SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Download 4. Syarat Mutu Benih Kacang Tanah. 4. Patogen Terbawa Benih Kacang Tanah. 5. Biologi Aspergillus flavus L. 5. Potensi Mikrob Endofit. 6. 3 ...

0 downloads 688 Views 17MB Size
1

POTENSI METABOLIT MIKROB ENDOFIT UNTUK MENGENDALIKAN Aspergillus flavus Link. TERBAWA BENIH KACANG TANAH

NELA ZAHARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

1

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Metabolit Mikrob Endofit untuk Mengendalikan Aspergillus flavus Link. Terbawa Benih Kacang Tanah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2017 Nela Zahara NIM A352140051

1

RINGKASAN NELA ZAHARA. Potensi Metabolit Mikrob Endofit untuk Mengendalikan Aspergillus flavus Link. Terbawa Benih Kacang Tanah Dibimbing oleh BONNY POERNOMO WAHYU SOEKARNO dan ABDUL MUNIF. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia karena bijinya memiliki kandungan gizi yang tinggi. Konsumsi kacang tanah akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di Indonesia. Peningkatan konsumsi kacang tanah di Indonesia tidak diikuti oleh peningkatan produksi kacang tanah. Penurunan produksi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor teknis budidaya yang kurang baik, seperti pengolahan tanah, pemupukan, pemanenan, pengendalian hama dan penyakit serta penggunaan benih bermutu rendah. Mutu benih kacang tanah yang rendah dapat disebabkan oleh infeksi dari cendawan terbawa benih. Aspergillus flavus merupakan cendawan penting yang memengaruhi mutu benih, dapat menghasilkan aflatoksin yang bersifat racun bagi tanaman, manusia, mamalia, dan unggas. Pengendalian cendawan terbawa benih umumnya dengan cara perlakuan benih secara kimiawi dengan aplikasi fungisida sintetik. Meskipun demikian, perlu dilakukan pengembangan cara pengendalian A. flavus terbawa benih yang lebih efektif, efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Senyawa metabolit mikrob endofit merupakan salah satu cara pengendalian cendawan terbawa benih yang potensial untuk dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi mikrob endofit potensial dari jaringan tanaman kacang tanah serta untuk mengetahui potensi mikrob endofit sebagai agens biokontrol terhadap A. flavus cendawan patogen terbawa benih kacang tanah. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nematologi, Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan rumah kaca Cikabayan IPB pada bulan Januari sampai Desember 2016. Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Adapun metode penelitian meliputi isolasi A. flavus, isolasi mikrob endofit dari tanaman kacang tanah, uji patogenesitas mikrob endofit, uji potensi mikrob endofit sebagai penghasil senyawa volatil dan uji enzim kitinolitik, uji penghambatan mikrob endofit terhadap A. flavus, ekstraksi dan uji metabolit mikrob endofit, uji perlakuan benih dengan senyawa metabolit dan identifikasi mikrob endofit. Perlakuan yang menunjukkan beda nyata diuji lanjut dengan uji selang berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%. Berdasarkan hasil isolasi mikrob endofit dari akar, batang, dan daun tanaman serta benih kacang tanah, diperoleh 63 isolat cendawan endofit dan 191 isolat bakteri endofit. Melalui uji patogenisitas terhadap isolat mikrob endofit, terdapat 33 isolat cendawan endofit dan 37 bakteri endofit yang bersifat nonpatogenik terhadap tumbuhan. Hasil seleksi cendawan endofit 3 cendawan yang memiliki penghambatan terbaik adalah CED-5 (51.47%), CEA-11 (51.32%), dan CEB-2 (50.73%), sedangkan untuk bakteri endofit yang memiliki 3 penghambatan terbaik yaitu BE2B2-1 (71.64%), BE2B2-2 (69.05%), dan BE2B2-5 (65.25%). Identifikasi cendawan endofit dilakukan dengan mengamati morfologi secara makroskopis dan mikroskopis 3 isolat yang memiliki penghambatan terbaik dalam uji kultur ganda yaitu CEA-11 diduga sebagai Penicillium sp., CED-5 adalah hifa steril 1, dan CEB-2 adalah Monascus sp. Sementara itu, identifikasi bakteri endofit dilakukan dengan teknik molekuler dan perunutan DNA

menunjukkan bahwa BE2B2-1 (94%) adalah Enterobacter sp., BE2B2-2 (98%) adalah Bacillus sp., BE2B2-5 (97%) adalah Acinetobacter sp. Isolat Enterobacter sp. memiliki aktivitas antimikrob lebih tinggi terhadap A. flavus di in vitro dengan daya hambat hingga 61.70%, daya hambat infeksi hingga 77.22% dengan metode growing on test, dan peningkatan perkecambahan benih kacang tanah hingga 4.25%. Berdasarkan dampak metabolit sekunder terhadap tanaman inang, mikrob endofit memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai pengendali patogen terbawa benih dan bahkan dapat berperan sebagai plant growth promoting benih kacang tanah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam optimalisasi potensi metabolit dari mikrob endofit sebagai salah satu strategi pengendalian yang komprehensif. Kata kunci: antibiosis, benih, hipersensitif, kitinase, senyawa volatil

1

SUMMARY NELA ZAHARA. Potency of Endophytic Microbial Metabolites for Controlling Seed Borne Pathogen Aspergillus flavus Link. on Peanut. Supervised by BONNY POERNOMO WAHYU SOEKARNO and ABDUL MUNIF. Peanut (Arachis hypogaea L.) is one of the important food crop in Indonesia, due to it contains rich high nutrients. Peanut consumption in Indonesia increased every year following by the increasing of Indonesian population. Increased consumption of peanut is not followed by increasing of the production. The law production was caused by several factors in cultivation techniques such as: tillage, fertilizer, harvesting method, and also caused by plant disease. Plant disease play important role in reducing crop losses dan quality of seed. Aspergillus flavus is the most important seed borne pathogenic fungi in peanut. A. flavus is able to produce aflatoxin which is harmfull to humans, mamals and other plant. Aflatoxin B1 is the most toxic type which has some negative effect such as carcinogenic, hepatotoxic, mutagenic for plants, humans, mammals, and birds. Generally, fungal disease can be controlled by chemically by seed treatment using application of synthetic fungicides or, physically with hot water treatment and radiation. Furthermore, it is necessary to develop alternative approach for controlling A. flavus as seed-borne fungal pathogens which are effective, efficient, and low risk to the environment. Use of endophytic microbial metabolites is one method can be developed to manage this disease. The objective of this research was to isolation potential endophytic microbes isolated from plant tissue of peanut and to determine the potential of microbial endophyte as a biocontrol agent against A. flavus. This research was conducted in Laboratory of Plant Nematology, Laboratory of Mycology, Department of Plant Protection, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University (IPB), greenhouse Cikabayan IPB from January to December 2016. This research used completely randomized design (CRD) for experimental design. Methods carried out were isolation of pathogenic fungi (A. flavus), isolation of endophytic microbes from peanut plants, pathogenicity test of endophytic microbes, production of volatile compound test, production of chitinolytic enzymes test, inhibition test against A. flavus, extraction of endophytic microbial metabolites test, seed treatment with microbial metabolites, and identification of endophytic microbes. Data significant difference was furtherly tested by Duncan multiple range test (DMRT) at 5% level. The result showed that the isolation of endophytic microbes from roots, stems, leaves, and seed, obtained 63 fungal isolates and 191 bacterial isolates. There were 33 fungal isolates and 37 bacterial isolates are nonpathogenic to the plants. Three selected endophytic fungi with high inhibition againts A. flavus were CED-5 (51.47%), CEA-11 (51.32%), and CEB-2 (50.73%). Meanwhile, three selected endophytic bacteria. Which hight inhibition againts A. flavus are BE2B2-1 (71.64%), BE2B2-2 (69.05%), and BE2B2-5 (65.25%). The selected fungal isolates was characterized morphologically as Penicillium sp. (CEA-11), sterile hyphae (CED-5), and Monascus sp. (CEB-2). Meanwhile, three selected bacterial isolates was characterized genetically in the 99% homology is Enterobacter sp. (BE2B2-1), 98% homology with Bacillus sp. (BE2B2-2), 97% homology with Acinetobacter sp. (BE2B2-5). Enterobacter sp. has the highest antimicrobial activity against A. flavus on PDA medium up to 61.70%, and able to

inhibit the infection A. flavus up to 77.22% on soil medium, and increase of seed germination until 4.25%. Based on the effects of secondary metabolites to the host plant, endophytic microbes have great potential as a biological control againts for seedborne pathogens and as plant growth promoter. The result of this research is expected to be a reference in optimizing the potential of the metabolites of endophytic microbes as one of a comprehensive control strategy. Key words: antibiosis, chitinase, disease progress, hyperparasitism, volatile compound.

1

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

0

POTENSI METABOLIT MIKROB ENDOFIT UNTUK MENGENDALIKAN Aspergillus flavus Link. TERBAWA BENIH KACANG TANAH

NELA ZAHARA

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Efi Toding Tondok SP, MScAgr

PRAKATA Ucapan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Potensi Metabolit Mikrob Endofit untuk Mengendalikan Aspergillus flavus Link. Terbawa Benih Kacang Tanah”. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Bonny PW Soekarno, MS dan Dr. Ir. Abdul Munif, M.Sc. Agr sebagai komisi pembimbing tesis yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan dan penulisan tesis ini. Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc sebagai Ketua Program Studi Fitopatologi atas arahan dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan magister di PS Fitopatologi IPB. Penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua, Sarbeni Pulungan dan Ayati dan adik Soripada Pulungan atas dukungan moral dan materi sampai penulis dapat menyelesaikan pendidikan magister. Terima kasih kepada Fitrianingrum Kurniawati SP. MSi dan M. Danih Sudrajat Amd. sebagai pranata Laboratorium Nematologi Tumbuhan, Pak Mamat dan Pak Milin sebagai pengelola Rumah Kaca Cikabayan yang membantu memperlancar kegiatan penelitian di lapangan. Terima kasih kepada rekan-rekan Fitopatologi 2014, rekan-rekan Laboratorium Nematologi dan Laboratorium Mikologi IPB atas dukungan dan kebersamaannya selama menjalani studi di PS Fitopatologi IPB. Terima kasih saya ucapkan kepada mbak Tika sebagai pranata Laboratorium Teknologi Benih dan Pasca Panen yang sudah membantu dan membagi ilmunya. Terima kasih saya ucapkan kepada Roy Ibrahim SP, M.Si dan Pebriandi S Hut, Tatit Sastrini SP. M.Si atas ilmu yang telah diberikan. Terima kasih saya ucapkan kepada para guru, lingkaran kecil Cahaya Sholiha, Haura, El-pinkers atas kebersamaan dan nasihat-nasihatnya semoga persaudaraan kita tetap terjalin dengan erat. Terima kasih juga penulis haturkan kepada seluruh dosen dan tenaga kependidikan di PS Fitopatologi, Departemen Proteksi Tanaman IPB. Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, April 2017

Nela Zahara

1

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Syarat Mutu Benih Kacang Tanah Patogen Terbawa Benih Kacang Tanah Biologi Aspergillus flavus L. Potensi Mikrob Endofit 3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Isolasi A. flavus Isolasi Mikrob Endofit dari Tanaman Kacang Tanah Isolasi Cendawan Endofit Isolasi Bakteri Endofit Seleksi Cendawan dan Bakteri Endofit Uji Patogenisitas Cendawan Endofit Uji Hipersensitif Bakteri Endofit Produksi Enzim Kitinase Uji Potensi Mikrob Endofit sebagai Penghasil Senyawa Volatil Uji Penghambatan Cendawan Endofit terhadap A. flavus Uji Penghambatan Bakteri Endofit terhadap A. flavus Ekstraksi dan Uji Metabolit Cendawan Endofit Ekstraksi dan Uji Metabolit Bakteri Endofit Uji Perlakuan Benih dengan Metabolit Mikrob Endofit Uji Daya Kecambah Benih Kacang Tanah Identifikasi Molekuler Mikrob Endofit Analisis Data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Cendawan Aspergillus flavus Isolat Mikrob Endofit Kemampuan Cendawan Endofit dalam Menghambat Pertumbuhan A. flavus Kemampuan Bakteri Endofit dalam Menghambat Pertumbuhan A. flavus Kemampuan Metabolit dalam Menghambat Pertumbuhan A. flavus Perlakuan Benih dengan Metabolit Mikrob Endofit Hasil Identifikasi Mikrob Endofit 5 SIMPULAN DAN SARAN

1 1 3 3 3 4 4 4 5 5 6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 10 10 10 10 11 12 12 13 13 14 15 16 16 16 17 19 22 24 27 30

2 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

30 30 31 36 42

3

DAFTAR TABEL 1 2

3

4 5

6 7 8 9

Isolat mikrob endofit asal tanaman kacang tanah dan uji patogenesitas Pengaruh cendawan endofit terhadap daya hambat pertumbuhan A. flavus dengan metode kultur ganda dan pengaruh senyawa volatil terhadap daya hambat A. flavus Pengaruh bakteri endofit terhadap daya hambat pertumbuhan A. flavus dengan metode kultur ganda, pengaruh senyawa volatil terhadap daya hambat A. flavus dan zona bening hasil uji kitinase Pengaruh metabolit mikrob endofit terhadap pertumbuhan A. flavus pada taraf konsentrasi 5-30% Pengaruh metabolit bakteri endofit terhadap daya hambat infeksi A. flavus dan pertumbuhan tanaman kacang tanah dengan metode blotter test dan growing on test Pengaruh metabolit bakteri endofit dan lama penyimpanan benih terhadap persentase daya hambat infeksi terhadap A. flavus Pengaruh metabolit bakteri endofit dan lama penyimpanan benih terhadap persentase daya kecambah benih Pengaruh metabolit bakteri endofit dan lama penyimpanan benih terhadap pertumbuhan tanaman pada media tanah Hasil identifikasi isolat bakteri endofit

