STUDI MORFOPATOLOGI HEMANGIOSARCOMA PADA ANJING GOLDEN RETRIEVER
IRA DAMAR YANTI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
ABSTRAK IRA DAMAR YANTI. Studi Morfopatologi Hemangiosarcoma pada Anjing Golden Retriever. Dibimbing oleh EKOWATI HANDHARYANI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan patologi anatomi dan histopatologi kasus tumor hemangiosarcoma pada Golden Retriever berumur tiga tahun dengan jenis kelamin jantan. Anamnese terakhir sebelum hewan mati ialah pucat, tiga hari tidak mau makan dan ascites. Nekropsi dilakukan untuk mengetahui perubahan patologi anatomi (PA), dilanjutkan pemeriksaan histopatologi (HP) dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin (HE). Hasil pengamatan tersebut selanjutnya dievaluasi secara deskriptif. Temuan patologi anatomi menunjukkan adanya massa tumor multinodular berwarna merah tua ditemukan dan tumbuh pada mesenterium, dan bermetastasis ke organ hati, limpa dan pankreas. Secara histopatologi massa tumor berasal dari buluh darah, terdiri dari sel-sel tumor bentuknya gemuk dengan ukuran bervariasi, tersusun secara bebas. Inti sel sangat jelas, bentuk bulat atau oval dengan ukuran yang sangat bervariasi, hiperkromatik dan bentuk mitosis sering ditemukan.
ABSTRACT The objective of this study was to clarify pathomorphology of hemangiosarcoma which occurred in a male and three years-old Golden Retriever. Before die the animal was pale with history of anorexia for three days, and had ascites. Necropsy was performed to evaluate the macroscopical and accompanied with histopathological changes by using hematoxylin and eosin stain. The results were examined by descriptive analysis. Gross findings of this case demonstrated that multinodular tumor with dark-red in color was found and spread throughout the mesenterium, metastasized to the liver, spleen and pancreas. Histopathologically, the origin of tumor’s cells was the wall of blood vessels, freely spread, plump in shaped and had various sized. The nuclei were clear, round or ovoid in shaped with various in sized, and hyperchromatic. The mitotic figures were frequently found.
STUDI MORFOPATOLOGI HEMANGIOSARCOMA PADA ANJING GOLDEN RETRIEVER
IRA DAMAR YANTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Skripsi : Studi Morfopatologi Hemangiosarcoma pada Anjing Golden Retriever Nama : Ira Damar Yanti NRP : B04103093
Disetujui,
Drh. Ekowati Handharyani, MS, PhD Pembimbing
Diketahui,
Dr.drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. Wakil Dekan FKH-IPB
Tanggal Lulus
:
PRAKATA Syukur alhamdullillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi berjudul Studi Morfopatologi Hemangiosarcoma pada Anjing Golden Retriever. Terima kasih penulis ucapkan kepada drh. Ekowati Handharyani, MS. PhD, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. drh. Wiwin Winarsih, MSi selaku dosen penguji, drh. Agus Setiono, MS. PhD selaku dosen penilai seminar. Kepada Dr. drh. Nurhidayat, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan masukan dan nasehat selama ini serta drh. Andriyanto atas semua bantuannya. Seluruh staf dan pegawai di Bagian Patologi dan Farmakologi FKH IPB, terutama Pak Endang, Pak Kas dan Pak Edi. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga penulis tujukan kepada Ayah (Warsono) yang telah berdoa dengan tulus dan memberikan dukungan moral dan materi selama ini serta ibu (Hartatik), mbak Ida, dik Endi, mas Budi, Inun serta segenap keluarga. Ebes dan Agung atas perhatian dan dukungannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada anak-anak Tri Regina (Wiwiko, Maruko, Mochiko, Ripaio, Aroem), Depio, Okta teman seperjuangan, Ibu kos, Mimito, Kenia, Dika, Dewi, Litu, Iin, Dimar atas kebersamaan selama ini.
Nandio untuk
bantuannya selama ini, Uchu, Yasmil, Hani, Candra dan teman-teman tugas akhir di Bagian Patologi. Agung, Supriyono, Eka, Adi teman sepenelitian biji duku. Temanteman Gymnolemata 40 atas kebersamaan dan kenangan selama ini serta semua pihak yang telah membantu. Tidak ada sesuatu yang sempurna, begitu juga dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, 29 Agustus 2007
Ira Damar Yanti
RIWAYAT HIDUP
Penulis di lahirkan di Klaten pada tanggal 13 Desember 1984 dari ayah Warsono dan ibu Hartatik. Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Muhammadiyah 1 Klaten dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis semasa kuliah aktif dalam Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI), Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia dan Satwa Liar FKH IPB. Pada tahun 2007 penulis mengikuti PKM bidang Pengabdian Masyarakat sebagai wakil dari FKH dengan judul Upaya Peningkatan Produktifitas Sapi Potong Pasca Gempa Melalui Pemanfaatan Silase Jerami dan Pengolahan Feses Sapi Menjadi Pupuk Bokhasi di Desa Tawangrejo Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
..............................................................................
i
........................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR. ......................................................................
iii
PENDAHULUAN Latar Belakang .......................................................................
1
Tujuan ....................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA Neoplasma .............................................................................
3
Nomenklatur Neoplasma ........................................................
6
Bentuk-bentuk Neoplasma ......................................................
6
Tumor ganas ...........................................................................
7
Penyebaran neoplasma dalam tubuh.......................................
8
Hemangiosarcoma .................................................................
8
Gejala Klinis ...........................................................................
9
Morfologi Hemangiosarcoma .................................................
9
Histopatologi ...........................................................................
11
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ..................................................................
12
Alat dan Bahan .......................................................................
12
Metode Penelitian ..................................................................
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Patologi Anatomi (PA) ..................................................
16
Pengamatan Histopatologi (HP) .........................................................
21
KESIMPULAN ..................................................................................
29
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................
30
ii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) terhadap pada anjing yang menderita hemangiosarcoma .........
17
Tabel 2 Hasil pemeriksaan Histopatologi Anatomi (HP) ......................
23
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Massa tumor hemangiosarcoma multinodus pada limpa anjing ............................................................................... 10 Gambar 2A Metastasis hemangiosarcoma pada hati (A) 2B Metastasis pada paru-paru (B); dengan aspek merah kehitaman .............................................. 10 Gambar 3 Massa tumor hemangiosarcoma multinodus pada mesenterium, bar 1 cm .....................................................
