Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN MANUFAKTUR PADA BURSA EFEK INDONESIA Wenny Setyo Wahyuni
[email protected]
Sri Utiyati Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT One form of financial management decisions is capital structure decisions. The purpose of capital structure decisions is to achieve the best mix between long-term debt and equity that will optimize the balance between risk and return that will maximize the stock price. Important factors that should be considered by companies in determining the optimal capital structure is the Company Characteristics. This main aims of this study is to test whether the capital structure which consists of profitability, size, tangibility, volatility, growth opportunity have effects on the capital structure. The results of this study show that: (1) Profitability and volatility have no significant negative impact; (2) Size and tangibility has no significant positive effect; and (3) and Growth Opportunity variables have a dominant influence on capital structure. Object of research is in the IDX Manufacturing Company by taking a sample of 89 manufacturing firms over the period 2007-2011. While the analysis techniques used in this study is multiple regression. The survey results revealed that the Profitability and Volatility has a negative effect that is not significant. Size and tangibility while having no significant positive effect on capital structure. Growth and Opportunity variables have a dominant influence on the Capital Structure. Keywords: Profitability, Size, Tangibility, Volatility, Growth Opportunity. ABSTRAK Salah satu bentuk keputusan manajemen keuangan adalah keputusan struktur modal. Tujuan keputusan struktur modal adalah untuk mencapai bauran yang terbaik antara hutang jangka panjang dan ekuitas yang akan mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga akan memaksimumkan harga saham. Faktor penting yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan dalam menentukan struktur modal yang optimal adalah Karakteristik Perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah Karakteristik Perusahaan yang terdiri dari Profitability, Size, Tangibiliy, Volatility, dan Growth Opportunity mempunyai pengaruh terhadap struktur modal. Hasil penelitian diketahui bahwa: (1) Profitability dan Volatility mempunyai pengaruh negatif yang tidak signifikan; (2) Size dan Tangibility mempunyai pengaruh positif yang tidak signifikan; dan (3) variabel Growth Opportunity mempunyai pengaruh dominan terhadap Struktur Modal. Obyek penelitian adalah Perusahan Manufaktur di BEI dengan mengambil sampel sebanyak 89 perusahaan manufaktur selama periode 2007-2011. Sedangkan teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Profitability dan Volatility mempunyai pengaruh negatif yang tidak signifikan. Sedangkan Size dan Tangibility mempunyai pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap Struktur Modal. Dan variabel Growth Opportunity mempunyai pengaruh dominan terhadap Struktur Modal. Kata kunci :
Profitability, Size, Tangibility, Volatility, Growth Opportunity.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
2
PENDAHULUAN Tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan (Weston dan Copeland, 2002). Tujuan ini dicapai dengan cara memaksimumkan harga saham biasa perusahaan, dan sekaligus merupakan landasan bagi pengambilan keputusan perusahaan. Bagi perusahaan yang go public nilai perusahaannya tercermin pada harga saham di pasar modal, sehingga adanya peningkatan harga saham di pasar modal menunjukkan peningkatan nilai perusahaan. Dalam mencapai tujuan maksimalisasi nilai perusahaan, manajer keuangan menghadapi tiga macam keputusan manajemen keuangan, yaitu keputusan penganggaran modal (capital budgeting), keputusan struktur modal (capital structure), dan keputusan manajemen modal kerja (working capital management) (Ross, Westerfield, dan Jordan, 2008). Keputusan struktur modal sebuah perusahaan merupakan keputusan mengenai bauran antara hutang jangka panjang dan ekuitas yang digunakan untuk membiayai operasi perusahaan (Ross, Westerfield, dan Jordan, 2008). Berkaitan dengan keputusan struktur modal, manajer keuangan menghadapi dua masalah penting. Pertama, masalah penentuan bauran yang terbaik antara hutang jangka panjang dan ekuitas. Keberhasilan manajer keuangan dalam menentukan bauran yang terbaik tersebut akan menghasilkan komposisi struktur modal yang optimal, yaitu struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga akan memaksimumkan harga saham. Kedua, masalah penentuan sumber dana yang termurah bagi perusahaan. Pemilihan sumber dana bagi perusahaan tidak hanya mempertimbangkan besarnya biaya yang secara nyata akan dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana, tetapi juga mempertimbangkan besarnya biaya berupa pengorbanan-pengorbanan lain oleh perusahaan, seperti: perubahan komposisi hak suara pemegang saham lama, atau kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman tanpa memperdulikan kondisi operasi dan arus kas perusahaan. Baik sumber dana berupa saham biasa maupun hutang jangka panjang, samasama mempunyai kelebihan dan kekurangan yang layak dipertimbangkan oleh perusahaan dengan memperhatikan kondisi