PERBANDINGAN EFEK EKSTRAK DAUN KAYU PUTIH

Download Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah optical density (OD) dari pembentukan biofilm yang dibaca dengan menggunakan ... merupakan ...

0 downloads 479 Views 382KB Size
Majalah Kesehatan FKUB

Volume 2, Nomer 2, Juni 2015

Perbandingan Efek Ekstrak Daun Kayu Putih (Melaleuca leucadendra L.) sebagai Antibiofilm Staphylococcus aureus Isolat Darah dan Urin Mayniar Ayu Rahmadianti*, Dewi Santosaningsih**, Noorhamdani AS** ABSTRAK Staphylococcus aureus sering menyebabkan infeksi oportunistik dan nosokomial, terutama pada pasien dengan implanted medical devices (IMD). Hal ini disebabkan oleh kemampuan S. aureus dalam membentuk biofilm pada IMD. Adanya perbedaan kemampuan untuk membentuk biofilm dari berbagai strain S. aureus disebabkan oleh perbedaan regulasi gen ica-locus. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek ekstrak daun kayu putih sebagai antibiofilm Staphylococcus aureus dari isolat darah dan urin dan melihat apakah ada perbedaan efek antibiofilm antara kedua isolat. Studi eksperimental ini menggunakan post test only control group design. Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah optical density (OD) dari pembentukan biofilm yang dibaca dengan menggunakan spektrofotometer. Untuk melakukan uji hambat pembentukan biofilm digunakan metode mikrotiter menurut Christensen et al (1987), dengan memberikan ekstrak daun kayu putih konsentrasi 2,5 x 10-4 g/ml – 3,2 x 10-2 g/ml pada kelompok perlakuan. Hasil uji ANOVA menunjukkan adanya perbedaan OD antar kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (p < 0,05). Namun tidak ada peningkatan efek hambat yang bermakna pada konsentrasi di atas 2,5 x 10-4 g/ml. Berdasarkan nilai uji regresi linier sederhana, efek antibiofilm ekstrak terlihat lebih kuat pada S. aureus isolat darah (koefisien  = -980) meskipun perbedaan ini tidak terlalu bermakna. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun kayu putih mempunyai efek antibiofilm serta kemampuan dalam menghambat S. aureus isolat darah dan urin namun tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua isolat. Kata kunci: Biofilm, Ekstrak daun kayu putih, Staphylococcus aureus.

Comparative Effects of Eucalyptus (Melaleuca leucadendra L.) Leaves Extract as Antibiofilm for Staphylococcus aureus Blood and Urine Isolates ABSTRACT Staphylococcus aureus often causes opportunistic and nosocomial infections, especially in patients with implanted medical devices (IMD), this might be caused by the ability of S. aureus to form biofilm on it. Each strain from different clinical isolates has different strength in forming the biofilm due to different regulation of ica-locus gene. Thus, this research aimed to prove the effect of eucalyptus leaves extract as an antibiofilm for S. aureus from blood and urine isolates with different strains and to determine whether there are any differences in antibiofilm effect between the two isolates. This experimental study used post test only controls group design. The variable measured is the optical density (OD) of biofilm formation tested by spectrophotometer. Inhibition test of biofilm formation is carried out using the microtiter plate method, by adding the eucalyptus extract with concentration ranging from 2.5 x 10-4 g/ml - 3.2 x 10-2 g/ml to the treatment group. The ANOVA results of this study showed that there are significant differences in the inhibitory effect on biofilm formation between treatment group and positive control (p < 0.05). However, there is no significant increase in inhibitory effect when the concentration in treatment group is above 2.5 x 10-4 g/ml. The linear regression test showed that antibiofilm effect of eucalyptus extract slightly stronger on blood isolate, but it is not considered significant. In conclusion, eucalyptus leaves extract has antibiofilm effect for both S. aureus blood and urine isolates and there is no significant different effect between them. Keywords: Biofilm, Eucalyptus leaves extract, Staphylococcus aureus. * Program Studi Pendidikan Dokter, FKUB ** Laboratorium Mikrobiologi, FKUB

