PERENCANAAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PENERAPAN

penghambat Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam perencanaan Kota Layak Anak? ... Regulation of Bandar Lampung No. 02/2016 regarding the ... Angka part...

15 downloads 598 Views 354KB Size
PERENCANAAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PENERAPAN KOTA LAYAK ANAK

(Jurnal Ilmiah)

Oleh: Dian Ferdisa Puteri 1312011101

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM Pada Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

ABSTRAK PERENCANAAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PENERAPAN KOTA LAYAK ANAK Oleh Dian Ferdisa Puteri, Upik Hamidah, S.H., M.H., Marlia Eka Putri, S.H., M.H Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung, 35145 Email : [email protected] Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabatkemanusiaan, serta mendapat perlindungandari kekerasan dan diskriminasi. Dalam Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 02 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak untuk mewujudkan pemenuhan Hak Anak secara terpadu dan sistematis dari seluruh sektor secara berkelanjutan dilaksanakan melalui kebijakan Pengembangan Kota Layak Anak. Maka dalam hal ini perlu dibentuknya kota layak anak mengingat banyak kasus-kasus pelanggaran HAM terutama pada anak yang menjadi sorotan dan menyita perhatian publik di Kota Bandar Lampung. Permasalahan penelitian ini adalah: Bagaimanakah Perencanaan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam menerapkan Kota Layak Anak dan Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam perencanaan Kota Layak Anak? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian dan pembahsan ini menunjukkan: Proses perumusaan dalam rangka perencanaan kebijakan KLA telah melalui tahap-tahap yang telah sesuai dengan proses formulasi sebuah kebijakan. Dalam proses perumusan dalam penerapan kebijakan ini, aktor utama atau aktor yang paling dominan adalah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak selaku instansi teknis pengusul raperda dan BKKB dan PP Kota Bandar Lampung yang melakukan pembahasan terhadap kebijakan tersebut. Faktor penghambat yang mendominasi dalam rangka penerapan Kota Layak ini adalah belum adanya peraturan daerah yang mendukung dalam hal pelaksaannya, kemudian belum adanya anggaran yang dikhususkan untuk digunakan dalam penerapan kota layak anak di Bandar Lampung, dan peran masyarakat yang belum masimal dalam rangka pemenuhan hak-hak anak dengan cara dibentuknya kota layak anak ini. Saran dalam penelitian ini adalah pemerintah kota bandar lampung dalam menyusun perencanaan kota layak anak harus dilakukan semaksimal mungkin dan pemerintah Kota Bandar Lampung harus segera mengesahkan tentang perencanaan Kota Layak Anak ini. Kata Kunci: Perencanaan pemerintah kota, Penerapan,Kota layak anak.

ABSTRACT CITY PLANNING OF BANDAR LAMPUNG GOVERNMENT IN THE IMPLEMENTATION OF CHILD-FRIENDLY CITY By Dian Ferdisa Puteri, Upik Hamidah, S.H., M.H., Marlia Eka Putri, S.H., M.H Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung, 35145 Email : [email protected] According to Act No. 23/2002 regarding Child Protection which states that every child has the right to live, grow, develop and participate fairly in accordance with the dignity of mankind, and to pursue protection from violence and discrimination. In the Regional Regulation of Bandar Lampung No. 02/2016 regarding the implementation of Child Protection to achieve the full compliance of Child Rights in an integrated and systematic sectors in a sustainable manner through policies which would be implemented by establishing a child friendly city. Therefore, it is important to establish a city of child-friendly as there have been many cases of human rights violations, especially in children who are in the spotlight and public attention of the city of Bandar Lampung. This study used normative and empirical approaches. The data consist of primary and secondary data. The resources of the research consist of Head of Child Protection Division, Women Empowerment and Child Protection of Lampung Province, Head of the National Family Planning Coordinating Board (BKKBN), Women Empowerment Agency and Head of Planning and Regional Development of Bandar Lampung. Analysis of data using qualitative descriptive analysis. The result and discussion of the research showed that: the formulation process in the policy planning framework of child-friendly city has been through stages in accordance with the the process of formulating a policy. During the process, it found different backgrounds and dynamics as well as the role of the actors involved in the process of formulating the policy. In the implementation of this policy, the main actor or actors are predominantly from the Ministry of Women Empowerment and Child Protection as a technical agency and the draft proposer, and the National Family Planning Coordinating Board (BKKBN) and the Government Regulation of Bandar Lampung which has discussed the policy. The process of public policy formulation has been in line with the model of incremental. There were several inhibiting factors in the implementation of child-friendly city of Bandar Lampung, such as: the absence of regional regulations that support the leading project, the absence of the allocation of budget in the implementation of the project of Child Friendly City in Bandar Lampung, and the limited supports from the residents to meet the rights of children through the establishment of the child-friendly city. It is suggested that the Government of Bandar Lampung should apply for maximum efforts in implementing the child-friendly city of Bandar Lampung and the Government should immediately ratify the planning regulations concerning child-friendly city. Keywords: city planning of municipal government, implementation of child-friendly city

