawasan kembali, revisi dan reorganisasi. Jadi konflik merupakan wujud yang positif, konstruktif, dan fungsional sifatnya. Pada masa sekarang orang meyakini adanya relasi antara konflik yang konstruktif dengan suksesnya organisasi. Tanpa konflik, tidak akan banyak kita dapati tantangan, dan tidak terdapat kemajuan. Juga tidak ada dorongan untuk mawas kembali, tidak ada koreksi;selanjutnya organisasi akan mengalami stagnasi total. Selalu bersikap setuju dan “menuhunkan” semua keputusan walaupun salah dan tidak cocok, tanpa mengadakan oposisi dan koreksi, semuanya itu akan menampilkan indikasi adanya otokrasi, kemacetan, uniformitas, kebekuan mental, indolensi psikis (kemalasan psikis) dan apatisme. Sebaliknya konflik pada batas-batas yang wajar mencerminkan adanya demokrasi, kebinekaan, perbedaan, keragaman, perkembangan, pertumbuhan, progres, aktualisasi diri dan transendensi-diri. Karena itu konflik menjadi hal yang sangat essensial bagi pertumbuhan dan suksesnya lembaga serta organisasi. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, organisasi pasti mengalami banyak perubahan. Maka tanggung jawab pemimpin yang paling utama adalah memandu secara bijaksana dan efisien unit-unit organisasi di tengah badai-badai perubahan sebagai akibat dari mekanisasi, industrialisasi

Program Studi Teknik Industri UWP

90

Psikologi Industri

dan modernisasi. Dan semua perubahan pasti berlangsung melalui benturan dan konflik-konflik dari unsur-unsur yang bertentangan, elemen yang tradisional kontra elemen yang interaksionis. Maka interaksi dari benturanbenturan tadi akan membuahkan, situasi interaksionis serta perubahanperubahan. Tugas utama pemimpin modern bukan menciptakan harmoni/keselarasan yang statis dalam perusahaan, akan tetapi untuk mencapai sasaran organisasi atau sasaran bersama secara efektif. Oleh karena itu, eliminasi atau peniadaan konflik-konlik dalam organisasi yang serba kompleks, merupakan usaha yang tidak realistis. Leonardo Rico dalam bukunya Organizational Conflict menyatakan sebagai berikut mengenai konflik: “The individuals or groups who are most vocal in advocating harmony and happiness in an environment devoid of conflict, may only be protecting their vested interest in the status quo”. (individu-individu dan kelompok-kelompok yang paling nyaring menganjurkan harmoni dan kebahagiaan dalam lingkungan penuh konflik, mereka ini cuma berkeinginan melindungi kepentingan sendiri dalam status quo).

Jadi,

pemimpin-pemimpin

yang

berbuat

sedemikian

itu

cuma

berkepentingan dengan usaha melindungi kepentingan sendiri, serta usaha mempertahankan status quo. Banyak

organisasi

dan

lembaga

menjadi

mundur

dan

indolent

(lamban/malas) disebabkan oleh apatis dan rasa puas terhadap diri sendiri; dan bukan disebabkan terlalu banyak konflik. Para pemimpin yang gagal, selalu bersikeras menolak berlangsungnya perubahan-perubahan. Pada hakekatnya mereka itu adalah pemimpin-pemimpin yang enggan dan “malasmalas” menghadapi tantangan konflik-konflik. Mereka merasa lebih aman dengan menghindari konflik-konflik yang dianggap mengandung resiko dan bahaya. Sebab untuk menanggapi perubahan dan kemajuan, diperlukan jiwa yang dinamis, agar orang berani menghadapi tantangan dan konflik-konflik demi kemajuan organisasi. Dengan demikian maka konflik harus dilihat sebagai unsur yang positif.

Program Studi Teknik Industri UWP

91

Psikologi Industri

3.

Sifat-sifat Konflik Organisasi Pandangan tinteraksionis tidak berpendapat bahwa semua konflik adalah

baik.

Menurut sifatnya konflik terbagi atas konflik fungsional dan konflik

disfungsional.

Konflik fungsional dalam pandangan kaum interaksionis

dikatakan sebagai beberapa konflik yang mendukung tujuan kelompok dan memperbaiki kinerjanya. Sedangkan konflik disfungsional atau konflik destruktif adalah konflik yang merintangi kinerja kelompok. Konflik fungsional berkaitan dengan pertentangan antar kelompok yang terjadi bermanfaat bagi peningkatan efektivitas dan prestasi organisasi. Konflik memperbaiki

kualitas

keputusan,

merangsang

kreativitas

dan

inovasi,

mendorong perhatian dan keingintahuan di kalangan anggota kelompok, menyediakan disampaikan

saluran dan

yang

menjadi

ketegangan

dapat

sarana

masalah-masalah

diredakan,

dan

memupuk

dapat suatu

lingkungan evaluasi-diri dan perubahan. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa konflik tidak hanya membantu tetapi juga merupakan suatu kondisi yang diperlukan untuk menumbuhkan adanya kreativitas. Kelompok-kelompok yang anggotanya dengan kepentingan yang berlainan cenderung menghasilkan pemecahan dengan kualitas yang lebih tinggi terhadap berbagai masalah daripada kelompok yang homogen (Robbins, 2003). Hal ini mendorong kita untuk meramalkan bahwa keanekaragaman budaya yang meningkat dari angkatan kerja

seharusnya

memberikan

manfaat

kepada

organisasi.

Penelitian

menunjukkan bahwa heterogenitas di antara anggota kelompok dan kelompok dan

organisasi

dapat

meningkatkan

kreativitas,

memperbaiki

kualitas

keputusan, dan mempermudah perubahan dengan meningkatkan keluwesan anggota. Di sisi lain hasil penelitian proses pengambilan keputusan kelompok juga telah mengarahkan teori pada suatu kesimpulan bahwa konflik dapat menghasilkan banyak manfaat positif bagi organisasi jika dikelola dengan baik. Konflik fungsional dapat mengarah pada penemuan cara yang lebih efektif untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan lingkungan, sehingga organisasi dapat hidup terus dan berkembang. Konflik adalah suatu penangkal bagi pikiran kelompok. Konflik tidak

Program Studi Teknik Industri UWP

92

Psikologi Industri

membiarkan kelompok itu secara pasif menerima begitu saja keputusankeputusan yang mungkin saja didasarkan pada pengandaian yang lemah, pertimbangan yang tidak memadai dari alternatif-alternatif yang relevan, atau cacat-cacat lain. Konflik menantang status quo dan karenanya meneruskan lebih jauh penciptakan gagasan baru, menggalakkan penilaian-ulang terhadap tujuan dari kegiatan kelompok, dan meningkatkan probabilitas bahwa kelompok itu akan tanggap terhadap perubahan. Pada tingkat individu, konflik yang terjadi dapat menciptakan sejumlah akibat yang diinginkan. Dalam batas-batas tertentu, konflik dapat menimbulkan adanya ketegangan yang memotivasi seseorang untuk bertindak. Penyaluran dari ketegangan tersebut dapat menimbulkan adanya prestasi kerja dan kepuasan yang tinggi. Akan tetapi untuk memberikan hasil yang diinginkan, bagaimanapun juga konflik harus dibatasi atau memiliki intensitas yang tepat. Jika tidak maka akan terjadi konsekuensi yang disfungsional. Konflik disfungsional dapat terjadi karena konsekuensi destruktif dari konflik kinerja kelompok atau organisasi. Konflik disfungsional berkaitan dengan pertentangan antar kelompok yang merusak atau menghalangi pencapaian tujuan organisasi atau kelompok. Sebagian organisasi dapat menangani dan mengelola konflik yang terjadi sehingga memiliki dampak fungsional. Akan tetapi, sebagian besar organisasi mengalami konflik pada tingkat yang lebih besar dari yang diinginkan (yang fungsional), dan prestasi akan membaik jika konflik yang terjadi dapat dikurangi. Jika konflik yang terjadi begitu parah, maka prestasi organisasi mulai merosot. Ringkasnya oposisi yang tidak terkendali membiakkan ketidakpuasan, yang bertindak menghilangkan ikatan kebersamaaan, dan akhirnya mendorong ke penghancuran organisasi. Konflik disfungsional yang dapat mengurangi keefektifan dapat terjadi diantaranya karena penghambatan komunikasi, pengurangan kepaduan kelompok, dan dikalahkannya tujuan kelompok terhadap keunggulan pertikaian antara anggota-anggota. Ekstremnya, konflik dapat menghentikan berfungsinya kelompok dan secara potensial mengancam kelangsungan hidup kelompok tersebut. Suatu cara yang umum dilakukan dalam organisasi-organisasi yang

Program Studi Teknik Industri UWP

93

Psikologi Industri

dengan sukses menciptakan konflik fungsional adalah bahwa mereka

menghargai

perbedaan

pendapat

dan

menghukum

penghindar konflik. Namun tantangan bagi para manajer adalah bila mereka mendengar berita yang tidak ingin didengar. Berita itu dapat mendidihkan darah mereka atau meruntuhkan harapan mereka, tetapi mereka tidak memperhatikannya. Mereka harus belajar menerima kabar buruk tanpa tersentak. Tidak ada semburan katakata marah, tidak ada sarkasme bibir mengatup, tidak ada mata yang melotot, tidak ada kertakan gigi. Sebaliknya manajer seharusnya mengemukakan pertanyaan yang tenang bahkan lembut.

4.

Metode Pengelolaan Konflik Metode pengelolaan konflik menurut Rasimin (2002) dapat dilakukan

dengan: a.

Dirangsang

b.

Dikurangi/ditekan

c.

Diselesaikan

Metode untuk merangsang konflik: a.

Minta bantuan orang luar

b.

Menyimpang dari peraturan

c.

Menata kembali organisasi

d.

Mendorong persaingan

e.

Pemilihan manajer yang tepat

Kartono (2005) lebih lanjut menjelaskan bahwa untuk menstimulasi konflik ialah

komunikasi

diputuskan

atau

dikacaukan.

Misalnya

memutuskan

komunikasi antara pemimpin dan anak buah dengan jalan pemimpin pura-pura bersikap acuh tak acuh terhadap satu seksi dan komunikasi sengaja disimpangkan,

bagian-bagian

atau

seksi-seksi

tertentu

sengaja

dilampaui/bypassed; tidak memberikan informasi-informasi yang diperlukan; sedangkan seksi lainnya terlalu banyak ditimbuni dengan tugas-tugas.