16 18

20

23 25

25 26 26 28

DAFTAR GAMBAR 1 2 3

4

5 6 7 8

Skema uji penghambatan cendawan endofit dan A. flavus. [1] A: A. flavus sebagai kontrol; [2] A: A. flavus, B: Cendawan endofit Skema uji penghambatan bakteri endofit terhadap A. flavus. [1] A: A. flavus sebagai kontrol; [2] A: A. flavus, B: isolat bakteri endofit Karakter morfologi dan mikroskopis A. flavus. (A1) Miselium A. flavus; (A2) Karakteristik mikroskopis A. flavus: (a) Konidiofor, (b) Konidium, dan (c) Konidia (perbesaran 400x); (A3) Ilustrasi mikroskopis A. flavus (Gandjar et al. 2000): (a) Konidiofor, (b) Konidium, (c) Konidia Uji kultur ganda cendawan endofit terhadap A. flavus; (a) A. flavus; (b), (c), (d) Cendawan endofit, berturut-turut isolat CED-5, CEA-11, CEB-2 Uji kultur ganda bakteri endofit terhadap A. flavus; (A), (B), (C), bakteri endofit, berturut-turut isolat BE2B2-1, BE2B2-2, BE2B2-5. Penghambatan senyawa volatil bakteri endofit terhadap A. flavus; (A), (B), (C), berturut-turut isolat BE2B2-1, BE2B2-2, BE2B2-5 Zona bening yang dihasilkan bakteri endofit pada uji kitinolitik Pengaruh metabolit bakteri endofit dan cendawan endofit terhadap pertumbuhan A. flavus; (A) Isolat BE2B2-1; (B) Isolat BE2B2-2 (C) Isolat BE2B2-5; (D) Isolat CEA-11; (E) Isolat CED-5; (F) Isolat CEB-

11 12 16

19

21 21 22 24

4

9

2 pada konsentrasi metabolit 5%,10%,15%,20%,30% dibandingkan kontrol (K) Visualisasi pita DNA isolat-isolat bakteri endofit asal tanaman kacang tanah hasil amplifikasi menggunakan pasangan primer universal. (M) penanda DNA 1 kb ladder, (1) BE2B2-1, (2) BE2B2-2, (5) BE2B2-5

29

DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3

Makroskopis dan mikroskopis cendawan endofit Pengaruh metabolit bakteri endofit dengan metode Blotter test dan Growing on test Urutan basa nukleotida isolat bakteri endofit

37 38 40

1

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan komoditas bijibijian terpenting ketiga setelah kedelai dan jagung di Indonesia, karena mengandung zat dan senyawa yang dibutuhkan oleh organ tubuh manusia. Kacang tanah dapat dikonsumsi secara langsung maupun diolah menjadi bahan baku beberapa industri yang ada di Indonesia seperti, selai kacang, keju, coklat, permen, kacang atom, kacang telur, kacang rebus, kacang goreng, serta oncom. Selain itu, kacang tanah digunakan sebagai pakan ternak dan dapat digunakan sebagai bahan baku minyak nabati. Biji kacang tanah mengandung protein 2530%, karbohidrat 12%, minyak 40-50%, fosfor, besi, kadar air 10-15%, vitamin dan bahan-bahan mineral (BPPT 2009). Konsumsi kacang tanah nasional terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di Indonesia. Meskipun demikian, peningkatan konsumsi kacang tanah tidak diikuti oleh produksi yang optimal. Produksi kacang tanah secara nasional mengalami penurunan dari 779 228 ton pada tahun 2010 menjadi 638 258 ton pada tahun 2014 (BPS 2015). Faktor pembatas produksi kacang tanah antara lain pengolahan tanah, pemupukan, gangguan hama dan penyakit, serta mutu benih. Dalam menjaga mutu benih harus diperhatikan faktor- faktor yang memengaruhi pertumbuhan patogen pada penyimpanan biji-bijian yaitu kadar air, temperatur, oksigen dan karbondioksida, kerusakan fisik, adanya serangan serangga dan lama penyimpanan. Keberadaan patogen tular benih baik di dalam maupun di permukaan benih akan menghambat perkecambahan atau mengakibatkan epidemi penyakit karena transmisi patogen penyebab penyakit dari benih ke tanaman. Hal ini akan memberikan pengaruh negatif terhadap mutu dan hasil tanaman. Pengujian kesehatan benih dan perlakuan benih untuk eradikasi patogen dan menghasilkan tanaman sehat menjadi sangat penting (Ilyas 2012). Oleh karena itu, perlu adanya tindakan pengendalian yang tepat agar benih terbebas dari infeksi cendawan tular benih. Cendawan patogen terbawa benih merupakan salah satu faktor pembatas mutu benih kacang tanah. Ibiam dan Egwu (2011) melaporkan cendawan terbawa benih kacang tanah yang berpotensi menurunkan mutu benih antara lain Aspergillus flavus, A. niger, A. tamari, A. terreus, A. fumigatus, A. nidulans, A. culmoru, Fusarium moniliforme, Aureoba sidium pullulans, Penicillium chrysogen P. citrinum dan Cladosporium spp. Cendawan patogen terbawa benih yang bersifat patogenik adalah A. flavus, A. ochraceus, Cladosporium herbanum, Culvularia geniculata, Fusarium oxysporum, Phoma glomerata dan Macrophoma sp. Cendawan patogen tersebut dapat menurunkan daya berkecambah 20-40%, indeks vigor 30-47%, dan dapat menyebabkan kematian pada benih 29-52% (Baharudin et al. 2013). Masniawati (2013) menjelaskan bahwa infeksi cendawan pada benih dapat menimbulkan kerusakan fisik pada benih, perubahan biokimia yang mengganggu aktivitas fisiologis benih, sebagai sumber inokulum penyebab penyakit pada tanaman dewasa dan menurunkan viabilitas benih. Infeksi cendawan terbawa benih tersebut dapat menyumbat proses pembentukan enzim yang diperlukan dalam perkecambahan, menyebabkan kematian embrio dan

2 busuk pada benih secara total. Selain itu, beberapa cendawan terbawa benih dapat menghasilkan toksin sehingga berbahaya bagi ternak dan kesehatan manusia (Dharmaputra 2013). A. flavus merupakan salah satu cendawan patogen terbawa benih yang penting. Patogen ini dapat menyebabkan kerusakan biji kacang tanah dengan persentase 12.3-70.6% (Dharmaputra et al. 2013). A. flavus menyebabkan penurunan daya kecambah benih pada 25 jenis benih pangan, benih palawija seperti padi, jagung, dan kacang tanah, serta 11 jenis benih tanaman sayuran seperti kubis, bayam, labu, dan wortel (Hossain et al. 2013). Pakki dan Muis (2006) melaporkan bahwa infeksi A. flavus dapat menghasilkan aflatoksin pada kacang tanah yang merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Kontaminasi aflatoksin dimulai dari infeksi di pertanaman dan terbawa benih ke tempat penyimpanan, kemudian dapat menyebabkan kerusakan di gudang-gudang penyimpanan. A. flavus merupakan cendawan yang bersifat saprofit yang dapat dijumpai dimana saja, seperti di tanah, di udara bebas, pada bahan-bahan makanan, dan biji, penyimpanan benih. Kacang tanah merupakan salah satu substrat yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan berbagai cendawan terutama A. flavus (Amalia 2013). Upaya untuk mengurangi resiko kerugian yang disebabkan A. flavus telah dilakukan berupa perlakuan benih secara kimiawi dengan aplikasi fungisida sintetik, secara fisik dengan perendaman dalam air panas dan radiasi. Meskipun demikian, masih dianggap perlu untuk mengembangkan alternatif pengendalian cendawan patogen terbawa benih yang efektif, efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Senyawa metabolit mikrob endofit merupakan salah satu cara pengendalian cendawan terbawah benih yang potensial untuk dikembangkan. Petrini et al. (1993) menjelaskan bahwa mikrob endofit adalah suatu mikrob alternatif yang hidup dan berasosiasi didalam jaringan tanaman inang tanpa menimbulkan penyakit pada inang itu sendiri. Pada medium fermentasi, mikrob endofit menghasilkan senyawa metabolit seperti yang terkandung pada tanaman. Pada saat ini, mikrob endofit banyak diteliti karena memiliki efek positif pada tanaman inang seperti antimikroba, dan hormon pertumbuhan. Mikrob endofit secara alamiah menghasilkan auksin dan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan fitohormon yang lain. Beberapa isolat bakteri mampu menghasilkan fitohormon dan juga berperan sebagai pelarut fosfat, penambat nitrogen dan pelarut kalium (Sukmadi 2013). Bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman kacang tanah mampu menghambat pertumbuhan Sclerotium sp. dan mampu meningkatkan tinggi, jumlah daun, dan berat kering kecambah (Arios et al. 2014). Malinda et al. (2015) melaporkan bahwa kultur filtrat bakteri endofit yang diisolasi asal tanaman kedelai dapat penghambat pertumbuhan F. oxysporum yaitu sebesar 34.88%. Berdasarkan hasil penelitian Mufidah et al. (2013), hasil isolasi cendawan endofit dari daun dan ranting tanaman ongkea (Mezzetia parviflora Becc.) mampu menghambat pertumbuhan Candida albicans, Malazesia furfur, A. niger dan Rhizopus sp.

3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi mikrob endofit potensial dari jaringan dan benih tanaman kacang tanah serta untuk mengetahui potensi metabolit mikrob endofit dalam menghambat cendawan patogen terbawa benih A. flavus pada kacang tanah.

Hipotesis Senyawa metabolit yang dihasilkan oleh mikrob endofit dari jaringan dan benih kacang tanah mampu menekan pertumbuhan A. flavus terbawa benih kacang tanah.

Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam optimalisasi potensi metabolit dari mikrob endofit sebagai salah satu strategi pengendalian yang komprehensif.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Kacang Tanah ( Arachis hypogaea L.) Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) secara taksonomi memiliki klasifikasi divisi: Spermatophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Dicotyledonae, ordo: Rosales, famili: Papilionaceae, genus: Arachis, species: Arachis hypogaea, subspecies: fastigata, hypogaea. Kacang tanah memiliki peranan besar dalam mencukupi kebutuhan bahan pangan jenis kacang-kacangan di Indonesia. Produksi komoditi kacang tanah per hektar belum mencapai hasil yang maksimum. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh faktor tanah yang makin rusak dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro serta hormon pertumbuhan. Selain itu, faktor hama dan penyakit tanaman, faktor iklim, serta faktor pemeliharaan menjadi pembatas pada produksi kacang tanah. Budidaya kacang tanah membutuhkan curah hujan antara 800-1.300 mm/tahun, suhu udara sekitar 28-32 oC, kelembaban udara berkisar 65-75%, tanah bertekstur ringan dan subur, pH antara 6.0-6.5, dan ketinggian tempat optimum 50-500 m dpl (BPPT 2009). Kacang tanah merupakan komoditas kacang-kacangan terpenting ketiga setelah kedelai yang produksinya tak lagi mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Luas panen kacang tanah terus menurun dari 620 ribu ha pada tahun 2010 menjadi 499 ribu ha pada tahun 2014 (BPS 2015). Syarat Mutu Benih Kacang Tanah Keberhasilan usahatani suatu tanaman sangat ditentukan oleh kualitas benih karena dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Kacang tanah di Indonesia mempunyai prospek yang baik dan potensi produksinya mudah dikembangkan. Penilaian untuk varietas unggul dan mutu benih yang baik untuk kacang tanah didasarkan pada (1) daya hasil tinggi, (2) umur pendek (genjah) antara 85-90 hari, (3) produksi yang stabil, (4) tahan terhadap penyakit utama, (5) toleran terhadap kekeringan atau tanah becek. Berdasarkan penilaian tersebut, mutu benih kacang tanah yang baik adalah benih yang berasal dari tanaman varietas unggul, kulit benih mengkilap, tidak keriput atau cacat, murni atau tidak tercampur dengan varietas lain, mempunyai kadar air benih berkisar 12%-14%, daya tumbuh yang tinggi (> 90%) dan bebas dari infeksi patogen tular benih (BPPT 2009). Mutu benih harus diperhatikan karena sebagai faktor penentu keberhasilan penanaman secara ekonomis. Kerusakan pada benih dapat diakibatkan oleh cara penanganan yang kurang atau tidak optimal. Proses pengolahan benih yang tidak tepat dapat melukai benih. hal ini dapat menurunkan viabilitas dan vigor benih, bahkan meningkatkan kepekaan benih terhadap serangan patogen benih. Faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan patogen pada penyimpanan biji-bijian adalah kadar air, temperatur, oksigen dan karbon dioksida, kerusakan fisik, serangan serangga, dan lama penyimpanan (Ilyas 2012).

5 Patogen Terbawa Benih Kacang Tanah Benih kacang tanah membawa patogen baik dari tanaman maupun dari pascapanen. Beberapa virus yang terbawa dari tanaman seperti Peanut Stripe Virus (Demsky et al. 1984), Peanut Mottle Virus dan Cucumber Mosaic Virus (Dietzgen et al. 2001) tidak menimbulkan kerusakan pada benih namun menginfeksi kembali ketika benih ditanam. Infeksi patogen pada benih saat pascapanen dapat terjadi mulai dari lapangan, saat pengangkutan hingga penyimpanan, melalui tanah yang terbawa angin, air dan alat-alat pertanian (Semangun 2008). Infeksi benih kacang tanah tersebut umumnya disebabkan oleh cendawan antara lain Alternaria citri, A. dianthicola, Aspergillus flavus, A. niger, A. alternata, A. carneus, A. nidulans, A. ocrhraceus, A. oryzae, A. tamarii, Botryodiplodia theobromae, Botrytis cineria, Cephalosporium sp., Cheetomium sp. Cladosporium sp., Colletotrichum dematium, Curvularia lunata, Deshlera sp. Fusarium oxysporum, F. semitectum, F. solani, Macrophomia phaseolina, Mucor sp., Penicillium sp., Rhizopus stolonifer, Rhizoctonia solani, Sclerotium bataticola, Stemphylium sp., Trichothecium sp., dan Verticillium sp. (Elwakil et al. 2001). Mardinus (2003) menjelaskan bahwa infeksi cendawan patogen penyebab penyakit pada benih dapat menimbulkan kerusakan fisik pada benih, perubahan biokimia yang mengganggu aktifitas fisiologis benih, menjadi inokulum penyakit pada tanaman dewasa dan penurunan viabilitas. Penurunan viabilitas benih terjadi akibat cendawan terbawa benih dapat mengganggu enzim-enzim yang diperlukan dalam perkecambahan, membunuh embrio dan membusukkan benih secara total (Triana 2007). Selain itu, beberapa cendawan yang menyerang benih dapat menghasilkan toksin sehingga berbahaya bagi ternak dan kesehatan manusia (Suliantari 2009). Adapun patogen yang menjadi permasalahan utama produksi kacang tanah di Indonesia adalah Aspergillus sp yang menyebabkan busuk pada biji kacang tanah (Agrios 2005). Pakki dan Muis (2006) melaporkan bahwa terdapat 10 spesies Aspergillus sp. yang menginfeksi kacang tanah dan ditemukan di lapangan maupun tempat-tempat penyimpanan benih. spesies tersebut diantaranya Aspergillus flavus, A. niger, A. tamari, A. terreus, A. fumigatus, A. nidulans, A. culmoru (Ibiam dan Egwu, 2011). Aspergillus flavus menjadi spesies yang paling dominan menginfeksi benih kacang tanah di penyimpanan (Ganjar et al. 2000). Biologi Aspergillus flavus L. A. flavus memiliki koloni berwarna hijau kekuningan, konidiofor berwarna hialin, kasar dan dapat mencapai panjang 1 mm. Cendawan ini memiliki vesikula yang berbentuk bulat hingga semi bulat dan fialidnya terbentuk langsung pada vesikula. Konidianya berbentuk bulat atau semi bulat berwarna hijau pucat dan berduri. Sklerotianya sering terbentuk pada koloni baru dengan ukuran bervariasi dan berwarna coklat hingga hitam (Gandjar et al. 2000). Secara umum pertumbuhan A. flavus dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya substrat, temperatur, pH, kelembaban relatif atau aktivitas air dan adanya kompetisi dengan mikroorganisme lain. Cendawan ini menimbulkan gejala berupa munculnya