I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Konvensi PBB tentang Hak Anak yang ditetapkan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1989 secara tegas menetapkan hal-hal penting tentang hak-hak yang melekat pada diri anak. Potensi tumbuh kembang suatu bangsa di masa depan terdapat pada anak dan memiliki sifat serta ciri khusus. Kekhususan ini terletak pada sikap dan perilakunya di dalam memahami dunia, yang mesti dihadapinya. Oleh karenanya anak patut diberi perlindungan secara khusus oleh negara dengan undang-undang. Perkembangan dan kebutuhan akan perlindungan anak yang semakin besar menjadi lebih memperhatikan akan hak-hak anak karena dibahu anak masa depan dunia tersandang. Perwujudan generasi muda yang berkualitas berimplikasi pada perlunya pemberian perlindungan khusus terhadap anak-anak dan hak-hak yang dimilikinya, sehingga anak-anak bebas berinteraksi dalam kehidupan di lingkungan masyarakat. Sesuai dengan isi Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.1 Sejak tahun 2006 hingga saat ini rata-rata terdapat 2 sampai 4 anak mengalami tindak kekerasan setiap hari. Lebih dari seperempat anak perempuan mengalami perkosaan. Jumlah anak yang berkonflik 1

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2013, Profil Anak Indonesia, Jakarta, PT. Desindo Putra Mandiri, hlm. 1-2

dengan hukum mencapai 4.277 anak, hal ini berarti setiap hari terdapat 11 s.d 12 anak berkonflik dengan hukum (Bareskrim Polri), sementara itu anak yang hidup di penjara hingga saat ini mencapai 13.242 anak. Di sektor pendidikanpun anak-anak masih banyak yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan. Angka partisipasi murni sekolah menengah pertama sebesar 65,37% tahun 2005. Padahal seharusnya dengan program wajib belajar 9 tahun, semua anak Indonesia. Salah satu penyebab dari munculnya berbagai masalah sosial tersebut antara lain adalah belum adanya kebijakan pemerintah mengenai kabupaten dan kota layak anak (KLA) yang mengintegrasikan sumberdaya pembangunan untuk memenuhi hak anak. Lahirnya kebijakan KLA, diharapkan dapat menciptakan keluarga yang sayang anak, rukun tetangga dan rukun warga atau lingkungan yang peduli anak, kelurahan dan desa layak anak dan kecamatan atau kabupaten/kota yang layak bagi anak sebagai prasyarat untuk memastikan bahwa anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik, terlindungi haknya dan terpenuhi kebutuhan pisik dan psikologisnya. Untuk mewujudkan KLA tersebut, maka pemerintah kabupaten/ kota perlu melakukan berbagai upaya pengintegrasian sumber daya, isu-isu perlindungan dan peningkatan kualitas anak ke dalam dokumen perencanaan dan implementasi pembangunan pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Oleh karena itu maka perlu adanya analisis terhadap kinerja implementasi kebijakan kota layak anak, salah satunya Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak di tinjau dari sisi tipe kebijakan dan model implementasi. Ditinjau dari aspek pembagian tipe kebijakan publik berdasarkan aspek perubahan, maka Peraturan Menteri Negara

Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Kabupaten/ Kota Layak Anak termasuk tipe kebijakan fundamental. Dikarenakan kebijakan tentang Kabupaten/ Kota Layak Anak melakukan perubahan pada aspek nilai, dari yang dahulunya pembanguan tidak mempedulikan anakanak menjadi pembangunan kabupaten/ kota yang responsif terhadap kehidupan anak-anak. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan komitmen pemerintah, masyarakat dan dunia usaha di kabupaten/ kota dalam upaya mewujudkan pembangunan yang peduli terhadap anak, kebutuhan dan kepentingan terbaik bagi anak; mengintegrasikan potensi sumber daya manusia, keuangan, sarana, prasarana, metoda dan teknologi yang pada pemerintah, masyarakat serta dunia usaha di kabupaten/kota dalam mewujudkan hak anak; mengimplementasi kebijakan perlindungan anak melalui perumusan strategi dan perencanaan pembangunan kabupaten/kota secara menyeluruh dan berkelanjutan sesuai dengan indikator kota layak anak; dan memperkuat peran dan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dalam mewujudkan pembangunan di bidang perlindungan anak. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan Kabupaten/ Kota adalah pembagian wilayah administrasi di Indonesia setelah Provinsi yang dipimpin oleh seorang Bupati/ Walikota, dan dalam konteks Peraturan ini kabupaten/kota adalah pembagian wilayah administrasi dan geografi termasuk kecamatan, kelurahan/ desa, kawasan tertentu, rumah tangga dan keluarga. Definisi layak dalam peraturan ini adalah kondisi fisik dan non fisik suatu wilayah dimana aspek-aspek kehidupannya memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam Konvensi Hak Anak dan/ atau Undang-