70

Majalah Kesehatan FKUB

Volume 2, Nomer 2, Juni 2015

PENDAHULUAN Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan flora normal tubuh yang tidak berbahaya pada manusia dengan sistem imun yang normal. Namun bakteri ini sering menyebabkan infeksi oportunistik dan nosokomial, terutama pada pasien dengan implanted medical devices.1 Staphylococcus aureus telah diakui sebagai patogen yang penting dalam penyebab infeksi selama lebih dari 100 tahun. Sebelum timbul resistensi tehadap penisilin, pada tahun 1941 angka mortalitas mencapai 82 % dari 122 pasien S. aureus septikemia di Boston City Hospital.2 Angka mortalitas terhadap S. aureus turun setelah dikenalkannya penisilin sebagai terapi Staphylococcus bakteremia. Namun setelah ditemukannya methicillin, terjadi peningkatan insiden infeksi akibat methicillin resistant staphylococcus aureus (MRSA). Seperti yang terjadi di Queensland, Australia selama tahun 2000-2006 terdapat peningkatan kasus infeksi MRSA dari 71 kasus menjadi 315 kasus per satu juta pasien.3 Infeksi yg diakibatkan oleh S. aureus ini biasanya tidak mudah untuk diatasi karena sering kambuh. Faktor penting yang menyebabkan hal tersebut adalah kemampuannya membentuk biofilm. Sifat dari struktur dan atribut fisiologi dari biofilm S. aureus yang menyebabkan sulit untuk diatasi secara tuntas adalah perlekatan sel bakteri yang kuat pada implanted medical devices, produksi endotoksin untuk melawan respon imun dari inang, tidak mampunyai sistem imun untuk mengeliminasi bakteri yang berkembang dalam biofilm, serta adanya pertukaran plasmid dalam biofilm yang membawa gen resisten terhadap antimikroba tertentu.4 Biofilm dari S. aureus sering terdapat pada alat-alat kedokteran yang dipasang

pada tubuh pasien, seperti pada kateter urin dan central venous catheters (CVC)sehingga sering menyebabkan infeksi saluran kencing dan sepsis, dengan angka kejadian masingmasing 10–50 % dan 3-5 %. Pada isolat urin dan darah terdapat perbedaan kekuatan S. aureus dalam membentuk biofilm, pada isolat darah ke-18 dari 32 sampel (56,2 %) S. aureus menghasilkan biofilm5, sedangkan pada isolat urin ke-15 dari 18 sampel (83,3 %) S. aureus menghasilkan biofilm.6 Penelitian terkini banyak yang memfokuskan pada identifikasi bahan baru yang memiliki sifat antibiofilm. Bahan alami seperti ekstrak dari tanaman telah banyak diteliti sebagai alternatif potensial untuk menangani berbagai macam penyakit infeksi7, salah satu dari bahan alam yang berpotensi adalah ekstrak daun kayu putih. Ekstrak dari daun kayu putih (Melaleuca leucadendra L.) ini telah diteliti mempunyai efek toksik yang selektif terhadap mikroba.8 Pada penelitian sebelumnya ditemukan ekstrak kayu putih mengandung flavonoid9, terpenoid10, tannin11, 1,8-cineole12 dan lainlain sehingga diduga memiliki efek antibiofilm. Belum diketahui perbedaan efek antibiofilm ekstrak daun kayu putih (Melaleuca leucadendra L.) terhadap S. aureus isolat darah maupun isolat urin baik untuk sel planktonik maupun biofilmnya. Perbedaan efek tersebut perlu diketahui agar ekstrak daun kayu putih sebagai antibiofilm S.aureus dapat digunakan dengan tepat. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui efek antibiofilm ekstrak daun kayu putih sebagai antibiofilm S. aureus serta membandingkan efektifitas ekstrak daun kayu putih ini sebagai antibiofilm S. aureus isolat darah dan isolat urin. Diharapkan penelitian ini dapat

71

Majalah Kesehatan FKUB

Volume 2, Nomer 2, Juni 2015

memberikan informasi baru mengenai bahan alternatif untuk menangani biofilm S. aureus.

