YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG BERBAGAI

Download altivelis) telah diterbitkan oleh International Journal of Science: Basic and ...... RM7. K-. K+. A ktivitas. Fago sitik (%. ) Perlakuan. H...

0 downloads 573 Views 31MB Size
KAJIAN KINERJA PERTUMBUHAN DAN STATUS KESEHATAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG BERBAGAI SINBIOTIK

RINI MARLIDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Kajian Kinerja Pertumbuhan, dan Status Kesehatan Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) yang Diberi Pakan Mengandung Berbagai Sinbiotik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014 Rini Marlida NIM C161090041

RINGKASAN RINI MARLIDA. Kajian Kinerja Pertumbuhan dan Status Kesehatan Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) yang Diberi Pakan Mengandung Berbagai Sinbiotik. Dibimbing oleh MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI, WIDANARNI, dan ENANG HARRIS. Ikan kerapu bebek merupakan salah satu komoditas ikan laut yang dipilih untuk pengembangan budidaya laut di Indonesia, karena nilai ekonominya yang tinggi sebagai komoditas penting untuk ekspor ikan hidup. Namun problem utama yang dihadapi dalam budidaya ikan kerapu bebek adalah pertumbuhannya yang lambat dan rentan terhadap serangan penyakit, sehingga biaya produksi dan resiko kegagalannya tinggi. Pertumbuhan dan kesehatan ikan merupakan faktor penting untuk menjamin keberhasilan budidaya. Probiotik dan sinbiotik (kombinasi antara probiotik dengan prebiotik) mempunyai potensi yang menjanjikan untuk dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan dan kesehatan ikan. Oleh karena itu tujuan utama dari penelitian ini adalah mengkaji potensi probiotik dan sinbiotik untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan dan status kesehatan ikan kerapu bebek. Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mendapatkan bakteri kandidat probiotik dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek yang potensial memiliki aktivitas enzim amilase, protease, dan lipase serta kemampuan antagonistik terhadap bakteri patogen Vibrio alginolyticus. Sebanyak 58 isolat bakteri diisolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek, dan diseleksi berdasarkan kemampuannya dalam menghidrolisis karbohidrat, protein, dan lemak. Pada tahap ini didapatkan 9 isolat potensial yang kemudian diseleksi kembali berdasarkan aktivitas enzim amilase, lipase, dan proteasenya. Diperoleh 6 isolat yang memiliki aktivitas enzim tertinggi yakni isolat RM2, RM3, RM4, RM5, RM7, dan RM8. Berdasarkan uji antagonistik terhadap bakteri patogen V. alginolyticus, uji patogenisitas, uji ketahanan asam-basa, uji penempelan, dan uji fase pertumbuhan bakteri, diperoleh 4 isolat bakteri yaitu RM3, RM4, RM5 dan RM7. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa isolat RM3 memiliki kemiripan 99.3% dengan Ewingella americana, RM4 memiliki kemiripan 86.0% dengan Vibrio alginolyticus, RM5 memiliki kemiripan 99.4% dengan Sphingomonas paucimobilis, dan RM7 memiliki kemiripan 96.9% dengan Pseudomonas fluorescens. Penelitian tahap kedua bertujuan untuk mengkaji kemampuan bakteri kandidat probiotik dalam meningkatkan mikroflora intestinal, aktivitas enzim pencernaan, dan kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek. Bakteri probiotik yang digunakan, adalah isolat RM3, RM4, RM5, dan RM7 yang telah diisolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek dan telah diuji memiliki aktivitas amilolitik, lipolitik, dan proteolitik. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan lima perlakuan dan tiga ulangan, yaitu perlakuan pemberian 1% probiotik (RM3, RM4, RM5, dan RM7) dan tanpa pemberian probiotik (kontrol). Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua isolat probiotik yang digunakan mampu hidup dan berkolonisasi pada saluran pencernaan dengan rata-rata jumlah populasi sebanyak 4.10±0.49 log CFU/mL untuk isolat RM3, 4.29±0.19 log CFU/mL untuk isolat RM4, 4.18±0.15 log CFU/mL untuk isolat RM5 dan

3.89±0.25 log CFU/mL untuk isolat RM7. Populasi bakteri total pada saluran pencernaan ikan yang diberi pakan mengandung probiotik RM3, RM4, RM 5 dan RM7 juga lebih tinggi dibandingkan kontrol. Hasil analisis aktivitas enzim menunjukkan bahwa enzim amilase terdeteksi cukup tinggi dibandingkan enzim protease dan lipase. Aktivitas enzim amilase tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan RM5 yaitu 1.68±0.04 U/mL/menit, diikuti RM3, RM4, dan RM7 masing-masing, 1.21±0.08 U/mL/menit, 1.06±0.01 U/mL/menit, dan 0.98±0.01 U/mL/menit. Tingginya aktivitas enzim dalam saluran pencernaan berkorelasi positif terhadap performa pertumbuhan pada ikan kerapu bebek. Perlakuan RM3, RM4, dan RM5 menghasilkan retensi protein, retensi lemak, dan laju pertumbuhan harian yang lebih tinggi (P<0,05) serta rasio konversi pakan yang lebih rendah (P<0,05) dibanding kontrol. Sedangkan pada perlakuan RM7 tidak berbeda nyata terhadap kontrol (P>0,05). Modulasi jumlah mikroflora intestinal pada perlakuan probiotik RM3, RM4, dan RM5 mampu meningkatkan aktivitas enzim pencernaan dan memperbaiki kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek. Penelitian tahap ketiga bertujuan untuk mengkaji berbagai sinbiotik dalam meningkatkan aktivitas enzim pencernaan, kecernaan pakan, kinerja pertumbuhan dan status kesehatan ikan kerapu bebek. Bakteri probiotik yang digunakan adalah isolat RM3, RM4, RM5, dan RM7 yang berasal dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek dan telah teruji mampu meningkatkan aktivitas enzim pencernaan dan kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek. Sedangkan prebiotik diperoleh dari ekstraksi ubi jalar varitas sukuh (Ipomoea batatas L.). Penelitian ini terdiri dari empat kombinasi sinbiotik yang mengandung 1% bakteri probiotik, yakni isolat RM3, RM4, RM5, RM7 dan 2% prebiotik, serta satu perlakuan kontrol (tanpa suplementasi sinbiotik). Rancangan acak lengkap dengan lima perlakuan dan tiga ulangan digunakan dalam penelitian ini. Perlakuan diberikan selama 40 hari dan dilanjutkan dengan uji tantang menggunakan bakteri V. alginolyticus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan suplementasi sinbiotik yang mengandung probiotik RM4 dan RM7 menghasilkan pertambahan berat, laju pertumbuhan spesifik, retensi protein, rasio konversi pakan, dan rasio RNA/DNA yang lebih baik dibanding kontrol dan perlakuan lainnya. Aplikasi sinbiotik juga memperbaiki aktivitas enzim pencernaan (amilase, lipase dan protease), dan biokimia darah (glukosa dan trigliserida) serta mampu meningkatkan status kesehatan ikan (hemoglobin, hematokrit, dan aktivitas fagositik) dibandingkan dengan tanpa pemberian sinbiotik. Berdasarkan uraian di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa pemberian berbagai sinbiotik pada pakan ikan kerapu bebek mampu meningkatkan aktivitas enzim pencernaan, memperbaiki komposisi mikroflora intestinal, meningkatkan kinerja pertumbuhan, dan status kesehatan ikan. Kata kunci : kerapu bebek, sinbiotik, aktivitas enzim pencernaan, pertumbuhan, status kesehatan ikan.

SUMMARY RINI MARLIDA. Study of Growth Performance and Health Status of Humpback Grouper (Cromileptes altivelis) Fed with Different Synbiotic. Under direction of MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI, WIDANARNI, and ENANG HARRIS.

The humpback grouper is one of the chosen marine species for marine aquaculture development in Indonesia due to their high economic value for the foreign market as live fish. However, the main problems encountered in the culture of this species are its low growth rate and susceptible to the disease infection. In commercial aquaculture, growth and health status is important in making aquaculture more efficient in terms of minimizing cost production and risk. Probiotic and synbiotic (combination between probiotic and prebiotic) have high potencies to increasing growth performance and health status of the fish cultured. Therefore, the objectives of the present study were to evaluate the potencies of the probiotic and synbiotic for increasing growth performance and health status of the humpback grouper. The objectives of the first study were to isolate and select probiotic bacteria from the digestive tract of the humpback grouper which have amylase, protease and lipase enzyme activities as well as antagonistic performance against pathogenic bacteria Vibrio alginolyticus. Fifty eight bacteria were successfully isolated and among of them 9 bacterial isolates were selected based on their abilities to hydrolyze starch, milk, and fat. Further re-selection was conducted based on their amylolytic, lipolytic, and proteolytic properties; 6 isolates which have highest enzyme activity namely as RM2, RM3, RM4, RM5, RM7, and RM8 were selected. Based on the antagonicity test, pathogenicity test, acid-base resistance test, adhesion test, and bacterial growth phase test, 4 bacterial isolates were selected as probiotic bacteria candidates, i.e. RM3, RM4, RM5 and RM7. Regarding to the bacterial identification showed that, RM3 99.3% significantly resemble with Ewingella americana, RM4 86.0% significantly resemble with Vibrio alginolyticus, RM7 96.9% significantly resemble with Pseudomonas fluorescens and RM5 99.4% significantly resemble with Sphingomonas paucimobilis. The objectives of the second study were to evaluate probiotic candidates on digestive enzyme activities, intestinal microflora and growth performance enhancement of the humpback grouper. Completely randomized design with five treatments and three replicates used in this research, four treatments supplementation with 1% probiotic i.e RM3, RM4, RM5, and RM7 respectively and one treatment without probiotic. The result of the in vivo experiment showed that all probiotic candidates have capability to colonize in the humpback grouper digestive tract with the average population as 4.10±0.49 log CFU/mL for RM3, 4.29±0.19 log CFU/mL for RM4, 4.18±0.15 log CFU/mL for RM5, and 3.89± 0.25 log CFU/mL for RM7. Total bacterial population of all treatment groups were higher than control. Enzyme activity analyses showed that amylase was higher than protease and lipase. The amylase activity was highest in RM5 then followed by RM3, RM4, and RM7; subsequently were 1.68+0.04 U/ml/minute, 1.21+0.08 U/ml/minute, 1.06+0.01 U/ml/minute, and 0.98+0.01 U/ml/minute.

Protein retention, lipid retention and specific growth rate (SGR) of the treatment groups of RM3, RM4 and RM5 were higher than control (p<0.05), however feed conversion ratio (FCR) were lower than control (p<0.05). Elevated intestinal microflora after treatment with RM3, RM4 and RM5 was able to increase digestive enzyme activity and growth performance of the humpback grouper. The third study aimed to evaluate digestive enzyme activity, digestion, growth responses and health status of the humpback grouper after treatment with synbiotics supplement. Probiotic was isolated from humpback grouper digestive tract and screened for amilolytic, proteolytic, and lipolytic activities; while prebiotic was obtained from the extracts of sweet potato (Ipomoea batatas). The experiments comprised of four combinations of synbiotics containing 1% probiotic candidate of RM3, RM4, RM5 and RM7 + 2% prebiotic, respectively and one treatment without synbiotic supplementation. All treatments were added with 2% egg whites as a binder. Completely randomized design with three replicates was applied for the experiment during 40 days rearing period. The result indicated that weight gain, SGR, protein retention, FCR and RNA/DNA ratio of the treatment RM4 and RM7 were significantly different (P<0.05) compare to other treatment. Application of synbiotic treatment also improved digestive enzyme activities (amylase, protease, and lipase), and biochemical plasma (glucose and triglyceride).The present study also showed that humpback grouper fed with synbiotic RM3, RM4, RM5, and RM7 had higher health status (haemoglobin, haematocrite, and phagocytic activity) compare to control group. There were several facts revealed from first, second and third study that application of various synbiotic able to improve digestive enzyme activities, intestinal microflora composition, growth performance and fish health status of the humpback grouper fish. Key words: humpback grouper, synbiotic, digestive enzyme activity, growth, fish health status.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN KINERJA PERTUMBUHAN DAN STATUS KESEHATAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG BERBAGAI SINBIOTIK

RINI MARLIDA

Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Penguji pada Ujian Tertutup :

Dr Ir Dedi Jusadi, MSc (Staf Pengajar Departemen Budidaya Perairan, FPIK IPB) Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi, MSi (Staf Pengajar Departemen Budidaya Perairan, FPIK IPB)

Penguji pada Ujian Terbuka :

Dr Ir Zafril Imran Azwar, MSc (Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan RI) Dr Sri Nuryati, MSi (Staf Pengajar Departemen Budidaya Perairan, FPIK IPB)

.

Judul Disertasi

:

Kajian Kinerja Pertumbuhan dan Status Kesehatan Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) yang Diberi Pakan Mengandung Berbagai Sinbiotik

Nama

:

Rini Marlida

NIM

:

C161090041

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr Ir Muhammad Agus Suprayudi, MSi Ketua

Dr Ir Widanarni, MSi Anggota

Prof Dr Ir Enang Harris, MS Anggota

Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Widanarni, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 12 Agustus 2014

Tanggal Lulus :

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia dan ijin-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Nopember 2011 - Januari 2014 ini adalah Kajian Kinerja Pertumbuhan dan Status Kesehatan Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis yang Diberi Pakan Mengandung Berbagai Sinbiotik. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor di Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Desertasi ini memuat 3 tahap penelitian dan telah dibuat menjadi naskah artikel yang diajukan ke jurnal ilmiah internasional. Artikel dari tahap 1-2 berjudul Isolation, selection and application of probiotic bacteria for improvement the growth performance of humpback grouper (Cromileptes altivelis) telah diterbitkan oleh International Journal of Science: Basic and Applied Research (IJSBAR) 16 (1) : 364-379 tahun 2014, dan tahap 3 berjudul growth, digestive enzyme activity, and health status of humpback grouper (Cromileptes altivelis) fed with synbiotic telah diterbitkan oleh Pakistan Journal of Nutrition 13 (6): 319-326 tahun 2014. Penulis sangat menyadari bahwa proses penyelesaian penelitian dan penulisan disertasi ini tidak akan berjalan lancar tanpa dukungan banyak pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis menghaturkan terimakasih, penghargaan, dan rasa hormat kepada Dr. Ir. Muhammad Agus Suprayudi, M.Si; Dr. Ir. Widanarni, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS. selaku komisi pembimbing yang telah menyediakan waktu, memberikan saran, masukan, dan menuangkan ilmunya mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan disertasi. Penulis juga menghaturkan terimakasih kepada penguji luar komisi pada ujian tertutup Dr. Dedi Jusadi, MSc., dan Dr. Dinamella Wahjuningrum, serta penguji luar komisi pada ujian terbuka Dr. Zafril Imran Azwar, MSc., dan Dr. Sri Nuryati, juga kepada reviewer sekaligus wakil dari Program Studi Akuakultur Dr. Mia Setiawati atas saran dan masukan untuk kesempurnaan disertasi ini. Terimakasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa BPPS periode Agustus 2009 – Juli 2012, serta Hibah Penelitian Doktor tahun anggaran 2014.. Disamping itu, terimakasih penulis sampaikan pula kepada Ketua Kopertis Wilayah XI Kalimantan Prof.Dr. H. Sipon Muladi, MSc. Rektor Universitas Achmad Yani Banjarmasin Dr. Drs Ec. H. Zainul Arifin Noor MM, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Achmad Yani Banjarmasin Ir. Mahyudin, MSi atas izin tugas belajar S3 yang telah diberikan. Terimakasih kepada Rektor IPB dan Program Studi Akuakultur yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa program doktor pada tahun 2009. Terimakasih dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan kepada orangtua tercinta ayahnda H. Badaruddin dan ibunda Hj. Marbani atas do’a, dukungan, pengorbanan, dan kasih sayang selama ini. Terimakasih kepada suami tercinta Ir. H. Muhammad MP. dan anak-anakku tersayang Rafiqa Humaira, Annisa Amalia, Ahmad Shidqi Fadhilla, dan Ahmad Fadhil Azhim atas doa, kesabaran, dan pengorbanan yang diberikan. Kepada adik-adik H. Fachri Ubadiyah SE.MP dan isteri, Hj. Narima Zuraida SP, Ihklas Surianoor S.Hut dan

isteri, serta keluarga besar H. Asmuni (Alm) dan Hj. Zubaidah atas doa, perhatian dan kasih sayangnya selama ini. Terimakasih kepada seluruh civitas akademika Universitas Achmad Yani Banjarmasin, rekan-rekan di Fakultas Pertanian Uvaya, atas semua dukungan dan doanya. Terimakasih kepada Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung atas fasilitas yang diberikan selama penelitian pendahuluan. Terimakasih kepada Bapak Ranta, Rahmat Firdaus SPi, Titi Nur Chayati SPi, Nurlita Christyaningsih SPi, Allamanda Chatarica MSi, Dendi Hidayatullah SPi, Wahyu SPi, Shavika Miranti SPi, Rahman MSi, Dewi Nurhayati, M.Si. dan Kang Adna serta LKIers, staf Lab Nutrisi Mba Retno Meliasari, dan Bapak Wasjan, Staf Lab MST Mba Anna Octavera MSi, Fajar Maulana MSi, Darmawan, MSi, Rangga, SPi serta MSTers, Staf Lab Nutrisi Ternak Perah Mba Dian, Teknisi Lab Lapangan Kang Dedi Supriadi atas segala bantuan yang telah diberikan. Terimakasih untuk teman AKU S3 khusus angkatan 2009 kepada Dr. Siti Subaidah, Dr. Suci Antoro MSc, Dr. Woro Hastuti, Dr. Rina, M.Si, Siti Hidayah Triana M.Si, Muhammad M.P, Dr. Muhaimin Hamzah dan Dr. Desy Sugiani, serta teman-teman S3 AKU Dr. Othie Dylan, Dr. Yulintine, Dr. Irmawati, Dr. Ince Ayu, Eka Rosyida M.Sc., Amrullah, MSi, Ahmad Taufik Mukti M.Si, Muhammad Amin M.Si, Muhammad Safir M.Si., serta. Dr. La Edi M.Si. Dr. Asri Pudjirahaju dan Herry Sudjoko, M.Si. (FKH), Marjani MP (AGH), kepada rekanrekan mahasiswa Kalimantan Selatan Dr. Taufik Hidayat, Dr. Untung Bijaksana, Dr. Indira Fitriliyani, Dr. Fatmawati, Dr. Aidi Noor, Dr. Fachrul Razi, Dr. Tintin Rostini, Indya MSi. Lusita Wardani MSi, Syahdan MSi, M. Yusuf MSi, Surya Noor MSi, Hadi Hermansyah MSi, Hamdani MSi atas doa, dukungan dan kerjasama selama ini, serta keluarga Drs. Sunyoto dan keluarga Werry Desra atas bantuan selama tinggal di Bogor. Ungkapan terimakasih juga saya sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dan tidak mungkin saya sebutkan satu per satu, semoga Allah SWT akan memberikan balasan dengan kebaikan yang berlimpah. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan berkontribusi terhadap pengembangan budidaya ikan kerapu di masa depan.

Bogor, Agustus 2014

Rini Marlida

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL................................................................................... DAFTAR GAMBAR.............................................................................. DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... 1

xvii xviii xx

PENDAHULUAN Latar Belakang................................................................................ Tujuan Penelitian............................................................................ Manfaat Penelitian.......................................................................... Hipotesis ........................................................................................ Tingkat Kebaruan (Novelty).................................................... Ruang Lingkup Penelitian....................................................

1 3 3 3 3 4

ISOLASI DAN SELEKSI KANDIDAT PROBIOTIK DARI SALURAN PENCERNAAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptesaltivelis) Pendahuluan ................................................................................... Bahan dan Metode.......................................................................... Hasil ............................................................................................... Pembahasan .................................................................................. Simpulan ........................................................................................

8 9 13 19 21

APLIKASI BAKTERI PROBIOTIK UNTUK MENINGKATKAN MIKROFLORA INTESTINAL, AKTIVITAS ENZIM PENCERNAAN, DAN KINERJA PERTUMBUHAN IKAN KERAPU BEBEK Pendahuluan ................................................................................... Bahan dan Metode.......................................................................... Hasil ............................................................................................... Pembahasan ................................................................................... Simpulan ........................................................................................

24 25 28 31 33

KAJIAN KINERJA PERTUMBUHAN, AKTIVITAS ENZIM PENCERNAAN DAN STATUS KESEHATAN IKAN KERAPU BEBEK YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG BERBAGAI SINBIOTIK Pendahuluan ................................................................................... Bahan dan Metode ......................................................................... Hasil ............................................................................................... Pembahasan ................................................................................... Simpulan ........................................................................................

36 37 41 50 54

5

PEMBAHASAN UMUM ..............................................................

55

6

SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................

59

2

3

4

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

60

LAMPIRAN ...........................................................................................

68

RIWAYAT HIDUP ................................................................................

88

DAFTAR TABEL

1

Hasil uji fisiologi dan biokimia bakteri kandidat probiotik .............

12

2

Aktivitas enzim amilase, lipase, dan protease bakteri kandidat probiotik ..........................................................................................

14

Komposisi proksimat (%) pakan perlakuan probiotik dan pakan kontrol...............................................................................................

25

Hasil uji fisiologi dan biokimia mikroflora intestinal dominan pada ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai probiotik dan kontrol .................................................

29

Pendugaan genus mikroflora intestinal dominan pada ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai probiotik dan kontrol (Cowan & Steel 1961)………………................................

29

Aktivitas enzim pencernaan ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai probiotik dan kontrol…..............................

30

Kelangsungan hidup (KH), bobot biomassa awal (Wo),bobot biomassa akhir (Wt), pertambahan bobot (ΔW), laju pertumbuhan harian (LPH), konversi pakan (KP), retensi protein (RP), dan retensi lemak (RL) ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai probiotik dan kontrol..

31

8

Komposisi oligosakarida ubi jalar varietas sukuh (I. batatas).........

37

9

Komposisi proksimat pakan (%) ...................................................

38

10

Kecernaan protein (Kprot) dan kecernaan total (Ktn), ikan kerapu bebek yang diberi pakan dengan suplementasi berbagai sinbiotik

42

Glukosa (mg/dL) dan trigliserida (mg/dL) darah ikan kerapu bebek yang diberi pakan dengan suplementasi berbagai sinbiotik

43

Konsumsi pakan (KP), tingkat kelangsungan hidup (TKH), pertambahan berat (ΔW), laju pertumbuhan harian (LPH), rasio konversi pakan (FCR), retensi protein (RP), retensi lemak (RL),rasio RNA/DNA, glikogen hati (GH), dan glikogen otot (GO) ikan kerapu bebek yang diberi pakan dengan suplementasi berbagai sinbiotik .....................................................

44

Hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan aktivitas fagositik (AF) ikan kerapu bebek yang diberi pakan dengan suplementasi berbagai sinbiotik .........................................................................

45

3

4

5

6

7

11

12

13

DAFTAR GAMBAR 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

Kerangka pemikiran dan tahapan penelitian kajian aktivitas enzim, kinerja pertumbuhan, mikroflora intestinal, dan status kesehatan ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik ...........................................................................

5

Aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik dari bakteri kandidat probiotik .............................................................................

13

Kemampuan kandidat probiotik dalam menghambat pertumbuhan V.alginolyticusrif (log CFU/mL) .............................

15

Jumlah bakteri kandidat probiotik pada media dengan pH 2,5 dengan media kontrol ....................................................................

15

Jumlah bakteri kandidat probiotik pada media dengan pH 8,5 dengan media kontrol......................................................................

16

Kemampuan penempelan bakteri kandidat probiotik pada lempeng stainless steel (log CFU/cm2) .......................................

16

Pola pertumbuhan bakteri kandidat probiotik pada media sea water complete selama 24 jam pengamatan .................................

18

Bentuk sel bakteri kandidat probiotik terpilih yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek ...................................

19

Jumlah bakteri mikroflora intestinal (log CFU/mL) ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung probiotik dan kontrol.........

28

Aktivitas protease (A), aktivitas lipase (B), dan aktivitas amilase (C) dalam saluran cerna pada perlakuan sinbiotik yang berbeda, K (tanpa sinbiotik) ..............................................

42

Kadar hemoglobin (g %) ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik pascainfeksi dengan V. alginolyticus............................................................................

45

Kadar hematokrit (%) ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik pascainfeksi dengan V. alginolyticus……………………………………………………….

46

Aktivitas fagositik (%) ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik pascainfeksi dengan V. alginolyticus………………………… .........................................

47

14

15

16

17

Gejala klinis ikan kerapu bebek pascainfeksi dengan V. alginolyticus (a) ulcer, (b) eksoptalmi, (c) pendarahan pada sirip ekor, (d) pendarahan disekitar tutup insang, (e) pembengkakan pada bagian perut. .......................................................................... Histologi otot pada perlakuan RM7 (A), perlakuan K- (B), terjadi pyknosis pada ikan dan serabut lebih mudah pecah dan mengalami degenerasi pada perlakuan K+ (C). Perbesaran 40x (HE). Skala bar 50 µm…………………………………………… .. Histologi hati ikan kerapu bebek pada perlakuan RM7 (A), atrofi pada perlakuan K- (B) atrofi dan melanomacrophage center (mmc) pada perlakuan K+ (C). Perbesaran 40x (HE). Skala bar 50 µm…………………………………………………………….. Histologi usus ikan kerapu bebek pada perlakuan RM7 (A), kerusakan villi pada perlakuan K-, (B) dan perlakuan K+ degenerasi berat (C). Perbesaran 40x (HE) Skala bar 50 µm……

48

49

49

49

DAFTAR LAMPIRAN 1

Media Sea Water Complete (SWC) dan Phosphate Buffer Saline (PBS) ……………………………………………………………..

69

2

Prosedur uji hidrolisis pati, susu dan lemak ……………………..

70

3

Prosedur analisis aktivitas enzim ………………………………...

71

4

Prosedur analisis proksimat bahan pakan dan tubuh ikan uji ……

73

5

Prosedur analisa Cr2O3 (Takeuchi 1988) ………………………...

76

6

Prosedur analisis gambaran darah pada ikan..................................

77

7

Hasil pengujian hidrolisis pati, minyak dan susu oleh isolat bakteri ……………………………………………………………

78

8

Hasil identifikasi kandidat bakteri probiotik RM3 ………………

80

9

Hasil identifikasi kandidat bakteri probiotik RM4 ………………

81

10

Hasil identifikasi kandidat bakteri probiotik RM5 ………………

82

11

Hasil identifikasi kandidat bakteri probiotik RM7 ………………

83

12

Retensi protein ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung bakteri probiotik selama 40 hari pemeliharaan…….

84

Retensi lemak ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung bakteri probiotik selama 40 hari pemeliharaan…………………...

85

Retensi protein ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung sinbiotik selama 40 hari pemeliharaan……………..

