PENGARUH UMUR, UKURAN, DAN PROFITABILITAS PERUSAHAAN TERHADAP

Download Income smoothing is one of the ways used by management to reduce fluctuations in earnings obtained in order ... perusahaan, dan profitabili...

1 downloads 783 Views 2MB Size
PENGARUH UMUR, UKURAN, DAN PROFITABILITAS…………………………………….....................….…...…(Sari & Kristanti)

PENGARUH UMUR, UKURAN, DAN PROFITABILITAS PERUSAHAAN TERHADAP PERATAAN LABA Rut Puspita Sari Putriana Kristanti Prodi Akuntansi, Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wihidin Sudiro Husodo 5 - 25, Yogyakarta, 55224 E-mail: [email protected] E-mail: [email protected]

ABSTRACT Income smoothing is one of the ways used by management to reduce fluctuations in earnings obtained in order to profit in accordance with the desired target. This study aimed to test: the effect of firm age, firm size, and firm profitability on income smoothing on companies listed in the Indonesia Stock Exchange. The sample is determined based on purposive sampling, a total of 265 manufacturing companies during the 2010-2014 period. Technical analysis of the data using logistic regression. The results showed that the age of the firm, firm size, and profitability influence the practice of income smoothing. Keywords: Firm Age, Firm Size, Firm Profitability, Income Smoothing

ABSTRAK Perataan laba merupakan salah satu cara yang digunakan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang diperoleh agar laba sesuai dengan target yang diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji: pengaruh umur, ukuran, dan profitabilitas perusahaan terhadap perataan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel ditentukan berdasar purposive sampling, sebanyak 265 perusahaan manufaktur periode 2010-2014. Tehnik analisis data menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur perusahaan, ukuran perusahaan, dan profitabilitas berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Kata Kunci: umur perusahaan, ukuran perusahaan, profitabilitas perusahaan, perataan laba.

PENDAHULUAN Laporan keuangan yang dimiliki perusahaan merupakan sumber informasi yang dibutuhkan oleh berbagai pihak, baik pihak internal maupun pihak eksternal yang memberikan informasi-informasi penting tentang kondisi keuangan perusahaan maupun kinerja perusahaan. Selain itu, laporan keuangan perusahaan dapat berguna dalam pengambilan keputusan bagi para investor apakah mereka akan mengivestasikan dana mereka atau tidak. Tujuan laporan keuangan adalah untuk

memberikan informasi yang berguna bagi para pemegang saham dan investor untuk keputusan bisnis atau pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi mereka dalam perusahaan (Sumtaky dalam Yashinta, 2013). Salah satu informasi yang penting bagi para investor untuk mengambil keputusan investasi adalah informasi laba yang diperoleh perusahaan tersebut. Laba merupakan salah satu informasi yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan dan informasi tentang laba tersebut sangat penting bagi pihak dalam maupun pihak luar. Dalam Belkaoui 77

JRAK, Volume 11, No 1 Februari 2015

(2007b:194-195) menyatakan bahwa laba merupakan obyek perataan yang mungkin dan paling sering digunakan yang didasarkan pada indikasi keuangan, meliputi: (a) indikator berdasarkan laba bersih dan (b) indikator berdasarkan laba per saham. Pentingnya informasi tentang laba sangat disadari oleh manajemen perusahaan sehingga manajemen terdorong melakukan perilaku tidak semestinya (dysfunctional behavior) untuk memaksimalkan keuntungan diri sendiri. Dalam teori keagenan (agency theory) menyatakan bahwa manajemen memiliki informasi yang lebih banyak mengenai perusahaan dibandingkan dengan pemilik perusahaan, sehingga manajemen terdorong untuk melakukan tindakan yang dapat memaksimalkan keuntungan dirinya sendiri dan melakukan hal yang tidak semestinya (dysfunctional behaviour). Dalam penelitiannya (Ayu dan Bagus, 2014) menyebutkan bahwa investor seringkali tidak memperhatikan pada proses laba yang didapat sehingga hal tersebut dapat membuat manajemen terdorong untuk melakukan perrilaku tidak semestinya. Pentingnya informasi laba yang diperoleh dari pihak manajemen dan perhatian yang besar dari para investor terhadap laba yang dihasilkan oleh perusahaan menjadi salah satu alasan yang mendorong manajemen untuk melakukan manajemen laba dengan cara tindakan perataan laba. Perataan laba merupakan tindakan yang masih sering dilakukan oleh berbagai perusahaan. Tindakan perataan laba merupakan sarana yang dilakukan oleh pihak manajemen untuk mengurangi fluktuasi pelaporan penghasilan yang didapat dan memanipulasi variabel-variabel akuntansi (Budiasih, 2009). Perataan laba merupakan salah satu tindakan yang dilakukan dalam memanipulasi laba yang diperoleh oleh perusahaan sebagai usaha manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan sehingga laba yang dilaporkan terlihat lebih stabil karena investor lebih tertarik dengan perusahaan yang memiliki laba yang stabil. Menurut Schroeder dalam Yashinta (2013) perataan laba sebagai perataan atas fluktuasi laba yang dilaporkan yang dianggap normal bagi perusahaan. Belkaoui (2007b: 192) mengungkapkan bahwa perataan laba dapat 78