internal perusahaan dan kondisi perekonomian secara aggregate. Hal ini terkait dengan risiko dan expected return yang akan dihadapi oleh calon investor dimasa yang akan datang. Dalam melihat struktur modal, informasi keuangan merupakan informasi yang ditunggu–tunggu oleh investor karena informasi tersebut dijadikan dasar untuk membuat keputusan membeli, menjual, atau menahan investasi. Para investor akan melakukan berbagai analisis terkait dengan keputusan untuk menanamkan modalnya pada perusahaan melalui informasi yang salah satunya berasal dari laporan keuangan perusahaan. Beberapa teori mengenai struktur modal telah dikemukakan oleh para ahli manajemen keuangan. Para ahli telah mengidentifikasi berbagai faktor penting yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan dalam menentukan struktur modal yang optimal. Menurut penelitian Haris dan Raviv (1991), dengan menggunakan istilah leverage untuk menyatakan tinggi rendahnya tingkat penggunaan hutang dalam struktur modal, para ahli sepakat bahwa peningkatan dan penurunan leverage dipengaruhi oleh: 1. Aktiva Tetap (Fixed Assets) 2. Non-debt tax shields 3. Tingkat Pertumbuhan (Growth Opportunity) 4. Ukuran Perusahaan (Firm Size) 5. Volatility 6. Biaya Promosi (Advertising Expenditure) 7. Biaya Penelitian dan Pengembangan (Research and Development Expenditure)
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
3
8. Kemungkinan Kebangkrutan (Bankruptcy Probability) 9. Profitabilitas (Profitability) 10. Keunikan Produk (Uniqueness of The Product) Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik dan menganggap bahwa penelitian mengenai pengaruh profitabilitas (profitability), ukuran perusahaan (size), tangibility, volatility, dan kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) terhadap struktur modal perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia penting untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah karakteristik perusahaan berupa profitability, size, tangibility, volatility, dan growth opportunity berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap struktur modal pada Perusahan Manufaktur di BEI, serta Apakah variabel growth opportunity berpengaruh secara dominan terhadap struktur modal pada Perusahan Manufaktur di BEI. Mengingat luasnya lingkup permasalahan terkait dengan karakteristik perusahaan terhadap struktur modal, maka ruang lingkup penelitian hanya dibatasi pada variabel dari karakteristik perusahaan yaitu Profitability, Size, Tangibility, Volatility, Growth Opportunity, yang terdapat dalam Laporan Keuangan (neraca dan laporan laba/rugi) dari tahun 2007-2011 pada perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia. Dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan hasil penelitian ini mempunyai daya komparabilitas yang lebih baik. TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS Pengertian Struktur Modal Pengertian struktur modal menurut Ross, Westerfield, dan Jordan (2008) adalah: “Capital structure is the specific mixture of long term debt and equity the firm uses to finance its operations”. Struktur modal adalah perpaduan tertentu antara hutang jangka panjang dan ekuitas yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai operasinya. Sedangkan Weston dan Brigham (2005) memperjelas pengertian struktur modal sebagai berikut: “Struktur modal merupakan pembiayaan permanen perusahaan sebagai hasil perpaduan antara hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa, tanpa mengikutsertakan hutang jangka pendek”. Berdasarkan beberapa pengertian struktur modal di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan yang sama mengenai struktur modal, yaitu struktur modal merupakan pembiayaan jangka panjang atau permanen perusahaan yang terdiri dari hutang jangka panjang dan modal sendiri. Dengan demikian, struktur modal dapat dinyatakan sebagai suatu perbandingan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri, sehingga dapat dinyatakan melalui sebuah persamaan sebagai berikut:
Struktur Modal =
Hutang Jangka Panjang Modal Sendiri
Persamaan di atas juga disebut dengan long-term debt to equity ratio atau leverage keuangan perusahaan. Sumber Dana Jangka Panjang Pembahasan masalah pembiayaan jangka panjang akan melibatkan tiga sumber pembiayaan, yaitu: pembiayaan internal (internal financing), pembiayaan hutang (debt financing), dan pembiayaan ekuitas eksternal (external equity financing) (Ross, Westerfield, dan Jaffe, 2005). Pada umumnya perusahaan memilih untuk menggunakan sumber pembiayaan internal terlebih dulu sebelum memutuskan untuk menggunakan sumber pembiayaan eksternal. Sumber pembiayaan internal terdiri dari penyusutan (depreciation)
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
4
dan laba ditahan (retained earnings) (Brealey, Myers dan Marcus, 2007). Sumber pembiayaan internal merupakan sumber dana dengan proporsi terbesar yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai aktiva tetap jangka panjang dan modal kerja bersihnya. Hutang Jangka Panjang Hutang jangka panjang sering disebut hutang pendanaan (funded debt). Apabila suatu perusahaan mendanai hutang jangka pendeknya, berarti perusahaan tersebut menggantikan hutang jangka pendeknya dengan sekuiritas yang jatuh temponya lebih panjang. Terdapat berbagai jenis hutang jangka panjang yang umum digunakan oleh perusahaan, yaitu: 1. Pinjaman Berjangka (Term Loans) Pinjaman Berjangka adalah suatu perjanjian dengan mana pihak peminjam setuju untuk mengadakan serangkaian pembayaran bunga dan pembayaran pokok pada tanggal-tanggal tertentu kepada pihak yang meminjamkan. Meskipun jatuh tempo pinjaman berjangka berbeda-beda dari 2 sampai 30 tahun, sebagian besar mempunyai periode dengan rentang waktu 3 sampai 15 tahun. 2. Obligasi (Bonds)