86

Retensi lemak ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung sinbiotik selama 40 hari pemeliharaan…………………………

87

13

14

15

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ke 3 tahun 2015 – 2019, yang merupakan landasan pembangunan perikanan budidaya dalam 5 tahun ke depan, perlu menyusun kebijakan strategis untuk pembangunan perikanan budidaya khususnya budidaya payau dan laut. Budidaya laut, sebagai contoh pada tahun 2011 baru dimanfaatkan sekitar 3,69 % dari luas potensi sebesar 8,36 juta ha (Ditjen Perikanan Budidaya KKP 2014). Salah satu strategi yang diperlukan untuk mengembangkan budidaya laut adalah pemilihan komoditas budidaya laut berbasis pada pendekatan komoditas yang berorientasi pasar. Komoditas yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah kerapu, kakap dan bawal bintang (Ditjen Perikanan Budidaya KKP 2014). Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis), merupakan salah satu model dari komoditas budidaya laut yang memiliki pertumbuhan lambat. Menurut Usman et al. (2005) ikan kerapu bebek adalah spesies dengan pertumbuhan lambat, memerlukan waktu yang lama untuk mencapai ukuran konsumsi dibandingkan dengan spesies kerapu lainnya. Pembesaran ikan kerapu bebek ukuran 10 g membutuhkan waktu 14 bulan untuk mencapai berat 500 g (Sutarmat et al. 2003). Laju pertumbuhan spesifik ikan kerapu bebek yang diberi pakan dengan suplementasi vitamin C sebanyak 150 mg/kg pakan pada benih ukuran 5-6 g/ekor sebesar 2.26% lebih tinggi dibandingkan kontrol 1.4% (Laining et al. 2004). Laju pertumbuhan spesifik ikan kerapu bebek yang diberi pakan ikan rucah sebesar 0.76% (Langkosono 2005), sedangkan penggunaan pakan pelet komersial menghasilkan laju pertumbuhan spesifik sebesar 0.93% (Sutarmat & Hanafi 2003). Selain performa pertumbuhan, status kesehatan juga dapat menjadi faktor pembatas dalam budidaya ikan kerapu bebek. Penelitian nutrien yang berkaitan dengan status kesehatan ikan terutama berkaitan dengan penanganan stres telah dilakukan beberapa peneliti. Kondisi kesehatan ikan kerapu bebek dengan menggunakan pakan bersuplemen Fe 100 ppm memberikan repons terbaik melalui peningkatan total eritrosit, hematokrit, hemoglobin, limfosit dan neutrofil 24 – 72 jam pascainfeksi bakteri Vibrio, namun kinerja pertumbuhan juvenil kerapu bebek tidak dipengaruhi suplementasi kadar Fe berbeda dalam pakan (Setiawati 2010). Juvenil ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung selenometionin dosis 4 dan 16 mg Se/kg pakan memiliki stres yang lebih rendah setelah dilakukan uji transportasi dan uji perendaman di air tawar dibandingkan dengan kelompok ikan tanpa penambahan Se (Hamzah 2013). Salah satu faktor yang dapat menyebabkan status kesehatan ikan mengalami penurunan adalah keberadaan bakteri patogen yang menyebabkan infeksi. Menurut Murjani (2002), penyakit vibriosis pada ikan kerapu diketahui merupakan salah satu penyebab rendahnya kelangsungan hidup baik pada usaha pembenihan maupun pembesaran. Sarjito et al. (2009), menemukan bahwa bakteri patogen yang berasosiasi dengan penyakit vibriosis pada ikan kerapu bebek dan kerapu macan adalah Vibrio olivaceus, V. damsella, V. fortis, V. alginolyticus, V. harveyi, V. parahaemolyticus dan V. carcharie. Penanggulangan penyakit bakterial pada ikan umumnya dilakukan dengan pengobatan

2

menggunakan bahan kimia. Namun demikian, pemberian antibiotik dengan dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan terjadinya resistensi pada bakteri. Berkaitan dengan istilah kebutuhan akan nutrien pakan yang dapat meningkatkan status kesehatan ikan, Pohlenz dan Gatlin (2014), mencetuskan istilah baru “immunonutrition” yang didefinisikan sebagai studi untuk meningkatkan fungsi-fungsi imunologi melalui nutrien-nutrien spesifik dan/ atau komposisi pakan lainnya dengan level yang lebih tinggi dari kebutuhan untuk pertumbuhan optimal. Salah satu pilihan yang berhubungan dengan “immunonutrition“ adalah penggunaan probiotik. Probiotik digunakan untuk mengganti dan membatasi penggunaan antibiotik atau obat kimia dalam kegiatan akuakultur dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan dan resistensi penyakit (Al-Dohail et al. 2009). Probiotik adalah mikroba tambahan yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi inang melalui peningkatan nilai nutrisi pakan dan memperbaiki respons inang terhadap penyakit (Verschuere et al. 2000). Secara alami di dalam saluran pencernaan ikan terdapat komposisi mikroflora yang dapat diisolasi dan diproduksi sebagai probiotik. Probiotik yang berasal dari saluran pencernaan ikan yang ditambahkan ke pakan mampu memodulasi jumlah bakteri menguntungkan di saluran pencernaan dan berperan sebagai penghasil enzim eksogen. Probiotik tidak hanya melakukan mekanisme aksi dalam sistem imun tetapi juga memiliki peran protektif yaitu secara langsung membloking mikroba-mikroba patogen dan meningkatkan integritas mukosa melalui stimulasi sel epitelial (Gourbeyre et al. 2011). Hasil penelitian Aslamyah (2006) menunjukkan bahwa penambahan probiotik Carnobacterium sp. sebesar 1010 CFU/mL/100 g pakan ikan bandeng (Chanos chanos), secara nyata dapat meningkatkan efisiensi pakan, pemanfaatan karbohidrat, retensi protein, dan pertumbuhan ikan bandeng, serta menurunkan kebutuhan protein pakan dan beban limbah nitrogen ke perairan. Suplementasi probiotik pada pakan juga mampu meningkatkan pertumbuhan, imunitas dan resistensi terhadap penyakit pada Epinephelus coioides (Sun et al. 2010), E. fuscoguttatus (Ilmiah 2012) dan Labeo rohita (Giri et al. 2013). Disamping itu beberapa hasil penelitian juga membuktikan bahwa suplementasi probiotik dapat mereduksi biaya dalam operasional budidaya melalui perbaikan pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan (Carnevali et al. 2006; Mazurkiewicz et al. 2007; Kesarcodi-Watson et al. 2008). Penggunaan probiotik juga dapat mengurangi pemakaian senyawa antimikroba berbahaya dan memperbaiki nafsu makan spesies budidaya dengan cara yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan (Robertson et al. 2000; Wang et al. 2005). De Preter et al. (2011) menjelaskan bahwa kemampuan untuk bertahan hidup, berkolonisasi, dan efek menguntungkan dari probiotik mampu ditingkatkan dan diperbanyak melalui penambahan prebiotik secara simultan. Aplikasi dari perpaduan tersebut disebut dengan sinbiotik. Aplikasi suplementasi sinbiotik pada penelitian ini dilakukan dengan mengkombinasikan isolat probiotik yang diperoleh dengan prebiotik yang diekstraksi dari ubi jalar varietas sukuh (Ipomoea batatas L.). Penelitian mengenai sinbiotik dalam meningkatkan pemanfaatan nutrisi untuk pertumbuhan dan status kesehatan ikan kerapu bebek sampai sejauh ini masih belum ada. Oleh karena itu perlu penelitian secara komprehensif yang diarahkan untuk mengkaji kinerja pertumbuhan dan status kesehatan ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik

3

Tujuan Penelitian Secara umum penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan kandidat bakteri probiotik dan mengevaluasi peranan berbagai sinbiotik terhadap kinerja pertumbuhan dan status kesehatan benih ikan kerapu bebek. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendapatkan bakteri kandidat probiotik yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek serta menguji kemampuan aktivitas enzim pencernaan dan daya antagonistiknya terhadap Vibrio alginolyticus secara in vitro. 2. Mengkaji kemampuan bakteri kandidat probiotik dalam meningkatkan aktivitas enzim pencernaan, kinerja pertumbuhan dan komposisi mikroflora intestinal ikan kerapu bebek. 3. Mengkaji pemberian berbagai sinbiotik dalam meningkatkan aktivitas enzim pencernaan, kecernaan pakan, kinerja pertumbuhan dan status kesehatan ikan kerapu bebek. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan budidaya ikan kerapu bebek melalui pemanfaatan sinbiotik untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan dan status kesehatan ikan. Penerapan hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan-ikan laut lainnya. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Probiotik yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek mampu meningkatkan aktivitas enzim pencernaan, kinerja pertumbuhan dan komposisi mikroflora intestinal. 2. Aplikasi sinbiotik mampu meningkatkan kinerja pertumbuhan dan status kesehatan ikan kerapu bebek. Tingkat Kebaruan (Novelty) Kebaruan penelitian ini adalah mendapatkan bakteri probiotik yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek sebagai penghasil enzim pencernaan dan memiliki kemampuan antagonistik terhadap bakteri patogen V. alginolyticus, sehingga dapat diaplikasikan untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan dan status kesehatan ikan kerapu bebek. Bakteri probiotik yang diperoleh berpotensi untuk dipatenkan.

4

Ruang Lingkup Penelitian Secara umum ruang lingkup dan tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Isolasi dan seleksi bakteri kandidat probiotik dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek. 2. Kajian aplikasi bakteri probiotik untuk meningkatkan mikroflora intestinal, aktivitas enzim pencernaan, dan pertumbuhan ikan kerapu bebek. 3. Kajian kinerja pertumbuhan, aktivitas enzim pencernaan, dan status kesehatan ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik. Sedangkan kerangka pemikiran dan tahapan penelitian kajian kinerja pertumbuhan dan status kesehatan ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik disajikan pada Gambar 1.

5

BENIH IKAN KERAPU BEBEK Cromileptes altivelis

Aktivitas enzim rendah

Serangan penyakit

Pertumbuhan lambat

Status kesehatan rendah ISOLASI & SELEKSI PROBIOTIK DARI SALURAN PENCERNAAN

EKSTRAKSI OLIGOSAKARIDA UBI JALAR

Probiotik

Sinbiotik

Prebiotik

Kinerja enzim pencernaan dan modulasi mikroflora intestinal

Peningkatan kecernaan pakan dan status kesehatan ikan

Pertumbuhan dan efisiensi pakan meningkat

Kelangsungan hidup ikan meningkat

Gambar 1. Kerangka pemikiran dan tahapan penelitian kajian kinerja pertumbuhan, dan status kesehatan ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik.

6

2 ISOLASI DAN SELEKSI BAKTERI KANDIDAT PROBIOTIK DARI SALURAN PENCERNAAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bakteri kandidat probiotik yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek serta menguji kemampuan aktivitas enzim dan daya antagonistiknya terhadap bakteri patogen Vibrio alginolyticus secara in vitro. Sebanyak 58 isolat bakteri yang telah berhasil diisolasi, diseleksi berdasarkan kemampuannya dalam menghidrolisis karbohidrat, protein, dan lemak. Pada tahap ini didapatkan 9 isolat potensial yang kemudian diseleksi kembali berdasarkan aktivitas enzim amilase, lipase, dan proteasenya. Hasil pada tahap ini diperoleh 6 isolat yang memiliki aktivitas enzim tertinggi yakni isolat RM2, RM3, RM4, RM5, RM7, dan RM8. Setelah dilanjutkan dengan uji antagonistik terhadap bakteri patogen Vibrio alginolyticus, uji patogenisitas, uji ketahanan asam-basa, uji penempelan, dan uji fase pertumbuhan bakteri, meloloskan 4 isolat bakteri yaitu RM3, RM4, RM5 dan RM7. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa isolat RM3 memiliki kemiripan 99.3% dengan Ewingella americana, RM4 memiliki kemiripan 86.0% dengan Vibrio alginolyticus, RM5 memiliki kemiripan 99.4% dengan Sphingomonas paucimobilis, dan RM7 memiliki kemiripan 96.9% dengan Pseudomonas fluorescens. Kata kunci : isolasi, kerapu bebek, probiotik, seleksi

7

ISOLATION AND SELECTION OF PROBIOTIC CANDIDATE BACTERIA FROM HUMPBACK GROUPER (Cromileptes altivelis) DIGESTIVE TRACT ABSTRACT Objective of this research was to obtained probiotic candidate bacteria from the digestive tract of the humpback grouper (Cromileptes altivelis) and capability in vitro testing of digestive enzyme activity and antagonictic to Vibrio alginolyticus. Fifty eight bacteria were successfully isolated and were selected based on their ability to hydrolyze starch, milk, and fat. In the selection phase, 9 bacterial isolates were selected. Re-selection was conducted based on activity of amylase, lipase and protease. Based on the results of the enzyme activity test, 6 isolates which had the highest enzyme activity, i.e. isolates RM2, RM3, RM4, RM5, RM7, and RM8, were selected. This was followed by other tests, the antagonicity test, pathogenicity test, acid-base resistance test, adhesion test, and bacterial growth phase test. This testing phase resulted 4 bacterial isolates, i.e. RM3, RM4, RM5 and RM 7 bacteria. Identification result showed that RM 3 similarity 99.3% with Ewingella americana, RM 4 similarity 86.0% with Vibrio alginolyticus, RM 7 similarity 96.9% with Pseudomonas fluorescens and RM5 similarity 99.4% with Sphingomonas paucimobilis. Key words : isolation, humpback grouper, probiotic, selection

8

PENDAHULUAN Seleksi bakteri probiotik merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan aplikasi probiotik di bidang akuakultur (Nayak et al. 2010). Hal tersebut sangat krusial karena mikroorganisme yang tidak sesuai akan memberikan efek yang tidak baik bagi inang (Sun et al. 2010). Beberapa jenis probiotik komersial telah dapat diaplikasikan pada budidaya, namun demikian probiotik ini masih kurang efektif untuk diaplikasikan pada berbagai jenis ikan karena tidak dapat tetap bertahan pada konsentrasi optimum dalam usus (Ghosh et al. 2007). Oleh karena itu, isolasi bakteri probiotik dari spesies yang sama diharapkan dapat meningkatkan peran bakteri probiotik pada inang (Verschuere et al. 2000). Strategi mengisolasi probiotik endogenous dari usus inang dan mengaplikasikannya pada spesies yang sama telah berhasil diterapkan pada ikan bandeng (Chanos chanos) (Aslamyah 2006), tilapia (Oreochromis niloticus) (Aly et al. 2008; Putra 2010), kerapu (Epinephelus coioides) (Sun et al. 2010) dan Indian major carp (Nayak & Mukherjee 2011). Probiotik endogenous merupakan bagian dari sistem mikroflora yang secara alamiah menghuni saluran pencernaan makhluk hidup. Mikroba dalam saluran pencernaan memainkan peranan yang penting dalam memelihara integritas usus, meningkatkan imunitas dan resistensi terhadap penyakit, serta berkontribusi dalam proses pencernaan (Silva et al. 2011). Kandidat probiotik terbaik diperoleh melalui seleksi terhadap bakteri berdasarkan kemampuan bakteri tersebut tumbuh dan bertahan pada lingkungan asalnya, hal tersebut menunjukkan bahwa bakteri mampu menghasilkan efek probiotiknya pada inang (Verschuere et al. 2000). Menurut Merrifield et al. (2010), kriteria probiotik ideal yang harus dimiliki diantaranya adalah kemampuan berkolonisasi, tumbuh dan berkembang di dalam saluran pencernaan inang, dan dapat memproduksi enzim pencernaan ekstraseluler. Sehingga menjadi konsensus umum bahwa bakteri autochthonous memiliki kesempatan yang lebih besar untuk berkompetisi dengan mikroba yang telah menetap pada inang dan membentuk komposisi menguntungkan terutama meningkatkan resistensi terhadap penyakit (Sun et al. 2010). Dalam penelitian ini, dilakukan isolasi bakteri kandidat probiotik dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Dari sejumlah bakteri yang telah berhasil diisolasi, kemudian dilakukan seleksi terhadap kemampuan aktivitas enzim pencernaan, aktivitas antagonistik, daya tahan terhadap lingkungan asam dan basa, kemampuan menempel pada dinding usus, kecepatan pertumbuhan, dan patogenitas terhadap inang. Kandidat probiotik terpilih kemudian diidentifikasi dan digunakan dalam penelitian tahap selanjutnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bakteri kandidat probiotik yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek serta menguji kemampuan aktivitas enzim dan daya antagonistiknya terhadap bakteri patogen Vibrio alginolyticus secara in vitro.

9

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian tahap I ini dilaksanakan pada Nopember 2011 sampai dengan Maret 2013. Isolasi dan seleksi bakteri probiotik dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, dan Laboratorium Nutrisi Ternak, Fakultas Peternakan, IPB untuk analisis aktivitas enzim bakteri. Isolasi Bakteri Ikan kerapu yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dua wilayah berbeda yakni Kepulauan Seribu dan Lampung. Sampel dari Kepulauan Seribu diambil dari karamba pembesaran ukuran ≥100 g sebanyak 4 ekor. Sampel dari Lampung diambil dari panti benih untuk ukuran pendederan (±10 g) sebanyak 5 ekor dan ukuran pembesaran ≥100 g sebanyak 4 ekor. Pengambilan isi saluran pencernaan ikan kerapu sebagai sumber inokulum dilakukan dengan cara mengeluarkan saluran pencernaan (lambung dan usus) dari ikan kerapu fase benih dan dewasa. Usus digerus dan setiap 1 g usus diencerkan dengan 9 mL larutan PBS steril (Lampiran 1). Pengenceran berseri dilakukan dari 10-2 sampai 10-4. Inokulum dikultur dengan metode cawan sebar pada media Sea Water Complete (SWC; Bacto pepton 0.05g, yeast exstract 0.01g, glycerol 0.03 ml, air laut 75 ml, akuades 25 ml, bacto agar 1.5g) yang masing-masing ditambahkan 2 % pati (w/v), 2 % susu skim (w/v), dan 2 % minyak zaitun (v/v). Kultur diinkubasi pada suhu 29oC selama 24 jam. Koloni tunggal yang tumbuh pada media kultur dan memiliki morfologi yang berbeda dikultur secara berulang untuk mendapatkan isolat tunggal yang murni (Madigan et al. 2003). Prosedur isolasi mikroba yang mempunyai aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik dilakukan dengan metode selektif, yang mengacu pada metode yang dilakukan pada hewan terestrial (Hungate 1966), serta mengkombinasikannya dengan prosedur isolasi mikrob dari saluran pencernaan ikan (Nakayama et al. 1994; Hoshino et al. 1997). Seleksi Bakteri Kandidat Probiotik Seleksi bakteri kandidat probiotik bertujuan untuk mendapatkan bakteri yang berpotensi dipilih sebagai probiotik. Seleksi dilakukan melalui tahapan pengujian yakni: 1) Uji hidrolisis pati, minyak, dan susu; 2) aktivitas enzim ekstraselular amilase, protease, dan lipase; 3) aktivitas antagonistik dengan bakteri patogen, 4) ketahanan terhadap asam lambung dan garam empedu; 5) kemampuan penempelan; 6) sifat patogenisitas; 7) fase pertumbuhan bakteri; dan 8) identifikasi bakteri.

10

Uji Hidrolisis Pati, Minyak dan Susu Pengujian ini bertujuan untuk mengukur besarnya aktivitas amilolitik, lipolitik, dan proteolitik dari masing-masing isolat melalui uji hidrolisis pati, minyak, dan susu. Bakteri kandidat probiotik ditumbuhkan pada media Sea Water Complete (SWC) yang masing-masing telah ditambahkan pati sebanyak 2% (v/w) untuk uji hidrolisis pati, susu skim sebanyak 2% (v/w) untuk uji hidrolisis susu, dan minyak zaitun sebanyak 2% (v/v) untuk uji hidrolisis minyak. Kemampuan menghidrolisis protein ditandai dengan adanya zona bening di sekeliling isolat yang ditumbuhkan pada media agar dengan penambahan susu skim. Hidrolisis lemak ditandai dengan adanya warna kehijauan pada media agar dengan penambahan minyak zaitun, setelah permukaan media digenangi tembaga (II) sulfat (CuSO4) jenuh. Kemampuan menghidrolisis karbohidrat ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekeliling koloni yang tumbuh, setelah media digenangi dengan reagen kalium iodida (KI) 1%. Prosedur uji hidrolisis pati, minyak, dan susu terdapat pada Lampiran 2. Pengujian Aktivitas Enzim Amilase, Lipase, dan Protease Preparasi bakteri untuk pengukuran aktivitas enzim yaitu dengan menginokulasi mikroba ke dalam 10 mL media SWC, diinkubasi dalam shaker waterbath pada suhu 29oC dengan kecepatan 140 rpm selama 24 jam. Inokulum kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 11.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4oC (Irawadi 1991). Filtrat ekstrak crude enzyme kemudian diambil untuk uji aktivitas enzim amilase, lipase dan protease. Aktivitas amilase diukur menggunakan pati 1% sebagai substrat dalam buffer natrium fosfat 20 mM, pH 6.9 dan mengandung NaCl 6.0 mM mengikuti metode Bergmeyer and Grassi (1983). Aktivitas lipase dihitung dengan menggunakan emulsi minyak zaitun sebagai substrat dan Tris-HCL sebagai buffer sesuai dengan metode Borlongan (1990). Aktivitas protease dihitung dengan menggunakan kasein sebagai substrat, buffer phosphat 0.05 M pH 7 dan tirosin 5 mmol/L sebagai standar sesuai dengan metode Bergmeyer and Grassi (1983). Metode pengujian aktivitas enzim amilase, lipase dan protease dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengujian Aktivitas Antagonistik Aktivitas antagonistik (penghambatan) bakteri kandidat probiotik terhadap V. alginolyticus diuji secara in vitro menggunakan metode kultur bersama. Bakteri V. alginolyticus diberi penanda resisten terhadap antibiotik rifampisin 50 µg/mL (Varif). Kandidat bakteri probiotik dan bakteri Varif masing-masing dikultur pada media SWC-broth selama 24 jam dalam shaker waterbath pada suhu 29oC dengan kecepatan 140 rpm. Inokulum kandidat probiotik dengan kepadatan 106 CFU/mL dan Varif 103 CFU/mL masing-masing sebanyak 100 µL dimasukkan ke dalam 10 mL media SWC-broth dan diinkubasi kembali selama 24 jam pada shaker waterbath dengan suhu 29oC dan kecepatan 140 rpm. Sebagai kontrol digunakan bakteri Varif ditambah larutan fisiologis steril (NaCl 0.85%) dan ditumbuhkan pada media SWC-broth. Bakteri Varif yang tumbuh

11

pada media TCBSrif dihitung dengan metode hitungan cawan (Madigan et al. 2003). Uji Ketahanan terhadap Asam Lambung dan Garam Empedu Ketahanan isolat mikroba terhadap asam lambung dan garam empedu digunakan untuk mengkaji kemampuannya bertahan dalam lambung dan saluran pencernaan yang ber-pH rendah serta garam empedu di bagian atas usus. Pengujian dilakukan menurut metode Ngatirah et al. (2000). Metode ini dilakukan dengan menginokulasi 1,0 mL isolat mikroba ke dalam satu seri tabung yang berisi 9 mL larutan media steril pada pH 2,5 (pH diatur dengan penambahan HCl) dan pH 8,5 (pH diatur dengan penambahan NaOH), kemudian diinkubasi pada suhu 29°C. Pengamatan dilakukan pada 2, 4, 6, dan 8 jam setelah inokulasi dan jumlah mikroba dihitung dengan metode hitungan cawan (Madigan et al. 2003). Uji Penempelan Uji penempelan atau adhesi dilakukan dengan mengacu pada Dewanti & Wong (1993), yaitu menggunakan lempeng stainless steel. Pengujian dilakukan dengan cara meletakkan lempeng di dalam 25 mL media pertumbuhan yang diinokulasi dengan 1 mL kultur kandidat bakteri probiotik ke dalam erlenmeyer, kemudian diinkubasi pada suhu 29°C selama 24 jam. Densitas biofilm dianalisis setelah 24 jam dengan cara membilas lempeng dengan larutan PBS (Lampiran 1). Kemudian permukaan lempeng diseka secara merata dengan menggunakan swab. Swab dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 10 mL PBS dan tabung divorteks selama 1 menit. Setelah itu dilakukan penghitungan jumlah bakteri dengan metode hitungan cawan (CFU/cm2). Uji Patogenisitas Uji patogenisitas dilakukan untuk mengetahui sifat patogen atau tidaknya kandidat bakteri probiotik yang digunakan. Isolat kandidat probiotik disuntikan pada ikan kerapu bebek (berat rata-rata 4,65±0,44 g) secara intramuscular dengan konsentrasi 106 CFU/mL sebanyak 0.1 mL. Sebagai kontrol positif, ikan kerapu bebek disuntik patogen V. alginolyticus dengan konsentrasi 108 CFU/mL sebanyak 0.1 mL. Kontrol negatif menggunakan larutan BF yang disuntikkan sebanyak 0.1 mL. Setelah disuntik ikan dipelihara dalam akuarium ukuran 60x30x30 cm3 dengan kepadatan 5 ekor per akuarium. Pengamatan kelangsungan hidup dilakukan selama 10 hari. Penentuan Fase Pertumbuhan Bakteri Penentuan fase pertumbuhan berguna untuk menentukan bentuk kurva pertumbuhan sehingga dapat digunakan untuk menentukan kecepatan pencapaian fase eksponensial dan waktu generasi bakteri. Persiapan kultur dilakukan dengan cara menginokulasikan 0,1 mL isolat bakteri ke dalam 10 mL media SWC-broth dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 29oC. Pengukuran dilakukan setiap 2 jam dengan metode hitungan cawan. Kultur diinkubasi pada suhu 29oC selama 24

12

jam. Populasi mikroba yang tumbuh ditentukan dalam Colony Forming Unit (CFU) dan dihitung dengan rumus sebagai berikut: K PM = ----------------------A x B x C Dimana : PM = populasi mikroba (CFU/mL) K = jumlah koloni A = volume inokulasi dalam media pengencer (mL) B = pada pengenceran keberapa koloni mikroba dihitung C = volume inokulasi dari media pengencer ke media padat (mL) Identifikasi Identifikasi isolat bakteri kandidat probiotik terpilih dilakukan dengan menggunakan kit API 20E dan API 20NE. Penentuan penggunaan kit API berdasarkan hasil uji fisiologi dan biokimia seperti pewarnaan Gram, uji motilitas, uji katalase dan oksidase, serta uji fermentasi glukosa (oksidatif /fermentatif) (Tabel 1) Tabel 1. Hasil uji fisiologi dan biokimia bakteri kandidat probiotik Isolat

RM3 RM4 RM5 RM7

Kriteria uji fisiologi dan biokimia Pewarnaan Bentuk Motilitas Katalase Oksidase Gram basil + + basil + + basil + + basil + + +

O/F +/+ +/+ -/+/+

Berdasarkan hasil uji biokimia, kandidat probiotik yang memiliki uji fermentasi glukosa (O/F) positif seperti RM3, RM4, dan RM7 didentifikasi lanjut dengan menggunakan kit API 20E, dan RM5 yang memiliki uji O/F negatif menggunakan kit API 20NE. Analisis Data Data yang diperoleh pada penelitian isolasi dan seleksi kandidat probiotik dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek dianalisis secara deskriptif eksploratif. Bakteri probiotik terpilih berdasarkan hasil analisis digunakan dalam penelitian tahap selanjutnya.

13

HASIL Isolasi Bakteri Sebanyak 58 isolat bakteri berhasil diisolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek. Isolasi dilakukan dengan menggunakan media SWC selektif yakni media yang mengandung masing-masing 2% pati, 2% susu skim dan 2% minyak zaitun. Dari 58 isolat bakteri, sebanyak 32 isolat (55.17%) berasal dari ikan kerapu bebek yang didatangkan dari Kepulauan Seribu dan 26 isolat (32.76%) berasal dari Lampung. Dari 26 isolat yang berasal dari Lampung, 19 isolat (32.76%) berasal dari ikan berukuran ≥100 g dan 7 isolat (12.07%) berasal dari ikan dengan berat ±10 g. Seleksi Bakteri Kandidat Probiotik Pengujian Hidrolisis Pati, Minyak, dan Susu Berdasarkan hasil seleksi, dari 58 isolat bakteri diperoleh 9 isolat yang memiliki kemampuan hidrolisis tertinggi (mm) pada masing-masing media dengan penambahan substrat pati, susu skim, dan minyak zaitun (Lampiran 7). Isolat bakteri yang telah diperoleh, diberi kode RM1, RM2, RM3, RM4, RM5, RM6, RM7, RM8, RM9 (Gambar 2). Diameter hidrolisis pati dan minyak terbesar dihasilkan oleh isolat RM4 dengan nilai masing-masing 16 mm dan 30 mm, sedangkan isolat RM1 menghasilkan zona hidrolisis susu skim terbesar yakni 9 mm.

Zona hidrolisis (mm)

35 30 25 20

Pati

15

Minyak

10

Susu

5 0 RM1 RM2 RM3 RM4 RM5 RM6 RM7 RM8 RM9

Bakteri kandidat probiotik

Gambar 2. Zona hidrolisis pati, minyak, dan susu dari baketri kandidat probiotik Hasil pengujian hidrolisis pati, minyak dan susu untuk 58 isolat yang diperoleh didapatkan 9 isolat yang memiliki derajat hidrolisis terbaik untuk pati, minyak dan susu. Sebanyak 9 isolat tersebut kemudian dilakukan uji lanjutan

14

untuk seleksi bakteri kandidat probiotik. Hasil uji hidrolisis pati, minyak dan susu dari 58 isolat tersebut dapat dilihat pada Lampiran 7. Aktivitas Enzim Amilase, Lipase, dan Protease Hasil pengukuran aktivitas enzim amilase, lipase dan protease untuk 9 isolat hasil seleksi hidrolisis pati, minyak zaitun dan susu skim terpilih 6 isolat yang memiliki aktivitas enzim tertinggi yakni isolat RM2, RM3, RM4, RM5, RM7, dan RM8 (Tabel 2). Isolat bakteri yang dipilih berdasarkan aktivitas enzim amilase adalah isolat RM3, RM5, RM4, RM7, dan RM2. Sementara itu, isolat bakteri yang dipilih berdasarkan aktivitas protease adalah RM8, RM7, RM4, RM3, dan RM2. Sedangkan aktivitas enzim lipase pada setiap isolat menunjukkan hasil yang sama dengan kisaran 0.06±0.002 - 0.07±0.003 U/mL/menit. Tabel 2. Aktivitas enzim amilase, lipase, dan protease bakteri kandidat probiotik Kode Isolat RM1 RM2 RM3 RM4 RM5 RM6 RM7 RM8 RM9

Amilase 0.394 ±0.07 0.468 ± 0.10 0.774 ±0.28 0.569 ±0.02 0.690 ±0.19 0.204 ±0.09 0.541 ±0.28 0.329 ±0.16 0.397 ±0.09

Aktivitas enzim (U/mL/menit) Protease Lipase 0.0049 ±0.0001 0.06 ±0.002 0.0084 ±0.0001 0.07 ±0.002 0.0094 ±0.0014 0.07 ±0.002 0.0100 ±0.0039 0.07 ±0.003 0.0078 ±0.0029 0.07 ±0.002 0.0076 ±0.0009 0.07 ±0.002 0.0143 ±0.0054 0.07 ±0.002 0.0156 ±0.0110 0.07 ±0.002 0.0036 ±0.0019 0.07 ±0.002

Uji Aktivitas Antagonistik Kemampuan menekan pertumbuhan bakteri patogen Varif melalui metode kultur bersama merupakan salah satu syarat kandidat probiotik pada penelitian ini. Dari 6 isolat kandidat bakteri probiotik terpilih yakni RM2, RM3, RM4, RM5, RM7, dan RM8, selanjutnya diseleksi kembali berdasarkan kemampuan antagonistik terhadap bakteri patogen Varif (Gambar 3). Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa aktivitas antagonistik terbesar terhadap bakteri Varif ditunjukkan oleh isolat RM7 dengan pertumbuhan bakteri Varif sebesar 2.30 x 103 CFU/mL, kemudian diikuti oleh isolat RM4 sebesar 1.27 x 107 CFU/mL, RM3 dan RM5 masing-masing 1.86 x 108 CFU/mL, RM2 sebesar 2.80 x 109 CFU/mL dan RM8 1.29 x 109 CFU/mL, dibandingkan dengan kontrol yaitu pertumbuhan Varif sebesar 1.77 X 1010 CFU/mL.