dipandang sebagai proses normalisasi laba yang sengaja guna meraih tren ataupun tingkat yang diinginkan. Perataan laba yang dilakukan oleh manajemen dapat mengakibatkan pengungkapan laporan keuangan menjadi tidak benar dengan kondisi yang sesungguhnya dan menyesatkan bagi para pencari pemakai laporan keuangan perusahaan. Dengan adanya praktik perataan laba dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan karena perataan laba dapat menyebabkan pengungkapan laporan keuangan menjadi tidak mencerminkan kondisi perusahaan yang sebenarnya yang seharusnya perlu diketahui oleh pemakai laporan keuangan, sehingga pemakai laporan keuangan tidak dapat melakukan pengambilan keputusan yang tepat (Sulistiyawati, 2013). Bestivano (2013) juga menyebutkan bahwa tindakan perataan laba menyebabkan pengungkapan informasi mengenai penghasilan bersih atau laba menjadi menyesatkan yang mengakibatkat kesalahan dalam pengambilan keputusan bagi pihak yang berkepentingan khususnya pihak eksternal. Umur perusahaan merupakan salah satu cara faktor yang mempengaruhi tindakan perataan laba dalam perusahaan. Perusahaan yang telah lama berdiri diasumsikan akan menghasilkan laba yang lebih besar dan lebih dipercaya oleh investor daripada perusahan yang baru beriri. Umur perusahaan diukur mulai tanggal pendiriannya atau tanggal yang terdaftar di BEI dan sudah mempublikasikan laoran keuangan. Selain umur perusahaan, ukuran perusahaan juga salah satu faktor yang mendorong menejemen untuk melakukan tindakan perataan laba. Perhitungan untuk ukuran perusahaan menggunakan total aktiva karena total aktiva dapat mencerminkan besar kecilnya perusahaan. Hal ini didukung dengan penelitian dari Machfoedz dalam Herawaty (2005) yang menyatakan bahwa total aset dianggap lebih stabil dan dapat mencerminkan ukuran perusahaan. Perusahaan yang memiliki total aktiva yang besar cenderung memiliki prospek yang bagus dan dapat menghasilkan laba yang besar dibanding dengan perusahaan yang total aktiva lebih kecil. Rasio profitabilitas merupakan salah satu faktor yang dapat menarik minat investor

PENGARUH UMUR, UKURAN, DAN PROFITABILITAS…………………………………….....................….…...…(Sari & Kristanti)

untuk berinvestasi. Dengan melihat kesempatan tersebut manajemen akan berusaha untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan untuk setiap periodenya. Apabila laba yang dihasilkan oleh perusahaan tidak sesuai dengan target yang diharapkan maka hal ini akan memicu manajemen unruk melalukan tindakan yang dapat menghasilkan laba agar sesuai dengan harapan. Profitabilitas merupakan menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba pada periode tertentu. Dalam penelitian ini profitabilitas diukur menggunakan Return on Asset (ROA), ROA merupakan bagian dari salah satu tehnik analisis yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan (Bestivano, 2013). Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Merry (2007) menemukan bahwa terdapat terdapat pengaruh yang signifikan dari umur perusahaan terhadap tindakan perataan laba. Semakin lama perusahaan yang berdiri maka perusahaan tersebut dapt menghasilkan laba yang lebih tinggi dari perusahaan yang baru berdiri. Selain umur perusahaan yang dapat mempengaruhi tindakan perataan laba, ukuran perusahaan dan rasio profitabilitas juga disinyalir dapat menjadi faktor yang mempengaruhi adanya tindakan perataan laba. Budiasih (2009) melakukan penelitian terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba, Budiasih menemukan ukuran perusahaan, profitabilitas, dan deviden payout ratio berpengaruh positi signifikan terhadap praktik perataan laba. Perusahaan besar memiliki dorongan untuk melakukan tindakan perataan laba dibanding dengan perusahaan yang lebih kecil. Perusahaan yang memiliki ROA tinggi cenderung akan melakukan perataan laba dibanding dengan yang ROA rendah karena manajemen tahu kemampuan untuk mendapatkan laba masa mendatang sehingga memudahkan dalam menunda atau mempercepat laba (Assih dkk, 2000 dalam Budiasih 2009). Dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Merry (2007) menunjukan adanya pengaruh umur perusahaan terhadap perataan laba dan Budiasih (2009) yang menunjukkan adanya pengaruh positif ukuran perusahaan dan rasio profitabilitas, maka penelitian ini ingin menguji ketiga variabel

yakni umur perusahaan, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap tindakan perataan laba. Tujuan Penelitian ini secara khusus. Pertama, memberikan bukti secara empiris pengaruh umur perusahaan terhadap praktik perataan laba. Kedua, Memberikan bukti secara empiris pengaruh ukuran perusahaan terhadap pratik perataan laba. Ketiga, Memberikan bukti secara empiris pengaruh profitabilitas terhadap praktik perataan laba.

KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori Keagenan Menurut Anthony dan Govindarajan yang dikutip oleh Bestivano (2013) hubungan agensi ada ketika salah satu pihak (principal) menyewa pihak lain (agent) untuk melaksanakan, melakukan suatu jasa, mendelegasikan wewenang untuk membuat keputusan kepada agen. Teori ini menjelaskan hubungan/kesepakatan kerja antara pihak yang memberi wewenang (principal) yaitu investor/ pemegang saham dengan pihak yang menerima wewenang (agent) yaitu manajer perusahaan. Dalam hubungan kerja yang terjadi antara pihak pemegang saham dan manajemen diharapkan pihak manajemen dapat memaksimumkan kekayaaan pemegang saham dan manajemen dapat memiliki kepuasan tersendiri (reward). Prinsipal diasumsikan hanya tertarik pada hasil yang diperoleh dari investasi mereka, sedangkan agen diasumsikan dapat menerima kompensasi keuangan tetapi juga mendapat tambahan lain (Anthony dan Govindarajan dalam Bestivano, 2013). dengan adanya asumsi diatas maka pihak manajer akan mengambil kesempatan untuk menguntungkan diri sendiri sebelum memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Sulistyanto (2008:20, 21) dalam Prayudi dan Daud (2013) menyatakan bahwa manajer sebagai pengelola perusahaan merupakan satusatunya pihak yang menguasai seluruh informasi yang diperlukan untuk menyusun laporan keuangan. Pemilik, calon investor dan stakeholders lain yang memakai laporan keuangan memiliki keterbatasan informasi mengenai perusahaan dibandingkan dengan manajer yang memiliki lebih banyak informasi 79

JRAK, Volume 11, No 1 Februari 2015

untuk laporan keuangan. Pemegang saham hanya mengandalkan informasi yang sudah disajikan oleh manajer untuk mengetahui hasil dari kinerja perusahaan dan kondisi perusahaan. Kemudian menimbulkan adanya masalah dalam teori agensi yakni asimetri informasi (information asymetry) tidak semua keadaan diketahui oleh kedua belah pihak, antara pihak agen dan principal (Prayudi dan Daud, 2013). Teori Akuntansi Positif Teori akuntansi positif didasarkan pada adanya dalil bahwa manajer, pemegang saham berusaha untuk memaksimalkan kegunaan mereka, yang secara langsung dengan kompensasi mereka dan kesejahteraan mereka (Belkaoui, 2007b: 188). Tiga hipotesis menurut Watts dan Zimmerman dalam Scoot (2006) untu melalukan prediksi dalam teori akuntansi positif mnegenai motivasi manajemen melakukan pengelolaan laba. Pertama, the Bonus Plan Hypothesis. Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajer perusahaan akan lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan ke masa kini sehingga dapat menaikkan laba masa kini. Bonus yang disajikan pemilik kepada manajer perusahaan tidak hanya memotivasi untuk bekerja lebih baik tetapi juga memotivasi untuk melakukan kecenderungan manajerial. Kedua, Debt Covenant Hypothesis. Manajer yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang diperoleh, cenderung memilih metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba, hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal. Ketiga, Political Cost Hypotesis. Perusahaan yang lebih besar melakukan income smoothing dikarenakan aktivitasnya akan melibatkan hajat hidup orang banyak dan dengan laba yang tinggi pemerintah akan mengambil tindakan misalnya menaikkan pendapatan perusahaan. Laba yang tinggi perusahaan menjadi lebih banyak perhatian. Semakin besar perusahaan maka akan semakin besar pula kemungkinan perusahaan memilih metode akuntansi yang menurunkan laba. 80

Manajemen Laba Manajemen laba merupakan intervensi manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal (Budiasih, 2009). Disini manajemen perusahaan dapat menaikkan atau menurunkan laba sesuai dengan kepentingannya. Sedangkan menurut Arthur Levitt dalam Hall (2002) yang dikutip Juniarti (2005) menyebutkan bahwa manajemen laba didefinisikan sebagai praktek pelaporan earning yang lebih merefleksikan keinginan manajemen daripada peforma keuangan perusahaan. Berikut adalah pola dari manajemen laba (Sulistyanto dalam Prayudi dan Daud, 2013), meliputi: 1) Penaikan Laba (Income Increasing), merupakan upaya perusahaan mengatur agar laba periode berjalan menjadi jauh lebih tinggi daripada laba sesungguhnya. Upaya ini dilakukan cara membuat periode berjalan menjadi lebih tinggi daripada pendapatan sesungguhnya dan atau biaya periode berjalan menjadi lebih rendah daripada biaya sesungguhnya. 2) Penurunan Laba (Income Decreasing), merupakan upaya perusahaan mengatur agar laba periode berjalan lebih rendah daripada sebelumnya. 3) Perataan Laba (Income Smoothing), merupakan upaya perusahaan mengatur agar laba yang dimiliki relative sama dalam beberapa periode. Scoot (2003) mengutarakan bahwa manajer memiliki 4 pola dalam melakukan pengelolaan atas laba: 1) Taking a bath, apabila perusahaan melaporkan adanya kerugian, maka manajemen akan terdorong untuk melaporkan kerugian tersebut dalam jumlah yang besar. 2) Income Minimization, pola hampir mirip dengan taking a bath tetapi tidak terlalu ekstrim dalam pelaporannya. Kebijakan ini dilakukan saat perusahaan memiliki profitabilitas tinggi. kebijakan yang dilakukan oleh manajemen dalam meminimalkan laba adalah pajak penghasilan, pembebanan beban iklan. 3) Income Maximization, dilakukan ketika profitabilitas yang diperoleh perusahaan rendah atau menurun. Dalam praktek ini manajemen akan memaksimalkan laba yang dilaporkan untuk tujuan mendapatkan bonus. 4) Income Smoothing, merupakan pola yang paling menarik dari manajemen laba. Kebijakan ini dilakukan manajer untuk mengurangi fluktuasi