Uji hambat pembentukan biofilm pada penelitian ini sesuai dengan metode Chritensen et al14 dengan modifikasi. Perbenihan cair dengan konsentrasi 106 CFU/ml dimasukkan sebanyak 0,1 ml ke dalam mikrotiter 96-well diinkubasi selama 24 jam. Setelah itu diberi ekstrak sesuai kelompok perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 2,5 x 10-4 g/ml, 5 x 10-4 g/ml, 1 x 10-3 g/ml, 2 x 10-3 g/ml, 4 x 10-3 g/ml, 8 x 10-3 g/ml, 1,6 x 10-2 g/ml, dan 3,2 x 10-2 g/ml sebanyak 0.1 ml pada tiap-tiap isolat dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ºC. Isi dari tiap well selanjtnya diaspirasi dan dicuci 3 kali menggunakan 0,2 ml phosphate buffered saline (PBS). Proses pewarnaan biofilm menggunakan 0,2 ml kristal violet 2 % lalu dibilas dengan akuades steril dan dikeringanginkan. Untuk pembacaan nilai optical density (OD) menggunakan spektofotometer yang sebelumnya tiap well diberi 0,2 ml HCL isopropanol. Hasil pengukuran OD biofilm pada tiap isolat dianalisis dengan menggunakan program SPSS for Windows.

BAHAN DAN METODE Dalam penelitian ini digunakan rancangan penelitian true experimental dengan post test only control group design. Penelitian ini menggunakan metode microtiter plate untuk mengetahui efek ekstrak daun kayu putih (M. leucadendra L.) terhadap pembentukan biofilm S. aureus isolat darah dan urin. Minimal biofilm inhibitory concentration (MBIC) diukur menggunakan mikrotiter plate method yang kemudian dibaca dengan spektrofotometer.13 Kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak mendapat perlakuan berupa pemberian ekstrak. Sementara kelompok perlakuan adalah kelompok yang mendapat perlakuan berupa pemberian ekstrak dengan dosis 2,5 x 10-4 g/ml, 5 x 10-4 g/ml, 1 x 10-3 g/ml, 2 x 10-3 g/ml, 4 x 10-3 g/ml, 8 x 10-3 g/ml, 1,6 x 10-2 g/ml, dan 3,2 x 10-2 g/ml pada tiap-tiap isolat. Ekstrak daun kayu putih adalah hasil ekstrasi berbentuk pasta daun kayu putih dengan pelarut etanol 96 %. Ekstrak yang didapat dianggap dapat memiliki kandungan ekstrak sebesar 100 %. Daun kayu putih berasal dari kota Batu yang telah disertifikasi oleh Balai Materia Medika. Daun dipillih yang muda, segar, berwarna hijau, dan berasal dari satu pohon. Sebelum dilakukan uji hambat pembentukan biofilm diakukan reidentifikasi bakteri dari stock culture di Lab. Mikrobiologi FKUB untuk tiap-tiap isolat seperti pewarnaan Gram, tes katalase, tes koagulase, inokulasi pada chrom agar. Proses ini dilanjutkan dengan menginokulasi bakteri pada congo red agar untuk melihat apakan strain yang digunakan merupakan strain pembentuk biofilm.

HASIL Pada tahap reidentifikasi didapatkan gambaran bakteri kokus Gram positif, tes katalase positif, tes koagulase positif serta koloni berwarna merah muda pada chrom agar pada kedua isolat menandakan koloni Staphylococcus aureus. Uji deteksi pembentukan biofilm memberikan hasil koloni yang berwarna hitam pada congo red agar pada kedua isolat menandakan bahwa strain yang digunakan merupakan strain pembentuk biofilm. Perincian hasil dari uji hambat pembentukan biofilm dari kedua isolat dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

72

Majalah Kesehatan FKUB

Volume 2, Nomer 2, Juni 2015

Tabel 1. Nilai optical density biofilm bakteri S. aureus isolat urin yang diukur dengan spektrofotometer Konsentrasi