16
Gambar 4 Metastasis hemangiosarcoma di hati, bar 1 cm ........................ 18 Gambar 5 Massa tumor hemangiosarcoma pada mesenterium; pewarnaanHematoksilin dan Eosin 400x ................................... 22 Gambar 6 Metastasis tumor hemangiosarcoma pada organ hati melalui pembuluh darah, pewarnaan Hematoksilin dan Eosin, 400x ......................................................................... 24 Gambar 7 Massa tumor pada organ hati batas dengan jaringan sekitar tidak jelas,pewarnaan Hematoksilin dan Eosin, 400x ............... 25 Gambar 8 Massa tumor hemangiosarcoma pada organ hati; pewarnaan Hematoksilin 400x .................................................. 25 Gambar 9 Metastasis hemangiosarcoma di organ pankreas; pewarnaan Hemaktosilin dan Eosin, 400x ................................ 26 Gambar 10 Organ ginjal mengalami nefritis interstitialis; pewarnaan Hematoksilin dan Eosin, 400x .................................. 27
PENDAHULUAN Latar Belakang Anjing merupakan hewan kesayangan yang banyak dipelihara oleh masyarakat dan pemilik anjing seringkali menganggap sebagai anggota keluarganya. Salah satu jenis anjing populer di dunia, termasuk Indonesia adalah Golden Retriever. Temperamen yang sabar dan toleransi tinggi terhadap pemiliknya merupakan keistimewaan anjing ini. Penampilan Golden Retriever terlihat kalem dan percaya diri. Sifatnya pun periang, tidak galak, selain itu anjing ini cerdas, mandiri, tegas dan waspada. Wajar bila anjing ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan mulai dari anjing keluarga, pelacak hingga penuntun orang buta. Keistimewaan lain terlihat dari rambut di sekujur tubuhnya yang berwarna kuning keemasan lebat, ikal terutama dibagian dada sehingga penampilannya semakin glamour (Natasaputra 2005). Anjing ras ini berukuran medium, dengan berat standart untuk jantan 29-34 kg, betina 27-32 kg dengan tinggi 56-61 cm untuk jantan dan 51-56 cm untuk betina. Harapan hidup anjing ini adalah 10-12 tahun (Wikipedia 2007). Anjing rentan terhadap berbagai penyakit, mulai yang ringan hingga yang berbahaya. Penyakit-penyakit yang timbul tersebut dapat disebabkan karena kurangnya pemeliharaan kesehatan hewan dari segi nutrisi ataupun lingkungan. Penyakit bawaan pada anjing yang diturunkan secara genetik di antaranya penyakit hipdisplasia (kelainan formasi persendian pangkal paha), kelainan sendi lutut (patellar luxation) dan kelainan katup pembuluh darah paru (pulmonal stenosis). Anjing juga bisa menderita hampir semua penyakit yang diderita manusia, mulai dari hipotiroidisme, kanker, hingga penyakit jantung. Hal-hal yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit tersebut adalah mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh, reaksi tubuh terhadap penyakit termasuk kondisi klinis tubuh dan sifat-sifat umum penyakit tersebut (Setyawan 1996). Kejadian tumor pada anjing sering dihubungkan dengan faktor usia. Salah satunya ialah yang disebut hemangiosarcoma, tumor jenis ganas yang berasal dari sel-sel dinding pembuluh darah atau endotel (Golbahar et al. 1993).
Hemangiosarcoma sering
2
menyerang anjing ras besar termasuk Golden Retriever dan German Shepherds, pada umur 8-10 tahun, tetapi dapat juga ditemukan pada anjing umur 3 tahun (Smith 2004). Diagnosa neoplasma memerlukan langkah-langkah yang intensif dan perawatan yang mendukung. Neoplasma di daerah kulit mudah untuk dideteksi secara palpasi dan inspeksi. Tetapi neoplasma pada organ-organ tubuh seperti otak, saluran pernafasan, saluran pencernaan dan alat reproduksi tidak mudah untuk menentukannya (Goetz dan Long 2001).
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan patologi anatomi dan histopatologi kasus tumor yang terjadi pada anjing Golden Retriever jantan, umur tiga tahun sehingga menyebabkan kematian hewan.
TINJAUAN PUSTAKA Neoplasma Neoplasma atau disebut juga dengan tumor berasal dari kata tumere berasal dari bahasa Latin, yang berarti bengkak, merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi. Menurut Tjarta (2002) neoplasma adalah suatu massa jaringan yang abnormal pertumbuhannya melebihi jaringan yang normal, pertumbuhan ini tidak ada koordinasi dan berlangsung terus dalam keadaan yang berlebihan walaupun perangsang yang menimbulkannya telah dihilangkan. Faktor-faktor penyebab neoplasma sendiri terdiri dari faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor-faktor instrinsik antara lain : 1. Keturunan Adanya riwayat keluarga yang mengidap kanker, terutama kanker dari satu jenis, adalah
faktor
risiko
terjangkit
kanker.
Kecenderungan
genetik
untuk
karsinogenesis mungkin disebabkan oleh kerentanan terhadap inisiator atau promotor tertentu, gagalnya fungsi sistem imun atau rapuhnya gen-gen regulator. Rapuhnya gen-gen regulator, seperti gen p-53, gen myc akan mempengaruhi kontrol terhadap pembelahan sel (Corwin 2000). 2. Cell rest Menurut teori Conheim apabila dalam pertumbuhan embrional terdapat sel-sel yang salah letaknya sehingga sel-sel ini akan merupakan sebagian titik permulaan dari neoplasma. Cell rest adalah sel-sel yang salah letak pada waktu pertumbuhan embrional. 3. Umur Penuaan menyebabkan lebih banyak mutasi di DNA, sehingga tumor lebih sering ditemukan pada individual yang berumur tua. Faktor umur ini menunjukkan waktu inkubasi yang lama untuk menghasilkan sel tumor, terutama karsinoma dan kemungkinan dibutuhkan juga rangsangan yang banyak selama waktu tertentu untuk menimbulkan gangguan dan pertumbuhan dari sel.
4
4. Jenis kelamin Tumor sama banyak ditemukan pada hewan jantan maupun pada betina, namun resiko terbesar terkena tumor lebih banyak diderita jantan daripada betina. 5. Imunitas inang terhadap tumor Imunitas tumor adalah suatu hasil interaksi antar berbagai sel-sel tumor dan sistem imun. Kejadian ini dari regresi secara spontan, walaupun sangat jarang dan kehadiran dari infiltrasi limfoid di sekeliling tumor menunjukkan bahwa mekanisme pertahanan imunologi berlawanan dengan pertumbuhan tumor (Culling 2002). Beberapa tumor limfoid ini pada individu yang kebal, terjadi sebagai akibat kegagalan dalam sistem kontrol imunologis (Tizard 1988). Sel tumor dapat dikenali oleh sistem pertahanan sebab sel tumor sering memiliki antigen khas tumor (tumor spesific antigen), yaitu antigen yang hanya terdapat pada sel tumor dan tidak ditemukan pada sel normal (Tjarta 2002). Walaupun jelas tampak respon imun terhadap tumor, sel-sel kanker sering mampu menghindari sistem imun. Sel-sel kanker yang sangat anaplastik yang secara primer mengekspresikan antigen-antigen onkofetal memiliki kemungkinan besar menghindari deteksi imun dengan demikian sel kanker tersebut sangat ganas (Corwin 2000). 6. Pigmentasi Warna merupakan faktor pada hewan-hewan yang berkulit putih. Terutama pada kuda putih dan abu-abu dimana sering timbul melanosarcoma dan pada sapi (Hereford) yaitu, squamous cell carsinoma pada mata (Rumawas 1989).
