PERANAN AHLI TOKSIKOLOGI FORENSIK DALAM UPAYA

Download pemeriksaan bedah mayat (outopsi) yang dilakukan oleh seorang ahli patologi forensik. Tugas utama ahli patologi forensik adalah menentukan ...

0 downloads 396 Views 190KB Size
PERANAN AHLI TOKSIKOLOGI FORENSIK DALAM UPAYA PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA Oleh Mirna Andita Sari, Eddy Rifai, Gunawan Jatmiko Email: [email protected] Abstrak Tosikologi forensik adalah salah satu cabang forensik sain, yang menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi dan kimia analisis untuk kepentingan peradilan. Dalam ilmu kedokteran kehakiman, keracunan dikenal sebagai salah satu penyebab kematian yang cukup banyak sehingga keberadaannya tidak dapat diabaikan. Walaupun tindakan meracuni seseorang itu dapat dikenakan hukuman, tapi dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana tidak dijelaskan batas dari keracunan tersebut, sehingga dipakai batasan-batasan racun menurut beberapa ahli. Permasalahan yang diteliti oleh penulis adalah Apakah Tugas Pokok Dan Fungsi Ahli Toksikologi Forensik Dalam Upaya Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana, Apakah Pentingnya Ahli Toksikologi Dalam Upaya Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana dan Apakah Ahli Toksikologi Dapat Sepenuhnya Mempengaruhi Pendapat Hakim Dalam Putusan Akhir? Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif. Dari hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa Peranan Ahli Toksikologi Forensik sangatlah penting dalam upaya untuk memgungkapkan suatu tindak pidana yang diakibatkan oleh racun. Ahli Toksikologi melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun mengenai bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensic) di pengadilan. Hasil analisis dan interpretasi temuan analisisnya ini akan dimuat ke dalam suatu laporan yang sesuai dengan hukum dan perundangan-undangan. Menurut Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat disebut dengan ”Surat Keterangan Ahli” atau ”Surat Keterangan”. Dengan demikian dalam proses pembuktian tersebut diperlukan Ahli Toksikologi dalam mencari bukti-bukti penyebab terjadinya suatu tindak pidana. Pendapat Ahli Toksikologi tersebut diakui hakim, diadopsi, dan diambil menjadi pendapat hukum dalam mengambil keputusan pada putusan akhir.

Kata Kunci: Ahli Toksikologi Forensik, Pembuktian, Tindak Pidana Pembunuhan Berencana.

THE ROLE OF FORENSIC TOXICOLOGIST IN THE INVESTIGATION OF PLANNED MURDER By Mirna Andita Sari, Eddy Rifai, Gunawan Jatmiko Email: [email protected] Abstract Forensic toxicology is a branch of forensic science specialized in the application or the use of toxicology and analytical chemistry to aid legal investigation. In the court medical science, poisoning is well known as the death cause with a big percentage that its existense should not be ignored. Apart from being a pure accident, toxic substance has been evolved in various types and used as criminal tool. Even though the act of poisoning is punishable, yet no clear boundaries of toxicity according to The Book of Criminal Conduct or Criminal Lawsuit, so it uses boundaries in accordance with the toxin boundaries from several experts. The research problems are formulated as follows: what are the main duty and function of forensic toxicologist in the investigation of planned murder? What are the benefits of employing forensic toxicologist in the investigation of planned murder? And Is it possible for forensic toxicologist to influence the judges' consideration in the verdict? The approaches used in this research were normative and empirical approaches. The data sources consisted of primary and secondary data. The data collection method was done through literature study and field study. While the data analysis was carried out using qualitative data analysis. The result showed that the role of forensic toxicologist is crucial in revealing a criminal act caused by toxic substance. The forensic toxicologist would work for qualitative and quantitative analysis of a toxic substance to its physical evidence and then to report the findings whether or not the toxin is exist in the alleged criminal act as a legal evidence in the court. The analysis and its interpretation would be compiled into a report in accordance with the laws and constitutions. According to The Book of Criminal Conduct, this report can be classified as "Expert Letter of Statement" or "Letter of Statement". Therefore, the investigation process would need toxicologist to collect evidences of the criminal offense. The testimony of the toxicologist would be accepted, adopted, and taken as legal opinion in the court decision making process. The researcher suggests that the government should establish a clear regulation in the Book of Criminal Conduct and Criminal Lawsuit, regarding the limitation of toxin and in what level the toxic substances may alter ones' health or in what dosage the toxin can cause death. With the legal certainty, the law enforcement can be carried out easily and clearly. Keywords: Forensic Toxicologist, Investigation, Planned Murder