Pengulangan

Mean ± SD

3.2 x 10-2 g/ml

I 4,7 x 10-2

II 4,5 x 10-2

III 3,5 x 10-2

IV 7,9 x 10-2

V 5,5 x 10-2

VI 4,8 x 10-2

1.6 x 10-2 g/ml

4,5 x 10-2

4 x 10-2

3,7 x 10-2

7,2 x 10-2

6 x 10-2

5,6 x 10-2

8 x 10-3 g/ml

4,5 x 10-2

5,1 x 10-2

4,6 x 10-2

7,7 x 10-2

8,1 x 10-2

6,9 x 10-2

4 x 10-3 g/ml

4,3 x 10-2

4,9 x 10-2

5,4 x 10-2

10,2 x 10-2

5,9 x 10-2

8,5 x 10-2

2 x 10-3 g/ml

4,6 x 10-2

4,9 x 10-2

6,7 x 10-2

9,1 x 10-2

6,1 x 10-2

10,5 x 10-2

1 x 10-3 g/ml

3,1 x 10-2

4,4 x 10-2

5,4 x 10-2

7,1 x 10-2

6,2 x 10-2

5,9 x 10-2

5 x 10-4 g/ml

4,9 x 10-2

4,4 x 10-2

6,2 x 10-2

7,9 x 10-2

6,3 x 10-2

7,7 x 10-2

2.5 x 10-4 g/ml

4 x 10-2

3,9 x 10-2

5,2 x 10-2

7,3 x 10-2

6 x 10-2

6 x 10-2

0 g/ml

25 x 10-2

29 x 10-2

24 x 10-2

22 x 10-2

27 x 10-2

31 x 10-2

Tabel 2. Nilai optical density biofilm bakteri S. aureus spektrofotometer Konsentrasi

isolat darah yang diukur dengan

Pengulangan

Mean ± SD

3.2 x 10-2 g/ml

I 3,9 x 10-2

II 3,1 x 10-2

III 2,9 x 10-2

IV 4,7 x 10-2

V 4,6 x 10-2

VI 3,9 x 10-2

1.6 x 10-2 g/ml 8 x 10-3 g/ml

3,8 x 10-2 4,2 x 10-2

3,7 x 10-2 4 x 10-2

3,9 x 10-2 4,7 x 10-2

5,2 x 10-2 6,2 x 10-2

4,8 x 10-2 6,5 x 10-2

3,5 x 10-2 6,4 x 10-2

4 x 10-3 g/ml

4,2 x 10-2

3,5 x 10-2

4,5 x 10-2

6,8 x 10-2

6,5 x 10-2

5,7 x 10-2

2 x 10-3 g/ml

4,2 x 10-2

4,2 x 10-2

4,8 x 10-2

6,3 x 10-2

6,5 x 10-2

5,4 x 10-2

1 x 10-3 g/ml

3,2 x 10-2

3,6 x 10-2

4 x 10-2

5,2 x 10-2

5,1 x 10-2

4,1 x 10-2

5 x 10-4 g/ml

3,3 x 10-2

3,5 x 10-2

4,9 x 10-2

5,9 x 10-2

5,3 x 10-2

4,3 x 10-2

2.5 x 10-4 g/ml

4,3 x 10-2

4,1 x 10-2

5,3 x 10-2

5,7 x 10-2

6,5 x 10-2

5,9 x 10-2

0 g/ml

33 x 10-2

32 x 10-2

32 x 10-2

36 x 10-2

41 x 10-2

32 x 10-2

73

5,1 x 10-2 ± 1,4 x 10-2 5,1 x 10-2 ± 1,3 x 10-2 6,1 x 10-2 ± 1,6 x 10-2 6,5 x 10-2 ± 2,3 x 10-2 6,9 x 10-2 ± 2,4 x 10-2 5,3 x 10-2 ± 1,4 x 10-2 6,2 x 10-2 ± 1,4 x 10-2 5,5 x 10-2 ± 1,5 x 10-2 26 x 10-2 ± 3,3 x 10-2

3,8 x 10-2 ± 0,7 x 10-2 4,1 x 10-2 ± 0,6 5,3 x 10-2 ± 1,1 x 10-2 5,2 x 10-2 ± 1,3 x 10-2 5,2 x 10-2 ± 1 x 10-2 4,2 x 10-2 ± 0,8 x 10-2 4,5 x 10-2 ± 1 x 10-2 5,3 x 10-2 ± 0,9 x 10-2 34 x 10-2 ± 3,6 x 10-2