Faktor ekstrinsik penyebab tumor, antara lain: 1. Bahan kimia Zat-zat kimia yang mempunyai daya karsinogenik ialah: •
Hidrokarbon polisiklik aromatik (HPA), yang mengandung gugus benzo(a)-pyrene, merupakan hasil antara pada proses pembakaran yang tidak sempurna.
HPA dimetabolisme oleh p450-dependent oxidase menjadi
gugus elektrofilik yang bereaksi dengan asam nukleat menimbulkan
5
mutasi. Dasar produk aktif pada kebanyakan hidrokarbon ialah epoxide yang membentuk ikatan dengan molekul DNA, RNA dan protein di dalam sel. Asap rokok, tembakau, ter dan asap kendaraan bermotor mengandung HPA yang dapat menyebabkan kanker paru dan kanker mulut. •
Amin aromatik dan pewarna Azo (Amino Azo Dyes), yang banyak dipergunakan untuk pewarna di kalangan industri.
•
Nitrosamin, terbentuk dari gugus nitrat dan nitrit yang sering dipakai sebagai bahan aditif pada makanan, dapat menimbulkan kanker pada saluran cerna atau pada hati.
•
Unsur logam, antara lain nikel, arsen, timbal.
2. Karsinogen virus Virus yang bersifat karsinogen disebut virus onkogenik. Dari berbagai penelitian diketahui bahwa baik virus DNA maupun virus RNA dapat menimbulkan transformasi sel. Virus-virus ini dapat merusak DNA secara langsung dengan menyebabkan kesalahan transkripsi, atau dapat masuk ke DNA pejamu dan mengambil alih proliferasi sel. Misalnya Rous sarcoma virus ditemukan pada burung, feline sarcoma virus karena retrovirus dan virus yang ditemukan pada fibroma dan papiloma kelinci. 3. Karsinogen radiasi Radiasi UV, sinar radioaktif yang ditimbulkan oleh sinar-X dapat menyebabkan timbulnya kanker kulit, leukemia, kadang-kadang sarcoma tulang, karsinoma payudara dan tiroid. Radiasi pengion dapat langsung menimbulkan kerusakan macromolecules atau berinteraksi dengn cairan sel menimbulkan radikal bebas yang kemudian menimbulkan kerusakan atau perubahan ikatan kimia. 4. Agen biologik •
Hormon, beberapa jenis hormon dapat bekerja sebagai ko-faktor pada karsinogenesis. Sebagai contoh estrogen membantu pembentukan kanker endometrium dan payudara.
6
•
Mikotoksin, ialah toksin yang dibuat oleh jamur. Aflatoksin yang berasal dari jamur Aspergilus flavus, yang terdapat pada kacang-kacangan yang kurang baik pengolahan dan penyimpanannya.
•
Parasit, neoplasma dapat terjadi akibat infeksi kronis parasit, sarcoma pada esophagus anjing ada hubungan dengan Spirocerca lupi (Cullen et al 2002).
Nomenklatur Neoplasma Neoplasma terdiri dari dua kelompok besar, yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak biasanya tidak sampai membunuh, pertumbuhannya lambat, dan tidak menyebar di berbagai organ lain. Penamaan suatu tumor lazimnya di sesuaikan dengan jaringan asalnya.
Untuk tumor jinak umumnya dibubuhi dengan akhiran ”oma”,
sedangkan untuk tumor ganas umumnya di beri akhiran ”carsinoma” atau ”sarcoma”. Akhiran carsinoma untuk tumor ganas yang berasal dari jaringan epitel, sedangkan akhiran sarcoma untuk tumor ganas yang berasal dari jaringan mesenkim (Spector dan Spector 1993). Pemakaian akhiran ”oma” dapat juga digunakan untuk neoplasma yang ganas asal didepan nama neoplasma tersebut dipakai kata ”malignan”.
Bentuk-bentuk Neoplasma Berdasarkan jaringan asalnya, tumor dapat terbentuk dari jaringan epitel, mesenkim (jaringan fibrosa, tulang, tulang rawan, dan pembuluh darah), neuroektodermal, hemopoietik serta sel-sel limfoid dan sel-sel kecambah (Macfarlane et al. 2000). Kumpulan sel neoplasma baik yang malignan ataupun benign terdiri dari kumpulan jaringan neoplasma tidak berbeda secara sitologi. Neoplasma tidak mempunyai besar, bentuk, warna atau konsistensi tertentu. Beberapa faktor seperti tempat, jenis tumor, blood supply, kecepatan pertumbuhan dan lamanya tumor tersebut telah mempengaruhi bentuk mikroskopik dari tumor. Bentuk tumor bervariasi ada yang bulat, bundar, elips atau multi lobuler. Tumor yang lambat tumbuhnya biasanya bundar sedangkan tumor yang cepat tumbuhnya biasanya mempunyai bentuk tidak teratur dan multi lobuler. Warna dari
7
neoplasma biasanya putih keabu-abuan tetapi bisa juga berwarna kuning, merah, coklat atau juga hitam. Bagian nekrosa dari tumor kelihatan putih atau kuning. Tumor yang terdiri atas lemak yang diwarnai dengan lippocrome berwarna kuning, sedangkan tumor dengan hemoragi berwarna merah jambu atau merah tergantung banyaknya eritrosit yang ada. Sedangkan dengan adanya melanin akan mengakibatkan tumor kelihatan berwarna abu-abu atau hitam.
Konsistensi dari tumor berubah-ubah menurut macam jaringan
dalam neoplasma tersebut (Rumawas 1989).
Tumor Ganas Sifat umum dari tumor ganas antara lain: pertumbuhan berlebihan umumnya berbentuk tumor, gangguan diferensiasi dari sel dan jaringan, bersifat invasive dan mampu tumbuh di jaringan sekitarnya, bersifat metastasis, menyebar ke tempat lain dan menyebabkan pertumbuhan baru, memiliki herediter bawaan yaitu keturunan sel kanker dapat menimbulkan kanker.
Sel kanker mengganggu tubuh penderita karena
menyebabkan desakan akibat pertumbuhan tumor, penghancuran jaringan tempat tumor berkembang atau bermetastasis dan gangguan sistemik lain sebagai akibat sekunder dari pertumbuhan sel kanker (Nafrialdi et al. 1995). Tumor ganas yang berasal dari jaringan mesodermal disebut sarcoma. Biasanya tidak begitu sering ditemukan seperti karsinoma.