PENGARUH UMUR, UKURAN, DAN PROFITABILITAS…………………………………….....................….…...…(Sari & Kristanti)

yang dilaporkan perusahaan. Manajer memiliki dorongan untuk melakukan perataann laba Perataan Laba Perataan laba merupakan salah satu pola dari manajemen laba. Foster dalam Suwito dan Herawaty (2005) mengungkapkan tujuan dari perataan laba adalah untuk memperbaiki citra perusahaan di mata pihak eksternal dan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko yang rendah. Perataan yang dilakukan mencerminkan dari usaha manajemen untuk menurunkan variasi atau fluktuasi yang abnormal dalam laba. Hal ini didukung dengan pernyataan dari Herni dan Yulius dalam Prayudi dan Daud (2013) perataan laba (income smoothing) adalah cara yang digunakan oleh manager untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan melalui metode akuntansi maupun melalui transaksi. Koch dalam Suwito dan Herawati (2005) menyatakan bahwa perataan laba dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1) Artificial Smoothing, perataan yang mengacu pada proedur akuntansi yang diimplementasikan dimana manajemen melakukan tindakan untuk mengakui biaya atau pendapatan dari satu periode ke periode yang lain (manipulasi melalui metode akuntansi). Pertaan lba terjadi apabila manajemen memanipulasi saat pencatatan akuntansi untuk menghasilkan aliran laba yang rata. 2) Real Smoothing, pertaan laba yang mengacu pada transaksi aktual yang dilakukan oleh entitas dimana manajemen mempunyai kendali terhadap transaksi yang akan mempengaruhi laba di masa depan (manipulasi melalui transaksi). Hepworht dalam Aji dan Mita (2010) mengungkapan motivasi manajemen dalam melakukan perataan laba merupakan tindakan yang rasional dan logis karena adanya alasan yang mendasari tindakan perataan laba, yaitu: 1) Cara yang dilakukan untuk mengurangi laba maupun menaikkan biaya pada tahun berjalan sehingga pajak terhutang perusahaan menjadi kecil. 2) Perataan laba yang dilakukan sebagai bentuk pencitraan perusahaan dimata pemegang saham, karena ketika perusahaan mengalami kenaikan laba penghasilan stabil

dan kebijakan deviden sesuai dengan keinginan investor. 3) Sebagai penghubung antara manajemen perusahaan dengan karyawannya. Dengan perataan laba yang dilakukan untuk menstabilkan fluktuasi laba yang terjadi sehingga terhindar penurunan upah untuk karyawan dan manajemen dapat terhindar dari tuntutan kenaikan upah oleh karyawan ketika terjadi penurunan laba. Berikut adalah teknik yang digunakan dalam melakukan perataan laba: 1) Perataan melalui waktu terjadinya transaksi atau pengakuan transaksi melalui kebijakan manajemen (accrual). 2) Perataan melalui alokasi untuk beberapa periode tertentu. Manajer memiliki wewenang untuk mengalokasikan pendapatan atau beban untuk periode tertentu. 3) Perataan melalui klasifikasi. Manajemen memiliki kewenangan dan kebijakan sendiri untuk mengklasifikasikan pos-pos rugilaba dalamkategori yang berbeda. Umur Perusahaan Farid (1998:316) dalam Merry (2007) definisi dari umur perusahaan adalah umur yang mulai dihitung sejak perusahaan berdiri hingga perusahaan tersebut dapat menjalankan aktivitas operasinya. Ukuran Perusahaan Menurut Mochfoedez dalam Yulia (2013), pada dasarnya ukuran perusahaan terbagi dalam tiga kategori. Pertama, perusahaan Besar (Large Firm), yaitu perusahaan yang memiliki total aset yang besar maka perusahaan tersebut dikategorikan kedalam perusahaan besar. Perusahaanperusahaan yang dikategorikan kedalam perusahaan besar merupakan perusahaan yang telah go publik di pasar modal dan memiliki aset sekurang-kurangnya Rp 200.000.000.000. Kedua, perusahaan Menengah (Medium Size). Untuk perusahaan menengah merupakan perusahaan yang memiliki total aset antara Rp2.000.000.000. sampai Rp 200.000. 000.000. perusahaan menengah biasanya listing di pasar modal pada papan pengembangan ke dua. Ketiga, Perusahaan Kecil (Small Firm) 81

JRAK, Volume 11, No 1 Februari 2015

Dalam kategori perusahaan kecil, total aset yang dimiliki oleh perusahaan kecil kurang dari Rp 2.000.000.000 dan biasanya perusahaan ini belum terdaftar di Bursa Efek.

PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Rasio Profitabilitas

Umur perusahaan terhitung mulai dengan perusahaan tersebut berdiri hingga perusahaan mampu menjalankan operasinya (Farid, dalam Merry, 2007). Perusahaan yang telah lama berdiri memiliki kecenderungan untuk meningkatkan labanya dan memiliki kecenderungan untuk melakukan perataan laba karena dengan adanya pengalaman dalam mengelola bisnisnya. Perusahaan yang telah lama berdiri dapat mengelola bisnisnya dengan baik sehingga perusahaan dapat menghasilkan laba yang lebih tinggi daripada perusahaan yang baru saja berdiri. Penelitian yang telah dilakukan oleh Merry (2007) menemukan bahwa umur perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap perataan laba. Perusahaan yang telah lama berdiri dapat menghasilkan laba yang lebih tinggi dari pada perusahaan yang baru saja berdiri dan perusahaan yang telah lama berdiri lebih dipercaya oleh calon penanam modal (investor). Semakin lama umur perusahaan, semakin banyak pula pengalaman dari manajemen dalam mengelola bisnis perusahaan, perusahaan juga lebih banyak memiliki data-data keuangan sehingga manajemen dapat memprediksi laba karena tren perusahaan mudah dilihat. Hal ini mendorong manajemen untuk melakukan perataan laba. H1: Umur Perusahaan berpengaruh terhadap perataan laba.