Majalah Kesehatan FKUB

Volume 2, Nomer 2, Juni 2015

OD (x 10-2)

26

5,1

5,1

6,1

6,5

1

2

3

4

6,9

5

5,3

6,2

5,5

6

7

8

Keterangan: 1 = 3,2 x 10-2 g/ml 2 = 1,6 x 10-2 g/ml 3 = 8 x 10-3 g/ml 4 = 4 x 10-3 g/ml 5 = 2 x 10-3 g/ml 6 = 1 x 10-3 g/ml 7 = 5 x 10-4 g/ml 8 = 2,5 x 10-4 g/ml 9 = 0 g/ml

9

Konsentrasi

Gambar 1. Nilai rata-rata OD biofilm bakteri S. aureus isolat urin

OD (x 10-2)

34

3,8

4,1

5,3

5,2

5,2

4,2

4,5

5,3

1

2

3

4

5

6

7

8

Keterangan: 1 = 3,2 x 10-2 g/ml 2 = 1,6 x 10-2 g/ml 3 = 8 x 10-3 g/ml 4 = 4 x 10-3 g/ml 5 = 2 x 10-3 g/ml 6 = 1 x 10-3 g/ml 7 = 5 x 10-4 g/ml 8 = 2,5 x 10-4 g/ml 9 = 0 g/ml

9

Konsentrasi

Gambar 2. Nilai rata-rata OD biofilm bakteri S. aureus isolat darah Analisis dari uji hambat pembentukan biofilm untuk kedua isolat didapatkan hasil yang signifikan (p > 0.05) untuk uji normalitas dan uji homogenitas. Uji one way ANOVA juga didapatkan hasil yang signifikan (p < 0.01) untuk kedua isolat. Untuk melihat konsentrasi mana saja yang memberikan efek hambatan pembentukan biofilm yang bermakna dibandingkan kontrol dilakukan uji post hoc ANOVA menggunakan metode LSD. Didapatkan konsentrasi yang memiliki nilai OD yang berbeda bermakna dengan kontrol positif adalah 2,5 x 10-4 g/ml untuk kedua isolat. Sehingga diperlukan uji

tambahan yaitu uji independent t-test untuk konsentrasi 2,5 x 10-4 g/ml dengan kontrol positif, didapatkan hasil yang signifikan (p < 0,01). Selanjutnya dilakukan uji regresi linier sederhana untuk konsentrasi 2,5 x 10-4 g/ml dengan kontrol positif dan didapatkan hasil Standardized coefficients sebesar -975 untuk isolat urin dan -980 untuk isolat darah. PEMBAHASAN Menurut Karatan dan Watnick, terdapat beberapa mekanisme untuk menghancurkan biofilm.15 Diantaranya adalah degradasi

74

Majalah Kesehatan FKUB

Volume 2, Nomer 2, Juni 2015

matriks biofilm, cell death dan cell lysis. Kandungan ekstrak daun kayu putih seperti tannin, terpenoid, flavanoid, dan 1,8-cineole dapat digunakan untuk menghambat pembentukan biofilm karena mempunyai mekanisme yang menyebabkan terjadinya degradasi matriks biofilm, cell lysis, dan cell death seperti yang telah dijelaskan oleh Karatan and Watnick. 1,8 cineole dan tannin mempunyai efek cell death and cell lysis pada biofilm karena 1,8 cineole menginduksi system apoptosis, sedangkan tannin mempunyai efek bakteriosidik. 16-17 Tannin dan flavonoid juga mempunyai efek inhibisi terhadap molekul adhesin yang sangat dibutuhkan dalam pembentukan biofilm.18-19 Terpenoid memiliki efek disrupsi membran lipophilic compound yang diduga dapat mengganggu sifat hidrofobik dari bakteri penyusun biofilm.18 Hydrophobicity merupakan faktor virulensi yang berkaitan dengan peningkatan agregasi bakteri pada substrat, sehingga perubahan sifat hidrofobik akan merubah virulensinya dalam membentuk biofilm.20 Hasil analisis statistik pada kedua isolat bakteri Staphylococcus aureus (urin dan darah) didapatkan data OD dalam batas normal dan homogen untuk tiap isolat. Pada isolat darah dan urin, pembentukan biofilm telah menurun secara signifikan pada perlakuan dengan konsentrasi yang paling rendah yaitu 2,5 x 10-4 g/ml. Hasil rata-rata OD pada rentang konsentrasi 2,5 x 10-4 g/ml – 3,2 x 10-2 g/ml menunjukkan angka yang tidak konsisten dalam menghambat pembentukan biofilm. Pada Gambar 1 dan Gambar 2, dapat terlihat bahwa dalam suatu rentang konsentrasi ekstrak daun kayu putih cenderung menginduksi pembentukan biofilm sebelum akhirnya menghambat pembentukannya. Namun tidak ada perubahan nilai yang bermakna pada naik turunnya nilai OD tersebut dan dari uji one way ANOVA didapatkan konsentrasi optimal untuk ekstrak daun kayu putih untuk