Makroskopik jaringan sarkoma
homogen, menyerupai daging. Berlainan dengan karsinoma maka sarcoma tumbuhnya lebih ekspansif daripada infiltratif, sehingga merupakan tonjolan dengan batas-batas yang masih jelas. Konsistensinya berbeda-beda, tetapi yang sering biasanya lunak. Sarcoma sering menglamai degenerasi mukoid, nekrosis dan perlunakan. Yang paling sering ialah terjadinya perdarahan akibat banyaknya pembuluh darah yang berdinding sangat tipis. Gambaran histologik sarcoma terdiri atas sel-sel tumor dan stroma. Sel-sel tumor tersebar, dipisahkan oleh stroma yang banyak. Makin ganas suatu sarcoma, makin seluler tumor tersebut, sehingga stromanya sangat sedikit, kadang-kadang hanya dapat dilihat dengan pulasan khusus. Sel sarcoma mempunyai sifat mesoblastik, yaitu batas-batas sel tidak jelas, sering cabang-cabang sitoplasmanya masuk ke dalam stroma.
Pembuluh
darah lebih banyak jumlahnya, terletak di antara sel dan dalam bentuk kapiler atau
8
sinusoid.
Adanya pertumbuhan yang ekspansif, menyebabkan pembuluh-pemb uluh
tersebut tertekan, sehingga sering terjadi perdarahan. Adanya gambaran mitosis sangat penting dan merupakan petunjuk akan keganasan pada sarcoma (Saleh 1996).
Penyebaran Neoplasma Dalam Tubuh Terdapat tiga cara bagaimana sel-sel yang ganas menyebar keseluruh tubuh: 1. Infiltrasi Sel-sel mempunyai kecenderungan tumbuh sepanjang bagian-bagian yang paling rendah konsistensinya, sehingga tumor akan menyebar ke jaringan sekitarnya. Neoplasma dapat juga memasuki sirkulasi untuk menyebar ke tempat lain. 2. Metastase Penyebaran sel-sel yang ganas dari satu tubuh ke bagian yang lain melalui jalanjalan lymfe dan pembuluh darah sebagai embolus. Apabila emboli tumor menyebar ke jaringan atau organ tubuh yang jauh maka disebut tumor metastase. Sel-sel tumor yang memasuki lumen pembuluh darah dibawa oleh aliran darah ke organ-organ tubuh yang jauh. Tempat dimana sel-sel tumor itu akan tertahan tergantung pada diameter pembuluh darah.
Sebagai akibatnya sel-sel tumor akan tertahan pada
kapiler-kapiler (Rumawas 1989). 3. Implantasi Implantasi neoplasma adalah pemindahan sel-sel tumor dari satu permukaan serosa atau mukosa kepermukaan serosa atau mukosa lain, dengan cara kontak langsung (Rumawas 1989).
Implantasi langsung sel tumor meskipun jarang namun dapat
terjadi melalui sarung tangan atau pisau bedah pada saat dilakukan pembedahan untuk mengangkat tumor tersebut (Tjarta 2002). Hemangiosarcoma Hemangiosarcoma adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan endotelium pada pembuluh darah. Perkembangan tumor ini lebih sering terjadi pada anjing daripada spesies lainnya tetapi dapat juga ditemukan pada hewan-hewan piaraan yang lain. Tumor tersebut biasanya terjadi pada kulit, jaringan lunak, limpa dan hati (Smith 2004).
9
Menurut Goldschmidt et al (2002) hemangiosarcoma sering menyerang limpa, hati dan paru-paru. Hemangiosarcoma pada umumnya terjadi karena paparan thorium chloride, polyvinil chlorade dan arsenik (Wikipedia 2007). Anjing yang terkena hemangiosarcoma biasanya berumur pertengahan sampai tua (pada umur 8-10 tahun), ukuran anjing medium sampai besar bisa terjadi disetiap breed, tetapi dapat juga ditemukan pada anjing umur 3 tahun (Smith 2003).
Kejadiannya
German Shepherds dan Golden Retriever lebih mudah terpapar tumor ini daripada jenis anjing lainnya. Tumor ini mampu bermetastatik dengan cepat melalui aliran pembuluh darah karena di dukung dari asalnya yaitu dari sel-sel endotelial pembuluh darah menyebabkan tumor tersebut mudah tumbuh walaupun telah dilakukan melalui pembedahan. Sel-sel tumor dengan mudah bermetastatis pada organ paru-paru, hati, limpa, jantung, peritoneum, omentum, lymphonodus, mesenterium, otot rangka dan tulang (Wikipedia 2007).
Gejala Klinis Hemangiosarcoma biasanya berkembang di organ dalam dan gejala sulit di deteksi. Tumor ini dapat menyebabkan anemia dan trombositopenia, tanda klinis yang nampak antara lain berkurangnya nafsu makan, aritmia, berat badan turun, lethargy, membran mukosa pucat, demam, pulsus meningkat dan tiba-tiba mati. Gejala lain ditemukan berupa pembuluh darah menjadi collap akibat robeknya dinding pembuluh darah sehingga menimbulkan perdarahan yang ditemukan di berbagai tempat seperti di ruang toraks dan di ruang peritoneum. Gejala yang timbul tergantung dari lokasi dimana tumor berada (Wikipedia 2007).
Morfologi Hemangiosarcoma Penampilan hemangiosarcoma ditunjukkan berupa perdarahan dengan warna darah merah kehitaman. Hemangiosarcoma di organ limpa berupa nodular hiperplasia atau hematom pada limpa, ukuran tumor tersebut 15-20 cm berbentuk bola dengan aspek warna merah kehitaman sebagai bentuk adanya hemoragi di dalam tumor tersebut setelah
10
dilakukan penyayatan. Di subkutis massa tumor berinfiltrasi pada jaringan dan tidak memiliki batas atau stroma, dengan diameter yang bervariasi mulai dari 1-10 cm. Pada organ jantung tumor ini melekat pada pemukaan endokardium tepatnya di atrium kanan dengan diameter 2-5 cm, berupa bekuan-bekuan darah dengan aspek warna merah keabuabuan atau merah kekuningan. Pada biopsi, hemangiosarcoma terlihat dalam ukuran yang bervariasi dan berwarna pucat keabu-abuan sampai merah gelap. Berbentuk nodular dan saat di sentuh lemb ut, kemungkinan terisi oleh pendarahan dan nekrosa (Nancy et al. 1985).
Gambar 1 Massa tumor hemangiosarcoma pada limpa anjing multinodus. Sumber: Fankhauser (2004).
Gambar 2A dan 2B Metastasis hemangiosarcoma pada hati (A) dan paru-paru (B); dengan aspek merah kehitaman. Sumber: Fankhauser (2004).
11
Histopatologi Untuk mendukung diagnostik hemangiosarcoma sering dilakukan biopsi atau splenectomy dan histopatologi (Withrow dan MacEwen 2001).