I. Pendahuluan A. Latar Belakang Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap suatu perkara. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh buktibukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan. M. Yahya Harahap berpendapat, Pembuktian adalah ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran. Baik hakim, penuntut umum, terdakwa, atau penasihat hukum, semua terkait pada ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan undang-undang. Tidak boleh leluasa bertindak dengan cara sendiri dalam menilai pembuktian. Dalam mempergunakan alat bukti, tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Terdakwa tidak bisa leluasa mempertahankan sesuatu yang dianggapnya di luar ketentuan yang telah digariskan undang-undang.1 berkaitan dengan pembuktian maka saksi adalah orang yang mengetahui tentang suatu peristiwa pidana berdasarkan apa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. 1

Harahap M. Yahya, Pembahasan Masalah dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, banding, Kasasi dan Peninjauan kembali) Edisi ke2, jakarta, Sinar Grafika, 2000. hlm. 253.

Melalui pembuktian ditentukan nasib terdakwa, apabila hasil pembuktian dengan alat bukti yang ditentukan undang –undang “tidak cukup” membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman, sebaliknya, jika kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa dinyatakan “bersalah”. Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Keterangan saksi merupakan alat bukti di persidangan dan berguna dalam mengungkap duduk perkara suatu peristiwa pidana yang nantinya akan dijadikan salah satu dasar pertimbangan hakim untuk menentukan terbukti atau tidaknya perbuatan terdakwa serta kesalahan terdakwa. Keterangan ahli menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Dalam Pasal 179 ayat (1) KUHAP yang merumuskan bahwa setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman, dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. Peran ahli dalam mencari bukti-bukti yang bertujuan untuk membantu penyudik mengungkapkan suatu tindak pidana sangat diperlukan guna mengetahui rangkaian peristiwa yang terjadi. Bidang ilmu kedokteran yang mempelajari kelainan pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh tindak kejahatan yang pada tubuh korban kejahatan tersebut terdapat tanda-tanda yang dapat memberikan

petunjuk mengenai jenis tindak kejahatan bila tindak kriminal ini menyebabkan kematian, sebab kematian dapat ditelusuri melalui pemeriksaan bedah mayat (outopsi) yang dilakukan oleh seorang ahli patologi forensik. Tugas utama ahli patologi forensik adalah menentukan sebab dan saat kematian, tugas tersebut dapat dipenuhi setelah dilakukan outpsi misalnya bahanbahan asing yang mungkin berhubungan misalnya kandungan obat yang ada didalam tubuh. Untuk mengetahui obat-obatan apa saja yang terkandung didalam tubuh, ahli patologi melakukan pemeriksaan toxicology selain melakukan pemeriksaan patology saja. Namun untuk pemeriksaan toxicology yang rumit maka dibutuhkan seorang ahli toksikologi .

ahli patologi melakukan pemeriksaan toxicology selain melakukan pemeriksaan patology saja. Namun untuk pemeriksaan toxicology yang rumit maka dibutuhkan seorang ahli toksikologi .

dalam ilmu kedokteran kehakiman, keracunan dikenal sebagai salah satu penyebab kematian yang cukup banyak sehingga keberadaannya tidak dapat diabaikan. Jumlah dan jenis reaksinya pun semakin bertambah apalagi banyaknya macam-macam zat pembasmi hama. Selain karena faktor murni kecelakaan racun yang semakin banyak jumlah dan jenisnya ini dapat disalahgunakan untuk tindakantindakan kriminal. Walaupun tindakan meracuni seseorang itu dapat dikenakan hukuman, tapi dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana tidak dijelaskan batas dari keracunan tersebut, sehingga dipakai batasanbatasan racun menurut beberapa ahli, untuk tindak kriminal ini adanya racun harus dibuktikan demi tegaknya hukum.