Rasio profitabilitas (profitability ratio) merupakan rasio yang mencerminkan hasil dari kebijakan keuangan dan keputusan operasional perusahaan (Bringham dan Huston, 2014). Profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan modal yang dimiliki. Jenis – jenis rasio profitabilitas sebagai berikut : a) Profit margin adalah salah satu rasio yang digunakan untuk margin laba atas penjualan, yaitu dengan membandingkan antara laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih. b) Return on asset (ROA) atau return on invetment (ROI) merupakan rasio yang menunjukan hasil (return) atas jumlah aset yang digunakan dalam perusahaan. ROA juga merupakan suatu ukuran tentang efektivitas menajemen dalam mengelolah asetnya. c) return on Equity (ROE) merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Makin tinggi rasio ini, makin baik. Artinya, posisi pemilik perusahaan makin kuat demikian pula sebaliknya. d) Earning per share (EPS) atau disebut juga rasio nilai buku, merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham. Sebaliknya dengan rasio yang tinggi, maka kesejahteraan pemegang saham meningkat dengan pengertian lain, bahwa tingkat pengembalian yang tinggi. ROA merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari total asetaset yang dimiliki perusahaan. Atkinson et al., (2004) dalam Bestivano (2013) Rasio profitabilitas return on asset (ROA) dapat dijadikan ukuran sebagai ukuran tingkat pengembalian yang dihasilkan dari aset perusahaan atau kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset. Semakin tinggi ROA yang diperoleh semakin efisien manajemen dalam mengelola asset yang dimiliki. 82

Hubungan Umur Perataan laba

Perusahaan

dengan

Hubungan Ukuran Perusahaan dengan Perataan Laba Ukuran perusahaan merupakan cerminan dari besar kecilnya perusahaan, dilihat dari besaran total aktiva, total penjualan, tenaga kerja, dll. Ukuran perusahaan terbagi menjadi 3 kategori yaitu : perusahaan kecil (small firm), perusahaan besar (mediumsize) dan perusahaan besar (large firm). Moses dalam Suwito dan Herawati (2005) mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan besar dengan ukuran besar memiliki dorongan yang lebih besar untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan

PENGARUH UMUR, UKURAN, DAN PROFITABILITAS…………………………………….....................….…...…(Sari & Kristanti)

kecil karena perusahaan yang lebih besar mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah dan masyarakat umum. Perusahaan yang lebih besar akan menghindari adanya fluktuasi laba yang terlalu drastis karena dengan adanya kenaikan laba yang terlalu drastis akan menyebabkan bertambahnya pajak yang harus dibayar. Hal ini didukung dengan penyataan Bestivano (2013) bahwa fluktuasi laba yang besar akan menunjukkan resiko yang besar dalam investasi sehingga akan mempengaruhi kepercayaan dari investor. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Bestivano (2013) menemukan adanya pengaruh yang signifikan ukuran perusahaan terhadap praktik perataan laba. Perusahaan dengan ukuran besar memberikan kesan yang baik kepada pemegang saham dan masyarakat bahwa kinerja perusahaan baik, sehingga manajemen akan lebih berhati-hati dalam membuat laporan keuangan dengan menghindari adanya fluktuasi yang terlalu drastis. Hal ini didukung dengan adanya teori Political Cost Hypotesis yang menyebutkan bahwa perusahaan yang memiliki ukuran yang besar memiliki kencederungan melakukan perataan laba dengan menurunkan laba yang diperoleh sehingga pajak yang harus dibayarkan tidak banyak. H2: Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap perataan laba

Profitabilitas merupakan salah satu komponen laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan laba yang reprensentatif dalam jangka panjang dan menaksir resiko dalam investasi atau meminjamkan dana (Dwiatmini dan Nurkholis, 2001:28 dalam Dewi dan Zulaikha, 2010). Perusahaan yang memiliki ROA yang lebih tinggi cenderung melakukan perataan laba dengan perusahaan yang lebih rendah karena manajemen tahu akan kemamppuan untuk mendapatkan laba pada masa mendatang sehingga memudahkan manajemen untuk menunda atau mempercepat laba (Assih, 2000 dalam Budiasih, 2009). Budiasih (2009) dalam penelitiannya menemukan hasil profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba. Hasil serupa juga ditemukan oleh Prabayanti (2010) dimana profitabilitas berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba. Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung melakukan perataan laba. Peruasahaan akan menurunkan laba saat memperoleh laba yang tinggi untuk menstabilkan laba perusahaan. Tingkat profitabilitas yang stabil akan lebih meyakinkan investor atas modal yang ditanam karena perusahaan dinilai baik dalam menghasilkan laba H3: Rasio Profitabilitas berpengaruh terhadap perataan laba

Hubungan Profitabilitas Dengan Perataan Laba

METODA PENELITIAN Sampel dan Data

Rasio Profitabilitas dalam penelitian ini diproksikan dengan Return On Asset (ROA). Return on Assets (ROA) merupakan rasio keuangan yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan total asset. Menurut Assih dkk, (2000) dalam Peranasari dan Dharmadhiaksa (2014) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki ROA yang tinggi dianggap perusahaan tersebut memiliki laba yang tinggi sehingga investor akan tertarik untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Praktek perataan laba dilakukan oleh manajer agar nilai perusahaan terlihat baik dimata investor, sehingga investor dapat tertarik untuk menanamkan modal mereka.

