PERBEDAAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN STROKE ISKEMIK DAN STROKE

PENDAHULUAN Profil kesehatan ... Di Indonesia sendiri menurut laporan Riskesdas tahun 2007, ... kejadian stroke hemoragik juga tidak dapat diabaikan b...

56 downloads 741 Views 644KB Size
PERBEDAAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN STROKE ISKEMIK DAN STROKE HEMORAGIK PADA PASIEN STROKE RAWAT INAP RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA TAHUN 2012 Taruli Tua Pane1, Krisnawati Bantas2 1

2

Program Sarjana, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia.

Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok 16424, Indonesia

ABSTRAK Stroke merupakan penyakit nomor 3 terbesar dan paling sering menyebabkan kematian di Indonesia. Prevalensi kejadian stroke di Indonesia menurut riskesdas 2007 adalah sebesar 8,3 per 1000 penduduk. Di Jakarta sendiri prevalensi kejadian stroke masih berada di atas prevalensi nasional yaitu 12,5 per 1000 penduduk dan menimbulkan banyak problem baik dari sisi sosial maupun ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan faktor risiko kejadian stroke iskemik dan stroke hemoragik pada pasien stroke di RS Harapan Kita Tahun 2012. Penelitian dilakukan dengan menganalisis data sekunder berupa status rekam medis pasien menggunakan desain studi cross sectional. Hasil menunjukkan terdapat pasien penderita stroke iskemik (10,4%) dan hemoragik (89,6%) dengan karakteristik umur ≥62 tahun (51,5%), berjenis kelamin laki-laki (62%), pendidikan rendah (17,8%), memiliki perilaku merokok (37,4%), mengidap hipertensi (81,6%) dan DM (50,3%). Berdasarkan analisis bivariat tidak ditemukan adanya perbedaan yang secara statistik bermakna antara faktor risiko dengan kejadian stroke, namun perbedaan proporsi faktor risiko pada stroke iskemik selalu lebih besar dibandingkan stroke hemoragik. Kata kunci : stroke, faktor risiko, rs jantung harapan kita ABSTRACT Stroke is the third disease which often cause death in Indonesia. Prevalence of stroke in Indonesia from Riskesdas 2007 is 8,3 per 1000 person. Prevalence of stroke in Jakarta is still higher then national prevalence that is 12,5 per 1000 person and cause a lot of problems both in terms of social and economic. This research aims to identify different risk factors of ischemic and hemorragic stroke in inpatient of stroke at National Cardiovascular Center Harapan Kita 2012. The study was conducted by analyzing secondary data from patient medical record by using cross sectional study. Results showed that there were patients with ischemic stroke (10,4%) and hemorrhagic (89,6) with a characteristic age ≥62 years (51,5%), male (62%), low education (17,8%), smoking behaviour (37,4%), hypertension (81,6%) and diabetes (50,3%). Based on

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

bivariate analysis, result shows that there is no statistical difference between risk factors and incidence of stroke, but the difference proportion of risk factors in ischemic stroke always greater than hemorrhagic stroke. Keywords : stroke, risk factor, cardiovascular center harapan kita

PENDAHULUAN Profil kesehatan masyarakat di negara-negara industri juga telah berubah secara dramatis dalam setengah abad terakhir, dimana penyakit degeneratif kronik seperti jantung dan stroke, adalah yang paling tinggi prevalensinya dalam masyarakat umum maupun masyarakat pekerja dan berperan amat besar (36,5%) bagi kematian, kesakitan dan ketidak-mampuan kerja. Jika digabungkan dengan penyakit kanker, penyakit paru obstruktif kronik dan diabetes mellitus, maka 66,8% atau 2/3 kematian pada masyarakat industri disebabkan oleh penyakit degeneratif kronik dan ini tentunya akan mempengaruhi produktifitas kerja dunia industri

Indonesia

(Depkes, 2007). Perubahan pola struktur masyarakat indonesia menjadi masyarakat industri banyak memberi andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup dan sosial ekonomi, yang pada gilirannya dapat memicu peningkatan penyakit tidak menular (PTM). Perubahan pola dari penyakit menular ke penyakit tidak menular ini dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi (Bustan 2007). Adanya perubahan gaya hidup akibat pengaruh globalisasi yang juga dibarengi dengan ketidaktahuan akan faktor risiko penyebab yang harusnya dapat dicegah, mengakibatkan penyakit tidak menular dan disabilitas kronis akan mengalami peningkatan seiring pula dengan meningkatnya umur harapan hidup (Julianty dkk, 2005). Dari berbagai jenis penyakit tidak menular yang ada, baik pada negara maju maupun negara berkembang, penyakit jantung dan stroke menduduki jajaran teratas sebagai penyakit kronis yang menyebabkan kematian tertinggi di seluruh dunia. Stroke merupakan suatu terminologi klinis untuk gangguan sirkulasi darah yang terjadi pada suatu fokal area di otak, yang berakibat pada terjadinya keadaan iskemia dan gangguan fungsi neurologis fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau langsung menyebabkan kematian. Secara tipikal stroke bermanifestasi sebagai munculnya defisit neurologis secara tiba-tiba seperti kelumpuhan, defisit sensorik maupun gangguan berbahasa (Wahjoepramono, 2005). Stroke merupakan penyakit nomor 3 terbesar yang paling sering menyebabkan kematian diseluruh dunia setelah penyakit jantung dan kanker, dan merupakan penyakit yang paling