Pada biopsi,
hemangiosarcoma terlihat dalam ukuran yang bervariasi dan berwarna biru sampai merah gelap. Berbentuk nodular dan saat di sentuh lembut, karena berisi perdarahan dan nekrosa. Penampilan histopatologi dari haemangiosarcoma yaitu sel-sel endotel yang masih muda dan membentuk ruang vaskularisasi berisi darah dalam jumlah yang bervariasi dan kumpulan thrombus, kumpulan pembuluh yang dibentuk oleh neoplasma ini rapuh dan sering mengalami rupture dan menyebabkan perdarahan atau hemoragi. Hemoragi dan nekrosa merupakan ciri yang selalu muncul pada pertumbuhan haemangiosarcoma. Sel-sel neoplasma ini bervariasi ukuran dan bentuknya tapi biasanya sel tumor ini ukurannya besar, bentuknya gemuk dengan inti sel bundar atau oval dan memiliki warna mencolok. Sel-sel mitosis sering ditemukan dengan sitoplasma yang sulit dibedakan dari stroma dan adanya infiltrasi neutrofil serta hemosiderofag (Confer dan Panciera 1995).
MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Studi kasus ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi Patologi FKH IPB berlangsung dari bulan Juni sampai dengan Agustus 2007.
Bahan dan Alat Bahan yang diperiksa berasal dari seekor anjing ras Golden Retriever jantan, berumur 3 tahun, merupakan pasien drh. Rajanti. Kadaver hewan tersebut selanjutnya di nekropsi di Bagian Patologi, FKH IPB. Hewan diberi kode P/82/2007.
Setelah
dinekropsi organ-organ internalnya diproses di laboratorium untuk dijadikan preparat histologi. Bahan lain yang digunakan antara lain, larutan Buffer Neutral Formalin 10%, xylol, alkohol absolut, alkohol 95%, alkohol 80%, hematoksilin eosin, dan parafin. Alat yang digunakan antara lain, obyek gelas, cover glass, pisau bedah, inkubator, mikrotop, pemanas air, mikroskop dan fotomikroskop.
Metode Penelitian Sampel hewan setelah dinekropsi diamati organ internalnya untuk melihat perubahan patologi anatominya.
Organ-organ yang terlihat dan diduga mengalami
perubahan kemudian di ambil, antara lain mesenterium, hati, jantung, ginjal, pankreas, limpa, otak dan paru-paru kemudian disimpan di dalam larutan Buffer Neutral Formalin 10% untuk pembuatan preparat histopatologi. Metode selanjutnya menggunakan teknik histopatologi, yaitu dengan cara membuat preparat histologi melalui beberapa tahap yaitu fiksasi, dehidrasi, clearing, infiltrasi, embedding atau blocking, pemotongan, pewarnaan dan mounting.
Seluruh preparat
diamati dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran obyektif 10x dan 40x. Hasil pengamatan tersebut selanjutnya dievaluasi secara deskriptif.
13
Pembuatan Preparat Histopatologi Proses pembuatan sediaan histologi sampai pewarnaan terdiri dari delapan tahap, yaitu fiksasi, dehidrasi, clearing, infiltrasi, embedding atau blocking, pemotongan, pewarnaan dan mounting. 1. Fiksasi Organ yang diambil adalah mesenterium, hati, jantung, ginjal, pankreas, limpa, otak dan paru-paru. Jaringan yang akan dibuat sediaan histologi dipotong dengan ukuran 1 x 1 cm2 dengan ketebalan 2-3 mm, kemudian dilakukan proses fiksasi dengan cara direndam dalam cairan Buffer Neutral Formalin (BNF) 10% minimal selama 24 jam. Tahapan ini sangat penting dilakukan untuk menghentikan proses enzimatis pada jaringan dan menjaga agar bagian-bagian sel tetap terfiksasi pada tempatnya.
Setelah jaringan
terfiksasi kemudian dilakukan proses selanjutnya yaitu dehidrasi, clearing, infiltrasi dan embedding atau blocking. 2. Dehidrasi Proses dehidrasi dilakukan untuk menarik air dari jaringan dengan cara merendamnya dalam larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat.
Konsentrasi larutan alkohol
bertingkat yang digunakan dimulai dari 70%, 80%, 90%, 95%, dan terakhir menggunakan alkohol absolut.
Perendaman jaringan dalam masing-masing konsentrasi alkohol
dilakukan selama 2 jam. 3. Clearing Clearing adalah penjernihan potongan jaringan agar tembus cahaya menggunakan xylol. Selanjutnya pada tahap clearing dimasukkan ke dalam xylol I dilanjutkan dengan xylol II dan xylol III selama 1 jam. Parafinasi adalah proses impregnation dengan parafin cair agar jaringan (insterstisium dalam sel) disusupi parafin.
Dengan parafin jaringan
akan menyatu dalam proses embedding. 4. Infiltrasi Infiltrasi adalah proses pengisian parafin kedalam pori-pori jaringan. Pengisian poripori ini dimaksudkan untuk mengeraskan jaringan agar mudah dipotong setipis mungkin dengan pisau mikrotom.
Parafin ynag digunakan adalah parafin berplastik yang
mempunyai titik lebur 56 0 C. Proses infiltrasi juga dilakukan 2 tahapan, yaitu pemberian
14
parafin I dan parafin II masing-masing selama 2 jam. Hal ini bertujuan agar seluruh poripori jaringan terisi parafin. 5. Embedding atau Bolcking Embedding atau blocking merupakan proses penanaman jaringan dalam parafin dan parafin yang dicetak dalam wadah khusus berupa tissue cassete atau blok besi, sehingga terbentuk block-block parafin. Parafin yang dipakai dalam proses ini sama dengan yang digunakan pada proses infiltrasi.
Embedding dilakukan untuk memudahkan proses
pemotongan karena blok parafin yang terbentuk dapat dilekatkan pada holder mikrotom tepat di depan pisaunya. 6. Pemotongan Organ yang telah berbentuk blok parafin dipotong dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4µm, kemudian hasil potongan dimasukkan air biasa dan diletakkan pada objek gelas, proses peletakan harus cermat dan hati-hati supaya tidak ada rongga udara yang akan menghalangi organ yang dilihat. Bila proses peletakkan preparat sudah dianggap tepat, maka preparat dimasukkan ke dalam air panas dengan tujuan untuk menghilangkan kerutan, kemudian dilakukan pengeringan dan diberi protokol pada preparat dimasukkan
kedalam inkubator dengan suhu 53o C minimal 2 jam atau
maksimal 1 hari. Setelah itu dapat dilakukan pewarnaan pada preparat yang ada. 7. Teknik pewarnaan HE Selanjutnya staining (pewarnaan) dengan Meyer haematoksilin eosin. Setelah jaringan melekat sempurna pada slide dipilih yang terbaik, selanjutnya secara berurutan di masukkan ke dalam zat kimia ini dengan waktu sebagai berikut: xylol 1 selama 2 menit, di lanjutkan xylol II selama 2 menit. Kemudian dimasukkan ke dalam alkohol absolut selama 2 menit, alkohol 95% 2 menit dan alkohol 80% selama 2 menit. Kemudian sediaan dicuci dengan air yang mengalir selama 30 detik. Dimasukkan pada pewarnaan haematoksilin selama 8 menit, dicuci dengan air keran selama 2 menit. Eosin 2 menit, dicuci dengan air keran selama 30-60 detik.