Program Studi Teknik Industri UWP

94

Psikologi Industri

Kurang

atau

tidak

adanya

komunikasi

menimbulkan

perasaan

ditinggalkan atau gepasserd, merasa disudutkan, merasa tidak pasti, tidak aman, cemas, dan selalu tegang. Semua kejadian itu merangsang timbulnya konflik antar-individu dan antar kelompok. Selanjutnya desas-desus yang tidak jelas juga dapat menimbulkan kejutan dan kekecutan hati, disertai rasa tegang dan bingung. Teknik lain untuk menggugah

dan

“mengembangkan”

konflik

ialah:

mengacau

struktur

organisasi. Struktur organisasi sengaja diawut-awut dan ditukarbalikkan mengganti pemimpin, memindah pegwai dan buruh serta anak buah, memecah seksiseksi yang seharusnya tidak perlu, untuk kemudian diadudombakan. Oleh tindakan tersebut terjadi kekacauan, karena pemegang-pemegang pemimpin dinilai tidak “becus”. Selanjutnya anak buah menjadi gelisah dan cemas; sehingga situasi jadi eksposif, dan banyak terjadi konflik. Khususnya bila ditambah dengan hasutan-hasutan dna usaha memecah belah untuk melawan atasan Teknik lainnya ialah menempatkan orang-orang yang neorotis ringan dan mempunyai banyak masalah batin menjadi tenaga pemimpin. Mereka akan memproyeksikan kekacauan batin sendiri pada lingkungannya sehingga pasti menstimulasi banyak konflik. Metode mengurangi konflik: -

Memberi informasi yang menyenangkan kepada pihak yang bersaing

-

Meningkatkan kontak sosial yang menyenangkan

Metode menyelesaikan konflik: -

Kekuasaan;

-

Paksaan

-

Pelunakan

-

Penghindaran

-

Penentuan melalui suara mayoritas.

-

Kompromi

-

Penyelesaian masalah terpadu;

Program Studi Teknik Industri UWP

95

Psikologi Industri

-

Konsensus

-

Konfrontasi

-

Menggunakan tujuan yang lebih penting atau lebih tinggi.

REFERENSI Kartono, K. 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan; Apakah Kepemimpinan Abnormal itu?. Jakarta: Rajawali Pers. Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International Book Co-Singapore. Rasimin, B.S. 2002. Konflik Organisasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia. BAB 10 KETERAMPILAN NEGOSIASI

1. Tujuan Instruksional Umum

Setelah membaca modul ini, Anda diharapkan dapat mengetahui dan memahami keterampilan negosiasi.

2.

Tujuan Instruksional Khusus Setelah membaca modul ini, Anda diharapkan dapat: a. Mengetahui dan memahami pengertian negosiasi b. Mengetahui dan memahami tipe negosiasi dasar c. Mengetahui dan memahami perilaku negosiasi d. Mengetahui dan memahami trend di dalam bernegosiasi

3.

Pengertian Negosiasi Negosiasi adalah sebuah proses yang terjadi antara dua pihak atau lebih,

yang pada awalnya memiliki pemikiran berbeda hingga akhirnya mencapai kesepakatan. Idealnya, negosiasi akan menghasilkan kesepakatan yang bijaksana dan akan meningkatkan relationship di antara kedua belah pihak.

Program Studi Teknik Industri UWP

96

Psikologi Industri

4.

Dua Tipe Negosiasi Dasar

Para ahli negosiasi membedakan antara dua tipe negosiasi, yaitu: a.

Negosiasi Distributif Negosiasi distributif adalah suatu negosiasi yang berusaha untuk

membagi sejumlah tetap sumber daya, di mana terdapat situasi kalah-menang. Hakikat negosiasi distributif adalah mengenai siapa mendapat seberapa besar bagian dari suatu kue yang tetap. Contoh, dalam perundingan tenaga-kerjamanajemen mengenai gaji. Umumnya, wakil tenaga kerja datang ke meja bernegosiasi dengan tekad memperoleh sebanyak mungkin uang dari tangan manajemen.

Ketika bernegosiasi

masing-masing pihak

memperlakukan

sebagai lawan yang harus ditaklukkan. Rentang aspirasi Pihak A

Rentang

Rentang aspirasi Pihak B

Penyelesaian

Titik sasaran Titik sasaran Pihak A

Titik tolakan Pihak A

Titik tolakan Pihak B

Gambar-1. Wilayah Negosiasi Distributif

Pihak B Gambar di atas menunjukkan bahwa masing-masing pihak yang bernegosiasi memiliki titik penolakan (resistence point), yang menandai hasil terendah yang dapat diterima-baik-di bawah titik negosiasi dihentikan dan penyelesaian yang kurang menguntungkan itu ditolak. Bidang antara kedua titik ini merupakan rentang aspirasi masing-masing pihak. Selama terdapat tumpang tindih antara rentang aspirasi A dan aspirasi B, ada rentang penyelesaian di mana aspirasi masing-masing pihak dapat dipertemukan. Negosiasi distributif, memfokuskan pada upaya memaksa lawannya untuk menyetujui titik sasaran spesifik atau sedekat mungkin dengan titik tersebut. Contohnya adalah meyakinkan lawan mengenai mustahilnya mencapai titik sasaran lawan (yang meminta negosiasi) dan keuntungan dari menerima suatu penyelesaian di dekat titik sasaran Kita; kemukakan bahwa sasaran Kita adil, sedangkan sasaran lawan Kita tidak; dan upayakan agar lawan Kita merasa dermawan secara emosional terhadap Kita dan karenanya menerima suatu

Program Studi Teknik Industri UWP

97

Psikologi Industri

hasil yang mendekati titik sasaran Kita. b.

Negosiasi Integratif Negosiasi

integratif

adalah

negosiasi

yang

mengusahakan

satu

penyelesaian atau lebih yang dapat menciptakan suatu pemecahan yang saling menguntungkan. Penyelesaian negosiasi integratif adalah menangmenang. Negosiasi integratif di dalam perilaku intraorganisasi menurut Kreitner dan Kinicki (2004) memberi keuntungan. Karena dapat membina hubungan jangkapanjang dan mempermudah kerja sama di masa mendatang. Negosiasi integratif mengikat para negotiator dan memungkinkan masing-masing untuk meninggalkan tempat bernegosiasi dengan perasaan mendapat kemenangan. Sedangkan untuk negosiasi distributif meninggalkan satu pihak sebagai kalah. Negosiasi ini memberikan ruang perpecahan apabila individu-individu berada dalam suatu kerja sama yang terus berjalan. Gambar-2. Negosiasi Distributif lawan Integratif Ciri-ciri Negosasi Sumber daya tersedia

Motivasi primer Kepentingan primer

Fokus pada hubungan

Negosiasi Distributif

Negosiasi Integratif

Jumlah sumber daya Jumlah sumber daya untuk dapat dibagi tetap untuk dapat dibagi sesuai dengan pihak yang bernegosiasi Saya menang, Anda kalah Saya menang-Anda menang Saling berlawanan Saling cocok atau sama dan sebaliknya Jangka pendek Jangka panjang

Menurut Kreitner dan Kinicki (2004) langkah-langkah negosiasi sebagai berikut: Secara Terpisah:

Secara Bersama:

1. Mengklarifikasi kepentingan  Mengidentifikasi kebutuhan terlihat dan yang tidak terlihat

yang  Mendiskusikan kebutuhan sendiri

 Menemukan dasar bersama (common ground) untuk suatu negosiasi

2. Mengidentifikasikan pilihan-pilihan

Program Studi Teknik Industri UWP

98

Psikologi Industri

elemen-elemen  Menciptakan pasar nilai dengan nilai (misalnya properti, uang, perilaku, mendiskusikan elemen-elemen nilai hak-hak, resiko) yang sifatnya personal

 Mengidentifikasikan

3. Mendesain paket-paket kesepakatan alternatif  Memadukan dan menyesuaikan elemen-elemen nilai dalam berbagi kombinasi yang dapat berjalan  Berfikir dalam kerangka multikesepakatan 4. Menyeleksi kesepakatan  Menganalisis paket-paket kesepakatan  Mendiskusikan dan memilih paket yang diusulkan oleh pihak lain kesepakatan yang dapat dilakukan  Berfikir dalam kerangka kesepakatan kreatif 5. Menyempurnakan kesepakatan  Mendiskusikan masalah yang tidak terselesaikan  Mengembangkan kesepakatan tertulis  Membangun hubungan untuk negosiasi berikut Keberhasilan bernegosiasi integratif bergantung pada tingkat luas pada kualitas informasi yang dipertukarkan. Kita perlu memahami dan menyadari trik-trik yang tidak baik, agar dapat menjaga para penawar yang memiliki kepercayaan

baik tidak

dieksploitasi secara tidak adail. Adapun trik-trik tidak baik/yang dapat dipertanyakan di dalam bernegosiasi adalah: Taktik Berbohong

Deskripsi/Klarifikasi/Tingkat Pokok masalah untuk kebohongan dapat termasuk batas, alternatif,

niat

negosiator,

otoritas

tawar

menawar,

komitmen lain, kemampuan menerima tawaran lawan, tekanan waktu, dan ketersediaan sumber daya. Membesar-besarkan

Di antara hal-hal yang dibesar-besarkan adalah nilai pembayaran seseorang terhadap lawannya, alternatif negosiator sendiri, biaya yang dikeluarkan seseorang, atau yang

dipersiapkan

untuk

suatu

hasil,

kepentingan

masalah, dan atribut produk dan jasa.

Program Studi Teknik Industri UWP

99

Psikologi Industri

Penipuan

Tindakan

dan

pernyataan

termasuk

janji-janji

atau

ancaman, permintaan awal yang berlebihan, kelalaian dalam menyatakan fakta secara tidak hati-hati, atau meminta konsensi yang tidak diinginkan. Memperlemah lawan

Negosiator di sini dapat memotong atau mengurangi beberapa alternatif lawan, mencela tindakan lawan, menggunakan pernyataan yang kasar untuk lawan, atau memperlemah aliansi lawan.

Memperkuat

posisi Taktik ini termasuk membangun sumber daya orang itu

seseorang

sendiri, termasuk keahlian, keuangan, dan aliansi. Juga termasuk presentasi dasar pemikiran persuasif kepada lawan atau pihak ketiga (misal, publik, media) atau memperoleh mandat atau posisi seseorang.