menghambat pembentukan biofilm adalah pada konsentrasi 2,5 x 10-4 g/ml untuk kedua isolat karena itu dilakukan uji independent ttest untuk mengetahui besar pengaruh ekstrak daun kayu putih 2,5 x 10-4 g/ml terhadap pembentukan biofilm Staphylococcus aureus dibandingkan dengan kontrol positif terhadap setiap isolat. Nilai OD yang fluktuatif kemungkinan disebabkan oleh gen yang mengekspresikan pembentukan biofilm mempunyai mekanisme untuk menstimulasi produksi biofilm lebih banyak pada kondisi yang tidak menguntungkan sampai batas tertentu. Hal ini mengingat fungsi biofilm untuk membantu bakteri planktonic agar selamat pada kondisi yang buruk. Namun belum diketahui secara pasti regulasi dari gen ini sehingga perlu diteliti lebih lanjut. Kemungkinan adanya human error yang mempengaruhi hasil tersebut juga besar, karena dalam proses penelitian ini diperlukan proses pipetting yang kekuatannya dapat berbeda untuk tiap well. Dari hasil uji regresi linier sederhana didapatkan nilai koefisien determinasi sebesar -975 untuk isolat urin dan -986 untuk isolat darah. Dari angka-angka ini dapat disimpulkan bahwa 97 % penurunan pembentukan biofilm Staphylococcus aureus isolat urin dipengaruhi oleh adanya pemberian ekstrak daun kayu putih sebesar 2,5 x 10-4 g/ml serta 98 % penurunan pembentukan biofilm Staphylococcus aureus isolat darah dipengaruhi oleh adanya pemberian ekstrak daun kayu putih sebesar 2,5 x 10-4 g/ml. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun kayu putih sebesar 2,5 x 10-4 g/ml mempunyai efek yang kuat terhadap penghambatan pembentukan biofilm Staphylococcus aureus baik isolat urin maupun isolat darah, serta tidak didapatkan perbedaan efek hambatan pembentukan biofilm yang bermakna dari kedua isolat.

75

Majalah Kesehatan FKUB

Volume 2, Nomer 2, Juni 2015

Analisis menggunakan metode microtiter plate test nilai MBIC untuk isolat urin dan darah adalah 2,5 x 10-4 g/ml ekstrak daun kayu putih. Disarankan untuk penelitian selanjutnya menggunakan konsentrasi yang lebih dirapatkan lagi rentangnya karena dinilai efek esktrak daun kayu putih pada konsentrasi 2,5 x 10-4 g/ml sudah optimal. Dari hasil uji regresi linier tidak nampak adanya perbedaan yang bermakna antara pengaruh ekstrak daun kayu putih terhadap hambatan pembentukan biofilm S. aureus pada isolat darah dan urin. Namun hal ini belum dapat dikonfirmasi karena pada saat awal penelitian tidak diukur secara kuantitatif apakan kedua strain membentuk biofilm dalam kapasitas yang sama, sehingga perlu dilakukan pengukuran terlebih dahulu pada penelitian selanjutnya. Adanya sedikit perbedaan nilai uji regresi linier sederhana pada kedua isolat bisa terjadi karena adanya perbedaan kekuatan dalam membentuk biofilm antara kedua isolat. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan strain dari bakteri S. aureus. Dengan digunakannya strain yang berbeda, besar kemungkinan kedua strain ini memiliki perbedaan fenotip yang berkaitan dengan kekuatan pembentukan biofilm. Jadi tidak dapat diketahui perbedaan secara pasti kekuatan tiap strain dalam membentuk biofilm. Perbedaan nilai uji regresi linier sederhana juga dapat disebabkan adanya genotypic instability. Menurut Nuryastuti (2010), genotypic instability pada ica-locus dapat menyebabkan perubahan yang reversible pada fenotip, fenotip ica-positive bisa berubah menjadi ica-negative dan kemampuan switching ini juga berbeda pada strain yang berbeda. Hal ini dapat dipengaruhi oleh lingkungan biakan dan juga freshness of the culture. Karena itu disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk menilai apakah hasil dari penelitian ini berlaku secara general untuk