Bakteri V.alginolyticus (log CFU/mL)

15

12 10 8 6 4 2 0 RM2

RM3

RM4

RM5

RM7

RM8

VA

Isolat Gambar 3.

Kemampuan bakteri kandidat probiotik dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen V. alginolyticus. Keterangan: RM (kandidat bakteri probiotik), VA (bakteri patogen V.alginolyticus).

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0

RM 2 RM 3 RM 4

2h

Gambar 4.

4 h 6h Waktu (jam)

PH 2.5

KONTROL

PH 2.5

KONTROL

PH 2.5

KONTROL

PH 2.5

RM 5 KONTROL

Jumlah bakteri (log CFU/mL)

Uji Ketahanan terhadap Asam dan Basa Berdasarkan uji ketahanan terhadap lingkungan asam dan basa, diketahui bahwa semua bakteri kandidat probiotik menunjukkan toleransi yang baik dan mampu bertahan dalam kondisi asam (pH 2,5) dan basa (pH 8,5). Pada periode pengamatan 8 jam, isolat RM4 menunjukkan kemampuan bertahan yang lebih baik pada pH 2,5 (Gambar 4) maupun pH 8,5 (Gambar 5), diikuti oleh isolat RM5, RM7, dan RM3.

RM 7 RM 8

8 h

Jumlah bakteri kandidat probiotik yang tumbuh pada media dengan pH 2,5 dan media kontrol.

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0

RM 2 RM 3 RM 4

2h

4h

6h

RM 7

PH 8.5

KONTROL

PH 8.5

KONTROL

PH 8.5

KONTROL

PH 8.5

RM 5 KONTROL

Jumlah bakteri (log CFU/mL)

16

RM 8

8h

Waktu (jam)

Gambar 5.

Jumlah bakteri kandidat probiotik yang tumbuh pada media dengan pH 8,5 dan media kontrol. Uji Kemampuan Penempelan

Kemampuan membentuk biofilm ditentukan oleh faktor penempelan pada permukaan padat atau substrat. Pengujian ini merupakan simulasi kemampuan bakteri untuk menempel pada permukaan usus. Seluruh bakteri kandidat probiotik menunjukkan memiliki kemampuan menempel dan membentuk biofilm pada permukaan lempeng stainless steel. Isolat RM3 menunjukkan kemampuan terbaik sebesar 1,16 x 106 CFU/cm2, diikuti RM7, RM5, RM4, RM8 dan RM2 (Gambar 6).

Jumlah Bakteri (log CFU/mL)

7 6 5 4 3 2 1 0 RM2

RM3

RM4

RM5

RM7

RM8

Isolat

Gambar 6.

Kemampuan penempelan bakteri kandidat probiotik pada lempeng stainless steel (log CFU/cm2).

17

Uji Patogenisitas Uji patogenisitas dilakukan untuk mengetahui sifat patogen atau tidaknya isolat bakteri yang diperoleh terhadap ikan kerapu bebek. Hasil pengujian selama 10 hari menunjukkan bahwa isolat RM2, RM3, RM4, RM5 dan RM7 tidak bersifat patogen dengan tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu bebek masingmasing sebesar 100%, sedangkan pada kontrol positif sebesar 33,33 ±11.55%. Fase Pertumbuhan Bakteri Pengamatan fase pertumbuhan bakteri dilakukan untuk mengetahui isolat bakteri yang dapat mencapai fase eksponensial tercepat. Selain itu pengamatan ini juga penting untuk menentukan waktu panen sel yang tepat untuk memproduksi suatu produk atau senyawa metabolit, antara lain enzim, antimikroba, vitamin, asam organik, asam lemak, asam amino dan peptida. Hasil pengamatan pertumbuhan bakteri selama 24 jam (Gambar 7) memperlihatkan bahwa setiap isolat bakteri probiotik mempunyai pola pertumbuhan yang bervariasi. Berdasarkan pada penghitungan jumlah bakteri, diketahui bahwa kandidat bakteri probiotik RM3, RM4, RM5 dan RM7 dapat mencapai fase eksponensial tercepat jika dibandingkan dengan isolat bakteri kandidat probiotik lainnya, sedangkan kandidat bakteri probiotik RM4 memiliki fase stasioner terlama yakni 4 jam jika dibandingkan dengan pertlakuan lainnya. Identifikasi Bakteri Melalui serangkaian seleksi bakteri kandidat probiotik ini diperoleh 4 kandidat yang selanjutnya digunakan dalam penelitian in vivo pada ikan kerapu bebek. Hasil identifikasi berdasarkan hasil test dengan kit API 20E, isolat RM3 memiliki kemiripan 99.3 % dengan Ewingella americana (Lampiran 8), isolat RM4 memiliki kemiripan 86.0 % dengan Vibrio alginolyticus (Lampiran 9), dan isolat RM7 memiliki kemiripan 96.9% dengan Pseudomonas fluorescens (Lampiran 11). Sedangkan isolat RM5 diidentifikasi menggunakan kit API 20NE, 99.4 % identik dengan Sphingomonas paucimobilis (Lampiran 10). Bentuk bakteri kandidat probiotik tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

18

15

RM 3 Bakteri (log CFU/mL)

Bakteri (log CFU/mL)

RM 2 10 5 0

15 10 5 0

0

4

8

12 16 20 24

0

Periode inkubasi (jam)

5 0 0

4

8

15 10 5 0

12 16 20 24

0

Periode inkubasi (jam)

Bakteri (log CFU/mL)

Bakteri (log CFU/mL)

0 0

4

8

12 16 20 24

Periode inkubasi (jam)

8

12 16 20 24

RM 8

15

5

4

Periode inkubasi (jam)

RM 7 10

12 16 20 24

RM 5 Bakteri (log CFU/mL)

Bakteri (log CFU/mL)

10

8

Periode inkubasi (jam)

RM 4 15

4

15 10 5 0 0

4

8

12 16 20 24

Periode inkubasi (jam)

Gambar 7. Pola pertumbuhan bakteri kandidat probiotik pada media seawater complete selama 24 jam pengamatan

19

RM3

RM4

RM5

RM7

Gambar 8. Bentuk sel bakteri kandidat probiotik terpilih yang di isolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek

PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri kandidat probiotik yang telah diisolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek adalah bakteri yang mempunyai aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik. Hasil penelitian Kar & Gosh (2008) menunjukkan bahwa pada saluran pencernaan ikan Labeo rohita dan Channa punctatus juga ditemukan sejumlah bakteri penghasil enzim seperti amilolitik, proteolitik, dan selulolitik. Hasil yang sama juga diperoleh Tanu et al. (2012) pada Hippocampus kuda, dan Das et al. (2010) pada seleksi bakteri marine Streptomyces spp. Bakteri dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang kaya akan molekul kompleks dengan cara mensekresikan enzim yang disebut enzim exogenous. Enzim exogenous tersebut akan membantu enzim endogenous inang untuk menghidrolisis nutrien pakan seperti memecah atau menguraikan rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak penyusun pakan. Pemecahan molekulmolekul kompleks ini menjadi molekul sederhana akan mempermudah pencernaan pakan dan penyerapan nutrien pakan dalam saluran pencernaan ikan. Pada penelitian ini bakteri kandidat probiotik RM3, RM4, RM5, dan RM7 masing-masing memiliki kemampuan amilolitik, lipolitik dan proteolitik, sehingga bisa dimanfaatkan sebagai suplemen pakan untuk meningkatkan

20

aktivitas enzim pencernaan ikan kerapu bebek. Kemampuan amilolitik dari bakteri kandidat probiotik merupakan penemuan penting dari penelitian ini karena ikan kerapu bebek merupakan ikan karnivor yang umumnya memiliki aktivitas enzim amilase rendah. Seleksi probiotik biasanya didasarkan pada uji antagonistik secara in vitro (Verschuere et al. 2000). Penyakit vibriosis pada ikan kerapu diketahui sebagai salah satu penyebab rendahnya kelangsungan hidup baik pada usaha pembenihan maupun pembesaran ikan kerapu bebek (C. altivelis) (Murjani 2002). Selanjutnya Sarjito et al. (2009) menyatakan bahwa bakteri V. olivaceus, V. damsella, V. fortis, V. alginolyticus, V. harveyi, V. parahaemolyticus, dan V. carcharie berasosiasi dengan penyakit vibriosis pada ikan kerapu. Kemampuan kandidat bakteri probiotik dalam menghasilkan zat antimikroba atau kemampuan berkompetisi dengan bakteri patogen dalam kultur bersama, diharapkan mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen di dalam saluran pencernaan ikan kerapu bebek. Kandidat probiotik RM7 menunjukkan hasil terbaik dalam menekan pertumbuhan bakteri patogen V. alginolyticus. Menurut Kesarcodi-Watson et al. (2008), salah satu faktor penting dalam melakukan screening bakteri probiotik adalah kemampuan bakteri dalam menghasilkan zat inhibitor yang dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen. Toleransi bakteri terhadap media hidup pada lingkungan asam dan basa mengindikasikan bahwa bakteri tersebut mampu bertahan hidup pada lambung yang ber-pH rendah akibat sekresi asam lambung dan juga mampu bertahan dengan garam empedu yang ber-pH tinggi. Tingginya toleransi isolat bakteri kandidat probiotik disebabkan probiotik merupakan mikroflora normal pada saluran pencernaan yang telah memiliki kemampuan beradaptasi dengan kondisi asam lambung dan garam empedu dalam saluran pencernaan. Demikian juga dengan kemampuan untuk menempel pada substrat di permukaan usus. Bakteri kandidat probiotik diharapkan mampu berkompetisi pada tempat penempelan sehingga bisa menekan pertumbuhan bakteri merugikan dalam saluran pencernaan. Vine et al. (2004) menjelaskan bahwa seleksi bakteri kandidat probiotik juga ditentukan oleh kemampuan menempel, berkolonisasi, dan tumbuh di mukus intestinal. Bakteri kandidat probiotik juga harus tidak bersifat patogen sehingga aman digunakan sebagai suplemen pakan ikan (Nayak & Mukherjee 2011). Hasil uji patogenitas menunjukkan bahwa bakteri kandidat probiotik pada penelitian ini tidak bersifat patogen pada ikan kerapu bebek dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 100%. Fase pertumbuhan bakteri terdiri dari periode awal yaitu fase lamban atau lag fase, kemudian diikuti oleh suatu periode pertumbuhan yang cepat (fase log), lalu mendatar (fase statis) dan akhirnya diikuti oleh penurunan populasi sel-sel hidup (fase kematian) (Pelczar & Chan 1986). Seleksi fase pertumbuhan dilakukan berdasarkan pada kecepatan tumbuh dan lamanya masa steady state pada puncak populasi. Kandidat probiotik RM4 mencapai puncak populasi tercepat yakni pada jam ke -16, dan masa steady state yang lama hingga jam ke20. Berdasarkan hasil identifikasi, isolat RM3 99.3% identik dengan Ewingella americana. Kandidat probiotik ini masuk ke dalam family Enterobactericeae, gram negatif berbentuk basil, hidup dengan kebutuhan nutrisi yang sederhana, bisa hidup di air dan larutan sitrat pada suhu 40C (Hassan et al. 2012). Khleifat

21

(2006) menyatakan bahwa E. americana mampu mendegradasi fenol, yakni polutan yang sangat mematikan bagi organisme akuatik pada kadar dibawah 1 mg/L. Berdasarkan Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology, bakteri ini mampu memfermentasi karbohidrat termasuk D-mannitol, D-mannose, dan trehalosa, D-glucose dan beberapa karbohidrat dikatabolisme dengan memproduksi asam (Holt et al. 1994). Bakteri RM4 86.0% identik dengan Vibrio alginolyticus. Spesies bakteri ini dikenal sebagai bakteri patogen pada pemeliharaan ikan dan udang. Namun hasil penelitian Austin et al. (1995) menunjukkan bahwa V. alginolyticus ternyata tidak menimbulkan efek patogen pada budidaya ikan salmon dan mampu menekan pertumbuhan Aeromonas dengan memproduksi metabolit berbahaya. Selain mampu menghambat pertumbuhan Aeromonas salmonicida, juga efektif dalam menekan pertumbuhan V. angillarum dan V. ordalii. Selanjutnya dijelaskan bahwa V. alginolyticus non patogen, tidak memiliki aktivitas alginolitik, motility, dan terdapat sel berfilamen (Austin et al. 1995). Berdasarkan Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology, spesies ini mampu memfermentasi karbohidrat termasuk maltose, D-mannose, dan trehalosa (Holt et al. 1994). Bakteri RM5 99.4% identik dengan Sphingomonas paucimobilis. Berdasarkan hasil penelitian Camacho-Perez et al. (2011), spesies ini memiliki enzim haloalkane dehalogenase yang mampu mendegradasi dan memanfaatkan senyawa halogen sebagai substrat untuk pertumbuhan. Substansi organik halogen telah dipakai secara meluas sebagai pestisida, herbisida dan fungisida, sehingga dikenal sebagai pencemar bagi lingkungan. S. paucimobilis berperan dalam bioremediasi naphtalane di air dengan menggunakan surfactant sebagai biodegradable (San Miguel et al. 2009). Bakteri RM7 96.9% identik dengan Pseudomonas fluorescens. Nour & Abou El-Ghiet (2011), membuktikan bahwa P. fluorescens non patogen mampu menekan pertumbuhan A. hydrophila dan meningkatkan parameter hematologi, total protein dan globulin ikan O. niloticus. Berdasarkan Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology, bakteri ini mampu memanfaatkan glukosa dan trehalosa (Holt et al. 1994). SIMPULAN Sebanyak 58 isolat bakteri berhasil diisolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek dan terseleksi empat isolat potensial yakni RM3, RM4, RM5, dan RM7 yang memiliki kemampuan menghidrolisis pati, minyak dan susu, aktivitas enzim amilase, lipase dan protease, kemampuan antagonistik terhadap bakteri patogen V. alginolyticus, ketahanan terhadap media asam dan basa, kemampuan penempelan, fase pertumbuhan, serta sifat patogenisitasnya terhadap ikan kerapu bebek. Isolat RM3, RM4, RM5 dan RM7 memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan kandidat bakteri probiotik lainnya, sehingga bisa dilanjutkan untuk uji in vivo.

22

3 APLIKASI BAKTERI PROBIOTIK UNTUK MENINGKATKAN MIKROFLORA INTESTINAL, AKTIVITAS ENZIM PENCERNAAN, DAN KINERJA PERTUMBUHAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemampuan bakteri kandidat probiotik dalam meningkatkan mikroflora intestinal, aktivitas enzim pencernaan, dan kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Bakteri probiotik yang digunakan, yakni isolat RM3, RM4, RM5, dan RM7 diisolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek dan telah diuji memiliki aktivitas amilolitik, lipolitik, dan proteolitik. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan lima perlakuan dan tiga ulangan, yaitu perlakuan pemberian 1% probiotik (RM3, RM4, RM5, dan RM7) dan tanpa pemberian probiotik (kontrol). Hasil pengujian menunjukkan bahwa bakteri probiotik mampu berkolonisasi disaluran pencernaan dengan rata-rata populasi isolat RM3 sebanyak 4.10±0.49 log CFU/mL, RM4 sebanyak 4.29±0.19 log CFU/mL, RM5 sebanyak 4.18 ± 0.15 log CFU/mL, dan RM7 sebanyak 3.89±0.25 log CFU/mL. Populasi bakteri total pada saluran pencernaan ikan yang diberi pakan mengandung probiotik RM3, RM4, RM 5, dan RM7 juga lebih tinggi dibandingkan kontrol. Perlakuan RM3, RM4, dan RM5 menghasilkan aktivitas enzim pencernaan, retensi protein, retensi lemak, dan laju pertumbuhan harian yang lebih tinggi (P<0,05) serta rasio konversi pakan yang lebih rendah (P<0,05) dibanding kontrol. Sedangkan pada perlakuan RM7 tidak berbeda nyata dibanding kontrol (P>0,05). Dapat disimpulkan bahwa pada perlakuan probiotik RM3, RM4, dan RM5 mampu meningkatkan aktivitas enzim pencernaan dan memperbaiki kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek. Kata kunci : probiotik, kerapu bebek, aktivitas enzim pencernaan, pertumbuhan

23

APPLICATION OF PROBIOTIC BACTERIA TO ENHANCE INTESTINAL MICROFLORA, DIGESTIVE ENZYME ACTIVITY, AND GROWTH PERFORMANCE OF HUMPBACK GROUPER (Cromileptes altivelis) ABSTRACT Objective of this research was to evaluation of probiotic candidate on enhancement of humpback grouper (Cromileptes altivelis) intestinal microflora, digestive enzyme activity, and growth performance and intestinal microflora. Probiotic bacteria isolated from digestive tract of humpback grouper and had an amilolytic, proteolytic, and lipolytic activity. Selected bacteria were RM3, RM4, RM5, dan RM7. Completely randomized design with five treatment and three replicates used in this research, four treatment feed were supplemented with 1% (w/v) probiotic i.e RM3, RM4, RM5, RM7 and one treatment without probiotic. The in vivo experiment showed that humpback grouper fed containing probiotic bacteria RM3, RM4, RM5, and RM7 have capability to colonize in digestive tract with the average growth 4.10±0.49 log CFU/mL, 4.29±0.19 log CFU/mL, 4.18±0.15 log CFU/mL, and 3.89±0.25 log CFU/mL respectively, they also capable to modulate of intestinal microflora higher than control. Treatment RM3, RM4, and RM5 had the higher protein and lipid retention (P<0.05), higher in specific growth rate (SGR) (P<0,05), and lower in fed conversion ratio (FCR) (P<0,05) when being compare with control. However treatment RM7 showed no significance difference (P>0,05) with control. It is concluded that RM3, RM4, and RM5 improved enzyme activity and growth rate at Cromileptes altivelis. Key words : probiotic, humpback grouper, digestive enzyme activity, growth

24

PENDAHULUAN Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan spesies penting dari kelompok ikan grouper di wilayah Asia Pasifik, khususnya di Indonesia karena permintaan dan harga yang tinggi (Laining et al. 2003). Namun kualitas benih masih perlu ditingkatkan dan budidaya ikan kerapu secara intensif masih dihadapkan pada kendala laju pertumbuhan yang lambat. Menurut Sutarmat et al. (2003), pembesaran ikan kerapu bebek dari ukuran 10 g membutuhkan waktu 14 bulan untuk mencapai berat 500 g. Pertumbuhan ikan yang lambat dapat disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi atau ketidakmampuan ikan tersebut dalam memanfaatkan energi dan nutrien pada pakan. Kualitas pakan ditentukan oleh kualitas sumber bahan pakan. Selain itu, kualitas dan pemanfaatan pakan dapat ditingkatkan dengan penambahan enzim yang mampu merombak nutrien dalam pakan. Aplikasi probiotik merupakan salah satu strategi yang dapat digunakan untuk memodulasi komposisi mikrobiota usus yang dapat membantu meningkatkan kecernaan pakan dan pertumbuhan inang. Probiotik adalah mikroba tambahan yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi inang melalui peningkatan nilai nutrisi pakan dan memperbaiki respons inang terhadap penyakit (Verschuere et al. 2000). Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa suplementasi probiotik dapat mereduksi biaya dalam operasional budidaya melalui perbaikan pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan (Carnevali et al. 2006; Mazurkiewicz et al. 2007; Kesarcodi-Watson et al. 2008). Disamping itu penggunaan probiotik juga dapat mengurangi pemakaian senyawa antimikroba berbahaya dan memperbaiki nafsu makan spesies budidaya dengan cara yang lebih sustainable dan eco-friendly (Robertson et al. 2000; Wang et al. 2005). Saat ini pemanfaatan probiotik dalam akuakultur banyak difokuskan pada kemampuannya dalam meningkatkan parameter respons imun dan nutrisi melalui rasio efisiensi dan konversi pakan. Penelitian mengenai hubungan probiotik dengan aktivitas enzim pencernaan masih sangat terbatas. Beberapa peneliti telah melakukan penelitian probiotik berbasis aktivitas enzim pada Indian white shrimp, Fenneropenaeus indicus (Ziaei-Nejad et al. 2006), Penaeus vannamei (Wang 2007), larva gilthead sea bream Sparus aurata L (Suzer et al. 2008) dan rainbow trout Onchorhynchus mykiss (Azari et al. 2011). Meskipun peran dari probiotik telah diteliti pada beberapa organisme perairan, tetapi belum diketahui pengaruh probiotik terhadap aktivitas enzim dan performa pertumbuhan ikan kerapu bebek yang merupakan spesies paling valuable diantara kelompok grouper. Probiotik yang diaplikasikan adalah kandidat probiotik yang telah berhasil diisolasi dan diseleksi pada penelitian tahap I, yakni RM3, RM4, RM5, dan RM7. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemampuan bakteri kandidat probiotik dalam meningkatkan mikroflora intestinal, aktivitas enzim pencernaan, dan kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek.

25

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian tahap II dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB serta Laboratorium Nutrisi Ternak, Fakultas Peternakan IPB. Persiapan Pakan Bakteri probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat RM3, RM4, RM5 dan RM7. Selanjutnya masing-masing isolat bakteri probiotik dikultur pada media SWC-broth dan diinkubasi pada waterbath shaker dengan kecepatan 140 rpm dan suhu 29oC. Pemanenan sel bakteri dilakukan berdasarkan waktu pencapaian fase eksponensial. Setelah itu, dilakukan pemisahan antara sel bakteri dengan media serta dicuci sebanyak dua kali dengan larutan fisiologis steril (NaCl 0,85%). Pakan yang digunakan dalam percobaan ini adalah pakan komersial (Otohime Marine Weaning Diet EP 1 Japan) dengan size 1,5 mm. Proses persiapan pakan uji meliputi pencampuran bakteri probiotik, putih telur, dan pakan. Dosis probiotik yang digunakan sebanyak 1% (v/w) dari bobot pakan yang diberikan, sedangkan dosis putih telur yang digunakan sebanyak 2% (v/w) dari bobot pakan yang berfungsi sebagai perekat (Wang 2007). Pada pakan kontrol juga ditambahkan 2% putih telur seperti pada pakan perlakuan. Setelah itu, bakteri probiotik (kecuali kontrol) dan putih telur disebarkan ke pakan secara manual. Sebelum diberikan pada ikan, pakan dikeringudarakan selama 10-15 menit untuk mengurangi kelembaban. Pembuatan pakan probiotik dilakukan setiap hari. Hasil analisa proksimat pakan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada (Tabel 3). Metode analisa proksimat pakan dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 3. Komposisi proksimat (%) pakan perlakuan probiotik dan pakan kontrol Komposisi nutrien* RM3 RM4 Air 14.17 12.00 Protein 38.38 37.83 Lipid 13.24 13.35 Abu 13.46 13.91 Serat kasar 3.12 1.48 BETN** 17.64 21.44 *Dalam berat basah **BETN, Bahan ekstrak tanpa nitrogen

Perlakuan

RM5

RM7

Tanpa probiotik

14.61 39.14 12.85 13.47 0.48 19.45

12.58 40.49 13.37 14.10 0.90 18.57

10.61 39.46 13.49 14.29 0.17 22.02

26

Pemeliharaan Hewan Uji Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan kerapu bebek (4.65±0.44 g), yang diperoleh dari Balai Budidaya Air payau (BBAP) Situbondo, dan berasal dari induk yang sama. Sebelum digunakan, ikan diadaptasikan selama 10 hari di dalam bak fiber ukuran 1 m3 dengan sistem aerasi di Laboratorium Kesehatan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Percobaan dilakukan dalam akuarium berukuran 60x30x30 cm3, dengan volume air 36 L, di susun berdasarkan perlakuan yakni RM3, RM4, RM5, RM7 dan K (tanpa probiotik) dengan pola acak lengkap. Aerasi diberikan pada setiap akuarium. Masingmasing akuarium diisi ikan uji sebanyak 5 ekor. Sebelum diberi perlakuan, ikan dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 40 hari, dan diberi pakan dengan frekuensi pemberian dua kali sehari pada jam 08.00 dan 16.00 sebanyak 3% bobot biomassa ikan. Penyiponan dilakukan setiap hari untuk membuang kotoran yang mengendap di dasar akuarium. Setiap hari dilakukan pergantian air sebanyak 10 %, dan setiap 10 hari air diganti secara total bersamaan dengan penimbangan bobot dan pengukuran panjang tubuh. Kualitas air yang terukur selama penelitian adalah suhu 27-28oC dan salinitas 28-30 ppt. Parameter Uji Parameter yang diamati dalam percobaan ini meliputi retensi protein dan lemak, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, kelangsungan hidup, dan aktivitas enzim pencernaan. Retensi Nutrien (Protein, Lemak) Nilai retensi nutrien dihitung berdasarkan persamaan (Takeuchi1988); RN = [(F-I)/P] x 100% Keterangan : RN = Retensi nutrien: protein dan lemak (%) F = Jumlah nutrien tubuh ikan pada akhir pemeliharaan (g) I = Jumlah nutrien tubuh ikan pada awal pemeliharaan (g) P = Jumlah nutrien yang dikonsumsi ikan (g) Laju Pertumbuhan Harian (LPH) LPH dihitung dengan menggunakan rumus (Huisman 1987): LPH (%) =

− 1 × 100%

Keterangan : Wt = Bobot ikan pada waktu t (g) Wo = Bobot ikan pada awal pemeliharaan (g) t = Periode pemeliharaan (hari) Rasio Konversi Pakan (FCR) Rasio konversi pakan dihitung dengan menggunakan rumus (Lin et al. 2012):

27

F FCR = _____________ (Wt + D) - Wo Keterangan: FCR = Rasio konversi pakan F = Bobot total pakan yang dikonsumsi (g) Wt = Bobot ikan pada waktu t (g) Wo = Bobot ikan pada awal pemeliharaan (g) D = Bobot ikan yang mati selama percobaan (g) Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup dihitung berdasarkan persamaan: [Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan/Jumlah ikan pada awal pemeliharaan] x 100% Aktivitas Enzim Saluran Pencernaan Analisis aktivitas enzim pada saluran pencernaan ikan kerapu bebek, dilakukan pada akhir pemeliharaan. Aktivitas enzim yang di ukur adalah aktivitas enzim amilase berdasarkan metode (Bergmeyer & Grassi 1983), aktivitas enzim lipase menurut metode Tietz & Friedrick dalam Borlongan (1990), dan protease menurut metode (Bergmeyer & Grassi 1983). Prosedur preparasi enzim dan metode analisis dapat dilihat pada Lampiran 5. Mikroflora Intestinal Percobaan untuk analisis mikroflora intestinal, dilakukan dengan memelihara ikan pada 5 akuarium terpisah dari percobaan untuk kinerja pertumbuhan dan aktivitas enzim. Metode pemeliharan hewan uji sama dengan percobaan untuk pertumbuhan, tetapi pakan yang diberikan adalah pakan yang mengandung probiotik yang telah diberi penanda resisten antibiotik rifampisin yang berfungsi sebagai penanda molekuler. Keberadaan bakteri tersebut dimonitor menggunakan media SWC-agar yang mengandung antibiotik rifampisin 50 μg/mL. Perlakuan probiotik diberikan selama 40 hari. Analisis mikroflora intestinal dilakukan dengan mengambil masingmasing tiga ekor ikan pada setiap akuarium perlakuan. Setiap usus ikan ditimbang, ditambahkan larutan PBS (Lampiran 1), kemudian digerus dan dilakukan pengenceran serial. Media untuk penyebaran bakteri adalah media SWC-agar untuk mendapatkan data total bakteri dan media SWC-agar (Lampiran 1) yang mengandung antibiotik rifampisin 50 μg/mL untuk mendapatkan data total masing-masing bakteri probiotik. Perwakilan bakteri yang tumbuh dominan pada masing-masing perlakuan (bakteri yang tumbuh pada pengenceran tertinggi), diisolasi dan diidentifikasi secara fisiologi dan biokimia (Cowan dan Steel 1961).