Sediaan yang telah kering dicelupkan
kembali kedalam alkohol 95% sebanyak 10x celupan, alkohol absolut I sebanyak 10x celupan, alkohol absolut II selama 2 menit dilanjutkan ke dalam xylol I selama 1 menit dan xylol II selama 2 menit kemudian dikeringkan udara.
15
8. Mounting Setelah pewarnaan selesai ditempatkan di atas kertas tissue pada tempat datar, ditetesi dengan bahan mounting yaitu kanada balsem dan ditutupi cover glass untuk mencegah terbentuk gelembung. Setelah proses pewarnaan selesai maka preparat histologi tersebut sudah dapat diamati. Untuk mengamati digunakan mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan alat foto dengan perbesaran objektif 10x, dan 40x. Hasil pengamatan tersebut selanjutnya dievaluasi secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Patologi Anatomi Hasil pemeriksaan patologi anatomi terhadap organ eksternal maupun organ internal anjing disajikan pada Tabel 1. Secara umum anjing menunjukkan kepucatan pada pemeriksaan luar. Informasi dari dokter hewan yang merawat dan hasil rontgent menunjukkan bahwa pada rongga perut ditemukan ascites. Massa tumor ditemukan di ruang abdomen berwarna merah, multinodular, rapuh, dengan jumlah nodules sekitar 25 buah dengan diameter terbesar 3 cm. Tumor ini tumbuh pada dinding pembuluh darah dan dengan cepat mengadakan metastasis ke organ tubuh yang berdekatan dengan lokasi tumor. Sel-sel tumor yang memasuki lumen pembuluh darah dibawa oleh aliran darah ke organ-organ tubuh yang jauh. Sejalan dengan pembesaran tumor, tekanan di bagian luar terhadap sel-sel di sekeliling bertambah. Sel-sel tumor lebih kuat tumbuhnya dari pada sel-sel jaringan dimana dia berada, tekanan yang terjadi pada jaringan akan mengganggu pertukaran cairan, metabolisme dan menekan pembuluh darah dan limfe pada daerah tersebut.
Gambar 3 Massa tumor hemangiosarcoma multinodus pada mesenterium, bar 1 cm.
17
Tabel 1
Hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) terhadap anjing yang menderita hemangiosarcoma Organ
Patologi Anatomi
Keadaan luar
Mukosa secara umum pucat
Pertahanan
Tidak ditemukan perubahan spesifik pada seluruh limfoglandula
Ruang abdomen
Ditemukan cairan berwarna merah dengan volume sekitar 2 liter (hemoascites), pada mesenterium ditemukan massa tumor, multinodus, berwarna merah, rapuh, jumlah nodules sekitar 25, diameter terbesar 3 cm.
Traktus respirasi
Emfisema pulmonum (diffuse, severe), pneumonia alveolaris (lobular, ringan)
Traktus digesti
Gastroenteritis kataralis (diffuse, severe). Hati berwarna
kuning,
konsistensi
meningkat,
ditemukan sarang radang granuloma (diffuse, severe), ditemukan juga massa tumor berbentuk nodules (jumlah 5) dengan ukuran diameter terbesar 2 cm. Traktus sirkulasi
Hipertrofi
ventrikel
kiri
(moderate),
dilatasi
ventrikel kanan (moderate), pada katub sebelah kiri ditemukan endokardiosis (fibrosis dan nekrosis). Limpa membengkak, hiperplasia pulpa putih, ditemukan satu nodule dengan diameter 0,5 cm. Traktus urinaria
Nefritis interstisialis (ringan, bilateral), kongesti.
Keberadaan massa tumor di ruang abdomen menekan pembuluh darah dan limfe sehingga aliran darah dan limfe terganggu yang mengakibatkan terjadinya pembendungan umum yang di tandai dengan pengumpulan cairan yang berlebih dalam ruangan interseluler termasuk rongga tubuh (Rumawas 1989).
Pada pemeriksaan patologi
anatomi ditemukan pengumpulan cairan darah (hemoascites) di dalam ruang abdomen. Hal ini disebabkan oleh obstruksi saluran limfe oleh tumor yang menyebabkan gangguan pengaliran sehingga menimbulkan penimbunan cairan dalam rongga abdomen.
18
Menurut Himawan (1996) pembendungan umum terjadi akibat obstruksi eksternal lumen pembuluh darah yang disebabkan tekanan pembuluh darah dan limfe oleh tekanan tumor.
Kondisi ini menimbulkan perembesan plasma darah dari pembuluh darah
sehingga menimbulkan edema pada organ otak, jantung, paru-paru, hati, limpa, mesenterium dan ginjal. Edema adalah penimbunan cairan berlebih di dalam sel, ruang interstisium ekstra sel atau rongga tubuh (Damjanov 2000). Cairan ini berasal dari plasma darah yang mengandung protein.
Gambar 4 Metastasis hemangiosarcoma di hati, bar 1 cm.
Pada organ hati ditemukan massa tumor berbentuk nodul sebanyak 5 buah dengan ukuran diameter terbesar 2 cm, hati berwarna kuning, konsistensi meningkat dan ditemukan sarang radang granuloma (diffuse, severe). Hati mengalami ikterus sehingga tampak berwarna kuning. Ikterus adalah suatu keadaan dimana penumpukan pigmen empedu (bilirubin) di dalam darah dan jaringan sehingga menyebabkan hewan atau jaringan tampak kuning.
Bilirubin merupakan produk penguraian sel darah merah.
Terdapat tiga jenis ikterus: ikterus hemolitik, ikterus hepatoseluler dan ikterus obstruktif.
19
Ikterus hemolitik disebabkan oleh lisis sel darah merah yang berlebihan atau karena destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati tidak dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang dihasilkan.
Lisisnya sel darah merah akibat gangguan hemoglobin,
misalnya anemia sel sabit dan talasemia.
Destruksi sel darah merah karena proses
autoimun. Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosit dan disebut ikterus hepatoseluler. Disfungsi hati dapat terjadi apabila hepatosit terinfeksi virus, misalnya pada hepatitis atau apabila sel-sel hati rusak akibat kanker atau sirosis. Ikterus obstruktif terjadi karena sumbatan terhadap aliran empedu keluar hati atau melalui duktus biliaris. Hati tetap mengkonjugasi bilirubin, tetapi bilirubin tidak dapat mencapai usus, bilirubin terkonjugasi tersebut masuk ke aliran darah dan sebagian besar diekskresikan melalui ginjal sehingga urin berwarna sangat gelap dan berbusa (Corwin 2000). Pada pemeriksaan patologi anatomi organ limpa dalam keadaan bengkak, hiperplasia pulpa putih dan ditemukan satu nodule dengan diameter 0,5 cm. Limpa bengkak
terjadi
akibat
tekanan
tumor
hemangiosarcoma
yang
menyebabkan
pembendungan limpa. Pada organ jantung ditemukan hipertrofi ventrikel kiri (moderate), dilatasi ventrikel kanan (moderate), pada katup sebelah kiri ditemukan endokardiosis (fibrosis dan nekrosis). Pada kasus ini endokardiosis ditandai dengan pembentukan fibrosis pada katup jantung diikuti dengan kejadian nekrosis. Perubahan-perubahan pada katup mengganggu fungsi jantung, osteum jantung menjadi sempit (stenosis) atau katup yang berubah tidak menutup osteum lagi secara sempurna (insufisiensi). Sering terlihat stenosis bersamaan dengan insufisiensi. Bila ada stenosis maka biasanya hal ini menimbulkan hipertrofi dinding ventrikel. Hipertrofi ventrikel kiri jantung ditandai dengan penambahan ukuran dari jaringan otot jantung sehingga lumennya menyempit akibat ventrikel kiri jantung yang harus bekerja berlebihan oleh karena adanya tumor pada buluh darah. Dilatasi ventrikel kanan jantung adalah pembesaran rongga jantung kanan dengan penipisan dindingnya (Ressang 1984).
