SEKITAR TAN MALAKA

Download 6 Okt 2013 ... sejarah politik dan gagasan akan dapat menjawabnya -- terutama ... Hasil riset dan studi sejarah dan biografi Tan Malaka, Ge...

3 downloads 688 Views 216KB Size
Kolom IBAHIM ISA Minggu, 06 Oktober 2013 ---------------------

Sekitar TAN MALAKA -Berdialog Dng GOENAWAN MOHAMMAD * * *

Saya baru saja membuka Facebook hari ini, melihat wajah Mas Goen. saya selalu segera memperhatikan apa yang ditulis beliau kali ini . . . TAN MALAKA . . . tokoh pejuang kemerkekaan ini yang menjadi perhatian Mas Goen. . . . Tulisanku di bawah ini adalah sekadar r e s p o n s e terhadap pertanyaan Mas Goenawan Mohammad, sahabatku, yang bertanya: Bung Ibrahim Isa mungkin bisa menjawab? * * * Goenawan Mohammad: PERTANYAAN TENTANG TAN MALAKA DAN TROSTKY Salah satu bagian hidup Tan Malaka yang jarang diketahui, setidaknya tak saya ketahui, adalah permusuhan Partai Komunis Indonesia terhadapnya. Di kalangan PKI, ia disebut "Trotskyist". Tapi label ini jamak dipakai Stalin dan para pengikutnya untuk menyebut musuh-musuh mereka. Kita tahu setelah Lenin meninggal, dan pergulatan antara pimpinan Partai Bolsyewik berlangsung, Trostky akhirnya dibuang dan kemudian dibunuh dengan dihantam kapak es oleh seorang agen Stalin di Meksiko di tahun 1940 -sebuah riwayat permusuhan yang paling dramatis antara orang kuat Soviet itu dan para anggota Politbiro Partai Komunis di bawah Lenin. Bagaimana sebenarnya hubungan Tan Malaka dengan gagasan Trotsky? Apa yang saya baca dari buku-buku pengarang Madilog itu tak menunjukkan tanda hubungan itu ada. Tapi mungkin saya salah. Saya berharap para peneliti sejarah politik dan gagasan akan dapat menjawabnya -- terutama melalui 1

riset yang kuat, bukan hanya dengan makalah-makalah seadanya yang banyak dipakai dalam diskusi-diskusi sekarang. 2 Oktober 2013 .Menarik sebenarnya untuk bertanya kepada para anggota PKI dewasa ini (kalau masih ada), adakah pandangan mereka berubah tentang Tan Malaka. Atau sekalian tentang Stalin dan Trostky. Bung Ibrahim Isa mungkin bisa menjawab? * * * Ibrahim Isa: Cerita sedikit, ya . . Beberapa saat setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945 . . . sebelum saya bergabung dengan BKR, Badan Keamanan Rakyat Republik Indonesia, abang-ipar saya, Sidi Mohammad Syaaf, yang kemudian jadi redaktur sk Pemandangan (Mr Sumanang) lalu Mingguan Hikmah (Msyumi). SM Syaaf bersama Suraedi Tahsin (kemudian pemimpin s.k. Bintqng Timur lalu diangkat Presiden Sukarno jadi Dubes RI di Bamako, Mali, Afrika Barat, kalau tidak salah dengan S. Tasrif mendirikan s.k. Pertama Republik Indonesia, BERITA INDONESIA di Jakarta.. . . )Ya abang iparku SM Syaaf itu mendekati aku dengan sebuah bahan stensilan ditangannya . .. Nih, baca bahan ini, katanya.. . . . Bahan stensilan yg sudah agak kumal itu . . . adalah brosurnya TAN MALAKA, “DARI PENJARA KE PENJARA” . . . Sejak itu berangsung-angsur saya mulai tahu tentang perjuangan kemerdekaan kita, dan langsung ambil bagian dalam BKR . . .. Selain dari pidato-pidatonya (sejak jaman Jepang) dan karya-karya Bung Karno, --pengaruh politik awal yang saya peroleh bersangkutan dengan perjuangan kemerdekaan dan keadilan, adalah dari buku TAN MALAKA itu. . . . . kemudian dari buku-buku Tan Malaka lainnya, seperti GERPOLEK, MADILOG dll. Ketika Dr Harry Poeze meluncurkan karya hidupnya “VERGUISD EN VERGETEN, Tan Malaka, de linkse beweging en de Indonesische Revolutie, 1945-1949”. . . beliau minta saya membuat resensi tentang bukunya yang 2200 halaman itu. . . Saya