Tidak mengungkapkan

Termasuk mengungkapkan sebagian fakta, kegagalan untuk

mengungkap

fakta

tersembunyi,

kegagalan

memperbaiki salah persepsi lawan, atau penyembunyian posisi atau situasi negosiator sendiri Eksploitasi informasi

Informasi yang diberikan oleh lawan dapat dipakai untuk mengeksploitasi

kelemahannya,

menutup

alternatif,

menggerakkan permintaan yang menentang lawan, atau memperlemah aliansi-aliansinya. Mengubah pemikiran

Termasuk menerima penawaran yang semula dikatakan tidak akan diterima, mengubah permintaan, menarik penawaran yang dijanjikan, dan membuat ancaman yang menurut janji tidak akan diperbuat. Juga termasuk kegagalan bersikap seperti yang diprediksikan

Gangguan

Tindakan atau pernyataan ini dapat sesederhana seperti memberikan

informasi

berlebihan

kepada

lawan,

mengajukan banyak pernytaan, menghindari pernyataan, atau menutup-nutupi isu. Atau bisa lebih kompleks, seperti berpura-pura lemah pada satu bidang sehingga lawan berkonsentrasi pada kelemahan itu dan mengabaikan bidang yang lainnya Maksimalisasi

Termasuk

meminta

lawan

membuat

konsesi

yang

menghasilkan perolehan negosiator dan kerugian sama

Program Studi Teknik Industri UWP 100

Psikologi Industri

atau lebih besar di pihak lawan. Juga meliputi bagaimana membalikkan situasi menang-menang menjadi menangkalah

Keberhasilan bernegosiasi integratif bergantung pada tingkat luas pada kualitas informasi yang dipertukarkan. Kita perlu memahami dan menyadari trik-trik yang tidak baik, agar dapat menjaga para penawar yang memiliki kepercayaan baik tidak dieksploitasi secara tidak adail. Adapun

trik-trik

tidak

baik/yang

dapat

dipertanyakan

di

dalam

bernegosiasi adalah: Taktik

Deskripsi/Klarifikasi/Tingkat

Berbohong

Pokok masalah untuk kebohongan dapat termasuk batas, alternatif, niat negosiator,

otoritas tawar

menawar, komitmen lain, kemampuan menerima tawaran lawan, tekanan waktu, dan ketersediaan sumber daya. Membesar-besarkan

Di antara hal-hal yang dibesar-besarkan adalah nilai pembayaran seseorang terhadap lawannya, alternatif negosiator sendiri, biaya yang dikeluarkan seseorang, atau

yang

dipersiapkan

untuk

suatu

hasil,

kepentingan masalah, dan atribut produk dan jasa. Penipuan

Tindakan dan pernyataan termasuk janji-janji atau ancaman, permintaan awal yang berlebihan, kelalaian dalam menyatakan fakta secara tidak hati-hati, atau meminta konsensi yang tidak diinginkan.

Memperlemah lawan

Negosiator di sini dapat memotong atau mengurangi beberapa alternatif lawan, mencela tindakan lawan, menggunakan pernyataan yang kasar untuk lawan, atau memperlemah aliansi lawan.

Memperkuat seseorang

posisi Taktik ini termasuk membangun sumber daya orang itu sendiri, termasuk keahlian, keuangan, dan aliansi. Juga termasuk presentasi dasar pemikiran persuasif kepada lawan atau pihak ketiga (misal, publik, media)

Program Studi Teknik Industri UWP 101

Psikologi Industri

atau memperoleh mandat atau posisi seseorang. Tidak

Termasuk

mengungkapkan

sebagian

fakta,

mengungkapkan

kegagalan untuk mengungkap fakta tersembunyi, kegagalan memperbaiki salah persepsi lawan, atau penyembunyian posisi atau situasi negosiator sendiri

Eksploitasi informasi

Informasi yang diberikan oleh lawan dapat dipakai untuk

mengeksploitasi

kelemahannya,

menutup

alternatif, menggerakkan permintaan yang menentang lawan, atau memperlemah aliansi-aliansinya. Mengubah pemikiran

Termasuk

menerima

penawaran

yang

semula

dikatakan tidak akan diterima, mengubah permintaan, menarik penawaran yang dijanjikan, dan membuat ancaman yang menurut janji tidak akan diperbuat. Juga termasuk kegagalan bersikap seperti yang diprediksikan Gangguan

Tindakan atau pernyataan ini dapat sesederhana seperti memberikan informasi berlebihan kepada lawan, mengajukan banyak pernytaan, menghindari pernyataan, atau menutup-nutupi isu. Atau bisa lebih kompleks, seperti berpura-pura lemah pada satu bidang

sehingga

lawan

berkonsentrasi

pada

kelemahan itu dan mengabaikan bidang yang lainnya Maksimalisasi

Termasuk meminta lawan membuat konsesi yang menghasilkan perolehan negosiator dan kerugian sama atau lebih besar di pihak lawan. Juga meliputi bagaimana membalikkan situasi menang-menang menjadi menang-kalah

5.

Perilaku Negosiasi Menurut Jackman (2005) memilih perilaku yang tepat pada saat

bernegosiasi bisa menjadi faktor penentu keberhasilan atau kegagalan. Ketika

Program Studi Teknik Industri UWP 102

Psikologi Industri

berhadapan dengan lawan negosiasi, ada empat macam perilaku yaitu: a) asertif, b) agresif, c) pasif) dan manipulatif.

5.1 Perilaku Asertif Negosiator

yang

memilih

berlaku

asertif

dalam

negosiasi

akan

memperlakukan orang lain dengan hormat dan tulus. Berlaku asertif berarti menerima karakteristik diri, baik yang positif maupun negatif. Dengan berlaku demikian, Kita juga akan lebih mudah menerima keberadaan orang lain. Hasilnya, kita tidak perlu merasa mengalahkan lawan karena tidak merasa harus selalu menang. Perilaku asertif meliputi: a. Bertanggung jawab atas pilihan dan perilaku sendiri b. Menentukan batasan sehingga lawan mengetahui posisi mereka saat sedang bersama kita c. Berkomunikasi dengan jelas Berlaku asertif berarti memilih pendekatan yang positif dan proaktif. Perilaku ini berakar pada penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri. Berlaku asertif berarti mau berkompromi dan bernegosiasi untuk mencapai hasil win-win. Saya berlaku aserif dalam negosiasi jika saya:  Mengatakan apa yang saya inginkan dengan jelas dan ringkas  Mengambil keputusan untuk diri sendiri  Tidak mudah patah semangat  Memperlakukan diri sendiri dan lawan negosiasi dengan hormat serta menjunjung tinggi kesetaraan  Menyadari sepenuhnya bahwa saya bertanggung jawab atas setiap tindakan dan perasaan saya  Meminta maaf jika merasa menyesal  Jika perlu, saya bisa bersikap tegas dan mempertahankan pendirian  Mengutarakan pendapat lawan dengan seksama  Bersikap tenang, santai, dan percaya diri  Mengharapkan win-win ketika menghadapi perbedaan pendapat

Program Studi Teknik Industri UWP 103

Psikologi Industri

5.2 Perilaku Agresif Perilaku agresif adalah perilaku yang kompetitif. Tujuan utama perilaku ini, baik yang terlihat maupun tidak, adalah untuk menjadi pemenang. Dalam kondisi ini

harus ada seseorang yang kalah. Negosiator agresif biasanya

mencapai tujuannya dengan mematahkan semangat lawan negosiasi atau mengabaikan perasaan, keinginan, dan hak mereka. Negosiator agresif tidak mau mempertimbangkan sudut pandang lawan. Ketika dihadapkan pada sebuah konflik atau konfrontasi, negosiator agresif akan menanggapinya dengan

serangan

balik

secara

terang-terangan.

Perilaku

agresif

mengakibatkan reaksi emosional yang berlebihan. Ia memilih melakukan serangan verbal atau fisik, meninggalkan jejak perasaan sakit hati atau terhina. Orang yang berlaku agresif sering kali tidak yakin dengan diri mereka sendiri dan menggunakan agresi sebagai mekanisme pertahanan diri. Agresi bukanlah perilaku yang efektif dalam negosiasi. Perilaku itu memungkinkan bagi negosiator agresif mencapai keinginan dalam jangka pendek. Namun, untuk jangka panjang, perilaku ini bisa membuat lawan memendam rasa kesal dan dendam. Sebagai akibatnya, negosiasi ini, cepat atau lambat akan membawa hasil win-lose. Saya berlaku agresif dalam negosiasi jika:  Mengatakan apa yang saya inginkan, seringkali dengan sikap yang menuntut terus-menerus  Mengambil keputusan untuk lawan negosiasi  Menggertak, membujuk, dan memaksa  Menyalahkan dan menyerang  Melanggar hak lawan  Memperlakukan lawan dengan kurang hormat  Bertanggung jawab untuk tindakan lawan  Mengatakan “Maafkan saya, tetapi...”  Menyatakan pendapat saya sebagai fakta dan tidak mendengarkan sudut pandang lawan  Bersikap mendominasi, licik, dan kasar  Menggebu-gebu, penuh amarah, frustasi, dan menguasai 5.3 Perilaku Pasif  Menyela pembicaraan lawan  Mengharapkan hasil win-lose ketika menghadapi perbedaan pendapat

Seseorang yang menunjukkan perilaku pasif bisa dianggap sebagai

korban yang tidak berdaya. Tipe orang seperti ini target dari taktik agresif yang telah disebutkan sebelumnya. Negosiator pasif kurang percaya diri dan memainkan peran yang hampir tidak terlihat selama negosiasi. Mereka akan menghindar dari keharusan mengambil keputusan karena merasa lebih mudah lepas tangan dan

Program Studi Teknik Industri UWP 104

Psikologi Industri

membiarkan lawan negosiasi melakukannya atas nama mereka. Negosiator pasif memiliki cara pandang negatif. Hal itu membuatnya frustasi karena merasa tidak mempunyai kemauan atau mudah menyerah. Di dalam dirinya, selalu ada penyangkalan diri dan sikap mengasihani diri sendiri. kemungkinan timbulnya konfrontasi juga akan membuat mereka langsung menghindar dan melarikan diri. Perilaku pasif sering dipicu oleh kurangnya rasa percaya diri atau persiapan. Perilaku pasif bukanlah perilaku yang efektif untuk bernegosiasi karena negosiator seperti ini berpeluang sangat kecil untuk meraih yang diinginkan. Mereka seringkali harus menerima hasil lose-win. Untuk jangka panjang, negosiator pasif tidak akan diperhitungkan. Saya bersikap pasif dalam negosiasi jika:  Tidak mengatakan apa yang saya inginkan  Menerima dan mengikuti begitu saja keputusan lawan negosiasi  Membiarkan lawan menggertak, memaksa, dan mempermalukan saya  Menyangkal hak saya dan membiarkannya dilanggar oleh lawan  Tidak bisa menerima tanggung jawab atas apa yang sedang terjadi pada diri saya  Terlalu banyak mengatakan “maaf”  Merasa kesulitan mengungkapkan pendapat, kebutuhan, dan keinginan dengan jelas  Sering membiarkan diri patah semangat  Mengalami kesulitan dalam melakukan kontak mata dengan orang lain  Bersikap ragu-ragu atau gugup  Merasa frustasi, tidak berdaya, sedih, terluka, dan gelisah  Mengharapkan hasil lose-win ketika menghadapi perbedaan pendapat

5.4 Perilaku Manipulatif Perilaku seperti ini kadang kala disebut sebagai agresi tidak langsung karena

didasari

oleh

keinginan

untuk

menang

dengan

cara

apa

pun.Dibandingkan dengan taktik agresif yang mencolok, perilaku tidak langsung lebih samar dan tersembunyi. Negosiator manipulatif selalu menyimpan tujuan terselubung, yaitu menempuh cara sendiri. Kebutuhan untuk memanipulasi berakar dari rasa takut jika tujuan yang dirahasiakan terbongkar. Rasanya akan jauh lebih aman untuk mengontrol dan memanipulasi daripada harus menghadapi konfrontasi langsung. Berlaku manipulatif berarti menipu diri sendiri dan lawan negosiasi.