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

berpengaruh pada tingginya angka disabilitas diseluruh dunia. Setiap tahunnya ditemukan setengah juta penduduk amerika yang mengalami serangan stroke. Ditahun 1990 penyakit pembuluh darah menyebabkan 14juta kematian pada 5,3 miliar penduduk dunia dimana 4,4 juta diantaranya disebabkan oleh penyakit stroke (Khan, 2006). Di Indonesia sendiri menurut laporan Riskesdas tahun 2007, ditemukan prevalensi penyakit stroke sebesar 8,3 per 1000 penduduk. Prevalensi stroke tertinggi ditemui di NAD (16,6 per 1000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1000 penduduk). Terdapat 13 provinsi dengan prevalensi stroke lebih tinggi dari angka nasional. Menurut karakteristik responden, prevalensi ini cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan umur responden (meningkat pada kelompok umur 45 tahun keatas), dan jenis kelamin (laki-laki). Prevalensi penyakit stroke juga cenderung tinggi pada responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah serta kelompok responden yang tidak bekerja. Dalam laporan Riskesdas juga disebutkan bahwa stroke menempati urutan pertama sebagai penyakit tidak menular dengan proporsi tertinggi pada semua umur yaitu 26,9%, dan diikuti oleh penyakit hipertensi (12,3%) dan diabetes mellitus (10,2 %) pada urutan selanjutnya (Depkes, 2008). Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu stroke iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik merupakan dua per tiga dari total seluruh kasus stroke dan dapat terjadi karena berbagai sebab seperti trombosis, emboli, atau hipoperfusi. Sedangkan stroke hemoragik yang merupakan sepertiga dari seluruh kasus stroke, dapat disebabkan oleh adanya perdarahan intraparenkim/intraserebral, maupun perdarahan subarakhnoid yang sifatnya spontan dan non-traumatik (Wahjoepramono, 2005). Di negaranegara berkembang seperti Asia, kejadian stroke hemoragik sebesar 30% dan stroke iskemik sebesar 70% (Junaidi, 2004). Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa kejadian stroke iskemik memiliki angka kejadian yang lebih besar dibandingkan stroke hemoragik. Meskipun begitu, kejadian stroke hemoragik juga tidak dapat diabaikan begitu saja, Rudd dkk (2005) menyatakan bahwa kejadian stroke hemoragik dapat menyebabkan kematian dengan cepat apabila perdarahan tidak dapat berhenti. Dampak dari stroke hemoragik adalah menyebabkan kematian pada jaringan otak dan akan menimbulkan efek yang sangat buruk dimasa depan bagi penderitanya. Hingga saat ini belum ada pengobatan yang efektif dan efisien untuk stroke karena sifatnya yang multikausal (disebabkan banyak faktor), Upaya pencegahan merupakan salah satu cara yang paling efektif dan efisien untuk mengurangi angka kejadian stroke. Oleh karena itu,

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

pengetahuan seputar faktor risiko dan gambaran epidemiologis mengenai penyakit stroke sangat dibutuhkan untuk dapat merumuskan pencegahan yang efektif. Melihat besarnya dampak yang ditimbulkan akibat penyakit ini baik dari segi ekonomi maupun sosial, mendorong untuk dilakukannya penelitian agar dapat melihat perbedaan faktor risiko pada stroke iskemik dan stroke hemoragik pada pasien stroke rawat inap di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita tahun 2012.  

TINJAUAN TEORITIS Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stroke berupa faktor sosiodemografi seperti umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Umur merupakan salah satu faktor risiko penting dalam kejadian stroke, Sacco dkk (1997) menjelaskan bahwa setiap pertambahan umur 10 tahun sesudah umur 55 tahun yakni usia diatas 65 tahun, maka rata-rata risiko kejadian stroke akan meningkat lebih dari dua kali lipat baik pada laki-laki maupun pada perempuan. Faktor jenis kelamin juga merupakan faktor yang penting untuk diteliti karena dalam banyak literatur menyatakan bahwa risiko kejadian kematian akibat stroke yang paling banyak dilaporkan terjadi adalah pada kelompok laki-laki yang berumur kurang dari 85 tahun dan pada kelompok perempuan biasanya banyak terjadi pada kelompok umur diatas 85tahun (Alexander 2011). Dan tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap kejadian stroke dimana dinyatakan oleh Honjo dkk (2008) bahwa tingkat pendidikan yang rendah berasosiasi dengan insiden penyakit jantung koroner dan stroke pada kelompok perempuan Eropa dan Amerika, hal ini membuktikan bahwa faktor sosiodemografi memiliki kaitan yang erat dengan kejadian stroke. Selain itu ada juga faktor predisposisi seperti perilaku merokok. Kebiasaan merokok merupakan faktor penting yang masih dapat dirubah, dikatakan dalam Sacco dkk (1997) bahwa perilaku merokok sangat berpengaruh dengan kejadian stroke khususnya stroke hemoragik bahkan hubungannya lebih kuat daripada variabel hipertensi, dan ketika seseorang berhenti merokok maka risiko untuk mengalami stroke seseorang juga akan ikut menurun. Kemudian status hipertensi, faktor ini

telah dikenal sebagai faktor risiko utama bagi sebagian besar

mortalitas karena penyakit ini berkaitan erat dengan faktor risiko penyerta bagi banyak penyakit kardioserebrovaskuler, salah satunya adalah penyakit stroke. Hipertensi diperkirakan berpengaruh pada sekitar 25% hingga 50% kasus stroke (Basjiruddin 2012). Dan faktor predisposisi yang lain adalah status diabetes mellitus, sejak lama diabetes mellitus dikatakan