2

penuhi permintaan itu sebagai tanda penghormatan terhadap saya, sebagai sehabatuya. *** Di buku DR Harry Poeze yang ada pada saya . .. Harry menulis . . . UNTUK SAHABAT IBRAHIM ISA REKAN SAYA DALAM MELESTARIKAN SEJARAH . . . HARRY POEZE, Leiden 08 Juni 2007. Buku itu sudah ada edisi Indonesainya. Silakan baca barangsiapa yang ingin tahu siapa Tan Malaka. Sebuah buku yang GEWELDIG kata orang Belanda. Mas Goen, . . . tanggapan ini tidak ada sangkut pautnya dengan apakah seseorang itu anggota PKI atau bukan. . . . Tokh? *** Lampiran: Agar lebih lengkap kesan pembaca mengenai pandangan saya sekitar TAN MALAKA, di bawah ini disiarkan ulang dua tulisan saya:

Kolom IBRAHIM ISA - TAN MALAKA Oleh DR. HARRY POEZE 11-Jun-2007, 09:50:40 WIB KabarIndonesia – Aku harus berterus terang: Tak terduga sama sekali bahwa ruangan LAK-theater (140 kursi), Universitas Leiden, pada hari Jumát, tanggal 08 Juni, 2007, penuh dengan hadirin pada peluncuran buku DR Harry Poeze, dalam bahasa Belanda, berjudul: (dalam bahasa Indonesianya): -- "TAN MALAKA DIHUJAT DAN DILUPAKAN" --, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia, 1945-1949. Selain Pengurus dan anggota KITLV, yang pada hari yang sama mengadakan rapat tahunan KITLV, para sahabat (termasuk orang-orang Indonesia) dan rekan-rekan Harry Poeze, -- tampak pula banyak mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh (umumnya) post-graduate studies mereka, atau sedang mempersiapkan desertasi untuk PhD mereka masing-masing. Aku sengaja menanyakan kesan sahabat-sahabat baik yang Belanda maupun yang orang Indonesia, bagaimana kesan mereka mengenai peluncuran buku Harry Poeze itu. Umumnya punya kesan baik. Yang kutanyakan itu semua menganggap bahwa baik pengantar yang diberikan oleh Harry Poeze maupun suasana keseluruhannya adalah baik. Bukan saja karena pada pertunjukkan foto-foto di 3

layar yang dipasang diruangan, dimulai dengan ditayangkannya teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ditandatangi oleh Sukarno dan Hatta, tetapi, ini yang paling mengesankan bagiku, adalah diperdengarkannya suara Bung Karno membacakan teks Proklamasi 17 Agustus 1945. Suasana Indonesia jadinya menguasai seluruh pertemuan siang dan sore itu. Dengan diterbitkannya buku Harry Poeze, tidak mungkin orang akan berpendapat lain: Harry Poeze menunjukkan kesungguhan, ketekunan serta dedikasinya yang telah menghabiskan waktu total jendral 30 tahun, termasuk tinggal di Indonesia selama 3 bulan terus menerus (1980), dan beberapa kali mengunjungi Indonesia, untuk meriset dan meneliti tentang tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia Tan Malaka, serta Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia. Poeze menjelaskan bahwa ia juga meneliti arsip-arsip Komintern di Moskow, yang telah memberikan kepadanya pandangan-pandangan baru. *** Hasil riset dan studi sejarah dan biografi Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia, ditulis dalam 3 jilid, semuanya setebal 2200 halaman. Disertai pula dengan foto-foto mengenai Bung Karno, Hatta, Syahrir, Amir Syarifuddin, Tan Malaka dll tokoh pejuang kemerdekaan yang baru pertama kali ini aku melihatnya. Sayang, ada satu salah muat. Yaitu mengenai sebuah foto Ir Setiadi, mantan Menteri Listrik Negara Kabinet 100 Menteri Presiden Sukarno. Ir Setiadi, ditangkap oleh Jendral Suharto (1966) dengan alasan 'diamankan'. Salahnya: Di bawah foto Ir Setiadi, ditulis nama S e t i a d j i t . Jelas teks dan foto tidak cocok. Maksud Poeze adalah memasang foto Setiadjit, tapi yang dipasang foto Ir Setiadi. *** Betapa tidak senang hati menyaksikan begitu banyak perhatian hadirin terhadap masalah sejarah Indonesia, khususnya sejarah gerakan Kiri Indonesia dan salah satu tokoh utamanya, Tan Malaka. Terlepas apakah orang setuju atau tidak setuju dengan hasil penelitian dan studi Dr Poeze itu, tiga jilid karya Poeze itu merupakan sumbangan terhadap khazanah literatur mengenai sejarah Indonesia. Perhatian terhadap masalah sejarah Indonesia, seperti yang terlihat dari kehadiran orang-orang Indonesia dan para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda, melegakan hati dan menggembirakan.