6 miselia berwarna kuning (berkapang) pada benih dan busuk leher atau busuk mahkota pada tanaman kacang tanah (Semangun 2008). A. flavus merupakan cendawan saprofit yang dapat di jumpai dimana saja, di tanah, di udara bebas dan pada bahan-bahan makanan terutama pada kacang tanah. Biji kacang tanah salah satu substrat yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan berbagai kapang salah satunya adalah A. flavus. A. flavus juga memiliki kemampuan baik dalam menghasilkan enzim. Beberapa jenis enzim yang dihasilkan adalah amilase, selulose, amiloglukosidase (Dharmaputra et al. 2013). A. flavus dapat memproduksi aflatoksin pada kacang tanah yang merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan,. yang menghasilkan enzim dan mikotoksin yaitu aflatoksin BI merupakan yang paling toksik karena bersifat karsinogenik, hepatotoksik, mutagenik bagi tanaman, manusia, mamalia, dan unggas (Dharmaputra et al. 2013). A. flavus teridentifikasi sebagai cendawan yang penting dalam kerusakan benih. A. flavus menginfeksi berbagai benih yang mempunyai banyak inang alternatif yaitu sekitar 25 jenis tanaman khususnya padi, sorgum, dan kacang tunggak. Hossain et al. (2013) juga melaporkan bahwa A. flavus selain menyerang tanaman pangan juga menyerang benih tanaman hortikultura, dimana A. flavus menurunkan perkecambahan pada 11 benih sayuran. Kontaminasi aflatoksin dimulai dari infeksi di pertanaman dan terbawa benih ke tempat penyimpanan, kemudian menjadi sumber inokulum awal penyebab kontaminasi di gudanggudang penyimpanan. Kasno (2009) melaporkan bahwa infeksi A. flavus terjadi pada ginofor baik yang masih menggantung maupun yang telah menembus tanah hingga membentuk polong dan biji. Analisis tanah pada bekas tanaman kacang tanah mendeksi 1000-5000 spora A. flavus pada setiap gram tanah. Potensi Mikrob Endofit Mikrob endofit adalah suatu mikrob yang hidup dan berasosiasi didalam jaringan tanaman inang tanpa menimbulkan penyakit pada inang itu sendiri (Petrini et al. 1993). Jenisnya dapat berupa bakteri, cendawan, yeast dan actinomycetes. Mikroba masuk ke dalam jaringan tanaman dengan bermacammacam cara, seperti melalui luka pada jaringan tanaman, stomata daun, melalui pori-pori akar. Mikrob endofit menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti yang terkandung pada tanaman. Peranan mikrob endofit terhadap tanaman sangat banyak yaitu fiksasi nitrogen, mobilisasi fosfat untuk tanaman, produksi fitohormon (IAA, sitokinin, giberelin, volatil), sebagai agens biokontrol terhadap hama dan patogen tanaman, produksi siderofor dan berbagai enzim, meningkatkan ketersediaan mineral, meningkatkan ketahanan terhadap stres lingkungan. Belakangan ini, mikrob endofit banyak diteliti karena memiliki efek positif pada tanaman inang seperti antimikroba dan hormon pertumbuhan. Mikrob endofit secara alamiah menghasilkan auksin dan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan fitohormon yang lain. Beberapa isolat bakteri bersifat multiguna, artinya selain sebagai penghasil fitohormon juga berperan sebagai pelarut fosfat, penambat nitrogen dan pelarut kalium (Sukmadi 2013). Sejumlah mikrob endofit diketahui secara nyata dapat memproduksi fitohormon termasuk auksin jenis IAA. mikrob endofit mempunyai banyak keuntungan terhadap tanaman yang menjadi inang, seperti mempercepat

7 pertumbuhan, meningkatkan daya tahan terhadap kekeringan dan serangan hama. Dalam hal ini tanaman inang berperan untuk menyediakan nutrisi bagi mikrob endofit. Kondisi tanaman inang, keadaan tanah, suhu, dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap jumlah dan jenis mikrob endofit pada tanaman membantu tanaman berkompetisi di alam (Huang 2001). Sukmadi (2013) melaporkan bahwa bakteri rizosfer dan bakteri endofit dapat menghasilkan fitohormon IAA. Parida et al. (2014) melaporkan bahwa perlakuan beberapa bakteri endofit dari tanaman padi menghasilkan periode inkubasi untuk patogen hawar daun bakteri (HDB) yang paling panjang. Waktu aplikasi yang berpotensi menekan perkembangan HDB adalah dengan aplikasi pada benih. Aplikasi pada benih dapat meningkatkan aktivitas enzim peroksidase diatas 50% dan beberapa bakteri endofit dapat menginduksi ekspresi gen yang berperan dalam sistem pertahanan tanaman terhadap patogen. Menurut Ikeda et al. (2013) bakteri endofit yang diisolasi dari akar tanaman jagung yaitu Bacillus sp., Burkholderia sp., Klebsiella sp., Pantoea sp. memproduksi senyawa metabolit sekunder berupa lipopeptida, polipeptida, makrolakton, asam lemak, poliketida, dan isokoumarins. Senyawa Phenazine sebagai senyawa metabolit yang dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas chlororaphis berperan sebagai agen antagonis dan aktivitas antifungi terhadap patogen Sclerotium sp. (Mondol et al. 2013). Ramdan et al. (2013) melaporkan bahwa cendawan endofit yang diisolasi dari bagian akar, batang dan cabang tanaman cabai bersifat nonpatogen, dilihat dari pertumbuhan bibit pada perlakuan sama dengan kontrol (7.25%) serta pertumbuhan bibit lebih baik dari pada kontrol (5.79%). Cendawan endofit yang memiliki potensi memacu pertumbuhan tanaman diidentifkasi sebagai Fusarium sp., hifa steril 1, 2, dan 3. Margino (2008) berhasil mengisolasi sebanyak 86 cendawan endofit dari 25 jaringan tanaman. berdasarkan hasil beberapa uji terhadap isolat tersebut diperoleh 2 isolat yang mampu menghambat pertumbuhan patogen Bacillus subtilis dan Fusarium oxysporum f.sp. lycopersicae yaitu isolat JA-2 dan ANGK-1 mengahsilkan antibiotik yang menghambat patogen secara efektif. Sucipto et al. (2015) melaporkan sebanyak 47 isolat cendawan endofit berhasil diisolasi dari tanaman padi sawah asal Bogor, Sukabumi, dan Blitar. Dari beberapa isolat tersebut diperoleh 4 isolat cendawan endofit yang mampu menghambat Pyricularia oryzae dengan tingkat penekanan antara 30-70%.

8

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai Desember 2016 di Laboratorium Nematologi Tumbuhan, Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman dan Laboratorium Teknologi Benih dan Pasca Panen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, dan rumah kaca Cikabayan Institut Pertanian Bogor (IPB).

Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah mikroskop, cawan petri, tabung reaksi, centrifuge, shaker, mikropipet, sprayer, vortex, objek glass, cover glass, desikator, syringe filter 0.2 µm. Bahan yang digunakan adalah benih kacang tanah varietas Kidang, isolat cendawan patogen A. flavus yang diisolasi dari benih kacang tanah, isolat mikrob endofit asal benih, akar, batang, dan daun tanaman kacang tanah, media PDA (Potatoes dextrose agar), media TSA (Tryptic soy agar) 20% dan 100%, media TSB (Tryptic soy broth), media PDB (Potato dextrose broth), tanah steril, alkohol 70%, NaOCl 3%. Metode Isolasi Aspergillus flavus Isolasi A. flavus dilakukan dengan metode blotter test mengikuti metode standar International Seed Testing Asociation (1996). Benih kacang tanah yang digunakan adalah varietas Kidang, contoh benih kacang tanah diambil secara acak dari sampel benih yang digunakan. Sebanyak 4 helai kertas merang dilembabkan dengan cara menyemprot kertas dengan air steril. Lalu kertas dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Sebanyak 10 benih kacang tanah disusun ke dalam cawan petri. Jumlah benih yang disemai sebanyak 100 benih. Selanjutnya inkubasi selama 7 hari. Cendawan yang diduga A. flavus diisolasi ke dalam media PDA. Kemudian cendawan tersebut diidentifikasi di bawah mikroskop dan dikarakterisasi berdasarkan morfologi yang mengacu kepada kunci identifikasi cendawan (Singh et al.1991). Isolasi Mikrob Endofit dari Tanaman Kacang Tanah Mikrob endofit diisolasi dari tanaman kacang tanah yang diambil dari kebun percobaan IPB di Leuwikopo terdiri atas cendawan endofit dan bakteri endofit. Isolat mikrob endofit diisolasi dari bagian akar, batang, daun, dan benih tanaman kacang tanah yang tumbuh sehat (tidak menunjukkan gejala sakit). Contoh tanaman dan benih kacang tanah akan diisolasi pada dua media yang berbeda pada PDA untuk endofit cendawan dan TSA untuk endofit bakteri. Isolasi Cendawan Endofit. Isolasi dari bagian akar, batang, daun dan benih dicuci bersih dengan air mengalir kemudian dikeringanginkan. Masing-masing

9 bagian tanaman kacang tanah dipotong dengan ukuran 1-2 cm sebanyak 5 bagian. Disiapkan bahan untuk sterilisasi permukaan yaitu alkohol 70%, NaOCl 3%, dan akuades steril, kemudian potongan masing-masing jaringan direndam dalam alkohol 70% selama 1 menit, NaOCl 3% selama 3 menit, dan dibilas dalam akuades steril sebanyak 3 kali, kemudian jaringan yang sudah disterilisasi dikeringkan dengan tisu steril (Nur’asiah 2011). Bagian jaringan tanaman tersebut ditanam pada cawan petri steril yang sudah berisi media PDA dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5-7 hari. Sebagai kontrol, sebelum ditanam ke dalam media PDA bagian contoh tanaman yang diisolasi dilakukan dengan cara menggoreskan masing-masing potongan akar, batang, daun dan benih kacang tanah pada media PDA dan selanjutnya diinkubasi selama 5 hari. Hasil isolasi cendawan endofit tidak dapat digunakan apabila ditemukan kontaminan pada media uji kesterilan. Setelah lolos uji kesterilan potongan jaringan tanaman diamati setiap hari terhadap miselium yang tumbuh. Miselium kemudian dipindahkan ke media PDA untuk pemurnian. Pemurnian ini bertujuan untuk memisahkan koloni endofit dengan morfologi berbeda untuk dijadikan isolat tersendiri. Cendawan endofit diinkubasi pada suhu ruang (2730 °C) selama 5-7 hari sesuai dengan pertumbuhannya. Isolasi Bakteri Endofit. Isolasi dilakukan dengan penyiapan bagian jaringan akar, batang, daun dan benih dari tanaman kacang tanah. Masing-masing bagian tanaman dipotong berukuran 1−2 cm sebanyak 1 g, selanjutnya dilakukan sterilisasi permukaan dengan mengikuti metode yang sudah dijelaskan sebelumnya. Masing-masing bagian dihaluskan secara terpisah menggunakan mortar steril dan ditambah 10 mL akuades steril dan disiapkan juga tabung reaksi yang berisi 9 mL akuades steril untuk pengenceran berseri, lalu suspensi jaringan tersebut diencerkan pada pengenceran 10-1, 10-2, dan 10-3. Sebanyak 0.1 mL suspensi pada masing-masing pengenceran disebar pada cawan petri yang telah berisi media TSA 20% dan diratakan. Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 1- 2 hari pada suhu ruang (27-30 °C). Pada kontrol contoh dari masing-masing jaringan tanaman dan benih kacang tanah terlebih dahulu digores di atas media TSA 20%. Kontrol diamati selama 24 jam dan apabila pada media kontrol terdapat koloni bakteri maka proses sterilisasi gagal dan diulang. Koloni bakteri yang tumbuh pada media diamati jumlah dan karakteristik koloni berdasarkan bentuk, dan warna koloni. Masing-masing bakteri yang didapat lalu dimurnikan pada media TSA 100% (Munif et al. 2012).

Seleksi Cendawan dan Bakteri Endofit Uji Patogenisitas Cendawan Endofit. Uji patogenisitas dilakukan dengan menyiapkan masing-masing isolat murni cendawan endofit, kemudian benih kacang tanah disterilisasi permukaan dengan mengikuti metode sterilisasi yang sudah dijelaskan sebelumnya. Sebanyak 10 benih kacang tanah di tanam pada masing-masing biakan murni cendawan endofit di dalam cawan petri dilakukan sebanyak 3 ulangan kemudian diinkubasi dalam suhu ruang. Parameter yang diamati adalah kemampuan berkecambah dan terdapat gejala nekrotik atau tidak. Apabila benih berkecambah dan tidak memiliki gejala nekrotik mengindikasikan bahwa isolat cendawan tersebut tidak bersifat patogenik terhadap tanaman.