C.Metode penelitian

Untuk mengetahui obat-obatan apa saja yang terkandung didalam tubuh,

B.Permasalahan Permasalahan adalah :

dalam

skripsi

ini

1. Apakah tugas pokok dan fungsi ahli toksikologi forensik dalam pembuktian tindak pidana pembunuhan berencana 2. Apakah pentingnya ahli toksikologi dalam upaya pembuktian bagi pelaku tindak pidana pembunuhan berencana 3. Apakah ahli toksikologi dapat sepenuhnya meyakinkan pendapat hakim dalam putusan akhir

Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Responden dalam penelitian ini terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Ahli Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Bandar Lampung, dan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada penelitian ini data dianalisis secara deskriptif kualitatif.

II Pembahasan A. Tugas Pokok dan Fungsi Ahli Toksikilogi Forensik Istilah forensik belakang ini sering mampir di telinga kita melalui berbagai berita kriminal. Biasanya menyangkut penyidikan tindak

pidana seperti mencari sebab-sebab kematian korban, dan usaha pencarian pelaku kejahatan. Scientific Crime Investigation yaitu proses penyidikan yang dalam sistem pembuktiannya memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi atau memanfaatkan fungsi forensik (Identifikasi Forensik, Laboratorium Forensik, Psikologi Forensik, Kedokteran Forensik dan ahli forensik lainnya). Ilmu Kriminalistik adalah pengetahuan untuk menentukan terjadinya atau tidak terjadinya kejahatan dan menyidik perbuatan dengan menggunakan ilmu pengetahuan alam dan mengenyampingkan cara-cara lain yang dipergunakan oleh ilmu kedokteran kehakiman, ilmu racun kehakiman, dan ilmu penyakit jiwa kehakiman.2 Pembuktian secara ilmiah pada proses penyidikan kasus pidana akan merupakan alat bukti yang paling dapat diandalkan dalam proses peradilan pidana terutama pada pengungkapan perkara atau pelaku dalam proses penyidikan. Hal ini diakui oleh beberapa pakar forensik dimana apabila pembuktian di pengadilan tidak ditemukan saksi maka hasil pemeriksaan barang bukti menjadi alat bukti yang utama. Penyidikan merupakan upaya dalam mencari dan mengumpulkan bukti, penyidik diberi kewenangan seperti dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h KUHAP yang menyatakan bahwa mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara dan Pasal 120 ayat (1) KUHAP 2

R.Soesilo, 1976, Ilmu Kriminalistik (Ilmu Penyidikan Kejahatan), Penerbit Politea, Bogor,hlm.11.

menyatakan dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.Pengertian mendatangkan para ahli atau memiliki keahlian khusus tersebut uuntuk meengungkap tindak pidana pembunuhan berencana yang diakubatkan oleh racun salah satunya dapat dipenuhi oleh Laboratorium Forensik, sehingga Laboratorium Forensik dapat berperan dalam tiap tahapan proses penegakan hukum. Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/30/VI/2003 tanggal 30 Juni 2003, tentang Perubahan atas Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/53/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002, Tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pusat Laboratorium Forensik mempunyai kedudukan sebagai pusat Laboratorium Forensik disingkat Puslabfor adalah unsur pelaksana Badan Reserse Kriminal yangberkedudukan di bawah dan bertanggung jawaban kepada Kepala Bagian Reserse Kriminal (Bareskrim Polri). Toksikologi (berasal dari kata Yunani, toxicos dan logos) merupakan studi mengenai perilaku dan efek yang merugikan dari suatu zat terhadap organisme/mahluk hidup. Dalam toksikologi, dipelajari mengenai gejala, mekanisme, cara detoksifikasi serta deteksi keracunan pada sistim biologis makhluk hidup. Toksikologi sangat bermanfaat untuk memprediksi atau mengkaji akibat yang berkaitan dengan bahaya toksik dari suatu zat terhadap manusia dan lingkungannya.