4

Setelah kutulis mengenai akan diluncurkannya buku Harry Poeze, kontan ada reaksi dari Indonesia. Mereka menyambut terbitnya buku studi biografi dan sejarah seperti yang ditulis oleh Harry Poeze. Seorang kawan dekat bahkan sudah tidak sabar lagi menunggu, ingin cepat membacanya. Buku itu begitu tebal, tiga jilid dan kalau dibawa dengan tangan terasa sekali beratnya yang 3,5 kg itu. Entah kapan buku Harry Poeze itu akan sampai ke tangan pembaca Indonesia di Indonesia, belum ada yang tahu. Belum lagi harganya yang tidak murah. Ketika kusampaikan kepada Poeze pada peluncuran itu, bahwa ada teman-teman di Indonesia yang sudah menyatakan kesediaannya untuk ikut membantu dalam penerbitan edisi bahasa Indonesia, dengan riang dan cerah Poeze menyatakan: 'Itu sudah pasti, itu sudah pasti'. Poeze menjelaskan bahwa dana untuk itu sudah tersedia. Dikatakannya selanjutnya bahwa menurut pikirannya, sebaiknya edisi bahasa Indonesia dari bukunya itu, tidak terbit sekaligus tiga jilid. Berangsur-angsur, dari jilid pertama, kemudian sesudah beberapa saat lamanya, jilid kedua. Baru beberapa saat kemudian lagi diterbitkan jilid ke-3. Tidak diragukan penerbitan edisi bahasa Indonesia akan disambut oleh masyarkat, teristimwa masyarakat pencinta sejarah dan para pakar dan siswa yang menggeluti masalah sejarah Indonesia. *** Tulisan ini pasti bukan suatu resensi tentang buku Harry Poeze tsb. Sekadar sedikit memperkenalkan tentang adanya buku yang dengan teliti telah disusun oleh seorang pakar Belanda. Meskipun fokus utama buku Poeze adalah pada tokoh Tan Malaka, namun, dengan cukup detail Poeze mengungkap situasi kongkrit menjelang dan sekitar Proklamasi Kemerdekaan oleh Sukarno dan Hatta, dan setelah itu. Mengapa misalnya pada saat-saat gawat dan genting, Tan Malaka, yang seumur hidupnya telah melakukan kegiatan politik untuk saat-saat menentukan seperti itu, justru tidak tampak permunculannya. Baik kiranya, kusampaikan sekelumit saja, apa yang disampaikan oleh Hary Poeze tentang situasi menjelang proklmasi dan mengapa pada saat-saat yang genting dan gawat di Indonesia, menjelang kekalahan Jepang dan persiapan di kalangan pemuda untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia lepas dari kegiatan persiapan yang dilakukan pada waktu pendudukan Jepang atas persetujuan tentara pendudukan Jepang, agar jangan timbul tuduhan bahwa RI

