PRODUKSI XILOSA DARI JERAMI PADI OLEH ENZIM XILANASE

Download Kata kunci : xilan, xilosa, hemiselulosa, enzim xilanase, Trichoderma reseei, jerami padi. Abstrak. Perkembangan dan kemajuan bidang pertan...

0 downloads 470 Views 1MB Size
PRODUKSI XILOSA DARI JERAMI PADI OLEH ENZIM XILANASE Herdin Hidayat (2309105011) dan Herlis Madu Ika W (2309105018) Pembimbing Prof. Dr. Ir. Arief Widjaja M.Eng Lab. Teknologi Biokimia Jurusan Teknik Kimia Kata kunci : xilan, xilosa, hemiselulosa, enzim xilanase, Trichoderma reseei, jerami padi. Abstrak Perkembangan dan kemajuan bidang pertanian di Indonesia telah menimbulkan peningkatan limbah pertanian yang sebagian besar merupakan limbah berlignoselulosa yang mengandung xilan. Limbah berlignoselulosa yang memiliki potensi sebagai bahan baku penghasil gula xilosa antara lain jerami padi. Produksi xilosa dari limbah pertanian berligoselulosa dilakukan untuk mengoptimalkan limbah tersebut dalam rangka mengatasi permasalahan peningkatan penggunaan energi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh caustic pretreatment terhadap hasil xilosa pada proses hidrolisa enzimatik menggunakan xylanase kasar yang diproduksi dari dedak gandum menggunakan Trichoderma reseei dalam media padat. Variabel yang dipilih pada penelitian ini adalah konsentrasi NaOH (1, 2, dan 4%) temperature (60, dan 80 oC) dan waktu (8, dan 16 jam) pada proses pretreatment. Pretreatment dilakukan dengan perbandingan jerami padi : larutan NaOH sebesar 1 : 20. Proses hidrolisa enzimatik dilakukan dalam volume 150 ml dengan substrat jerami padi sebesar 5 gram sedangkan perbandingan enzim dengan substrat yang digunakan sebesar 400 unit xilanase : 5 g substrat jerami padi. Proses tersebut dilakukan pada suhu 50 oC dan pH 5,5. Pengaruh pretreatment yang paling optimal adalah pada variabel konsentrasi NaOH sebesar 1% temperature 60oC selama 16 jam. Hal ini berdasarkan hasil analisa Chesson dengan konsentrasi hemiselulosa setelah pretreatment sebesar 32,15 % yang menghasilkan xilosa tertinggi yaitu 9,15 g/L, dan diperkuat dengan hasil analisa foto SEM yaitu struktur permukaan hasil pretreatment terlihat rusak. 1.

Pendahuluan Xilosa adalah gula yang diisolasi dari bahan berlignoselulosa dengan proses hidrolisa asam atau enzim, Xilosa diklasifikasikan sebagai monosakarida tipe aldopentosa yang memiliki lima atom carbon dan satu gugus aldehid. Xilosa merupakan salah satu penyusun utama dari hemiselulosa, yang terkandung sekitar 30 % dalam tanaman. Fraksi hemiselulosa dapat dihidrolisa dengan mudah oleh asam. Jika sellulosa dan hemiselulosa dimanfaatkan dalam proses hidrolisis secara efisien, hemiselulosa akan terhidrolisa secara komplit menjadi D-xilosa (50 – 70 % w/w) dan L-arabinosa (5 – 15 % w/w), dan sellulosa akan dikonversi menjadi glucose (Ladish, 1989; Cao et al 1995; Puls & Schuseil, 1993). Xilan merupakan komponen utama dari hemiselulosa pada dinding sel tumbuhan yang terikat pada selulosa, pektin, lignin dan polisakarida lainnya untuk membentuk dinding sel. Xilan adalah senyawa dengan rantai utama homopolimer yang tersusun atas unit unit gula xilosa yang terkait dengan ikatan glikosidik β-1,4. Jumlah xilan di berbagai macam kayu bervariasi tergantung dari jenis kayunya dan bisa mencapai lebih dari 20 % (Fengel dan Wegener, 1999). Komponen xilan juga melimpah pada limbahlimbah pertanian seperti dedak gandum 12,3%, bagas tebu 9,6% dan sekam padi 12,1% (Richana dkk.,2004). Karena jumlah xilan di alam sangat besar dimana merupakan jumlah terbesar kedua setelah selulosa (Subramaniyan dan Prema, 2002),

