Peranan amitriptilin pada pengobatan dispepsia fungsional - Jurnal

Dispepsia fungsional. Definisi. Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys berarti sulit dan pepse berarti pencernaan. Dispesia merupakan nyeri k...

156 downloads 559 Views 194KB Size
Tinjauan Pustaka

Peranan amitriptilin pada pengobatan dispepsia fungsional Indra Mustawa, Supriatmo, Atan Baas Sinuhaji Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran-Universitas Sumatera Utara/ Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

Abstrak Dispepsia fungsional sering terjadi pada remaja. Absensi sekolah dan rendahnya kualitas hidup berhubungan dengan beratnya gejala yang timbul. Patofisiologi dispepsia fungsional sangat heterogen. Saat ini belum ada terapi yang memuaskan dalam pengobatan dispepsia fungsional. Faktor biopsikososial merupakan salah satu faktor yang berperan sehingga timbul gejala dispepsia fungsional. Salah satu terapi alternatif adalah golongan trisiklikantidepresi (TCA) seperti amitriptilin. Amitriptilin secara teoritis menguntungkan karena efek menyeluruh mereka pada sumbu otak-usus, baik di pusat dan di usus. Kata kunci: amitriptilin; dispepsia fungsional; remaja

Abstract Functional dyspepsia is common in adolescents. School absenteeism and poor quality of life are associate d with the severity of the symptoms. Pathophysiology of functional dyspepsia is very heterogeneous. Currently there is no satisfactory therapy in the treatment of functional dyspepsia. Biopsychosocial factor is one of the contributing factor causing the symptoms of functional dyspepsia. One of the alternative therapy is Tricyclic antidepressant (TCA) such as amitriptyline. Amitriptyline is theoretically advantageous because their overall effect on the brain -gut axis, both at the center and in the intestine. Keywords: amitriptyline; functional dyspepsia; adolescent PENDAHULUAN Kejadian dispepsia fungsional cukup sering dijumpai dokter dalam menjalankan profesinya sehari-hari. Angka kejadian dispepsia di masyarakat masih tinggi, dimana banyak didapatkan pada usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat kejadian dispepsia fungsional 26% sampai 34% dari seluruh penduduk. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada remaja usia 14 sampai 17 tahun, remaja perempuan lebih banyak menderita dispepsia fungsional dibandingkan dengan remaja laki-laki, yaitu 27% dan 16%.1,2 Dispepsia biasanya ditujukan untuk kumpulan gejala klinis berupa rasa tidak nyaman atau nyeri pada epigastrium setelah makan, umumnya dikarenakan terganggunya daya atau fungsi pencernaan dengan disertai keluhan lain seperti perasaan panas di dada pada daerah jantung (heart burn), regurgitasi, kembung (flatulensi), disertai suara usus yang keras (borborigmi), perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya. 3-7 Dispepsia dibagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan dispepsia nonorganik atau fungsional. Dispepsia organik apabila penyebabnya telah diketahui dengan jelas sedangkan dispepsia fungsional merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan.8-10

Telah banyak studi mengenai penanganan dispepsia fungsional diantaranya dengan cognitive-behavioural therapy, pengaturan diet, dan terapi farmakologis.11-13 Dispepsia fungsional Definisi Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys berarti sulit dan pepse berarti pencernaan. Dispesia merupakan nyeri kronis atau berulang atau ketidaknyamanan berpusat di perut bagian atas. Kumpulan keluhan/ gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Gejalanya meliputi nyeri epigastrium, perasaan cepat kenyang (tidak dapat menyelesaikan makanan dalam porsi yang normal), dan rasa penuh setelah makan.4-6 Dispepsia fungsional adalah .bagian dari ganngguan pencernaan fungsional yang memiliki gejala umum gastrointestinal dan tidak ditemukan kelainan organik berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi. Kebanyakan pasien dengan keluhan dispepsia pada saat pemeriksaaan tidak ditemukannya kelainan organik yang dapat menjelaskan keluhan tersebut (seperti chronic peptic-ulcer disease, gastro-oesophageal reflux, malignancy).4-6

185 | Majalah Kedokteran Nusantara ' Volume 45 ' No.3 ' Desember 2012

Indra Mustawa, dkk

Patofisiologi Faktor genetik Genetik merupakan faktor predisposisi pada penderita gangguan gastrointestinal fungsional. Faktor genetik dapat mengurangi jumlah sitokin antiinflamasi (Il-10, TGF-•). Penurunan sitokin antiinflamasi dapat meyebabkan peningkatan sensitisasi pada usus. Selain itu polimorfisme genetik berhubungan dengan protein dari sistem reuptake synaptic serotonin serta reseptor polimorfisme alpha adrenergik yang mempengaruhi motilitas dari usus. 5,14-16