10 Uji Hipersensitif Bakteri Endofit. Isolat bakteri endofit yang didapat diuji dengan Pengujian HR (Hypersensitive Reaction) pada tanaman tembakau untuk menyeleksi bakteri yang diduga patogen dan bakteri endofit. Pengujian dilakukan dengan menumbuhkan bakteri endofit pada medium TSB sebanyak 5 mL menggunakan tabung reaksi. Suspensi dengan kerapatan spora/sel bakteri 108 cfu/mL digoyang dengan kecepatan 100 rpm selama 24 jam. Suspensi bakteri diambil sebanyak 1 mL dan injeksi pada daun tembakau. Ada tidaknya gejala nekrosis pada daun tembakau diamati setelah 48 jam pada suhu 27 oC. Apabila tidak terdapat gejala nekrotik pada bagian daun yang disuntikkan maka bakteri tersebut tidak patogenik (Klement & Goodman 1967). Produksi Enzim Kitinase Koloni bakteri endofit diinokulasikan sebanyak 0.1 mL di atas kertas saring pada media agar koloidal kitin konsentrasi 0.4%. Inkubasi dilakukan selama 4-5 hari. Produksi enzim kitinase dievaluasi berdasarkan pembentukan zona bening di sekitar koloni (Tang-um & Niamsup 2012). Indeks kitinolitik dihitung dengan rumus sebagai berikut: ΔΥ= y2/y1 Keterangan: ΔΥ = Zona bening y2 = Lebar zona bening y1 = Lebar koloni bakteri endofit Uji Potensi Mikrob Endofit sebagai Penghasil Senyawa Volatil Pengujian produksi senyawa volatil membutuhkan cawan petri yang diameternya sama antara bagian dasar dan bagian tutup. Isolat A. flavus diinokulasikan pada media PDA yang berada di bagian dasar, dan isolat cendawan endofit diinokulasikan pada media PDA yang berada di bagian tutup. Sepasang cawan tersebut direkatkan menggunakan plastik perekat. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 7 hari. Pengamatan dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan diameter antara A. flavus pada perlakuan uji dan A. flavus pada kontrol. Pertumbuhan A. flavus akan terhambat jika cendawan endofit memproduksi senyawa volatil. Prosedur pengujian produksi senyawa volatil oleh bakteri endofit sama dengan cendawan endofit. Persentase tingkat hambatan relatif terhadap A. flavus dihitung menggunakan rumus: DH = ((Øk-Øp)/Øk) x 100% Keterangan: DH = Tingkat hambatan relatif Øk = Diameter A. flavus pada kontrol Øp = Diameter A. flavus pada perlakuan Uji Penghambatan Cendawan Endofit terhadap A. flavus Isolat cendawan A. flavus yang sudah murni dan cendawan endofit yang telah diperoleh dari uji sebelumnya, kemudian diuji pada media PDA secara in vitro. Pengujian dilakukan dengan cara menumbuhkan koloni cendawan secara berpasangan yaitu dengan metode kultur ganda (Gambar 1). Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 3-7 hari dengan 10 ulangan (Santoso &

11 Sumarni 2008). Tiga cendawan endofit yang memiliki nilai penghambatan tertinggi terhadap pertumbuhan cendawan patogen A. flavus yang akan digunakan pada uji selanjutnya. Perhitungan daya hambat dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan: r1 = Jarak jari-jari A. flavus yang tumbuh pada kontrol r2 = Jarak jari-jari A. flavus yang tumbuh pada perlakuan

[1]

[2]

Gambar 1 Skema uji penghambatan cendawan endofit dan A. flavus. [1] A: A. flavus sebagai kontrol; [2] A: A. flavus, B: Cendawan endofit Uji Penghambatan Bakteri Endofit terhadap A. flavus A. flavus ditumbuhkan ditengah media PDA dengan menggunakan cork borer, kemudian digores isolat bakteri endofit dengan menggunakan jarum ose pada kedua sisi tepi media PDA dengan jarak kurang lebih 2.5 cm dari pinggir cawan petri (Gambar 2) dan diinkubasi selama kurang lebih 4 hari (Munif 2012) sebanyak 10 ulangan. Dihitung zona hambat pertumbuhan miselium A. flavus dengan rumus :

Keterangan : r1 = Jarak jari-jari A. flavus pada kontrol r2 = Jarak jari-jari A. flavus pada perlakuan

12

[1]

[2]

Gambar 2 Skema uji penghambatan bakteri endofit terhadap A. flavus. [1] A: A. flavus sebagai kontrol; [2] A: A. flavus, B: isolat bakteri endofit. Ekstraksi dan Uji Metabolit Cendawan Endofit Metode ekstraksi metabolit cendawan endofit dilakukan dengan menyiapkan 3 isolat cendawan endofit yang terpilih. Sebanyak 3 potong isolat murni masingmasing isolat berukuran 0.5 cm dimasukkan kedalam erlenmeyer berisi 100 mL medium PDB. Selanjutnya medium PDB tersebut digoyang menggunakan shaker dengan kecepatan 100 rpm selama 2 minggu pada suhu ruang. Kemudian medium PDB disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 20 menit untuk memisahkan supernatant, dan dilakukan penyaringan metabolit dengan syringe filter 0.2 µm. Metode ini mengikuti Achmad (1997) yang telah dimodifikasi. Sebanyak 30 mL masing-masing metabolit dicampur dengan 70 mL media PDA yang masih cair pada suhu sekitar 50 °C (untuk pengenceran 30%), dan dilanjutkan pengenceran 20%, 15%, 10% dan 5%. Selanjutnya campuran PDA dengan masing-masing metabolit dituang pada cawan petri hingga padat kemudian ditumbuhkan potongan cendawan A. flavus. Pengujian untuk masingmasing konsenrasi diulang 8 kali dan diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari. Sebagai kontrol, potongan isolat A. flavus ditumbuhkan pada media PDA. Peubah yang diamati adalah diameter A. flavus pada medium PDA dengan campuran metabolit dibandingkan dengan medium PDA kontrol.

Keterangan: D1 = Diameter A. flavus pada kontrol (cm) D2 = Diameter A. flavus pada perlakuan (cm) Ekstraksi dan Uji Metabolit Bakteri Endofit Berdasarkan uji in vitro kultur ganda bakteri endofit terhadap A. flavus, dipilih 3 isolat bakteri endofit yang memiliki daya hambat paling tinggi dalam menghambat A. flavus. Isolat bakteri endofit yang terpilih ditumbuhkan pada 200 mL media TSB dalam erlenmeyer kemudian digoyang pada kecepatan 150 rpm dengan selang waktu berdasarkan kurva pertumbuhan sampai menghasilkan

13 metabolit. Selanjutnya kultur bakteri endofit disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 20 menit untuk memisahkan supernatan dari masa selnya. Supernatan disaring dengan syringe filter 0.2 µm (Elita et al. 2013). Metabolit bakteri endofit dari masing-masing bakteri diencerkan dalam medium PDA, sehingga terbentuk media tumbuh PDA dengan konsentrasi metabolit 5%, 10%, 15%, 20% dan 30%. Sebagai perlakuan kontrol ditumbuhkan pada media PDA tanpa perlakuan. Cendawan patogen dibiakkan pada masing-masing media PDA yang telah diberi perlakuan metabolit dan tanpa perlakuan. Peubah yang diamati adalah diameter A. flavus pada media PDA dengan campuran metabolit dibandingkan dengan media PDA kontrol. Daya hambat bakteri endofit terhadap A. flavus dihitung dengan rumus :

Keterangan: D1 = Diameter A. flavus pada kontrol (cm) D2 = Diameter A. flavus pada perlakuan (cm) Uji Perlakuan Benih dengan Metabolit Mikrob Endofit Benih kacang tanah sebanyak 100 biji direndam selama 20 menit pada metabolit mikrob endofit yang diencerkan dalam akuades steril dan akuades steril sebagai kontrol (Zainal et al. 2010). Benih kemudian disimpan didalam desikator pada suhu ruang dengan lama penyimpanan selama 0, 1, 2, 3, dan 4 minggu. Pengujian tingkat infeksi benih dan daya berkecambah benih dilakukan setiap minggunya Pengujian daya hambat infeksi dan daya berkecambah benih dilakukan dengan menggunakan metode blotter test pada kertas merang dan metode growing on test pada media tanah. Persentase daya kecambah dan daya hambat infeksi A. flavus pada setiap perlakuan dihitung dengan rumus:

Keterangan: N1 = Jumlah tanaman terinfeksi pada kontrol N2 = Jumlah tanaman terinfeksi pada perlakuan Uji Daya Kecambah Benih Kacang Tanah Kategori kecambah normal pada kacang tanah adalah apabila termasuk ke dalam empat kriteria berdasarkan Kamil (1982) sebagai berikut : a) Akar : akar primer atau satu set akar-akar sekunder yang tumbuh baik. b) Hipokotil : hipokotil tumbuh panjang atau pendek, tetapi tumbuh baik tanpa ada pecahan yang dalam. c) Kotiledon : satu atau keduanya hilang, sedangkan keadaan bagian lainnya baik dan vigorous. d) Epikotil : paling kurang ada satu daun, satu daun primer dan satu tunas ujung yang sempurna (intact terminal bud). Pengamatan terhadap kecambah normal dilakukan mulai pada hari ke-7 setelah benih dikecambahkan sampai hari ke-14 dengan interval pengamatan 2

14 hari sekali. Cara pengamatan yaitu dengan menghitung seluruh benih yang telah berkecambah normal, kemudian ditentukan persentase daya kecambahnya dengan rumus :

Keterangan: n = Jumlah benih berkecambah normal N = Jumlah benih yang dikecambahkan Identifikasi Molekuler Mikrob Endofit Identifikasi cendawan endofit secara morfologi dilakukan dengan menumbuhkan cendawan endofit yang sudah murni pada medium water agar (WA). Cendawan endofit yang tumbuh kemudian diidentifikasi dengan bantuan kunci identifikasi (Watanabe 2002). Bakteri endofit yang akan diidentifikasi molekuler adalah mikrob endofit yang memiliki nilai penghambatan terbaik dalam uji sebelumnya. Identifikasi dimulai dengan ekstraksi DNA kromosom bakteri. Isolasi DNA diawali dengan penyiapan kultur bakteri pada media cair (nutrient broth / trypticase soya broth / Luria-Bertani broth) dan diinkubasi selama 24 jam pada shaker dengan kecepatan 100 rpm. Sebanyak 1.5 mL biakan bakteri tersebut dimasukkan ke dalam tabung mikro kemudian dipeletkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 10 000 rpm selama 5 menit. Pelet bakteri yang telah disiapkan kemudian disuspensikan dengan 250 µL bufer TE mengandung 5 mg/mL lisozim. Suspensi kemudian diinkubasikan pada suhu 37 °C selama 30 menit pada shaker water bath. Sebanyak 50 µL SDS 10 % ditambahkan ke dalam suspensi, diaduk dengan membolak-balikkan tabung mikro, diinkubasi pada suhu 37 °C selama 60 menit pada shaker water bath. Sebanyak 65 µL 5M NaCl dan 80 µL CTAB-NaCl ditambahkan ke dalam suspensi. Suspensi diinkubasi pada suhu 65 °C selama 20 menit pada shaker water bath. Setelah inkubasi, sebanyak 450 µL Chloroform:Isoamil alkohol atau C:1 (24:1) di tambahkan ke dalam suspensi, kemudian suspensi dikocok selama 30 menit. Selanjutnya, suspensi disentrifugasi pada kecepatan 11 000 rpm selama 20 menit. Suspensi akan terbentuk tiga lapisan. Larutan epifase diambil dan dipindahkan ke dalam tabung mikro dan dipresipitasi dengan menambahkan 400 µL larutan isopropanol dingin (-20 °C), kemudian diinkubasi minimal 30 menit pada suhu -20 °C. Setelah presipitasi, DNA disentrifugasi pada kecepatan 12 000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 °C. Pelet yang terbentuk dicuci dengan menambahkan 800 µL etanol dingin 70% (-20 °C) dan disentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan 12 000 rpm pada suhu 4 °C. Pelet DNA kemudian dilarutkan dengan bufer TE. Selanjutnya, suspensi DNA disimpan pada suhu -20 °C. Amplifikasi pita DNA bakteri dilakukan dengan menggunakan primer universal bakteri yaitu primer forward 27F (5’-TACGGYTACCTTGTTACGACTT-3’) dan primer reverse 1492R (5’-AGAGTTTGATCCTGGCTCAG-3’) dan dilanjutkan dengan perunutan DNA (1st Base, Malaysia). Perunutan susunan basa (sequencing) dan di analisis dengan program BioEdit 7.2.0 kemudian disimpan dalam format FASTA.

15 Hasil perunutan sususan basa dalam format FASTA kemudian dianalisis dengan program BLAST (Rinanda 2011).

Analisis Data Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yang terdiri atas faktor isolat bakteri endofit sebanyak 3 isolat dan faktor konsentrasi metabolit (5%, 10%, 15%, 20%, dan 30%) dan kontrol masingmasing terdiri atas 8 ulangan. Data dianalisis menggunakan program SAS 9.1. Perlakuan yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut menggunakan uji selang berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Cendawan Aspergillus flavus A. flavus yang diisolasi dengan metode blotter test, memiliki morfologi koloni agak kasar, berwarna kuning kehijauan, arah pertumbuhan ke samping dan ke atas. Karakteristik mikroskopiknya memiliki konidiofor hialin dan konodia berwarna hitam (Gambar 3).