Obligasi adalah perjanjian jangka panjang dimana pihak penerbit obligasi setuju untuk melakukan pembayaran bunga dan pokok pada tanggal tertentu kepada pemegang obligasi. Obligasi pada umumnya diterbitkan dengan jatuh tempo antara 20 sampai 30 tahun, namun pada tahun-tahun terakhir ini semakin banyak digunakan obligasi dengan jatuh tempo yang lebih singkat, seperti 7 sampai 10 tahun. Obligasi merupakan instrumen hutang jangka panjang yang serupa dengan pinjaman berjangka, tetapi penerbitan obligasi melalui penawaran umum, sehingga obligasi suatu perusahaan dapat dimiliki oleh banyak investor perorangan dan lembaga, sementara pijaman berjangka biasanya berasal dari satu pemberi pinjaman. Tingkat bunga obligasi biasanya tetap, tetapi pada tahun-tahun terakhir ini terjadi peningkatan dalam penggunaan berbagai jenis obligasi dengan tingkat bunga mengambang. Adapun macam-macam obligasi adalah: 1. Obligasi Hipotik (Mortgage Bonds) Pada obligasi hipotik, perusahaan menjanjikan aktiva tertentu sebagai jaminan bagi obligasi tersebut. Apabila perusahaan penerbit obligasi hipotik tidak mampu memenuhi kewajibannya, maka pemegang obligasi dapat menyita dan menjual aktiva yang dijaminkan untuk memenuhi klaimnya. 2. Surat Hutang (Debentures) Debenture adalah obligasi tanpa jaminan, dan kerena itu penerbit obligasi jenis ini tidak menjaminkan aktiva tertentu sebagai pengaman untuk obligasi tersebut. Pemegang debenture adalah kreditor umum yang klaimnya dilindungi dengan properti apabila properti tersebut tidak dijaminkan untuk kepentingan lain. Dalam praktiknya, penggunaan debenture bergantung baik pada sifat aktiva maupun kekuatan umum kredit perusahaan. 3. Debentur Subordinasi (Subordanate Debentures) Istilah subordinate berarti di bawah atau inferior terhadap, dan dalam keadaan pailit, hutang subordinasi mempunyai klaim terhadap aktiva hanya setelah hutang senior dilunasi. Debentur subordinasi dapat disubordinasikan baik terhadap hutang usaha (biasanya pinjaman bank) ataupun terhadap jenis hutang lainnya.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
5
4.
Zero Coupon Bonds Zero Coupon Bonds adalah obligasi yang tidak membayarkan bunga tahunan, tetapi dijual dengan diskonto di bawah nilai pari, sehingga pemegang obligasi jenis ini akan mendapatkan kompensasi berupa capital appreciation. 5. Original Issue Discount Bonds Original Issue Discount Bonds adalah obligasi yang membayar bunga, tetapi tidak mencukupi bagi obligasi tersebut untuk dijual sebesar nilai parinya. Modal Sendiri Dalam pembahasan modal sendiri, perlu dipahami perbedaan mendasar antara modal hutang (debt capital) dengan modal ekuitas (equity capital). Istilah capital merujuk pada dana jangka panjang perusahaan, yaitu semua item yang terletak di sisi kanan neraca perusahaan, kecuali kewajiban-kewajiban jangka pendek (current liabilities) (Gitman, 2009). Debt capital mencakup semua pinjaman jangka panjang, termasuk obligasi, yang diadakan oleh perusahaan. Equity capital merupakan dana jangka panjang yang disediakan oleh para pemilik perusahaan, yaitu para pemegang saham. Sebuah perusahaan dapat memperoleh modal ekuitasnya secara internal maupun eksternal. Secara internal, perusahaan dapat menahan laba dan tidak membagikan dividen. Secara eksternal, perusahaan dapat menjual saham biasa atau saham preferen. Modal ekuitas mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dari modal hutang, yaitu: 1. Hak suara dalam manajemen perusahaan Pemilik modal ekuitas memiliki hak suara yang dapat digunakan untuk memilih para direktur perusahaan dan memberikan suara atas masalah-masalah khusus perusahaan. Para pemberi pinjaman dan pemegang saham preferen hanya memiliki hak suara ketika perusahaan melanggar kewajiban-kewajiban kontraktualnya. 2. Klaim terhadap laba dan pendapatan Para pemberi pinjaman memiliki klaim senior terhadap laba dan aktiva perusahaan dibandingkan dengan para pemegang ekuitas. Klaim para pemilik ekuitas atas laba dan aktiva hanya dapat dibayarkan apabila klaim para pemberi pinjaman (pembayaran bunga dan pokok pinjaman) telah terpenuhi. Apabila perusahaan mengalami kegagalan, maka pihak-pihak yang berhak mendapatkan prioritas pendistribusian hasil penjualan aktiva adalah karyawan dan pelanggan, pemerintah, kreditur, dan pemilik ekuitas. 3. Jatuh tempo (maturity) Modal ekuitas merupakan bentuk pembiayaan yang permanen bagi perusahaan, karenanya tidak mempunyai jatuh tempo dan tidak membutuhkan pembayaran kembali sebagaimana dengan hutang. 4. Perlakuan pajak (tax treatment) Pembayaran bunga kepada para pemberi pinjaman (debt holder) diperlakukan sebagai tax-deductible expense oleh perusahaan penerbit hutang, sedangkan pembayaran dividen atas saham biasa tidak diperlakukan sebagai tax-deductible expense.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