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

sebagai faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stroke dan memiliki asosiasi dengan tingginya tingkat kematian (Megherbi dkk 2002). Orang yang memiliki riwayat diabetes mellitus akan meningkatkan kerentanan dengan kejadian aterosklerosis yang akan membawa pada peningkatan risiko stroke (Sacco dkk. 1997). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh pasien stroke baik itu stroke iskemik maupun stroke hemoragik, yang menjalani pengobatan di bagian rawat inap RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita pada periode Januari hingga Desember tahun 2012 yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain studi cross sectional yang bersifat analitik. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari catatan rekam medis pasien stroke yang menjalani pengobatan di bagian rawat inap RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita pada periode Januari hingga Desember 2012. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling pada tiap data rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi dan yang tidak mengalami kesulitan dalam penyediaan datanya. Variabel yang diukur adalah variabel sosiodemografi (umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan) dan faktor predisposisi (perilaku merokok, status hipertensi dan diabetes mellitus). Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner pengumpulan data yang dibuat oleh peneliti dengan menyesuaikan pada variabel-variabel yang tersedia pada satus rekam medis pasien. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan software SPSS versi 13.0 secara univariat dan bivariat. HASIL PENELITIAN 1. Analisis Univariat Tabel 1 Distribusi dan Frekuensi Karakteristik Penderita Stroke Jumlah (N)

Persentase (%)

Jenis Stroke -­‐ Iskemik -­‐ Hemoragik

17 146

10,4 89,6

Jenis kelamin -­‐ Laki-laki -­‐ Perempuan

101 62

62,0 38,0

Variabel

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

Pendidikan -­‐ Rendah -­‐ Tinggi

29 134

17,8 82,2

Merokok -­‐ Ya -­‐ Tidak

61 102

37,4 62,6

Hipertensi -­‐ Ya -­‐ Tidak

133 30

81,6 18,4

Diabetes Mellitus -­‐ Ya -­‐ Tidak

82 81

50,3 49,7

Variabel

Jumlah (N)

Persentase (%)

Mean

Median

Min

Maks

Umur

-­‐ ≥ 62 84 51,5 60,91 62,00 14 91 -­‐ < 62 79 48,5 Tabel 1 menunjukkan distribusi dan frekuensi dari sampel penelitian, yaitu sebesar 163 sampel penderita stroke di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Dari 163 sampel penelitian, diketahui bahwa 10,4% pasien mengalami kejadian stroke iskemik sedangkan 89,6% sisanya mengalami stroke hemoragik. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar pasien stroke yang berobat merupakan penderita stroke hemoragik. Umur sampel penelitian berkisar antara rentang 14 hingga 91 tahun dengan rata-rata umur sampel adalah 60,91 tahun. Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa persentase pasien stroke terbanyak ada pada kelompok umur ≥ 62 yaitu sebesar 51,5% (84 orang) sedangkan persentase pasien stroke yang berumur < 62 tahun ada sebesar 48,5% (79 orang), dan kebanyakan pasien yang mengalami stroke dan menjalani pengobatan di unit rawat inap adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 62% atau sebanyak 101 orang sedangkan sisanya merupakan pasien berjenis kelamin perempuan sebesar 38%. Tingkat pendidikan sampel dikelompokan menjadi 2 yaitu pendidikan rendah dan tinggi dimana pendidikan rendah terdiri dari pasien yang tidak pernah sekolah sampai pasien dengan tingkat pendidikan SMP, sedang kelompok pendidikan tinggi terdiri dari pasien dengan tingkat pendidikan SMA hingga perguruan tinggi. Dari tabel distribusi dan frekuensi sampel penelitian dapat dilihat bahwa pasien dengan tingkat pendidikan rendah

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

lebih kecil persentasenya yaitu 17,8% atau sebanyak 39 orang dibandingkan dengan pasien dengan latar belakang pendidikan tinggi yaitu sebesar 82,2% atau sebanyak 134 orang. Dari antara pasien stroke ada sebesar 37,4% atau sebanyak 61orang pasien yang merupakan perokok, sedangkan 62,6% lainnya atau sebanyak 102 pasien adalah bukan perokok. Yang masuk dalam kategori perokok di sini adalah orang yang masih ataupun pernah menjadi perokok dan tercatat dalam riwayat rekam medis pasien. Dari tabel distribusi dan frekuensi sampel penelitian dapat terlihat bahwa sebagian besar pasien stroke memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu sebesar 81,6% atau sebanyak 133 orang. Sedangkan 18,4 % lainnya tidak memiliki tekanan darah tinggi. Yang dimaksud dengan penderita hipertensi di sini adalah orang yang memiliki tekanan darah sistolik sebesar 140mmHg dan/atau diastolik sebesar 90mmHg. Dari tabel distribusi dan frekuensi sampel penelitian dapat dilihat bahwa pasien stroke yang juga mengidap diabetes mellitus ada sebesar 50,3% atau 82 orang sedangkan pasien lain yang tidak mengidap diabetes mellitus ada sebesar 49,7% atau sebanyak 81 orang. 2. Analisis Bivariat Tabel 2 perbedaan faktor sosial demografi pada kejadian stroke iskemik dan stroke hemoragik Faktor Risiko Umur ≥ 62 < 62

Iskemik (%)

Jenis Stroke Hemoragik (%)

Total (%)

p-value

OR (95% CI)

9 (52,9) 8 (47,1) 17 (100)

75 (51,4) 71 (48,6) 146 (100)

84 (51,5) 79 (48,5) 163 (100)

0,902

1,065 (0,389-2,913)

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total

13 (76,5) 4 (23,5) 17 (100)

88 (60,3) 58 (39,7) 146 (100)

101 (62,0) 62 (38,0) 163 (100)

0,193

2,142 (0,666-6,892)

Pendidikan Rendah Tinggi Total

4 (23,5) 13 (76,5) 17 (100)

25 (17,1) 121 (82,9) 146 (100)

29 (17,8) 134 (82,2) 163 (100)

0,508

1,489 (0,448-4,947)

Total

Tabel 2 menunjukkan proporsi pasien dengan stroke iskemik yang berumur ≥62 tahun ada sebesar 52,9% sedangkan pasien stroke iskemik yang berumur <62 tahun ada sebesar 47,1%.