Peranan amitriptilin pada pengobatan dispepsia fungsional

Peningkatan persepsi nyeri sentral berhubungan dengan peningkatan sinyal dari usus. 14,16,18

Faktor psikososial Penyelidikan atas pengaruh psikososisal mengungkapkan bahwa stres adalah faktor yang mempengaruhi dispepsia fungsional. Emosional yang labil memberikan kontribusi terhadap perubahan fungsi gastrointestinal. Hal ini akibat dari pengaruh pusat di enterik. Stres adalah faktor yang diduga dapat mengubah gerakan dan aktivitas sekresi traktus gastrointestinal melalui mekanismeneuroendokrin.14-17 Pengaruh Flora Bakteri Infeksi Helicobacter pylori (Hp) mempengaruhi terjadinya dispepsia fungsional. Penyelidikan epidemiologi menunjukkan kejadian infeksi Hp pada pasien dengan dispepsia cukup tinggi, walaupun masih ada perbedaan pendapat mengenai pengaruh Hp terhadap dispepsia fungsional. Diketahui bahwa Hp dapat merubah sel neuroendokrin lambung. Sel neuroendokrin menyebabkan peningkatan sekresi lambung dan menurunkan tingkat somatostatin.14-16 Gangguan motilitas dari saluran pencernaan Stres mengakibatkan gangguan motilitas gastrointestinal. Pada pasien dispepsia fungsional terjadi gangguan motilitas dibandingkan dengan kontrol yang sehat, dari 17 penelitian kohort yang di teliti pada tahun 2000 menunjukkan keterlambatan esensial dari pengosongan lambung pada 40% pasien dispepsia fungsional. Gastric scintigraphy ultrasonography dan barostatic measure menunjukkan terganggunya distribusi makanan didalam lambung, dimana terjadi akumulasi isi lambung pada perut bagian bawah dan berkurangnya relaksasi pada daerah antral. Dismolitas duodenum adalah keadaan patologis yang dapat terjadi pada dispepsia fungsional, dimana terjadi gangguan aktivitas mioelektrikal yang merupakan pengatur dari aktivitas gerakan gastrointestinal.14-16 Hipersensitivitas viseral Hipersensitivitas viseral merupakan suatu distensi mekanik akibat gastrointestinal hipersensitif terhadap rangsangan, merupakan salah satu hipotesis penyakit gastrointestinal fungsional. Fenomena ini berdasarkan mekanisme perubahan perifer. Sensasi viseral ditransmisikan dari gastrointestinal ke otak, dimana sensasi nyeri dirasakan.

Gambar 1. Mekanisme dispesia akibat stres14`

Klasifikasi Dispepsia fungsional dibagi menjadi dua kategori berdasarkan gejala atau keluhan: a. Postprandial distress syndrome 8,19 - Rasa kembung setelah makan, terjadi setelah mengkonsumsi makanan porsi biasa paling sedikit beberapa kali selama seminggu - Cepat terasa penuh perut sehingga tidak dapat menghabiskan makanan dengan porsi biasa paling tidak beberapa kali selama seminggu. b. Epigastric pain syndrome 8,19 - Nyeri atau rasa terbakar terlokalisasi di epigastrium dengan tingkat keparahan sedang yang dialami minimal sekali seminggu - Nyeri interimiten - Tidak berkurang dengan defekasi atau flatus - Tidak memenuhi kriteria kelainan kandung empedu Diagnosis Anamnesis yang lengkap dan cermat sangat penting untuk penilaian bahkan dapat mengarahkan pada diagnosis. Riwayat penyakit sebaiknya mengeksplorasi riwayat makanan (diet), masalah psikologis dan faktor sosial, sehingga memungkinkan mencari hubungan antara gejala yang timbul dengan diet, aktifitas maupun stres. Sebaiknya orang tua dan anak/remaja melengkapi keterangan tentang gejala dengan waktu timbul, lokasi, intensitas dan karakter nyeri dan rasa tidak nyaman tersebut waktu dan jenis asupan makanan, aktivitas harian, serta pola defekasi.15,20 Menurut ROME III tahun 2006, dispepsia fungsional harus memenuhi semua kriteria di bawah ini yang dialami sekurangkurangnya satu kali seminggu selama minimal dua bulan sebelum diagnosis ditegakkan:19,21