Pada kasus ini terjadi akibat tumor hemangiosarcoma
menekan pembuluh darah mengakibatkan gangguan pada aliran darah.
20
jantung berupa pembendungan sehingga aliran darah kembali mengisi ventrikel kanan jantung menyebabkan dilatasi ventrikel kanan jantung. Pada pemeriksaan patologi anatomi ditemukan emfisema pulmonum (diffuse, severe) dan pneumonia alveolaris (lobular, ringan) pada organ paru-paru.
Menurut
Dungworth (1993) penyakit pada sistem respirasi disebabkan oleh agen yang datang dari aerogenous atau dari hematogenous. Pneumonia adalah infeksi paru yang dapat terjadi dalam beberapa bentuk, dan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu lama kejadian penyakit (akut atau kronik), etiologi (bakteri, virus, jamur atau protozoa), lokasi lesi (alveolus atau interstitium) dan luas lesi (lobulus atau lobus) (Damjanov 2000). Pada kejadian ini hewan mengalami pneumonia alveolaris lobular, seringnya dikarenakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh. Beberapa keadaan yang dapat berkomplikasi dengan pneumania lobular ialah infeksi saluran pernafasan bagian atas, penyakit jantung, morbillli dan penyakit infeksi lain yang disertai demam (Kurniawan 1996). Kuman masuk ke dalam jaringan paru-paru melalui saluran pernafasan dari atas untuk mencapai bronkiolus, kemudian alveolus sekitarnya. Kejadian pneumonia dapat mengakibatkan atelektasis atau emfisema, pembentukan abses atau gangren di dalam paru (Ressang 1984). Emfisema pulmonum ialah obstruktif kronik akibat berkurangnya elastisitas paru dan luas permukaaan alveolus (Corwin 2000). Kerusakan dapat terbatas hanya di bagian sentral lobus, di mana dalam hal ini yang paling terpengaruh adalah integritas dinding alveolus, atau dapat mengenai paru keseluruhan, yang menyebabkan kerusakan bronkus dan alveolus. Hilangnya elastisitas paru dapat mempengaruhi alveolus dan bronkus. Elastisitas berkurang akibat destruksi serat-serat elastin dan kolagen yang terdapat pada seluruh paru. Akibat dari penurunan elastisitas paru adalah penurunan ventilasi paru. Penurunan ventilasi dapat terjadi ketika penyaluran udara ke sebagian alveolus terhambat sehingga darah tidak dapat mengalir ke alveolus. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara akan kolaps.
21
Dinding di antara alveolus-alveolus, yang disebut septum alveolus juga dapat rusak. Hal ini mengurangi luas permukaan alveolus yang tersedia untuk pertukaran gas dan menurunkan kecepatan difusi (Corwin 2000).
Biasanya bagian paru-paru yang
menderita emfisema membesar dan pucat. Pemeriksaan patologi anatomi organ ginjal mengalami nefritis interstitialis, nefritis interstitialis merupakan bentuk lesio yang ditemukan pada jaringan intertubular ginjal (Underwood JCE 1992).
Lesio ini dapat berjalan akut maupun kronis, yang dapat
menyebabkan gangguan sekresi urin.
Pada stadium akut secara makroskopis ginjal
membengkak dan permukaan atasnya terdapat bercak putih. Pada bidang sayatan terlihat garis-garis putih yang bertemu dengan bercak-bercak putih. Bercak-bercak dan garis putih ini ialah kumpulan sel-sel radang di antara tubuli, di sekitar glomeruli dan pembuluh darah dan terdiri dari histiosit, limfosit dan sel-sel plasma. Sel-sel plasma tidak ditemukan dalam darah tetapi merupakan konstituen dari banyak reaksi radang (Rumawas 1989).
Kongesti merupakan kondisi dimana sel-sel darah mengisi penuh di
dalam pembuluh darah arteri atau vena yang dapat terjadi akibat fisiologis, aktif maupun pasif (Confer dan Panciera 1995). Mukosa secara umum pucat pada pemeriksaan patologi anatomi.
Menurut Smith
(2004) pembentukan tumor ini membentuk sel-sel endotel yang masih muda dan membentuk ruang vaskularisasi berisi darah dalam jumlah yang bervariasi sehingga darah pada aliran darah jumlahnya berkurang.
Akibatnya asupan oksigen ke jaringan
berkurang dan dapat terjadi anemia, pada anemia yang kronis gejalanya adalah memucatnya selaput lendir, hipertropi jantung dan dyspnoe (Corwin 2000).
Pengamatan Histopatologi Hasil pemeriksaan histopatologi diperoleh hasil seperti yang dicantumkan di dalam Tabel 2. Massa tumor hemangiosarcoma terdapat pada mesenterium dan metastasis ke organ hati, limpa dan pankreas. Massa tumor berasal dari buluh darah. Sel-sel tumor bentuknya gemuk dengan ukuran bervariasi, tersusun secara bebas. Inti sel sangat jelas, berbentuk bulat atau oval dengan ukuran yang sangat bervariasi antara yang besar dan
22
kecil, hiperkromatik dan bentuk mitosis sering ditemukan. Pada berbagai tempat, sel-sel tersebut membentuk pembuluh berisi sejumlah eritrosit ( Jubb et al. 1993; Jones et al. 1997 dalam Fankhauser 2004 & Meuten 2002).
Pada kasus ini, timbulnya tumor
hemangiosarcoma pada hewan anjing ras Golden Retriever diduga karena genetik. Menurut Stansfield (1983) apabila suatu induk mempunyai genetik neoplasma maka akan diturunkan ke anaknya.
Gambar 5 Massa tumor hemangiosarcoma pada mesenterium; sel-sel tumor berbentuk bulat gemuk tidak beraturan, inti sel jelas berbentuk bulat/lonjong, hiperkromatik, pewarnaan Hematoksilin dan Eosin, 400x.