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

Kemudian, proporsi pasien yang menderita stroke hemorgik berumur ≥62 tahun ada sebesar 51,4% sedangkan yang berumur <62 tahun sebesar 48,6 %. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai p sebesar 1,065 (nilai p > 0,05). Hal ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik antara pasien yang berumur ≥62 tahun dengan kejadian stroke iskemik. Pasien yang berjenis kelamin laki-laki memiliki persentase sebesar 76,5% sedangkan pasien yang berjenis kelamin perempuan ada sebesar 23,5%. Pada kelompok pasien dengan stroke hemoragik didapatkan proporsi laki-laki sebesar 60,3% dan perempuan sebesar 39,7%. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai p sebesar 0,193 (nilai p > 0,05). Hal ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik antara pasien yang berjenis kelamin laki-laki dengan kejadian stroke iskemik. Proporsi kejadian stroke iskemik yang dialami oleh pasien dengan tingkat pendidikan rendah

yaitu sebesar 23,5% sedangkan proporsi kejadian stroke iskemik pada pasien yang

berpendidikan tinggi ada sebesar 76,5%. Pada kelompok stroke hemoragik, proporsi pasien yang berpendidikan rendah ada sebesar 17,1% sedangkan proporsi pasien stroke hemoragik yang berpendidikan tinggi ada sebesar 82,9%. Berdasarkan hasil uji statistik, diperoleh nilai p sebesar 0,508 (nilai p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang bermakna secara statistik antara pasien yang berpendidikan rendah dengan kejadian stroke iskemik. Tabel 3 perbedaan faktor predisposisi pada kejadian stroke iskemik dan stroke hemoragik Faktor Risiko

Iskemik (%)

Jenis Stroke Hemoragik (%)

Total (%)

p-value

OR (95% CI)

Merokok Ya Tidak Total

8 (47,1) 9 (52,9) 17 (100)

53 (36,3) 93 (63,7) 146 (100)

61 (37,4) 102 (62,6) 163 (100)

0,386

1,560 (0,568-4,284)

Hipertensi Ya Tidak Total

15 (88,2) 2 (11,8) 17 (100)

118 (80,8) 28 (19,2) 146 (100)

133 (81,6) 30 (18,4) 163 (100)

0,741

1,780 (0,385-8,234)

10 (58,8) 7 (41,2) 17 (100)

72 (49,3) 74 (50,7) 146 (100)

82 (50,3) 81 (49,7) 163 (100)

0,458

1,468 (0,530-4,067)

DM Ya Tidak Total

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

Kejadian stroke iskemik yang dialami oleh pasien yang memiliki kebiasaan merokok memiliki proporsi sebesar 47,1%

sedangkan pasien stroke iskemik yang tidak memiliki

kebiasaan merokok memiliki proporsi sebesar 52,9%. Pada kelompok stroke hemoragik, proporsi pasien yang memiliki kebiasaan merokok ada sebesar 36,3%, sedangkan yang tidak memiliki kebiasaan merokok ada sebesar 63,7%. Berdasarkan hasil uji statistik, diperoleh nilai p sebesar 0,386 (nilai p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang bermakna secara statistik antara pasien yang memiliki kebiasaan merokok dengan kejadian stroke iskemik. Pasien stroke iskemik yang mengidap hipertensi memiliki proporsi sebesar 88,2% sedangkan pasien stroke iskemik yang tidak mengidap hipertensi ada sebesar 11,8%. Pada kelompok pasien yang menderita stroke hemoragik, proporsi pasien yang mengidap hipertensi yaitu sebesar 80,8%, sedangkan yang tidak mengidap hipertensi ada sebesar 19,2%. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai p sebesar 0,741 (nilai p > 0,05). Hal ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik antara pasien yang mengidap hipertensi dengan kejadian stroke iskemik.     Pada tabel 3, kejadian stroke iskemik yang dialami oleh pasien dengan riwayat mengidap diabetes mellitus cenderung lebih tinggi proporsinya yaitu sebesar 58,8% jika dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki riwayat diabetes mellitus dengan proporsi sebesar 41,2%. Sedangkan pada kelompok pasien yang mengidap stroke hemoragik, yang juga memiliki riwayat diabetes mellitus mempunyai proporsi sebesar 49,3%, sedangkan proporsi pasien stroke hemoragik yang tidak memiliki riwayat diabetes mellitus ada sebesar 50,7%. Berdasarkan hasil uji statistik, diperoleh nilai p sebesar 0,458 (nilai p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang bermakna secara statistik antara pasien yang memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus dengan kejadian stroke iskemik. PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional sehingga hanya bisa menjelaskan ada tidaknya perbedaan antara variabel penelitian dengan kejadian penyakit tanpa dapat menjelaskan hubungan sebab akibatnya. Perolehan data dengan menggunakan data sekunder berupa status rekam medis pasien juga berpotensi untuk menyebabkan bias informasi dan sampel