6
Saham biasa sebuah perusahaan dapat dimiliki secara pribadi oleh seorang individu, secara tertutup oleh sekelompok kecil investor, dan secara umum oleh individu atau lembaga. Saham biasa dapat dijual dengan atau tanpa nilai pari. Nilai pari saham biasa relatif tidak berguna, dan ditetapkan untuk tujuan hukum dalam anggaran dasar perusahaan. Apabila perusahaan menerbitkan saham biasa tanpa nilai pari, maka perusahaan akan menetapkan nilai tertentu atau mencatatkan saham biasa tersebut pada buku dengan harga jualnya. Para pemegang saham biasa memiliki preemtive rights. Dengan dimilikinya preemtive rights tersebut, para pemegang saham biasa dapat menjaga proporsi kepemilikan sahamnya ketika perusahaan menerbitkan saham baru. Dengan terjaganya proporsi kepemilikan saham, maka kekuatan pengendalian terhadap perusahaan juga akan terjaga dan para pemegang saham biasa akan terhindar dari dilusi kepemilikan (dilution of ownership). Dilusi kepemilikan dapat mengakibatkan dilusi pada laba. Teori Struktur Modal Adapun teori-teori struktur modal tersebut adalah: 1. Teori Struktur Modal Modigliani-Miller (MM theory) MM mendasarkan teori struktur modalnya pada serangkaian asumsi sebagai berikut: 1. Tidak ada pajak perorangan maupun perusahaan. 2. Risiko bisnis dapat diukur dengan σEBIT (simpangan baku EBIT) dan perusahaan yang mempunyai derajat risiko bisnis yang sama, dikatakan berada dalam kelas risiko yang homogen. 3. Semua investor, baik yang ada maupun yang prospektif mempunyai estimasi yang sama mengenai EBIT masing-masing perusahaan di masa yang akan datang, artinya investor mempunyai ekspektasi yang homogen mengenai laba perusahaan di masa yang akan datang dan juga mengenai tingkat risiko laba tersebut. 4. Saham dan obligasi diperdagangkan di pasar modal yang sempurna, artinya tidak ada biaya perantara (brokerage costs) dan para investor (individu dan institusi) dapat meminjam pada tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan. 5. Hutang bersifat bebas risiko, baik bagi perusahaan maupun investor. Dengan demikian tingkat suku bunga atas semua hutang merupakan tingkat suku bunga bebas risiko. 6. Semua arus kas bersifat perpetual, yaitu semua perusahaan mengharapkan atau memperkirakan pertumbuhan nol (zero growth), sehingga mempunyai EBIT yang konstan, dan semua obligasi juga bersifat perpetual. 2. Teori Trade-off Dalam dunia nyata, perusahaan tidak hanya mempertimbangkan adanya peningkatan nilai melalui penghematan pajak atas penggunaan hutang, tetapi juga mempertimbangkan adanya biaya kebangkrutan. Menururt teori trade-off perusahaan akan berusaha untuk mempertukarkan atau menyeimbangkan antara manfaat pembiayaan dengan menggunakan hutang dengan tingkat suku bunga yang tinggi dan biaya kebangkrutan. Menurut Brigham dan Ehrhardt (2005), struktur modal yang optimal merupakan keseimbangan antara penghematan pajak atas penggunaan hutang dengan biaya kesulitan keuangan akibat penggunaan hutang, sebab biaya dan manfaat akan saling meniadakan satu sama lain (trade-off).
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
7
3. Pecking Order Hypothesis
Pecking Order Hypothesis diajukan oleh Stewart Myers pada tahun 1984 dengan berdasarkan empat asumsi mengenai perilaku keuangan perusahaan. Ke empat asumsi tersebut adalah: 1. Kebijakan dividen merupakan suatu kebijakan yang sulit. Manajer berusaha untuk menjaga pembayaran dividen dalam jumlah yang konstan, dan tidak akan menaikkan ataupun menurunkan besar pembayaran dividen karena adanya fluktuasi sementara pada laba perusahaan. 2. Perusahaan lebih menyukai pembiayaan dari dalam berupa laba ditahan dan penyusutan dari pada pembiayaan dari luar berupa hutang atau ekuitas. 3. Apabila perusahaan harus menggunakan pembiayaan dari luar, maka perusahaan akan terlebih dulu memilih surat berharga yang paling aman (safest secuirity). 4. Apabila perusahaan membutuhkan tambahan pembiayaan dari luar, maka perusahaan akan memilih surat berharga berdasarkan urutan pecking order sebagai berikut: hutang yang sangat aman (very safe debt), hutang yang berisiko (risky debt), convertible secuirities, saham preferen, dan saham biasa. Pada tahun 1984, Myers dan Majluf memodifikasi teori Pecking Order dengan menambahkan dua asumsi kunci, yaitu: 1. Asymetric Information, bahwa manajer memiliki informasi yang lebih baik mengenai laba dan kesempatan investasi perusahaan dari pada informasi yang dimiliki oleh investor luar. 2. Manajer bertindak demi kepentingan para pemegang saham yang ada. Jadi, Pecking Order Hypothesis menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pembiayaannya, perusahaan akan terlebih dulu memilih pembiayaan internal. Apabila kebutuhan pembiayaan tidak dapat dicukupi dengan hanya menggunakan sumber internal, maka perusahaan akan memilih menggunakan hutang, baru kemudian penerbitan saham. 4. Signaling Model Pada awal tahun 1970-an, Ross dan beberapa peneliti lain mengembangkan signaling model of corporate capital structure yang didasarkan pada masalah-masalah asymatric information yang terjadi antara manajer dan para pemegang saham di luar perusahaan, dimana para manajer memiliki informasi yang lebih baik mengenai laba dan masa depan perusahaan dari pada para pemegang saham tersebut. Jadi, signaling model of corporate capital structure menyatakan bahwa: 1. Semakin besar laba perusahaan maka akan semakin tinggi rasio leverage perusahaan. 