Analisis Data Analisis data dilakukan dengan dua metode yaitu dan analisis statistik pada selang kepercayaan 95% (α=0,05) dan analisis deskriptif eksploratif. Rancangan

28

yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor dengan menggunakan statistical software IBM SPSS statistics version 17.0. Apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dengan bantuan piranti lunak SPSS versi 22. Analisis deskriptif eksploratif digunakan untuk data mikroflora intestinal, sedangkan analisis statistik digunakan untuk aktivitas enzim pencernaan dan kinerja pertumbuhan. HASIL Mikroflora Intestinal Pemberian bakteri probiotik selama 40 hari menunjukkan bahwa bakteri tersebut mampu hidup dan berkolonisasi pada saluran pencernaan ikan kerapu bebek dengan jumlah populasi masing-masing adalah RM3 sebanyak 4.10±0.49 log CFU/mL, RM4 sebanyak 4.29±0.19 log CFU/mL, RM5 sebanyak 4.18±0.15 log CFU/mL, dan RM7 sebanyak 3.89±0.25 log CFU/mL (Gambar 9). Jumlah total bakteri pada setiap perlakuan lebih tinggi dibanding kontrol dengan jumlah populasi masing-masing perlakuan adalah RM3 sebesar 7.87±0.64 log CFU/mL, RM4 sebesar 7.92±0.65 log CFU/mL, RM5 sebesar 7.52±0.37 log CFU/mL, RM7 sebesar 7.35±0.50 log CFU/mL, dan kontrol sebesar 5.65±0.49 log CFU/mL. Hasil uji fisiologi dan biokimia bakteri dominan dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek dapat dilihat pada Tabel 4.

Jumlah Bakteri (log CFU/mL)

9 8 7 6 5 4

Total Bakteri

3

Bakteri Probiotik

2 1 0 RM3

RM4

RM5 Perlakuan

RM7

K

Gambar 9. Jumlah bakteri mikroflora intestinal (log CFU/mL) ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung probiotik dan kontrol. Perwakilan bakteri yang tumbuh dominan pada masing-masing perlakuan (yang tumbuh pada pengenceran tertinggi) diidentifikasi melalui uji fisiologi dan biokimia. Hasil uji fisiologi dan biokimia tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Bakteri yang dominan pada perlakuan RM3, RM4, RM5 dan RM7 adalah bakteri gram negatif berbentuk basil, sementara pada perlakuan kontrol adalah bakteri gram positif berbentuk basil. Secara spesifik bakteri yang tumbuh dominan pada perlakuan RM3 memiliki motilitas dan katalase positif, oksidase

29

negatif, dan hasil uji oksidatif fermentatif (O/F) positif. Pada perlakuan RM4 memiliki motilitas negatif, katalase dan oksidase positif dan hasil uji oksidatif fermentatif (O/F) positif. Pada perlakuan RM5 memiliki motilitas negatif, katalase dan oksidase positif dan hasil uji oksidatif fermentatif (O/F) negatif. Pada perlakuan RM7 memiliki motilitas, katalase dan oksidase positif dan hasil uji oksidatif fermentatif (O/F) positif. Sedangkan bakteri yang dominan pada perlakuan K memiliki motilitas, katalase, dan oksidase negatif dan hasil uji oksidatif fermentatif (O/F) negatif. Tabel 4. Hasil uji fisiologi dan biokimia mikroflora intestinal dominan pada ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai probiotik dan kontrol Perlakuan

RM3 RM4 RM5 RM7 Kontrol

Kriteria uji fisiologi dan biokimia Pewarnaan Bentuk Motilitas Katalase Oksidase Gram basil + + basil + + basil + + basil + + + + basil -

O/F +/+ +/+ -/+/+ -/-

Setelah dilakukan uji fisologi dan biokimia seperti yang tercantum pada Tabel 4, bakteri yang dominan kemudian diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi berdasarkan tabel Cowan & Steel (1961). Hasil identifikasi pendugaan genus bakteri yang dominan di saluran pencernaan ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung probiotik dan kontrol disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pendugaan genus mikroflora intestinal dominan pada ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai probiotik dan kontrol (Cowan & Steel 1961). Perlakuan RM3 RM4 RM5 RM7 Kontrol

Pendugaan genus Chromobacterium, Benecka, Vibrio, Plesiomonas, Aeromonas Chromobacterium, Benecka, Vibrio, Plesiomonas, Aeromonas Moraxella, Brucella, Bordetella, Flavobacterium Pseudomonas Corynebacterium, Lactobacillus, Arachnia, Clostridium

30

Aktivitas Enzim Pencernaan Aktivitas enzim pencernaan ikan kerapu bebek dengan pemberian pakan mengandung probiotik menunjukkan nilai yang bervariasi antar perlakuan. Aktivitas enzim protease pada perlakuan RM3, RM4 dan RM7 lebih tinggi (P<0.05) dibanding perlakuan RM5 dan kontrol. Aktivitas enzim lipase tidak berbeda nyata (P>0.05) untuk semua perlakuan, sedangkan untuk aktivitas enzim amilase pada semua perlakuan probiotik lebih tinggi (P<0.05) dibanding kontrol (Tabel 6). Tabel 6. Aktivitas enzim pencernaan ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai probiotik dan kontrol Aktivitas enzim (U/mL/menit) Protease Lipase Amilase

RM3

RM4

Perlakuan RM5

0.10±0.007b 0.05±0.003a 1.21±0.08b

0.13±0.006a 0.05±0.001a 1.06±0.01c

0.07±0.001c 0.04±0.001b 1.68±0.04a

RM7

Kontrol

0.10±0.002b 0.04±0.001b 0.98±0.01d

0.07±0.006c 0.04±0.002b 0.85±0.04e

Data diekspresikan sebagai rata-rata ± SD Nilai rata-rata pada baris yang sama dengan superskrip berbeda, secara signifikan berbeda (P<0.05)

Kinerja Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup ikan kerapu bebek selama 40 hari pemeliharaan tidak berbeda untuk semua perlakuan dengan nilai mencapai 100% (Tabel 7). Selain itu, pertambahan bobot biomassa dan laju pertumbuhan harian pada perlakuan RM3, RM4, dan RM 5 menunjukkan hasil yang lebih tinggi (P<0,05), serta rasio konversi pakan yang lebih rendah (P<0,05) dibanding kontrol. Sedangkan pada perlakuan RM7 tidak menujukkan hasil yang berbeda nyata dibanding kontrol (P>0,05; Tabel 7). Pemberian pakan mengandung bakteri probiotik yang berbeda yakni RM3, RM4, RM5 dan RM7 selama 40 hari pemeliharaan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) terhadap nilai retensi protein dan retensi lemak (Tabel 7). Pada perlakuan pemberian probiotik RM3, RM4, dan RM5 menunjukan retensi protein dan retensi lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan RM7 dan kontrol (P<0.05). Pemberian pakan mengandung probiotik mampu meningkatkan pertambahan bobot ikan kerapu bebek dibandingkan dengan kontrol masingmasing 110.91%, 104.46%, 104.93% pada perlakuan RM3, RM4, dan RM5, sementara pada perlakuan RM7 hanya 23.04%.

31

Tabel 7. Kelangsungan hidup (KH), bobot biomassa awal (Wo), bobot biomassa akhir (Wt), pertambahan bobot (ΔW), laju pertumbuhan harian (LPH), konversi pakan (KP), retensi protein (RP) dan retensi lemak (RL) ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai probiotik dan kontrol Parameter KH (%) Wo (g) Wt (g) ΔW(g) LPH (%) KP RP (%) RL (%)

RM3

RM4

Perlakuan RM5

100±0.00 26.13±0.72 46.94±4.08 20.81±4.12a 1.47±0.23a 1.73±0.22b 30.22±2.15a 32.47±1.41a

100±0.00 26.85±1.15 47.02±2.09 20.17±1.22a 1.47±0.23a 1.77±0.12b 32.19±2.32a 32.68±5.46a

100±0.00 25.63±3.47 45.85±1.20 20.22±3.62a 1.48±0.36a 1.68±0.28b 28.17±5.89a 32.63±0.62a

RM7

Kontrol

100±0.00 26.81±0.98 38.95±3.53 12.14±3.46b 0.92±0.20b 2.83±0.59a 17.89±3.61b 23.75±1.68b

100±0.00 25.82±0.03 35.69±2.22 9.87±2.23b 0.81±0.16b 3.31±0.68a 18.84±0.18b 21.09±2.25b

Data diekspresikan sebagai rata-rata ± SD Nilai rata-rata pada baris yang sama dengan superskrip berbeda, secara signifikan berbeda (P<0.05)

Pemberian pakan mengandung bakteri probiotik yang berbeda yakni RM3, RM4, RM5 dan RM7 selama 40 hari pemeliharaan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) terhadap nilai retensi protein dan retensi lemak (Tabel 7). Pada perlakuan pemberian probiotik RM3, RM4, dan RM5 menunjukan retensi protein dan retensi lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan RM7 dan kontrol. PEMBAHASAN Pemberian bakteri probiotik melalui pakan pada ikan kerapu bebek selama 40 hari mampu memodulasi pertumbuhan mikroflora di dalam saluran intestinal ikan, sehingga jumlah populasi bakteri pada semua perlakuan probiotik lebih tinggi dibandingkan kontrol (tanpa pemberian probiotik). Jumlah total bakteri pada perlakuan probiotik berada pada kisaran 7.35 - 7.92 log CFU/mL, sedangkan pada kontrol (tanpa pemberian probiotik) sebesar 5.65±0.49 log CFU/mL. Selain itu, bakteri probiotik yang diberikan juga mampu hidup dan berkolonisasi pada saluran intestinal ikan kerapu bebek. Hal ini dapat diketahui karena adanya penanda molekuler berupa penanda resisten antibiotik rifampisin pada bakteri tersebut sehingga keberadaannya pada saluran intestinal dapat dimonitor. Populasi bakteri probiotik RM3, RM4, RM5, dan RM7 pada saluran intestinal pada masing-masing perlakuan probiotik berada pada kisaran 3.89 - 4.29 log CFU/mL. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri probiotik yang diberikan dapat hidup dan berkolonisasi dalam lingkungan saluran intestinal ikan kerapu bebek. Isolat RM3 telah diidentifikasi sebagai Ewingella americana, isolat RM4 sebagai Vibrio alginolyticus, isolat RM5 sebagai Sphingomonas paucimobilis, dan isolat RM7 sebagai Pseudomonas fluorescens (penelitian tahap 1). Bakteri Ewingella americana dan Sphingomonas paucimobilis belum diketahui peranannya dalam akuakultur. Sedangkan Khleifat (2006) menyatakan bahwa E. americana mampu mendegradasi fenol, yakni polutan yang sangat mematikan bagi organisme

32

akuatik pada kadar dibawah 1 mg/L. Bakteri RM4 telah diidentifikasi sebagai Vibrio alginolyticus. Spesies bakteri ini dikenal sebagai bakteri patogen pada pemeliharaan ikan dan udang. Namun hasil penelitian Austin et al. (1995) menunjukkan bahwa V. alginolyticus ternyata tidak menimbulkan efek patogen pada budidaya ikan salmon dan mampu menekan pertumbuhan Aeromonas dengan memproduksi metabolit berbahaya. Selain mampu menghambat pertumbuhan Aeromonas salmonicida, isolat ini juga efektif dalam menekan pertumbuhan V. angillarum dan V. ordalii. Isolat RM7 yang identik dengan Pseudomonas fluorescens juga diketahui tidak bersifat patogen bagi organisme akuakultur. Bahkan Nour & Abou El-Ghiet (2011) membuktikan bahwa P. fluorescens mampu menekan pertumbuhan A. hydrophila dan meningkatkan parameter hematologi, total protein, dan globulin ikan O. niloticus. Hasil identifikasi bakteri dominan pada saluran intestinal ikan kerapu bebek yang diberi probiotik menunjukkan bahwa bakteri tersebut berasal dari genus Chromobacterium, Benecka, Vibrio, Plesiomonas, Aeromonas, Moraxella, Brucella, Bordetella, Flavobacterium, dan Pseudomonas. Nayak (2010) menyebutkan bahwa genus Lactobacillus, Bacillus, Micrococcus, Pseudomonas, Vibrio and Aeromonas merupakan kelompok probiotik yang telah digunakan sebagai agen biokontrol dalam akuakultur. Keberadaan bakteri probiotik dapat meningkatkan produksi enzim exogenous dalam saluran intestinal ikan. Menurut Wang et al. (2007), probiotik mampu menghasilkan beberapa enzim exogenous untuk pencernaan pakan seperti amilase, protease, lipase, dan selulase. Hasil analisis aktivitas enzim pada penelitian ini menunjukkan bahwa enzim amilase terdeteksi cukup tinggi dibandingkan enzim protease dan lipase. Hasil tertinggi ditunjukkan pada perlakuan pemberian probiotik RM5 yaitu 1.68±0.04 U/mL/menit, diikuti RM3, RM4, dan RM7 masing-masing, 1.21±0.08 U/mL/menit, 1.06±0.01 U/mL/menit, dan 0.98±0.01 U/mL/menit. Bakteri probiotik RM3, RM4, RM5, dan RM7 yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek adalah bakteri yang mempunyai aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik. Tingginya tingkat aktivitas enzim pada perlakuan pakan yang mengandung probiotik dapat membantu inang meningkatkan kecernaan protein, karbohidrat, lemak, dan selulosa, sehingga performa pertumbuhan semakin meningkat (Wang et al. 2007). Hasil serupa juga diperoleh pada penelitian pemberian probiotik pada udang yang menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas enzim amilase, protease, dan lipase dalam saluran pencernaannya (Wang 2007; Zokaeifar et al. 2012). Bahan pakan yang telah dirombak menjadi molekul-molekul sederhana kemudian diserap oleh usus, lalu masuk ke dalam peredaran darah, diedarkan ke seluruh jaringan dan masuk ke dalam sel. Di dalam sel, glukosa akan dioksidasi untuk menghasilkan energi sedangkan protein dan lemak di retensi di dalam jaringan tubuh, sehingga meningkatkan performa pertumbuhan. Pada penelitian ini meningkatnya aktivitas enzim diikuti dengan peningkatan pertumbuhan, retensi protein, dan retensi lemak, serta perbaikan nilai FCR diperoleh pada perlakuan probiotik RM3, RM4, dan RM5, sedangkan pada perlakuan probiotik RM7 tidak berbeda dengan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian probiotik melalui pakan mampu menghasilkan kinerja pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan probiotik pada pakan dapat memperbaiki

33

pertambahan bobot tubuh, laju pertumbuhan spesifik, dan rasio konversi pakan pada Penaeus vannamei (Wang 2007), rainbow trout (Onchorhynchus mykiss) (Bagheri et al. 2008) dan ikan Labeo rohita (Mohapatra et al. 2011). Probiotik yang berbeda memberikan efek yang berbeda terhadap aktivitas enzim. Aktivitas enzim protease, amilase dan lipase pada ikan Cyprinus carpio yang disuplementasi dengan probiotik Bacillus sp. menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan photosynthetic bacteria, namun suplementasi dengan gabungan kedua jenis probiotik tersebut menunjukkan aktivitas enzim pencernaan tertinggi (Wang & Xu 2006). Hasil serupa juga dilaporkan Wang (2007) untuk Penaeus vannamei. Model aksi dan efek menguntungkan dari probiotik dalam budidaya ikan adalah meningkatkan nilai nutrisi dari spesies inang melalui produksi dari penambahan enzim-enzim pencernaan serta pertumbuhan dan efisiensi pakan yang tinggi, melindungi intestinal dari gangguan dan menyerap faktor-faktor antinutrisi yang terdapat dalam bahan pakan (Verschuere et al. 2000; Ziaei-Nejad et al. 2006; Mohapatra et al. 2011). SIMPULAN Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bakteri probiotik RM3, RM4, dan RM5 yang disuplementasikan ke dalam pakan mampu memodulasi mikroflora intestinal, sehingga dapat meningkatkan aktivitas enzim pencernaan. dan kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek. Pertambahan bobot biomassa, laju pertumbuhan harian, retensi protein dan retensi lemak pada perlakuan RM3, RM4, dan RM5 menunjukan hasil yang lebih tinggi, serta rasio konversi pakan yang lebih rendah dibandingkan perlakuan RM7 dan kontrol.

34

4 KAJIAN KINERJA PERTUMBUHAN, AKTIVITAS ENZIM PENCERNAAN, DAN STATUS KESEHATAN IKAN KERAPU BEBEK YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG BERBAGAI SINBIOTIK ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja pertumbuhan, aktivitas enzim pencernaan, dan status kesehatan ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik. Probiotik yang digunakan adalah isolat RM3, RM4, RM5, dan RM7 yang berasal dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek. Sedangkan prebiotik diperoleh dari ekstraksi ubi jalar varitas sukuh (Ipomoea batatas L.). Penelitian ini terdiri dari empat kombinasi sinbiotik yang mengandung 1% bakteri probiotik, yakni RM3, RM4, RM5, RM7 dan 2% prebiotik, serta satu perlakuan kontrol (tanpa suplementasi sinbiotik). Rancangan acak lengkap dengan lima perlakuan dan tiga ulangan digunakan dalam penelitian ini. Perlakuan diberikan selama 40 hari dan dilanjutkan dengan uji tantang menggunakan bakteri V. algynoliticus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan suplementasi sinbiotik yang mengandung probiotik RM4 dan RM7 menghasilkan pertambahan berat, laju pertumbuhan spesifik, retensi protein, rasio konversi pakan, dan rasio RNA/DNA yang lebih baik dibanding kontrol dan perlakuan lainnya. Aplikasi sinbiotik juga memperbaiki aktivitas enzim pencernaan (amilase, lipase dan protease), dan biokimia darah (glukosa dan trigliserida) serta mampu meningkatkan status kesehatan ikan dibandingkan dengan tanpa pemberian sinbiotik.

Kata kunci : enzim pencernaan, status kesehatan, kerapu bebek, pertumbuhan, sinbiotik

35

STUDY OF GROWTH PERFORMANCE DIGESTIVE ENZYME ACTIVITY AND HEALTH STATUS OF HUMPBACK GROUPER FED WITH VARIOUS SYNBIOTICS ABSTRACT Objective of this research was to evaluate of growth performance, digestive enzyme activity, and health status of humpback grouper (Cromileptes altivelis) supplied by various synbiotics supplement. Isolate RM3, RM4, RM5, and RM7 as probiotics were obtained from humpback grouper digestive tract, while prebiotic was obtained from the extracts of sweet potato (Ipomoea batatas L.). The experiments comprised of four combination of synbiotics containing 1% probiotic bacteria in treatment with strains RM3, RM4, RM5, RM7 respectively and 2% prebiotic, one treatment without synbiotic supplementation. Completely randomized design with five treatments and three replicates was applied for the experiment during 40 days rearing period. After 40 days reared, fish injected with V. alginolyticus for challenge test. Health status of fish was observed in ten days. The result indicated that treatment with strain probiotic RM4 and RM7 were significantly different (P<0.05) compare with other treatment for weight gain, specific growth rate (SGR), protein retention, feed convertion ratio, and RNA/DNA ratio. Application of synbiotic treatment also showed improved of digestive enzyme activity (amylase, protease, and lipase), and biochemical plasma (glucose and triglyceride). Humpback grouper fed with synbiotic RM3, RM4, RM5, and RM7 capable to increasing fish health status compare with fed without synbiotic. Keywords: digestive enzyme, health status, humpback grouper, growth, synbiotic

36

PENDAHULUAN Akuakultur menjadi bagian terpenting sebagai penyedia sumber protein hewani selain hewan ternak terrestrial. Salah satu spesies akuakultur laut yang bernilai ekonomis tinggi adalah ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang telah dibudidayakan di beberapa wilayah di Indonesia secara intensif. Namun demikian budidaya ikan kerapu bebek dihadapkan pada berbagai kendala yang berhubungan dengan kinerja pertumbuhan yang lambat. Menurut Usman et al. (2005) ikan kerapu bebek merupakan slow-growing species, memerlukan waktu yang lama untuk mencapai ukuran konsumsi dibandingkan dengan spesies kerapu lainnya. Pembesaran ikan kerapu bebek ukuran 10 g membutuhkan waktu 14 bulan untuk mencapai berat 500 g (Sutarmat et al. 2003). Disamping kendala yang berhubungan dengan kinerja pertumbuhan yang lambat, masalah penyebaran penyakit juga menjadi faktor pembatas dalam industri ini, terutama penyakit bakterial (Murjani 2002; Sarjito et al. 2009). Nutrisi untuk ikan kerapu bebek telah banyak diteliti (Laining et al. 2003; Shapawi et al. 2007; Williams 2009). Penelitian tersebut lebih difokuskan kepada kebutuhan nutrient untuk pertumbuhan. Nutrisi untuk manajemen kesehatan ikan terutama berkaitan dengan penanganan stres menggunakan formulasi pakan mengandung Fe telah diteliti oleh Setiawati (2010) dan selenium (Hamzah 2013). Penelitian nutrisi yang berkaitan dengan peningkatan status kesehatan ikan menjadi prioritas utama untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan kimia berbahaya. Saat ini, probiotik sudah menjadi bagian dari suatu sistem akuakultur yang berfungsi untuk meningkatkan produksi (Balcazar et al. 2006). Probiotik merupakan mikroorganisme yang hidup berkolonisasi di dalam saluran pencernaan. Pemberian secara eksogen sebagai suplemen pakan membutuhkan properti untuk berdifferensiasi menjadi mikrobiota komensal. Namun konsep probiotik bersifat terbatas karena dipengaruhi oleh kemampuan survival, kolonisasi, dan kompetisi nutrisi. Kelangsungan hidup bakteri probiotik di dalam mikro ekosistem saluran pencernaan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti obat-obatan dan pakan (Gourbeyre et al. 2011). Strategi alternatif untuk memperbaiki keseimbangan mikrobiota adalah menggunakan prebiotik (Gibson et al. 2004). Prebiotik merupakan bahan pakan yang tidak dicerna, tetapi bisa difermentasi oleh bakteri, sehingga memberikan efek menguntungkan pada inang. Sumber prebiotik dapat diperoleh dari umbi-umbian berupa rafinosa, oligofruktosa, dan maltotriosa dalam ubi jalar (Ipomoea batatas L.) (Rini 2008; Marlis 2008). De Preter et al. (2011) menjelaskan bahwa kemampuan survival, kolonisasi, dan efek menguntungkan dari probiotik eksogen mampu ditingkatkan dan diperbanyak melalui penambahan prebiotik secara simultan. Aplikasi dari perpaduan tersebut disebut dengan sinbiotik. Kombinasi Bacillus spp. dan mannanoligosakarida pada larva lobster Eropa (Hommarus gammarus L.) (Daniels et al. 2013), kombinasi Enterococus faecalis dan mannanoligosakarida pada rainbow trout (Oncorhyncchus mykiss) (Rodriguez-Estrada et al. 2009), serta Bacillus subtilis dan fruktooligosakarida pada Larimichtys crocea (Ai et al. 2011) yang disuplementasikan dalam pakan telah berhasil memperbaiki pertumbuhan, respons imun dan resistensi terhadap penyakit.

37

Pada penelitian ini digunakan bakteri probiotik RM3, RM4, RM5, dan RM7 yang telah diisolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek. Aplikasi suplementasi sinbiotik dilakukan dengan mengkombinasikan masing-masing isolat probiotik tersebut dengan prebiotik yang diekstraksi dari ubi jalar varietas sukuh. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi respons pertumbuhan, aktivitas enzim pencernaan, dan haematologi ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik. Suplementasi sinbiotik pada pakan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi, melalui peningkatan daya cerna, penyerapan zat gizi, dan efisiensi pakan serta memperbaiki status kesehatan dalam budidaya ikan kerapu bebek.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan September-Desember 2013 di Laboratorium Kesehatan Ikan, dan Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB serta Laboratorium Nutrisi Ternak, Fakultas Peternakan IPB. Persiapan Prebiotik Ekstraksi oligosakarida mengacu pada metode Muchtadi (1989). Sebanyak 500 g tepung ubi jalar varietas sukuh dicampur air dengan perbandingan 1 : 1 (w/v) dan dikukus pada suhu 100oC selama 30 menit. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 55oC selama 18 jam. Selanjutnya digiling dan disaring dengan ayakan hingga tepung kukus ubi jalar dapat terkumpul. Pada proses ekstraksi, sebanyak 10 g tepung disuspensikan ke dalam 100 mL etanol 70% dan diaduk selama 15 jam menggunakan magnetic strirer pada suhu ruang. Setelah itu dilakuan penyaringan menggunakan kertas saring dan residu dicuci dengan menggunakan etanol 70%. Filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator vakum pada suhu 40oC. Hasil pemekatan disentrifuse pada 5000 rpm selama 10 menit untuk mengendapkan kotoran dan padatan sehingga ekstrak mudah disterilisasi dengan kertas saring 0,2 um. Total padatan terlarut dari oligosakarida yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5%. Komposisi oligosakarida dalam ubi jalar diestimasi menggunakan HPLC (Tabel 8) Tabel 8. Komposisi oligosakarida ubi jalar varietas sukuh (I. batatas) Parameter Fruktooligosakarida (FOS) Galaktooligosakarida (GOS) Inulin

Unit (g/100g) 1.015 1.488 1.115

38

Persiapan Probiotik Bakteri probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat RM3, RM4, RM5 dan RM7. Sebelum digunakan bakteri ditumbuhkan pada media SWC-cair menggunakan waterbath shaker pada kecepatan 140 rpm, suhu 29oC dan dilakukan pemanenan sesuai waktu pencapaian fase eksponensial. Persiapan Pakan Pakan yang digunakan dalam percobaan ini adalah pakan komersial (Otohime Marine Weaning Diet EP 1 Japan) size 1,5 mm. Sebelum digunakan pakan ditimbang masing-masing 3% bobot biomassa per hari yang ditambahkan 1% kandidat probiotik yang telah diisolasi dan diseleksi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek yaitu RM3, RM4, RM5 dan RM7 dengan 2% prebiotik yang diekstraksi dari ubi jalar varietas sukuh dan pakan kontrol tanpa penambahan sinbiotik. Semua pakan perlakuan disalut dengan 2% putih telur. Pakan dikeringanginkan selama lebih kurang 15 menit untuk mengurangi kelembaban sebelum diberikan pada ikan. Pembuatan pakan sinbiotik dilakukan setiap hari. Analisis proksimat pakan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada (Tabel 9). Tabel 9. Komposisi proksimat pakan (%) Komposisi nutrien*

Perlakuan

RM3

RM4

RM5

RM7

Tanpa sinbiotik

Air 11.45 10.17 Protein 37.99 37.07 Lipid 15.48 15.53 Abu 13.80 13.95 Serat kasar 0.65 0.68 BETN** 20.63 22.59 *Dalam berat basah **BETN, Bahan ekstrak tanpa nitrogen

10.92 38.71 15.35 13.72 0.28 21.02

10.94 39.66 15.68 13.83 0.36 19.52

10.61 39.46 13.49 14.29 0.17 22.02

Pemeliharaan Hewan Uji Sebanyak 120 ekor fingerling ikan kerapu bebek (C. altivelis), diperoleh dari Balai Penelitian Budidaya Laut Situbondo, Indonesia dengan berat awal ratarata 4.75 ± 0.02 g. Sebelum eksperimen dimulai, ikan diaklimatisasi terlebih dahulu selama 1 minggu dalam tangki fiber glass volume 1 ton dengan sistem aerasi. Eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan, yaitu: RM3 (pakan komersial + 1% probiotik RM3 + 2 % prebiotik), RM4 (pakan komersial + 1% probiotik RM4 + 2 % prebiotik), RM5 (pakan komersial + 1% probiotik RM5 + 2 % prebiotik), RM7 (pakan komersial + 1% probiotik RM7 + 2% prebiotik) dan perlakuan pakan komersial tanpa sinbiotik. Ikan dipelihara dalam 15 akuarium berukuran 60x30x30 cm dengan volume air 36 L. Pada setiap akuarium diberi aerasi dan masing-masing akuarium diisi ikan uji sebanyak 8 ekor. Sebelum pemeliharaan, ikan dipuasakan terlebih

39

dahulu selama 24 jam dengan tujuan menghilangkan sisa pakan dalam saluran pencernaan selama aklimatisasi. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 40 hari, dan diberi pakan dengan frekuensi pemberian dua kali sehari pada jam 08.00 dan 16.00 sebanyak 3%/BB. Penyiponan dilakukan setiap hari untuk membuang kotoran yang mengendap di dasar akuarium. Setiap hari dilakukan pergantian air sebanyak 10%, dan setiap 10 hari air diganti secara total bersamaan dengan penimbangan bobot dan pengukuran panjang tubuh. Kualitas air yang terukur selama penelitian adalah suhu 27 – 28oC, salinitas 28 – 30 ppt, DO (kelarutan oksigen) 5.2 – 6.7, pH 7.1 – 8.1, dan TAN 0.118 – 0.329 ppm. Pengamatan pengaruh pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik terhadap kinerja pertumbuhan ikan dilakukan dengan melakukan penimbangan bobot tubuh ikan, penghitungan konsumsi pakan, pengukuran proksimat tubuh, uji aktivitas enzim pencernaan, dan tingkat kelangsungan hidup. Pengambilan sampel darah dilakukan pada masing-masing perlakuan untuk melihat status kesehatan ikan. Sampel darah diambil dari vena caudal dengan menggunakan srynge yang telah diberi antikoagulan, kemudian disimpan dalam tabung eppendorf untuk selanjutnya diamati di laboratorium. Pengujian daya cerna pakan dilakukan selama 14 hari. Pakan perlakuan ditambahkan Cr2O3 sebanyak 0,6 % sebagai indikator kecernaan. Penyiponan dilakukan sesaat setelah pemberian pakan, untuk menghindari tercampurnya pakan dengan feses. Pengumpulan feses dilakukan setelah 3 hari ikan mengkonsumsi pakan mengandung Cr2O3. Pengambilan feses dilakukan setiap hari selama pemeliharaan. Feses dikumpulkan segera setelah ikan mengeluarkan feses untuk menghindari terjadinya pencucian. Feses dimasukkan dalam botol film dan disimpan dalam lemari pendingin sampai analisis dilakukan. Analisis Kimia Analisis kimia meliputi : 1) analisis proksimat terhadap ikan dan pakan dengan metode Takeuchi (1988); 2) analisis kadar glikogen hati dan otot mengacu pada metode Wedemeyer dan Yasutake (1977); 3) aktivitas enzim protease menurut metode Bergmeyer dan Grassi (1983), amilase berdasarkan metode Bergmeyer dan Grassi (1983) dan aktivitas enzim lipase menurut metode Tietz & Friedrick dalam Borlongan (1990); 4) rasio RNA/DNA menggunakan gene quant calculator; 5) kecernaan pakan ditentukan dengan metode tidak langsung menggunakan 0,6 % chromic oxide (Cr2O3) sebagai indikator kecernaan (Takeuchi 1988) (Lampiran 5); 6) analisis gambaran darah (Lampiran 6) yang meliputi pengukuran kadar hemoglobin menurut metode Sahli dengan sahlinometer (Wedemeyer dan Yasutake 1977); kadar hematokrit dan indeks fagositik diukur dengan metode yang dikemukakan oleh Anderson dan Siwicki (1993); 7) analisis biokimia darah meliputi kadar glukosa darah dianalisis menggunakan metode enzymatic colorimetric menggunakan kit glucose liquicolor GOD-PAP; kadar trigliserida darah dianalisis berdasarkan metode enzymatic colorimetric test for triglycerides with lipid clearing factor menggunakan kit GPO-PAP. Kit GOD-PAP and GPO-PAP dari Human Gesselischaft fur biochemical und diagnostic mbH Germany.