Gambar 3 Karakter morfologi dan mikroskopis A. flavus. (A1) Miselium A. flavus; (A2) Karakteristik mikroskopis A. flavus: (a) Konidiofor, (b) Konidium, dan (c) Konidia (perbesaran 400x); (A3) Ilustrasi mikroskopis A. flavus (Gandjar et al. 2000): (a) Konidiofor, (b) Konidium, (c) Konidia Isolat Mikrob Endofit Hasil isolasi mikrob endofit dari akar, batang dan daun tanaman serta benih kacang tanah diperoleh 63 isolat cendawan endofit dan 191 isolat bakteri endofit (Tabel 1). Kelimpahan mikrob endofit bervariasi antar bagian tanaman. Cendawan endofit dan bakteri endofit lebih banyak ditemukan pada bagian batang dibandingkan dengan bagian tanaman lainnya. Menurut Hallman et al. (2006) perbedaan kolonisasi mikrob endofit di dalam jaringan tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain genotip tanaman, umur tanaman, tempat tumbuh tanaman, jaringan tanaman yang digunakan, dan teknik isolasi seperti proses sterilisasi permukaan, waktu isolasi, serta medium yang digunakan dalam isolasi. Malinda et al. (2015) melaporkan bahwa keragaman tertinggi bakteri endofit beberapa varietas tanaman kedelai terdapat pada bagian batang, sedangkan keragaman tertinggi cendawan endofit tanaman cabai terdapat pada akar yang diikuti dengan bagian batang (Ramdan et al. 2013). Tabel 1 Isolat mikrob endofit asal tanaman kacang tanah dan uji patogenisitas Bagian Uji Patogenisitas Mikrob Total Akar Batang Daun Benih Patogenik Nonpatogenik Cendawan 21 27 14 1 63 30 33 154 37 Bakteri 52 67 64 8 191 Total Isolat 254 184 70

17 Berdasarkan uji patogenisitas terhadap isolat mikrob endofit tanaman kacang tanah yang diperoleh, terdapat 33 isolat cendawan endofit dan 37 bakteri endofit yang bersifat nonpatogenik terhadap tumbuhan (Tabel 1). Ketidakmampuan mikrob endofit nonpatogenik tersebut untuk menimbulkan gejala klorotik pada tanaman indikator membuktikan bahwa hubungannya dengan inang tidak bersifat parasit sehingga memungkinkan adanya bentuk hubungan simbiosis lainnya seperti komensalisme dan mutualisme. Wani et al. (2015) menjelaskan bahwa mikrob endofit dan tanaman inangnya merupakan fenomena mutualisme yaitu aktivitas hidup mikrob di dalam jaringan tanaman tidak menggangu namun bahkan produksi berbagai senyawa kimianya dapat membantu pertumbuhan tanaman. Senyawa-senyawa kimia atau metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikrob endofit di dalam jaringan inang dapat meningkatkan kesehatan tanaman melalui peningkatan resistensi terhadap aktivitas makan serangga, peningkatan ketahanan tanaman terhadap penyakit, memengaruhi mikrob simbion lainnya bahkan memengaruhi ekofisiologi tanaman (Rodriguez et al. 2009). Berdasarkan dampak metabolit sekunder terhadap tanaman inang maka mikrob endofit memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai pengendali patogen terbawa benih dan bahkan dapat berperan sebagai plant growth promoting untuk benih kacang tanah. Kemampuan Cendawan Endofit dalam Menghambat Pertumbuhan A. flavus Berdasarkan hasil pengujian daya hambat cendawan endofit terhadap A. flavus pada hari ke-7 menunjukkan dari 33 isolat cendawan endofit terdapat 3 isolat yang memiliki daya hambat di atas 50% dan daya hambat senyawa volatil di atas 40% (Tabel 2). Isolat CED-5, CEA-11, dan CEB-2 memiliki kemampuan penghambatan pertumbuhan koloni A. flavus yang tinggi yaitu hingga 50%. Penghambatan dicirikan dengan munculnya zona bening pada kultur ganda yang menghambat pertumbuhan koloni A. flavus ke arah cendawan endofit (Gambar 4). Tondok et al. (2012) menjelaskan bahwa zona hambat (zona bening) pada uji koloni ganda terbentuk karena metabolit sekunder cendawan endofit yang terdifusi ke dalam medium agar bersifat antifungal sehingga apabila kontak langsung dengan patogen dapat menghambat pertumbuhan patogen. Ketiga isolat cendawan endofit tersebut juga menghasilkan senyawa volatil. Senyawa volatil yang dihasilkan bersifat antifungal dengan daya hambat hingga mencapai 40.74% pada isolat CEB-2. Senyawa volatil juga merupakan bagian dari metabolit sekunder yang menunjukkan mekanisme antibiosis. Keberadaan metabolit sekundar yang antifungal pada ketiga cendawan endofit membuktikan potensi ketiganya sebagai agens pengendali A. flavus terbawa benih kacang tanah. Khan et al. (2012) menyatakan bahwa keberadaan cendawan endofit di jaringan tanaman akan memberikan ketahanan terhadap inang dan memacu pertumbuhan tanaman karena pengaruh metabolit yang dihasilkan oleh cendawan endofit.

18 Tabel 2 Pengaruh cendawan endofit terhadap daya hambat pertumbuhan A. flavus dengan metode kultur ganda dan pengaruh senyawa volatil terhadap daya hambat A. flavus Isolat CED-5 CEA-11 CEB-2 CED-13 CEB-13 CEA-8 CEA-24 CED-14 CEA-6 CED-6 CED-3 CEA-19 CEA-5 CEA-12 CED-12 CEB-16 CEB-1 CEB-8 CED-15 CEB-22 CED-4 CEB-9 CED-8 CEB-24 CEA-1 CEA-9 CEA-18 CEA-23 CEA-7 CEA-22 CED-10 CEDH-6 CEA-14 Kontrol

Daya hambat (%) Kultur ganda 51.47 51.32 50.73 49.52 48.65 48.41 47.80 47.10 46.82 46.60 46.04 45.97 45.67 45.19 45.14 45.04 45.00 44.94 44.45 44.06 44.01 43.82 43.81 43.77 43.71 43.48 42.99 42.90 42.71 42.69 41.67 40.49 39.62 1.25

Volatil 33.50 24.23 40.74 37.32 36.90 35.08 34.26 32.82 22.88 22.48 23.58 33.65 26.15 25.10 19.10 30.98 36.16 39.94 22.49 42.95 22.04 45.19 14.94 30.27 30.60 34.78 39.59 26.55 30.13 12.71 21.68 22.08 18.65 0.00

19

Gambar 4 Uji kultur ganda cendawan endofit terhadap A. flavus; (a) A. flavus; (b), (c), (d) Cendawan endofit, berturut-turut isolat CED-5, CEA-11, CEB-2 Kemampuan Bakteri Endofit dalam Menghambat pertumbuhan A. flavus Uji kultur ganda 37 isolat bakteri endofit terhadap A. flavus menunjukkan 3 isolat mempunyai daya hambat tertinggi yaitu BE2B2-1 sebesar 71.64%, BE2B22 sebesar 69.05%, dan BE2B2-5 sebesar 65.26% (Tabel 3). Penghambatan ditunjukkan oleh zona bening diantara dua koloni yang mengindikasikan aktivitas antibiosis dari ketiga isolat tersebut (Gambar 5). Aktivitas antibiosis diduga berasal dari metabolit sekunder bakteri yang bersifat antifungal. Senyawa antifungal tersebut diduga tersebar di sekitar koloni atau terdifusi ke dalam medium agar sehingga ketika terjadi kontak akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan miselium A. flavus. Keberadaan metabolit sekunder antifungal ditunjukkan oleh zona bening pada medium kitin yang mengindikasikan bahwa ketiga isolat bakteri tersebut menghasilkan enzim kitinase (Gambar 8). Bahkan isolat tersebut juga menghasilkan antifungal berupa senyawa volatil dengan daya hambat > 75% (Tabel 3). Keberadaan senyawa volatil ditandai dengan penghambatan pertumbuhan koloni A. flavus.(Gambar 6).

20 Tabel 3 Pengaruh bakteri endofit terhadap daya hambat pertumbuhan A. flavus dengan metode kultur ganda, pengaruh senyawa volatil terhadap daya hambat A. flavus, dan zona bening hasil uji kitinase Isolat BE2B2-1 BE2B2-2 BE2B2-5 BE2B2-18 BE2B2-12 BE2D1-13 BE2B2-11 BE2D1-18 BE2DI-10 BE2B2-23 BE2D1-12 BE2A1-1 BE2D1-15 BE2D2-4 BE2D1-14 BE2B2-13 BE2D2-2 BE2D1-1 BE2B2-7 BE2D1-3 BE2D1-7 BE2D1-16 BE2D1-17 BE2D1-11 BE2D3-2 BE2D1-8 BE2D2-5 BE2D1-9 BE2D1-2 BE2B2-4 BE2D1-5 BE2D2-7 BE2B2-10 BE2D1-4 BE2D1-19 BE2B2-3 Kontrol

Daya hambat (%) Volatil Kultur ganda 71.64 69.05 65.26 60.58 60.06 58.75 57.1 56.8 56.64 56.53 56.52 55.98 55.90 55.69 55.15 55.05 54.99 54.97 54.87 54.78 54.16 53.20 52.48 51.87 51.68 50.43 50.11 50.06 49.72 48.81 48.52 48.17 47.91 47.22 46.07 43.98 2.8

75.83 86.96 80.39 61.5 86.1 86.08 83.97 80.78 85.56 73.46 80.69 68.75 64.95 77.84 44.14 48.85 75.71 80.78 38.87 89.02 83.19 74.39 37.48 73.6 70.15 76.4 56.4 48.68 77.38 51.99 45.22 83.19 57.7 82.6 58.48 40.56 0

Ket: (-) tidak ada zona bening pada pengujian kitinolitik bakteri endofit

Zona bening kitinase (cm) 1.1 0.9 0.5 0.8 0.3 0.5 0.8 0.3 0.6 0.1 0.3 0.5 0.6 0.3 0.3 0.8 0.3 0.5 0.3 1 0.2 0.2 0.5 0.8 -

21

Gambar 5 Uji kultur ganda bakteri endofit terhadap A. flavus; (A), (B), (C), bakteri endofit, berturut-turut isolat BE2B2-1, BE2B2-2, BE2B2-5. Penghambatan dapat dilihat dengan miselium A. flavus yang menipis atau terdapat zona bening antara bakteri endofit yang diuji dengan A. flavus (Gambar 6). Penipisan miselium dan pembentukan zona bening terjadi karena antifungal yang dihasilkan oleh bakteri endofit. Abidin et al. (2015) menjelaskan bahwa hasil uji in vitro bakteri antagonis salah satunya adalah Bacillus sp. tergolong memiliki mekanisme antagonis berupa antibiosis terhadap cendawan patogen. Hal tersebut ditandai dengan memendeknya miselia dan terdapat zona bening antara koloni cendawan patogen dengan koloni bakteri antagonis. Pada pengamatan mikroskopis dengan pewarnaan, struktur sel pada hifa cendawan patogen uji mengalami malformasi, ditandai dengan bagian tidak bewarna pada miselia (lisis). Kemudian miselia tersebut berukuran lebih besar dan menumpuk dibanding dengan miselia normal dan miselia tersebut mengecil dan menipis pada bagian ujung.

Gambar 6 Penghambatan senyawa volatil bakteri endofit terhadap A. flavus; (A), (B), (C), berturut-turut isolat BE2B2-1, BE2B2-2, BE2B2-5 Dari hasil uji daya hambat senyawa volatil menunjukkan bakteri endofit menghasilkan senyawa volatil yang menghambat pertumbuhan A. flavus dan bahkan tidak tumbuh dari beberapa perlakuan bakteri endofit (Gambar 7). Daya hambat senyawa volatil terhadap pertumbuhan A. flavus berkisar antara 37.4889.02%. Menurut Bennet et al. (2006) bahwa cendawan dan bakteri mampu menghasilkan banyak senyawa volatil organik sebagai campuran alkohol, aldehida, ester, terpenoid dan molekul-molekul ringan lainya. Nandhini et al. (2012) juga melaporkan bahwa bakteri endofit mampu menghasilkan senyawa

22 yang dapat digunakan sebagai ketahanan kimia melawan mikrob patogenik yang menginfeksi tanaman.

Gambar 7 Zona bening yang dihasilkan bakteri endofit pada uji kitinolitik Salah satu indikator yang menunjukkan potensi bakteri endofit sebagai agens antagonis adalah kemampuannya menghasilkan enzim ekstraseluler berupa kitinase selama aktivitas fisologisnya (Munif 2012). Abidin et al. (2015) melaporkan bahwa beberapa bakteri penghasil enzim kitinase seperti bakteri Bacillus sp. memiliki kemampuan menekan penyakit rebah semai pada tanaman cabai. Nandhini et al. (2012) melaporkan bahwa bakteri endofit mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder bersifat antibiosis yang dapat digunakan sebagai ketahanan kimiawi melawan patogen yang menginfeksi tanaman. Senyawa-senyawa volatil seperti alkohol, aldehida, ester, terpenoid dan molekul-molekul ringan lainya yang dihasilkan oleh bakteri endofit juga dapat mendukung mekanisme antibiosis terhadap patogen tanaman (Bennet et al. 2012). Mekanisme antibiosis pada antagonisme secara in vitro ditandai dengan miselia yang memendek dan pada uji pewarnaan hifa terlihat struktur sel hifa cendawan patogen uji mengalami malformasi. Hifa yang mengalami malformasi ditandai dengan bagian miselia yang tidak berwarna (lisis), berukuran lebih besar dibanding dengan miselia normal (Abidin et al. 2015). Kemampuan Metabolit Mikrob Endofit dalam Menghambat Pertumbuhan A. flavus Hasil pengujian metabolit mikrob endofit terhadap pertumbuhan A. flavus, secara umum menunjukkan metabolit bakteri endofit mampu menekan pertumbuhan A. flavus lebih tinggi dibandingkan dengan metabolit cendawan endofit pada semua tingkat konsentrasi (Tabel 4). Dari hasil pengujian tersebut diperoleh 3 isolat mikrob endofit yang mampu menekan pertumbuhan A. flavus dengan daya hambat tertinggi, yaitu BE2B2-1 sebesar 61.70%, BE2B2-2 sebesar 46. 68%, dan BE2B2-5 sebesar 46.10%. Tabel 4 menunjukkan bahwa 3 metabolit bakteri endofit memiliki daya hambat yang lebih tinggi terhadap A. flavus. Hal ini dapat disebabkan oleh senyawa metabolit yang dihasilkan lebih kompleks dibandingkan dengan senyawa metabolit yang dikandung oleh cendawan endofit. Berg dan Hallmann (2006)

23 melaporkan senyawa metabolit yang dihasilkan bakteri endofit diantaranya pelarut fosfat dan enzim penghidrolisa seperti kitinase, protease, selulase, lipase, dan pektinase. Menurut Purwantisari et al. (2005), beberapa cara bakteri dalam menghambat cendawan patogen yaitu dengan menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat mendegradasi komponen struktural cendawan, memengaruhi permeabilitas membran sel cendawan, sebagai inhibitor suatu enzim dan mampu menekan sintesis protein pada cendawan. Tabel 4 Pengaruh metabolit mikrob endofit terhadap pertumbuhan A. flavus pada taraf konsentrasi 5-30% Perlakuan BE2B2-1 BE2B2-2 BE2B2-5 CEA-11 CED-5 CEB-2

5 39.77c 20.33c 18.85d 23.97bc 18.46c 20.88b

Konsentrasi metabolit (%) 10 15 20 49.78b 61.70a 44.62bc 22.09c 23.57c 30.19b 21.79c 46.10a 34.02b 31.18b 22.21c 17.06c 18.60c 14.92c 25.09b 12.79d 16.18c 14.71cd