Program Studi Teknik Industri UWP 105

Psikologi Industri

Berlaku manipulatif juga berarti mendapatkan semua kebutuhan dengan cara licik, yaitu membuat lawan merasa bersalah jika tidak melakukan apa yang pelaku inginkan. Dari penampilan luarnya, karakter agresif tidak langsung mungkin tampak begitu menghormati lawan, tetapi sikap tidak sependapat yang tersembunyi sekali pun biasanya akan ketahuan. Orang yang berlaku manipulatif sering kali mematahkan semangat lawan dan menggunakan katakata sinis untuk mengungkapkan ketidaksetujuan mereka. Usaha untuk memperjelas atau mengklarifikasi mereka tanggapi dengan penyangkalan, sehingga lawan bingung, buntu, dan merasa bersalah. Perilaku manipulatif umumnya tidak efektif digunakan dalam negosiasi karena lawan tidak akan pernah benar-benar mempercayai negosiator seperti itu, sehingga tidak ingin bernegosiasi. Negosiator manipulatif akan mencapai hasil win-lose. Namun, biasanya mereka hanya akan berhasil satu kali dengan cara ini. Orang tidak suka dipermainkan atau dipaksa mencapai kesepakatan. Saya berlaku manipulatif dalam negosiasi jika saya:  Bersikap tidak langsung dan berharap orang lain ‘mengetahui’ apa yang saya inginkan  Meninggalkan petunjuk  Membujuk, merayu, dan pura-pura memuji  Bersikap sarkastik  Memanipulasi lawan dengan mempermainkan perasaan mereka (biasanya perasaan bersalah)  Bersikap pasif dengan niat yang agresif  Merasa frustasi, marah, dan tidak berdaya  Seringkali mendapat hasil win-lose ketika menghadapi perbedaan pendapat

6.

Trend Berbagai ulasan baik riset experimen atau teoritis lebih banyak

mengarahkan ke negosiasi menang-menang (win-win). Tracy dan Peterson (dalam Meiyanto & Soedarjo, 1999) dan Jackman (2005) menemukan bahwa pendekatan atau taktik negosiasi integratif (win-win) menunjukkan hasil yang lebih berguna dibandingkan dengan negosiasi distributif (win-lose). Negosiasi Integratif direkomendasikan karena memiliki potensi untuk memperluas alternatif dan meningkatkan hasil kedua belah pihak. Ditemukan pula bahwa dalam negosiasi integratif ditunjukkan betapa pentingnya hubungan saling percaya dan saling menghormati yang dibangun atas dasar kemurnian,

Program Studi Teknik Industri UWP 106

Psikologi Industri

keterbukaan dan komitmen bersama. Kreitner dan Kinicki (2004) menambahkan bahwa berdasarkan penelitian negosiasi

diketahui

bahwa

ciri-ciri

kepribadian

dapat

mempengaruhi

keberhasilan bernegosiasi. Begitu pula dengan suasana hati baik dan buruk dapat berdampak positif atau negatif masing-masing pada rencana-rencana dan hasil-hasil negosiator. Serta kurang memahami pihak lain membuat negosiasi lintas budaya lebih sulit daripada negosiasi di dalam negeri. REFERENSI Jacman, A. 2005. How to Negotiate Teknik Sukses Bernegosiasi: Jadilah Negosiator Ulung dan Raihlah Win-win Solution. Jakarta: Erlangga Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill Companies, Inc. Meiyanto, E & Soedarjo. 1999. Negosiasi Saat Ini: Semua Menang. Yogyakarta: Buletin Psikologi Universitas Gadjah Mada. Tahun VII, No. 2 Desember. Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks kelompok Gramedia. BAB 11 TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN PROSES INTERPERSONAL 1

1.

Tujuan Instruksional Umum Dengan mempelajari bab ini, Anda diharapkan mengetahui dan

memahami teknologi dan proses komunikasi.

2.

Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan untuk: a.

Memahami pengertian komunikasi

b.

Mengetahui teknologi komunikasi

c.

Mengetahui komunikasi verbal dan nonverbal

d.

Memahami komunikasi pada atasan dan bawahan

e.

Memahami komunikasi dalam industri dan organisasi

Program Studi Teknik Industri UWP 107

Psikologi Industri

3.

Pengertian Komunikasi Komunikasi

menurut

Robbins

(2003)

adalah

perpindahan

dan

pemahaman makna. Hanya lewat perpindahan makna dari satu orang ke orang lain informasi dan gagasan dapat dihantarkan. Namun komunikasi lebih dari sekedar menanamkan makna. Komunikasi harus juga difahami. Adapun komunikasi dalam pengertian model komunikasi perceptual menyatakan bahwa komunikasi adalah proses di mana penerima menciptakan makna sendiri dalam benak mereka.

Sender Encodes Ideas or Thoughts

Receiver Creates message

Transmitted on Medium

Decodes

Creates

Message

meaning

Noise

Creates

Decodes

meaning

message

Transmitted on Medium

Creates message

Encodes Response/ Feeback

Gambar-2, Perceptual Model of Communication Keterangan: -

Pengirim; Pengirim adalah individu, kelompok atau organisasi yang ingin atau berusaha untuk berkomunikasi dengan penerima tertentu.

-

Pengkodean; Komunikasi dimulai saat pengirim mengkodekan suatu

Program Studi Teknik Industri UWP 108

Psikologi Industri

gagasan atau pikiran. Encoding menerjemahkan pemikiran batin ke dalam kode atau bahasa yang dapat dipahami oleh yang lain. -

Pesan; Hasil dari encoding

-

Memilih media; manajer dapat berkomunikasi melalui beragam media. Media yang potensial termasuk media percakapan tatap muka langsung, panggilan telepon, e-mail, pesan suara, konferensi video, menulis memo atau surat, foto atau gambar, rapat, papan pengumuman, hasil cetakan komputer, dan peta atau grafik. Memilih media yang tepat tergantung pada berbagai faktor, termasuk di dalamnya adalah sifat pesan, tujuan yang diharapkan, tipe penerima pesan, kedekatan dengan penerima pesan, waktu horizon saat menyebarkan pesan, dan preferensi personal.

-

Penguraian kode (decoding); Decoding adalah encoding versi penerima ketika membaca kode. Meliputi penerjemahan pesan verbal, oral, atau aspek visual dari pesan yang dapat diartikan.

-

Menciptakan makna; dalam model perseptual, penerima menciptakan makna pesan dalam benaknya.

-

Feed back atau umpan balik; dalam hal ini penerima menjadi pengirim. Umpan balik digunakan sebagai pemerikasaan yang menyeluruh, memberikan masukan bagi pengirim sejauh mana pesan mereka dapat dipahami.

-

Niose atau gangguan; adalah campur tangan dalam pengiriman dan pemahaman pesan. Faktor-faktor yang termasuk dalam noise meliputi; kemampuan bicara yang kurang, hubungan telepon yang lemah, tulisan tangan yang tidak terbaca, statistik yang tidak akurat dalam memo atau laporan, pendengaran dan penglihatan yang kurang, dan jarak fisik antara pengirim dan penerima. Dalam bab ini, media komunikasi dalam perilaku organisasi yang dapat

kita pelajari adalah: teknologi komunikasi, komunikasi verbal dan nonverbal, komunikasi pada atasan dan bawahan, dan komunikasi dalam industri dan organisasi.

Program Studi Teknik Industri UWP 109

Psikologi Industri

4.

Teknologi Komunikasi Teknologi komunikasi perusahaan adalah perangkat teknologi (hardware

maupun software) yang dipergunakan untuk proses komunikasi dan koordinasi di dalam perusahaan. Penggunaan teknologi komunikasi diperkantoran semakin dibutuhkan mengingat bahwa setiap kantor senantiasa ingin mencapai peningkatan kinerja dan produktivitas. Pekerjaan perkantoran yang semula dikerjakan secara manual, sebagian besar sudah digantikan dengan melibatkan mesin-mesin kantor berbasis komputer. Perkembangan media komunikasi telah mengubah cara pengumpulan, pengolahan dan pendistribusian pesan-pesan komunikasi. Di sisi lain teknologi komunikasi juga dapat memperluas jangkauan komunikasi antar manusia. Perkembangan media komunikasi telah banyak mengubah aspek kehidupan manusia dan hubungan komunikasi antar manusia hampir tidak terbatas. Apabila dilihat dari kemampuan teknis, teknologi komunikasi dapat dikelompokkan ke dalam klasifikasi sebagai berikut:

Kemampuan teknis Teknologi informasi/komunikasi Teknologi fotografi Teknologi presentasi Teknologi pengganda Teknologi pengaman Teknologi penghitung

Contoh Telepon, intercom, wireless microphone, modular conference system, internet, intranet, faximile Kamera Multimedia, OHP, LCD Scanner, printer, fotocopy Closed circuit television (cctv), power supplay Mesin hitung uang

Teknologi komunikasi tersebut, telah banyak membantu manusia dalam menyelesaikan pekerjaan di perusahaan.