40

Parameter Uji Parameter yang diamati dalam percobaan ini meliputi kecernaan nutrien, retensi protein dan lemak, laju pertumbuhan harian, rasio konversi pakan, aktivitas enzim pencernaan, kelangsungan hidup dan status kesehatan ikan. Kecernaan Nutrien Kecernaan total dihitung mengikuti formula Takeuchi (1988) = 100 (%Cr2O3pakan per % Cr2O3 feses x 100). Kecernaan protein = 100 - [(%Cr2O3 pakan per % Cr2O3feses) x (% protein feses per % protein pakan) x 100]. Retensi Nutrien (Protein, Lemak) Nilai retensi nutrien dihitung berdasarkan persamaan (Takeuchi1988); RN = [(F-I)/P] x 100% Keterangan : RN = Retensi nutrien: protein dan lemak (%) F = Jumlah nutrien tubuh ikan pada akhir pemeliharaan (gram) I = Jumlah nutrien tubuh ikan pada awal pemeliharaan (gram) P = Jumlah nutrien yang dikonsumsi ikan (gram) Laju Pertumbuhan Harian (LPH) LPH dihitung dengan menggunakan rumus (Huisman 1987): LPH (%) =

− 1 × 100%

Keterangan : Wt = Bobot ikan pada akhir perlakuan (gram) Wo = Bobot ikan pada awal pemeliharaan (gram) t = Periode pemeliharaan (hari) Rasio Konversi Pakan (FCR) Rasio konversi pakan dihitung dengan menggunakan rumus (Lin et al. 2012): F FCR = _____________ (Wt + D) - Wo Keterangan: FCR = Rasio konversi pakan F = Bobot total pakan yang dikonsumsi (g) Wt = Bobot ikan pada waktu t (g) Wo = Bobot ikan pada awal pemeliharaan (g) D = Bobot ikan yang mati selama percobaan (g) Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup dihitung berdasarkan persamaan: [Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan/Jumlah ikan pada awal pemeliharaan] x 100% Analisis Aktivitas Enzim Saluran Pencernaan Analisis ini dilakukan pada akhir pemeliharaan dan aktivitas enzim yang di ukur adalah aktivitas enzim amilase berdasarkan metode (Bergmeyer & Grassi 1983). Aktivitas enzim lipase menurut metode Tietz & Friedrick dalam Borlongan (1990), dan protease, (Bergmeyer & Grassi 1983).

41

Status Kesehatan Ikan Setelah pemberian pakan mengandung sinbiotik selama 40 hari pemeliharaan, ikan kerapu bebek diuji tantang dengan bakteri V.alginolyticus. Ikan disuntik secara intramuscular dengan menggunakan dosis berdasarkan Satyantini (2013) yaitu 3.26 x 108 cfu/ mL sebanyak 0.1 mL/ekor. Ikan kerapu pada perlakuan kontrol positif (KP) disuntik dengan V. alginolyticus dengan dosis yang sama, pada kontrol negatif (KN) disuntik dengan larutan PBS 0.1 mL/ekor. Ikan dipelihara pada wadah dengan ukuran 60x30x30 cm dengan volume air 36 L dengan kepadatan 8 ekor/akuarium. Ikan diberi makan dua kali sehari, sisa pakan dan kotoran dikeluarkan dengan penyiphonan dan air yang terbuang diganti dengan air baru. Pengamatan mortalitas, tingkah laku, dan gejala klinis ikan diamati setiap hari selama 10 hari perlakuan uji tantang. Selama 10 hari pengamatan, semua ikan uji diberikan pakan komersil biasa. Peubah yang diamati untuk melihat status kesehatan ikan meliputi gambaran darah dan performa histologis. Parameter darah diambil pada hari ke-40, hari ke-45 dan ke- 50. Desain percobaan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Analisis Data Analisis data dilakukan dengan dua metode yaitu dan analisis statistik pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) dan analisis deskriptif eksploratif. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor dengan menggunakan statistical software IBM SPSS statistics version 17.0. Apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dengan bantuan piranti lunak SPSS versi 22. Analisis statistik digunakan untuk kinerja pertumbuhan dan analisis deskriptif eksploratif digunakan untuk status kesehatan ikan. HASIL Kecernaan Pakan dan Aktivitas Enzim Pencernaan Nilai kecernaan nutrien pada pakan ikan kerapu bebek yang mengkonsumsi pakan mengandung berbagai sinbiotik disajikan pada Tabel 10. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik memiliki nilai kecernaan protein dan kecernaan total yang lebih baik jika dibandingkan dengan nilai kecernaan ikan yang diberi pakan tanpa penambahan sinbiotik. Perlakuan RM7 memiliki nilai kecernaan protein 91.17±1.75% dan kecernaan total 66.92±2.08% lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Namun secara keseluruhan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa daya cerna pakan pada ikan yang diberi perlakuan sinbiotik nyata lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan tanpa pemberian sinbiotik.

42

Tabel 10. Kecernaan protein (Kprot) dan kecernaan total (Ktn), ikan kerapu bebek yang diberi pakan dengan suplementasi berbagai sinbiotik. Parameter RM3 88.89± 0.75a 64.32 ± 1.44a

Kprot (%) Ktn(%)

Perlakuan RM5

RM4 90.12± 0.26a 63.73 ± 1.61a

88.85 ± 0.04a 65.90 ± 0.16a

RM7

Tanpa sinbiotik

91.17 ±1.75a 66.92 ± 2.08a

86.02± 0.91b 51.16 ± 0.97b

Nilai rata-rata pada lajur yang sama dengan superskrip yang berbeda, secara signifikan berbeda P<0.05)

Aktivitas enzim protease, lipase dan amilase pada akhir periode pemeliharan ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung sinbiotik dapat dilihat pada Gambar 10 A – C. Hasil analisis enzim pencernaan menunjukkan bahwa perlakuan RM4 memiliki nilai yang lebih tinggi untuk aktivitas amilase, lipase dan protease masing-masing sebesar 8.52±0.39 U/mL/menit, 0.066±0.005 U/mL/menit, dan 0.057±0.002 U/mL/menit jika dibandingkan perlakuan lainnya. A

B 0,07

a

0,06

ab

0,05

ab

bc

c

0,04 0,03 0,02 0,01

Aktivitas Lipase (Unit/mL/menit)

Aktivitas Protease (Unit/mL/menit)

0,07

0,06

b a

a a

ab a

ab a

ab a

0,05 0,04 0,03 0,02 0,01

0,00 RM3 RM4 RM5 RM7

K

Perlakuan

0,00 RM3 RM4 RM5 RM7

K

Perlakuan

C Aktivitas Amilase (Unit/mL/menit)

10

a

8 6 4

b

c

cd

d

2 0 RM3 RM4 RM5 RM7

K

Perlakuan

Gambar 10. Aktivitas enzim protease (A), aktivitas enzim lipase (B), dan aktivitas enzim amilase (C) dalam saluran cerna C. altivelis pada perlakuan sinbiotik yang berbeda. K (tanpa sinbiotik),

43

Biokimia Darah Kadar glukosa dan trigliserida darah pada akhir periode pemeliharaan ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik disajikan pada Tabel 11. Nilai glukosa darah pada perlakuan sinbiotik lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai glukosa darah pada ikan yang diberi perlakuan tanpa pemberian sinbiotik. Nilai glukosa darah pada pada perlakuan tanpa sinbiotik sebesar 104.81 ± 6.12 mg/dL secara nyata lebih tinggi dari semua perlakuan pemberian sinbiotik (P<0.05). Hasil analisis kadar trigliserida darah pada ikan kerapu bebek yang diberikan pakan mengandung sinbiotik juga menunjukan hasil yang lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai trigliserida darah pada ikan yang diberi perlakuan tanpa pemberian sinbiotik (Tabel 11). Nilai trigliserida darah ikan kerapu bebek yang tidak diberi pakan sinbiotik nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan pemberian sinbiotik (P<0.05). Tabel 11. Glukosa (mg/dL) dan trigliserida (mg/dL) darah ikan kerapu bebek yang diberi pakan dengan suplementasi berbagai sinbiotik . Perlakuan Parameter

Tanpa sinbiotik Glukosa 81.97±9.86b 61.54±7.48c 55.29±2.72c 68.51±9.18bc 104.81±6.12a Trigliserida 285.23±7.05bc 330.26±23.59b 243.39±17.72cd 214.20±32.30d 395.68±4.36a Nilai rata-rata pada lajur yang sama dengan superskrip yang berbeda, secara signifikan berbeda (P<0.05) RM3

RM4

RM5

RM7

Kinerja Pertumbuhan Kinerja pertumbuhan benih ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik selama 40 hari masa pemeliharaan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) pada pertambahan berat, laju pertumbuhan harian, rasio konversi pakan, retensi protein, retensi lemak, dan rasio RNA/DNA (Tabel 12). Secara umum hasil yang didapatkan menunjukan bahwa ikan yang diberi pakan sinbiotik, perpaduan antara 2% prebiotik dengan masing-masing kandidat probiotik RM 4 dan RM 7 menghasilkan pertambahan bobot, laju pertumbuhan spesifik, rasio konversi pakan, retensi protein dan rasio RNA/DNA terbaik diantara semua perlakuan dan kontrol. Berdasarkan Tabel 12, pada penelitian ini diperoleh tingkat kelangsungan hidup (TKH) sebesar 100% pada semua perlakuan, sehingga tidak ada pengaruh nyata terhadap perlakuan (P>0.05). Sementara itu, pertambahan bobot (ΔW) terendah (P<0.05) diperoleh pada perlakuan tanpa sinbiotik, sedangkan ΔW tertinggi (P<0.05) diperoleh pada perlakuan RM7. Pertambahan bobot pada perlakuan sinbiotik RM7 lebih tinggi 45.83% dibandingkan dengan perlakuan tanpa sinbiotik, diikuti perlakuan RM4, RM5, dan RM3 masing-masing 36.08%, 17.58%, dan 14.46 %. Nilai laju pertumbuhan harian (LPH) yang lebih tinggi terjadi pada perlakuan RM7 dan RM4. Nilai rasio konversi pakan (FCR) yang lebih rendah dihasilkan pada perlakuan RM4 dan RM7, nilai FCR perlakuan RM5 tidak berbeda nyata dengan kedua perlakuan tersebut (P>0.05); FCR tertinggi terjadi pada perlakuan RM3, FCR pada perlakuan tanpa sinbiotik tidak berbeda nyata dengan perlakuan RM3 (P>0.05). Pada peneilitian ini perlakuan yang

44

diberikan tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) pada RL, ditunjukkan dengan nilai RL yang diperoleh tidak berbeda pada semua perlakuan. Rasio RNA/DNA terendah terjadi pada perlakuan tanpa probiotik, rasio RNA/DNA perlakuan RM3 dan RM5 tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa probiotik (P>0.05); sedangkan rasio RNA/DNA tertinggi terjadi pada RM4, namun rasio RNA/DNA perlakuan RM7 tidak berbeda nyata dengan RM4 (P>0.05). Pada peneilitian ini perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) pada glikogen hati (GH), ditunjukkan nilai GH yang tidak berbeda pada semua perlakuan. Glikogen otot (GO) tertinggi terjadi pada perlakuan RM3 (P<0.05), sedangkan perlakuan yang lainnya memiliki nilai GO yang tidak berbeda (P>0.05). Tabel 12. Konsumsi pakan (KP), tingkat kelangsungan hidup (TKH), pertambahan berat (ΔW), laju pertumbuhan harian (LPH), rasio konversi pakan (FCR), retensi protein (RP), retensi lemak (RL), rasio RNA/DNA, glikogen hati (GH), dan glikogen otot (GO) ikan kerapu bebek yang diberi pakan dengan suplementasi berbagai sinbiotik. Perlakuan Parameter KP(g) TKH (%) ΔW (g) LPH (%) FCR RP (%) RL (%) RNA/DNA GH (mg/dL) GO (mg//dL)

RM3 54.58±5.28ab 100±0.00 a 44.55±4.18c 1.97±0.18bc 1.28±0.24a 40.56±6.13bc 50.27±4.95a 1.24±0.03bc 1.44±0.11a 0.16±0.06a

RM4 53.7±1.82ab 100±0.00a 54.51±1.73ab 2.22±0.03a 0.99±0.01b 55.76±3.13a 49.91±2.88a 1.45±0.12a 0.77±0.45a 0.06±0.02b

RM5 55.18±5.52a 100±0.00 a 49.12±5.06bc 2.01±0.14b 1.13±0.08ab 43.38±1.84bc 55.43±4.41a 1.26±0.06bc 0.17±0.12a 0.04±0.02b

RM7 55.78 ±1.02a 100±0.00a 55.95±3.96a 2.32±0.02a 1.00±0.04b 44.83±4.94b 51.43±3.20a 1.39±0.13ab 1.29±0.04a 0.02±0.00b

Tanpa sinbiotik 46.59±0.91b 100±0.00 a 36.78±2.36d 1.79±0.10c 1.27±0.07a 36.81±3.04c 53.57±2.33a 1.17±0.08c 0.55±0.11a 0.06±0.03b

Nilai rata-rata pada lajur yang sama dengan superskrip yang berbeda, secara signifikan berbeda (P<0.05)

Status Kesehatan Ikan Status kesehatan ikan kerapu bebek yang diberi perlakuan pemberian pakan mengandung sinbiotik selama 40 hari, kemudian dilakukan uji tantang dapat dilihat dari gambaran darah (hematologi). Nilai hemoglobin, hematokrit, dan aktivitas fagositik pada akhir periode pemeliharaan 40 hari dengan pemberian pakan mengandung sinbiotik dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan data Tabel 13 terlihat bahwa hampir semua benih ikan kerapu yang diberi perlakuan RM3, RM4, RM5, dan RM7 memiliki nilai hemoglobin, hematokrit dan aktivitas fagositik yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Status kesehatan ikan yang diberi perlakuan sinbiotik selama 40 hari terlihat lebih siap untuk menghadapi serangan penyakit atau lebih protektif.

45

Tabel 13. Hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan aktivitas fagositik (AF) ikan kerapu bebek yang diberi pakan dengan suplementasi berbagai sinbiotik. Perlakuan Parameter

Tanpa sinbiotik Hb (g%) 6.60 ± 0.57a 6.10 ± 0.99a 5.80 ± 0.57a 5.60 ± 0.28ab 4.22 ± 0.31b ab a ab a Ht (%) 27.26 ± 0.47 30.78 ± 0.67 25.72 ± 4.03 34.75 ± 3.39 16.11 ±8.64b a a b a AF (%) 29.29 ± 1.01 27.27 ± 0.01 18.82 ± 1.66 31.79 ± 4.55 16.25 ± 5.30b Nilai rata-rata pada lajur yang sama dengan superskrip yang berbeda, secara signifikan berbeda (P<0.05) RM3

RM4

RM5

RM7

Setelah perlakuan pemberian sinbiotik selama 40 hari, ikan kemudian diinfeksi dengan bakteri patogen Vibrio alginolyticus dan dipelihara dengan pakan kontrol selama 10 hari untuk pengamatan status kesehatannya. Status kesehatan ikan yang diamati meliputi hematologi, tingkah laku dan gejala klinis, kerusakan jaringan, dan kelangsungan hidup ikan. Hasil pengamatan hematologi yang meliputi kadar hemoglobin, hematokrit, dan aktivitas fagositik disajikan pada Gambar 11, Gambar 12, dan Gambar 13. Kadar hemoglobin ikan kerapu bebek pada perlakuan sinbiotik pada hari ke-45 (lima hari setelah infeksi) berada pada kisaran 4.2-6.3% dan menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibanding kontrol positif (tanpa pemberian sinbiotik) dengan nilai 4.3±0.14 %. Kadar hemoglobin tertinggi terdapat pada perlakuan RM4 dengan nilai 6.3±0.42 %. Sedangkan pada hari ke-50 (sepuluh hari setelah infeksi), nilai kadar hemoglobin pada semua perlakuan mengalami kenaikan. Kadar hemoglobin tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian sinbiotik RM4 (8.8±0.28%) diikuti oleh perlakuan RM7 (8.5±0.99%). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa seluruh perlakuan sinbiotik memiliki kadar hemoglobin yang lebih tinggi dibanding kontrol positif (4.4±0.57%).

Hemoglobin (g%)

10 8 6 Hari ke 45

4

Hari ke 50

2 0

RM3

RM4

RM5

RM7

K-

K+

Perlakuan

Gambar 11. Kadar hemoglobin (g%) ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik pascainfeksi dengan V. alginolyticus . Hasil pengamatan kadar hematokrit (Gambar 12) ikan pascainfeksi (H45) tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan sinbiotik RM7 yaitu 31.52±8.46%

46

dan terendah terdapat pada kontrol positif dengan nilai 10.93±5.10%. Pada lima hari pasca uji tantang, kadar hematokrit seluruh perlakuan sinbiotik menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibanding kontrol positif. Setelah hari ke-50 nilai kadar hematokrit pada semua perlakuan mengalami kenaikan. Kadar hematokrit pada perlakuan penambahan sinbiotik RM7 juga menunjukkan nilai tertinggi yaitu 32.46±3.05%, dan seluruh perlakuan sinbiotik tetap memiliki kadar hematokrit yang lebih tinggi dibanding dengan kontrol positif 15.25±1.22%. 35 Hematokrit (%)

30 25 20 15

Hari ke 45

10

Hari ke 50

5 0

RM3

RM4

RM5

RM7

K-

K+

Perlakuan

Gambar 12. Kadar hematokrit (%) ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik pascainfeksi dengan V. alginolyticus. Aktivitas fagositik ikan (Gambar 13) pada lima hari pasca infeksi (hari ke45) pada seluruh perlakuan sinbiotik menghasilkan nilai yang lebih tinggi dibanding kontrol. Perlakuan penambahan sinbiotik RM7 memiliki nilai aktivitas fagositik tertinggi yakni 50.00±5.44%, sedangkan nilai terendah terdapat pada kontrol negatif dengan nilai 23.64±5.14%, dan diikuti oleh kontrol positif dengan nilai 26.07±1.09%. Pasca infeksi pada hari ke-50, akitivitas fagositik pada perlakuan penambahan sinbiotik RM7, kontrol negatif, dan kontrol positif mengalami penurunan. Sedangkan aktivitas fagositik perlakuan sinbiotik RM3, RM4, dan RM5 mengalami peningkatan. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan RM3 yaitu 46.41±1.35%, dan diikuti oleh perlakuan probiotik RM7 dengan nilai 44.17±3.54%. Sedangkan nilai fagositik terendah terdapat pada perlakuan kontrol negatif dengan nilai 22.50±3.54%, dan diikuti oleh kontrol positif dengan nilai 24.85±2.14%.

47

Aktivitas Fagositik (%)

50 40 30 Hari ke 45

20

Hari ke 50

10 0

RM3

RM4

RM5

RM7

K-

K+

Perlakuan

Gambar 13. Aktifitas fagositik (%) ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik pascainfeksi dengan V. alginolyticus.

Tingkah laku dan Gejala Klinis Ikan Pengamatan pada tingkah laku dan gejala klinis ikan dilakukan untuk mengetahui perkembangan infeksi V. alginolyticus pada hewan uji (Gambar 14). Ikan kerapu bebek yang telah diinfeksi oleh V. alginolyticus, menunjukkan gejala tidak nafsu makan, tingkah laku berenang yang tidak seimbang (whirling), kecenderungan untuk berenang di dasar akuarium, dan mudah stres. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa terjadi perubahan makro anatomi pada ikan kerapu bebek. Perubahan awal yang terjadi adalah munculnya gejala klinis berupa nekrosis. Kemudian diikuti dengan tukak dan ulcer pada bagian punggung dan hemoragi pada bagian pangkal ekor. Pada tahap lanjut dari infeksi, ikan akan mengalami kematian.

48

a

c

a a

b

b

d

d

e

Gambar 14. Gejala klinis ikan kerapu bebek pascainfeksi dengan V. alginolyticus (a) ulcer, (b) eksoptalmi, (c) pendarahan pada sirip ekor, (d) pendarahan disekitar tutup insang, (e) pembengkakan pada bagian perut. Histologi Hasil pengamatan histologi pasca infeksi V. alginolyticus pada organ otot ikan yang dipelihara tanpa pemberian sinbiotik (K+), menunjukkan adanya pembengkakan serabut otot. Pada tahap infeksi berikutnya, pengamatan histologi menunjukkan terjadinya perubahan inti otot (pyknosis), serabut otot mengalami hialinasi dan serabut lebih mudah pecah dibanding serabut yang utuh. Kemudian serabut otot mengalami degenerasi dan nekrosis dikelilingi oleh histosit atau makrofag (Gambar 15). Hasil pengamatan histologi sel hati pada ikan perlakuan K+, menunjukkan adanya kondisi atrofi yakni sel hati mengecil dibandingkan kondisi ikan normal pada (ikan perlakuan K-). Sedangkan pada ikan perlakuan sinbiotik RM7, atrofi tidak terjadi dan kondisi sel hatinya sama dengan ikan pada perlakuan K-. Atrofi dapat terjadi pada ikan dengan kondisi tertekan atau depresi (Gambar 16).

49

A

C

B

Gambar 15. Histologi otot pada perlakuan K- (A), perlakuan RM7 (B), terjadi pyknosis pada ikan dan serabut lebih mudah pecah dan mengalami degenerasi pada perlakuan K+ (C). Perbesaran 40x (HE). Skala bar 50 µm

A

Gambar 16.

B

C

Histologi hati ikan kerapu bebek pada perlakuan K- (A), pada perlakuan RM7 (B) atrofi dan melanomacrophage center (mmc) pada perlakuan K+ (C). Perbesaran 40x (HE). Skala bar 50 µm

Histologi usus pada ikan tanpa pemberian sinbiotik, terjadi perubahan pada bentuk villi. Villi usus mengalami degenerasi ringan hingga berat, serta terdapat villi yang sangat jarang dan rusak (Gambar 17).