seluruh strain dari isolat darah dan isolat urin. Nilai uji regresi linier sederhana yang sedikit lebih tinggi pada uji hambat pembentukan biofilm S. aureus isolat darah juga dapat dipengaruhi oleh cara pengerjaan prosedur penelitian. Protokol yang ada harus dilakukan sesuai dengan ketentuan dan juga harus dilakukan dengan hati-hati. Perbedaan dalam melakukan protokol yang ada dapat mempengaruhi hasil OD biofilm. Karakteristik ekstrak juga mempengaruhi hasil yang didapatkan. Ekstrak daun kayu putih yang digunakan dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang pekat dan menggumpal serta sedikit mengikat pewarna kristal violet. Sifat dari ekstrak ini dapat mempengaruhi nilai OD dari biofilm karena pembacaan nilai OD menggunakan prinsip pembelokan cahaya oleh bakteri pada biofilm yang terwarna oleh kristal violet. Jika terdapat sisa ekstrak yang berikatan dengan kristal violet yang masih tertinggal pada mikrotiter saat dibaca pada ELISA reader, akan terbaca sebagai false positive. Mempertimbangkan beberapa faktor di atas yang dapat mempengaruhi hasil pembacaan OD biofilm, maka dapat disarankan untuk menggunakan metode yang berbeda untuk penelitian selanjutnya. Metode yang dapat disarankan adalah metode MTT ((3-(4,5Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide, a yellow tetrazole)) assay atau XTT ((2,3-bis-(2-methoxy-4-nitro-5-sulfophenyl)2H-tetrazolium-5-carboxanilide)) assay, metode ini mengukur proliferasi sel dan menghitung sel yang masih hidup dengan mengubah nilai yang didapat dari pembacaan ELISA reader. Nilai yang didapat adalah OD dari perubahan MTT menjadi formazan yang berwarna ungu setelah terpapar enzim reduktase yang dihasilkan oleh mitokondria.21

76

Majalah Kesehatan FKUB

Volume 2, Nomer 2, Juni 2015

KESIMPULAN

7. Prabuseenivasan S, Jayakumar M, Ignachimutu S. In Vitro Antibacterial Activity of Some Plant Essential Oils. BMC Complementary and Alternative Medicine. 2006. 6: 39. 8. Valdéz AFC, Martínez JM, Lizama RS, Vermeersch M, Cos P, Maes L. In vitro Anti-Microbial Activity of the Cuban Medicinal Plants Simarouba glauca DC, Melaleuca leucadendron L and Artemisia absinthium L. Mem Inst Oswaldo Cruz. 2008.103(6):615-618. 9. Wollenweber E, Wehde R, Dörr M, Lang G, Stevens JF. C-Methyl-Flavonoids from the Leaves Waxes of Some Myrtaceae. Phytochem. 2000. 55: 965970. 10. Lee Ching-Kuo. Ursane Triterpenoids from Leaves of Melaleuca leucadendron. Phytochem. 1998. 49(4): 1119-1122. 11. Yoshida T, Maruyama T, Nitta A, Okuda T. An Hydrolysable Tannin and Accompanying Polyphenols from Melaleuca leucadendron. Phytochem. 1996. 42(4):1171-1173. 12. Inouye S, Yamaguchi H, Takizawa T. Screening of the Antibacterial Effects of a Variety of Essential Oil on Respiratory Tract Pathogens, Using a Modified Dilution Assay Method. J Infect Chemother. 2001. 7:251-254. 13. Nuryastuti T. Environmental Signals Affecting ica-Expression in Staphylococcus epidermidis Biofilms. Yogyakarta: Niaga Sejati. 2010. p 2-11. 14. Christensen GD, Simpson WA, Younger JJ, Baddour LM, Barret FF, Melton DM, Beachey EH. Adherence of CoagulaseNegative Staphylococci to Plastic Tissue Culture Plates: a Quantitative Model for the Adherence of Staphylococci to Medical Devices. J Clin Microbiol. 1985. 22(6):996-1006. 15. Karatan E and Watnick P. Signals, Regulatory Networks, and Materials