Undang Perlindungan Anak. Kabupaten/ Kota Layak Anak yang selanjutnya disebut KLA adalah sistem pembangunan satu wilayah administrasi yang mengintegrasikan komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam program dan kegiatan pemenuhan hak anak. Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah pedoman penyelenggaraan pembangunan Kabupaten/ Kota melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat, dan dunai usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan untuk memenuhi hak anak. Rencana Aksi Daerah KLA yang selanjutnya disebut RAD KLA adalah dokumen rencana yang memuat program/ kegiatan secara terintegrasi, dan terukur yang dilakukan oleh SKPD dalam jangka waktu tertentu, sebagai instrumen dalam mewujudkan KLA. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 ini bermaksud untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam hal : 1. Upaya mewujudkan pembangunan yang responsif terhadap hak (hak untuk tempat tinggal, hak untuk mendapatkan keleluasaan pribadi, hak untuk mendapatkan rasa aman, hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat, hak untuk bermain, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk memperoleh pelayanan transportasi umum), kebutuhan dan kepentingan terbaik bagi anak. 2. Peran dan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dalam mewujudkan pembangunan di bidang perlindungan anak (bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan, infrastruktur, lingkungan hidup dan pariwisata baik secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan implementasi hak anak sebagaimana diatur dalam UndangUndang Perlindungan Anak).

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Badan Pemberdayaan Perempuan Kota Bandar Lampung sangat bermanfaat bagi perlindungan anak, antara lain meningkatkan pemahaman dan peranserta masyarakat dalam perlindungan anak, membangun sistem dan jejaring pengawasan perlindungan anak, meningkatkan jumlah dan kompetensi pengawas perlindungan anak, meningkatkan kuantitas, kualitas, dan utilitas laporan pengawasan perlindungan anak, meningkatkan kapasitas, aksesibilitas, dan kualitas layanan pengaduan masyarakat tentang kekerasan terhadap anak. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Badan Pemberdayaan Perempuan Kota Bandar Lampung mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Provinsi Lampung khususnya Kota Bandar Lampung, tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang diberikan pemerintah kepada Walikota serta tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Walikota berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Kota Bandar Lampung sangat layak untuk dijadikan Kota Layak Anak. Kota Bandar Lampung sangat memungkinkan untuk diwujudkan menjadi Kota Layak Anak dikarenakan pemerintah Kota Bandar Lampung menegaskan untuk segera mensahkan Raperda tentang Perlindungan Anak yang diajukan dalam rangka untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak serta agar anak mendapatkan perlindungan dari kekerasan, kejahatan, diskriminasi dan ketelantaran serta terpenuhinya fasilitas bagi anak. Upaya Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam mengajukan Raperda mengenai perlindungan anak tersebut memicu peningkatan potensi sumber daya manusia pada kalangan anak-anak yang tentunya akan menjadi generasi penerus di masa depan. Berdasarkan latar belakang tersebut, untuk mengetahui lebih jauh mengenai kesiapan

Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Bandar Lampung dalam mewujudkan Kota Bandar Lampung sebagai Kota Layak Anak di Provinsi Lampung, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perencanaan Pemerintah Kota Bandar Lampung Dalam Penerapan Kota Layak Anak”. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka akan mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah Perencanaan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam menerapkan Kota Layak Anak ? 2. Faktor - faktor apakah yang menjadi penghambat Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam perencanaan Kota Layak Anak?

II. METODE PENELITIAN Pendekatan Masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah : pendekatan normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari dan menelaah peraturan perundang-undangan yang berlaku dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dan pendekatan empiris yaitu pendekatan yang dilakukan terhadap masalah-masalah hukum dalam tataran yang biasa disebut juga Law In Action (realitas yang berkembang atau bekerjanya hukum). 2.1 Sumber Data Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari studi lapangan, yaitu hasil wawancara terbuka dengan informan yakni Kepala Bidang Perlindungan Anak Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung, Kepala Bidang Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Badan Pemberdayaan Perempuan serta Kepala Bidang Badan Perencanaan dan

Pembangunan Lampung.

Daerah

Kota

Bandar

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan berupa bahan hukum yang terdiri dari : bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. 2.2 Prosedur Pengumpulan Data Untuk melakukan pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut : 1. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan merupakan usaha mengumpulkan data dengan cara membaca dan mempelajari, mencatat, dan menyalin bahan-bahan berupa buku, Peraturan Perundang-undangan, laporan hasil penelitian, surat-surat keputusan maupun literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. 2. Studi Lapangan Studi lapangan merupakan suatu usaha pengumpulan data primer dengan cara melakukan kegatan penelitian lapangan secara langsung dilakukan pada Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Badan Pemberdayaan Perempuan serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung. Teknik yang digunakan yaitu dengan melakukan wawancara terbuka dengan memberikan beberapa pertanyaan yang sudah disiapkan terhadap informan maupun pihak- pihak yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian yaitu Kepala Bidang Perlindungan Anak Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung, Kepala Bidang Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Badan Pemberdayaan Perempuan serta Kepala Bidang Badan Perencanaan dan

Pembangunan Lampung.