5

yang diproklamsikan adalah boneka Jepang semata. Antara lain Poeze menulis: . . . Dimana Tan Malaka ketika ini semua terjadi, dan Republik Indonesia diproklamasikan, suatu realisasi dari cita-cita yang selama puluhan tahun diperjuangkannya? Dari Rengasdengklok, pada tanggal 9 Agustus ia (Tan Malaka) ke Jakarta. Kepastian tentang keberadaannya baru pada sore tanggal 14 Agustus diperoleh ketika ia melapor kepada Sukarni. Apa yang dikerjakannya (Tan Malaka) pada har-hari sebelumnya untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibawanya atas nama Pemuda Banten? Apakah ia menyampaikannya kepada Chairul Saleh? Tampaknya tidak. Barangkali paling dapat dipahami oleh karena Tan Malaka waspada, oleh karena itu telah gagal mencari kontak. Disebabkan oleh masa lampaunya yang begitu lama sebagai orang buangan, yang terus menerus ada di bawah ancaman penahanan, ke-hati-hatiannya menjadi obsesi dan ia hampir-hampir tidak berani mempercayai siapapun. Ia belum begitu kenal hubungan-hubungan di Jakarta untuk mengetahui dengan siapa ia dapat dengan aman melakukan hubungan, tulis Poeze. Kemudian ditambahkannya: Bisalah dimengeri bahwa ia tidak bisa ambil risiko untuk mengungkap identitasnya yang sebenarnya. Lalu ditambahkan Poeze bahwa, . . . . demikianlah pada saat-saat historis ini, Tan Malaka dengan pengikut-pengikutnya saling tidak ketemu. Dengan demikian Tan Malaka tidak langsung terlibat dalam merealisasi idam-idaman dan cita-citanya, sesuatu yang tanpa henti-hentinya diperjuangkannya. Demikian antara lain Poeze. Dengan sedikit saja mengkuakkan yang ditulis oleh Poeze dalam bukunya itu, bisa diketahui, bahwa memang buku Poeze tentang biografi Tan Malaka, bukan hanya menyinggung, tapi, mendalami dan bahkan menganlisis situasi perjuangan kemerdekaan Indonesia, dengan mengemukakan fakta-fakta hasil risetnya, yang sebegitu jauh jarang atau bahkan tidak pernah kita dengar atau baca sebelumnya. Menyinggumg masalah dua konsep mengenai perjuangan kemerdekaan: Satu konsep yang dilaksanakan oleh empat serangkai, Sukarno - Hatta - Syahrir Amir Syarifddin, yang (menurut Poeze) mengutamakan d i p l o m a s i , dan konsep Tan Malaka yang (lagi menurut Poze) mengutamakan p e r j u a n g a n , ternyata pada saat-saat yang menentukan ia (Tan Malaka) kalah. Ditambahkan Poeze bahwa kiri, gerakan komunis dimana Tan Malaka tergabung, ternyata amat 6

berkeping-keping. Lanjut Poeze a.l., ---- Aspirasi Tan Malaka untuk mengambil alih kekuasaan dengan suatu alternatif yang radikal, berakhir pada bulan Maret 1946. Federasi politik PERSATUAN PERJUANGAN-nya Tan Malaka, yang tampaknya tak terkalahkan itu, ternyata hanyalah raksasa yang berkaki lumpur belaka. Demikian antara lain Harry Poeze dalam bukunya. *** Mengakhiri tulisan ini, menarik kiranya untuk mengutip lagi apa yang a.l. dikemukakan oleh Poeze tentang Tan Malaka, sbb: Dari halaman-halaman buku ini ternyata, Tan Malaka selain sebagai pelaku dalam percaturan politik juga kemudian menjadi lambang - suatu lambang yang oleh pengikut-pengiutnya dimulyakan dan oleh orang-orang yang untuk sementara bersamanya, digunakan sebagai lambang berguna dan oleh penentang-penentangnya sebagai lambang yang dihujat. Pemahaman dan penilaian terhadap hasil studi Harry Poeze yang tak terbatas pada hanya satu tokoh TAN MALAKA, kiranya akan mengundang diskusi baru lagi, penelitian baru lagi, dan studi baru lagi, mengenai Tan Malaka, tentang banyak tokoh INDONESIA.

pejuang

kemerdekaan

lainnya

dan

mengenai

REVOLUSI

Situasi demikian itu, merupakan dorongan bagi pemikiran baru, mengenai pelurusan sejarah atau klarifikasi sejarah bangsa kita Dalam hal ini, seperti yang dikatakannya sendiri, sebagai 'orang luar yang unik', telah memberikan sumbangannya yang berarti.