5.

Teknologi Komunikasi dan Kekayaan Informasi Penggunaan teknologi komunikasi dapat memberikan efisiensi kerja,

namun belum dapat menyempurnakan kekayaan informasi. Kekayaan informasi adalah kapasitas pembawa informasi dari data. Di Program Studi Teknik Industri UWP 110

Psikologi Industri

mana kekayaan informasi ditentukan oleh empat faktor: (1) umpan balik (berkisar dari yang langsung hingga yang lambat), (2) saluran (berkisar mulai dari gabungan visual dan audio hingga yang visual yang terbatas), (3) tipe komunikasi (personal vs impersonal), dan (4) sumber bahasa (verbal dan nonverbal). Tatap muka langsung adalah bentuk komunikasi yang paling kaya informasi

karena

pemerikasaan

memberikan

menyeluruh.

umpan

Lebih

jauh

balik

yang

lagi,

bentuk

digunakan ini

untuk

membiarkan

pengamatan tipikal atas bahasa isyarat, seperti bahasa tubuh dan keras lemah suara, melalui lebih dari satu saluran. Teknologi komunikasi seperti telepon, meskipun termasuk kaya informasi, tetapi tidaklah seinformatif media tatap muka langsung. Media numerik yang formal seperti cetakan kuantitatif komputer atau gambar video memiliki kekayaan informasi yang rendah. Umpan balik sendiri sangat lambat, salurannya hanya melibatkan informasi visual yang terbatas, sementara informasi numerik bersifat impersonal. Lebih lanjut Robbins (2003) menjelaskan bahwa teknologi komunikasi telah banyak merevolusikan baik kemampuan mencapai orang lain maupun kemampuan untuk mencapai mereka dalam sekejap. Namun akses dan kecepatan ini menuntut biaya. Surat elektronik, misalnya, tidak memberikan komponen komunikasi non verbal yang diberikan oleh pertemuan tatap-muka. Juga e-mail tidak menghantar emosi dan nuansa yang muncul lewat intonasi verbal dalam pembicaraan telepon. Begitu juga dengan konferensi video dan rapat elektronik meskipun memuaskan dalam mendukung tugas tetapi tidak menangani kebutuhan akan afiliasi.

6.

Dampak Penggunaan Teknologi Komunikasi Dampak penggunaan teknologi komunikasi dapat dibedakan ke dalam

dua tahapan: Pertama, berupa dampak hasil teknis. Dengan pengertian bahwa dengan digunakannya teknologi komunikasi di perusahaan, maka akan diperoleh keuntungan-keuntungan teknis yang direncanakan, berupa peningkatan produktivitas dan efisiensi.

Program Studi Teknik Industri UWP 111

Psikologi Industri

Kedua, konsekuensi sosial yang tidak diduga. Dengan digunakannya teknologi komunikasi dimungkinkan hubungan antar sesama rekan kerja di perusahaan menjadi berkurang. Dan dimungkinkan akan mengakibatkan terbentuknya sikap ketergantungan terhadap teknologi. Dampak lainnya bagi orang-orang yang memiliki kebutuhan tinggi akan kontak sosial, terlalu tingginya mengandalkan teknologi komunikasi mengakibatkan rendahnya kepuasan kerja. 7.

Komunikasi Verbal dan Non Verbal Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol

atau kata-kata, baik yang dinyatakan secara oral atau lisan maupun tulisan. Komunikasi lisan adalah komunikasi yang dilakukan antara seorang pembicara berinteraksi secara lisan dengan pendengar untuk mempengaruhi tingkah laku penerima. Sedangkan komunikasi tulisan dapat terjadi apabila keputusan yang disampaikan oleh pemimpin disandikan dalam simbol-simbol yang dituliskan pada kertas atau pada tempat lain yang dapat di baca, kemudian dikirimkan pada karyawan yang dimaksudkan. Komunikasi secara lisan di dalam organisasi seperti: instruksi, penjelasan, laporan lisan, pembicaraan untuk mendapatkan persetujuan kebijaksanaan, memajukan penjualan dan menghargai orang dalam organisasi. Sedangkan di dalam komunikasi tertulis menurut Lewis (dalam Muhammad. A, 2005) perlu memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi tulisan seperti: kebenaran cara menulis, keringkasan isi, kelengkapan, kejelasan dan kesopansantunan. Komunikasi verbal telah lama diakui dan sangat penting, namun komunikasi non verbal juga memiliki peranan di dalam komunikasi. Komunikasi non verbal menurut Kreitner dan Kinicki (2004) adalah segala pesan, dikirim atau diterima dan tidak bergantung pada tulisan atau kata-kata yang

diucapkan.

Komunikasi

nonverbal

memiliki fungsi:

pengulangan,

pelengkap, pengganti, memberi penekanan, dan memperdayakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa memang kita berkomunikasi dengan kata-kata, tetapi arti dari pesan itu bukan terletak pada kata tersebut, 93% dari arti pesan diterima dari komunikasi nonverbal yang melatarbelakangi komunikasi verbal dan hanya 7% dari pesan verbal. Secara terinci adalah 7%

Program Studi Teknik Industri UWP 112

Psikologi Industri

dari pesan verbal, 38% dari nada suara, 55% dari ekspresi wajah, gerakan tubuh dan kepala atau sikap. Dari hasil penelitian ini jelas bahwa komunikasi nonverbal sangat membantu dalam menginterpretasikan arti pesan verbal (Muhammad, A, 2005; Wainwright, G.R, 2006).

Penampilan Personal: Penampilan personal adalah salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama budaya dan konsep diri.

Nada Suara (Intonasi): Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirim, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya. Hal ini dapat diamati ketika berinteraksi.

Gerakan Badan dan Gerakan Tangan: Gerakan badan seperti bersandar ke depan atau ke belakang, dan gerakan tangan seperti menunjuk, memberi tambahan informasi nonverbal yang dapat meningkatkan atau malah mengurangi proses komunikasi. Menurut Kreitner dan Kinicki (2004), penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa penggunaan tangan yang tepat dapat meningkatkan pemahaman pendengar untuk mengerti pesan. Posisi tubuh terbuka seperti bersandar ke belakang, mengkomunikasikan

kedekatan,

sebuah

istilah

yang

digunakan

untuk

menggambarkan keterbukaan, kehangatan, kedekatan, dan ketersediaan untuk berkomunikasi. Defensivitas (defensiveness) dikomunikasikan dengan sikap tubuh seperti melipat lengan, menyilangkan tangan dan menyilangkan kaki. Judith Haal, peneliti komunikasi, melakukan

suatu meta-analisis atas

perbedaan jenis kelamin dalam gerakan badan dan gerakan tangan. Pada Wanita menganggukkan kepala dan menggerakkan tangan lebih sering dari pria. Mengarahkan tubuh ke depan, menggerakkan tubuh, dan menggerakkan kaki lebih sering pria daripada wanita.

Program Studi Teknik Industri UWP 113

Psikologi Industri

Sentuhan: Sentuhan adalah kekuatan lain dalam isyarat nonverbal. Kasih sayang, dukungan emosional dan perhatian disampaikan melalui sentuhan.

Ekspresi Wajah: Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting di dalam menentukan pendapat interpersonal. Senyum, misalnya biasanya mewakili kehangatan, kegembiraan, atau persahabatan. Sebaliknya muka yang masam menyampaikan ketidakpuasan atau kemarahan.

Kontak Mata: Kontak

mata

adalah

isyarat

nonverbal

yang

kuat

dan

dapat

menyampaikan empat fungsi komunikasi, yaitu: (1) mengatur alur komunikasi dengan memberi tanda-tanda atas awal dan akhir percakapan. Ada kecendrungan untuk menghindari menatap seseorang ketika mulai berbicara dan menatap mereka ketika selesai. (2) tatapan (bukan melotot) memberikan dan memonitor respons karena menggambarkan ketertarikan dan perhatian. (3) menyampaikan emosi. Orang-orang cenderung untuk menghindari kontak mata pada saat sedang membicarakan berita yang buruk atau memberikan respon negatif. (4) tatapan berkaitan dengan tipe hubungan di antara komunikator. Para ahli komunikasi (dalam Kreitner & Kinicki, 2004) menawarkan langkah-langkah untuk memperbaiki kemampuan komunikasi nonverbal: Tindakan nonverbal positif yang dapat membantu komunikasi meliputi: -

Menjaga kontak mata

-

Kadang-kadang menganggukkan kepala tanda setuju

-

Tersenyum dan menunjukkan semangat

-

Mengarahkan tubuh ke arah pembicaraan

-

Berbicara secukupnya, tenang, intonasi yang menenangkan Tindakan yang perlu untuk dihindari: -

Memalingkan muka atau memalingkan tubuh dari pembicara

Program Studi Teknik Industri UWP 114

Psikologi Industri

-

Menutup mata

-

Menggunakan intonasi suara yang tidak enak di dengar

-

Berbicara terlalu cepat atau terlalu lambat

-

Menguap berlebihan

Sedangkan Luthans (1992) memberikan petunjuk di dalam meningkatkan keakuratan interpretasi perilaku nonverbal, sebagai berikut: -

Lihat apa yang terjadi di dalam situasi. Ketika perilaku nonverbal berupa refleks respon emosional, apakah kejadian yang tidak selayaknya dapat digunakan untuk dapat memahami lebih baik perilaku nonverbal

-

Mempertimbangkan kesesuaian antara perilaku nonverbal dan statemen verbal. Terdapat tidak kesebandingan antara signal untuk menguji lebih dekat apa yang terjadi (yang tidak selayaknya). Kadang-kadang signal menjadi lebih akurat daripada verbal

-

Mengamati perilaku nonverbal. Contoh, perbedaan antara senyum yang sebenarnya dan tidak atau manipulasi dapat dideteksi.

REFERENSI A.W., Suranto. 2005. Komunikasi Perkantoran; Prinsip Komunikasi Untuk Meningkatkan Kinerja Perkantoran. Yogyakarta: Media Kencana Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill Companies, Inc. Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International Book Co-Singapore.

Program Studi Teknik Industri UWP 115

Psikologi Industri

Muhammad, A. 2005. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Radjawali, I. 2002. Pengembangan Perangkat Lunak: Solusi di Era Globalisasi. The Prospect htm. Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks kelompok Gramedia. Wainwright, G.R. 2006. Membaca Bahasa Tubuh. Yogyakarta: BACA

Program Studi Teknik Industri UWP 116

Psikologi Industri

BAB 12 TEKNOLOGI DAN PROSES INTERPERSONAL (Lanjutan)

1.