Secara umum tugas toksikologi forensik adalah membantu penegak hukum khususnya dalam melakukan analisis racun baik kualitatif maupun kuantitatif dan kemudian menerjemahkan hasil analisis ke dalam suatu laporan (surat, surat keterangan ahli atau saksi ahli), sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Lebih jelasnya toksikologi forensik mencangkup terapan ilmu alam dalam analisis racun sebagi bukti dalam tindak kriminal, dengan tujuan mendeteksi dan mengidentifikasi konsentrasi dari zat racun dan metabolitnya dari cairan biologis dan akhirnya menginterpretasikan temuan analisis dalam suatu argumentasi tentang penyebab keracunan dari suatu kasus. Keterangan ahli ialah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Peran ahli dalam mencari bukti-bukti yang bertujuan untuk membantu penyudik mengungkapkan suatu tindak pidana sangat diperlukan guna mengetahui rangkaian peristiwa yang terjadi. dari segi yuridis, setiap dokter adalah ahli, baik dokter itu ahli ilmu kedokteran kehakiman ataupun bukan, Oleh sebab itu setiap dokter dapat dimintai bantuannya untuk membantu membuat terang perkara pidana oleh pihak yang berwenang.

disebut dengan ”Surat Keterangan Ahli” atau ”Surat Keterangan”. Laboratorium Forensik antara lain bahwa penyidik dapat meminta pendapat orang Ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Langakah analisis toksikologi forensik adalah:3 a. Penyiapan Sampel Spesimen untuk analisis toksikologi forensik biasanya diterok oleh dokter, misalnya pada kasus kematian tidak wajar spesimen dikumpulkan oleh dokter forensik pada saat melakukan otopsi. b. Uji Penapisan (Screening test) Uji penapisan untuk menapis dan mengenali golongan senyawa (analit) dalam sampel. Disini analit digolongkan berdasarkan baik sifat fisikokimia, sifat kimia maupun efek farmakologi yang ditimbulkan. c. Uji Pemastian (Determination test) Uji ini bertujuan untuk memastikan identitas analit dan menetapkan kadarnya. Konfirmatori test paling sedikit sesensitif dengan uji penapisan, namun harus lebih spesifik. Umumnya uji pemastian menggunakan teknik kromatografi yang dikombinasi dengan teknik detektor lainnya, seperti: kromatografi gas spektrofotometri massa (GC-MS), kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) dengan diode-array 3

dan Hasil analisis dan interpretasi temuan analisisnya ini akan dimuat ke dalam suatu laporan yang sesuai dengan hukum dan perundanganundangan. Menurut Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat

Wirasuta, I M.A.G., (2005), Peran Toksikologi forensik dalam penegakan hukum kesehatan di Indonesia, dalam Wirasuta, I M.A.G., et al. (Ed.) (2005), Peran kedokteran forensik dalam penegakan hukum di Indonesia. Tantangan dan tuntuan di masa depan, Penerbit Udayana, Denpasar.hlm 22

detektor, kromatografi cair spektrofotometri massa (LC-MS), KLT-Spektrofotodensitometri, dan teknik lainnya. d. Analisis Data Temuan analisis sendiri tidak mempunyai makna yang berarti jika tidak dijelaskan makna dari temuan tersebut. Seorang toksikolog forensik berkewajiban menerjemahkan temuan tersebut berdasarkan kepakarannya ke dalam suatu kalimat atau laporan, yang dapat menjelaskan atau mampu menjawab pertanyaan yang muncul berkaitan dengan permasalahan/kasusyang dituduhkan. e. Interpretasi Data temuan hasil uji penapisan dapat dijadikan petunjuk bukan untuk menarik kesimpulan bahwa seseorang telah terpapar atau menggunakan obat terlarang. Sedangkan hasil uji pemastian (confirmatory test) dapat dijadikan dasar untuk memastikan atau menarik kesimpulan apakah sesorang telah menggunakan obat terlarang yang dituduhkan. f. Penulisan Laporan (bukti surat/ surat keterangan/ keterangan ahli) Setelah semua analisis selesai maka dituangkan dalam bentuk laporan yang menerangkan hasil analisis yang menjelaskan racun apakah yang menyebabkan kematian dan hasil tersebut ditulis dalam bentuk laporan atau bukti surat keterangan ahli. Seorang ahli toksikologi forensik harus mempertimbangkan keadaan suatu investigasi, khususnya adanya catatan mengenai gejala fisik, dan adanya bukti apapun yang berhasil dikumpulkan dalam lokasi