2. Perusahaan yang kaya akan kesempatan pertumbuhan (growth options) dan aktiva tidak berwujud (intangible assets) lainnya seharusnya menggunakan lebih banyak hutang dari pada perusahaan yang kaya akan aktiva berwujud (tangible assets), karena perusahaan yang kaya akan kesempatan pertumbuhan dan aktiva tidak berwujud lainnya menghadapi masalah information asymetry yang lebih besar, sehingga mempunyai kebutuhan yang lebih besar untuk memberikan signal kepada para investor. 3. Rencana penerbitan hutang oleh perusahaan merupakan signal berita baik mengenai masa depan perusahaan, yang akan diikuti oleh kenaikan harga saham. Rencana penerbitan saham oleh perusahaan merupakan signal berita buruk yang mencerminkan penurunan laba perusahaan di masa yang akan datang, yang akan diikuti oleh penurunan harga saham.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
8
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal yang telah disebutkan di depan, terdapat beberapa faktor yang sering diteliti oleh para ahli, yaitu profitability, size, tangibility, volatility, dan growth opportunity (Pandey, 2001 serta Huang dan Song, 2002). Profitabilitas (Profitability) Profitability suatu perusahaan menunjukkan efektifitas manajemen perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan maupun investasi perusahaan. Dengan kata lain, profitability adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Tingkat profitabilitas perusahaan merupakan hasil akhir dari berbagai kebijakan dan keputusan yang dihasilkan oleh manajemen perusahaan. Dalam penelitian ini, profitabilitas diukur dengan menggunakan rasio ROA. Pemilihan rasio ROA sebagai proxi dari profitabilitas berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Huang dan Song (2002). Return On Asset (ROA) sering juga disebut Return On Investment (ROI). Rasio ROA mengukur efektifitas pemakaian total sumber daya oleh perusahaan (Weston dan Copeland, 2002). Weston dan Brigham (2005) menyatakan bahwa rasio ROA mengukur tingkat pengembalian atas total aktiva setelah bunga dan pajak. Oleh karena itu, ROA sebagai proxi bagi profitabilitas dalam penelitian ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:
PROFITABILITY =
Laba Bersih Total Aktiva
Menurut Pandey (2001), sebagian besar peneliti dalam penelitian empirisnya atas hubungan antara profitabilitas dengan hutang, menemukan hasil yang sesuai dengan ramalan teori pecking order, dan di antara para peneliti tersebut adalah: Kester (1996), Titman dan Wessel (1988), Rajan dan Zingales (1995), dan Michaelas et al. (1999). Size Perusahaan besar pada umumnya memiliki berbagai kelebihan yang dapat mempengaruhi tingkat leverage-nya dibandingkan dengan perusahaan kecil. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan (firm size) memiliki hubungan positif dengan tingkat leverage perusahaan. Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung untuk menyediakan lebih banyak informasi bagi para pemberi pinjaman dibandingkan dengan perusahaan kecil (Huang dan Song, 2002). Ferry dan Jones (1979) menyatakan bahwa ukuran perusahaan dapat diukur melalui dua cara, yaitu rata-rata total aktiva dan rata-rata total penjualan untuk tahun yang bersangkutan hingga beberapa tahun. Sedangkan beberapa penulis lain, yaitu Pandey (2001), dan Huang dan Song (2002), menggunakan natural logarithm of sales sebagai proxi dari ukuran perusahaan dalam penelitiannya. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan juga diukur dengan menggunakan natural logarithm of sales, sehingga dapat dinyatakan melalui sebuah persamaan sebagai berikut:
SIZE = natural logarithm of sales Menurut Huang dan Song (2002), para peneliti dalam penelitian empirisnya umumnya menemukan adanya hubungan positif antara ukuran perusahaan dan leverage, di antara para peneliti tersebut adalah: Rajan dan Zingales (1995), Wald (1999), dan Booth et al. (2001).
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
9
Tangibility
Chen dan Jiang (2001) menyatakan bahwa tangibility merupakan perbandingan antara aktiva tetap dengan aktiva total perusahaan. Pada umumnya teori-teori struktur modal menyatakan bahwa hubungan antara tangibility dan leverage adalah positif. Jensen dan Meckling (1976) dalam penelitiannya mengenai agency cost, ownership dan struktur modal menyatakan bahwa biaya keagenan dari hutang (agency cost of debt) antara manajer dan para pemegang saham dengan para kreditur terjadi ketika para manajer bermaksud untuk memanfaatkan kekayaan para kreditur untuk keuntungan (benefits) para manajer dan pemegang saham. Kerugian kreditur karena harus menanggung agency cost of debt akan terkurangi apabila perusahaan peminjam memiliki aktiva berwujud (tangible assets) dalam jumlah yang besar, karena aktiva tersebut dapat digunakan sebagai jaminan (collateral) apabila perusahaan mengalami kegagalan dalam memenuhi kewajibannya. Dengan demikian, semakin tinggi tangibility perusahaan, maka akan semakin tinggi pula tingkat leverage perusahaan. Berdasarkan pengertian mengenai tangibility yang telah disampaikan oleh Chen dan Jiang, (2001), maka tangibility dalam penelitian ini diukur melalui sebuah persamaan sebagai berikut:
TANGIBILIT Y =
Aktiva Tetap Total Aktiva
Menurut teori trade-off, aktiva berwujud berfungsi sebagai jaminan (collateral) yang memberikan jaminan keamanan bagi pemberi pinjaman apabila perusahaan peminjam mengalami kesulitan keuangan (Pandey, 2001). Dengan demikian, perusahaan yang memiliki tingkat tangibility yang tinggi diperkirakan akan memiliki tingkat leverage yang tinggi pula. Volatility Volatility atau business risk merupakan proxi bagi kemungkinan terjadinya kesulitan keuangan (financial distress). Volatility pada umumnya diperkirakan mempunyai hubungan yang negatif dengan leverage (Huang dan Song, 2002). Megginson (1997) menyatakan bahwa keputusan mengenai besar hutang yang akan digunakan oleh perusahaan dipengaruhi oleh persepsi terhadap besar biaya kebangkrutan (cost of bankruptcy) dan biaya kesulitan keuangan yang akan timbul. Proxi yang sering digunakan oleh para peneliti untuk variabel volatility dalam penelitian adalah simpangan baku dari earnings before interest and tax (Booth et al., 2001; Pandey, 2001; dan Huang dan Song, 2002). Dengan mengikuti cara pengukuran para peneliti tersebut, maka dalam penelitian ini, volatility diukur melalui persamaan sebagai berikut:
VOLATILITY = simpangan baku dari earnings before interest and tax
Menurut teori trade-off, apabila tingkat volatility suatu perusahaan semakin meningkat maka kemungkinan perusahaan untuk mengalami kesulitan keuangan (financial distress) akan meningkat pula. Hal tersebut menandakan adanya hubungan negatif antara volatility dengan leverage. Growth Opportunity
Growth Opportunity suatu perusahaan pada dasarnya bergantung pada kesempatan investasi yang dapat dilaksanakan oleh perusahaan itu sendiri, dan pelaksanaan investasi tersebut diharapkan akan meningkatkan nilai perusahaan. Jadi, growth opportunity dapat didefinisikan sebagai peluang investasi perusahaan yang dapat meningkatkan nilai perusahaan
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
10
di masa yang akan datang. Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar. Karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para profesional. Para profesional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris. Kinerja keuangan akan menentukan tinggi rendahnya harga saham dipasar modal. Berarti nilai perusahaan juga ditentukan oleh kinerja keuangan perusahaan Apabila kinerja keuangan perusahaan baik, maka sahamnya akan diminati investor dan harganya meningkat. Dengan meningkatnya harga saham maka nilai perusahaaan dimata investor juga meningkat. Perusahaan dengan kesempatan tumbuh yang tinggi biasanya mempunyai PER yang tinggi pula, dan hal ini menunjukkan bahwa pasar mengharapkan pertumbuhan laba di masa mendatang. Sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah cenderung mempunyai PER yang rendah pula. Semakin rendah harga PER suatu saham maka semakin baik atau murah harganya untuk diinvestasikan, sehingga berpengaruh pula terhadap struktur modal perusahaan tersebut. Pandey (2001) menyatakan bahwa neraca saldo tidak mencerminkan adanya peluang investasi di masa yang akan datang, tetapi harga saham yang dapat mencerminkan adanya peluang investasi tersebut, sehingga rasio market-to-book merupakan rasio yang tepat bagi growth opportunity. Adanya peningkatan kemungkinan keberhasilan dari kesempatan investasi atau proyek yang memiliki NPV positif akan meningkatkan rasio market-to-book, karena proyek-proyek dengan kualitas tinggi lebih disukai oleh para investor. Dengan mengacu pada pernyataan Pandey (2001) tersebut, maka dalam penelitian ini growth opportunity diukur dengan menggunakan rasio market-to-book. Dalam penelitian ini, rasio market-to-book diukur dengan rumus:
GROWTH OPPORTUNIT Y =
Harga Pasar Per Lembar Saham Nilai Buku Per Lembar Saham
Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh signifikan antara profitability, size, tangibility, volatility dan growth opportunity secara simultan terhadap struktur modal Perusahaan Manufaktur di BEI. 2. Pengaruh signifikan antara profitability, size, tangibility, volatility dan growth opportunity secara parsial terhadap struktur modal Perusahaan Manufaktur di BEI. 3. Pengaruh dominan growth opportunity terhadap struktur modal pada Perusahaan Manufaktur di BEI. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia selama periode 2007-2011. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai berikut: (1) Seluruh perusahaan yang mulai go public dan terdaftar pada tanggal 1 Januari 2007 sampai 31 Desember 2011 di Bursa Efek Indonesia. (2) Perusahaan yang membayar dividen mulai tahun 2007-2011. (3) Perusahaan yang memiliki laporan keuangan mulai tahun 2007. (4) Perusahaan yang menggunakan hutang jangka panjang selama penelitian, yaitu tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
11
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel Independen a. Profitability adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba, yang dihitung dengan rumus:
PROFITABILITY =
Laba Bersih . Total Aktiva
b. Size adalah ukuran perusahaan, yang dihitung dengan rumus:
SIZE = Natural Logarithm of Sales.