maka xilan merupakan komponen yang sangat menjanjikan untuk dikonversi menjadi gula xilosa. 2. Metode Pretreatment Bahan Baku Pretreatment yang dilakukan yaitu pretreatment secara mekanik dan pretreatment secara kimiawi. Jerami padi yang didapat dikeringkan terlebih dahulu menggunakan sinar matahari selama 1 hari dan dipotong – potong dengan ukuran ± 1 cm untuk memudahkan proses penggilingan. Setelah digiling jerami tersebut dipisahkan dengan saringan sehingga diperoleh jerami padi berukuran 100 – 120 mesh yang selanjutnya dilakukan proses pretreatment secara kimiawi sesuai dengan variabel. Perbandingan antara jerami padi dengan larutan NaOH adalah 1:20 (dalam w/v). Bahan yang telah dipretreatment dianalisa kandungan lignin, hemiselulosa, dan selusa dengan menggunakan metode Chesson dan di lihat struktur permukaannya dengan menggunakan Scanning Electron Micrograph (SEM). Produksi Enzim Xilanase Enzim xilanase diproduksi dengan metode Solid State Fermentation (SSF) dengan menggunakan susbstrat dedak gandum (100-120 mesh) dan strain Trichoderma reesei. Proses dilakukan dalam Erlenmeyer 250 ml dengan cara mensuspensikan 5 g Dedak gandum ke dalam 25 ml larutan mineral yang mengandung MgSO4.7H2O 1; KH2PO4 1,5; CaCl2 0,15; FeSO4 0,2; MnSO4 0,2;

unit enzim xilanase aktivitas enzim xilanase 400 U

4,75 Uml

Kebutuhan enzim

84,2 ml enzim xilan

konsentrasi lignin (%)

20

NaOH 1%, 60oC NaOH 1%, 80oC NaOH 2%, 60oC NaOH 2%, 80oC NaOH 4%, 60oC NaOH 4%, 80oC

10

0 0

2

4

6

8

10

waktu (jam)

(a)

12

14

16

18

konsentrasi sellulosa (%)

80 70 60 50

NaOH 1%, 60oC NaOH 1%, 80oC NaOH 2%, 60oC NaOH 2%, 80oC NaOH 4%, 60oC NaOH 4%, 80oC

40 30 20 10 0 0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

waktu (jam)

(b) 40 konsentrasi hemisellulosa (%)

Yeast Extract 2 (dalam g/l). larutan mineral tersebut dibuat dengan larutan buffer sitrat pH 5,5. Selanjutnya media tersebut disterilkan kemudian menginokulasikan ± 3 cm strain Trichoderma reesei yang telah dikembangkan dalam media agar miring PDA, Fermentasi dilakukan selama 7 hari dengan suhu inkubasi 32 oC. Enzim yang dihasilkan diekstrak dengan buffer sitrat pH 5,5 yang mengandung 0,1% Tween-80. Lalu dishaker dengan kecepatan 175 rpm selama 135 menit. Setelah itu cairan enzim disentrifugasi dengan refrigerated centrifuge pada kecepatan 5000 rpm selama 1 jam, Filtrate yang terpisah digunakan sebagai crude enzim xilanase. Enzim tersebut diukur aktifitasnya dengan menggunakan 1% xilan oat spelt (Sigma, Germany) dalam buffer sitrat pH 5,5 sebagai substrat, dengan kurva standard xilosa. Produksi Xilosa Oleh Enzim Xilanase Degradasi ini dilakukan dengan perbandingan antara enzym dengan substrat yaitu 400 unit/5 gram substrat. Volume hidrolisa dijalankan pada volume 150 ml dengan penambahan buffer sitrat 0.1 M pH 5.5. Dengan kondisi operasi hidrolisis 50oC dan pH 5.5. Pengambilan sampel dilakukan pada jam ke 0, 1, 3, 6 dan selanjutnya setiap 6 jam diambil sampel hingga jam ke 48. Kemudian sampel tersebut ditentukan kadar gula reduksi dengan spectrofotometri pada panjang gelombang 540 nM menggunakan dinitrosalisylic acid dengan larutan standar xylosa. 3. Hasil Dan Pembahasan Produksi Enzim Xilanase Enzim yang dihasilkan memiliki aktifitas sebesar 4,75 IU/ml. Enzim tersebut digunakan untuk proses degradasi enzimatik dengan perbandingan antara enzim : substrat jerami padi sebesar 400 IU:5 gr substrat. Sehingga kebutuhan enzim dapat dihitung sebagai berikut.