Daerah

Kota

Bandar

2.3 Prosedur Pengolahan Data Data yang sudah terkumpul diolah dengan cara sebagai berikut: 1. Seleksi data, yaitu penelitian terhadap seluruh data terkumpul untuk dilakukan penyeleksian sesuai dengan pokok permasalahan yang akan dibahas. 2. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan terhadap data sesuai dengan kerangka pembahasan yang sudah ditentukan. 3. Penyusunan data, yaitu pensistematisasian data sesuai dengan permasalahan yang diteliti. 2.4 Analisis Data Keseluruhan data yang sudah dikumpulkan dan telah dilakukan pemeriksaan, kemudian dilakukan analisis dengan menggunkan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan memberikan arti terhadap data yang disajikan dalam bentuk kalimat untuk selanjutnya ditarik kesimpulan guna menjawab permasalahan penelitian terhadap Peran Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung dalam mewujudkan pemenuhan Hak-Hak Anak dan perencanaan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Penerapan Kota Layak Anak di Bandar Lampung. III. PEMBAHASAN 3.1 Perencanaan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Penerapan Kota Layak Anak Berdasarkan wawancara dengan beberapa narasumber penulis menganalisis bahwa untuk menjadi kota layak anak banyak sekali indikator yang harus dipenuhi dengan baik dan maksimal, dalam hal ini Bandar Lampung sendiri ada beberapa indicator yang sudah terpenuhu tetapi juga masih banyak yang belum terpenuhi, misalnya dalam hal pelayanan terhadap anak baik itu dalam hal kesehatan maupun pendidikan

terkadang masih ditemui anak yang belum mendapatkan hal tersebut seperti anak-anak yang lain, kemudian masih sering dijumpai anak yang menjadi pengamen bahkan pengemis dipinggir jalan, sedangkan untuk menjadi kota layak anak sendiri hal tersebut seharusnya sudah tidak ada, kemudian anak yang bekerja pun masih sering ditemui. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya Pemerintah mungkin sudah mulai merencanakan atau bahkan sedang menuju untuk menjadi kota layak anak namun dalam hal perencanaan dan pelaksanaannya belum dulakukan secara maksimal sehingga masih banyak indicator yang belum terpenuhi untuk menjadi kota layak anak itu sendiri. Pengawasan Kota Layak Anak Gugus Tugas Kota Layak Anak (KLA) Kota Bandar Lampung 1. Sekretaris Daerah (Koordinator Penanggung Jawab Gugus Tugas KLA) 2. Bappeda (Ketua gugus tugas KLA) 3. Kepala Badan Keuangan Daerah (Wakil Ketua Gugus Tugas KLA) 4. Kepala Badan PP dan KB (Sekretaris Gugus Tugas KLA) 5. Kepala Dinas Kesehatan (penanggung jawab pemenuhan Hak Kesehatan Anak) 6. Kepala Dinas Pendidikan (penanggung jawab pemenuhan Hak Pendidikan Anak) 7. Kepala Dinas/Institusi Sosial (penanggung jawab penanganan masalah Sosial Anak) 8. Kepala Dinas Pekerjaan Umum/Bina Marga Pnjwb Bidang Infrasturtur Layak Anak) 9. Anggota : Perhubungan, Lingkungan Hidup, Tenaga Kerja, Komunikasi dan Informatika, Kementrian Agama, Kemenhum dan Ham, Biro Otda, BPS, disduk capil, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, perguruan tinggi, perpustakaan, LSM dan Ormas, Organisasi profesi, kadin, lembaga donor, forum anak.

3.2 Program Perencanaan Kota Layak Anak Terwujudnya Pemerintah Daerah Yang Bersih Demokratis Menjunjung Tinggi Supremasi Hukum Demi Terciptanya Masyarakat Sejahtera, Mandiri dan Berkeadilan Sosial. Untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, terlindungi dari kekerasan dan diskriminasi, berpartisipasi aktif demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas dan berakhlak mulia dan sejahtera. Adapun yang menjadi tujuan khusus : a. Mengembangkan kebijakan lingkungan yang ramah anak yang dihubungkan dengan tujuan Internasional, seperti merealisasikan Konvensi PBB Anak dengan sasaran pemerintah kota; untuk saat ini Bandar Lampung sudah mulai mengembangkan kebijakan lingkungan yang ramah anak misalnya dengan adanya ruang terbuka hijau untuk anak dan banyaknya taman kota untuk dijadikan tempat bermain bagi anakanak. b. Memobilisasi semua mitra potensial ditingkat kota (Anggota DPRD, tokoh masyarakat, guru, organisasi non pemerintah, organisasi kemasyarakatan, sektor swasta) untuk mengefektifkan pemenuhan kebutuhan dan hak-hak dan mengkomunikasikan isu-isu kota layak anak; pemerintah memang sudah mulai mensosialisasikan perencanaan kota layak anak ini mulai dari instansi pemerintah sampai dengan ke pihak swasta untuk keberlangsungan perencanan kota layak anak ini. c. Menyusun dan memantau sebuah kerangka pemerintah Kota Layak Anak dengan mekanisme keberlanjutan penngembangan kebijakan dan institusi pemerintah kota; dalam hal perencanaan pemerintah sudah melakukan dan merumuskan sebaik mungkin dengan memperhatikan mekanisme dan pengawasannya sehingga program