Kolom IBRAHIM ISA Selasa, 17 Juli 2012 -----------------

EDISI INDONESIA Buku HARRY POEZE

“TAN MALAKA . . . . ” *** 7

Beberapa waktu yang lalu, belum lama, gembira sekali aku bertemu lagi dengan sahabat-karibku Harry Poeze. Kutanyakan kepadanya perkembangan baru mengenai penerbitan edisi Indonesia bukunya berjudul : “Verguisd en Vergeten: Tan Malaka, de Linkse Beweging en de Indonesische Revolutie, 1945-1949″ “Dihujat dan Dilupakan: Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia 1945-1949)”. Harry Poeze menyampaikan kepadaku, bahwa, edisi Indonesia dari bukunya itu, akan terbit dalam enam jilid. Dalam tahun 2008 telah diluncurkan di Jakarta, jilid 1, di bawah judul Tan Malaka, gerakan kiri, dan Revolusi Indonesia. Sementara itu telah terbit tiga jilid, Jilid 1: Agustus 1945- Maret 1946 – Jilid 2: Maret 1946 – Maret 1947 (2009), Jilid 3, Maret 1947 – Agustus 1948 (2010) Bab mengenai Madiun sudah terbit dalam tahun 2011 sebagai: Madiun 1948; PKI bergerak”. Dalam tahun ini akan terbit Jilid 4, a.l. sekitar eksekusinya dan tanda-tanya (yang saya berikan solusinya), mengenai kematiannya. Demikianlah informasi yang kuterima dua pekan y.l dari Harry Poeze sekitar penerbitan edisi Indonesia dari bukunya tentang Tan Malaka. Sampai hari ini tak habis-habisnya rasa kagum, hormat dan penghargaanku pada HARRY POEZE yang telah menggunakan PULUHAN TAHUN untuk melakukan studi mengenai salah seorang pemimpin nasionnal Indonesia TAN MALAKA. Sebegitu jauh belum kita jumpai ada historikus asing lainnya yang begitu rajin dan tekun dalam kepeduliannya terhadap SEJARAH BANGSA KITA, seperti yang dilakukan oleh Harry Poeze. Untuk 'refreshing' sekitar terbitnya buku Harry Poeze tentang Tan Malaka, di bawah ini disiarkan ulang sebagian tanggapanku sekitar buku Harry Poeze tsb, a.l seperti di bawah ini: *** TAN MALAKA Oleh HARRY A. POEZE Tanggal 08 Juni, 2007 pada kesempatan Rapat Tahunan KITLV, di Leiden, diluncurkan karya (luar biasa) Dr Harry A. Poeze, kenalan baikku, berjudul:

8

TAN MALAKA, De Linkse Beweging En De Indonesische Revolutie, 1945-1949 -- Drie delen in cassette, XVII+VI+VI+2194 HLM TAN MALAKA, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia, 1945-1949. Perhatian terhadap tokoh Tan Malaka cukup besar di kalangan orang-orang Indonesia, apalagi para pencinta sejarah dan sejarawannya. Buku Harry Poeze itu pasti akan disambut dengan rasa syukur, karena besarnya perhatian dan kepedulian pakar Belanda seperti Harry A. Poeze terhadap masalah sejarah bangsa Indonesia. Pada presentasi buku dipamerkan foto-foto,dipertunjukkan film dan diperdengarkan suara. Juga diperdengarkan beberapa lagu revolusioner Indonesia, yang padamasa Orba dilarang diperdengarkan di Indonesia. *** KITLV PRESS memperkenalkan Tan Malaka, antara lain sbb: Tan Malaka yang misterius dan legendaris itu muncul lagi, segerasesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agusutus1945, sesudah 20 tahun dibuang dan melakukan kegiatan di bawah tanah, Tan Malaka mengajukan suatu alternatif radikal terbanding arah moderat Soekarno dn Hatta, para pemimpin Republik Indonesia. Tetapi ia kalah dan dalam bulan Maret 1946 ia ditangkap. Baru dalam bulanSeptember 1948 ia bebas. Kemudian ia mendirikan Partai Murba, yang dimaksudkan mengambil tempat PKI yang dikalahkan dalam peristiwa Madiun. Setelah agresi II Belanda, Desember 1948, Tan Malaka melancarkan perlawanan gerilya; dalam bulan Februari 1949 Tan Malaka ditembak mati pada suatu perhitungan intern. Ditulis KITLV PRESS selanjutnya: Jalan hidup Tan Malaka sering terselubung misteri --- dalam buku Harry A Poeze misteri ini sebagian besar diungkap-uraikan, umpamanya, dimana dan siapa yang membunuh Tan Malaka. Peranan terkemuka selama Revolusi Indonesia -- aktif dan sebagai lambang membuatnya menjadi perlu untuk menulis secara luas perkembangan politik di Republik dan di dalam gerakan kiri yang tercerai-berai. Dalam banyak hal mengenai peristiwa yang menentukan di dalam Revolusi (Indonesia) diberikan data-data dan visi yang baru. 9