30 NaOH 1%, 60oC NaOH 1%, 80oC NaOH 2%, 60oC NaOH 2%, 80oC NaOH 4%, 60oC NaOH 4%, 80oC

20

10

0 0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

waktu (jam)

(c) Gambar 3.1 Pengaruh pretreatment terhadap konsentrasi lignin(a), selulosa(b), hemisellulosa(c). Gambar 3.1 menunjukan pengaruh pretreatment terhadap konsentrasi lignin. Berdasarkan gambar (a) dapat dilihat bahwa semakin lama waktu pretreatment konsentrasi lignin cenderung mengalami penurunan. Dari grafik tersebut menunjukan penurunan paling stabil yaitu pada variabel konsentrasi NaOH 1% , dan suhu 60 oC. Kenaikan temperatur juga menunjukan hasil yang sama yaitu lignin cenderung terjadi penurunan seiring kenaikan temperatur. Sedangkan pengaruh konsentrasi NaOH tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Dari gambar (b) terlihat bahwa pengaruh lama waktu pretreatment terhadap konsentrasi selulosa adalah cenderung terjadi kenaikan seiring bertamabahnya waktu pretreatment. untuk pengaruh kenaikan temperatur pretreatment terhadap perubahan konsentrasi selulosa juga menunjukan kecenderungan naik, sedangkan untuk variabel yang lain cenderung tidak terjadi kenaikan. Begitu pula dengan pengaruh konsentrasi NaOH juga menunjukan pengaruh yang sama yaitu semakin besar konsentrasi NaOH yang digunakan maka konsentrasi selulosanya juga cenderung semakin meningkat. Dari gambar (c) terlihat hasil pengaruh pretreatment yang paling optimal adalah pada variabel konsentrasi NaOH 1%, dan suhu 60oC. Pada variabel tersebut menunjukan konsentrasi hemiselulosa tertinggi dan terjadi kenaikan yang

signifikan seiring dengan bertambahnya waktu pretreatment. Sedangkan variabel yang lain cenderung terjadi penurunan konsentrasi hemisellulosa seiring bertambahnya waktu pretreatment. Sedankan pengaruh kenaikan temperatur pretreatment terhadap konsentrasi hemiselulosa yaitu cenderung terjadi penurunan konsentrasi seiring naiknya temperatur. Untuk kenaikan konsentrasi NaOH berbanding terbalik dengan konsentrasi hemisellulosa, yaitu semakin besar konsentrasi NaOH yang digunakan maka hemisellulosa cenderung mengalami penurunan.

Dari data hasil analisa chesson dapat disimpulkan bahwa kondisi pretreatment yang paling optimal adalah pada konsentrasi NaOH 1%, temperatur pretreatment 60 oC, dengan hasil konsentrasi hemiselulosa mengalami kenaikan yang stabil begitu pula dengan konsentrasi lignin semakin berkurang dengan bertambahnya waktu pretreatment. Selain analisa chesson dilakukan juga analisa Scanning Electron Micrograph (SEM) untuk mengetahui struktur permukaan dri jerami tersebut,.

Setelah dihidrolisi Tanpa Pretreatment NaOH 1%, 60 ºC, 16 jam Gambar 3.2 Hasil analisa Scanning Electron Micrograph (SEM) pada beberapa variable pretreatment. Berdasarkan struktur permukaan yang terlihat pada gambar 3.2 yaitu sampel sebelum dipretreatment terlihat permukaan terkoyak akibat proses penggilingan (milling) tetapi lignin masih belum terpisah dari sampel tersebut atau masih berikatan dengan gugus karbohidrat sehingga permukaan masih terlihat rata. Pada sampel yang telah di delignifikasi menunjukan struktur permukaan yang tidak rata atau ada kerutan kerutan lembah. Hal ini menunjukan lignin sudah berkurang atau terdegradasi akibat pretreatment tersebut. Sedangkan pada sampel yang telah dihidrolisis menunjukan struktur permukaan yang lebih rusak, kerutan yang ada telah hilang akibat proses hidrolisis tersebut, Hal ini berarti hemiselulosa yang ada telah terhidrolisis. Pengaruh Hidrolisis.

Pretreatment

Terhadap

Hasil

konsentrasi gula (g/L)

10 9

tanpa pretreatment

8

NaOH 1%, 60 ºC, 8 jam

7

NaOH 1%, 60 ºC, 16 jam

6

NaOH 1%, 80 ºC, 8 jam

5

NaOH 1%, 80 ºC, 16 jam

4

NaOH 2%, 60 ºC, 8 jam

3

NaOH 2%, 60 ºC, 16 jam

2

NaOH 2%, 80 ºC, 8 jam

1

NaOH 2%, 80 ºC, 16 jam NaOH 4%, 60 ºC, 8 jam

0 0

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 waktu hidrolisa (jam)

Gambar 3.3 Hubungan antara pengaruh pretreatment, dan waktu hidrolisis terhadap hasil hidrolisis.