A

B

C

Gambar 17. Histologi usus ikan kerapu bebek pada perlakuan K- (A), perlakuan RM7, (B) dan perlakuan K+ degenerasi berat (C). Perbesaran 40x (HE) Skala bar 50 µm. Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup ikan selama 40 hari perlakuan pemberian berbagai sinbiotik adalah 100 % untuk semua perlakuan. Hasil pengamatan

50

hingga 10 hari pasca uji tantang menunjukkan tingkat kelangsungan hidup ikan pada perlakuan K+ sebesar 83.33%, sedangkan untuk perlakuan lainnya tetap 100%. PEMBAHASAN Kecernaan Nutrien, Aktivitas Enzim Pencernaan, dan Kinerja Pertumbuhan Aktivitas pengambilan makanan pada ikan erat kaitannya dengan nafsu makan, hal ini sangat menentukan jumlah pakan yang dikonsumsi (food intake) Pada penelitian ini jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan yang diberi perlakuan sinbiotik lebih tinggi (P <0.05) dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan tanpa penambahan sinbiotik (Tabel 12). Adanya probiotik dalam saluran pencernaan ikan kerapu dapat meningkatkan aktivitas pencernaan yang secara langsung akan meningkatkan aktifitas enzimatik pada saluran pencernaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan feed intake seperti yang terjadi pada ikan nila (Putra, 2010), serta ikan salmon dan rainbow trout (Robertson et al. 2000). Pencernaan merupakan proses yang kompleks, melibatkan sekresi enzim dan cairan digestif, penyerapan nutrien, dan evakuasi bahan pakan yang tidak tercerna (Rønnestad et al. 2007). Respons pemberian sinbiotik terhadap kecernaan pakan dapat dilihat dari nilai kecernaan total dan kecernaan protein. Ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung sinbiotik memiliki nilai kecernaan protein dan total yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan tanpa penambahan sinbiotik (Tabel 10). Kandidat probiotik yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek dan disuplementasikan ke dalam pakan dapat berfungsi sebagai penyedia enzim eksogen dan membantu proses penyederhanaan makro molekul pakan menjadi mikro molekul yang mudah diserap sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi atau senyawa pemula dalam sintesis komponen sel. Wang & Xu (2006) menjelaskan bahwa aplikasi probiotik yang sesuai akan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal dan pada akhirnya akan meningkatkan penyerapan nutrien. Mohapatra et al. (2012), juga menemukan bahwa pakan yang mengandung kombinasi dari tiga probiotik (Bacillus subtilis, Lactococcus lactis, dan Saccaromyces cerevisiae) memiliki nilai kecernaan protein dan total tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya masingmasing 86.2% dan 52.3%. Selanjutnya Faramazi et al. (2011) menjelaskan bahwa fungsi probiotik dalam meningkatkan pertumbuhan dan pemanfaatan pakan berkaitan erat dengan meningkatnya kecernaan nutrien. Respons fisiologis ikan kerapu bebek setelah menerima pakan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11 dan 12. Respons fisiologis ini dapat dilihat dari perbedaan kadar glukosa darah, trigliserida darah, glikogen hati, dan glikogen otot antara ikan yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik dan tanpa sinbiotik. Hamzah (2013) menunjukan bahwa hasil pengukuran kadar glukosa darah ikan kerapu bebek pada kondisi normal adalah 60.09 mg/dL. Nilai glukosa darah pada ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik berkisar antara 61.54 - 81.47mg/dL lebih rendah dibandingkan nilai glukosa darah pada perlakuan tanpa pemberian sinbiotik yakni 104.81±6.12 mg/dL (Tabel 11). Rendahnya kadar glukosa darah pada ikan yang mengkonsumsi pakan sinbiotik menunjukkan turnover rate glukosa lebih cepat. Penurunan ini diduga sebagai konsekuensi dari interaksi antara peningkatan absorbsi glukosa ke dalam sel dan

51

adanya kerja insulin. Lehninger (1982) menyatakan bahwa di dalam hati, terdapat enzim glukokinase, apabila glukosa darah meningkat, maka pankreas mensekresikan insulin untuk merangsang sintesis glukokinase. Glukokinase bekerja melangsungkan fosforilasi kelebihan glukosa darah membentuk glukosa6-fosfat yang diubah melalui glukosa-1-fosfat menjadi glikogen untuk disimpan di hati. Avella et al. (2010). menemukan bahwa larva sea bream yang diberi probiotik multi-spesies Bacillus sp menunjukkan ekspresi gen (Insulin like growth factor) IGF1 yang lebih tinggi dibandingkan kontrol, sedangkan ekspresi gen myostatin lebih rendah dibandingkan kontrol. Umumnya pada ikan karnivora, proses glukoneogenesis merupakan proses utama untuk memenuhi kebutuhan glukosa tubuh dan proses ini tetap aktif pada saat glukosa tinggi (Fu dan Xie 2004). Hal ini akan menyebabkan terjadinya hiperglikemia yang dapat memicu terjadinya stress oksidatif dan secara tidak langsung berdampak negatif pada proses metabolisme tubuh. Navarro et al. (2006), menyatakan pengaruh insulin terhadap metabolisme adalah menghambat glukoneogenesis dan mensintesa glikogen di hati, otot, dan jaringan lemak. Glukosa yang telah masuk ke dalam sel akan segera dimetabolisme untuk mencukupi kebutuhan energi dan kelebihan glukosa darah akan disimpan sebagai cadangan energi berupa glikogen di hati dan otot. Namun karena kemampuan hati dan otot untuk menyimpan glikogen terbatas, maka kelebihan glukosa darah segera dikonversi menjadi trigliserida, dan selanjutnya disimpan dalam jaringan adipose. Tingginya proses lipogenesis pada semua ikan perlakuan sinbiotik dapat dilihat dari tingginya nilai retensi lemak dan tidak berbeda nyata dengan ikan tanpa pemberian sinbiotik (Tabel 12). Nilai trigliserida darah pada ikan yang diberi perlakuan berbagai sinbiotik secara nyata (P<0.05) lebih rendah dibandingkan dengan ikan kerapu bebek pada perlakuan tanpa sinbiotik. Tingginya kadar trigliserida darah diduga disebabkan sintesa endogenous trigliserida yang berasal dari glukosa hasil dari mobilisasi glikogen hati dan asam-asam lemak bebas yang ditransfor dari jaringan adipose ke hati (Groff & Gropper 2000). Diantara empat komposisi sinbiotik yang diteliti, kombinasi antara 2% prebiotik dengan masing-masing bakteri probiotik RM 4 dan RM 7 menghasilkan pertambahan bobot, laju pertumbuhan spesifik, rasio konversi pakan, retensi protein dan rasio RNA/DNA terbaik diantara semua perlakuan dan kontrol (Tabel 12). Hasil penelitian ini sejalan dengan yang ditunjukan oleh kombinasi Bacillus spp dan mannanoligosakarida pada larva lobster European (Hommarus gammarus L.) (Daniels et al. 2013), serta kombinasi Enterococus faecalis dan mannanoligosakarida pada rainbow trout (Oncorhyncchus mykiss) (RodriguezEstrada et al. 2009). Prebiotik yang diekstraksi dari ubi jalar varietas sukuh (I. batatas) sangat sesuai untuk perlakuan RM4 dan RM7, tetapi untuk parameter pertumbuhan pada perlakuan RM3 dan RM5 tidak berbeda dengan kontrol. Percobaan sinbiotik pada yellow croaker, Larimichtys crocea juga menunjukkan hal yang sama, bahwa tidak terdapat interaksi yang signifikan antara Bacillus subtilis dan fruktooligosakarida yang diamati di bawah kondisi penelitian (Ai et al. 2011). Selanjutnya dijelaskan bahwa prebiotik secara selektif dapat difermentasi oleh bakteri usus spesifik dan memodulasi pertumbuhan dan/atau aktivitas bakteria

52

tersebut, efek sinbiotik juga secara potensial dipengaruhi oleh spesies dan lingkungan. Pertumbuhan ikan dapat diprediksi melalui estimasi rasio RNA/DNA (Glémet & Rodriguez 2007). Asam-asam nukleat memiliki peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan organisme. Variasi jumlah sel organisme dapat diestimasi melalui kandungan deoxyribonucleic acid (DNA), yaitu jumlah per nukleus dalam sel-sel somatik bersifat konstan, dan setiap nukleus berhubungan dengan sel. Sementara jumlah ribonucleic acid (RNA) secara langsung mengikuti laju sintesa protein (Dattesh et al. 2002). Rasio RNA/DNA pada perlakuan RM4 dan RM7 masing-masing 1.45±0.12 dan 1.39±0.13, secara signifikan lebih tinggi dari perlakuan lainnya dan kontrol (P<0.05;Tabel 12). Hasil ini konsisten dengan pertambahan berat ikan pada akhir penelitian masing-masing 54.51±1.73 g and 55.95±3.96 g masing-masing untuk perlakuan RM4 dan RM7, serta nilai retensi protein masing-masing 55.76±3.3 % untuk RM4 dan 44.83±4.94 % untuk RM7. Status Kesehatan Ikan Evaluasi status kesehatan ikan selama 10 hari pascainfeksi V. alginolyticus, menunjukan nilai gambaran darah yang cenderung menurun pada hari ke 45, kemudian meningkat kembali pada hari ke 50 (Gambar 10, 11, 12). Perubahan ini diduga karena adanya perubahan proses fisiologis ikan akibat adanya infeksi bakterial serta respons tubuh untuk mencapai keseimbangan (homeostasis). Efek pemberian sinbiotik menunjukkan bahwa rata-rata nilai hemoglobin, hematokrit, dan aktivitas fagositik pada perlakuan RM3, RM4, RM5, dan RM7 lebih tinggi dibanding perlakuan tanpa pemberian sinbiotik. Meningkatnya nilai hemoglobin dan hematokrit pada hari ke-50, menunjukan status kesehatan ikan yang berada pada kondisi baik. Secara umum pada perlakuan RM7 menunjukkan kondisi hematologi yang lebih baik dibanding perlakuan lainnya. Secara fisiologis, hemoglobin dapat menentukan status kesehatan dan tingkat ketahanan tubuh ikan. Hemoglobin merupakan protein dalam eritrosit yang tersusun atas protein globin tidak berwarna dan pigmen heme, yang berperan dalam proses pengangkutan oksigen dalam darah sehingga kemampuan darah dalam mengikat oksigen bergantung pada kadar hemoglobin (Lagler et al. 1977). Pada lima hari pascainfeksi (H45), kadar hemoglobin pada semua perlakuan mengalami penurunan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Saputra (2014) yang menunjukkan bahwa kadar hemoglobin ikan kerapu bebek mengalami penurunan lima hari pascainfeksi V. alginolyticus. Diduga menurunnya kadar hemoglobin disebabkan oleh aktivitas pengikatan zat besi oleh sel eritrosit berjalan lambat dibandingkan pada keadaan normal. Namun demikian kadar hemoglobin pada perlakuan pemberian sinbiotik lebih tinggi dibanding dengan perlakuan kontrol positif. Kadar hemoglobin yang lebih rendah pada perlakuan kontrol positif, dapat menjadi indikator bahwa ikan terkena anemia (Blaxhall 1971). Cerezuela et al. (2011) menyebutkan bahwa efek sinergisme dari aplikasi sinbiotik dapat secara signifikan meningkatkan respons imun tubuh pada inang. Penurunan kadar hematokrit pada hari ke lima pasca infeksi (H45) terjadi pada semua perlakuan. Namun nilai hematokrit pada ikan dengan perlakuan

53

sinbiotik lebih tinggi dari perlakuan tanpa sinbiotik. Perubahan jumlah hematokrit menunjukan respons ikan terhadap stres. Satheeshkumar et al. (2010) menyatakan bahwa hematokrit dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui kondisi anemia pada ikan yang dibudidayakan. Talpur dan Ikhwanuddin (2013) juga menyatakan bahwa rendahnya kadar hematokrit dapat menjadi indikasi ikan terserang anemia, hal tersebut terjadi karena ikan mengalami stres atau serangan penyakit. Pola penurunan yang sama juga terjadi pada penelitian Talpur et al. (2014), yang menjelaskan bahwa kadar hemoglobin serta kadar hematokrit ikan snakehead pascainfeksi Aeromonas hydrophila mengalami penurunan. Selanjutnya dijelaskan bahwa penurunan tersebut berkaitan dengan penurunan jumlah sel darah merah. Kadar hematokrit pada akhir pengamatan (H50) pada masingmasing perlakuan mengalami peningkatan dan kadar hematokrit pada perlakuan penambahan sinbiotik dapat dipertahankan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol positif. Fagosit adalah bagian paling kuat (most powerful) dan paling penting dari sistem pertahanan tubuh yang dapat beroperasi segera (tanpa penundaan) dalam melawan invasi mikroorganisme setelah melintasi permukaan tubuh dan masuk ke dalam tubuh (Mims et al. 2001). Fagositosis merupakan pertahanan pertama dari respons selular yang dilakukan oleh monosit (makrofag) dan granulosit (neutrofil). Pascainfeksi oleh bakteri V. alginolyticus, diketahui bahwa perlakuan sinbiotik menunjukkan aktivitas fagositik yang lebih tinggi dibanding kontrol positif. Pada penelitian Geng et al. (2011), menunjukkan bahwa perlakuan sinbiotik dengan kombinasi probiotik Bacillus subtilis dan prebiotik chitosan dapat meningkatkan aktivitas fagositik secara signifikan pada ikan cobia. Hal ini disebabkan probiotik bersama dengan prebiotik mampu memodifikasi sistem tanggap kebal bagi inang melalui interaksi dengan sel-sel epitel dan memodulasi sekresi citokin anti imflamasi, dan berinteraksi dengan sel imun seperti mononuclear phagocytic cells (monocytes, macrophages) dan polymorphonuclear leucocytes (neutrophils) dan NK cells untuk meningkatkan respons imun alami (innate immune). Berdasarkan hasil pengamatan tingkah laku, gejala klinis (makroanatomi), dan histologi (mikroanatomi) pada bagian otot, hati dan usus dari ikan kerapu bebek yang diinfeksi V. alginolyticus menunjukkan adanya gejala abnormalitas. Hal ini merupakan indikator bahwa ikan menunjukkan gejala sakit akibat adanya perlakuan infeksi bakteri yang diberikan. Reed and Francis-Floyd (1996) menjelaskan bahwa tanda-tanda penyakit vibriosis mirip dengan penyakit bakteri ikan lainnya, diantaranya adalah gejala lesu dan hilangnya nafsu makan. Pada tahap berikutnya, kulit dapat berubah warna merah dan mengalami nekrosis (kematian sel). Kemudian ikan menunjukkan adanya luka pada permukaan kulit. Setelah itu timbul bercak darah (erythema) di sekitar sirip dan mulut. Ketika penyakit menjadi sistemik, dapat menyebabkan exopthalmia ("pop-eye"), dan usus serta rektum dapat berdarah dan penuh dengan cairan. Pada kondisi yang parah ikan akan mengalami kematian. Berdasarkan hasil pengamatan tingkat kelangsungan hidup ikan pascainfeksi V. alginolyticus selama 10 hari, diketahui bahwa seluruh perlakuan sinbiotik tidak menunjukkan adanya mortalitas ikan. Sedangkan tingkat kelangsungan hidup pada kontrol positif adalah 83.33%,

54

SIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberian pakan mengandung sinbiotik berpengaruh terhadap aktivitas enzim pencernaan, kinerja pertumbuhan, dan status kesehatan ikan. Sinbiotik pada perlakuan RM4 dan RM7 merupakan kombinasi terbaik di antara perlakuan lainnya dengan meningkatkan parameter kinerja pertumbuhan, dan pemberian sinbiotik RM7 menunjukkan hasil status kesehatan terbaik dibanding kontrol dan perlakuan lainnya.

55

5 PEMBAHASAN UMUM Ikan kerapu bebek merupakan salah satu spesies penting dari kelompok kerapu (grouper) dalam industri marikultur di Indonesia. Pemilihan ikan kerapu bebek sebagai hewan uji, didasarkan pada kenyataan bahwa budidaya intensif yang dilakukan di sebagian wilayah Indonesia dihadapkan pada kendala yakni kinerja pertumbuhan ikan yang lambat dan status kesehatan yang rendah. Pembesaran ikan kerapu bebek dari ukuran 10 g membutuhkan waktu 14 bulan untuk mencapai berat 500 g (Sutarmat et al. 2003). Salah satu penyebab status kesehatan ikan menurun adalah keberadaan bakteri patogen yang menyebabkan infeksi. Penyakit vibriosis pada ikan kerapu diketahui merupakan salah satu penyebab rendahnya kelangsungan hidup baik pada usaha pembenihan maupun pembesaran (Murjani 2002). Penanganan penyakit bakterial yang dilakukan oleh sebagian besar pembudidaya ikan di Indonesia umumnya menggunakan antibiotik. Namun penggunaan antibiotik dapat menyebabkan perubahan komposisi mikrobiota di saluran pencernaan ikan. Selain itu, penggunaan antibiotik dalam jangka panjang dapat menyebabkan populasi bakteri resisten yang dapat membahayakan terhadap kesehatan masyarakat (Verschuere et al. 2000; Denev et al. 2009). Penggunaan probiotik atau kombinasi probiotik dan prebiotik yang dikenal sebagai sinbiotik, bisa menjadi metode alternatif dalam penanggulangan penyakit (Wang et al. 2008; Nayak 2010), meningkatkan pertumbuhan, respons imun dan resistensi terhadap penyakit (Ai et al. 2011; Lin et al. 2012; Giri et al. 2013), meningkatkan daya cerna pakan, retensi nutrien, aktivitas enzim pencernaan, dan mikroflora intestinal (Carnevali et al. 2006; Mazurkiewicz et al. 2007; Kesarcodi-Watson et al. 2008; Mohapatra et al. 2012). Bakteri kandidat probiotik pada penelitian ini diperoleh dari isolasi bakteri pada saluran pencernaan ikan kerapu bebek. Sebanyak 58 isolat bakteri yang telah berhasil diisolasi, diseleksi berdasarkan kemampuannya dalam menghidrolisis karbohidrat, protein, dan lemak. Pada tahap ini didapatkan 9 isolat potensial yang kemudian diseleksi kembali berdasarkan aktivitas enzim amilase, lipase, dan proteasenya. Hasil pada tahap ini diperoleh 6 isolat yang memiliki aktivitas enzim tertinggi yakni isolat RM2, RM3, RM4, RM5, RM7, dan RM8. Setelah dilanjutkan dengan uji antagonistik terhadap bakteri patogen Vibrio alginolyticus, uji patogenisitas, uji ketahanan asam-basa, uji penempelan, dan uji fase pertumbuhan bakteri, meloloskan 4 isolat bakteri yaitu RM3, RM4, RM5 dan RM7. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa isolat RM3 memiliki kemiripan 99.3% dengan Ewingella americana, RM4 memiliki kemiripan 86.0% dengan Vibrio alginolyticus, RM5 memiliki kemiripan 99.4% dengan Sphingomonas paucimobilis, dan RM7 memiliki kemiripan 96.9 % dengan Pseudomonas fluorescens. Isolat RM3 (E. americana) berhasil diisolasi dan ditumbuhkan pada media mengandung minyak zaitun. Berdasarkan Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology, bakteri ini mampu memfermentasi karbohidrat termasuk Dmannitol, D-mannose, dan trehalosa, D-glucose dan beberapa karbohidrat dikatabolisme dengan memproduksi asam (Holt et al. 1994).

56

Isolat RM4 (V. alginolyticus), juga berhasil ditumbuhkan pada media mengandung minyak zaitun, Secara umum bakteri ini dikenal sebagai bakteri patogen pada pemeliharaan ikan dan udang. Namun hasil uji patogenitas menunjukkan isolat RM4 tidak bersifat patogen pada ikan kerapu. Selain itu, probiotik RM4 pada penelitian ini memiliki aktivitas amilolitik dan lipolitik tertinggi pada uji in vitro. Berdasarkan Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology, spesies ini mampu memfermentasi karbohidrat termasuk maltose, D-mannose, dan trehalosa (Holt et al. 1994). Hasil penelitian Austin et al. (1995) menjelaskan bahwa V. alginolyticus, merupakan probion yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen Aeromonas salmonicida, V. alginolyticus, dan V. ordalii. RM5 Sphingomonas paucimobilis berhasil diisolasi dan ditumbuhkan pada media mengandung susu dan satu-satunya kandidat probiotik pada penelitian ini yang berasal dari Lampung. Informasi mengenai spesies ini sangat terbatas, namun San Miguel et al. (2009) melaporkan bahwa S. paucimobilis dapat dimanfaatkan sebagai bioremediator naphthalene, karena memiliki biosurfaktan, sehingga bisa diaplikasikan sebagai bioremediator untuk tanah dan air. RM7 Pseudomonas fluorescens, berhasil diisolasi dan ditumbuhkan pada media mengandung pati. Melalui seleksi antagonistik, bakteri RM7 mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen V. alginolyticus dari 1.77 X 1010 menjadi 2.30 x 103 atau sebesar 70% melalui kultur bersama. Berdasarkan Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology, bakteri ini mampu memanfaatkan glukosa dan trehalosa (Holt et al. 1994). Aplikasi kandidat bakteri probiotik yang telah diseleksi terhadap ikan kerapu bebek dalam uji in vivo, menunjukkan bahwa probiotik mampu berkolonisasi disaluran pencernaan dengan rata-rata populasi isolat RM3 sebanyak 4.10±0.49 log CFU/mL, RM4 sebanyak 4.29±0.19 log CFU/mL, RM5 sebanyak 4.18±0.15 log CFU/mL, dan RM7 sebanyak 3.89±0.25 log CFU/mL. Populasi bakteri total pada saluran pencernaan ikan yang diberi pakan mengandung probiotik RM3, RM4, RM5, dan RM7 juga lebih tinggi dibandingkan kontrol. Perlakuan RM3, RM4, dan RM5 menghasilkan aktivitas enzim pencernaan, retensi protein, retensi lemak, dan laju pertumbuhan harian yang lebih tinggi (P<0,05) serta rasio konversi pakan yang lebih rendah (P<0,05) dibandingkan kontrol. Sedangkan pada perlakuan RM7 tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol (P>0,05). Modulasi jumlah mikroflora intestinal pada perlakuan probiotik RM3, RM4, dan RM5 mampu meningkatkan aktivitas enzim pencernaan dan memperbaiki kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek. Penambahan prebiotik pada penelitian tahap III yang dikombinasikan dengan bakteri probiotik RM3, RM4, RM5, dan RM7 yang selanjutnya disebut sebagai sinbiotik ternyata mampu meningkatkan kecernaan protein dan kecernaan total Diantara empat komposisi sinbiotik yang diteliti, perpaduan antara 2% prebiotik dengan masing-masing kandidat probiotik RM4 dan RM7 menghasilkan pertambahan bobot, laju pertumbuhan spesifik, rasio konversi pakan, retensi protein dan rasio RNA/DNA terbaik diantara semua perlakuan dan kontrol (Tabel 12). Prebiotik yang diekstraksi dari ubi jalar varietas sukuh (I. batatas) sesuai dengan perlakuan RM4 dan RM7, tetapi untuk parameter pertumbuhan pada perlakuan RM3 dan RM5 tidak berbeda dengan kontrol. Percobaan sinbiotik pada yellow croaker, Larimichtys crocea juga menunjukkan hal yang sama, bahwa

57

tidak terdapat interaksi yang signifikan antara Bacillus subtilis dan fruktooligosakarida yang diamati di bawah kondisi penelitian (Ai et al. 2011). Selanjutnya dijelaskan bahwa prebiotik secara selektif dapat difermentasi oleh bakteri usus spesifik dan memodulasi pertumbuhan dan/atau aktivitas bakteria tersebut, efek sinbiotik juga secara potensial dipengaruhi oleh spesies dan lingkungan. Aplikasi probiotik secara tunggal (penelitian tahap II) atau dikombinasikan dengan prebiotik (penelitian tahap III), menunjukkan hasil yang spesifik untuk setiap spesies bakteri kandidat probiotik. Probiotik RM3, RM4, dan RM5 menunjukkan hasil terbaik pada saat diaplikasikan secara tunggal, tetapi probiotik RM7 tidak berbeda nyata dengan tanpa pemberian sinbiotik (P>0.05). Aplikasi sinbiotik pada penelitian tahap III, menunjukkan bahwa hasil terbaik diperoleh probiotik RM4 dan RM7, keadaan ini diduga bahwa probiotik RM4 dan RM7 mampu memfermentasi dan memanfaatkan prebiotik dari ekstraksi ubi jalar sukuh (I. batatas) sebagai substrat. Penambahan probiotik pada pakan, mampu memodulasi pertumbuhan mikroflora menguntungkan di saluran pencernaan. Secara in vivo pemberian probiotik terbukti mampu meningkatkan jumlah bakteri di saluran pencernaan. Meskipun jumlah kandidat probiotik berada di bawah populasi bakteri yang dominan, tetapi keberadaannya mampu memodulasi bakteri endogen, dan secara bersama berkontribusi menghasilkan enzim yang dibutuhkan dalam pencernaan bahan pakan. Pencernaan di lambung dan usus terjadi secara efektif karena adanya aktivitas enzim pencernaan. Kandidat probiotik yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek dan disuplementasikan ke dalam pakan dapat berfungsi sebagai penyedia enzim eksogen dan membantu proses penyederhanaan makro molekul pakan menjadi mikro molekul yang mudah diserap sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi atau senyawa pemula dalam sintesis komponen sel. Respons fisiologi ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik dapat dilihat dari kadar glukosa darah, trigliserida darah, glikogen hati, dan glikogen otot. Kadar glukosa darah pada ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung berbagai sinbiotik berkisar 61.54 – 81.97 mg/dL lebih rendah dibandingkan ikan kerapu bebek yang diberti pakan tanpa sinbiotik yaitu 104.81±6.12 mg/dL. Rendahnya kadar glukosa darah pada ikan yang mengkonsumsi pakan sinbiotik menunjukkan turnover rate glukosa lebih cepat. Penurunan ini diduga sebagai konsekuensi dari interaksi antara peningkatan absorbsi glukosa ke dalam sel dan adanya kerja insulin. Glukosa yang telah masuk ke dalam sel akan segera dimetabolisme untuk mencukupi kebutuhan energi sehingga menghindari penggunaan sejumlah asam amino sebagai sumber energi metabolik. Keadaan ini pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan dan deposisi materi pertumbuhan seperti protein dan lemak. Glikogen merupakan bentuk simpanan karbohidrat dalam hati dan otot. Tetapi karena kemampuan hati dan otot untuk menyimpan glikogen terbatas, maka kelebihan karbohidrat disimpan dalam bentuk lemak (lipogenesis). Pertumbuhan ikan dapat diprediksi melalui estimasi rasio RNA/DNA (Glémet & Rodriguez 2007). Bulow (1987) mengatakan RNA adalah komponen essensial yang diperlukan untuk sintesa protein, konsentrasinya di dalam jaringan

58

menggambarkan laju pertumbuhan dan sintesa protein. Rasio RNA/DNA pada perlakuan RM4 dan RM7 masing-masing 1.45±0.12 dan 1.39±0.13, secara signifikan lebih tinggi dari perlakuan lainnya dan kontrol (P<0.05; Tabel 3). Hasil ini konsisten dengan pertambahan berat ikan pada akhir penelitian masing-masing 54.51±1.73 g dan 55.95±3.96 g masing-masing untuk perlakuan RM4 dan RM7, serta nilai retensi protein masing-masing 55.76±3.3 % untuk RM4 dan 44.83±4.94 % untuk RM7. Menurut Avella et al. (2010), prediksi pertumbuhan juga dapat dilihat dari ekspresi gen yang terlibat dalam metabolisme pertumbuhan seperti Insulin-like Growth Factor 1 (IGF1) dan myostatin. Hasil penelitian Avella et al. (2010), menunjukkan bahwa larva sea bream yang diberi probiotik multi-spesies Bacillus sp menunjukkan ekspresi gen IGF1 yang lebih tinggi dibandingkan kontrol, sedangkan ekspresi gen myostatin lebih rendah daripada kontrol. Pemberian sinbiotik pada ikan kerapu bebek mampu meningkatkan status kesehatan ikan. Berdasarkan data Tabel 13 terlihat bahwa hampir semua benih ikan kerapu yang diberi perlakuan RM3, RM4, RM5, dan RM7 memiliki nilai hemoglobin, hematokrit dan aktivitas fagositik yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Status kesehatan ikan yang diberi perlakuan sinbiotik selama 40 hari terlihat lebih siap untuk menghadapi serangan penyakit atau lebih protektif. Pengaruh pemberian sinbiotik cukup kuat, dilihat dari nilai hemoglobin hematokrit, dan aktivitas fagositik pascainfeksi dengan V. alginolyticus pada perlakuan RM3, RM4, RM5, dan RM7 masih lebih baik dibandingkan dengan tanpa pemberian sinbiotik. Pemberian sinbiotik RM3, RM4, RM5, dan RM7 mampu meningkatkan status kesehatan ikan dibandingkan dengan pemberian tanpa sinbiotik pascainfeksi pada hari ke-45 dan ke-50. Pemberian sinbiotik RM7 menunjukkan hasil terbaik dibanding kontrol dan perlakuan lainnya.

59

6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.

2.

3.

Berdasarkan hasil isolasi dan seleksi kandidat probiotik dari saluran pencernaan ikan kerapu bebek, diperoleh 4 probiotik terpilih yakni RM3 Ewingella americana, RM4 Vibrio alginolyticus, RM5 Sphingomonas paucimobilis dan RM7 Pseudomonas fluorescens. Pemberian pakan mengandung bakteri probiotik RM3, RM4, dan RM5 , mampu memodulasi mikroflora intestinal, sehingga dapat meningkatkan aktivitas enzim pencernaan dan kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek. Sinbiotik pada perlakuan RM4 dan RM7 merupakan kombinasi terbaik di antara perlakuan lainnya dengan meningkatkan parameter kinerja pertumbuhan, dan pemberian sinbiotik RM7 menunjukkan hasil status kesehatan terbaik.

Saran 1.

2.

Kemampuan aktivitas enzim amilase yang tinggi pada perlakuan RM4 dapat dimanfaatkan sebagai suplementasi pakan ikan kerapu bebek dalam pengaturan komposisi karbohidrat-protein pakan. Perlu diteliti lebih lanjut mengenai protokol pemberian pakan sinbiotik, agar lebih efisien dan efektif dalam aplikasinya.