Dalam epilog yang luas diikuti peristiwa-peristiwa petualangan buah karya Tan Malaka, Partai Murba dan mengenai kehidupan Tan Malaka sendiri, yang baru sesudah dimulainya pemilahan pada gambaran buku 'DIHUJAT DAN DILUPAKAN'. *** Harry A. Poeze (lahir 1947) -- adalah Direktur KITLV PRESS – . Ia meraih gelar PhD di Universitas Amsterdam (1976) dengan tema desertasi penulisan Biografi Tan Malaka sampai dengan 1945. Tulisan Harry Poeze yang terkenal di kalangan para pakar Indonesia antara lain, adalah SUKARNO'S POLITICAL TESTAMENT, dan serentetan kertas-kerja maupun artikel mengenai Indonesia. Tiga jilid yang sekarang ini didasarkan atas penelitian yang berlangsung dengan banyak penundaan sampai pada saat ia tinggal di Indonesia untuk studi tsb dalam tahun 1980. Demikian Penerbit KITLV. *** Pekerjaan riset dan kemudian penulisan oleh Harry A Poeze tsb, adalah suatu prestasi yang terpuji. Dengan bukunya itu, Dr. Harry A. Poeze telah memberikan sumbangan penting pada khazanah literatur asing mengenai Indonesia, khususnya mengenai Tan Malaka, gerakan kiri Indonesia dan Revolusi Indonesia. *** Dengan diterbitkannya buku Harry Poeze, tidak mungkin orang akan berpendapat lain: Harry Poeze menunjukkan kesungguhan, ketekunan serta dedikasinya yang telah menghabiskan waktu total jendral 30 tahun, termasuk tinggal di Indonesia selama 3 bulan terus menerus (1980), dan beberapa kali mengunjungi Indonesia, untuk meriset dan meneliti tentang tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia Tan Malaka, serta Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia. Poeze menjelaskan bahwa ia juga meneliti arsip-arsip Komintern di Moskow, yang telah memberikan kepadanya pandangan-pandangan baru. *** Hasil riset dan studi sejarah dan biografi Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia, ditulis dalam 3 jilid, semuanya setebal 2200 halaman. Disertai pula dengan foto-foto mengenai Bung Karno, Hatta, Syahrir, Amir Syarifuddin, Tan 10

Malaka dll tokoh pejuang kemerdekaan yang baru pertama kali ini aku melihatnya. Sayang, ada satu salah muat. Yaitu mengenai sebuah foto Ir Setiadi, mantan Menteri Listrik Negara Kabinet 100 Menteri Presiden Sukarno. Ir Setiadi, ditangkap oleh Jendral Suharto (1966) dengan alasan 'diamankan'. Salahnya: Di bawah foto Ir Setiadi, ditulis nama S e t i a d j i t . Jelas teks dan foto tidak cocok. Maksud Poeze adalah memasang foto Setiadjit, tapi yang dipasang foto Ir Setiadi. *** Mengakhiri tulisan ini, menarik kiranya untuk mengutip lagi apa yang a.l. dikemukakan oleh Poeze tentang Tan Malaka, sbb: Dari halaman-halaman buku ini ternyata, Tan Malaka selain sebagai pelaku dalam percaturan politik juga kemudian menjadi lambang - suatu lambang yang oleh pengikut-pengiutnya dimulyakan dan oleh orang-orang yang untuk sementara bersamanya, digunakan sebagai lambang berguna dan oleh penentangpenentangnya sebagai lambang yang dihujat. Pemahaman dan penilaian terhadap hasil studi Harry Poeze yang tak terbatas pada hanya satu tokoh TAN MALAKA, kiranya akan mengundang diskusi baru lagi, penelitian baru lagi, dan studi baru lagi, mengenai Tan Malaka, tentang banyak tokoh pejuang kemerdekaan lainnya dan mengenai REVOLUSI INDONESIA. Situasi demikian itu, merupakan dorongan bagi pemikiran baru, mengenai pelurusan sejarah atau klarifikasi sejarah bangsa kita Dalam hal ini, seperti yang dikatakannya sendiri, sebagai 'orang luar yang unik', telah memberikan sumbangannya yang berarti. *** 13 Juni 2007. Belum disebut tentang awal acara yang amat mengesankan dan mengharukan. Ketika itu diperdengarkan (live) lagu historis-revolusioner, 'DARAH RAKYAT'. Memang pas acara itu dipasang di depan. Bukankah perhatian pada sore itu difokuskan pada TAN MALAKA, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia? ***