The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara |

186

186

Indra Mustawa, dkk

1. Nyeri yang persisten atau berulang atau perasaan tidak nyaman yang berasal dari perut bagian atas (di atas umbilikus). 2. Nyeri tidak berkurang dengan defekasi atau tidak berhubungan dengan suatu perubahan frekuensi buang air besar atau konsistensi feses. 3. Tidak ada bukti adanya proses inflamasi, kelainan anatomis, kelainan metabolik atau neoplasma. Dispepsia fungsional didiagnosis dengan mengekslusikan adanya kelainan organik dengan adanya tanda (alarm symptoms), seperti tabel dibawah ini.20,22

Amitriptilin Amitriptilin merupakan obat golongan trisiklikantidepresi (TCA) dan derivat dari dibenzocycloheptadiene dengan berat molekul 313.87. Amitriptilin umumnya digunakan untuk pengobatan depresi selain itu juga berguna dalam pengobatan nyeri neuropatik kronis.23-25

HCI

Tabel 1. Alarm symptoms sakit perut berulang disebabkan kelainan organik. Nyeri terlokalisir,jauh dari umbilikus - Nyeri menjalar (punggung, bahu, ekstremitas bawah) Nyeri sampai membangunkan anak pada malam hari - Nyeri timbul tiba-tiba - Disertai muntah berulang terutama muntah kehijauan - Disertai gangguan motilitas(diare, obstipasi, inkontinensia) - Disertai perdarahan saluran cerna - Terdapat disuria - Berhubungan dengan menstruasi - Terdapat gangguan tumbuh kembang - Terdapat gangguan sistemik: demam, nafsu makan turun - Terjadi pada usia < 4 tahun - Terdapat organomegali - Terdapat pembengkakan, kemerahan dan hangat pada sendi - Kelainan perirektal: fisura, ulserasi

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan adanya kelainan organik, ditunjukkan pada tabel dibawah ini. Tabel 2. Pemeriksaan dispepsia fungsional pada anak.4,22 Pemeriksaan

Tujuan

Pemeriksaan darah lengkap Mengevaluasi anemia, eosinopilia dan infeksi Pemeriksaan fungsi hati Menyingkirkan kelainan hati dan saluran empedu Pemeriksaan feses Menyingkirkan penyakit infeksi parasit Sedimentasi Jika meningkat, menyingkirkan adanya inflammatory bowel disease Serum amilase dan lipase Menyingkirkan pankreatitis USG liver Kemungkinan adanya batu saluran empedu Breath hydrogen test Evaluasi terhadap intoleransi laktosa dan Pertumbuhan berlebih bakteri usus halus Endoskopi Menyingkirkan adanya esophagitis, gastritis, Duodenitis ataupun infeksi Helicobacter pylori

CHCH2CH2N(CH3)2

Gambar 2. Rumus bangun amitriptilin23 Amitriptilin bekerja dengan mempengaruhi aktivitas neurotransmiter monoamin, termasuk norepinefrin dan serotonin. Amitriptilin bekerja dengan cara menghambat reuptake neurotransmiter norepinefrin dan serotonin dari celah sinaps. Kerja TCA lebih luas dibandingkan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), karena SSRI hanya mempengaruhi serotonin dan tidak norepinefrin. Amitriptilin juga berefek menekan anti muskarinik. 24,25 Efek samping amitriptilin berupa mengantuk, peningkatan berat badan, gejala antikolinergik seperti mulut kering, mata kering, lightheadedness, konstipasi, aritmia jantung.23,26 Amitriptilin sebagai terapi dispepsia fungsional Patofisiologi dispepsia fungsional sangat heterogen. Saat ini belum ada terapi yang memuaskan dalam pengobatan dispepsia fungsional. Faktor biopsikososial merupakan salah satu faktor yang berperan sehingga timbul gejala dispepsia fungsional. Faktor biopsikososial adalah faktor biologis dan faktor lingkungan berinteraksi untuk menghasilkan sindrom klinis dan penyakit.27,28 Salah satu elemen kunci untuk memahami patofisiologi gangguan gastrointestinal fungsional adalah berkaitan dengan disfungsi dari sistem sumbu otak-usus yang melibatkan sistem komunikasi pusat dan saraf enterik. Efek dari interaksi ini berdampak pada gejala perilaku sakit, dan kemanjuran pengobatan. Dengan demikian terjadi perubahan motilitas, hipersensitivitas dan inflamasi mukosa usus. Dalam hal ini, obatobatan psikoaktif dapat digunakan, terutama untuk pasien dengan gejala berat. 29,30 Salah satu terapi alternatif adalah golongan TCA seperti amitriptilin. Amitriptilin secara teoritis menguntungkan karena efek menyeluruh mereka pada sumbu otak-usus, baik di pusat dan di usus. Amitriptilin juga sering digunakan pada sindrom nyeri kronis somatik seperti migrain dan fibromyalgia, dan penggunaannya dalam pengobatan gangguan gastrointestinal fungsional telah meningkat.12,24,25 Amitriptilin memiliki potensi untuk mengurangi gejala dispepsia fungsional karena meningkatkan ketersediaan 5HT (pro-motilitas) tidak hanya di tingkat sistem saraf pusat,