tersebut bisa dilaksanakan berkelanjutan. d. Menyediakan strategi, bantuan teknis, dan mengembangkan kemampuan Kota dalam memprogramkan dibidang kesehatan, gizi, pendidikan, perlindungan anak, dan gender; dalam hal ini pemerintah harus bekerja sama dengan instansi terkait seperti dengan dinas kesehatan, kependudukan, pendidikan dan lain-lain sehingga program perencanaan kota layak anak ini bisa dilaksanakan sebaik mungkin. e. Memperkuat peran pemerintah kota, karena di satu sisi mereka yang akan menyatukan antara tujuan nasional dan internasional, dan di lain sisi masyarakat yang masih sangat lemah membutuhkan upaya-upaya pemberdayaan; peran pemerintah Bandar Lampung sangat dibutuhkan dalam hal ini, untk memperkuat peran tersebut pemerintah melakukan banyak hal untuk kelancaran dan kelangsungan perencanaan kota layak tersebut dengan cara melakukan konfirmasi dengan instansi yang terlibat dalam pemberdayaan masyarakat. f. Mengumpulkan dan menganalisis data mengenai situasi anak di masyarakat di setiap tingkat kota sebagai sebuah dasar untuk merumuskan dan untuk merencanakan program; pemerintah sudah mengumpulkan data anak yang sudah memperoleh fasilitas belajar dan yang belum mendapatkan fasilitas belajar yang layak sehingga pemerintah bisa melengkapi kebutuhan anak yang belum mendapatkan fasilitas belajar tesebut. g. Mengembangkan Kota Layak Anak melalui penguatan kemampuan keluarga untuk mengasuh anak dan memberikan dukungan kesejahteraan dan perkembangan mereka. Saat ini masyarakat sudah banyak diberikan pemahaman oelah pemerintah bahwa pendidikan anak dimulai dari tahap pendidikan keluarga sehingga keluarga pun bisa lebih perhatian dalam hal perkembangan anak tersebut, mengingat bahwa anak anak generasi yang perlu

diperhatikan Negara.

demi

keberlangsungan

Untuk mewujudkan Kota Layak Anak di Kota Bandar Lampung, beberapa hal yang perlu diterapkan adalah; a. Memaksimalkan peran kepemimpinan daerah; dalam hal ini pemerintah sangat dibutuhkan peran dan dukungannya untuk kelancaran perencanaan kota layak anak tersebut, dan saat ini pemerintah Bandar lampung sudah mulai berperan dengan wujud sudah ada nya perjanjian yang dilakukakn oleh pihak pemerintah kota bandarlampung dengan Gubernur lampung dalam hal perencanaan kota layak anak tersebut. b. Mengembangkan pendidikan dan kesadaran publik mengenai visi baru untuk anak-anak; saat ini kota Bandar lampung sudah mulai mensosialisasikan ke sekolah-sekolah untuk lebih membentuk program yang lebih mengutamakan kepentingan anak terutama anak yang berkebutuhan khusus supaya bisa ikut serta dalam proses belajar mengajar. c. Terus menerus melakukan analisis situasi anak untuk advokasi, pemrograman, dan monitoring; kota Bandar lampung belum masih belum melakukan hal tersebut dengan efektif, teteapi sudah mengarah pada tahap dimana pemerintah sudah mulai melakukan monitoring kepada anak-anak yang berada dilingkungan yang kurang memadai dengan cara memberikan pelayanan dan penyuluhan. d. Merumuskan sebuah perencanaan kota untuk anak; saat ini kota Bandar lampung memang sudah melakukan perencanaan untuk menjadi kota layak anak dengan adanya fasilitas-fasilitas yang mendukung perkembangan anak tetapi Bandar Lampung Belum memutuskan untuk menjadi kota layak anak. e. Membuat laporan tahunan kota mengenai anak dan hak-haknya; dalam hal ini sudah mulai dilakukan oleh dinas

f.

g.

h.

i.

yang terkait dan yang bertugas untuk melakukan tugas tersebut. Membangun kemitraan dan memperluas aliansi untuk anak; pemerintah saat ini sudah mulai bertindak dan memperluas hubungan kemitraannya dengan organisasi lain untuk kepentingan anakanak yang ada di Bandar Lampung. Memberdayakan keluarga melalui kelembagaan dan program pembangunan masyarakat; saat ini pemerintah sudah banyak melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan melakukan pemberdayaan supaya para orang tua tidak memanfaatkan anak-anak yang belum cukup umur untuk bekerja. Memperkuat jaringan dan sistem untuk perlindungan anak dalam situasi khusus; dalam hal ini pemerintah sudah bekerjasama dengan aparat yang terkait dalam hal keamanaan dan perlindungan terhadap anak-anak. Memperkuat peraturan perundangundangan dan penegasan hukum; untuk memperkuat peraturan perundangundangan, pemerintah akan mencoba untuk merumuskan peraturan daerah yang khusus menangani Kota layak anak dan gubernur yang akan mengawasi langsung.