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

pada penelitian ini. Serta jumlah sampel yang tidak adekuat untuk membuktikan perbedaan faktor risiko sehingga didapatkan perbedaan yang tidak bermakna secara statistik dalam penelitian ini. Proporsi Kejadian Stroke Dari penelitian ini ditemukan terdapat sebesar 10,4% pasien yang mengalami stroke iskemik dan 89,6% pasien mengalami stroke hemoragik. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Agustina (2008) yang menemukan bahwa persentase kejadian stroke iskemik pada pasien rawat inap RS Fatmawati Jakarta lebih kecil dibandingkan persentase kejadian stroke hemoragik yakni sebesar 31,2%. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Kusuma dkk (2009) yang menemukan bahwa prevalensi kejadian stroke di Indonesia yaitu sebesar 0,8%. Menurut distribusinya 1,4% pasien dari kejadian tersebut merupakan penderita perdarahan subarakhnoid kemudian 18,5% menderita perdarahan intraserebral dan 42,9% merupakan penderita stroke iskemik. Dari sini terlihat bahwa kejadian stroke iskemik sebenarnya masih mendominasi dari jumlah kejadian stroke jenis lainnya. Demikan juga halnya yang terjadi dengan negara-negara lain. O’donnell dkk (2010) yang melakukan penelitian multi-center di 22 negara sejak tahun 2007 hingga 2010 menemukan bahwa persentase kejadian stroke iskemik jauh lebih tinggi yaitu sebesar 78% dibandingkan dengan stroke jenis hemoragik. Hasil ini bisa disebabkan oleh banyak faktor seperti rendahnya kepatuhan pasien yang mengidap stroke iskemik untuk melakukan pengobatan. Dapat juga dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi pasien stroke iskemik, sehingga kesulitan untuk memperoleh pelayanan kesehatan di RS. Perbedaan Umur pada Kejadian Stroke iskemik dan Stroke Hemoragik Umur merupakan salah satu faktor yang berperan penting sebagai indikator untuk menilai status kesehatan seseorang. Peningkatan umur memiliki potensi untuk meningkatkan kerentanan seseorang untuk menderita penyakit, khususnya penyakit degeneratif. Hal ini berhubungan erat dengan penurunan fungsi organ tubuh akibat penuaan. Dari hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan proporsi pasien yang berumur ≥ 62 tahun pada penderita stroke iskemik (52,9%) dan penderita stroke hemoragik (51,4%). Hasil

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

tersebut menunjukkan bahwa proporsi faktor risiko umur ≥62 tahun lebih besar terjadi pada penderita stroke iskemik dibandingkan penderita stroke hemoragik Perbedaan antara umur dengan kejadian stroke iskemik memperlihatkan bahwa penderita stroke iskemik yang berumur ≥ 62 tahun memiliki proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan yang berumur < 62 tahun, namun secara statistik tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p value > 0,05). Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugioka dkk (2002) yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara orang yang berumur ≥ 55 tahun dengan kejadian stroke iskemik (p value <0,05). Palm dkk (2011) menyatakan bahwa umur yang semakin tua akan meningkatkan peluang terjadinya stroke iskemik pada seseorang, dari hasil penelitiannya juga diperoleh bahwa peningkatan umur yang semakin tua berasosiasi dengan kelemahan fisik dalam menghadapi kejadian stroke iskemik baik pada laki-laki maupun perempuan (p <0,0001). Distribusi umur sampel penelitian di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita menunjukkan bahwa mayoritas sampel berada pada kelompok umur ≥62 tahun baik pada kelompok stroke iskemik maupun stroke hemoragik, data tersebut sesuai dengan pernyataan Alexander (2011) bahwa kejadian stroke akan semakin tinggi angka kejadiannya dan kemungkinan kerusakan yang ditimbulkan oleh berbagai faktor risiko lain akan meningkat dua kali lipat setelah melewati umur 55 tahun. Stroke iskemik menyebabkan terjadinya demensia serta disfungsi neurologis lainnya sebesar 11% pada individu yang berumur antara 55-64 tahun, dan prevalensinya meningkat hingga 40% pada umur 80 tahun. Umur juga menjadi salah satu faktor risiko penting dalam meningkatnya angka keparahan dan kematian akibat stroke hemoragik ,Cayuela dkk (2002) menemukan bahwa angka kematian cenderung meningkat seiring dengan pertambahan umur, penelitian kohort yang dilakukannya sepanjang periode 1975 hingga 1999 di Andalusia menemukan bahwa angka kematian akibat stroke meningkat hingga mencapai lebih dari 3000 per 100.000 penduduk terjadi pada orang yang berumur ≥85 tahun. Perbedaan Jenis Kelamin pada Kejadian Stroke iskemik dan Stroke Hemoragik Berdasarkan

hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan proporsi pasien yang

berjenis kelamin laki-laki pada penderita stroke iskemik (76,5%) dan penderita stroke hemoragik (60,3%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa proporsi faktor risiko jenis kelamin laki-laki lebih besar terjadi pada penderita stroke iskemik dibandingkan penderita stroke hemoragik

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

Dalam penelitian ini, perbedaan antara jenis kelamin dengan kejadian stroke iskemik menunjukkan bahwa penderita stroke iskemik yang berjenis kelamin laki-laki memiliki proporsi lebih besar jika dibandingkan dengan penderita stroke iskemik yang berjenis kelamin perempuan. Meskipun variabel ini secara statistik tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p value > 0,05), namun ada kecenderungan bahwa orang yang berjenis kelamin laki-laki lebih berpotensi untuk mengalami stroke baik iskemik maupun hemoragik daripada orang yang berjenis kelamin perempuan. Hasil ini bertentangan dengan penelitian Palm dkk (2011) yang menemukan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara orang yang berjenis kelamin laki-laki dengan kejadian stroke iskemik (p value 0,04). Dalam penelitiannya juga Palm dkk (2011) menyatakan bahwa kejadian stroke iskemik cenderung lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Stroke merupakan tiga besar penyebab utama kematian baik pada laki-laki maupun perempuan, dan bahkan Oh Mi-Sun (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perempuan menanggung beban yang lebih berat daripada laki-laki karena umur harapan hidup perempuan yang cenderung lebih panjang sehingga menyebabkan perempuan biasanya harus berjuang dengan keadaan stroke lebih lama ditengah umur yang juga sudah tua. Meskipun begitu, kontroversi mengenai perbedaan jenis kelamin dengan kejadian stroke masih terjadi hingga sekarang. Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Caso Valeria dkk (2010) didapatkan hasil yang bertolak belakang dengan penelitian-penelitian yang menyatakan bahwa jenis kelamin lakilaki memiliki hubungan yang kuat dengan kejadian stroke. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa justru orang yang berjenis kelamin perempuan menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian stroke dibandingkan dengan laki-laki dengan nilai p 0,001, dan kemudian setelah dilakukan analisis multivariat diperoleh hasil bahwa jenis kelamin tidak berasosiasi secara signifikan dengan kejadian stroke baik iskemik maupun hemoragik. Hasil ini membuktikan bahwa hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian stroke iskemik masih tetap belum jelas. Perbedaan Tingkat Pendidikan pada Kejadian Stroke iskemik dan Stroke Hemoragik Berdasarkan

hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan proporsi pasien dengan

tingkat pendidikan rendah pada penderita stroke iskemik (23,5%) dan penderita stroke hemoragik (17,1%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa proporsi faktor risiko tingkat pendidikan rendah lebih besar terjadi pada penderita stroke iskemik dibandingkan penderita stroke hemoragik

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

Dalam penelitian ini, perbedaan antara tingkat pendidikan dengan kejadian stroke iskemik menunjukkan bahwa penderita stroke iskemik dengan tingkat pendidikan rendah memiliki proporsi yang lebih kecil jika dibandingkan pada

penderita stroke iskemik dengan tingkat

pendidikan tinggi. Dari perhitungan terlihat bahwa variabel ini secara statistik tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p value > 0,05), meskipun demikian, ada kecenderungan bahwa orang yang memiliki tingkat pendidikan rendah akan lebih berpotensi untuk mengalami kejadian stroke. Hasil analisis terhadap nilai p diatas tidak sejalan dengan penelitian Honjo dkk (2008) yang menemukan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan rendah (SMP) dengan kejadian stroke iskemik dengan p value 0,019. Dalam penelitiannya diperoleh pula nilai hazard ratio untuk kelompok pendidikan rendah sebesar 1,9 (95% CI:1,302,76) dan untuk kelompok pendidikan tinggi sebesar 1,6 (95% CI: 0,87-2,93) dan kejadian stroke iskemik tertinggi terdapat pada kelompok responden yang memiliki tingkat pendidikan SMP dibandingkan responden dengan tingkat pendidikan SMA. Hasil juga tidak sejalan dengan penelitian Avendano dkk (2003) yang menemukan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan rendah dengan kejadian stroke iskemik baik itu pada kelompok laki-laki maupun perempuan dengan Rate Ratio 1,27 (95% CI: 1,24-1,30) pada laki-laki dan RR 1,29 (95% CI: 1,27-1,32) pada perempuan. Banyak penelitian menyatakan bahwa individu dengan status sosial ekonomi yang rendah akan menghadapi risiko yang besar untuk mengalami kejadian stroke baik itu iskemik maupun hemoragik. Status sosial ekonomi tersebut kebanyakan diukur dari tingkat pendidikan, dibandingkan menggunakan indikator lain seperti jabatan pekerjaan maupun pendapatan karena lebih reliabel dan stabil dari waktu ke waktu. Dari rendahnya tingkat pendidikan maka akan cenderung meningkatkan mortality rate seseorang (Avendano dkk, 2003). Perbedaan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Stroke iskemik dan Stroke Hemoragik Berdasarkan

hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan proporsi pasien yang

memiliki kebiasaan merokok pada penderita stroke iskemik (47,1%) dan penderita stroke hemoragik (36,3%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa proporsi faktor risiko kebiasaan merokok lebih besar terjadi pada penderita stroke iskemik dibandingkan penderita stroke hemoragik Dalam penelitian ini, perbedaan antara kebiasaan merokok dengan kejadian stroke iskemik menunjukkan bahwa penderita stroke iskemik yang memiliki kebiasaan merokok memiliki proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan penderita stroke iskemik yang tidak

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

memliki kebiasaan merokok. Berdasarkan perhitungan nilai p, variabel ini secara statistik tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p value > 0,05), namun dari banyak penelitian menunjukkan ada kecenderungan orang yang memiliki kebiasaan merokok memiliki kemungkinan untuk mengalami kejadian stroke baik itu iskemik maupun stroke hemoragik . Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Palm dkk (2011) yang menyatakan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara riwayat merokok maupun status perokok aktif dengan kejadian stroke iskemik dengan p value < 0,001 untuk riwayat merokok dan p value 0,008 untuk status perokok aktif. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Auriel dkk (2011) yang juga memperoleh hubungan yang signifikan untuk kelompok orang yang memiliki status sebagai perokok dengan p value 0,002. Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Banerjee dkk (2012) juga menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara riwayat merokok dengan kejadian stroke iskemik (p value 0,09) tapi lain halnya dengan perokok yang masih aktif, dalam penelitian ini ditemukan hubungan yang tidak bermakna dengan p value 0,42. Merokok merupakan salah satu faktor risiko bagi kejadian stroke baik iskemik maupun hemoragik yang berperan cukup besar dan bisa dicegah. Dikatakan bahwa seperempat dari seluruh kejadian stroke di Amerika bisa dikaitkan dengan perilaku merokok. Perilaku merokok berasosiasi dengan hiperkoagulasi dalam tubuh, yang mengarah pada pembentukan trombus dan produksi plak. Hal ini bermula dari proses pembakaran produk rokok dan komponen penyusunnya yang membawa pada pembentukan tromboemboli yang kemudian mengalami translokasi ke bagian otak dan kemudian dapat menyebabkan terjadinya stroke (Hawkins dkk, 2002). Perbedaan Hipertensi dengan Kejadian Stroke iskemik dan Stroke Hemoragik Berdasarkan

hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan proporsi pasien yang

mengidap hipertensi pada penderita stroke iskemik (88,2%) dan penderita stroke hemoragik (80,8%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa proporsi faktor risiko hipertensi lebih besar terjadi pada penderita stroke iskemik dibandingkan penderita stroke hemoragik Dalam penelitian ini, perbedaan antara hipertensi dengan kejadian stroke iskemik menunjukkan bahwa penderita stroke iskemik yang mengidap hipertensi memiliki proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan penderita stroke iskemik yang tidak mengidap hipertensi. Meskipun dari perhitungan nilai p, variabel ini secara statistik tidak memiliki perbedaan yang