Komunikasi pada Atasan dan Bawahan Komunikasi dapat mengalir dari atasan kepada bawahan dan dari

bawahan kepada atasan

Komunikasi ke Bawah Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah. Biasanya kita beranggapan bahwa informasi bergerak dari manajemen

kepada para pegawai; namun dalam organisasi kebanyakan

hubungan ada pada kelompok manajemen (Davis, dalam Pace & Faules, 2005). Ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan (Katz dan Kahn dalam Pace & Faules, 2005; Luthans, 1992): (1) informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan, (2) informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan, (3) informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi, (4) informasi mengenai kinerja pegawai, dan (5) informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission). Para pegawai di seluruh tingkat di dalam organisasi merasa perlu diberi informasi. Komunikasi yang paling efektif digunakan berdasarkan hasil penelitian adalah dengan menggunakan metode lisan diikuti tulisan. Level (dalam Pace & Faules, 2005: M Arni, 2005) mensurvei para supervisor dan meminta mereka untuk menilai keefektifan kombinasi-kombinasi yang berbeda dari metode-metode untuk berbagai jenis situasi komunikasi yang berlainan. Ada empat metode sebagai berikut: (1) tulisan saja, (2) lisan saja, (3) tulisan diikuti lisan, dan (4) lisan diikuti tulisan. Berikut deskripsi hasil penelitian:

Program Studi Teknik Industri UWP 117

Psikologi Industri

Tabel 1. Metode paling efektif v.s. paling tidak efektif untuk berkomunikasi dengan para pegawai dalam sepuluh situasi yang berbeda N o 1 2 3 4 5 6 7

Situasi Penyampaian informasi yang memerlukan tindakan segera pegawai Informasi yang memerlukan tindakan pegawai pada waktu mendatang Penyampaian informasi yang bersifat umum Penyampaian arahan atau perintah perusahaan Penyampaian informasi mengenai perubahan kebijakan perusahaan yang penting Penyampaian kemajuan kerja kepada penyelia langsung anda Promosi kampanye keamanan

Pemberian pujian kepada pegawai atas prestasi kerjanya Pemberian teguran atas kelalaian 9 kerjanya Penyelesaian perselisihan di anatara 10 para pegawai mengenai masalah kerja 8

Paling Efektif Lisan diikuti tulisan

Paling tidak Efektif Tulisan saja

Tulisan saja

Lisan saja

Tulisan saja

Lisan saja

Lisan diikuti tulisan

Lisan saja

Lisan diikuti tulisan

Lisan saja

Lisan diikuti tulisan Lisan diikuti tulisan Lisan diikuti tulisan Lisan saja Lisan saja

Lisan saja Lisan saja Tulisan saja Tulisan saja Tulisan saja

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa metode lisan diikuti tulisan dinilai paling efektif dalam enam dari sepuluh situasi dan tidak pernah dinilai tidak sesuai untuk situasi apapun. Situasi yang memerlukan tindakan segera tetapi kemudian diikuti oleh tindak lanjutnya, yang bersifat umum dan memerlukan pendokumentasian, dan yang meliputi hubungan-hubungan antarpersonal yang positif, tampaknya paling baik ditangani oleh metode lisan diikuti tulisan. Metode lisan saja dinilai paling efektif dalam situasi yang mencakup teguran dan mendamaikan perselisihan, tapi paling tidak efektif dalam enam situasi lainnya, meskipun empat dari enam situasi juga dinilai paling efektif untuk kombinasi metode lisan diikuti tulisan. Hal ini menunjukkan bahwa metode lisan diinginkan tetapi tidak hanya lisan saja. Metode tulisan saja dinilai paling efektif bila diperlukan informasi untuk

Program Studi Teknik Industri UWP 118

Psikologi Industri

tindakan yang akan datang, bila informasinya umum, dan bila tidak diperlukan kontak pribadi. Metode tulisan diikuti lisan tidak dinilai paling efektif atau paling tidak efektif bagi setiap situasi. Hasil penelitian Level yang menyatakan metode yang paling efektif adalah metode lisan diikuti tulisan di dukung oleh hasil penelitian Dahle (dalam Arni M, 2005). Mereka juga mengatakan bahwa pemakaian papan pengumuman dan metode tulisan saja kurang efektif digunakan. Sedangkan untuk pemilihan media dapat didasarkan pada pertimbangan sifat-sifat media, hasil-hasil yang diinginkan, faktor biaya dan waktu, dan konteks budaya di tempat terjadinya pertukaran informasi. Trevino, Daft, dan Lengel (dalam Pace dan Faules, 2005) serta Kreitner dan Kinicki (2004) menjelaskan bahwa kekayaan setiap medium berdasarkan pada empat faktor: (1) umpan balik (berkisar dari yang langsung hingga yang lambat), (2) saluran (berkisar mulai dari gabungan visual dan audio hingga yang visual yang terbatas), (3) tipe komunikasi (personal vs impersonal), dan (4) sumber bahasa (verbal dan nonverbal). Menurut kriteria ini, tatap muka dipandang sebagai medium yang paling kaya, sedangkan laporan-laporan tergolong ke dalam kategori “miskin”.

Komunikasi ke Atas Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (supervisor). Esensi komunikasi ke atas adalah suatu permohonan atau komentar yang diarahkan kepada individu yang otoritasnya lebih besar, lebih tinggi, atau lebih luas. Komunikasi digunakan untuk memberi umpan balik kepada atasan, menginformasikan mereka mengenai kemajuan tujuan, dan meneruskan masalah-masalah yang ada. Komunikasi ke atas menyebabkan para manajer menyadari perasaan para karyawan terhadap pekerjaannya, rekan sekerjanya, dan organisasi secara umum. Manajer juga mengandalkan komunikasi ke atas untuk mendapatkan gagasan mengenai bagaimana segala sesuatu dapat diperbaiki Komunikasi ke atas tidak mudah dilakukan. Komunikasi ke atas dapat

Program Studi Teknik Industri UWP 119

Psikologi Industri

menjadi terlalu rumit dan menyita waktu dan mungkin hanya segelintir manajer organisasi yang mengetahui bagaimana cara memperoleh informasi dari bawahan. Menurut Sharma ada empat alasan mengapa komunikasi ke atas terlihat amat sulit: -

Kecendrungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran mereka

-

Perasaan bahwa supervisor dan manajer tidak tertarik kepada masalah pegawai

-

Kurangnya penghargaan bagi komunikasi ke atas yang dilakukan pegawai

-

Perasaan bahwa supervisor dan manajer tidak dapat dihubungi dan tidak tanggap pada apa yang disampaikan pegawai.

2.

Komunikasi dalam Industri dan Organisasi Menurut Jewell dan Siegal (1998) komunikasi organisasi adalah suatu

alat

di

mana

aktivitas

anggota-anggota

sistem

sosial

organisasi

dikoordinasikan. Komunikasi dapat membentuk jalinan pengertian antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, sehingga apa yang dikomunikasikan dapat dimengerti, dipikirkan dan akhirnya dilaksanakan. Apabila organisasi tidak dapat melaksanakan komunikasi yang baik, maka semua rencana-rencana, instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, sasaran-sasaran, motivasi-motivasi dan sebagainya, hanya tinggal di atas kertas, atau menjadi simpang siur dan kacau balau sehingga tujuan industri dan organisasi kemungkinan tidak akan tercapai. Komuniksi yang tidak lancar dapat menimbulkan dampak buruk, berupa: timbulnya sentimen-sentimen, perasangka-prasangka dan ketegangan di kalangan para anggota organisasi dan konflik-konflik di antara bermacammacam tingkatan dalam organisasi. Sedangkan keuntungan-keuntungan dari komunikasi yang baik dalam organisasi adalah: kelancaran tugas-tugas lebih terjamin, biaya-biaya dapat ditekan, dapat meningkatkan partisipasi dan pengawasan dapat dilaksanakan dengan baik

Program Studi Teknik Industri UWP 120

Psikologi Industri

2.1 Dimensi-dimensi Komunikasi dalam Kehidupan Organisasi Menurut Anoraga dan Suyati (1995) dimensi komunikasi meliputi:

Komunikasi Internal Komunikasi internal adalah komunikasi antar manajer dengan komunikan yang berada dalam organisasi, yakni para pegawai dan berlangsung secara timbal balik. Komunikasi internal terbagi atas tiga arus komunikasi, yaitu: a.

Komunikasi vertikal

Adalah komunikasi dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas, yaitu komunikasi dari pimpinan ke bawahan dan dari bawahan ke atasan. Dalam proses komunikasi vertikal, pemimpin memberikan instruksi, petunjuk, Sebaliknya

pengarahan, bawahan

informasi, memberikan

penjelasan laporan,

kepada

gagasan,

bawahan. saran

dan

sebagainya kepada pimpinan. Komunikasi vertikal dapat dilaksanakan secara langsung antara manajer sebagai pimpinan tertinggi dengan seluruh karyawan, dapat juga melalui kepala biro, kepada bagian atau seksi b.

Komunikasi horisontal; adalah komunikasi secara mendatar, misalnya: antara anggota staf dengan anggota staf, karyawan dengan karyawan, dan sebagainya. Komunikasi horisontal seringkali berlangsung tidak formal.

Menurut Luthans (1992) berdasarkan hasil penelitian terhadap komunikasi interaktif, maka diketahui beberapa tujuan yang sangat penting sebagai berikut: a.

Task

coordination.

Kepala

departemen

dapat

melakukan

pertemuan bulanan untuk mendiskusikan bagaimana masingmasing departemen memberikan kontribusi untuk tujuan masingmasing sistem b.

Problem solving. Anggota dari salah satu departemen dapat berkumpul menangani

untuk

mendiskusikan

ancaman

masalah

bagaimana keuangan;

mereka mereka

akan dapat

menggunakan pemikiran karyawan

Program Studi Teknik Industri UWP 121

Psikologi Industri

c.

Information sharing. Anggota departemen dapat bertemu dengan anggota-anggota departemen lain untuk memberikan kepada mereka data baru

d.

Conflict resolution. Anggota dari salah satu departemen dapat bertemu

untuk

mendiskusikan

konflik

yang

ada

di

dalam

departemen atau antar departemen. e.

Komunikasi

diagonal

atau

komunikasi

silang

(cross

communication); adalah komunikasi antara pimpinan seksi dengan pegawai seksi lainnya.

3.