A. Pelaksanaan Kota Layak Anak Berdasarkan hasil wawancara dengan Yurida2 selaku kepala BKKB dan PP menjelaskan bahwa dalam perencanaan kota layak ini hurus memenuhi 31 indikator yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 02 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak. Berdasarkan analisis penulis sebenarnya di Kota Bandar Lampung ini sudah memenuhi dan layak Untuk menerapkan Kota Layak Anak karena kota Bandar Lampung sudah memenuhi dari ketiga puluh satu indicator yang menjadi acuan kota layak anak tersebut. Saat ini Bandar Lampung Sendiri 2

Wawancara dengan Kepala BKKBN dan PP Bandar Lampung , 6 Oktober 2016, jam 09.18.

dalam hal perencaan untuk menjadi kota layak anak sudah mencapai 70% untuk menuju kota layak anak dibuktuikan dengan sarana prasarananya yaitu adanya forum anak dengan agenda mengumpulkan anakanak dari semua golongan untuk melakukan kegiatan sosialisai dan aktifitas anak untuk menunjang kreatifitas anak itu sendiri, anggaran sudah ada dalam RAPBD, dan fasilitas untuk anak lainnya seperti tempat terbuka anak pun sudah ada, hanya saja pengelolaannya yang belum dilakukan secara maksimal, Bandar Lampung belum menjadi menjadi kota layak anak, tetapi sedang menuju pada kota layak anak dan akan direalisasikan, apabila indicator yg belm terpenuhi secara maksimal sudah dilaksanakan secara maksimal. Kemudian fasilitas yang mendukung dalam perencanaan kota layak sendiri sudah banyak tersedia dilingkungan Bandar lampung seperti pojok asi, perpustakaan keliling, posyandu setiap bulan dan kawasan bebas rokok. B. Mekanisme Pelaksanaan Kota Layak Anak Mekanisme Pelaksanaan Kota Layak Anak Bandar Lampung: a. Pembentukan tim pengembangan “Kota Layak Anak” Tim pengembangan kota layak anak beranggotakan wakil dari pemerintah kota/kab, anggota DPRD kota, organisasi non pemerintah, organisasi kemasyarakatan, sektor swasta, orang tua, dan anak. Tugas dari tim ini adalah: 1) Mensosialisasikan konsep Kota Layak Anak; 2) Menentukan fokus utama kegiatan dalam mewujudkan Kota Layak Anak, yang dan disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan, dan sumber daya; 3) Bertindak sebagai inisiator dalam menyiapkan dan mengusulkan Peraturan Daerah tentang Kota Layak Anak; 4) Bertindak sebagai inisiator untuk kegiatan monitoring, evaluasi serta pelaksana pelaporan secara periodik

b. Pengumpulan Baseline Data Baseline data ditujukan untuk mengetahui kondisi obyektif awal sebuah kota dan sangat berguna untuk perencanaan dan pengembangan program Kota Layak Anak. Pengumpulan Baseline data dilakukan oleh lembaga yang memiliki otoritas di daerah yaitu Badan Pusat Statistik Kota. c. Pelaksanaan Kota Layak Anak 1) Melakukan analisis kebutuhan yang bersumber dari baseline data; 2) Melakukan konsultasi dengan anak pada proses pengembangan Kota Layak Anak; 3) Melakukan konsultasi dengan pemerintah, anggota legislatif, organisasi non pemerintah, organisasi kemasyarakatan, sektor swasta, dan orang tua; 4) Menetapkan Peraturan Daerah sebagai landasan oprasional pengembangan program Kota Layak Anak; 5) Mengarusutamakan kepentingan anak dalam perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi pembangunan. C. Kegiatan Pokok Pengembangan Kota Layak Anak Kegiatan pokok pengembangan Kota Layak Anak adalah: adanya perencanaan kehidupan sehat, yaitu meliputi Pelayanan kesehatan keluarga, mencakup Pelayanan kesehatan bayi, balita, dan anak prasekolah; Pelayanan kesehatan ibu hamil; Pelayanan kesehatan reproduksi remaja; Usaha kesehatan sekolah; Pelayanan gizi Penanggulangan anemia gizi pada ibu hamil dan balita; Promosi pemberian ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI; Penanggulangan gizi kurang dan buruk; Pemberian vitamin A, yodium, dan zat besi; Pemberian makanan tambahan anak sekolah: kantin sekolah; Pencegahan dan pemberantasan penyakit meliputi, Pencegahan dan pemberantasan

ISPA, Diare, DBD, Tuberkolosis, Flu Burung (H5N1), HIV/AIDS; Eliminasi tetanus; Imunisasi. Pelayanan kesehatan jiwa anak (penyediaan layanan konseling atau penyediaan sistem rujukan ke fasilitas layanan kesehatan jiwa yang telah ada), Penyediaan air bersih dan sanitasi, Penyediaan akses air bersih; Pengembangan konsep Rumah Sehat Sederhana dengan fasilitas WC; Penyediaan akses pembuangan air kotor dan sampah; Promosi perilaku hidup bersih dan sehat, termasuk pencegahan kecelakaan dan cedera pada anak Pengembangan Rute Aman Sekolah (termasuk fasilitas penyebrangan atau layanan penyebrangan oleh petugas); Pengembangan Dokter Kecil (dalam UKS). Pemberian Pendidikan Berkualitas Penyelenggaraan pendidikan usia dini; Pemberian akses pendidikan dasar 9 tahun kepada anak miskin; Penyelenggaraan pendidikan untuk anak dengan kebutuhan khusus; Peningkatan status, moral, dan profesionalime guru; Peningkatan kualitas manajemen sekolah; Penyediaan anggaran pendidikan sesuai dengan konstitusi; Peningkatan angka partisipasi sekolah SD, SMP, dan SLTA/ sederajat; Penyediaan fasilitas dan peluang untuk bermain, berolahraga dan rekreasi di sekolah dan di pemukiman. Perlindungan terhadap anak dari penganiayaan, eksploitasi dan kekerasan. Pendirian lembaga pemantau/pemerhati masalah anak; Perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan, penelantaran, eksploitasi, termasuk pedophilia, perdagangan anak; Perbaikan kehidupan keluarga miskin dan anak-anaknya yang dieksploitasi secara ekonomi atau seksual; Kampanye keluarga harmonis (keluarga sakinah). Perlindungan umum Pembentukan sistem yang menjamin setiap anak terdaftar pada saat lahir mempunyai nama dan kebangsaan; Promosi kesadaran tentang betapa bahayanya bila orang dewasa tidak mampu melindungi anak-anak dari kekerasan, eksploitasi, perdagangan anak