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

signifikan (p value > 0,05), namun ada kecenderungan bahwa orang yang memiliki status hipertensi akan berpotensi untuk mengalami kejadian stroke baik jenis iskemik maupun hemoragik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Palm dkk (2011) dimana ditemukan hasil pengukuran tekanan darah yang tidak berhubungan secara statistik dengan kejadian stroke iskemik dengan p value 0,17. Hasil tersebut didukung pula oleh penelitian Caso, Valeria dkk (2010) yang juga menemukan tidak adanya hubungan yang bermakna antara kenaikan tekanan darah terhadap kejadian stroke iskemik dengan nilai p yang tidak signifikan. Namun hasil tersebut bertentangan dengan penelitian Megherbi dkk (2002) yang menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan kejadian stroke iskemik (p value <0,001). Hipertensi mungkin merupakan faktor risiko yang paling signifikan untuk kejadian stroke terutama jenis hemoragik, karena risiko akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan tekanan darah. Alexander (2011) menyatakan bahwa 28% individu yang menderita hipertensi di Amerika tidak menyadari bahwa mereka mengalami kondisi tersebut, 39% penderita hipertensi lainnya tidak mendapatkan pengobatan terhadap kondisinya. Basjiruddin (2012) mendapatkan bahwa hipertensi berpengaruh terhadap 49% kasus stroke. Risiko terjadinya stroke pada penderita hipertensi 2-3 kali dibandingkan bukan penderita, dan sedangkan risiko pre-hipertensi sekitar 1,5kali lipat. Heitsch (2007) menyatakan bahwa peningkatan tekanan darah penderita stroke iskemik berasosiasi dengan kondisi neurologi dan outcome yang buruk, dapat berupa kematian maupun kelemahan kondisi fisik yang sangat buruk. Hubungan antara tekanan darah dan kejadian stroke ini cenderung timbul sebagai efek berkelanjutan dibanding nilai efek ambang batas. Telah banyak juga dilaporkan bahwa stroke juga banyak terjadi pada penderita hipertensi ringan (Basjiruddin,A 2012). Perbedaan Diabetes Mellitus pada Kejadian Stroke iskemik dan Stroke Hemoragik Berdasarkan

hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan proporsi pasien yang

memiliki riwayat diabetes mellitus pada penderita stroke iskemik (58,8%) dan penderita stroke hemoragik (49,3%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa proporsi faktor risiko riwayat diabetes mellitus lebih besar terjadi pada penderita stroke iskemik dibandingkan penderita stroke hemoragik

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

Dalam penelitian ini, perbedaan antara diabetes mellitus dengan kejadian stroke iskemik menunjukkan bahwa penderita stroke iskemik yang mengidap diabetes mellitus memiliki proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan penderita stroke iskemik yang tidak mengidap diabetes mellitus. Dari perhitungan nilai p, variabel ini secara statistik tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p value > 0,05), meskipun begitu, dari berbagai literatur dinyatakan bahwa diabetes mellitus memiliki kecenderungan sebagai faktor risiko penyebab kejadian stroke iskemik maupun hemoragik. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Palm (2011) yang menemukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara faktor risiko diabetes mellitus baik pada kelompok jenis kelamin perempuan maupun laki-laki dengan kejadian stroke iskemik (p value 0,36). Tetapi hasil tersebut bertentangan dengan beberapa penelitian yang menyatakan sebaliknya. Seperti penelitian Megherbi dkk (2002) yang justru menemukan adanya hubungan yang signifikan antara diabetes mellitus dengan kejadian stroke iskemik dengan p value 0,031. Kemudian penelitian O’donnell dkk (2010) yang juga menemukan adanya hubungan yang bermakna antara faktor diabetes mellitus dengan kejadian stroke iskemik dengan nilai p yang signifikan secara statistik. Dalam penelitiannya Megherbi dkk (2002) menyatakan bahwa, pasien yang mengidap diabetes mellitus lebih banyak yang menderita stroke iskemik dibandingkan pasien non diabetes (77,5% versus 71,9%) dan pasien diabetes juga cenderung untuk mengalami stroke iskemik daripada stroke hemoragik. Dalam penelitian O’donnell dkk (2010) diperoleh nilai OR sebesar 1,60 (CI 99%: 1,29-1,99) yang menyatakan bahwa orang yang mengidap diabetes mellitus mempunyai risiko 1,6 kali lebih besar untuk menderita stroke iskemik dibandingkan dengan orang yang tidak menderita diabetes mellitus. Selain ada tidaknya diabetes, kejadian stroke baik iskemik maupun hemoragik juga dipengaruhi oleh durasi seseorang menderita diabetes mellitus. Dalam Banerjee dkk (2012) dinyatakan bahwa setiap pertambahan satu tahun, seseorang yang menderita diabetes akan semakin meningkatkan risikonya untuk menderita stroke iskemik sebesar 3%, dan dinyatakan bahwa lamanya seseorang menderita diabetes mellitus memiliki hubungan asosiasi dengan kejadian stroke iskemik. KESIMPULAN Proporsi kejadian stroke iskemik sebesar 10,4% sedangkan yang mengalami stroke hemoragik sebesar 89,6%. Distribusi pasien berdasarkan karakteristik sosial demografi menunjukkan