Ekstrak daun kayu putih mempunyai efek antibiofilm pada Staphylococcus aureus isolat darah dan urin. Tampak tidak ada perbedaan efek ekstrak daun kayu putih sebagai antibiofilm yang bermakna untuk Staphylococcus aureus isolat urin dan darah. Konsentrasi Minimal ekstrak daun kayu putih untuk menghambat biofilm (MBIC) Staphylococcus aureus isolat urin dan darah adalah 2,5 x 10-4 g/ml. DAFTAR PUSTAKA 1. Consterton JW, Stewart PS, Greenberg EP. Bacterial Biofilms: A Common Cause of Persistent Infections. Science. 2010. 284:1318. 2. Skinner D, Keefer CS. Significance of Bacteremia Caused by Staphylococcus aureus Colonization. Arch Intern Med. 1941. 68:851-875. 3. David MZ, Daum RS. CommunityAssociated Methicillin Resistant Staphylococcus aureus: Epidemiology and Clinical Consequences of an Emerging Endemics. Clin Microbiol Rev. 2010. 23(3):616-687. 4. Donlan MR, Costerton JW. Biofilms: Survival Mechanisms of Clinically Relevant Microorganisms. Clin Microbiol Rev. 2002.15(2):167-193. 5. Votava M, Woznicová V. Production of Slime by Staphylococcal Isolates from Blood Culture. (Abstract). Cent Eur J Public Health. 2000. 8(1):18-20. 6. Gad GFM, El-Feky MA, El-Rehewy MS, Hassan MA, Abolella H, El-Baky RMA. Detection of icaA, icaD genes and Biofilm Production by Staphylococcus aureus and Staphyloccus epidermidis isolated from Urinary Tract Catheterized Patients. J Infect Dev Ctries. 2009. 3(5):342-351.

77

Majalah Kesehatan FKUB

16.

17.

18.

19.

20.

21.

Volume 2, Nomer 2, Juni 2015

That Build and Break Bacterial Biofilms. Microbiol Mol Biol Rev. 2009. 73(2): 310-347. Cha JD, Kim YH, Kim JY. Essential Oil and 1,8-Cineole from Artemisia lavandulaevolia Induces Apoptosis in KB Cells via Mitochondrial Stress and Caspase Activation. Food Sci Biotechnol. 2010. 19(1):185-191. Funatogawa K, Hayashi S, Shimomura H, Yoshida T, Hatano T, Ito H, Hirai Y. Antibacterial Activity of Hydrolyzable Tannins Derived from Medical Plants Against Helicobacter pylori. Microbiol Immunol. 2004. 48(4):251-261. Cowan MM. Plant Products as Antimicrobial Agents. Clin Microbiol Rev 1999. 10(4):564-582. Crespo I, García-Mediavilla MV, Gutiérrez B, Sánchez-Campos S, Tuñon MJ, González-Gallego J. A Comparison of the Effects of Kaempferol and Quercetin on Cytokine-Induced Pro inflammatory Status of Cultured Human Endothelial Cells. Br J Nutr. 2008. 100:968-976. Qadri F, Hossain SA, Čižnár I, Haider K, Ljungh Å, Wadström T, Sack DA. Congo Red Binding and Salt Aggregation as Indicators of Virulence in Shigella Species. J Clin Microbiol. 1988. 26(7):1343-1348. Biotium Inc. XTT Cell Viability Assay Kit. (online). Diakses 20 Agustus 2011 jam 20.00. http://www.biotium.com.

78