187 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 45 • No.3 • Desember 2012

Peranan amitriptilin pada pengobatan dispepsia fungsional

tetapi juga di tingkat enterik.34 Mekanisme kerja Walaupun efek analgesik somatik dari amitriptilin telah dipelajari secara mendalam, namun efek analgesik viseralnya belum jelas. Cara kerja utamanya adalah dengan menginhibisi reuptake dari epinephrine dan serotonin di level presinaptik. Sifat antikolinergik dan antihistamin merupakan penyebab utama dari efek samping yang terjadi. Efek analgesik perifer disebabkan oleh penurunan rangsangan saraf sensorik aferen primer ke saraf tulang belakang dari struktur somatik dan visera. Amitriptilin secara konsisten menurunkan sensitivitas terhadap nyeri kronik neuropatik pada hewan percobaan dan lebih poten daripada SSRI. 29,30 Beberapa penelitian dewasa amitriptilin efektif dalam pengobatan dispepsia fungsional. Penelitian pada dewasa yang mengevaluasi manfaat amtriptilin pada penderita dispepsia fungsional dimana pada penelitian ini pasien yang mengalami kegagalan terapi dengan famotidin selama 4 minggu kemudian diterapi dengan amitriptilin selama 4 minggu. Pada studi ini amitriptilin sangat efektif dalam mengobati dispepsia fungsional.32 Suatu studi metaanalisis juga mendapatkan hasil amitriptilin bermakna dalam menurunkan rasa nyeri pada penderita dispepsia fungsional dewasa.33 RINGKASAN Dispepsia fungsional sering terjadi pada anak yang ditandai dengan gejala yang berasal dari daerah perut bagian atas seperti rasa sakit atau tidak nyaman perut bagian atas, perut terasa penuh, cepat kenyang, perut kembung, sendawa, dan mual. Diagnosis dispepsia fungsional ditegakkan berdasarkan kriteria ROME III. Amitriptilin Salah satu terapi alternatif dalam pengobatan dispepsia fungsional. Penelitian yang dilakukan pada dewasa amitriptilin bermanfaat namun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan peran dari amitriptilin dalam mengobati dispepsia fungsional pada anak dan remaja karena masih sedikit penelitian yang dilakukan. Data saat ini hanya mencerminkan keuntungan 10% lebih dari plasebo. Bukti saat ini mendukung kegunaan amitriptilin pada pengobatan dispepsia fungsional pada anak dan remaja belum pasti. DAFTAR PUSTAKA 1. Parkman HP. Motility and functional disorders of the stomach: diagnosis and management of functional dyspepsia and gastroparesis. Practical Gastroenterology. 2006;23–48. 2. Saps M, Youssef N, et al. Multicenter, randomized, placebo–controlled trial of amitriptyline in children with functional gastrointestinal disorders. Gastroenterology. 2009;137:1261–9. 3. Akamizu T, Iwakura H. Ghrelin and functional dyspepsia. International Journal of Peptides. 2010;10:1-6.