kriminal/kejahatan yang dapat mengerucutkan pencarian, misalnya adanya barang bukti seperti botol obat-obatan, serbuk, residu jejak dan zat toksik (bahan kimia) apapun yang ditemukan. Dengan informasi tersebut serta sampel yang akan diteliti, ahli toksikologi forensik harus dapat menentukan senyawa toksik apa yang terdapat dalam sampel, dalam konsentrasi berapa, dan efek yang mungkin terjadi akibat zat toksik tersebut terhadap seseorang (korban). B. Ahli Toksikologi Forensik dalam Upaya Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) bahwa laboratorium forensik Polri bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi Laboratorium Forensik Kriminalistik dalam rangka mendukung penyidikan yang dilakukan oleh Satuan kewilayahan, dengan pembagian wilayah pelayanan (area service) sebagaimana ditentukan dengan Keputusan Kapolri. Ruang lingkup yang menjadi objek pemeriksaan laboratorium forensik adalah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan barang bukti yang meliputi bidang fisika forensik, kimia biologi forensik, dokumen dan uang forensik balistik dan metalurgi forensik sesuai dengan bunyi Pasal 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009. Prosedur atau tata cara yang dilakukan oleh Tim Laboratorium Forensik didalam mengolah suatu TKP, telah diatur dalam dalam Peraturan KepalaKepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun

2009 Tentang Tata CaraDan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara Dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Kepada Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Karena merupakan syarat, maka apabila ada keterangan seorang ahli yang tidak memenuhi salah satu syarat atau kedua syarat, maka keterangan ahli itu tidaklah berharga dan harus diabaikan. Ketentuan alat bukti keterangan ahli secara khusus adalah terletak pada 2 syarat tersebut, tetapi secara umum juga terletak pada syarat-syarat umum pembuktian dari alat-alat bukti lain terutama keterangan saksi (Pasal 179 ayat 2) syarat umum dari kekuatan alat bukti termasuk keterangan saksi, yaitu: 1. Harus didukung atau bersusaian dengan fakta-fakta yang didapat dari alat bukti lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 183 jo Pasal 185 ayat (2), maka satu-satunya alat bukti – keterangan ahli tidaklah dapat digunakan sebagai dasar bentuk keyakinan hakim. Kekuatan bukti keterangan ahli bukanlah sebagai tambahan bukti seperti saksi yang tidak disumpah sebagaimana saksi keluarga menurut Pasal 185 ayat 7 atau saksi anak dan saksi yang sakit ingatan (Pasal 171). Mengapa demikian? Karena keterangan ahli adalah merupakan alat bukti tersendiri seperti juga alat-alat bukti yang lain yang disebutkan dalam Pasal 184. Nilai kekuatan keterangan ahli sama seperti alat bukti yang lain adalah mengandung kekuatan bukti bebas, bebas dalam menilainya, bukan mengandung nilai sempurna seperti akta otentik bagi

para pihak dalam perkara perdata (Pasal 1868 BW). 2. Keterangan ahli harus diatas sumpah sama dengan alat bukti keterangan saksi (Pasal 60 ayat 4 jo 179 ayat 2). Keterangan ahli yang diberikan dimuka sidang tetap wajib disumpah, walaupun seorang ahli telah disumpah ketika ahli akan memberikan keterangan ditingkat penyidikan berdasarkan Pasal 120 ayat (2). Hal ini wajar karena menurut Pasal 185 keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan. Oleh karena itu, sumpah ditingkat penyidikan adalah ditujukan hanya untuk meletakkan kebenaran keterangan ahli yang diberikan ditingkat penyidikan saja. Walaupun HIR juga telah mengenal keterangan ahli, fungsi dan cara pengunaannya tidak sama dengan keterangan ahli menurut KUHAP. Dalam HIR keterangan ahli bukanlah sebagai alat bukti, karena tidak disebut dalam Pasal 295, sedangkan menurut KUHAP keterangan ahli adalah sebagai alat bukti, karena disebut dalam Pasal 184, pada urutan kedua. Fungsi keterangan ahli menurut Pasal 306 HIR dapat digunakan hanya untuk memberikan keterangan pada hakim. Hakim boleh mengambilnya sebagai pandapatnya sendiri dan boleh juga tidak. Akan tetapi, kini didalam KUHAP fungsi keterangan ahli menjadi lain. Kedudukan keterangan ahli sebagai alat bukti yang lain. Peningkatan fungsi dan kedudukan keterangan ahli menjadi alat bukti dapat diterima. Mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang sangat pesat yang tidak mungkin hakim dapat menguasai