Komunikasi Eksternal Komunikasi eksternal adalah komunikasi yang terjadi antara manajer atau

pejabat lain yang mewakili di luar organisasi. Komunikasi eksternal terdiri dari dua jalur yakni komunikasi dari organisasi ke khalayak dan dari khalayak ke organisasi. Komunikasi dari organisasi ke khalayak atau publik pada umumnya bersifat informatif, setidaknya adanya hubungan batin. Hal ini sangat penting dalam rangka memecahkan masalah yang tidak terduga sebelumnya, misalnya saja adanya berita surat kabar yang tidak sesuai dengan kenyataan. Komunikasi ini dapat dilakukan melalui mass media seperti surat kabar, majalah,

radio,

telepon,

televisi,

poster

dan

sebagainya.

Sedangkan

komunikasi dari khlayak ke organisasi adalah proses umpan balik yang dikehendaki oleh manajer maupun umpan balik secara spontanitas dari komunikan.

3.1 Jaringan Formal dan Informal Jaringan komunikasi menetapkan saluran-saluran tempat informasi mengalir. Saluran ini mempunyai satu dari dua macam—baik formal maupun informal. Jaringan formal biasanya vertikal, mengikuti rantai wewenang, dan terbatas pada komunikasi yang berhubungan dengan tugas. Sebaliknya, jaringan informal---seperti selentingan---bebas untuk bergerak kesegala arah, melewati tingkat-tingkat wewenang, dan kemungkinan besar memenuhi

Program Studi Teknik Industri UWP 122

Psikologi Industri

kebutuhan sosial anggota kelompok karena mempermudah penyelesaian tugas.

4. Jaringan Kelompok Kecil Formal Jaringan kelompok kecil melukiskan tiga jaringan kelompok-kecil yang biasa: rantai, roda, dan semua saluran. Rantai secara ketat mengikuti rantai komando yang formal. Roda mengandalkan pada pimpinan untuk bertindak sebagai saluran pusat untuk semua komunikasi kelompok. Jaringan semua saluran mengizinkan semua anggota kelompok untuk dengan aktif saling berkomunikasi. Rantai

Roda

Semua saluran

Gambar-1, Tiga Jaringan Kelompok Kecil

Efektivitas tiap jaringan bergantung pada variabel yang kita perhatikan. Misalnya, struktur roda memudahan munculnya seorang pemimpin, jaringan semua saluran jika kita memperhatikan kepuasan anggota yang tinggi, dan jaringan rantai jika akurasi dianggap paling penting. Tabel-1, Jaringan Kelompok Kecil dan Kriteria Keefektifan Kriteria Kecepatan Ketepatan Pentingnya seorang pemimpin Kepuasan anggota

5.

Rantai moderat tinggi moderat moderat

Jaringan Roda Semua saluran cepat cepat tinggi moderat tinggi tidak ada rendah tinggi

Jaringan Informal Selentingan atau kabar burung (grapevine) adalah jaringan komunikasi

informal pada organisasi. Dalam istilah komunikasi, selentingan digambarkan sebagai “metode penyampaian laporan rahasia dari orang ke orang yang tidak dapat diperoleh melalui saluran biasa”. Komunikasi informal cenderung berisi laporan rahasia mengenai orang dan kejadian-kejadian yang tidak mengalir Program Studi Teknik Industri UWP 123

Psikologi Industri

melalui saluran perusahaan yang formal. Informasi yang diperoleh melalui selentingan lebih memperhatikan “apa yang dikatakan atau didengar oleh seseorang” daripada apa yang dikeluarkan oleh pemegang kekuasaan. Paling tidak sumbernya terlihat “rahasia” meskipun informasi itu sendiri bukan rahasia. Selentingan memiliki tiga karakteristik utama. Pertama, selentingan tidak dikendalikan oleh manajemen. Kedua, selentingan dipersepsikan oleh kebanyakan karyawan sebagai paling dapat dipercaya dan andal daripada komunikasi formal yang diterbitkan oleh manajemen puncak. Ketiga, sebagian besar selentingan digunakan untuk melayani kepentingan sendiri dari orangorang di dalamnya Adapun tujuan dari selentingan adalah: (1) menstruktur dan mengurangi kecemasan; (2) memberi makna pada informasi yang terbatas dan terpecahpecah; (3) bertindak sebagai sarana untuk mengorganisasikan anggota klompok, dan mungkin orang luar, membentuk koalisi; dan (4) untuk mengisyaratkan status seorang pengirim. Davis (dalam Jewell & Siegal, 1998) mengklasifikasifikan selentingan sebagai berikut: a.

Cluster: A berkomunikasi ke penerima tertentu (B dan E), yang juga melakukan hal yang sama (B ke C dan D, E ke F dan G)

b.

Probability: baik A maupun penerima A yang pertama (B atau F) meneruskan pesan ke yang lain secara acak

c.

Gossip: A mencari dan meneruskan pesan ke sejumlah penerima yang dipilih B, C dan seterusnya

d.

Single Strand: pesan diteruskan dari A ke B ke C dan seterusnya sampai penerima terakhir

B

F

G

A

C

E

D

Klaster

G

F K

L A

C B

J D B

Program E Studi Teknik Industri UWP 124

Psikologi Industri

Probabilitas

Gosip

Untaian Tunggal A

B

C

D

E

F

G

H

Gambar-2, Komunikasi Informal dalam Organisasi: Grapevine Perjalanan informasi sepanjang selentingan merupakan pendukung resmi saluran formal dalam komunikasi. Walaupun selentingan dapat menjadi sumber gosip yang tidak akurat, ia memiliki fungsi penting sebagai tanda peringatan awal untuk suatu perubahan organisasi, sebuah media untuk menghasilkan budaya organisasi, sebuah mekanisme untuk membantu perkembangan kekompakan kelompok, dan sebuah jalan informal untuk merangkul ide-ide sehat orang lain Menurut Kreitner dan Kinicki (2004) berdasarkan hasil penelitian terhadap selentingan diketahui: (1) lebih cepat daripada saluran informasi formal; (2) tingkat ketepatannya sekitar 75%; (3) orang-orang mengandalkan omongan selentingan ketika mereka berada dalam keadaan tidak aman, terancam, atau menghadapi

perubahan

organisasi;

dan

(4)

karyawan

menggunakan

selentingan untuk mendapatkan sebagian informasi mengenai pekerjaan.

REFERENSI Anoraga, S & Suyati, S.1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International Book Co-Singapore. Jewell & Siegall. 1998. Contemporary Industrial/Organizational Psychology.

Program Studi Teknik Industri UWP 125

Psikologi Industri

Dialih Bahasakan oleh Danuyasa. Psikologi Industri/Organisasi Modern; Psikologi Terapan untuk Mememecahkan Berbagai masalah di tempat Kerja, Perusahaan, Industri, dan Organisasi. Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill Companies, Inc. Muhammad, A. 2005. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Pace,

R.W.

&

Faules,

D.F.

2005.

Komunikasi

Organisasi;

Strategi

Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: Rosda Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Gramedia.

Program Studi Teknik Industri UWP 126

Psikologi Industri

BAB 13 PSIKOLOGI KONSUMEN

1.

Tujuan Instruksional Umum Setelah membaca bab ini Anda diharapkan dapat memahami psikologi

konsumen.

2.

Tujuan Instruksional Khusus Setelah membaca bab ini Anda diharapkan dapat:

3.

a.

Mengetahui pengertian psikologi konsumen

b.

Mengetahui tinjauan psikologis terhadap tingkah laku membeli

Pengertian Psikologi Konsumen Psikologi konsumen menurut Munandar (2001) bersibuk diri, secara luas,

dengan manusia sebagai konsumen dari barang dan jasa. Dengan sasaran utama menjelaskan perilaku konsumen, misalnya menguraikan macam pilihan apa yang dibuat orang, di bawah macam keadaan apa, dan dengan alasanalasan apa.

Karena sasaran

utamanya

adalah

menjelaskan

perilaku

konsumen, maka psikologi konsumen dikenal juga dengan istilah perilaku konsumen. Menurut Sutisna (2002) terdapat dua alasan mengapa psikologi atau perilaku konsumen dipelajari. Pertama, konsumen sebagai titik sentral perhatian pemasaran. Mempelajari apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh konsumen pada saat ini merupakan hal yang sangat penting. Memahami konsumen akan menuntun pemasar pada kebijakan pemasaran yang tepat dan efisien. Dengan memfokuskan bidikan, maka biaya yang dikeluarkan untuk promosi akan lebih murah dan tepat sasaran. Kedua, perkembangan perdagangan pada saat ini menunjukkan bahwa lebih banyak produk yang ditawarkan daripada permintaan. Kelebihan penawaran ini menyebabkan banyak produk yang tidak terjual atau tidak dikonsumsi oleh konsumen. kelebihan penawaran tersebut dapat disebabkan oleh faktor kualitas barang yang tidak layak, tidak memenuhi keinginan dan

Program Studi Teknik Industri UWP 127

Psikologi Industri

kebutuhan konsumen, atau mungkin juga karena konsumen tidak mengetahui keberadaan produk tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat difahami bahwa mempelajari psikologi konsumen berarti bertujuan untuk mengetahui dan memahami berbagai aspek dari perilaku konsumen agar dapat digunakan dalam menyusun strategi pemasaran yang berhasil. Assael (dalam Sutisna, 2002) menjelaskan bagaimana model perilaku konsumen dapat dipelajari. Umpan balik bagi konsumen (Evaluasi pasca pembelian) Konsumen individu

Pengaruh-pengaruh lingkungan

Tanggapan konsumen

Pembuatan keputusan konsumen

Penerapan dari perilaku konsumen pada strategi pemasaran Umpan balik bagi pemasaran