60

DAFTAR PUSTAKA Ai Q, Xu H, Mai K, Xu W, Wang J, Zhang W. 2011. Effects of dietary supplementation of Bacillus subtilis and fructooligosaccharide on growth performance, survival, non-specific immune response and disease resistance of juvenile large yellow croaker, Larimichthys crocea. Aquaculture. 317 : 155 161. Al-Dohail MA, Hashim R, Aliyu-Paiko M. 2009. Effects of the probiotic, Lactobacillus acidophilus, on the growth performance, haematology parameters and immunoglobulin concentration in African Catfish (Clarias gariepinus, Burchell 1822) fingerling. Aquac Res 40:1642-1652. Aly SM, Mohamed MF, John G. 2008. Effect of probiotics on the survival, growth, and challenge infection in Tilapia nilotica (Oreochromis niloticus). Aquac. Res. 39 : 647 – 656. Anderson DP, Siwicki AK. 1993. Basic hematology and serology for fish health programs. Paper presented in second symposium on diseases in Asian aquaculture “Aquatic Animal Health and Environment”. Phuket, Thailand 25-29th October 1993. Aslamyah S. 2006. Penggunaan mikroflora saluran pencernaan sebagai probiotik untuk meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal) [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Austin B, Stuckey F, Robertson PAW, Effendi I, Griffith DRW. 1995. A probiotic strain of Vibrio alginolyticus effective in reducing diseases caused by Aeromonas salmonicida, Vibrio anguillarum, and Vibrio ordalii. J Fish Diseases 18: 93 -96. Avella MA, Gioachini G, Decamp O, Makridis P, Bracciatelli C, Carnevalli O. 2010. Application of multi-spesies of Bacillus in sea bream larviculture. Aquaculture 305: 12 – 19. Azari AH, Hashim R, Rezaei MH, Baei MS, Najafpour S, Roohi A, Darvishi M, 2011. The effect of commercial probiotic and prebiotic usage on growth performance, body composition, and digestive enzyme activities in juvenile rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). World Appl Sci J 14 : 26-35. Bagheri T, Hedayati SA, Yavari V, Alizade M, Farzanfar A. 2008. Growth, survival, and gut microbial load of rainbow trout (Onchorhynchus mykiss) fry given diet supplemented with probiotic during the two months of first feeding. Turk. J. Fish. Aquat. Sci. 8 : 43 – 48. Balcazar JL, de Blas I, Ruiz-Zarzuela I, CunninghamD,Vendrell D, Muzquiz JL. 2006. The role of probiotics in aquaculture. Vet. Microbiol. 114:173-186. __________________________________, Vendrell D, Calvo A C, Marquez I, et al. 2007. Changes in intestinal microbiota and humoral immune response following probiotic administration in brown trout (Salmo trutta). Br J Nutr 97:522-527. ___________, Vendrell D l, de Blas I, Ruiz-Zarzuela I, Muzquiz J L. 2009. Effect of Lactococcus lactis CLFP 100 and Leuconostoc mesenteroides CLFP 196 on Aeromonas salmonicida infection in brown trout (Salmo trutta). J Mol Microbiol Biotechnol 17:153-157

61

Bergmeyer HU, Grassi M, 1983. Methods of Enzymatic Analysis. Volume 2. Weinheim: Verlag Chemie. Borlongan TG. 1990. Studies on the lipases of milkfish Chanos chanos. Aquaculture 89: 315 – 325. Blaxhall PC. 1971. The haematological assessment of the health of fresh water fish. A review of selected literature. Journal Fish Biology. 4:593-608. Bulow FJ. 1987. RNA-DNA ratios as indicators of growth in fish: a review. Di dalam Summerfelt RC dan Hall GC (eds). The age and growth of fish. The Iowa State University Press, Ames. Pp 45-63. Camacho-Pérez B, Rios-Leal E, Renderknecht-Seijas N, Poggi-Varaldo HM. 2012. Enzymes involved in the biodegradation of hexachloro cyclohexane: A mini review. J Environ Management 95 : 5306 – 5318. Carnevali O, de Vivo L, Sulpizo R, Gioacchini G, Olivotto I, Silvi I, Cresci A. 2006. Growth improvement by probiotic European sea bass juveniles (Dicentrarchus labrax L.) with particular attention to IGF-1, myostatin and cortisol gene expression. Aquaculture 258: 430 – 438. Cerezuela R, Meseguer J, Esteban MA. 2011. Current knowledge in synbiotic use for fish aquaculture: a review. J Aquac Res Development DOI 10.4172/215595546.S1-008 Cowan, ST, KJ Steel, 1961. Diagnostic table for the common medical bacteria. J. hyg. 59: 357 – 372. Daniels CL, Merrifield DL, Ringø E, Davies SJ. 2013. Probiotic, prebiotic, synbiotic applications for the improvement of larval European lobster (Homarus gammarus) culture. Aquaculture 416-417: 396 - 406 . Das S, Ward LR, Burke C, 2010. Screening of marine Streptomyces spp. for potential use asa probiotics in aquaculture. Aquaculture 305 : 32-41. Dattesh V, Desai, Anil AC, 2002. Comparison of nutritional status of field and laboratory reared Balanus amphitrite Darwin (Cirripedia: Thoracica) larvae and implication of starvation. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 280 (2002) 117– 134. Denev S, Staykov Y, Moutafchieva R, Beev G. 2009. Microbial ecology of the gastrointestinal tract of fish and the potential application of probiotics and prebiotics in finfish aquaculture. International Aquatic Res. 1 : 1 – 29. De Preter V, Hamer HM, Windey K, Verbeke K. 2011. The impact of preand/or probiotics on human colonic metabolism: Does it affect human health?. Mol. Nutr. Food Res. 55: 46–57. Dewanti R, Wong ACL. 1995. Influence of culture conditions on biofilm formation by Escherichia coli O157:H7. Food Microbiology 67: 456 – 459. Ditjen Perikanan Budidaya, KKP 2014. Sinergitas menuju kebangkitan marikultur Indonesia. www.djpb.kkp.go.id Faramazi M, Kiaalvandi S, Lashkarbolooki M and Iranshahi F, 2011. The investigation of Lactobacillus acidophilus as probiotics on growth performance and disease resistance of rainbow trout (Oncorhychus mykiss). American-Eurasian Journal of Scientific Research, 6(1):32-38. Fu SJ, Xie XJ, 2004. Nutritional homeostasis in carnivorous southern catfish (Silurus meridionalis): is there a mechanism for increased energy expenditure during carbohydrate overfeeding? Comp Biochem Physiol Part A 130: 359363.

62

Geng X, Dong XH, Tan BP, Yang QH, Chi SY. 2011. Effects of dietary chitosan and Bacillus subtilis on the growth performance, non-specifc immunity and disease resistance of cobia, Rachycentron canadum. Fish Shellfsh Immunol 31: 400-406. Ghosh S, Sinha A, Sahu C, 2007. Dietary probiotic supplementation in growth and health of live-bearing ornamental fishes. Aquacult Nutr 13 : 1 – 11. Gibson GR, Probert HM, Loo JV, Rastall RA, Roberfroid MB. 2004. Dietary modulation of the human colonic microbiota: updating the concept of prebiotics. Nutr. Res. Rev., 17: 259–275. Giri SS, Sukumaran V, Oviya M, 2013. Potential probiotic Lactobacillus plantarum VSG3 improves the growth, immunity, and disease resistance of tropical freshwater fish, Labeo rohita. Fish & Shellfish Immunol. 34: 660666. Glémet H, Rodriguez MA. 2007. Short-term growth (RNA/DNA ratio) of yellow perch (Perca flavescens) in relation to environmental influences and spatiotemporal variation in a shallow fluvial lake. Can. J. Fish Aquat. Sci. 64: 1646 – 1655. Gourbeyre P, Denery S, Bodinier M. 2011. Probiotics, prebiotics, and synbiotics: impact on the gut immune system and allergic reactions. J. Leukocyte Biol. 89 : 685 – 695. Groff JL, Gropper SS, 1999. Advanced Nutrition and Human Metabolism. Stamford; Wadsword. Hamzah M. 2013. Peningkatan kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) melalui penambahan selenium dalam pakan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Hassan S, Amer S, Mittal C, Sharma R. 2012. Ewingella Americana: An emerging true pathogen. Case Reports in Infections Diseases. Volume 2012. Article SD730720. 2 pages. Holt JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. 1994. Bergey’s manual of determinative bacteriology (Ninth edition) . Williams & Wilkins, USA. Hoshino T, Ishizaki K, Sakamoto T, Kumeta H, Yumoto I, Matsuyama H, Ohgiya S. 1997. Isolated of Pseudomonas sp. of fish intestine excretion an active protease at low temperature. Lett Appl Microbiol 25 : 70 – 72. Huisman, E. A. 1987. Principles of Fish Production. Wageningen : Departemen of Fish Culture and Fisheries, Waganigen. 170p. Hungate R. 1966. The Rumen and Its Microbes. London and New York: Academic Press. Ilmiah. 2012. Seleksi bakteri probiotik untuk pengendalian penyakit vibriosis pada ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Irawadi TT. 1991. Produksi enzyme ekstracellular (selulase dan xylanase) dari Neurospora sitophila pada substrat limbah padat kelapa sawit. Disertasi. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kar N, Ghosh K. 2008. Enzyme producing bacteria in the gastrointestinal tracts of Labeo rohita (Hamilton) and Channa punctatus (Bloch). Turk. J. Fish. Aquat. Sci. 8 : 115 – 120.

63

Kesarcodi-Watson A, Kaspar H, Lategan MJ, Gibson L. 2008. Probiotics in aquaculture: the need, principles and mechanism of action and screening processes. Aquaculture 274: 1 – 14. Khleifat KM. 2006. Boidegradation of phenol by Ewingela Americana: Effect of carbon starvation and some growth conditions. Process Biochemistry 41: 2010 - 2016. Kim DH, dan Austin B. 2006. Cytokine expression in leucocytes and gut cells of rainbow trout, Oncorhynchus mykiss Walbaum, induced by probiotics. Vet Immunol Immunopathol 114:297-304. Lagler KF, Bardach JE, Miller RR, Passino DRM. 1977. Ichthyology. New York (US): John Wiley and Sonc Laining A, Rachmansyah, Ahmad T, Williams K. 2003. Apparent digestibility of selected feed ingredients for humback grouper, Cromileptes altivelis. Aquaculture 218: 529 – 538. ________, Palinggi N, Atmomarsono M, Ahmad T. 2004. Supplementation of vitamin C, L-ascorbyl-2-monophosphate-sodiumcalcium for sea cage reared humpback grouper (Cromileptes altivelis) diets. Di dalam: Rimmer MA, McBride S, Williams KC (editor). Advancesin Grouper Aquaculture, ACIAR Monograph 110. Langkosono. 2005. Pembesaran ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis dan ikan kerapu lumpur Epinephelus coioides pada keramba jarring apung (KJA). Berita Biologi 7 (5). Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia (jilid 1). Thenawidjaja M (Penerjemah). Erlangga, Jakarta. Lin S, Mao S, Guan Y, Luo L, Pan Y. 2012. Effect of dietary chitosan oligosaccharides and Bacillus coagulans on the growth, innate immunity and resistence of koi (Cyprinus carpio koi). Aquaculture., 342-343: 36-41. Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2003. Brock biology of microorganisms. Tenth Edition. Prentice-Hall Inc. USA. Marlis A. 2008. Isolasi oligosakarida ubi jalar (Ipomoea batatas L.) dan pengaruh pengolahan terhadap potensi prebiotiknya [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mazurkiewicz J, Przybyl A, Sip A, Grajek W. 2007. Effect of Carnobacterium divergens and Enterococcus hirae as probiotic bacteria in feed for common carp, Cyprinus carpio L. Arch Polish Fish 15: 93-102. Merrifiled DL, Dimitroglou A, Foey A, Davies SJ, Baker RTM, Bogwald J, Castex M, Ringo E. 2010. The current status and future focus of probiotic and prebiotic applications for Salmonids. Aquaculture., 302: 1-18. Mims CA, Nash A, Stephen J. 2001. Mim’s Pathogenesis of Infectious Disease: Fifth Edition. Academic Press. London. 474 p. Mohapatra S, Chakraborty T, Prusty AK, Das P, Paniprasad K, Mohanta KN. 2012. Use of different microbial probiotics in the diet of rohu (Labeo rohita) fingerlings: effect on growth, nutrient digestibility and retention, digestive enzyme activities and intestinal microflora. Aquacult. Nutr. 18 : 1 – 11. Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas IPB.

64

Murjani M. 2002. Identifikasi dan patologi bakteri Vibrio alginolyticus pada ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. 117 halaman. Nakayama A, Yano Y, Yoshida K. 1994. New method for isolating Barophiles from intestinal contents of deep sea fishes retrieved from the abyssal zone. Appl Env Microbiol 60 (11): 4210 – 4212. Navarro I, Capilla E, Castillo A, Albalat A, Diaz M, Gallardo MA, Blasco J, Planas JV, Gutierrez J, Reinecke M, Zaccone G, Kapoor BG. 2006. Insulin metabolic effect in fish tissue. Fish endocrinology. Science Publisher, Enfield, pp 15-48. Nayak SK. 2010. Probiotic and immunity. Fish and Shellfish Immunology. 29: 214. ________, Mukherjee SC. 2011. Screening of gastrointestinal bacteria of Indian major carps for a candidate probiotic spesies for aquaculture practices. Ngatirah, Harmayanti E, Rahayu ES, Utami T. 2000. Seleksi bakteri asam laktat sebagai agensia probiotik yang berpotensi menurunkan kolesterol. Di dalam Pemberdayaan industry Pangan dalam Rangka Peningkatan daya Saing Menghadapi Era Perdagangan Bebas. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan Volume 2; Surabaya, 10 – 11 Oktober 2000. Surabaya: Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia. hlm 63- 70. Nour E, Abou El-Ghiet EN. 2011. Efficacy of Pseudomonas fluorescens as biological control agent against Aeromonas hydrophila infection in Oreochromis niloticus. World J of Fish and Mar Sci 3 (6): 564-569. th Pelczar MJ, Chan ESC, Krieg NR. 1986. Microbiology. 5 Ed. McGraw-Hill Book Company. 687-702. Pohlenz C, Gatlin DM. 2014. Interrelationships between fish nutrition and health, Aquaculture. http://dx.doi.org/10.1016/j. (Article in press). Putra AN. 2010. Kajian probiotik, prebiotik, dan sinbiotik untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus) [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Reed PA, Francis-Floyd R. 1996. Vibrio infections of fish. Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. Rini DS. 2008. Pengujian potensi prebiotik ubi garut dan ubi jalar serta hasil olahannya (cookies dan sweet potato flakes) [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Robertson PAW, O’Dowd C, Burrels C, Williams P, Austin B. 2000. Use of Carnobacterium sp. as a probiotic for Atlantic salmon (Salmo salar L) and rainbow trout (Onchorhynchus mykiss Walbaum). Aquaculture 185: 235 – 243. Rodriguez-Estrada U, Satoh S, Haga Y, Fushimi H, Sweetman J. 2009. Effect of single and combined supplementation of Enterococcus faecalis, mannanoligosaccharide and polyhydrobutyric acid on growth performance and immune response of rainbow trout Oncorhynchus mykiss. Aquacult Sci 57: 609 – 617. Ronnestad I, Kamisaka Y, Conceicao LEC, Morais S, Tonheim SK. 2007. Digestive physiology of marine fish larva: hormonal control and processing capacity for proteins, peptides and amino acids. Aquaculture 268 : 82 – 97.

65

Saputra DA. 2014. Studi pemberian sinbiotik dengan dosis probiotik berbeda untuk pencegahan penyakit Vibriosis pada ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. San Miguel V, Peinado C, Catalina F, Abrusci C. 2009. Bioremediation of naphthalene in water by Sphingomonas paucimobilis using new biodegradable surfactants based on poly (ε- caprolactone). International biodeteriation and biodegradation 63 : 217 – 223. Sarjito, Radjasa OK, Sabdono A, Prayitno SB, Hutabarat S. 2009. Phylogenic diversity of causative agents of vibriosis associated with grouper fish from Karimunjawa island, Indonesia. J. Current Research in Bacteriol. 2 (1) : 14 – 21. Satheeshkumar P, Ananthan G, Senthilkumar D, Khan AB, Jevananthan K. 2010. Comparative investigation on haematological and biochemical studies on wild marine toleost fishes from Vellar estuary, Southeast Coast of India. Comp. Clin. Pathol. DOI 10.1007/s00580-010-1091-5. Satyantini WH. 2013. Teknologi produksi fikosianin Spirulina platensis dan pemanfaatannya sebagai immunostimulan pada ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Setiawati M. 2010. Peningkatan daya tahan juvenile kerapu bebek, Cromileptes altivelis yang diberi pakan bersuplemen Fe dan terpapar perubahan kondisi lingkungan. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Shapawi R, Ng WK, Mustafa S. 2007. Replacement of fish meal with poultry by product meal in diets formulated for the humpback grouper, Cromileptes altivelis. Aquaculture 273: 118 – 126. Silva FCP, Nicoli JR, Zambanino-Infante JL, Kaushik S, Gatesoupe FJ. 2011. Influence of the diet on microbial diversity of faecal and gastrointestinal contents in gilthead sea bream (Sparus aurata) and intestinal contents in goldfish (Carassius auratus). FEMS Microbiol ecol. 78 (2): 285-296. Sun YZ, Yang HL, Ma RL, Lin WY, 2010. Probiotic applications of two dominant gut Bacillus strains with antagonistic activity improved the growth performance and immune responses of grouper Epinephelus coioides. Fish & Shellfish Immunol. 29: 803 – 809. Sutarmat T, Ismi S, Hanafi A, Kawahara S. 2003. Petunjuk teknis budidaya kerapu bebek (Cromileptes altivelis) di keramba jaring apung. Balai Riset Perikanan Budidaya Laut dan Japan International Cooperation Agency. _________, Hanafi A. 2003. Budidaya pembesaran ikan kerapu bebek di Teluk Pegametan, Gerokgak Bali. Proseding Penelitian Kelautan Nasional BPPT, Jakarta. Suzer C, Coban D, Kamaci HO, Saka S, Firat K, Otgucuoglu O, Kucuksari H. 2008. Lactobacillus spp. Bacteria as probiotics in Gilthead Sea Bream (Sparus aurata L.) larvae: Effects on growth performance and digestive enzyme activities. Aquaculture 280: 140 – 145. Takeuchi T. 1988. Labrotary Work-Chemical Evaluation Of Dietary Nutriens. P.179-233, In Watanabe T (Ed) Fish Nutrition And Mariculture. Kanagawa International Fisheries Training. Japan International Cooperation Agency (JICA), Japan.

66

Talpur AD, Ikhwanuddin M. 2013. Azadirachta indica (neem) leaf dietary effects on the immunity response and disease resistance of Asian seabass, Lates calcarifer challenged with Vibrio harveyi. Fish Shellfish Immunol. 34: 254– 264. ________, Munir MB, Mary A, Hashim R. 2014. Dietary probiotics and prebiotics improved food acceptability, growth performance, haematology and immunological parameters and disease resistance against Aeromonas hydrophila in snakehead (Channa striata) fingerlings. Aquaculture. 426– 427: 14–20. Tanu, Deobagkar DD, Khandeparker R, Sreepada RA, Sanaye SV, Pawar HB, 2012. A study on bacteria associated with the intestinal tract of farmed yellow seahorse, Hippocampus Kuda (Bleeker, 1852): characterization and extracellular enzymes. Aquacult. Res. 43(3): 386-394. Tengjaroenkul B, Smith BJ, Caceci T, Smith SA. 2000. Distribution of intestinal enzyme activities along the intestinal tract of cultured Nile tilapia, Oreochromis niloticus L. Aquaculture 182: 317 – 327. Usman, Rachmansyah, Laining A, Taufik A, Williams KC. 2005. Optimum dietary protein and lipid specifications for grow-out of humback grouper, Cromileptes altivelis (Valenciennes). Aquacult.Res. 36: 1285-1292. Verschuere L, Rombaut G, Sorgeloos P, Verstraete W. 2000. Probiotic bacteria as biological control agents in Aquaculture. Microbiolgical and Molecular Biology Review, 64: 655-671. Vine NG, Leukes WD, Kaiser H, Daya S, Baxter J, and Hecht T. 2004. Competition for attachment of aquaculture candidate probiotic and pathogenic bacteria on fish intestinal mucus. J of Fish diseases 27:319-326. Wedemeyer GA, Yasutake WT. 1977. Clinical Methods for the Assessment of the Effects of Environmental Stress on Fish Health. Technical Paper of the U.S. Fish and Wildlife Service. Vol. 89. U.S. Depart. of the Interior Fish and Wildlife Service, Washington DC. Wang YB, Xu ZR, Xia MS. 2005. The effectiveness of commercial probiotics in Notrhern white shrimp (Penaeus vanamei L.) ponds. Fish Sci 71: 1034 – 1039. ________________, 2006. Effect of probiotics for common carp (Cyprinus carpio) based on growth performance and digestive enzyme activities. Anim. Feed Sci. Technol., 127 : 283 – 292. _________, 2007. Effect of probiotics on growth performance and digestive enzyme activity of the shrimp Penaeus vannamei. Aquaculture 269: 259 – 264. _________, Li JR, Lin J, 2008. Probiotics in Aquaculture: Challenges and Outlook. Aquaculture 281, 1-4. Williams KC, Irvin S, Barclay M. 2004. Polka dot grouper Cromileptes altivelis fingerling require high protein and moderate lipid diets for optimal growth and nutrient retention. Aquac. Nutr 10: 125-134. ___________, 2009. A review of feeding practices and nutritional requirements of post larval groupers. Aquaculture 292: 141 – 152.

67

Ziaei-Nejad S, Rezaei MH, Takami GA, Lovett DL, Mirvaghefi AR, Shakouri M. 2006. The effect of Bacillus spp. bacteria used as probiotics on digestive enzyme activity, survival and growth in the Indian white shrimp Fenneropenaeus indicus. Aquaculture, 252 : 516 – 524. Zokaeifar H, Balcazar JL, Saad CR, Kamarudin MS, Sijam K, Arshad A, Nejat N. 2012. Effects of Bacillus subtilis on the growth performance, digestive enzymes, immune gene expression and disease resistance of white shrimp, Litopenaeus vannamei. Fish Shellfish Immunol doi:10.1016/j.fsi.2012.05.027.

68

LAMPIRAN

69

Lampiran 1. Media Sea Water Complete (SWC) dan Phosphate Buffer Saline (PBS) Media Agar Untuk membuat 100 mL media agar dibutuhkan bahan- bahan sebagai berikut : Bacto pepton 0,5 g Yeast ekstrak 0,1 g Glycerol 0,3 mL Air laut 75 mL Akuades 25 mL Bacto agar 1,5 – 2 g Cara membuat : 1. Semua bahan dicampur dan ditambah 2 % substrat sesuai dengan media selektif yang diinginkan (pati, minyak zaitun, dan susu), masukan dalam erlenmeyer, kemudian dipanaskan hingga mendidih dan bahan terlarut secara homogen. 2. Campuran bahan yang telah dipanaskan kemudian diautoclave pada suhu 121oC selama 15 menit. 3. Setelah didinginkan sebentar, swc agar dituang ke dalam cawan petri, didiamkan selama 1 malam sebelum digunakan untuk kultur bakteri. Media SWC Cair (SWC Broth) Semua bahan dan cara pembuatan sama dengan media agar, tetapi tanpa penambahan agar. Media Phosphate Buffer Saline (PBS) Membuat 100 mL PBS membutuhkan bahan-bahan sebagai berikut: NaCL KH2PO4 Na2HPO4 KCl Akuades

0.8 g 0.02 g 0.15 g 0.02 g 100 mL

Semua bahan dihomogenkan, kemudian disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit.

70

Lampiran 2. Prosedur uji hidrolisis susu, pati dan minyak A. 1.

Uji hidrolisis susu

3. 4. 5.

Media SWC agar yang mengandung susu skim 2% dimasukan ke dalam cawan petri. Inokulasi isolat yang akan diuji ke dalam media agar dengan cara menempatkan 1 mata ose biakan di bagian tengah cawan, kemudian disebarkan seluas 0,5 cm. Diinkubasi pada suhu 29oC selama 24 – 48 jam. Hidrolisis kasein dapat dilihat dari daerah benih di sekeliling koloni. Ukur diameter wilayah yang dihidrolisis.

B.

Uji hidrolisis pati

1.

6.

Media SWC agar yang mengandung pati 2 % dimasukan ke dalam cawan petri. Inokulasi isolat yang akan diuji ke dalam media agar dengan cara menempatkan 1 mata ose biakan di bagian tengah cawan, kemudian disebarkan seluas 0,5 cm. Diinkubasi pada suhu 29oC selama 24 – 48 jam. Hidrolisis pati diukur dengan memberikan beberapa tetes reagen KI di atas permukaan media agar. Hidrolisis kasein dapat dilihat dari daerah benih di sekeliling koloni, bila tidak terjadi hidrolisis daerah sekitar koloni tetap berwarna biru kehitaman. Ukur diameter wilayah yang dihidrolisis.

C.

Uji hidrolisis minyak

1.

Media SWC agar yang mengandung minyak zaitun 2 % dimasukan ke dalam cawan petri. Inokulasi isolat yang akan diuji ke dalam media agar dengan cara menempatkan 1 mata ose biakan di bagian tengah cawan, kemudian disebarkan seluas 0,5 cm. Diinkubasi pada suhu 29oC selama 24 – 48 jam. Hidrolisis lemak diukur dengan menuangkan CuSO4 jenuh di atas permukaan media agar. Bakteri yang mampu menghidrolisis lemak, disekitar pertumbuhan koloninya terdapat warna hijau mengkilat, sedang di daerah lain tidak. Ukur diameter wilayah yang dihidrolisis.

2.

2.

3. 4. 5.

2.

3. 4. 5. 6.

71

Lampiran 3. Prosedur analisis aktivitas enzim A.

   

Prosedur analisis aktivitas enzim amilase (Bergmeyer dan Grassi 1983) Perlakuan

Blanko (mL)

Standar (mL)

Sampel (mL)

Soluble starch dalam buffer sitrat (pH 5,7) Maltosa standar Ekstrak enzim Akuades

1.0 1.0

1.0 1.0 -

1.0 1.0 -

Dikocok dan diinkubasi dalam shaker waterbath pada suhu 32oC selama 30 menit DNS 3.0 3.0 3.0 Panaskan pada suhu 100oC selama 10 menit. Diencerkan dengan akuades sampai volume tertentu atau tergantung kepekatan warna Didiamkan selama beberapa menit pada suhu ruang, kemudian ukur absorbansinya pada panjang gelombang 578 nm. B.

Analisis aktivitas protease (Bergmeyer dan Grassi 1983) Perlakuan Buffer borat (0,01 M, pH 8,0) Substrat kasein (20 mg/mL pH 8,0) HCl (0,05 mg/mL) Enzim dalam CaCl2 (10 mmol/L) Tirosin standar (5 mmol/L) Akuades

Blanko (mL) Standar (mL) Sampel (mL) 1,0 1,0 1,0   1,0 1,0 1,0  0,2 0,2 0,2  0,2  0,2  0,2 o Diinkubasi dalam shaker water bath pada suhu 37 C selama 10 menit 3,0 3,0 3,0  TCA (0,1 M)  Akuades 0,2  Enzim dalam CaCl2 (10 mmol/L) 0,2 0,2 o Diamkan pada suhu 37 C selama 10 menit, selanjutnya sentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. 1,5 1,5 1,5  Filtrat  Na2CO3 (0,4 M) 5,0 5,0 5,0  Folin ciocalteau 1,0 1,0 1,0 o Diamkan pada suhu 37 C selama 20 menit, kemudian baca absorbansinya pada panjang gelombang 578 nm

72

Aktivitas enzim dihitung dengan rumus : OD sampel – OD Blanko IU/mL/menit = ________________________ x faktor pengenceran x T-1 OD Standar – OD Blanko Dimana : U = aktivitas enzim dalam International Unit per menit OD = absorbansi T = waktu (menit) C.

Analisis aktivitas lipase (Tietz dan Friedreck dalam Borlongan, 1990)

1.

Substrat lipase stabil (minyak zaitun) 1,5 mL ditambah 1 mL Tris-HCL 0,1 M sebagai buffer dengan pH 8,0. Kemudian tambahkan 1,0 mL ekstrak enzim. Campuran dihomogenkan dan diinkubasi selama 6 jam pada suhu 37oC Reaksi dihentikan dengan menambah 3 mL etil alkohol 95 %. Titrasi sampel dengan NaOH 0,01N, dengan menggunakan thymophthalein 0,9 % (w/v) dalam ethanol sebagai indikator. Prosedur yang sama dilakukan juga terhadap blanko Satu unit aktivitas lipase didefinisikan sebagai volume NaOH 0,05N yang dibutuhkan untuk menetralisir asam lemak yang dilepaskan selama 6 jam inkubasi dengan substrat, setelah dikoreksi dengan blanko.

2. 3. 4. 5. 6. 7.

D.

Pembuatan ekstrak enzim dari saluran pencernaan

1.

Semua prosedur penyiapan ekstrak enzim dikerjakan pada suhu 0 sampai 4oC dengan tujuan enzim dalam kondisi tidak aktif, Saluran pencernaan diambil secara hati-hati, kemudian dicuci dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas pengisap. Saluran pencernaan dihancurkan dengan mortal sampai halus dan diambil sebanyak 1 g dan dihomogenkan dengan 10 mL akuades dingin. Disentrifuse dengan kecepatan 15.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4oC, supernatant diambil sebagai ekstrak enzim kasar dan digunakan sebagai sampel untuk pengujian aktivitas enzim.

2. 3.

E. Memperoleh ekstrak enzim dari bakteri 1. 2.

Sebanyak 0,1 mL isolat bakteri diinokulasikan ke dalam 10 mL media kultur cair dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 29oC . Setelah 24 jam kultur cair disentrifuse dengan kecepatan 11.000 rpm selama 20 menit, pada suhu 4 oC, supernatannya diambil sebagai ekstrak enzim kasar dan digunakan sebagai sampel untuk pengujian degradasi substrat dan aktivitas enzim.

73

Lampiran 4. Prosedur analisis proksimat bahan pakan dan tubuh ikan uji A. Kadar Protein Tahap Oksidasi 1. 2.

Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukan ke dalam labu Kjeldahl. Katalis (K2SO4+CuSO4.5H2O) dengan rasio 9:1 ditimbang sebanyak 3 g dan dimasukan ke dalam labu Kjeldahl. 3. 10 mL H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam labu Kjeldahl dan kemudian labu dipanaskan dalam rak oksidasi/digestion pada suhu 400oC selama 3 – 4 jam sampai terjadi perubahan warna cairan dalam labu menjadi hijau bening. 4. Larutan didinginkan lalu ditambahkan air destilasi 100 mL. Kemudian larutan dimasukan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades sampai volume larutan mencapai 100 mL. Larutan sampel siap untuk didestilasi. Tahap Destilasi 1. Beberapa tetes H2SO4 dimasukan ke dalam labu, sebelumnya labu diisi setengahnya dengan akuades untuk menghindari kontaminasi oleh ammonia lingkungan. Kemudian didihkan selama 10 menit. 2. Erlenmeyer diisi 10 mL H2SO4 0,05 N dan ditambahkan 2 tetes indicator methyl red diletakan di bawah pipa pembuangan kondensor dengan cara dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan. 3. 5 mL larutan sampel dimasukan ke dalam tabung destilasi melalui corong yang kemudian dibilas dengan akuades dan ditambahkan 10 mL NaOH 30 % lalu dimasukan melalui corong tersebut dan ditutup. 4. Campuran alkaline dalam labu destilasi disuling menjadi uap air selama 10 menit terjadi pengembunan pada kondensor. 5. Labu erlenmeyer diturunkan hingga ujung pipa kondensor berada di leher labu, di atas permukaan larutan. Kondensor dibilas denagn akuades selama 1 – 2 menit. Tahap Titrasi 1. Larutan hasil destilasi dititrasi dengan larutan NaOH 0,05N. 2. Volume hasil titrasi dicatat. 3. Prosedur yang sama juga dilakukan pada blanko. Perhitungan : 0,0007*x (Vb – Vs) x 6,25**x 20 Kadar Protein = -------------------------------------------------- x 100 % A Keterangan : Vb = ml 0,05 N titran NaOH untuk blanko Vs = ml 0,05 N titran NaOH untuk sampel A = Berat sampel sebenarnya (gram) * = setiap ml 0,05 NaOH ekivalen dengan 0,0007 gram N ** = Faktor Nitrogen

74

B.

Analisis Kadar Lemak

Metode ekstraksi Soxhlet (untuk pakan) 1. Labu ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 110oC dalam waktu 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang bobot labu awal tersebut ( X1 ). 2. Sampel ditimbang sebanyak 1 – 2 g (A), dan dimasukan ke dalam selongsong tabung filter lalu dipanaskan pada suhu 90 – 100oC selama 2 -3 jam. 3. Tabung filter ditempatkan ke dalam ekstrak dari alat soxhlet. Kemudian disambungkan kondensor dengan labu ekstraksi yang telah diisi 100 mL Nhexan 4. N-hexan dipanaskan pada labu ekstraksi dengan menggunakan waterbath pada suhu 70 - 100oC selama 2- 4 jam. 5. Labu ekstraksi dipanaskan pada suhu 100oC kemudian ditimbang (X2) Prosedur Pengukuran Lemak Daging Ikan (Metode Folch) Pembuatan Reagent  Campuran chloroform + methanol ( 2 : 1 )  Larutan MgCl2.6H2O (6 gram/liter akuades) Prosedur 1. Labu silinder dioven terlebih dahulu pada suhu 110oC selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X1) 2. Sampel ditimbang sebanyak 2-3 g (A) dan dimasukan ke dalam gelas homogenize dan ditambahkan larutan campuran kloroform : methanol (20xA), sebagian disisakan untuk membilas pada saat penyaringan. 3. Sampel dihomogenize selama 5 menit, setelah itu disaring dengan vacuum pump. 4. Sampel yang telah disaring tersebut dimasukkan ke dalam labu pemisah yang telah diberikan MgCl2 0.03 M (Bx0.2mL), kemudian dikocok dengan kuat minimal 1 menit. Kemudian ditutup dengan penutup labu dan didiamkan semalam. 5. Lapisan bawah yang terdapat pada labu pemisah disaring ke dalam labu silinder, kemudian dievaporasi sampai kering. 6. Masukan ke dalam oven selama 30 menit dan desikator selama 5 menit 7. Timbang labu akhir (X2) setelah dipastikan larutan menguap semua. Perhitungan : (X2 – X1 ) Kadar Lemak (%) = ------------------ X 100 % A C. Kadar Air 1. 2.

Cawan dipanaskan pada suhu 105oC selama 3 jam. Bahan seberat A g dimasukan ke dalam cawan dan ditimbang (X g)

75

5.

Cawan yang sudah berisi bahan dimasukan dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama minimal 30 menit dan ditimbang (Y g). Prosedur no. 3 diulangi, jika sudah tidak ada perubahan bobot pakan maka pengukuran selesai. Persentase (%) kadar air : [ (X – Y) / A ] x 100 %.

D.

Kadar Abu

1.

Cawan dipanaskan di dalam oven (110o) selama 4 jam kemudian di masukan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1). Bahan/ sampel ditimbang (A) Cawan dan bahan dipanaskan dalam tanur (600 oC) sampai bahan menjadi abu kemudian dimasukan ke dalam oven selama 5 menit untuk penurunan suhu, setelah itu dimasukan eksikator selama 20 menit lalu ditimbang (X2) Perhitungan :

3.

4.

2. 3.

4.

X2 – X1 Kadar Abu = ------------------ x 100 % A

76

Lampiran 5. Prosedur analisa Cr2O3 (Takeuchi 1988) 1.

2.

3. 4. 5. 6.

Sampel sebanyak 0,1 – 0,2 g dan 5 mL asam nitric pekat dimasukan ke dalam labu Kjehdahl, kemudian dipanaskan selama 30 menit sampai volume larutan menjadi 1 mL, lalu didinginkan. Larutan asam perklorat sebanyak 3 mL ditambahkan ke dalam labu pada prosedur 1, lalu dipanaskan kembali hingga menimbulkan asap putih. Larutan yang semula berwarna hijau akan berubah menjadi kuning atau jingga. Panaskan kembali selama 10 menit kemudian dinginkan. Larutan yang telah dingin dipindahkan ke dalam gelas ukur bervolume 100 mL, kemudian diencerkan hingga volume larutan tepat 100 mL. Absorban larutan diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 350 nm (Y) Persamaan hubungan Cr2O3 dengan absorbansi : Y = 0,2089 X + 0,0032

Y – 0,0032 Kadar Cr2O3 = ___________ : [ A (mg) x 100 %] 0, 2089

77

Lampiran 6. Prosedur analisis gambaran darah pada ikan Pengambilan darah pada ikan dilakukan melalui vena caudalis yang berada di bawah vertebrae. Sebelumnya, jarum suntik dan tabung eppendorf dibilas dengan Na-sitrat 3,8% untuk mencegah pembekuan darah. Pengambilan dan penyimpanan darah ke dalam tabung dilakukan secara perlahan-lahan untuk mengurangi resiko kerusakan sel darah. A.

Pengukuran hematokrit, (Anderson dan Siwicki 1993)

Darah dihisap menggunakan tabung mikrohematokrit berlapis heparin dengan sistem kapiler. Fungsi heparin adalah untuk mencegah pembekuan darah di dalam tabung. Setelah darah mencapai ¾ bagian tabung, kemudian salah satu ujung tabung disumbat dengan cristoseal. Tabung kapiler yang telah berisi darah kemudian disentrifuse dengan kecepatan putaran 6000 rpm selama 5 menit. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan volume benda darah terhadap volume seluruh darah dengan menggunakan skala hematokrit. B.

Pengukuran hemoglobin, (Wedemeyer dan Yasutake 1977)

Pengukuran kadar hemoglobin dilakukan dengan metode Sahli. Prinsip metode ini adalah mengkonversi hemoglobin dalam darah ke dalam bentuk asam hematin oleh asam klorida. Darah dihisap dengan menggunakan pipet Sahli sampai skala 20 mm3, ujung pipet yang telah digunakan dibersihkan dengan kertas tissue. Darah kemudian dipindahkan ke dalam tabung hemoglobin yang berisi HCl 0,1 N sampai skala 10 (warna kuning), lalu didiamkan 3-5 menit agar hemoglobin bereaksi dengan HCl membentuk asam hematin. Darah kemudian diaduk dan ditambahkan akuades sedikit demi sedikit hingga warnanya sama dengan warna standar. Pembacaan skala dilakukan dengan melihat tinggi permukaan larutan yang dicocokkan dengan skala lajur g %, yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah. C. Aktifitas fagositik, (Anderson dan Siwicki 1993) Sebanyak 50 µl darah dimasukkan ke dalam tabung eppendorf, ditambahkan 50 µl suspensi Staphylococcus aureus dalam PBS (107 sel/ml). Larutan tadi dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu ruang selama 20 menit. Sebanyak 5 µl dibuat sediaan ulas dan dikeringkan di udara, dan difiksasi dengan metanol selama 5 menit dan dikeringkan. Direndam dalam pewarna Giemsa selama 15 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan dengan tissue. Dihitung jumlah sel yang menunjukkan proses fagositosis dari 100 sel fagosit yang teramati.

78

Lampiran 7. Hasil pengujian hidrolisis pati, minyak dan susu oleh isolat bakteri Isolat A3Ok LB1Ob LBm10-8 MKS (12) U-4 UmKS 10-2 (1) LmKS10-2 (4) MKS (B) U-4 LmKS10-23 (5) UsKS10-2 2 (6) UmKS10-22 (7) UsKS10-2 4 (9) A3Ob UBs -3 LBs -4 LBp 10-6 UBs -3 LBs -42 UBp -4 1 UBs 10-8 LBs -41 UKp -31 UKm -21 LBs 10-6 LBp -21 UBp 10-6 UBp -42 LBp -22 UKm -3 UKs -31 UKs -22 UBm -31 UKs -32 UBm -32 UKp -32 MKS (14) U-4 SKS (7) U-4 SKS (A) U-2 SKS (B) U-2

Diameter hidrolisis (mm) Pati Minyak Susu 7 2 5 2 3 9 9 6 5 4 2 8 5 4 2 5 3 3 16 30 7 6 5 6 10 2 2 8 3 1 6 3 1 3 2 2 2 2 6 2 1 1 4 1 3 6 2 2 2 2 2 11 5 2 7 3 5 9 3 5 2 3 6 3 4

Keterangan Asal Lampung** Lampung Lampung* Kep. Seribu* Kep. Seribu Kep. Seribu Kep. Seribu * Kep. Seribu Kep. Seribu Kep. Seribu * Kep. Seribu Lampung* Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung) Lampung Lampung Lampung ** Lampung Kep. seribu* Kep.seribu ** Kep.seribu

Kode

RM1 RM2

RM3

RM4 RM5

RM6

79

SKS (6) U-4 SKS (A) U-4 SKS Lb-2 SKS U-3 SKS ( C ) U-2 SKS (1) Lb-4 SKS (10) Lb-2 SKS (B) U-4 PKS (14) U-4 PKS (6) U-2 PKS U-2 PKS (12) Lb-2

7 7 5 7 4 4 4 5 10

2 3 5 3 2 3 4 4 2 3 5 5

4 6 6 6 7 4 5 4 -

Kep.seribu Kep.seribu Kep.seribu Kep.seribu Kep.seribu Kep.seribu ** Kep.seribu ** Kep.seribu Kep.seribu Kep.seribu Kep.seribu Kep.seribu *

PKS (7) U PKS Lb-2 PKS (2) U-2

2 2 5

4 4 2

9 3 4

Kep.seribu Kep.seribu Kep.seribu

MKS (10) U-2 MKS (13) U-4

9 5

8 -

4 -

Kep.seribu * Kep.seribu

RM8

UpKS 10-2 (3) MKS (A) U-4 MKS (3) U-2

6 6 4

11 5 3

4 5

Kep.seribu * Kep.seribu Kep.seribu

RM9

-2

Catatan : * Dilakukan uji lanjutan **Susah dikultur kembali/mati

RM7

80

Lampiran 8. Hasil identifikasi kandidat bakteri probiotik RM3

RM3 Ewingella americana

81

Lampiran 9. Hasil identifikasi kandidat bakteri probiotik RM4

RM4 Vibrio alginolyticus

82

Lampiran 10. Hasil identifikasi kandidat bakteri probiotik RM5

RM5 Sphingomonas paucimobilis

83

Lampiran 11. Hasil identifikasi kandidat bakteri probiotik RM7

RM7 Pseudomonas fluorescens

83

Perlakuan

W0 (g)

RM3 (1) RM3 (2) RM3 (3) rerata SD RM4 (1) RM4 (2) RM4 (3) rerata SD RM5 (1) RM5 (2) RM5 (3) rerata SD RM7 (1) RM7 (2) RM7 (3) rerata SD K1 K2 K3 rerata SD

25.73 25.71 26.96 26.13 0.72 25.57 27.78 27.2 26.85 1.15 21.7 28.26 26.92 25.63 3.47 25.87 27.82 26.74 26.81 0.98 25.79 25.83 25.84 25.82 0.03

Wt (g)

Protein awal (%)

Protein awal (g)

Protein.akhir (%)

42.80 50.95 47.08 46.94 4.08 45.28 49.34 46.45 47.02 2.09 46.06 46.93 44.55 45.85 1.20 36.06 37.91 42.88 38.95 3.53 36.62 37.29 33.15 35.69 2.22

13.37 13.37 13.37 13.37 0.00 13.37 13.37 13.37 13.37 0.00 13.37 13.37 13.37 13.37 0.00 13.37 13.37 13.37 13.37 0.00 13.37 13.37 13.37 13.37 0.00

3.44 3.44 3.60 3.49 0.10 3.42 3.71 3.64 3.59 0.15 2.90 3.78 3.60 3.43 0.46 3.46 3.72 3.58 3.58 0.13 3.45 3.45 3.45 3.45 0.00

17.67 17.41 17.93 17.67 0.26 18.54 17.97 17.89 18.13 0.35 17.81 16.58 16.18 16.86 0.85 16.08 16.07 16.62 16.26 0.31 16.65 16.72 17.9 17.09 0.70

Protein akhir (g)

7.56 8.87 8.44 8.29 0.67 8.39 8.87 8.31 8.52 0.30 8.20 7.78 7.21 7.73 0.50 5.80 6.09 7.13 6.34 0.70 6.10 6.23 5.93 6.09 0.02

Protein disimpan dlm tubuh (%) 4.30 4.04 4.56 4.30 0.26 5.17 4.60 4.52 4.76 0.35 4.44 3.21 2.81 3.49 0.85 2.71 2.70 3.25 2.89 0.31 3.28 3.35 4.53 3.72 0.70

P rotein disimpan dlm tubuh (g) 4.12 5.43 4.84 4.80 0.66 4.98 5.15 4.67 4.93 0.24 5.30 4.00 3.61 4.30 0.89 2.34 2.37 3.55 2.75 0.69 2.65 2.78 2.48 2.64 0.15

Konsumsi Pakan

Prot. Pakan (%)

Prot. yang dikonsumsi (g)

32.88 37.56 35.76 35.40 2.36 36.36 39.87 31.36 35.86 4.28 33.10 34.79 32.22 33.37 1.31 31.95 32.41 34.75 33.58 1.50 32.00 33.07 29.99 31.69 1.56

44.71 44.71 44.71 44.71 0.00 42.98 42.98 42.98 42.98 0.00 45.83 45.83 45.83 45.83 0.00 46.32 46.32 46.32 46.32 0.00 44.15 44.15 44.15 44.15 0.00

14.70 16.79 15.99 15.83 1.06 15.63 17.14 13.48 15.41 1.84 15.17 15.94 14.77 15.29 0.60 14.80 15.01 16.10 15.30 0.70 14.13 14.60 13.24 13.99 0.69

Retensi (%)

28.04 32.35 30.25 30.22 2.15 31.84 30.07 34.67 32.19 2.32 34.95 25.10 24.44 28.17 5.89 15.81 15.80 22.06 17.89 3.61 18.75 19.05 18.72 18.84 0.18

84

Lampiran 12. Retensi protein ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung bakteri probiotik selama 40 hari pemeliharaan

84

Lampiran 13. Retensi lemak ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung bakteri probiotik selama 40 hari pemeliharaan Perlakuan

Wo (g)

Wt (g)

Lemak awal (%)

Lemak awal (g)

Lemak akhir (%)

Lemak akhir (g)

Lemak disimpan dlm tubuh (%)

RM3 (1) RM3 (2) RM3 (3) rerata SD RM4 (1) RM4 (2) RM4 (3) rerata SD RM5 (1) RM5 (2) RM5 (3) rerata SD RM7 (1) RM7 (2) RM7 (3) rerata SD K1 K2 K3 rerata SD

25.73 25.71 26.96 26.13 0.72 25.57 27.78 27.2 26.85 1.15 21.7 28.26 26.92 25.63 3.47 25.87 27.82 26.74 26.81 0.98 25.79 25.83 25.84 25.82 0.03

42.80 50.95 47.08 46.94 4.08 45.28 49.34 46.45 47.02 2.09 46.06 46.93 44.55 45.85 1.20 36.06 37.91 42.88 38.95 3.53 36.62 37.29 33.15 35.69 2.22

1.15 1.15 1.15 1.15 0.00 1.15 1.15 1.15 1.15 0.00 1.15 1.15 1.15 1.15 0.00 1.15 1.15 1.15 1.15 0.00 1.15 1.15 1.15 1.15 0.00

0.30 0.30 0.31 0.30 0.01 0.29 0.32 0.31 0.31 0.01 0.25 0.32 0.31 0.29 0.04 0.30 0.32 0.31 0.31 0.01 0.30 0.30 0.30 0.30 0.00

4.45 4.15 4.68 4.43 0.27 4.93 5.12 3.38 4.48 0.95 4 4.34 4.31 4.22 0.19 3.83 3.92 3.88 3.88 0.05 3.88 3.63 3.46 3.66 0.21

1.90 2.11 2.20 2.07 0.15 2.23 2.53 1.57 2.11 0.49 1.84 2.04 1.92 1.93 0.10 1.38 1.49 1.66 1.51 0.14 1.42 1.35 1.15 1.31 0.00

3.30 3.00 3.53 3.28 0.27 3.78 3.97 2.23 3.33 0.95 2.85 3.19 3.16 3.07 0.19 2.68 2.77 2.73 2.73 0.05 2.73 2.48 2.31 2.51 0.21

Lemak disimpan dlm tubuh (g) 1.61 1.82 1.89 1.77 0.15 1.94 2.21 1.26 1.80 0.49 1.59 1.71 1.61 1.64 0.06 1.08 1.17 1.36 1.20 0.14 1.12 1.06 0.85 1.01 0.14

Konsumsi Pakan

32.88 37.56 35.76 35.40 2.36 36.36 39.87 31.36 35.86 4.28 33.10 34.79 32.22 33.37 1.31 31.95 32.41 34.75 33.58 1.50 32.00 33.07 29.99 31.69 1.56

Lemak Pakan (%) 15.43 15.43 15.43 15.43 0.00 15.17 15.17 15.17 15.17 0.00 15.05 15.05 15.05 15.05 0.00 15.29 15.29 15.29 15.29 0.00 15.09 15.09 15.09 15.09 0.00

Lemak yang dikonsumsi (g)

Retensi

5.07 5.80 5.52 5.46 0.36 5.52 6.05 4.76 5.44 0.65 4.98 5.24 4.85 5.02 0.20 4.89 4.96 5.31 5.05 0.23 4.83 4.99 4.53 4.78 0.24

31.71 31.38 34.31 32.47 1.61 35.14 36.49 26.43 32.68 5.46 31.97 32.69 33.21 32.63 0.62 22.18 23.53 25.53 23.75 1.68 23.28 21.17 18.78 21.08 2.25

85

85

Perlakuan RM3 (1) RM3 (2) RM3 (3) rerata SD RM4 (1) RM4 (2) RM4 (3) rerata SD RM5 (1) RM5 (2) RM5 (3) rerata SD RM7 (1) RM7 (2) RM7 (3) rerata SD K1 K2 K3 rerata SD

Wo (g)

Wt (g)

36.28 44.65 36.34 39.09 4.82 38.60 39.44 38.53 38.86 0.51 38.51 38.26 44.8 40.52 3.71 38.78 38.83 34.05 37.22 2.75 36.59 35.64 34.8 35.68 0.90

85.49 83.97 77.47 82.31 4.26 91.51 95.78 92.81 93.37 2.19 81.80 90.05 97.08 89.64 7.65 96.13 97.85 85.54 93.17 6.67 73.87 69.85 73.65 72.46 2.26

Protein awal (%) 13.37 13.37 13.37 13.37 0.00 13.37 13.37 13.37 13.37 0.00 13.37 13.37 13.37 13.37 0.00 13.37 13.37 13.37 13.37 0.00 13.37 13.37 13.37 13.37 0.00

Protein awal (g) 4.85 5.97 4.86 5.23 0.64 5.16 5.27 5.15 5.20 0.07 5.15 5.12 5.99 5.42 0.50 5.18 5.19 4.55 4.98 0.37 4.89 4.77 4.65 4.77 0.12

Protein akhir (%) 16.35 16.38 16.73 16.49 0.21 16.77 17.86 17.76 17.46 0.60 16.28 15.61 17.26 16.38 0.83 15.8 15.26 16.75 15.94 0.75 16.73 15.54 15.5 15.92 0.70

Protein akhir (g) 13.98 13.75 12.96 13.56 0.01 15.35 17.11 16.48 16.31 0.89 13.32 14.06 16.76 14.71 1.81 15.19 14.93 14.33 14.82 0.44 12.36 10.85 11.42 11.54 0.76

Protein tersimpan (%) 2.98 3.01 3.36 3.12 0.21 3.40 4.49 4.39 4.09 0.60 2.91 2.24 3.89 3.01 0.83 2.43 1.89 3.38 2.57 0.75 3.36 2.17 2.13 2.55 0.70

Protein tersimpan (g) 9.13 7.78 8.10 8.34 0.70 10.19 11.83 11.33 11.12 0.84 8.17 8.94 10.77 9.29 1.33 10.00 9.74 9.78 9.84 0.14 7.47 6.09 6.76 6.77 0.69

Konsumsi pakan (g) 52.46 60.59 50.7 54.58 5.28 51.75 55.34 54.11 53.73 1.82 50.5 53.77 61.27 55.18 5.52 56.70 61.29 49.36 55.78 6.02 47.6 45.83 46.33 46.08 0.91

Protein Pakan (%) 37.99 37.99 37.99 37.99 0.00 37.07 37.07 37.07 37.07 0.00 38.71 38.71 38.71 38.71 0.00 39.66 39.66 39.66 39.66 0.00 39.46 39.46 39.46 39.46 0.00

Prot. Yang dikonsumsi (g) 19.93 23.02 19.26 20.74 2.00 19.18 20.51 20.06 19.92 0.68 19.55 20.81 23.72 21.36 2.14 22.49 24.31 19.58 22.12 2.39 18.78 18.08 18.28 18.38 0.36

Retensi (%) 45.80 33.82 42.06 40.56 6.13 53.09 57.68 56.49 55.76 2.38 41.78 42.96 45.39 43.38 1.84 44.49 40.07 49.94 44.83 4.94 39.75 33.67 36.99 36.81 3.04

86

Lampiran 14. Retensi protein ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung sinbiotik selama 40 hari pemeliharaan

86

Lampiran 15. Retensi lemak ikan kerapu bebek yang diberi pakan mengandung sinbiotik selama 40 hari pemeliharaan Perlakuan

Wo(g)

Wt (g)

Lemak Awal (%)

Lemak awl (g)

Lemak Akhir (%)

Lemak Akhir (g)

RM3 (1) RM3 (2) RM3 (3) rerata SD RM4 (1) RM4 (2) RM4 (3) rerata SD RM5 (1) RM5 (2) RM5 (3) rerata SD RM7 (1) RM7 (2) RM7 (3) rerata SD K1 K2 K3 rerata SD

36.28 44.65 36.34 39.09 4.82 38.60 39.44 38.53 38.86 0.51 38.51 38.26 44.8 40.52 3.71 38.78 38.83 34.05 37.22 2.75 36.59 35.64 34.8 35.68 0.90

85.49 83.97 77.47 82.31 4.26 91.51 95.78 92.81 93.37 2.19 81.80 90.05 97.08 89.64 7.65 96.13 97.85 85.54 93.17 6.67 73.87 69.85 73.65 72.46 2.26

1.15 1.15 1.15 1.15 0.00 1.15 1.15 1.15 1.15 0.00 1.15 1.15 1.15 1.15 0.00 1.15 1.15 1.15 1.15 0.00 1.15 1.15 1.15 1.15 0.00

0.42 0.51 0.42 0.45 0.06 0.44 0.45 0.44 0.45 0.01 0.44 0.44 0.52 0.47 0.04 0.45 0.45 0.39 0.43 0.03 0.42 0.41 0.40 0.41 0.01

5.27 5.67 6.13 5.69 0.43 5.00 5.14 4.67 4.94 0.24 5.78 5.98 5.48 5.75 0.25 5.56 5.29 4.98 5.28 0.29 5.01 5.36 5.27 5.21 0.18

4.51 4.76 4.75 4.67 0.02 4.58 4.92 4.33 4.61 0.30 4.73 5.38 5.32 5.14 0.36 5.34 5.18 4.26 4.93 0.58 3.70 3.74 3.88 3.78 0.09

Lemak disimpan dlm tubuh (%) 4.12 4.52 4.98 4.54 0.43 3.85 3.99 3.52 3.79 0.24 4.63 4.83 4.33 4.60 0.25 4.41 4.14 3.83 4.13 0.29 3.86 4.21 4.12 4.06 0.18

Lemak disimpan dlm tubuh (g) 4.09 4.25 4.33 4.22 0.12 4.13 4.47 3.89 4.16 0.29 4.29 4.95 4.80 4.68 0.35 4.90 4.73 3.87 4.50 0.55 3.28 3.33 3.48 3.37 0.10

Konsumsi Pakan (g)

52.46 60.59 50.7 54.58 5.28 51.75 55.34 54.11 53.73 1.82 50.5 53.77 61.27 55.18 5.52 56.70 61.29 49.36 55.78 6.02 47.6 45.83 46.33 46.08 0.91

Lemak Pakan (%)

15.48 15.48 15.48 15.48 0.00 15.53 15.53 15.53 15.53 0.00 15.35 15.35 15.35 15.35 0.00 15.68 15.68 15.68 15.68 0.00 13.49 13.49 13.49 13.49 0.00

Lemak yang dikonsumsi (g) 8.12 9.38 7.85 8.45 0.82 8.04 8.59 8.40 8.34 0.28 7.75 8.25 9.40 8.47 0.85 8.89 9.61 7.74 8.75 0.94 6.42 6.18 6.25 6.28 0.12

Retensi (%)

50.34 45.29 55.18 50.27 4.95 51.41 52.01 46.30 49.91 3.13 55.28 59.91 51.09 55.43 4.41 55.10 49.22 49.98 51.43 3.20 51.08 53.93 55.70 53.57 2.33

87

88

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banjarbaru pada tanggal 04 Desember 1965 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan H. Badaruddin dan Hj. Marbani. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pengelolaan Perairan, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat lulus pada tahun 1990. Pendidikan Magister ditempuh di Program Studi Ilmu Ilmu Pertanian Kekhususan Perikanan, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar lulus pada tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi Ilmu Akuakultur IPB diperoleh dari program beasiswa BPPS-Dikti pada tahun 2009. Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar di Fakultas Pertanian jurusan Perikanan Universitas Achmad Yani Kalimantan Selatan sejak tahun 1994. Pada tahun 2004 penulis diangkat sebagai Dosen PNS Dpk Kopertis Wilayah XI Kalimantan dan ditugaskan kembali di Universitas Achmad Yani hingga sekarang. Jabatan struktural yang pernah diemban penulis adalah Sekretaris Jurusan Perikanan periode 1998-1999, dan 2002 – 2004, serta Kepala Pusat Penelitian Universitas Achmad Yani periode 2007 – 2009. Menikah dengan Ir. H. Muhammad, MP. pada tahun 1991 dan dikaruniai 4 orang anak, Rafiqa Humaira, Annisa Amalia, Ahmad Shidqi Fadhilla, dan Ahmad Fadhil Azhim. Karya tulis berjudul “Isolation, selection and application of probiotic bacteria for improvement the growth performance of humpback grouper (Cromileptes altivelis)” telah diterbitkan pada International Journal of Science : Basic and Applied Research 16 (1):364-379 tahun 2014. Karya tulis lainnya berjudul “growth, digestive enzyme activity, and health status of humpback grouper (Cromileptes altivelis) fed with synbiotic telah diterbitkan oleh Pakistan Journal of Nutrition 13 (6): 319-326 tahun 2014. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.