semua bidang ilmu dan teknologi tersebut, sehingga wajar apabila sekarang hakim percaya dengan keterangan ahli. Dari sudut sifat isi keterangan yang diberikan ahli, maka ahli dapat dibedakan antara: 1. Ahli yang menerangkan tentang hasil pemeriksaan sesuatu yang telah dilakukannya berdasarkan keahlian khusus untuk itu. Misalnya, seorang dokter ahli porensik yang memberikan keterangan ahli disidang pengadilan tentang pneyebab kematian setelah dokter tersebut melakukan bedah mayat (otopsi). Atau seorang akuntan memberikan keterangan disidang pengadilan tentang hasil audit yang dilakukannya atas keuangan suatu instansi pemerintah. Ahli yang menerangkan semata-mata tentang keahlian khusus mengenai sesuatu hal yang berhubungan erat dengan perkara pidana yang sedang di periksa tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Misalnya, ahli dibidang perakit bom yang menerangkan di dalam sidang pengadilan tentang cara merakit bom. Bahkan, dalm praktik, seorang ahli hukum bidang keahlian/konsentrasi khusus acap kali digunakan dan mereka di sebut seirang ahli. C. Ahli Toksikologi Forensik dalam Meyakinkan Hakim pada Putusan Akhir Berbeda dengan kimia analisis lainnya (seperti: analisis senyawa obat dan makanan, analisis kimia klinis) pada analisis toksikologi

forensik pada umumnya analit (racun) yang menjadi target analisis, tidak diketahui dengan pasti sebelum dilakukan analisis. Tidak sering hal ini menjadi hambatan dalam penyelenggaraan analisis toksikologi forensik, karena seperti diketahui saat ini terdapat ribuan atau bahkan jutaan senyawa kimia yang mungkin menjadi target analisis. Untuk mempersempit peluang dari target analisis, biasanya target dapat digali dari informasi penyebab kasus forensik (keracunan, kematian tidak wajar akibat keracunan, tindak kekerasan dibawah pengaruh obatobatan), yang dapat diperoleh dari laporan pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP), atau dari berita acara penyidikan oleh polisi penyidik. Secara umum tugas ahli toksikologi forensik dalam melakukan analisis dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu: a. penyiapan sampel “sample preparation”, b. analisis meliputi uji penapisan “screening test” atau dikenal juga dengan “general unknown test” dan uji konfirmasi yang meliputi uji identifikasi dan kuantifikasi, c. langkah terakhir adalah interpretasi temuan analisis dan penulisan laporan analisis. ada beberapa sistem pembuktian yang telah dikenal dalam doktrin hukum acara pidana, ialah:4 4

Chazawi Adami, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Almuni, Bandung, 2006, hal. 24

1. 2. 3. 4.

Sistem keyakinan belaka. Sistem keyakinan dengan alasan logis. Sistem melulu berdasarkan undangundang. Sistem menurut UU secara terbatas.

Apabila dijabarkan secara lebih khusus mengenai “hukum pembuktian yang bersifat umum”, dalam KUHAP berorientasi pada dimensi-dimensi sebagai berikut: 1. Mengenai apa yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut hukum berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Keterangan saksi yang sah adalah yang dinyatakan di sidang pengadilan dan keterangan seorang saksi tidak cukup membuktikan bahwa terdakwa bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan (asas unus testis nullus testis). Akan tetapi, keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu dan berikutnya petunjuk diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. 2. Adanya asas “pembuktian undang-undang secara negatif” atau lazim dipergunakan dengan terminologi asas “negatief wettelijk bewijs theorie” untuk menyatakan bahwa seseorang bersalah melakukan suatu tindak pidana, yaitu dengan

sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. 3. Mengenai nilai atau kekuatan alatalat bukti dalam melakukan pembuktian serta bagaimana cara menilainya, yaitu dengan cara sungguh-sungguh memerhatikan persesuaian antara keterangan saksi satu dan yang lain, persesuaian dengan alat bukti lain, alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan tertentu, cara hidup dan kesusilaan saksi, serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat memengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya, kemudian cara melakukan pembuktian, dan sebagainya.