Gambar-1, Model Perilaku Konsumen

Gambar di atas menunjukkan adanya interaksi antara pemasar dengan konsumennya. Komponen pusat dari model ini adalah pembuatan keputusan konsumen yang terdiri atas proses merasakan dan mengevaluasi informasi merek

produk,

mempertimbangkan

bagaimana

alternatif

merek

dapat

memenuhi kebutuhan konsumen, dan pada akhirnya memutuskan merek apa yang akan dibeli. Terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi pilihan konsumen. Faktor pertama adalah konsumen individual. Artinya, pilihan untuk membeli suatu produk dengan merek tertentu dipengaruhi oleh hal-hal yang ada pada diri konsumen. Kebutuhan, persepsi terhadap karakteristik merek, sikap, kondisi demografis,

gaya

hidup

dan

karakteristik

kepribadian

individu

akan

mempengaruhi pilihan individu terhadap berbagai alternatif merek yang

Program Studi Teknik Industri UWP 128

Psikologi Industri

tersedia. Faktor yang kedua yaitu lingkungan yang mempengaruhi konsumen. Pilihan-pilihan konsumen terhadap merek dipengaruhi oleh lingkungan yang mengitarinya. Ketika seorang konsumen melakukan pembelian suatu merek produk, mungkin didasari oleh banyak pertimbangan. Mungkin saja seseorang membeli suatu merek produk karena meniru teman satu kelasnya, atau juga mungkin karena dilakukan oleh seseorang akan turut mempengaruhi pada pilihan-pilihan merek produk yang dibeli. Faktor ketiga, yaitu stimuli pemasaran atau juga disebut strategi pemasaran. Dalam hal ini, pemasar berusaha mempengaruhi konsumen dengan menggunakan stimuli-stimuli pemasaran seperti iklan dan sejenisnya agar konsumen bersedia memilih merek produk yang ditawarkan. Strategi pemasaran yang lazim dikembangkan oleh pemasar yaitu berhubungan dengan produk apa yang akan ditawarkan, penentuan harga jual produknya, strategi promosinya dan bagaimana melakukan distribusi produk kepada konsumen. Selanjutnya pemasar harus mengevaluasi strategi pemasaran yang dilakukan dengan melihat respon konsumen untuk memperbaiki strategi pemasaran di masa depan. Sementara itu konsumen individual akan mengevaluasi pembelian yang telah dilakukannya. Jika pembelian yang dilakukannya mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya, atau dengan perkataan lain mampu memuaskan apa yang dibutuhkan dan diinginkannya, maka di masa datang akan terjadi pembelian berulang. Bahkan lebih dari itu pelanggan yang merasa puas akan menyampaikan kepuasannya itu kepada orang lain.

4.

Tinjauan Psikologis Terhadap Tingkah Laku Membeli Peranan dari psikologis sesuai dengan aktivitas-aktivitas marketing

adalah

“menilai

keinginan-keinginan

serta

kebutuhan-kebutuhan

para

konsumen berdasarkan situasi pasar”. Apabila seorang produsen memiliki gagasan untuk memproduksi “sesuatu barang konsumen yang relatif baru” maka sebelum gagasan itu

Program Studi Teknik Industri UWP 129

Psikologi Industri

menjadi suatu kenyataan biasanya seorang produsen berfikir dan bertanya: a. Kira-kira barang atau produk apa yang saat ini dirasakan sangat dibutuhkan b. Dalam bentuk apakah barang tersebut disajikan agar konsumen dapat mempergunakannya dengan cara yang lebih efisien dibandingkan dengan barang-barang sejenis lainnya c. Bagaimanakah kualitas barang tersebut agar membuat konsumen merasa lebih puas dibandingkan dengan barang-brang sejenis yang telah ada d. Target kelas sosial manakah yang diharapkan kelak menjadi konsumen daripada barang tersebut e. Strategi iklan apakah yang akan dibuat f. Strategi harga bagaimanakah yang akan dibuat Serta beberapa faktor lainnya yang berkaitan erat dengan barang yang akan dipasarkan. Untuk mendapatkan informasi-informasi tersebut ada dua sumber utama, yaitu:

Dapat diketahui dari data-data hasil penjualan barang-barang sejenis melalui toko-toko Data dapat diketahui melalui penelitian yang dikenal dengan “shop test”. Penelitian dilakukan disejumlah toko-toko atau warung-warung yang dianggap mewakili populasinya secara representatif dikunjungi. Kemudian mereka ditanya kira-kira barang apakah yang paling banyak dibutuhkan serta digemari oleh para konsumen. Dengan pengolahan data secara statistik didapatkan sejumlah barang-barang yang sangat dibutuhkan serta digemari oleh para konsumen. Berdasarkan hasil penelitian setidak-tidaknya sudah dapat memberikan gambaran yang jelas bagi produsen, atau setidak-tidaknya sudah dapat memberikan suatu pengarahan pada produsen.

Dapat diketahui melalui pendapat-pendapat dan sikap para konsumen sendiri Macam-macam dari projective techniques, diantaranya adalah:

Program Studi Teknik Industri UWP 130

Psikologi Industri

a.

Sentence

completation

test;

bentuknya

adalah

kalimat/pernyataan-

pernyataan tentang sesuatu produk yang belum selesai, sehingga orang yang dites diminta untuk melengkapi b.

Sentence assosiation test; diberikan kalimat-kalimat mengenai sifat barang yang diproduksi kepada para konsumen

c.

Depth interview technique; wawancara secara mendalam mengenai sesuatu barang produksi

d.

Group discussion technique; dibentuk grup diskusi untuk membicarakan sesuatu barang produksi, kelompok diskusi ini diusahakan yang homogen.

e.

Habit and attitude study; penelitian tentang kebiasaan dan sikap membeli sesuatu produk dari kalangan masyarakat Penelitian mengenai pendapat dari para konsumen dengan cara

projective technique pernah dilakukan oleh Mason Haire (dalam As’ad, 2004) dengan cara bertanya pada ibu-ibu rumah tangga mengenai pendapatnya tentang instant coffee dari Nescafee. Mason meneliti 50 orang dengan hasil sebagai berikut:

The woman who buys Nescafee is seen By women as who had instant coffee in the house (N = 32)

5. Economical 6. Not economical 7. Cannot cook or does not

take to 8. Good housewife, plans well, cares about family 9. Plans balanced meals 10. Poor housewife, does not plan well, does not care about family 11. Lazy

No. 22 0 5 9 9 5 6

% 70 0 16 29 29 16 19

By women who did not have instant coffee in the house (N = 18) No. % 5 28 2 11 10 55 0 0 2 11 7 7

39 39

Tabel di atas dapat ditarik kesimpulan tentang pendapat dari masyarakat

Program Studi Teknik Industri UWP 131

Psikologi Industri

terhadap suatu hasil produksi. Bagi ibu-ibu yang membeli sesuatu hasil produksi selalu disertai sikap dan motivasi tertentu yang polanya berbeda dengan yang tidak membeli. Hal ini menunjukkan bahwa sumbangan psikolog banyak dan sangat dibutuhkan. Dengan teknik ini diharapkan para konsumen dapat

memproyeksikan

keinginan-keinginannya,

sikap-sikapnya,

kepercayaannya terhadap suatu barang tertentu sehingga secara kualitatif didapatkan suatu gambaran yang jelas bagaimana sesungguhnya barangbarang yang dibutuhkan tersebut. Disamping teknik-teknik yang bersifat kualitatif, pengumpulan data dapat juga dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik yang besifat kuantitatif. Pada saat ini teknik-teknik yang telah dipakai secara efektif pada perusahaan-perusahaan konsumsi di Indonesia antara lain: (1) depth interview (interview yang mendalam), (2) group discussion technique (teknik diskusi kelompok), dan (3) habit and attitude study (penelitian mengenai sikap dan kebiasaan) Berdasarkan sumber data tersebut maka diharapkan hasil-hasil informasi dari dua sumber utama di atas (a dan b) harus mempunyai korelasi yang tinggi. Apabila tidak terdapat suatu angka korelasi tertentu di duga salah satu penyelidikan tersebut mempunyai derajat validitas dan reliabilitas yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Apabila hal tersebut sampai terjadi berarti produsen telah mengeluarkan biaya serta waktu tanpa membuahkan hasil yang berguna.

Mewujudkan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan para konsumen ke dalam bentuk barang –barang dan menyajikannya dengan cara-cara yang khas. Apabila hasil informasi dari dua sumber tadi telah dinyatakan valid dan reliabel maka seseorang produsen setidak-tidaknya telah mempunyai ide-ide tertentu mengenai barang yang akan dihasilkan. Maka langkah selanjutnya produsen dengan pemikirannya yang kreatif berusaha menciptakan suatu barang yang konkrit sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumenkonsumen tersebut. Dengan menyusun para ahli teknik dan produksi dibuatlah

Program Studi Teknik Industri UWP 132

Psikologi Industri

suatu rencana kerja guna mewujudkan produk tersebut. Apabila barang tersebut sudah terwujudkan maka tidak berarti bahwa barang tersebut pasti dapat dipasarkan, sebab: - Barang tersebut baru dibuat berdasarkan aspirasi, image (gambaran), opini (pendapat), sikap dan kepercayaan dari konsumen tanpa konsumen memberikan bentuk-bentuk yang konkrit, - Bentuk barang yang telah diciptakan oleh produsen baru berdasarkan keterangan atau data-data yang kualitatif Apabila barang langsung dipasarkan kemungkinan menimbulkan reaksi yang sebaliknya, sebab apa yang dianggap baik oleh produsen belum tentu dianggap baik oleh konsumen. Disinilah letak kesulitan di dalam mengolah data yang bersifat subjektif. Untuk menghindari hal-hal tersebut maka setelah barang tersebut terwujudkan, maka perlu pembuktian lebih lanjut di dalam suatu penelitian yang dinamakan dengan product testing (tes produk). Di dalam tes produk ini barang-barang telah tercipta dan diuji kembali apakah telah memenuhi selera, kebutuhan serta harapan-harapan para konsumen. Di dalam tes produk inilah kesempatan bagi produsen untuk memperbaiki hal-hal yang menyangkut kualitas barang secara keseluruhan termasuk penawaran harga yang akan diajukan. Untuk itu perbaikan dapat diarahkan kepada barangnya sendiri maupun terhadap kemasan dari barang-barang tersebut sebagai sarana penyajiannya kelak. Setelah barang-barang tersebut berhasil melalui berbagai macam testing dan telah dapat dinyatakan siap untuk dapat dipasarkan maka selanjutnya produsen harus memikirkan berbagai hal agar kelak barang-barang tersebut dapat memenuhi sasarannya. Untuk itu produsen harus memikirkan hal sebagai berikut: a. The market (pasar) b. The consumers aimed at (sasaran mana atau level pembeli mana yang akan diajukan) c. Brand information (informasi mengenai merek) d. The competition (kompetisi dengan produsen lain yang sejenis)

Program Studi Teknik Industri UWP 133

Psikologi Industri

e. Marketing objektive (kondisi pasar) Semua pemikiran-pemikiran tersebut dapat dicurahkan dalam apa yang dinamakan “Marketing Strategy”

REFERENSI As’ad, M. 2004. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. Edisi Ke-empat Munandar ., A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press. Sutisna. 2002. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Program Studi Teknik Industri UWP 134