30 31.81d 46.68a 34.90b 40.44a 39.88a 24.71a

Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Gambar 8 menunjukkan metabolit mikrob endofit bersifat antifungal yanag mampu menekan pertumbuhan A. flavus dan metabolit tersebut menyebabkan perubahan bentuk koloni A. flavus. Eliza et al. (2007) menyatakan bahwa senyawa antifungal yang dihasilkan oleh mikrob secara umum mengakibatkan terjadinya pertumbuhan yang abnormal pada hifa (malformasi), yaitu dengan pembengkakan dan pemendekan hifa yang mengakibatkan hifa tidak dapat berkembang dengan sempurna. Disamping itu hifa patogen dapat mengalami lisis, disebabkan karena bakteri endofit menghasilkan enzim kitinase yang dapat menyebabkan lisisnya dinding sel patogen. Menurut Kaaria et al. (2012), metabolit yang dihasilkan bakteri endofit mampu menghambat patogen. Hasil analisis menggunakan kromatografi menunjukkan bahwa metabolit terdiri atas senyawa dalam kelompok amida, asam, derifat indol, steroid, azole, alkohol dan hidrokarbon. Aktivitas antimikrobial yang dihasilkan oleh beberapa mikrob yaitu berupa senyawa lipopeptida dan enzim pendegradasi dinding sel (Glick et al. 1999). Kelompok senyawa lipopeptida yaitu surfaktin, iturin, dan fengicin (Peypoux et al. 1999)

24

Gambar 8 Pengaruh metabolit bakteri endofit dan cendawan endofit terhadap pertumbuhan A. flavus; (A) Isolat BE2B2-1; (B) Isolat BE2B2-2 (C) Isolat BE2B2-5; (D) Isolat CEA-11; (E) Isolat CED-5; (F) Isolat CEB2 pada konsentrasi metabolit 5%,10%,15%,20%,30% dibandingkan kontrol (K) Perlakuan Benih dengan Metabolit Mikrob Endofit Metabolit isolat bakteri endofit mampu menekan infeksi cendawan patogen A. flavus pada benih dibandingkan dengan kontrol pada metode blotter test dan growing on test (Tabel 5). Hasil pengujian perendaman benih dengan metabolit yang ditumbuhkan pada media kertas merang, menunjukkan metabolit BE2B2-5 memiliki daya hambat infeksi tertinggi yaitu sebesar 69.57%, diikuti oleh BE2B22 sebesar 52.17% dan 30.43% pada BE2B2-1. Uji pada media tanah dengan metabolit BE2B2-1 mampu menekan infeksi A. flavus sebesar 77.22%, sedangkan metabolit BE2B2-2 dan BE2B2-5 menekan infeksi A flavus masing-masing 66.67% dan 44.44%. Daya kecambah benih pada uji kertas merang dengan perlakuan metabolit BE2B2-2 dan BE2B2-5 sebesar 96%, diikuti oleh metabolit BE2B2-1 yaitu 95%, sedangkan daya kecambah benih pada media tanah dengan perlakuan metabolit BE2B2-2 dan BE2B2-5 sebesar 98%, serta metabolit BE2B21 sebesar 96% (Tabel 5). Perlakuan metabolit bakteri endofit menunjukkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibandingkan kontrol. Pada uji kertas merang tinggi tanaman dari benih yang diberi perlakuan metabolit bakteri endofit BE2B2-1, BE2B2-2, dan BE2B2-5 masing-masing 10.51 cm, 11.05 cm, dan 10.82 cm dibandingkan

25 kontrol 10.27 cm. Pada uji media tanah, tinggi tanaman dari benih dengan perlakuan BE2B2-1, BE2B2-2 dan BE2B2-5 masing-masing 28.65 cm, 28.25 cm dan 28.90 cm dibandingkan kontrol sebesar 28.08 cm (Tabel 5). Hal ini diduga karena adanya pengaruh perlakuan senyawa metabolit sehingga pertumbuhan tanaman pada perlakuan memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Menurut Arios et al. (2014), perlakuan dengan metabolit bakteri mampu menghambat pertumbuhan Sclerotium sp. dan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kacang tanah dengan parameter pengukuran pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat kering tanaman kacang tanah. Tabel 5 Pengaruh metabolit bakteri endofit terhadap daya hambat infeksi A. flavus dan pertumbuhan tanaman kacang tanah dengan metode blotter test dan growing on test DHI (%) DB (%) TN (cm) Perlakuan Blotter test Kontrol 0.00 92 10.27 BE2B2-1 30.43 95 10.51 BE2B2-2 52.17 96 11.05 BE2B2-5 69.57 96 10.82 Growing on test Kontrol 0.00 94 28.08 BE2B2-1 77.22 98 28.65 BE2B2-2 66.67 98 28.25 BE2B2-5 44.44 96 28.90 Keterangan: Kontrol (benih direndam akuades); DHI (daya hambat infeksi); DB (daya kecambah); TN (tinggi tanaman).

Faktor lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap daya hambat infeksi patogen terbawa benih pada benih yang telah diberi perlakuan metabolit bakteri endofit (Tabel 6). Semakin lama waktu simpan tingkat daya hambat metabolit terhadap infeksi patogen menurun. Perlakuan metabolit bakteri endofit pada minggu ke-1 menunjukkan nilai tertinggi dalam penghambatan infeksi yaitu 50% pada BE2B2-1, 80% pada BE2B2-2, dan 80% pada BE2B2-5. Hal ini diduga karena senyawa metabolit sudah memberikan mekanisme ketahanan terhadap benih. Menurut Yulianti (2013), peran mikrob endofit untuk perlakuan benih dapat meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap tekanan abiotik, serta sebagai agens pengendali hama dan penyakit. Tabel 6 Pengaruh metabolit bakteri endofit dan lama penyimpanan benih terhadap persentase daya hambat infeksi terhadap A. flavus Isolat Kontrol BE2B2-1 BE2B2-2 BE2B2-5

Daya hambat pada penyimpanan (%) pada minggu ke0 1 2 3 4 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 23.5 50.0 27.8 28.0 27.3 41.2 80.0 55.6 72.0 63.6 29.4 80.0 61.1 56.0 36.4

26 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, faktor penyimpanan pada benih yang telah diberikan metabolit bakteri endofit tidak menghambat perkecambahan pada benih. Hal ini terlihat dari daya kecambah pada perlakuan metabolit bakteri endofit dan kontrol yang dilakukan waktu penyimpanan menunjukkan daya kecambah di atas 90%. Perlakuan dengan metabolit bakteri endofit pada masing-masing waktu penyimpanan memiliki daya kecambah lebih tinggi dibanding kontrol. Pada Tabel 7 terlihat penyimpanan 0 minggu daya kecambah 94% pada perlakuan kontrol sedangkan pada perlakuan metabolit 9697%, penyimpanan minggu ke-1 pada kontrol 93% sedangkan pada perlakuan metabolit 97-99%, pada penyimpanan ke-2 daya kecambah benih pada kontrol 94%, sedangkan pada perlakuan metabolit 96-98, pada penyimpanan minggu ke 3 daya kecambah pada kontrol hanya 92% sedangkan pada perlakuan metabolit 94-98%, dan penyimpanan minggu ke-4 daya kecambah pada kontrol 96% sedangkan pada perlakuan metabolit sebesar 97-99%. Dari perhitungan daya kecambah benih diduga perlakuan perendaman metabolit pada benih dapat meningkatkan viabilitas benih kacang tanah dengan berkurangnya infeksi A. flavus yang menyerang benih kacang tanah di penyimpanan. Yuniarti et al. (2013) menyatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi viabilitas benih adalah adanya serangan cendawan patogen. Dari hasil pengamatan benih pada perlakuan perendaman metabolit dan penyimpanan tetap sehat dan tidak terlihat adanya infeksi A. flavus dan di rumah kaca bahwa benih kacang tanah yang diberikan perlakuan metabolit endofit memiliki pertumbuhan yang lebih baik (vigor, sehat, subur) serta menunjukkan pertumbuhan yang lebih seragam dibanding kontrol. Tabel 7 Pengaruh metabolit bakteri endofit dan lama penyimpanan benih terhadap persentase daya kecambah benih Metabolit Kontrol BE2B2-1 BE2B2-2 BE2B2-5

% Daya Kecambah Penyimpanan pada Minggu Ke0 1 2 3 94 93 94 92 96 97 96 94 97 99 97 98 96 99 98 96

4 96 97 99 98

Tabel 8 Pengaruh metabolit bakteri endofit dan lama penyimpanan benih terhadap pertumbuhan tanaman pada media tanah Isolat Kontrol BE2B2-1 BE2B2-2 BE2B2-5

Pertumbuhan tanaman pada penyimpanan minggu ke- (cm) 0 1 2 3 4 26.37a 20.92a 21.34a 18.62a 21.21a 28.37a 22.47a 23.99a 20.34a 24.30a 27.68a 23.27a 23.58a 22.27a 26.43a 27.72a 22.73a 22.76a 23.16a 25.74a

Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan (DMRT) α=5%

Tabel 8 menunjukkan bahwa interaksi antara pemberian metabolit berbagai bakteri endofit dan waktu penyimpanan benih tidak berbeda nyata terhadap tinggi

27 tanaman kacang tanah, akan tetapi jika dilihat dari masing-masing minggu penyimpanan benih pada perlakuan metabolit menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Hal ini diduga pada metabolit tersebut terdapat senyawa yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hidayati et al. (2014) melaporkan bakteri yang diisolasi dari tanaman karet dapat memberikan ketahanan dan meningkatkan pertumbuhan bibit karet, hal ini diduga karena bakteri endofit tersebut menghasilkan hormon pertumbuhan seperti auksin, giberellin, sitokinin dan asam absisat. Sulistyani et al. (2013) menyatakan bahwa Bacillus sp. merupakan kelompok plant growth promoting rhizobacteria (PGPR). PGPR merupakan bakteri pengkolonisasi akar tanaman yang mampu memacu pertumbuhan tanaman secara langsung maupun tidak langsung. Mekanisme PGPR secara tidak langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman seperti menekan pertumbuhan patogen. Hasil Identifikasi Mikrob Endofit Identifikasi cedawan endofit dilakukan dengan pengamatan morfologi secara makroskopis dan mikroskopis (Lampiran 12). Tiga isolat yang memiliki penghambatan terbaik dalam uji kultur ganda yaitu CEA-11, CED-5, dan CEB-2. Isolat CEA-11 memiliki miselium berwarna putih kekuningan, memiliki tekstur miselium yang lembut. Struktur hifa bersekat, fialid bercabang dari ujung konidiofor dengan konidia bentuk konidia bulat berantai, yang diduga sebagai Penicillium sp. Menurut Gandjar et al. (2000), cendawan ini banyak ditemukan pada rizosfer dan biji kacang tanah. Cendawan ini memiliki koloni berwarna putih dan hijau kekuningan, konidiofor bercabang, metula berbentuk silindris dengan 36 fialid yang berbetuk botol, konidia berbetuk semi-bulat sampai elips, berwarna hialin atau sedikit kehijauan dan berdinding halus. Isolat CED-5 memiliki miselium berwarna putih keabu-abuan, memiliki hifa hialin dan bersekat. Dari hasil identifikasi makroskopis dan mikroskopis cendawan endofit CED-5 diduga adalah hifa steril 1. Isolat CEB-2 memiliki miselium berwarna putih dan tekstur yang lembut, memiliki hifa hialin dan bersekat, dari hasil identifikasi makroskopis dan mikroskopis isolat cendawan endofit CEB-2 diduga Monascus sp. Menurut Stchigel et al. (2004) memiliki hifa yang bercabang, hialin dan bersekat, berdinding halus, lebarnya 2-6 µm, pada saat dewasa membentuk rantai silinder, memiliki klamidospora yang berbentuk bulat baik tunggal maupun berantai. Anamorf cendawan ini memiliki konidiofor, konidia berbentuk bulat dapat tumbuh tunggal ataupun berantai pendek dan biasanya terletak di ujung dan pangkal hifa. Dari hasil identifikasi molekuler menunjukkan sampel DNA dari 3 bakteri endofit asal tanaman kacang tanah menggunakan primer 27F/1492R dengan gen target 16S menghasilkan fragmen DNA yang berbeda antar isolat. Isolat dengan kode BE2B2-1, BE2B2-2, dan BE2B2-5 menghasilkan fragmen DNA dengan ukuran 1405 pb, 1470 pb, dan 1425 pb (Gambar 9). Hasil perunutan DNA yang dianalisis menggunakan program BLAST menunjukkan tingkat homologi bakteri endofit asal tanaman kacang tanah yaitu BE2B2-1 (94%) adalah Enterobacter sp., BE2B2-2 (98%) adalah Bacillus sp., dan BE2B2-5 (97%) adalah Acinetobacter

28 sp. (Tabel 9). Asosiasi bakteri endofit Enterobacter sp., Bacillus sp., dan Acinetobacter sp. dengan berbagai tanaman telah banyak dilaporkan. Isolat BE2B2-1 dari hasil identifikasi molekuler dengan persen homologi sebesar 94% adalah Enterobacter sp. R4-368. Khan dan Doty (2009) melaporkan spesies bakteri endofit yang diisolasi dari batang ubi jalar diantaranya adalah Enterobacter sp. TUT1014 dan Enterobacter sp., merupakan kelompok Gram negatif berbentuk batang baik itu motil dengan Peritrichous flagella atau nonmotil tumbuh dalam pepton, tumbuh secara aerobik dan anaerobik, beberapa spesies tumbuh baik pada suhu 37 °C. Isolat BE2B2-2 dari hasil identifikasi molekuler dengan persen homologi sebesar 98% adalah Bacillus sp. Menurut Slepecky dan Hemphill (2006) bahwa Bacillus sp. merupakan bakteri Gram positif yang memiliki sel berbentuk batang, bersifat motil, menghasilkan spora yang tahan terhadap panas, bersifat aerob, katalase positif. Resti et al. (2013) melaporkan bahwa hasil isolasi bakteri endofit dari akar bawang didapat beberapa spesies dari Bacillus sp. Isolat BE2B2-5 dari hasil identifikasi molekuler dengan homologi sebesar 97% adalah Acinetobacter sp. Ayuningtyas (2015) melaporkan salah satu bakteri endofit asal tanaman Vetiveria zizanioides adalah Acinetobacter sp. Bakteri ini termasuk kedalam Gram negatif berbentuk kokoid dengan ukuran 0.5-1.0 µm, aerobik, tidak membentuk spora, tidak mempunyai flagel. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu ruang dan dapat ditemukan pada lingkungan yang lembab dan kondisi yang mengandung banyak mineral. Tabel 9 Hasil identifikasi isolat bakteri endofit Isolat BE2B2-1 BE2B2-2 BE2B2-5

Identitas

Kode aksesi

Enterobacter sp. R4-368, CP005991.1 complete genom Bacillus sp. Bc38(2011) JF772469.1 16S ribosomal RNA gene Acinetobacter sp. KT964806.1 FZW22 16S ribosomal RNA gene

Identity matrix (%) 94%

Query cover (%) 94%

97%

98%

89%

97%

29

1500 pb

Gambar 9 Visualisasi pita DNA isolat-isolat bakteri endofit asal tanaman kacang tanah hasil amplifikasi menggunakan pasangan primer universal. (M) penanda DNA 1 kb ladder, (1) BE2B2-1, (2) BE2B2-2, (5) BE2B2-5

30

5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Cendawan endofit yang memiliki penghambatan terbaik terhadap A. flavus adalah CED-5 (51.47%), CEA-11 (51.32%), dan CEB-2 (50.73%); sedangkan bakteri endofit yang memiliki daya hambat terbaik yaitu BE2B2-1 (71.64%), BE2B2-2 (69.05%), dan BE2B2-5 (65.25%). CEA-11 diduga sebagai Penicillium sp., CED-5 adalah hifa steril 1, dan CEB-2 adalah Monascus sp. Hasil identifikasi molekuler isolat BE2B2-1 dengan persen homologi sebesar 94% adalah Enterobacter sp., BE2B2-2 (98%) adalah Bacillus sp., BE2B2-5 (97%) adalah Acinetobacter sp. Isolat Enterobacter sp. menunjukkan kemampuan metabolit terbaik dalam menghambat pertumbuhan A. flavus secara in-vitro ditunjukkan dengan daya hambat infeksi tertinggi pada perlakuan growing on test dibandingkan dengan perlakuan lainnya serta menyebabkan peningkatan daya kecambah sebesar 4.25%. Saran Perlu adanya pengujian lebih lanjut terhadap pengaruh metabolit dari bakteri endofit yang berpotensi untuk pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah. Serta perlu adanya pengkajian lebih lanjut terhadap jenis-jenis senyawa metabolit apa saja yang terkandung didalamnya serta konsentrasi yang tepat dalam menghambat perkembangan penyakit khususnya patogen terbawa benih yaitu A. flavus.