c. Tangibility adalah komposisi aktiva tetap perusahaan relatif terhadap total aktiva perusahaan, yang dihitung dengan rumus:
TANGIBILITY =
Aktiva Tetap . Total Aktiva
d. Volatility adalah ketidakpastian atas proyeksi tingkat pengembalian aktiva atau atas ekuitas (ROE) jika perusahaan tidak menggunakan hutang, yang dihitung dengan rumus:
VOLATILITY = Simpangan Baku Earnings Before Interest and Tax
e. Growth Opportunity adalah peluang investasi perusahaan yang dapat meningkatkan nilai perusahaan di masa yang akan datang, yang dihitung dengan rumus:
GROWTH OPPORTUNITY =
Harga Pasar Per Lembar Saham . Nilai Buku Per Lembar Saham
Variabel Dependen Struktur modal Struktur modal adalah pembelanjaan permanen suatu perusahaan yang itunjukkan dengan perbandingan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri, yang dihitung dengan rumus: Hutang Jangka Panjang Struktur Modal = Modal Sendiri
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Model dan Pembuktian Hipotesis Setelah dilakukan pengukuran terhadap variabel tergantung, yaitu struktur modal, dan variabel bebas, yaitu profitability, size, tangibility, volatility, dan growth opportunity, selanjutnya akan dilakukan analisis hubungan variabel tergantung dengan variabel bebas tersebut dengan menggunakan analisis regresi linier berganda.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
12
Hasil analisis regresi linear berganda dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 1 Ringkasan Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Variable Regression Coefficients Standard Error X1 -0,061 0,185 X2 -0,033 0,052 X3 -0,182 0,013 -0,052 0,074 X4 0,199 0,001 X5 Constant 0,284 Standard Error of Etimate 0,17080 R Squared 0,141 Adjusted R Squared 0,089 F hitung 2,724 Sumber: Data yang diolah
Tanda negatif pada koefisien regresi X1, X2, X3 dan X4 menunjukkan bahwa variabel profitability, size, Tangibility dan volatility mempunyai pengaruh negatif terhadap struktur modal. Sedangkan tanda positif pada koefisien regresi X5 menunjukkan bahwa variabel growth opportunity mempunyai pengaruh positif terhadap struktur modal. Koefisien regresi X1 = -0,061 menyatakan bahwa setiap peningkatan profitability sebesar 1% akan menurunkan struktur modal sebesar 6,1%. Koefisien regresi X2 = -0,033 menyatakan bahwa setiap peningkatan size sebesar Rp 1 akan menurunkan rasio struktur modal sebesar 3,3%. Koefisien regresi X3 = -0,182 menyatakan bahwa setiap peningkatan tangibility sebesar 1% akan menurunkan struktur modal sebesar 18,2%. Koefisien regresi X4 = -0,052 menyatakan bahwa setiap peningkatan volatility sebesar Rp 1 akan menurunkan rasio struktur modal sebesar 5,2%. Koefisien regresi X5 = 0,199 menyatakan bahwa setiap peningkatan growth opportunity sebesar 1% akan menaikkan rasio struktur modal sebesar 19,9%. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas. Nilai tolerance semua variabel bebas lebih besar dari 0,10, demikian pula nilai VIF semuanya kurang dari 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengindikasikan adanya multikolinieritas. b. Uji Autokorelasi. Kisaran nilai Durbin - Watson yang bebas autokorelasi adalah antara du < d < 4 - du (Ghozali, 2005). Berdasarkan tabel model summary diketahui bahwa n = 89 dan du = 1,7756, dan berdasarkan tabel model summary diketahui bahwa nilai Durbin-Watson Test (d) = 2,121. sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi yang dihasilkan bebas autokorelasi. c. Uji Heteroskedastisitas. Uji heterokedastisitas dilaksanakan melalui uji Glejser, yaitu dengan cara meregresikan nilai absolut residual terhadap variabel independen (Gujarati, 2003). Nilai signifikansi masing-masing variabel tersebut tidak signifikan secara statistik karena berada di atas tingkat kepercayaan 5% (0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada persamaan regresi yang ada tidak terjadi heterokedastisitas. d. Uji Normalitas. Uji Normalitas dapat dilakukan dengan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Data residual dikatakan terdistribusi secara normal apabila tingkat signifikansi yang dihasilkan oleh uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) lebih besar dari 0,05. Berdasarkan tabel hasil One-Sample
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
13
Kolmogorov-Smirnov Test didapat nilai signifikansi sebesar 0,131. hal ini berarti data residual terdistribusi normal. Uji Hipotesis Untuk mengetahui tingkat signifikansi masing-masing variabel bebas, maka digunakan uji t (t test), yaitu dengan cara membandingkan t hitung dengan t tabel. Dengan t tabel sebesar 1.9867. Hasil uji t dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini: Tabel 2 Ringkasan Hasil Uji t Variabel t hitung Hasil Kesimpulan X1 -1,175 H0 diterima Tidak signifikan X2 -2,845 H0 diterima Tidak signifikan -1,972 H0 diterima Tidak signifikan X3 -0,710 H0 diterima Tidak signifikan X4 8,084 H0 ditolak Signifikan X5 Sumber: Data yang diolah
Hasil uji t menunjukkan bahwa variabel bebas X1, X2, X3 dan X4 berada di daerah penerimaan H0 sehingga dinyatakan tidak signifikan. Hal tersebut berarti secara individual faktor profitability, size, tangibility dan volatility tidak mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap struktur modal. Sedangkan X5 berada di daerah penolakan H0 sehingga dinyatakan signifikan. Hal ini berarti secara individual faktor growth opportunity mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap struktur modal. Untuk mengetahui signifikansi pengaruh profitability, size, tangibility, volatility, dan growth opportunity secara serempak terhadap struktur modal, maka digunakan Uji F. yaitu dengan cara membandingkan nilai F hitung dengan F tabel. Hasil Uji F dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3 Ringkasan Hasil Uji F F hitung Kesimpulan R2 2,724 Signifikan 0,141 Sumber: Data yang diolah
Tabel 3 menunjukkan bahwa F hitung = 2,724, sedangkan F tabel dengan α = 5% dan df = (5;86) adalah 2,34. Hasil tersebut menunjukkan bahwa F hitung > F tabel atau pengujian jatuh pada daerah penolakan H0 Hal ini berarti variabel profitability, size, tangibility, volatility, dan growth opportunity secara simultan mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap struktur modal. Nilai R2 pada tabel 3 sebesar 0,141. Hal ini berarti bahwa sekitar 14,1% variasi variabel tergantung bisa dijelaskan oleh variasi kelima variabel bebas, sedangkan sisanya sebesar 85,9% dijelaskan oleh faktor-faktor di luar model variabel bebas tersebut.