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

kebanyakan pasien berumur ≥ 62 tahun (51,5%) dan berjenis kelamin laki-laki (62%), dan sebagian besar pasien memiliki tingkat pendidikan tinggi (82,2%). Distribusi pasien berdasarkan faktor predisposisi menunjukkan pasien yang merupakan perokok sebesar 37,4%. Sebagian besar pasien merupakan penderita hipertensi (81,6%) dan terdapat sebesar 50,3% pasien yang menderita diabetes mellitus. Dari hasil analisis bivariat tidak ditemukan adanya faktor yang secara statistik bermakna terhadap kejadian stroke iskemik pada pasien di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Terdapat perbedaan proporsi faktor risiko pada kejadian stroke iskemik dan stroke hemoragik, dari hasil analisis ditemukan bahwa orang yang menderita stroke iskemik cenderung memiliki proporsi yang lebih tinggi pada tiap faktor-faktor risiko (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status merokok, status hipertensi dan diabetes mellitus) yang diteliti dibandingkan pada pasien dengan stroke hemoragik SARAN Meski dari penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna secara statistik, bukan berarti faktor-faktor yang diteliti tidak memiliki peran dalam menimbulkan penyakit stroke, oleh karena itu program intervensi untuk penyehatan pasien dan mencegah kejadian stroke pada masyarakat perlu tetap dilakukan. Faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, dan perilaku merokok masih menjadi problem yang paling sering ditemui pada penderita stroke. Oleh karena itu diperlukan adanya program intervensi berupa KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) pola hidup sehat untuk meningkatkan kondisi kesehatan serta untuk memperlambat progresivitas penyakit stroke. Penyuluhan kesehatan terkait faktor risiko dan pencegahan stroke juga bisa dilakukan di masyarakat agar dapat mencegah meningkatnya angka kejadian stroke. Daftar Referensi Agustina, Eka Evia. (2008). Prevalensi Stroke Iskemik Pada Pasien Rawat Inap RSUP Fatmawati Jakarta Selatan Tahun 2008. Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Alexander, Lori.L. (2011). Ischemic Stroke. California : CME Resource, Sacramento Avendano, Mauricio, dkk. (2003). Educational Level and Stroke Mortality. Netherlands : Department of Public Health, Erasmus Medical Center, Rotterdam.

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

Banerjee, Chirantan, dkk. (2012). Duration of Diabetes and Risk of Ischemic Stroke. New York : Mailman School of Public Health, Columbia University Basjiruddin A. (2012). The Management of Hypertension to Prevent Stroke. Department of Neurology Medical Faculty University of Andalas Bustan, M.N. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta. Caso, Valeria, dkk. (2010). Gender Difference in Patients With Acute Ischaemic Stroke. Italy : Division of Cardiovascular Medicine, University of Perugia Cayuela, Aurelio, dkk. (2002). Stroke Mortality in Andalusia (Spain) from 1975 to 1999: Effect of Age, Birth Cohort and Period of Death. Neuroepidemiology 2002; 21: 142-147 Departemen Kesehatan RI. (2007).Pedoman Surveilans Epidemiologi Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. --------------------------------(2008). Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI Hawkins, Brian.T, dkk. (2002). Smoking and Ischemic Stroke : a Role of Nicotine. TRENDS in Pharmacological Science Vol.23 No2 February 2002 Heitsch, Laura and Jauch, Edward.C. (2007). Management of Hypertension in the Setting of Acute Ischemic Stroke. Current Hypertension Report 2007, 9:506-511 Honjo, Kaori, dkk. (2008). Education, Social Roles, and the Risk of Cardiovascular Disease Among Middle-Aged Japanese Women. Japan : Department of Social and Environmental Health, Osaka University Graduate School of Medicine, Osaka Julianty, dkk. (2005). Transisi Kesehatan di Indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan vol.4 no.3 Junaidi, Iskandar. (2004). Panduan Praktis Pencegahan dan Pengobatan Stroke. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer Khan, M. G.(2006). Encyclopedia of Heart Disease. UK: Elsevier Academic Press Kusuma Y, Venketasubramanian

N, dkk. (2009). Burden of Stroke in Indonesia. Int J

Stroke.2009 Ocy ;4(5): 379-80 Megherbi, E.S. (2002). Association Between Diabetes and Stroke Subtype on Survival and Functional Outcome 3 Month After Stroke. France : Faculty of Medicine Burgundy University, Dijon.

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013

O’donnell, Martin, dkk. (2010). Risk Factor for Ischaemic and Intracerebral Haemorragic Stroke in 22 Countries (the INTERSTROKE Study): a Case Control Study. Canada : Population Health Research Institute, McMaster University Oh, Mi-Sun, dkk. (2009). Gender Differences in the Mortality and Outcome of Stroke Patients in Korea. South Korea : Department of Neurology, Hallym University Sacred Heart Hospital Palm, F, dkk (2011). Etiology, Risk Factor and Sex Differences in Ischemic Stroke in the Ludwigshafen Stroke Study, a Population-Based Stroke Registry. Germany : Department of Neurology, Stadisches Klinikum Ludwigshafen Rudd, Anthony, dkk. (2005). Stroke – at Your Fingertips. London : Class Publishing (london) Ltd Sacco R.L, dkk. (1997). Risk Factor. American Heart Association : Stroke.1997;28:1507-1517 Sugioka, Kenichi, dkk (2002). Impact of Aortic Stiffness on Ischemic Stroke in Elderly Patients. American Heart Association : Stroke.2002;33:2077-2081 Wahjoepramono E. J. (2005). Stroke Tata Laksana Fase Akut. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan.

Perbedaan Faktor..., Taruli Tua Pane, FKM UI, 2013