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2010-2014 dan yang menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit. Dalam penelitian ini sampel penelitian diambil menggunakan purposive sampling. Tujuan dari metode ini adalah untuk mengambil sampel berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Berikut adalah kriteria sampel penelitian yang diambil: 1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2009-2014. 2) Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit dari tahun 2009-2014. 3) Perusahaan memiliki kelengkapan data sesuai dengan 83

JRAK, Volume 11, No 1 Februari 2015

kebutuhan dalam penelitian yang akan dilakukan. 4) Perusahaan manufaktur yang setiap tahunnya mulai dari tahun 2010-2014 tidak mengalami kerugian Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh melalui media elektronik berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur dengan periode tahun 2009-2014 yang didapat dari Bursa Efek Indonesia dan melalui situs BEI yaitu www.idx.co.id. Definisi Variabel dan Pengukurannya Variabel Independen. Pada penelitian ini digunakan 3 (tiga) variabel independen yaitu umur perusahaan, ukuran perusahaan dan rasio profitabilitas Umur Perusahaan. Pada penelitian ini, umur perusahaan dihitung mulai dari perusahaan tersebut didirikan sampai penelitian ini dilakukan (2014).

laba yang dianggap normal oleh perusahaan (Beidleman, 1973 dalam Belkaoui, 2007). Tindakan perataan laba diuji dengan menggunakan Indeks Eckel (1981). Indeks Eckel dalam perhitunganya menggunakan Coefficient Variation (CV) variabel penghasilan dan variabel penjualan bersih. Indeks Perataan Laba Di mana : ΔI = Perubahan Laba dalam suatu periode ΔS = Perubahan Pendapatan dalam suatu periode CV = Koefisien variasi dari variabel yaitu standar defiasi dibagi dengan nilai yang diharapkan. Apabila : CV ∆I > CV ∆S maka perusahaan tidak digolongkan sebagai persahaan yang melakukan tindakan perataan laba.

Ukuran Perusahaan. Ukuran perusahaan adalah besar kecilnya perusahaan yang diukur melalui total aset yang dimiliki perusahaan. Dalam penelitian ini perhitungan ukuran perusahaan menggunakan logaritma natural total aset.

CV ∆I = Koefisien variasi untuk perubahan laba CV ∆S = Koefisien variasi untuk perubahan pendapatan CV ∆I dan CV ∆S dapat dihitung sebagai berikut : CV ∆I atau CV ∆S = atau

Ukuran Perusahaan = Ln Total Aktiva

CV ∆I atau CV ∆S = √

Profitabilitas. Rasio profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan modal yang dimiliki. Rasio profitabilitas dihitung dengan menggunakan Return On Asset (ROA). ROA digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total aset yang dimiliki perusahaan ROA = Variabel Dependen. Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah perataan laba. Perataan laba (Income Smoothing) dapat didefinisikan sebagai pengurangan atau fluktuasi yang disengaja terhadap tingkatan 84



: ΔX

Keterangan ∆x : perubahan penghasilan bersih/laba (I) atau penjualan (S) ∆X : rata-rata perubahan penghasilan bersih/laba (I) atau penjualan (S) n : banyaknya tahun yang diamati. Jika nlai Indeks Eckel ≥1, maka perusahaan tidak melakukan perataan labaa. Jika nilai Indeks Eckel <1, maka perusahaan melakukanpraktik perataan laba. Perusahaan yang melakukan tindakan erataan laba di beri kode 1 dan untuk perusahaan yang tidak melakukan perataan laba di beri kode 0. Metode Analisis Metode regresi logistik (logistic regression) merupakan metode yang

PENGARUH UMUR, UKURAN, DAN PROFITABILITAS…………………………………….....................….…...…(Sari & Kristanti)

digunakan untuk penelitian ini, dengan menggunakan software SPSS (Statistical Package for Social Science) dalam pengolahan data tersebut. Model ini digunakan karena variabel dependen yaitu perataan laba merupakan variabel dummy (perataa laba= 1, dan bukan perata laba = 0). Dalam analisis dengan logistic regression tidak perlu melakukan uji normalitas lagi pada variabel bebasnya (Ghozali, 2011). Berikut adalah model analisis yang digunakan: IS (P/1-P) =  +  1Age + 2LnSize + 3ROA + e Di mana : IS (P/1-P) = Variabel perataan laba (kategori 1 untuk perata laba dan 0 untuk bukan perata laba  = Koefisien Konstanta  = Koefisien Regresi Age = Umur Perusahaan LnSize = Log Total Aset ROA = Profitabilitas e = Error

Langkah-langkah Analisis. Pertama, menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit). Dalam menilai keseluruhan model yang perlu diperhatikan adalah angka -2 Log Likelihood (LL) pada awal (blok number 0) dan angka -2 Log Like-lihood pada blok number 1. Jika terjadi penurunan angka -2 Log Likelihood (blok number 0 – blok number 1) menunjukkan bahwa model regresi baik. Kedua, menguji Koefisien Regresi. Koefisien determinasi dalam regresi logistic menggunakan Cox and Snell’ R Square merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R2 pada multiple regression yang didasarkan pada teknik estimasi likehood dengan nilai maksimum kurang dari 1 (satu) sehingga sulit diinterpretasikan. Negelkerke R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox and Snell’ R Square untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari nol sampai satu. Ketiga, menilai Kelayakan Model Regresi (Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test). Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test menguji kecocokan atau kesesuaian dengan model (tidak ada perbedaan antara model) sehingga bisa dikatakan fit. Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit

Test ≤ 0,05 maka hipotesis alternatif ditolak yang berarti model regresi logistik dinyatakan tidak fit (tidak layak) dengan datanya. Dan sebaliknya, jika nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test ≥ 0,05 maka hipotesis alternatif diterima yang berarti model regresi logistic dinyatakan fit (layak) dengan datanya. Keempat, Uji Beda t-test (Levene’s Test). Uji beda t-test digunakan untuk menentukan apakah dua sample yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda. Dalam uji beda t-test menggunakan independent sample t-test.

HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan untuk menguji umur perusahaan, ukuran perusahaan dan profitabilitas pada praktik perataan laba. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2009-2014. Tabel 1 Klasifikasi Sampel Perata Laba dan Bukan Perata Laba 2010-2014 Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah

Kel. Perata Laba 22 24 19 20 15 100 (37,7%)

Kel. Bukan Perata Laba 31 29 34 33 38 165 (62,3%)

Dari 265 perusahaan yang terpilih menjadi sample, perusahaan dikelompokkan menjadi kelompok perata laba dan bukan perata laba. Berikut adalah klasifikasi sample perusahaan perata laba dan bukan perata laba mulai tahun 2010-2014: tabel 1. Dapat dilihat dalam 5 tahun pengamatan pada perusahaan manufaktur, jumlah perusahaan yang paling banyak melakukan perataan laba d tahun 2011 sebanyak 24 perusahaan. Sebanyak 165 perusahaan tidak melakukan perataan laba pada tahun 2010 sampai dengan 2014 dan 85

JRAK, Volume 11, No 1 Februari 2015

sebanyak 100 perusahaan (37,7%) melakukan perataan laba. Statistik Deskriptif

laba dan 165 sampel perusahaan tidak melakukan perata laba. Dapat dilihat dari statistik deskriptif variabel umur perusahaan kolom minimal dalam kelompok bukan perata laba sebesar 15 yang seharusnya masuk kelompok perata laba namun masuk ke kelompok bukan perata laba, berbeda dengan hipotesis yang sudah dibuat.

Dari tabel 2 statistik deskriptif dapat dilihat bahwa dari 265 sampel perusahaan yang menjadi sampel penelitian, terdapat 100 sampel perusahaan yang melakukan perataan

Tabel 2 Statistik Deskriptif Keterangan Jumlah Min

Total

Bukan Perata Laba

Perata Laba

265

165

100

Maks

Mean

SD

Min

Maks

Mean

SD

Min

Maks

Mean

SD

Age

15

197

42.52

27.86

15

193

36.21

17.94

16

197

52.95

36.88

LnSize

25.08

33.10

28.34

1.665

25.08

32.35

28.07

1.630

25.33

33.09

28.78

1.636

ROA

.0006

.6572

.1025

.0911

.0006

.3936

.0866

.0718

0.0076

0.6572

0.1288

0.1174

Hasil keseluruhan Model (Overall Model Fit) menunjukkan untuk block number 1 memiliki nilai statistik -2 log likelihood = 315,631, nilai ini lebih kecil dari -2likelihood pada blok number 0 yaitu 351,261, yang berarti bahwa menunjukkan bahwa model regresi baik. Negelkerke R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox and Snell’ R Square untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari nol sampai satu. Nilai Negelkerke R Square 0,171 (17,1%) artinya variabel independent yaitu umur perusahaan, ukuran perusahaan dan profitabilitas mampu menjelaskan variasi dari variabel dependent yaitu perataan laba sebesar 17,1%, sedangkan sisanya 82,9% dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model yang diteliti. Kelayakan Model Regresi (Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test). Hosmer and Lemeshow test untuk menilai kelayakan model regresi. Nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test 0,816 ≥ 0,05, dengan demikian hipotesis alternatif diterima yang berarti model regresi logistic dinyatakan fit (layak) dengan datanya. Selanjutnya, uji Beda t-test (Levene’s Test) menunjukkan bahwa tingkat signifikan levene test Age dan ROA kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel Age dan ROA memiliki variance yang berbeda. Sedangkan untuk variabel LnSize dengan 86

signifikan 0,489 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel LnSize memiliki varian sama. Tabel 3 Hasil Uji Regresi

Age LnSiz ROA Costant

B 0,021 0,199 3,356 -7,392

Sig 0,002 0,016 0,047 0,002

Variabel Umur menunjukkan pengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba dengan nilai signifikan 0,002 < 0,05. Dari hasil yang diperoleh menunjukkn bahwa H1 diterima. Artinya semakin lama perusahaan berdiri maka semakin besar kesempatan perusahaan untuk melakukan perataan laba Pada variabel ukuran perusahaan menunjukkan pengaruh signifikan terhadap perataan laba dilihat dari nilai signifikan 0,016 < 0,05. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa H2 diterima yang berarti semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar pula kesempatan perusahaan untuk melakukan tindak perataan laba. Variabel ROA menunjukkan nilai signifikansi 0,047 < 0,05 maka H3 diterima. Maka semakin besar profitabilitas semakin besar pula kesempatan Koefisien regresi umur

PENGARUH UMUR, UKURAN, DAN PROFITABILITAS…………………………………….....................….…...…(Sari & Kristanti)

perusahaan memiliki kofisien regresi 0,021, artinya jika umur perusahaan bertambah 1 ukuran (tahun) maka praktik perataan laba akan meningkat sebesar 0,021 dengan anggapan variabel independent lainnya tetap.