31

DAFTAR PUSTAKA Abdelwehab SA, El-Nagerabi SAF, Elshafie AE. 2014. Mycobiota associated with imported seeds of vegetable crop in Sudan. Open Mycology J. 8: 156173. Abidin Z, Aini LQ, Abadi AL. 2015. Pengaruh bakteri Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. terhadap pertumbuhan jamur patogen Sclerotium rolfsii Sacc. penyebab penyakit rebah semai pada tanaman kedelai. J HPT. 3(1): 110. Achmad. 1997. Mekanisme serangan patogen dan ketahanan inang serta pengendalian hayati penyakit lodoh pada Pinus mekusii [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed ke-5. London (UK): Elsevier Academic. Alexopoulos CJ, Mins CW. 1979. Introductory Mycology. John Wiley & Sons. 1613. Arengka D. 2014. Pemanfaatan gelombang mikro untuk mengendalikan patogen terbawa benih jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arios LN, Suryanto D, Nurtjahja, Munir E. 2014. Asai kemampuan bakteri dari kacang tanah dalam menghambat pertumbuhan Sclerotium sp. pada kecambah kacang tanah. J HPT Tropika. 14(2):178-188. Asniah, Dian L, Mariadi, Lili D. 2014. Potensi cendawan endofit nonpatogen asal akar tanaman cabai (Capsicum annum L.) sebagai biofungisida patogen Fusarium oxysporum. Agrilus. vol : 24. 0854-0128. Ayuningtyas DP. 2015. Analisis potensi ekstrak kasar supernatan bakteri endofit Vetiveria zizanioides sebagai penghambat quorum sensing pada Chromabacterium violaceum [tesis]. Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia. Baharudin, Puwantara A, Ilyas S, Suhartanto MR. 2013. Patogenesitas beberapa isolat cendawan terbawa benih kakao hibrida. J Littri. 19(1): 1-7. Barnett HL, Hunter BB. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi Fourth Edition. Minnesota (US): APS Press. Based Approach, 5th edn. New York (US): McGraw-Hill Book Company. Basha SM, BJ Cole, SK Pancholy. 1994. A phytoalexin and aflatoxin producing peanut seed culture system. Pean Sci. 21(2): 130-134. Bennett AE, Garcia JA, Bever JD, Alers-Garcia J, 2006. Three way interactions among mutualistic mychorrizal fungi, plants, and plant enemies: hypotheses and synthesis. American Naturalist. 167:141-152. [BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2009. Teknik budidaya kacang tanah (Arachis hypogeae L.). Jakarta (ID): Departemen Pertanian. [BPS] Badan Pusat Statistik RI. 2015. Statistik produksi kacang tanah (Angka Ramalan I Tahun 2015). [Internet]. [diakses 2015 Apr7]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/brs_file/aram_01agus15.pdf. Budiarti SW, Heni P, Suwarti. 2013. Kontaminasi fungi Aspergillus sp. pada biji jagung ditempat penyimpanan dengan kadar air yang berbeda. Yogyakarta (ID): Balai Penelitian Tanaman Serealia.

32 Chen C, Bauske EM, Musson G, Rodríguez-Kábana R, Kloepper JW. 1995. Biological control of Fusarium wilt on cotton by use of endophytic bacteria. J Biol Contr. 5(1):83–91. Demsky JW, Reddy DVR, Sowell-Jr G, Bays D. 1984. Peanut stripe virus a new seed-borne potyvirus from china infecting groundnut (A. hypogaea). Annals of Appl Biol. 105(3): 495-501. Dietzgen RG, Callaghan B, Higgins CM, Birch RG, Chen K,Xu. 2001. Differentiation of peanut seedborne potyvirus and cumuvirus by RT-PCR. Plant Dis. 85(9): 990-992. Dharmaputra OS, Santi A, Retnowati I, Windyarani A. 2013. Kualitas fisik, populasi Aspergillus flavus, dan kandungan aflatoksin B1 pada biji kacang tanah mentah. J Fitopatol Indones. 9(4): 99-106. doi: 10.14692/jfi.9.4.99. Elita A, Saryono S, Christine J. 2013. Penentuan waktu optimum produksi antimikroba dan uji fitokimia ekstrak kasar fermentasi bakteri endofit Pseudomonas sp. dari umbi tanaman dahlia (Dahlia variabilis). J ICA. 3(2):56-62. Eliza, Munif A, Djatnika I, Widodo. 2007. Karakter fisiologis dan peranan antibiosis bakteri perakaran graminae terhadap Fusarium dan pemacu pertumbuhan tanaman pisang. J Hort. 17(2): 150-160. Elwakil MA, El-Metwally MA. 2001. Seed-borne fungi of peanut in egypt; pathogenicity and transmission. Pakistan Biol Sci. 4:63-68. Gandjar I, RA Samson, KVD Tweel-Vermeulen, A Oetari, I Santoso. 2000. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Depok (ID). Yayasan Obor Indonesia. Glick BR, Patten CL, Holguin G, Penrose DM. 1999. Biochemical and genetic mechanism used by plant growth promoting bacteria. J Theor Biol. 190:6368 Hallman J, Berg G. 2006. Control of plant pathogenic fungi with bacterial endophytes. Di dalam: Schulz BJE, Boyle CJC, Sieber TN, editor. Microbial root endophytes. Jerman (EU): Springer. Hartati S, Wiyono S, Hidayat SH, Sinaga MS. 2014. Seleksi khamir epifit sebagai agens antagonis penyakit antraknosa pada cabai. J Hort 24(3):258-265. Hidayati U, Chaniago IA, Munif A, Siswanto, Santosa DA. 2014. Potency of plant growth promoting endophytic bacteria from rubber plants (Hevea brasiliensis Mill. Arg.). J Agron. 13(3): 147-152. Hossain I, Dey P, Dilruba K. 2013. Quality of vegetable seeds collected from mymensingh region in Bangladesh. Int J Appl Sci Biotechnol. 2(1):103-108. doi:10.3126/ijasbt.v2il.9926. Huang JS. 2001. Plant Pathogenesis and Resistance Biochemistry and Physiology of Plant-Microbe Interactions. North Carolina (US): Springer Science dan Business Media Dordrecht. Ibiam, OFA, BN Egwu, 2011. Post-harvest seed-borne diseases associated with the seeds of three varieties of groundnuts, (Arachis Hypogaea L) Nwakara, Kaki, and Campalla. Agric Biol J N Am. 2(4):598-602. Ikeda AC, Bassani LL, Adamoski D, Stringari D, Corderio VK, Glienke C, Steffens MB, Hungria M, Galli-Terasawa LV. 2013. Morphological and genetic characterization of endophytic bacteria isolated from roots of different maize genotypes. Microb Ecol. 65(1):154-160. doi.10.1007/s00248-012-0104-0.

33 Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID): IPB Press. ISTA [International Seed Testing Asociation]. 1996. International Rules for Seed Testing. Seed Sci Technol. 24: 39-42. Joko T, Nanda K, Sedyo H. 2011. Optimasi metode PCR untuk deteksi Pectobacterium carotovorum, penyebab penyakit busuk lunak anggrek. J Perlindungan Tanaman Indones.17(2):54-59. Kaaria P, Matiru V, Ndungu M. 2012. Antimicrobial activities of secondary metabolites produced by endophytic bacteria from selected indigenous Kenyan plants. Afr J Microbiol Res. 6(45): 7253-7258. Kasno A. 2009. Pencegahan infeksi A. flavus dan kontaminasi aflatoksin pada kacang tanah. Malang (ID): balai penelitian tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian. Kamil J. 1982. Teknologi Benih. Jakarta (ID): Rineka Cipta Khan SA, Hamayun M, Khan AL, Lee IJ, Shinwari ZK, Kim J. 2012. Isolation of plant growth promotic fungi from dicots inhabiting coastal sand dunes of Korea. J Bot. 44(4):1453–1460. Khan Z, Doty SL. 2009. Characterization of bacterial endophytes of sweet potato plants. Plant Soil. 322(1): 197-207. Klement Z, Goodman RN. 1967. The hypersensitive reaction to infection by bacterial plant pathogens. Annu Rev Phytopathol. (5):17-44. Malinda N, Soekarno BPW, Yuliani TS. 2015. Penghambatan Fusarium oxysporum oleh kultur filtrat bakteri endofit dari tanaman kedelai secara in vitro. J Fitopatol Indones. 11(6): 196-204. doi:10.14692/jfi.11.6.196. Margino S. 2008. Produksi metabolit sekunder (antibiotik) oleh isolat jamur endofit di Indonesia. Majalah Farmasi Indonesia. 19(2): 86-94. Masniawati. 2013. Identifikasi cendawan terbawa pada benih padi lokal aromatik pulu mandoti, pulu pinjan dan pare lambau asal kabupaten enrekang sulawesi selatan. Masnal. 1(1):51-59. [Mentan] Menteri Pertanian Republik Indonesia. 2015. Peraturan menteri pertanian Republik Indonesia. Jakarta (ID): Mentan. Mondol MAM, Tareq FS, Kim JH, Lee MA, Lee HS, Lee YJ, Lee JS, Shin HJ. 2013. New antimicrobial compounds from a marine-derived Bacillus sp. J Antibiot. 66: 89-95. doi: 10.1038/ja. 2012. 102. Mufidah, Rante H, Rahim A, Agustina R, Pakki S, Talbani A. 2013. Aktivitas antifungi metabolit sekunder fungi endofit yang diisolasi dari Mezzetia palmivora Becc. Majalah Farmasi dan Farmakologi. 17(3):69-72. Munif A, Hallmann J, Sikora RA. 2012. Isolation of endophytic bacteria from tomato and their activities against fungal diseases. J Microbiol Indones. 6(4):148-156. doi:10.5454/mi.6.4.2. Nandhini S, Sendhilvel V, Babu S. 2012. Endophyitic bacteria from tomato and their efficacy against Fusarium oxysporum, the wilt pathogen. J Biopest. 5(2):178-185. Nur’asiah. 2011. Keanekaragaman dan kelimpahan cendawan endofit pada batang padi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Oku H. 1994. Plant Pathogenesis and Disease Control. Florida (US): Lewis Publisher.

34 Pakki S, Muis A, Talanca SH. 2006. Inventarisasi dan identifikasi cendawan yang menyerang biji jagung di Sulawesi Selatan. Maros (ID): Hasil Penelitian Hama dan Penyakit. Balitsereal. Maros. hlm:21-30. Parida I, Damayanti TA, Giyanto. 2014. Potensi Bakteri Endofit sebagai Agens Penginduksi Ketahanan Tanaman Padi Xanthomonas oryzae pv. Oryzae. Prosiding Seminar Nasional Perlindungan Tanaman II. Strategi Perlindungan Tanaman dalam Memperkuat Sistem Pertanian Nasional Menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan ASEAN Economic (AEC) 2015. hlm : 185-185. Petrini O, Sieber TN, Toti L, Viret O. 1993. Ecology, metabolite production and substrate utilization in endophytic fungi. Natur Toxin. 1(3):185-194. Peypoux F, Bonmatin JM, Wallach J. 1999. Recent trends in the biochemistry of surfactin. Appl. Microbiol. Biotechnol. 51:553-563. Purwantisari, Susiana, Sri F. 2005. Uji efektifitas bakteri klanolitik sebagai pengendali pertumbuhan kapang patogen penyebab penyakit utama turanian sayurau dan potensinya sebagai bahan bio fungisida ramah. [Tesis]. Semarang (ID). Universitas Diponegoro. Ramdan EV, Widodo, Tondok ET, Wiyono S, Hidayat SH. 2013. Cendawan endofit nonpatogen asal tanaman cabai dan potensinya sebagai agen pemacu pertumbuhan. J Fitopatol Indones. 9(5): 139-144. doi: 10.14692/jfi.9.5.139. Resti Z, Habazar T, Putra DP, Nasrum. 2013. Skrining dan identifikasi isolat bakteri endofit untuk mengendalikan penyakit hawar daun bakteri pada bawang merah. J HPT Tropika. 13(2): 167-178. Rinanda T. 2011. Analisis sekeunsing 16S rRNA di bidang mikrobiologi. J Kedokteran Syiah Kuala. 11(3): 172-177. Rodriguez RJ, White Jr JF, Arnold AE, Redman RS. 2009. Fungal endophytes: diversity and functional roles. New Phytol Trust. 182(2):314-330. doi:10.1111/j.1469-8137.2009.02773.x. Rosenblueth M, Romero EM. 2006. Bakterial endophytes and their interactions with hosts. Molecul Plant-Microb Interect. 19(8):827−837. doi: 10.1094/MPMI-19-0827. Santoso SJ, Sumarni. 2008. Uji antagonis mikroba filoplen terhadap Helminthosporium sorokinianum penyebab bercak daun tanaman gandum. J Inovasi Pertanian. 7(1):86-94. Semangun, H. 2008. Penyakit-penyakit tanaman pangan di indonesia. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sivan A, Ucko O, Chet I. 1987. Biological control of Fusarium crown rot of tomato by Trichoderma harizanum under field condition. Plant Dis. 71(7): 587-595. Slepecky RA, Hemphill HE. 2006. The Genus Bacillus- Nonmedical. Prokaryotes. 4:530-562. Doi: 10.1007/0-387-30744-3_16. Stchingel AM, Cano JF, Abdulillah SK, Guarro J. 2004. New and interesting species of Monascus from soil, with a key to key to the known species. Studies in Mycology. 50:299-306. Sucipto I, Munif A, Suryadi Y, Tondok EF. 2015. Eksplorasi cendawan endofit asal padi sawah sebagai agens pengendali penyakit blas pada padi sawah. J Fitopatol Indones. 11(6): 211-218.