dan penculikan; Penegakan hukum (kriminalisasi pelaku kekerasan kepada anak) dan penerapan restorative justice bagi anak yang melakukan tindakan kriminal; Perlindungan terhadap anak dari praktekpraktek adopsi dan anak asuh yang ilegal, eksploitatif atau yang tidak demi kepentingan terbaik untuk anak; Pendirian lembaga pelayanan pencegahan kekerasan, perdagangan anak dan penculikan anakanak yang rentan menjadi korban serta pemulihan dan rehabilitasinya; Ekonomi kerakyatan dan penghapusan penggunaan tenaga kerja anak, Pengembangan program pemberdayaan keluarga miskin, untuk mencegah anak dari eksploitasi secara ekonomi; Pemberdayaan keluarga anak jalanan; Pemberdayaan keluarga pemulung; Pemberdayaan keluarga gelandangan; Pemberdayaan keluarga di pemukiman liar; Pemberian beasiswa/pendidikan gratis, bagi anak yang terpaksa bekerja; Pembentukan Serikat Pekerja Rumah Tangga untuk mencegah perekrutan pekerja Rumah Tangga Anak. 3.3 Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Penerapan Kota Layak Anak A. Faktor Pendukung Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Penerapan Kota Layak Anak Berdasarkan hasil wawancara dengan Zeldayanti Ningsih3 yang menjadi faktor pendukung dalam penerapan kota layak anak di kota Bandar Lampung yaitu: 1. Adanya kebijakan, dukungan politis dan komitmen dari para pengambil keputusan dari kota/kabupaten sampai kelurahan dan desa. 2. Perencanaan dan penganggaran yang berpihak pada hak anak. 3. Kapasitas kelembagaan dan SDM yang memadai. 3

Wawancara dengan Kasubid Pemerintahan dan SDM BAPEDDA Kota Bandar Lampung, 3 Oktober, jam 14.15.

Anak – anak secara aktif ikut berperan serta dalam proses pembangunan. 5. Kemitraan dengan seluruh pemangku kewajiban, LSM, Ormas, Media, Masyarakat serta keluarga sendiri. 6. Koordinasi yang efektif antar program dan instansi serta para pemangku kewajiban. 7. Secara terus menerus dan konsisten melakukan monitoring, evaluasi, supervisi dan pelaporan. 8. Dibangunnya dan berfungsinya fasilitas umum yang layak anak seperti sekolah, puskesmas, rumah sakit, tempat bermain dan rekreasi pasar, swalayan, dsb. 9. Ketersediaan data dan sistem informasi anak yang terpilah dan berkelanjutan. 10. Pemberdayaan camat dan lurah. 11. Kabupaten dan kota yang mampu menjalankan pemerintahan dengan baik dan bersih dan bahaya laten. 4.

Penulis juga sependapat mengenai beberapa faktor pendukung diatas bahwa dalam rangka penerapan kota layak anak ini bisa dilaksanakan dengan baik apabila adanya kordinasi antara tim khusus yang telah diberikan tugas untuk mengawasi maupun melaksanakan kota layak anak di Bandar Lampung ini. Kemudian peran masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk keberhasilan dalam penerapan kota layak yang akan di Bentuk di wilayah Kota Bandar Lampung. B. Faktor Penghambat Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Penerapan Kota Layak Anak Pengembangan Kota Layak Anak bertujuan untuk membangun inisiatif pemerintahan kabupaten/kota yang mengarah pada upaya transformasi konsep hak anak ke dalam kebijakan, program, dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak di kabupaten/ kota. Dalam pelaksanaan penerapan Kota Layak Anak di Bandar Lampung, terdapat beberapa faktor penghambat. Berdasarkan hasil wawancara