11

Baru saja kuterima lagi tanggapan-tanggapan berkenaan dengan bedah buku Harry Poeze mengenai Tan Malaka. Dari Indonesia, seorang kawan tua menyampaikan kegembiraaanya. Ia cerita, bahwa di Jakarta masih cukupan orang-orang yang punya rasa hormat pada Tan Malaka. Begitu mengetahui bahwa sudah terbit buku baru tentang Tan Malaka, mereka segera saling bertanya-tanya, kapan edisi Indonesia atau edisi Inggris diterbitkan. Mengenai dimuatnya f o t o Ir S e t i a d i , tapi teks dibawahnya nama SETIADJIT, yang dimaksudkan adalah memasang foto Setiadjit di situ. Dalam emailnya kepadaku, Poeze memastikan bahwa dalam edisi Indonesia nanti, kekeliruan itu akan diralat. Menurut Poeze foto itu dipesan dari IPPHOS (Jakarta) dalam tahun 1980. Jelas, IPPHOS salah kirim. OK! ---- yang penting ialah bahwa, kekeliruan itu akan diralat secepat mungkin. *** Poeze menanyakan bagaimana kesanku mengenai dinyanyikannya lagu DARAH RAKYAT, dalam acara peluncuran tanggal 08 Juni itu. Memang, lagu Darah Rakyat yang dinyanyikan oleh seorang wanita muda, mungkin mahasiswa Universitas Leiden, dengan iringan jukelélé, tambah lagi latar belakang musik yang diputar dari CD. . . . . . Aduuh, . . . . memang indah dan mengharukan! Bersemangat dan menyemangati!. Mendengar lagu Darah Rakyat bergema di ruang pertemuan, ingatan segera meluncur jauh ke masa Revolusi 1945. Ketika itu lagu Darah Rakyat dan banyak lagu progresif-revolusioner lainnya, dinyanyikan dan terdengar dimana-mana, khususnya di kalangan para pejuang perang kemerdekaan. Namun, lagu Darah Rakyat, seperti halnya dengan puluhan lagu-lagu progresif dan revolusioner lainnya yang tidak sedikit penciptanya adalah para budayawan LEKRA, --- pada periode rezim Jendral Suharto, DILARANG KERAS! Pokoknya rakyat Indonesia hanya boleh mendengar lagu, yang oleh seniman dan pendukung Orba dianggap indah dan baik. Nah, pada tanggal 08 Juni, 2007 itulah, di LAK-theater Universitas Leiden, lagu Darah Rakyat diperdengarkan lagi. Hadirin dengan tekun dan asyik mendengarkan. Dalam hati mereka, bisa dibayangkan, akan ada yang berkomentar dalam bahasa Belanda: ONGELOOFLIJK, GEWELDIG! TAK BISA TERBAYANGKAN', -- LUAR BIASA!. Bahwa lagu revolusioner DARAH RAKYAT diperdengarkan di Leiden, di LAK-theater Universitas Leiden. Lagu Darah Rakyat kudengar terakhir di Indonesia 12

sebelum Presiden Sukarno digulingkan oleh Jendral Suharto. Mari kita telusuri lirik lagu:

DARAH RAKYAT DARAH RAKYAT Darah rakyat masih berjalan Menderita sakit dan miskin Pada datangnya pembalasan Rakyat yang menjadi hakim Rakyat yang menjadi hakim Ayuh, ayuh Ref: Bergerak! Sekarang! Kemerdekaan sudah datang Merahlah panji-panji kita Merah warna darah rakyat Merah warna darah rakyat Entah apa sebabnya, ketika mendengar lagu tsb dinyanyikan oleh seorang perempuan Kaukasus dengan iringan jukulélé, yang dua-duanya itu adalah orang Bulé, hari Jumat pekan lalu itu, berdiri bulu kudukku! *** Dengan membaca buku Harry Poeze, siapa saja akan menemukan begitu banyaknya data dan fakta yang dkumpulkan, distudi, disusun dan diteliti oleh Poeze menyangkut Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia. Sebagai ilustrasi, untuk memperoleh sedikit gambaran mengenai isi buku Harry Poes, mari ikuti bagian-bagian tertentu dari bagian PENUTUP (Slot) dari bukunya. Tulis Harry Poeze a.l. : -Pendukungnya (Tan Malaka) mengalami kekalahan dalam urusan yang mereka perjuangkan, orang-orang yang (tadinya) bersama dia meninggalkannya sebagaimana biasa berlaku dalam oportunisme-politik, dan penentang-penentangnya membuangnya ke dalam keranjang sampah sejarah. Pelecehan dan tuduhan, dengan begitu perlahan-lahan memberikan tempatnya pada pembisuan. -- ia (Tan Malaka) disingkirkan dari sejarah. --Apakah peranan (Tan Malaka) tak ada artinya, (karena) dari seorang 'renegat 13