PEMBAHASAN Dari hasil yang dapat dilihat pada regresi logitik dapat dilihat dapat diketahui bahwa umur perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap praktik perataan laba hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikan < 0,05. Arah koefisien regresi umur perusahaan memiliki nilai positif yang berarti probabilitas perusahaan dengan tingkat total aktiva yang lebih lama cenderung untuk melakukan perataan laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Merry (2006). Semakin lama umur perusahaan maka semakin besar kesempatan untuk melakukan perataan laba. Umur perusahaan menunjukkan seberapa lama perusahaan tersebut dapat bersaing dan survive untuk menjalankan bisnisnya. Perusahaan yang telah lama berdiri memiliki pengalaman dalam mengelola, dan dapat membuat tren dari periode-periode sebelumnya sehingga dapat membuat rancangan-rangcangan yang dapat memajukan perusahaan dengan meningkatkan laba dan bersaing terhadap perusahaan yang sudah lama berdiri maupun yang baru berdiri. Hasil dari pengujian regresi logistik variabel ukuran perusahaan yang diproksikan dengan total asset menunjukkan bahwa perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataan laba, sehingga H2 diterima. Arah koefisien ukuran perusahaan memiliki nilai positif. Hasil penelitian konsisten dengan penelitian Budiasih (2009) namun tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan

DAFTAR REFERENSI Aji, D. Y. dan Mita, F.A. 2010. Pengaruh Profitabilitas, Risiko Keuangan, Nilai Perusahaan, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Praktek Perataan Laba: Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI. Simposium Nasional Akuntansi XIII, Purwokerto.

Suwito dan Herawaty (2005). Sesuai dengan teori Political Cost Hypotesis maka perusahaan dengan ukuran besar lebih mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, akan berusaha untuk menghindari fluktuasi yang berlebih. Sehingga terhindar dari bertambahnya pajak yang harus dibayar jika perusahaan mengalami kenaikan laba dan sebaliknya, jika perusahaan mengalami penurunan laba maka perusahaan dinilai kurang baik. Hasil yang didapat dari pengujian regresi logistic menunjukkan rasio profitabilitas berpengaruh terhadap praktik perataan laba, H3 diterima. Rasio profitabilitas juga memiliki arah koefisien yang positif. Penelitian konsisten dengan penelitian Budiasih (2009), Ayu dan Bagus (2014). Manajemen akan berusaha akan menstabilkan laba perusahaan agar dapat menarik minat investor, karena perusahaan yang memiliki profit yang stabil akan dianggap baik dalam menghasilkan laba.

SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh beberapa simpulan. Pertama., umur perusahaan menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap praktik perataan laba pada perusahaan manufaktur yang terdapat di BEI pada tahun 2010-2014. Kedua, Ukuran perusahaan yang diukur dengan menggunakan total aset berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Ketiga, rasio profitabilitas yang dihitung menggunakan ROA berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Penelitian yang akan datang, disarankan menggunakan sampel perusahaan yang lebih banyak dan rentang waktu yang lebih lama agar hasil yang didapat lebih akurat.

Belkaoui, A. R. 2007. Accounting Theory (Buku 2). Edisi Kelima. Jakarta: Salemba Empat Bestivano, Wildham. 2013. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Umur Perusahaan, Profitabilitas dan Leverage Terhadap Perataan Laba Pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI (Studi Empiris pada 87

JRAK, Volume 11, No 1 Februari 2015

Perusahaan Perbankan di BEI). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Padang. Budiasih, I. 2009. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktek Perataan Laba”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Dewi dan Sunjana. 2014. Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas Pada Praktik Perataan Laba Dengan Jenis Industri Sebagai Variabel Pemoderasi Di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 8 (2): 170-184. Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19 (5 ed.). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Juniarti dan Carolina, 2005. “Analisa Faktorfaktor yang Berpengaruh Terhadap Perataan Laba (Income Smoothing) pada Perusahaan-Perusahaan Go Public”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 7 (2). Merry, 2007. Pengaruh Harga Saham, Umur Perusahaan dan Rasio Profitabilitas Perusahaan Terhadap Tindakan Perataan Laba. Jurnal Akuntansi & Manajemen, 2 (2):2007. Yashinta, P. 2013. Pengaruh Cash Holding, Profitabilitas, dan Nilai Perusahaan Terhadap Income Smoothing Terhadap Income Smoothing (Studi Empiris Pada Perusahaan yang terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011). Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro Prayudi

dan Daud. 2013. Pengaruh Profitabilitas, Risiko Keuangan, Nilai Perusahaan dan Struktur Kepemilikan Terhadap Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Eek Indonesia 2008-2011.

Sulistiyawati. 2013. “Pengaruh Nilai Perusahaan, Kebijakan Dividen, dan 88

Reputasi Auditor Terhadap Perataan Laba”. Accounting Analysis Journal, Universitas Negeri Semarang 2 (2) . Suwito

dan Herawaty. 2005. Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tindakan Perataan Laba yang Dilakukan oleh Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Prosiding. SNA VIII Solo. September.

Yulia, M. 2013. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Financial Leverage, dan Nilai Saham Terhadap Perataan Laba (Income Smoothing) Pada Perusahaan Manufaktur, Keuangan, dan Pertambangan yang Terdaftar di BEI. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Negri Padang.