35 Sukmadi RB. 2013. Aktivitas fitohormon Indole-3-Acetic Acid (IAA) dari beberapa isolat bakteri rhizosfer dan endofit. J Sains Teknologi Indones. 14(3):221-227. Suliantari. 2009. Aktivitas antibakteri dan mekanisme penghambatan ekstrak sirih hijau (Piper betle Linn.) terhadap bakteri patogen pangan. Tesis Sekolah Pasca Sarjana. [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Sulistiani. 2009. Pormulasi spora Bacillus subtilis sebagai agen hayati dan PGPR (plant growth promoting rhizobacteria) pada berbagai bahan pembawa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tang-um J, Niamsup H. 2012. Chitinase production and antifungal potential of endophytic Streptomyces strain P4. J Sci Technol. 6(1): 95−104. Triana, Y. 2007. Aplikasi beberapa fungisida nabati dan lama penyimpanan terhadap viabilitas dan vigor benih kakao (Theobrome cacao). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru [Skripsi]. Tondok ET. Sinaga MS, Widodo, Suhartono MT. 2012. Potensi cendawan endofit sebagai agens pengendali hayati Phytophthora palmivora (Butl) penyebab busuk buah kakao. J Agron Indones. 40(2): 146-152. Wani ZA, Ashrab N, Mohiuddin T, Riyaz-Ul-Hassan S. 2015. Plant endophyte symbiosis an ecological perspective. Applied Microbiol and Biotechnol. 99: 2955-2965. Watanabe T. 2002. Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi Morphologies of Cultured Fungi and Key to Species. Inggris (GB). CRC Press. 154-230. Wilia W, Yulia A, Trias N. 2012. Eksplorasi cendawan endofit dari beberapa varieas kedelai sebagai agens pemacu pertumbuhan tanaman. J Penelitian Univ Jambi Seri Sains.13(1):33-38. Yulianti T. 2013. Pemanfaatan endofit sebagai agensia pengendali hayati dan penyakit tanaman. Buletin Tanaman Tembakau, Serat dan Minyak Industri. 5(1): 40-49. Yuniarti N, Suharti T, Bramasto Y. 2013. Pengaruh filtrat cendawan Aspergillus sp. dan Fusarium sp. terhadap viabilitas benih dan pertumbuhan bibit sengon (Paraserianthes falcataria). J Penelitian Kehutanan Wallacea. 2(2): 93-103. Zainal A, Aswaldi, Satrias A, Sudarsono I, Dangiyanto. 2010. Efektivitas ekstrak tumbuhan untuk mengeliminasi Clavibacter michiganensis subsp. michiganensis pada benih tomat. J Agron Indones. 38(1):52-59.

36

LAMPIRAN

37 Lampiran 1 Makroskopis dan mikroskopis cendawan endofit a. Cendawan endofit CEA11

Keterangan: (A) Struktur makroskopik; (B) Struktur hifa; (C) Struktur konidia

b. Cendawan endofit CED5

Keterangan: (A) Struktur makroskopik; (B) Struktur hifa; (C) Struktur konidia

c. Cendawan endofit CEB2

Keterangan: (A) Struktur makroskopik; (B) Struktur hifa; (C) Struktur konidia

38 Lampiran 2 Pengaruh metabolit bakteri endofit terhadap daya kecambah benih kacang tanah dengan metode Blotter test dan Growing on test a. Metode Blotter test

Keterangan: (A) Kontrol; (B) Isolat BE2B2-1; (C) Isolat BE2B2-2; (D) Isolat BE2B2-5

39 Lampiran 2 (lanjutan) b. Metode Growing on test

Keterangan: (A) Kontrol; (B) Isolat BE2B2-1; (C) Isolat BE2B2-2; (D) Isolat BE2B2-5

40 Lampiran 3 Urutan basa nukleotida isolat bakteri endofit Enterobacter sp. ATGGGGG-GC TGGCGGACGG ACGGTAGCTA GGGCCTCTTG CCTAGGCGAC GGTCCAGACT GCAGCCATGC AA-GGGAGTA ACTCCGTGCC GTAAAGCGCA AACTGCATCC GCGGTGAAAT AAGACTGACG GTCCACGCCG CTAACGCGTT TGACGGGGGC CCTTACCTGG AACTGTGAGA TAAGTCCCGC AACTCCAAAG CATGGCCCCT GACCTCCCTT TGAACCCTAT TTAATAACTT

TAC-CATGCA GTGAGTAATG ATACCGCATA CCATCAGATG GATCCCTAGC CCTACGGGAG CGCGTGTATG AGGTTAATAA AGCAGCCGCG CGCAGGCGGT GAAACTGGCA GCGTAGAGAT CTCAGGGTGC TAAACGATGT AAATAGACCG CCGCACAAGC TCTTGACATC CAGGTGCTGAACGAGCGCA GAGACTGCCA TACGACCAGG GAGACAAGCG CCTCGTGAAG CCCCGGTCCT

GTCGAACGGT TCTGGGAAAC ACGT-----TGCCCAGATG TGGTCTGAGA GCAGCAGTGG AAGAAGGCCT CCTTGCTCAT GTAATACGGA CTGTCCAATT AGGCTTGAGT CTGGAGGGAA GAAAGCGTGG CTATTTGGAG CCTGGGGAGT GGTGG-AGCA CACAGAAC-CATGGCTGTC ACCC--TTAT GTGATAAACT GTTACCAACG GAACCTCAAT TCCGGAATCC TTGTACCCTA

AGCACAGAGA -TGCCTGATG -CGCAAGACC GGATTAGCTA GGATGACCAG GGAATATTGC TCGGGTTGTA TGACGTTACC GGGTGCAAGC CGGATGTGAA CTCGTAGAGG TACCGGTGGC GGAGCAAAAC GTTGTGCCCT ACGGGCCGCA TGTGGTTTAA TTACCAGAGA GTCAGCT-CG CCTTTGTTGC GGAGGAAAGG GGCTTAAAAT AAGTGGTCCC TTATTTAATC TCCGTTGTCA

GCTTGCTCTC GAGGGGGATA AAA----GAG GTAGGTGGGG CCACACTGGA ACAATGGGCG AAGTACTTTC CGCAGAAGAA GTTAATCGGA ATCCCCGGGC GAGGTAGAAT GAAGGCGGCT AGGATTAGAT TGAGGCGTGAGGTTAAAAC TTCGATGCAA T--GCTTTGG TGTTGTGAAA CAGCGG---T TGGGGAGAAC GGCGCAT-AC TAATTCCGGA TTGGATATTA ACCTTG

GGGTGACGAG ACTACTGGAA GGGGACCTTC TAACGGCTCA ACTGAGACAC CAAGCCTGAT AGCGGGGAGG GCACCGGCTA ATTACTGGGC TCAACCTGGG TCCAGGTGTA TCCTGGACGA AACCCTGGTA GCTTCCGGAG TCAAATGAAT CGCGAA-GAA TGCCTTCGGG -TGTTGGGTT TAAGGCCGGG GTCAAGTCAT AAATGAAAAC ATGTGAATCC TACGCCCGGT

TATACATGCA GTGAGTAACA ATACCGGATA CTTATGGATG GATGCGTAGC CCTACGGGAG CGCGTGAGTG AGTTGAATAA AGCAGCCGCG CGCAGGTGGT GAAACTGG-G GCGTAGAGAT CTGAGG-CGC TAAACGATGA AAGCACTCCG CCGCACAAGC TCTTGACATC CAGGTGGTGAACGAGCGCA GGGACTGCCG TTAAACCGGG GAGGTGGAGC CTACATGAAG CCCGGGCCTT

GTCGAGCGAA CGTGGGTAAC ACATTTTGAA GACCCGCGTC CGACCTGAGA GCAGCAGTAG ATGAAGGCTT GCTGGCACCT GTAATACGTA TTCTT-AAGT AGACTTGAGT ATGGAGG-AA GAAAGCGTGG GTGCTAAGTG CCTGGGGAGT GGTGG-AGCA CTCTGACA-CATGGTTGTC ACCC--TGGA GGGACAAACC GTTAACACCT TAATTTCATA -CTGGAATCG GTACACACCG

TGGATTAAGA GCTTGCTCTT CTGCCCATAA GACTGGGATA CCGCATGGTT CGAAATTGAA GCATTAGCTA GTTGGTGAGG GGGTGATCGG CCACACTGGG GGAATCTTCC GCAATGGACG TCGGGTCGTA AAACTCTGTT TGACGGTACC TAACCAGAAA GGTGGCAAGC GTTATCCGGA CTGATGTGAA AGCCCACGGC GCAGAAGAGG AAAGTGGAAT CACCAGTGGC GAAGGCGACT GGAGCAAA-C AGGATTAGAT TTAGAGGGTT TCCGCCCTTT ACGG-CCGCA AGGCTGAAAC TGTGGTTTAA TTCGAAGCAA ACCCTAGAGA T--AGGGCTT GTCAGCT-CG TGTCGTGAGA TCTAGGTTGC CATCA----T GGAGGAA-GG TGGGGATGAA GGCTCTAATG GACGGGTCAA AAACCGTTCT CAGTTC-GGA CTAGT-AATC GCGGAT-CAG CCCGTCAC—ACCGCG

ATGAAGTTAG ACTCCGGGAA AGGCGGCTTC TAACGGCTCA ACTGAGACAC AAAGTCTGAC GTTAGGGAAG GCCACGGCTA ATTATTGGGC TCAACCGTGG TCCATGTGTA TTCTGGTCTG A-CCCTGGTA AGTGCTGAAG TCAAAGGAAT CGCGAA-GAA CTCCTTCGGG -TGTTGGGTT TTAGATGGGG GTTCAAATAT AGATCGCTAG TTGTAGG--C CAAGCCGCGG

Bacillus sp. AGGGGGGTGC CGGCGGACGG ACCGGGGCTA GG--CTGTCA CCAAGGCAAC GGCCCAGACT GGAGCAACGC AACAAGTGCT ACTACGTGCC GTAAAGCGCG AGGGTCATTG GCGGTGAAAT TA-ACTGACA GTCCACGCCG TTAACGCATT TGACGGGGGC CCTTACCAGG AGCAGAGTGA -AAGTCCCGC CACTC-AAAG TCCGGCCCCT AACCGC---TGCAACTAGC TGAATACGTT

41 Lampiran 3 (lanjutan) Acinetobacter sp. ATGGGGGGGC CGGCGGACGG AGGAATGCTA GGACCTTGCG CCAAGGCCAC GGCCCCTACT CCAGCCATGC AGGCTACTTT ACTCTGTGCC GTAAAGCGTG AATTGCATTC GCGGTGATGT AT-ACTGACG GTCCATGCCG CTAACGCGAT TGACGGGGGC CCTTACCGGA ATATAACATA -AAATCCCCC AACTTTAAAG CAATGCTCCT CACATAGC-TGCAACAGGA -GGAAAAGTT

TAC-CATGCA GTGAGTAATG ATACCGCATA CTATTAGATG GATCTGTAGC CCTACGGGAG CGCGTGAGTG AATTAATACC AGCAGCCGCG CGTAGGCGGC GATACTGGTG GCGTAGAGAT CTGAGG-TAC TAAACGATGT GAGTAGACCG C-GTACA-GC ACATGACATA CAGGAGCTGA AACGAGCCCC AAACTGCTCA -ACGCCCAGG GATGTCATTC CTCCATGAAG TCCTGGCC-T

GTCGAGCGGA CTTAGGAATC -CGT-----AGCCTAAGTC GGGTCTGAGA GACTCCTTGG AAGAAGGCCT TACAGATAGT GTAATACAGA TTATT-AAGT AG-CTAGAGT CTGGAGG-AA GACAGTGTGG CTACTAGCCG CCTGAGGAGT GGTGGCAGCA CTAAGAAACT CATGACTGTC ACGCCATTTA GGGACAAACT GCCACTCACTTATCTCAAA -TCGGAATCG ATACAC-CCG

TGGA--GGTA -TGCCTATTA -CCTACGGGA GGATTACCTA GGATGATCCG GGAATATTGG TATGGTTGTA GGACGTTGCT GGGTGCAAGC CGGATGTGAT ATGGGAGAGG TACCGATGGC CGAGCAAA-C TTGGGGCCTT ACGG-CCTGG TGTGGGTTAA TTTCCAGAAA GTCACTTTCG CCTTACTCCC GGACGAAAGG -GTTAGCAAG AAGCCGTTCG TTAGA-AATC TTTTTTGG--

GCTTGCTACC GTGGGGGACA GAAA---GCA GTTGGTGGGG CCACACTGGG ACAATGGGGG AAGCACTTTA CCCATAATAA GTTAATCGGA ATCCCCGAGC ATGGTAGAAT GAACGCAGCC GGGATTAGAT TGAGGC-TAT AGACTAAAAC T-CAATGCAA ATAGAATCGA TGTCGCGAAA CGGCCATCTT CGGAAATGAC GGTCGGTACA TAGTCC-GGA CCGGAT-AAG GCCATG

--GGACCTAG ACATCTCGAA GGGGATCTTC TAAAGGCCTA ACTGACACAC GAACCCTGAT CGCGAGGATG GCCCCGGCTA TTTACTGGGC TTAACTTGGG TCCAGGTGTA ATCTGGCCTA A-CCCTGATA AGTGTCGCCTCAA-TGAAT CGCAAAAGAA TGGCCTCGGG ATGTTGGGTT TCGGAACGGG GTCAAGGAAT AAGGGGGAAT TTTTAGT--C CATGCCTCG-

42

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tangerang, Banten, 30 Juni 1989 anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sarbaini Pulungan dan Ibu Ayati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di TK Angkasa Pura 1 Mauk-Tangerang dan SD Negeri Mekar Sari Cibitung-Bekasi, SMP Negeri 1 Mauk-Tangerang, SMA di SPP-SPMA NEGERI Provinsi Riau, dan menempuh pendidikan sarjana di Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Riau pada tahun 20072013. Pada tahun 2014, penulis melanjutkan pendidikan magister di Program Studi Fitopatologi IPB.