SIMPULAN DAN KETERBATASAN Simpulan Simpulan hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : (1) Profitability mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap struktur modal; (2) Size mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap struktur modal; (3) Tangibility mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap struktur modal; (4) Volatility mmpunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap struktur modal; (5) Growth Opportunity mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal; (6)
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
14
Berdasarkan hasil Uji t, diketahui bahwa variabel profitability, size, tangibility dan volatility secara individual tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan variabel growth opportunity merupakan satu-satunya variabel yang secara individual mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal; (7) Berdasarkan hasil Uji F, diketahui bahwa secara serentak variabel profitability, size, tangibility, volatility, dan growth opportunity mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal. Keterbatasan Keterbatasan utama yang terdapat dalam penelitian ini adalah bahwa data Karakteristik perusahaan menggunakan data pada tahun yang sama dengan Struktur Modal, sehingga mungkin belum dirasakan efek dari praktek Karakteristik perusahaan pada perusahaan sampel. Untuk penelitian selanjutnya, proksi Karakteristik perusahaan sebaiknya dikembangkan menggunakan prinsip-prinsip Karakteristik perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Brealey, M, dan Marcus. 2007. Dasar- dasar Manajemen Keuangan Perusahaan. Edisi kelima. Erlangga. Jakarta. Brigham, dan Ehrhardt, 2005. Financial management : Theory And Practice, Eleventh Edition, Thomson South-Western Ohio, United States Of America. Brigham, E.F dan J,F. Weston. 2005. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Edisi Kesembilan, Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta. Booth, L, V. Aivazian, Asli Deirguc-Kunt, dan Vojislav Mksimovic. (2001). Capital Structure: Theory and Evidence, Journal of Finance, 39, 857-880. Chen dan Jiang. 2001. Ownership Structure as Corporate Governance Mechanism: Evidences From Chinese Listed Company. Journal Economic Planning. Vol 34. No.2. 53-72. Ferry dan Jones, 1979, Determinants of Financial Strukture a New Methodological Approach. Jurnal of Finance, Vol. XXXIC, No. 3 June 1979. Fama, E. F. dan Jensen, M.C. 1983. Agency Problems and Residual Claims. Journal of Law & Economics, Vol. XXVI. Ghozali, I. 2005. Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Undip. Gitman, L. J. 2009. Principles of Managerial Finance, 12th Edition. Prentice Hall., Boston. Gujarati, D. 2003. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta. Haris, M dan A. Raviv. 1991. The Theory of Capital Structure. Journal of Finance, Vol. 45. Huang, S. dan Song, F. 2002. The Determinants of Capital Structure: Evidence from China, Working paper, The University of Hong Kong. Jensen, M. dan Meckling, W., 1976, .Theory of the Firm: Managerial Behavior Agency Cost, and Ownership Structure., Journal of Finance Economics 3, pp. 305-360. Keown, et al. 2005. Financial Management, 10th ed, New Jersey: Pearson Education Inc. Kester, C. W. 1996. Capital and Ownership Structure: A Comparison of United States and Japanese Manufacturing Corporations. Financial Management, 5-16. Megginson. 1997. Corporate Finance Theory. Addison-Wesley Educational Publisher Inc. Michaelas, N., Chittenden, F. dan Poutziouris, P. (1999). Financial Policy and Capital Structure Choice in U. K. SMEs: Empirical Evidence from Company Panel Data. Small Business Economics, 12, 113-130. Myers, S. dan N. Majluf. 1984. Corporate financing and investment decisions when firms have information investors do not have. Journal of Finance Economics. 13: 187-221.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
15
Myers, C Stewart. 1984. Capital Structure Puzzle. Journal of Finance. Pandey I.M. 2001 Capital structure and firm characteristics: Evidence from an emerging market. Indian Institute of Management Ahmedabad Working Paper. Prastowo, D dan R, Yuliaty. 2002. Analisis Laporan Keuangan Konsep dan Aplikasi. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Rajan, R. G. dan Zingales, Luigi. 1995. What Do We Know about Capital Structure? Some Evidence from International Data, Journal of Finance, 50, 5, 1421-1460. Ross, S. A., Westerfield, R. W., dan Jaffe, J. 2005, Corporate Finance, 7th edition, The McGraw-Hill Companies, Inc., USA. Ross, W, Jordan. 2008, Modern Finance Management, New York : Mc Graw-Hill. Titman, S. dan Wessels, R. 1988. The Determinants of Capital Structure Choice, The Journal of Finance, XLIII, 1, 1-19. Wald, J. K. 1999. How Firm Characteristics Affect Capital Structure: An International Comparison, Journal of Financial Research, 22(2), 161-187. Weston J. Fred dan Copeland, Thomas E. 2002, Manajemen Keuangan, Edisi Kesembilan, Rineka Cipta. Jakarta. Weston, J.F dan Copeland. 2008. Dasar–Dasar Manajemen Keuangan Jilid II. Erlangga. Jakarta. ●●●