Gambar 3.3 menunjukan Hubungan antara pengaruh pretreatment, dan waktu hidrolisis terhadap hasil hidrolisis. Dari data tersebut hasil hidrolisa menunjukan kecenderungan peningkatan konsentrasi gula yang dihasilkan sampai jam ke 12 dan jam ke 18 setelah itu menunjukan penurunan sedikit demi sedikit. Hal ini berarti bahwa enzim yang dihasilkan mampu menghidrolisis sampai jam ke 18 dan setelah itu enzim mulai terdenaturasi sehingga tidak mampu menghidrolisis substrat yang ada. Sedangkan penurunan gula yang dihasilkan kemungkinan disebabkan oleh terabsorbnya gula yang dihasilkan kedalam partikel sellulosa dan hemisellulosa yang tidak terhidrolisis. Pengaruh pretreatment kimiawi menunjukan perbedaan hasil yang signifikan. Jerami padi tanpa pretreatment secara kimia hanya mampu mengasilkan gula tertinggi yaitu 2.63 g/L pada jam ke 18. Sedangkan substrat yang telah di pretreatment menghasilkan gula tertinggi yaitu 9,15 g/L pada jam ke 18 yaitu pada variable pretreatment 1% NaOH, 60 oC, 16 jam. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari proses hidrolisa dapat disimpulkan bahwa variable pretreatment yang paling optmal adalah konsentrasi NaOH 1%, temperature pretreatment 60 oC, selama 16 jam dan Waktu yang optimal untuk proses hidrolisa adalah 18 jam. Untuk membuktikan apakah terjani penurunan konsentrasi gula selama proses hidrolisis, maka beberapa sampel hidrolisat yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan High Performance Liquid Cromatography (HPLC). Dengan larutan standar glukosa dan xilosa. Masing masing larutan standar tersebut dibuat dengan cara sebagai berikut.

Glukosa

= 100 mg dilarutkan dalam 10 ml aquabidest Xylosa = 100 mg dilarutkan dalam 10 ml aquabidest Larutan standar campuran = 2 ml Glukosa ditambah 1 ml xilosa Table 3.2 Hasil analisa High Performance Liquid Cromatography (HPLC) Glukosa Xilosa Sampel (mg/ml) (mg/ml) Standar Glukosa 6.67 0 Standar Xylosa 0 3.33 Hidrolisat A setelah jam ke 12 0 1.36 Hidrolisat A setelah jam ke 48 0 0 Hidrolisat B setelah jam ke 18 0 0.27 Hidrolisat B setelah jam ke 48 0 0 Keterangan: Hidrolisat A : Hidrolisat dari proses hidrolisa yang menggunakan substrat hasil pretreatment 2% NaOH, 60oC, 8 jam. Hidrolisat B : Hidrolisat dari proses hidrolisa yang menggunakan substrat hasil pretreatment 1% NaOH, 60oC, 16 jam. Dari table 3.2 menunjukan pada hidrolisat dari variable pretreatment 2% NaOH, 60 oC, 8 jam terjadi penurunan konsentrasi xilosa dari jam ke 18 dan jam ke 48. Begitu juga dengan sampel hidrolisat yang menggunakan substrat hasil pretreatment 1% NaOH, 60oC, 16 jam, mengalami penurunan konsentrasi xilosa dari jam ke 18 dan jam ke 48.

konsentrasi gula (g/L)

Pengujian hidrolisa pada suhu 30 Kondisi pretreatment yang paling optimal di cek dengan suuhu hidrolisa yang lebih rendah yaitu 30 oC dan diperoleh data sebagai berikut. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0

T hidrolisa = 50 ºC T hidrolisa = 30 ºC

0

20

40

60

waktu hidrolisa (jam)