4. Rerksuppaphol L. Functional dyspepsia in children. Journal of Medicine. 2007;14:78-90. 5. Drug V, Stanciu C. Functional dyspepsia: recent advances (progresses) in pathophysiology and treatment. 2007;2:3114. 6. Talley NJ, Vakil N. Guidelines for the management of dyspepsia. Am J Gastroenterol. 2005;100:2324-37. 7. Baker G, Fraser RJ. Subtypes of functional dyspepsia. World Journal of Gastroenterology. 2006;7:2667-71. 8. Geeraerts B. Functional dyspepsia: past,present,and future. J Gastroenterol. 2008;43:251-5. 9. Allescher HD. Functional dyspepsia–a multicausal disease and its therapy. Elseiver. 2006;13:2–11. 10. Saad RJ, Chey WD. Review article: current and emerging therapies for functional dyspepsia. Aliment Pharmacol Ther. 2006;24:475-92. 11. Jones M, Crowell D. Functional gastrointestinal disorders: an update for the Psychiatrist. Psychosomatis. 2007;48:93- 102. 12. Monkemuller K. Drug treatment of functional dyspepsia. World J Gastroenterol. 2006;7:2694-700. 13. Bursch B. Psychological/cognitive behavior treatment of childhood functional abdominal pain and irritable bowel syndrome. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2008;47:706-8. 14. Dobrek L, Thor PJ. Pathophysiological concepts of functional dyspepsia and irritable bowel syndrome future pharmacotherapy. Drug Reseach. 2009;66:447-60. 15. Rasquin A, Lorenzo CD, Forbes D, Guiraldes E, Hyams JS, Staiano A. Childhood functional gastrointestinal disorders: child/adolescent. Gastroenterology. 2006;130:152737. 16. Rok SC, Talley NJ. Novel mechanism in functional dyspepsia. World J Gastroenterol. 2006;7:673-7. 17. Walker L. Psychological factor in the development and natural history of functional fastrointestinal disorders. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2008;47:687-8. 18. Miranda A. Early life events and the development of visceral hyperalgesia. World J Gastroenterol. 2006;7:682-5. 19. Rome III diagnostic criteria for functional gastrointestinal disorders. [Online]. 2010 [Cited 2010 May]; Available from: URL: http://www.romecriteria.org/pdfs/launch.pdf 20. Dwipoerwantoro PG. Dispepsia: diagnosis dan tatalaksana. Naskah Lengkap Kongres Nasional IV Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia (BKGAI). 2010. p. 52-4. 21. Drossman D. Rome III : the new criteria. Chinese Journal of Digestive Diseases. 2006;7:181-5. 22. Boediarso A. Sakit perut pada anak. In: Juffrie M, Soenarto SS, Oswari H, et al, editors. Buku ajar gastroenterologihepatologi. 1st ed. Jakarta: IDAI; 2010. p. 149-65. 23. Purwanto SL, Budipranoto G. Data obat di Indonesia. 10th ed. 2002. p. 308–11. 24. Yanagida KM, Narita M. Usefulness of antidepressants for improving the neuropathic pain like stase an pain induced anxiety through actions at different brain sites. Neuropsychopharmacology. 2008;33:1952-65. 25. Adam B, Gorelick. Differential effects of amitriptyline on

The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara |

188

188

Indra Mustawa, dkk

26. 27. 28.

29.

perception of somatic and visceral stimulation in healthy human. The American Physiological Society. 1998;193-8. Elavil. Amitriptyline. [Online]. 2010 [Cited 2010 Feb]; Available from: URL: http://www.psychatlanta.com/ documents/elavil.pdf Wilhelm I. Somatization, sensitization, and functional dyspepsia. Scandinavian Journal of Psychology. 2002;43:177–80. Gallagher RM, Verma S. Biopsychosocial factor in pain medicine. [Online]. 2008 [Cited 2008 Jan]; Available from: URL: http://www.med.unc.edu/medicine/fgidc/collateral/ functional_dyspepsia_06132005.pdf Syed IM, Thiwan, MD, Douglas A, Drossman, MD. Treatment of functional GI disorders with psychotropic medicines: a review of evidence with a practical approach. J Gastroenterology & Hepatology. 2006;2:678–87.

189

189 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 45 • No.3 • Desember 2012

Peranan amitriptilin pada pengobatan dispepsia fungsional

30. Kevin W, Olden. The use of antidepressants in functional gastrointestinal disorders:New uses for old drugs. CNS Spectrums. 2005;10:89-6. 31. Saps M, Lorenzo CD. Pharmacotherapy for functional gastrointestinal disorders in children. Journal of pediatric Gastroenterology and Nutrition. 2009;48:101-3. 32. Otaka M, Odasima M. New strategy of therapy for functional dyspepsia using famotidin mosapride and amitriptyline. Pubmed. 2005;21:42-6. 33. Passos MC, Duro D, Fregni F. CNS or classic drug for the treatment of pain in functional dyspepsia a systematic review and meta-analysis of the literature. Pain Physician. 2008;11:597-609.