dengan Dicky Ramadhani4 yang menjadi faktor penghambat pemerintah Kota Bandar Lampung dalam penerapan kota layak anak adalah: 1. Belum ada peraturan daerah (PERDA) Kota Bandar Lampung yang menjadi dasar hukum Tim Gugus Tugas Kota Layak Anak dalam melaksanakan tugasnya. Dalam hal ini untuk pelaksanaan perencanaan kota ayak tidak akan berjalan efektif dan tidak ada dasar hukum yang kuat untuk menjadi pegangan oleh pemerintah apabila terjadi ketidaksesuaian dalam hal pelaksanaan kota layak anak sendiri. 2. Belum tersedianya anggaran untuk pembangunan Kota Layak Anak di tahun 2016. Untuk saat ini di Bandar Lampung sendiri alokasi dana atau anggran yang dtujukan untuk program kota layak anak memeng belum ada sehingga kota layak anak ini tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan indikator yang menjadi patokan dalam pelaksaan kota layak anak, tetapi untuk tahun selanjutnya pemerintah Bandar Lampung sendiri sudah merencanakan atau sudah menganggarkan dalam APBD untuk pelaksanaan Kota Layak Anak itu sendiri. 3. Pemerintah Kota Bandar Lampung belum terfokus dan mementingkan pembangunan Kota Layak Anak di Kota Bandar Lampung. Dalam hal ini pemerintah masih memikirkan bagaimana kelayakan kota Bandar Lampung dalam hal kota Layak Anak, mengingat saat ini masih banyak sekali anak-anak yang masih bekerja bahkan mengamen dipinggir jalan dikota Bandar lampung itu sendiri. 4. Tidak adanya dukungan dari masyarakat dalam penerapan Kota Layak Anak. Saat ini masyarakat masih meragukan tentang Konsep Kota layak Anak karena belum adanya sosialisasi 4

Wawancara dengan Staf bidang Kesejahteraan Rakyat BAPPEDA Kota Bandar Lampung, 3 Oktober 2016, jam 12.13.

5.

yang dilakukan oleh pemerintah itu sendiri sehingga masyarakat masih banyak yng belum memahami pentingnya perlindungan anak dalam masa perkembangannya. Fasilitas umum seperti lahan terbuka di Kota Bandar Lampung yang tidak mendukung kriteria Kota Layak Anak. Di Bandar lampung saat ini masih banyak indicator yang belum terpenuhi dalam rangka pelaksanaan kota layak anak, seperti ruang terbuka hijau sendiri Bandar lampung sudah memiliki tetapi dalam pemanfaatan dan perawatannya tidak dilakukan semaksimal mungkin dan seefekif mungkin.

Berdasarkan uraian diatas penulis juga sependapat dengan Dicky Ramadhani bahwa faktor penghambat yang mendominasi dalam rangka penerapan Kota Layak ini adalah belum adanya peraturan daerah yang mendukung dalam hal pelaksaannya, kemudian belum adanya anggaran yang dikhususkan untuk digunakan dalam penerapan kota layak anak di Bandar Lampung, fasilitas umum yang belum sepenuh nya memadai untuk berlangsungnya kota layak anak, dan peran masyarakat yang belum maksimal dalam rangka pemenuhan hak-hak anak dengan cara dibentuknya kota layak anak ini. IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Proses perumusaan dalam rangka perencanaan kebijakan KLA telah melalui tahap-tahap yang telah sesuai dengan proses formulasi sebuah kebijakan. Dalam proses kebijakan tersebut tampak berbagai latar belakang dan dinamika serta peran aktor yang terlibat dalam perumusannya. Dalam proses perumusan dalam penerapan kebijakan ini, aktor utama atau aktor yang paling dominan adalah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

2.

selaku instansi teknis pengusul raperda dan BKKB dan PP Kota Bandar Lampung yang melakukan pembahasan terhadap kebijakan tersebut. Proses formulasi kebijakan publik yang sejalan dengan model inkremental. Faktor penghambat yang mendominasi dalam rangka penerapan Kota Layak ini adalah belum adanya peraturan daerah yang mendukung dalam hal pelaksaannya, kemudian belum adanya anggaran yang dikhususkan untuk digunakan dalam penerapan kota layak anak di Bandar Lampung, fasilitas umum yang belum sepenuhnya memadai untuk berlangsungnya kota layak anak, dan peran masyarakat yang belum masimal dalam rangka pemenuhan hak-hak anak dengan cara dibentuknya kota layak anak ini.

4.2 Saran 1. Pemerintah kota bandar lampung dalam menerapkan perencanaan kota layak anak harus dilakukan semaksimal mungkin dan pemerintah Kota Bandar Lampung harus segera mengesahkan tentang perencanaan Kota Layak Anak ini sehingga hak-hak serta kebutuhan terutama anak-anak akan terpenuhi dan anak-anak akan merasa lebih nyaman dalam melakukan aktifitasna seharihari karena didukung dengan fasilitas yang ada untuk kebutuhan anak. 2. Masyarakat harus lebih berperan terhadap perencanaan Kota Layak Anak yang akan diterapkan di Kota Bandar Lampung sehingga rencana tersebut segera terlaksana dan masyarakat juga harus ikut mendukung dan menjaga program tersebut sehingga bisa terlaksana dengan baik di Kota Bandara Lampung.

DAFTAR PUSTAKA H.R., Ridwan. 2013, Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers Juniarso Ridwan, Achmad Sodik. 2008. Hukum Tata Ruang (dalam Konsep Otonomi Daerah). Bandung: Nuansa Spock, Benyamin. 2000. Menghadapi Anak Disaat Sulit. Jakarta: Pustaka Delapratasa Sunggono, Bambang, Harianto, Aries. 2009. Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Undang – Undang No 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Undang – Undang No 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Undang – Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak – Hak Manusia Undang – Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Undang–Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang– Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak UNICEF, UNHABITAT. Child Friendly City Inniciative. Pertemuan City Summit Istanbul Turki 1996