Trotskis', bagi siapa setiap perhatian dianggap memberikan kemulyaan yang berkelebihan, (atau) apakah malah justru penting? Dalam Republik Indonesia yang lemah, secara kebetulan, ia (Tan Malaka) , disebabkan oleh suatu kebetulan, oleh nasib sial, tidak memperoleh peranan samasekali pada saat-saat Proklamasi. Peranan serupa itu bisa besar - - nama dan kemasyhurannya adalah legendaris. Sukarno mengakuinya sebagai seorang guru, seseorang yang lebih dari dirinya dalam hal pengetahuan revolusioner dan pengalaman. Sayangnya tak terjadi seperti itu, tetapi nyatanya baru beberapa minggu kemudian Tan Malaka mendapat tempatnya di coterie Jakarta yang memimpin Republik pada taraf sentral. Selain itu ia mempengaruhi aksi-aksi di basis. Namun 'revolusi sosial' di Banten dengan cepat macet dalam ketiadaan rarah. Dan 'revolusi sosial' di Banten tidak berdiri sendiri. Di Jakarta ia (Tan Malaka) terlibat dengan pengorganisasian rapat raksasa tanggal 19 September (1945) dan disitu Sukarno memanifestasikan kekagumannya dalam sebuah Testamen Politik, yang isinya agak diperlemah oleh Hatta. Tetapi Tan Malaka tetap di bawah tanah dan ragu untuk tampil secara terbuka. Ini terutama disebabkan oleh hal-hal yang berasal dalam kepribadiannya sendiri, yang ditandai oleh lebih dari duapuluh tahun dikejar-kejar dan (hidup) dalam ilegalitas. Seperti dikatakam oleh orang-orang dekatnya, ia (Tan Malaka) tidak lagi cocok untuk hidup sebagai orang yang 'normal'. Langgam-hidup keduanya telah menghalanginya untuk bertindak efektif. Jika ia dapat mengatasinya, maka, ia adalah seorang pembicara yang luarbiasa, yang membangkitkan kesetiaan dan kepercayaan besar di kalangan pengikutnya perasaan-perasaan yang puluhan tahun sesudah ia mati, masih saja berlangsung terus sedikitpun tak berkurang. *** Masih cukup banyak hal-hal penting dan menarik yang mengimbau pembaca ke arah pemikiran yang lebih luas dan mendalam mengenai peristiwa dan masalah sejarah bangsa kita. Baik itu yang berkenaan dengan biografi dan kegiatan Tan Malaka, begitupun mengenai peristiwa dan fakta-fakta mengenai Gerakan Kiri dan Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Juga membuka fikiran bagi siapapun yang ingin meninjau kembali, menstudi kembali pemikiran ataupun penyimpulannya mengenai Tan Malaka, peranannya dalam perjuangan kemerdekaan dan mengenai Gerakan Kiri di Indonesia. Tidak meleset kiranya pilihan yang diambil Poeze untuk bukunya itu. Bukankah di satu fihak ia membuka wawasan yang lebih luas lagi mengenai peristiwa dan fakta sekitar peranan Tan Malaka, Gerakan Kiri dalam revolusi kemerdekaan Indonesia. 14

Dewasa ini generasi muda kita, para pemerhati, penggelut, penstudi dan peduli sejarah bangsa tanpak mulai pulih dari kedunguan dan ke-masabodoh-an mental sebagai akibat dari kebidjaksanaan otoriter Orba di bidang ilmu dan pengetahuan sejarah. Bagi Orba fakta dan kebenaran sejarah sudah diplintir sedemikian rupa, kemudian dijejalkan sebagai kebenaran satu-satunya. Oleh karena itu, buku sejarah seperti yang ditulis oleh Poeze, merupakan dorongan positsif ke arah pencerahan, berani berfikir dengan bebas, obyektif dan adil terhadap jutaan fakta-fakta yang diketahui dan masih belum terungkap mengenai sejarah bangsa ini. ***

15