III Penutup A. Kesimpulan Berdasarkan uraian sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Tugas, Pokok dan Fungsi Ahli Toksikologi Forensik Dalam Upaya Pembuktian Tindak Pidan Pembunuhan Berencana adalah untuk memberikan pendapat, pengalaman, serta Ilmu Pengetahuan yang dipelajari sebagai alat yang digunakan untuk dihubungkan dengan akibat dari kematian. 2. Pentingnya Ahli Toksikologi Forensik dalam Upaya Pembuktian Tindak Pidana

Pembunuhan Berencana adalah untuk memberikan penjelasan, rekaan rekonstruksi suatu peristiwa yang terjadi, memberikan keterangan yang berhubungan dengan kematian seseorang, sebab akibat mengapa seseorang seseorang dapat mengalami kematian dan menganalisis zat yang terkandung didalam tubuh seseorang yang mengalami kematian akibat racun. 3. Keterangan Ahli Toksikologi bukan mempengaruhi putusan hakim tetapi Ahli Toksikologi memberikan sumbangan pemikiran (ilmu Bantu) untuk menyelesaikan suatu perkara pidana yang berhubungan dengan keahliannya. Jadi orang yang berada dilingkup kriminalistik dan kriminologi itu mendukung dan memberikan penunjang, dukungan, terhadap hakim untuk mengambil putusan agar ditemukan kebenaran dan keadilan yang sebenarnya. Jadi hakim tidak perlu dipengaruhi, sebetulnya hakim di tunjang dan didukung oleh pendapat Ahli Toksikologi kemudian hakim mengakui, mengadopsi, dan mengambil alih pendapat Ahli Toksikologi tersebut menjadi pendapat hukumnya dalam mengambil keputusan. B. Saran Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Untuk penyidikan dalam kasus pembunuhan yang disebabkan karena racun sebaiknya selalu menggunakan uji laboratorium forensik, jangan hanya

mengandalkan identifikasi oleh penyidik dalam mengumpulkan bukti yang akurat. Hasil dari uji laboratorium forensik tersebut sangat membantu dan lebih efektif untuk penyidik dalam mengungkap dan mengumpulkan barang bukti dalam tindak pidana pembunuhan berencana yang disebabkan oleh racun yang tidak bisa dilihat begitu saja secara kasat mata. Beberapa kasus tindak pidana pembunuhan berencana yang disebabkan oleh racun dalam putusannya masih banyak yang tidak menggunakan uji laboratorium forensik dengan alasan sudah cukup bukti yang menguatkan. 2. Kesulitan yang dialami oleh penyidik selama ini dalam hal penyidikan adalah tidak adanya laboratorium forensik yang tersedia di setiap Polda, di seluruh Indonesia hanya terdapat satu laboratorium dalam setiap pulau, sehingga di Lampung apabila menangani kasus keracunan harus mengirimkan barang bukti berupa hal yang diduga menyebabkan seseorang tersebut terkena racun bahkan mengkonsusmsinya berupa muntahan, darah, urin, dll kepada pihak laboratorium cabang Palembang yang kemudian harus menunggu kembali hasilnya dengan waktu yang tidak dapat ditentukan. 3. Sarana dan prasarana yang sudah ada pada setiap labfor juga masih sangat minim, kedepannya berharap sesuai dengan pemberitaan oleh Kapolri bahwa pada tahun 2025 akan diadakan labfor untuk seluruh Polda di seluruh Indonesia bisa

terealisasikan agar memudahkan penyidik. Daftar Pustaka Litelatur.

Harahap M. Yahya, Pembahasan Masalah dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, banding, Kasasi dan Peninjauan kembali) Edisi ke2, jakarta, Sinar Grafika, 2000. hlm. 253. R.Soesilo, 1976, Ilmu Kriminalistik (Ilmu Penyidikan Kejahatan), Penerbit Politea, Bogor,hlm.11. Wirasuta, I M.A.G., (2005), Peran Toksikologi forensik dalam penegakan hukum kesehatan di Indonesia, dalam Wirasuta, I M.A.G., et al. (Ed.) (2005), Peran kedokteran forensik dalam penegakan hukum di Indonesia. Tantangan dan tuntuan di masa depan, Penerbit Udayana, Denpasar.hlm 22. Chazawi Adami, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Almuni, Bandung, 2006, hal. 24 Perundang-undangan. 1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo Undang-undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

5) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara Dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Pada Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Media. http//:peran.ahli.toxicology.com http://www.toxicology.forensik.com http://www.pengertian.toxicology.co m http://www.referensimakalah.com/20 13/03/pembunuhan-menurutkuhp.html

contact person: 082282122600