Gambar 3.6 Perbandingan temperature hidrolisa 50 o C dan 30 oC pada variable pretreatment terbaik (1% NaOH, 60 oC, 16 jam) Dari gambar 3.6 menunjukan perbandingan temperature hidrolisa 50 oC dan 30 oC. berdasarkan gambar tersebut terlihat perbedaan hasil yang signifikan yaitu suhu hidrolisa yang lebih optimal adalah 50 oC. Hal ini dibuktikan dengan hasil yang diperoleh pada suhu 50 oC lebih besar

dibandingkan pada suhu hidrolisa 30 oC. pada suhu 50 oC hasil tertingginya yaitu 9.15 g/L setelah jam ke 18, sedangkan pada suhu hidrolisa 30 oC hasil tertingginya yaitu 6,11 g/L setelah hidrolisa 6 jam. 4. Kesimpulan • Bahan baku yang digunakan memilki konsentrasi lignin, hemiselulosa, dan selulosa berturut turut sebesar 10,65%, 27,32%, 36,94%. • Enzyme yang diproduksi dari strain jamur Trichoderma reesei memiliki aktifitas 4,75 IU/ml. • Kondisi pretreatment yang paling optimal adalah konsentrasi NaOH 1%, suhu 60 oC selama 16 jam, hal ini berdasarkan hasil analisa chesson Dengan konsentrasi hemiselulosa setelah pretreatment sebesar 32,15 % yang menghasilkan xilosa tertinggi yaitu 9,15 g/L. • Kadar gula hasil degradasi enzimatik tertinggi diperoleh dari variabel pretreatment NaOH 1%, suhu 60 oC selama 16 jam, dengan hasil gula sebesar 9,15 g/l setelah hidrolisis jam ke 18. • Temperature optimal untuk proses hidrolisis adalah 50 oC, hal ini didasarkan pada perbandingan uji hidrolisa pada suhu 30 oC untuk substrat hasil pretreatment NaOH 1%, suhu 60 oC selama 16 jam. Daftar Pustaka Douglas B. Rivers & George H. Emert, (1988), “ Factor affecting enzymatic hydrolysis of bagasse and rice straw ”, Biological waste 26:58-95, Auburn university, Alabama, USA. Fengel, D dan Wegerner, G. (1984), “Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi”, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, hal. 30-34, 155-176. Gawande, P.V dan Kamat, M.Y., (1999), “Production of Aspergillus Xylanase by Lignocellulosic Waste Fermentation and its Application”, J. of Applied Microbiology, 87, 511 – 519. Kristin, D. dan Gideon, (2004), “Kondisi Fermentasi untuk mendapatkan aktifitas xilanase yang terbaik”, Laporan skripsi 2004. Miller, G.L., (1959), “Use of Dinitrosalicylic Acid Reagent for Determination of Reducing Sugar”, Analytical Chemistry, 31, 426-428. Mosier N, Wyman C, Dale B, Elander R, Lee Y.Y., Holtzapple M, Ledisch M., (2005), “Feature of promising technologhies for pretreatment of lignoselllulosic biomass”, Biosource technology 96: 673-686. Paiva, J.E.D., Maldonade, I.R dan Scamparini, A.R.P., (2009), “Xylose production from sugarcane bagasse by surface response

methodology”, Revista Brasileira de Engenharia Agrícola e Ambiental vol 13:75–80. Park, S.Y., (2002), “ Xylanase production in solid state fermentation by Aspergillus niger mutant using statistical experimental design”, Applied Microbial Biotechnology 761-766. Ramirez, Q., Ramirez, (1988) “Hydrolysis of Lignocellulosic Biomass”. Division of Natural Sciences and Engineering. Richana, Nur, (2002), “ Produksi dan prospek enzim xilanase dalam pengembangan bioindustri di Indonesia”, Buletin AgroBio 5(1):29-36. Richana, Nur., Lestina, P., dan Irawadi, T.T., (2004), “ Karakteristik Lignoselulosa dari Limbah Tanaman Pangan dan Pemanfaatannya untuk Pertumbuhan Bakteri RXA III-5 Penghasil Xilanase”, Penelitian Pertanian Tanaman Pangan (abstrak).

Subramaniyan, S. dan Prema, P., (2002), “Biotechnology of Microbial Xylanases: Enzymology”, Molecular biology, and Application, Critical Reviews in Biotechnology, 22 (1), 33-64. Sunggyu, L., Speight, J.G., dan Loyalka, S.K., (2007), “Handbook of Alternative Fuel Technologies”, CRC Press Taylor dan Francis Group : New York. Tanjung, A., dan Lestari, E., (2007), “Produksi Enzim Xilanase dari Berbagai Strain”, Laporan skripsi 2007. Widjaja, A, (2009), “Aplikasi Bioteknologi pada Industri Pulp dan Kertas”, ITS Press: Surabaya. Yee Sun dan Jiayang Cheng, (2002), “ Hydrolysis of lignosellulosic material for ethanol production: a review”, Biosource Technology 83: 1-11.