23
Tabel 2 Hasil pemeriksaan Histopatologi Anatomi (HP) Organ
Perubahan
Mesenterium
Massa tumor terdiri dari sel-sel tumor berbentuk bulat gemuk tidak beraturan dengan inti sel bulat atau lonjong, hiperkromatik, serta terdapat inti sel yang mengalami mitosis. Sel-sel tumor dan inti sel memiliki ukuran yang sangat bervariasi. Pada beberapa daerah ditemukan bahwa sel-sel tumor berkembang dari dinding buluh darah
Hati
dan
massa
tumor
Massa tumor terdiri dari sel-sel tumor mempunyai bentuk morfologi dan ukuran yang sama dengan yang ditemukan pada mesenterium.
Sel hati
banyak
nekrosa.
mengalami
degenerasi
dan
Terdapat sel radang, hemosiderofag dan hemoragi Limpa dan massa
Ditemukan kelompok sel-sel tumor yang identik
tumor
dengan temuan pada mesenterium dan hati. Terjadi hemoragi serta terdapat hemosiderofag. Penebalan trabekula dan dinding pembuluh darah.
Pankreas
Terdapat nodul besar berisi sel tumor dan sel-sel darah. Terjadi hemoragi, degenerasi sel-sel asinar (inti sel mengecil), terdapat kumpulan sel-sel radang dan hemosiderofag.
Jantung
Degenerasi dan nekrosa otot jantung
Paru-paru
Emfisema alveolar, pembendungan, hemoragi pada alveol
Ginjal
Glomerulus
dalam
keadaan
bengkak
(ruang
kapsula bowman hampir tidak ada), mengalami edema, tubuli mengalami nekrosa, terdapat sel radang terutama sel plasma. Otak
Degenerasi sel neuron, edema pembuluh darah, vaskulitis.
24
Sel-sel tumor pada organ hati mempunyai bentuk morfologi dan ukuran yang sama dengan yang ditemukan pada mesenterium. Batas-batas sel tidak jelas, dikarenakan selsel tumor mempunyai sifat mesoblastik, sering cabang-cabang sitoplasmanya masuk ke dalam stroma. Sel hati banyak mengalami degenerasi dan nekrosa akibat perembesan cairan plasma darah atau edema yang mengandung sisa metabolisme yang mengandung toksik terakumulasi di organ hati.
Hal ini terjadi karena tekanan tumor yang
menyebabkan obstruksi eksternal lumen pembuluh darah dan limfe (Himawan 1996). Perdarahan terjadi karena metastasis tumor ini menyebabkan terjadinya pembentukan selsel pembuluh darah yang baru dan rapuh. Pada kondisi ini merangsang timbulnya hemosiderofag (Moulton 1993). Hemosiderofag adalah makrofag yang memfagosit sel darah merah berwarna kuning emas atau coklat (Rumawas 1989). Menurut Saleh (1996) hemosiderofag terbentuk akibat penghancuran atau hemolysis eritrosit karena terjadi perdarahan lokal kedalam jaringan.
Gambar 6 Metastasis tumor hemangiosarcoma pada organ hati melalui pembuluh darah, pewarnaan Hematoksilin dan Eosin, 400x.
25
a
b
Gambar 7 Massa tumor pada organ hati batas dengan jaringan sekitar tidak jelas; a. massa tumor hemangiosarcoma, b.sel-sel hati atrofi, sinusoid meluas, pewarnaan Hematoksilin dan Eosin, 400x.
a b
Gambar 8 Massa tumor hemangiosarcoma pada organ hati; a. Sel-sel tumor berbentuk bulat gemuk tidak beraturan b. Inti sel mengalami mitosis, pewarnaan Hematoksilin dan Eosin,400x.
26
Gambar 9 Metastasis hemangiosarcoma di organ pankreas; pewarnaan Hemaktosilin dan Eosin, 400x. Pemeriksaan histopatologi pada pankreas berisi sel tumor dan sel-sel darah. Bentuk sel tumor gemuk dengan ukuran bervariasi, hiperkromatik. Perdarahan terjadi karena pembuluh-pembuluh yang terbentuk oleh tumor ini rapuh dan mudah robek. Adanya tekanan tumor menyebabkan nekrosa sel-sel asinar sehingga memicu adanya selsel radang. Pada pemeriksaan histopatologi organ paru-paru terlihat emfisema alveolaris, disertai pembendungan. Emfisema alveolaris ditandai dengan kelebihan jumlah udara di dalam ruang udara paru-paru dan perluasan rongga udara alveol akibat kerusakan septa interalveol (Lopez 1995; Dungworth 1993).
Dinding alveol meluas dan robek
dikarenakan bagian parenkim paru mengalami kerusakan.
Adanya pnemonia
dan
emfisema alveolaris dapat menyebabkan terjadinya pembendungan pada paru. Pembendungan diperparah dengan adanya kelemahan jantung yang mengganggu sirkulasi umum.
Kongesti berat pada pembuluh darah akan menimbulkan perdarahan ynag
ditandai dengan lepasnya eritrosit ke alveolus. Pada perdarahan paru, alveolus akan terisi oleh darah yang keluar dari pembuluhnya (Damjanov 2000). Pada pemeriksaan histopatologi limpa massa tumor terdiri dari sel-sel berbentuk bulat gemuk tidak beraturan (bentuk bervariasi) dengan inti sel bulat dengan ukuran
27
bervariasi dan tidak beraturan, warna mencolok serta inti sel mengalami mitosis. Penebalan trabekula dan pembuluh darah disertai hemoragi dan terdapat hemosiderofag. Trabekula dan dinding pembuluh darah menebal akibat pembendungan yang disebabkan karena tekanan tumor yang menekan pada aliran pembuluh darah. Pembendungan yang terjadi mengakibatkan aliran darah terhambat dan menimbulkan bekuan darah, bekuanbekuan darah tersebut membentuk fibrin-fibrin pada dinding pembuluh darah sehingga menimbulkan penebalan dinding pembuluh darah (Ressang 1984). Trabekula kelihatan menebal dikarenakan sebagian parenkimnya telah menghilang sehingga terlihat
saling
mendekat. Hemosiderofag berkumpul didalam limpa akibat pembendungan pasif yang kronis.
c a
b
Gambar 10 Organ ginjal mengalami nefritis interstitialis;a. sel-sel radang di interstitialis, b. nekrosa tubuli ginjal, c. glomerulus bengkak hampir menutupi ruang bowman pewarnaan Hematoksilin dan Eosin, 400x. Gambaran histopatologi ginjal di daerah interstitial terlihat sel-sel radang terutama sel-sel plasma dan limfosit.
Kondisi ini menyebabkan banyak tubulus mengalami
nekrosa, sehingga daya resorpsi dan daya sekresi sel-sel tubuli terganggu. Pada kondisi nekrosa tubuli, inti sel epitel tubulus mengalami piknosis, karyoreksis atau karyolisis (Confer dan Panciera 1995). Adanya kerusakan tubulus dan peradangan pada interstisial
28
menyebabkan pembendungan pada glomerulus.
Sebagai tambahan, dalam keadaan
patologik glomeruli dapat meloloskan molekul-molekul protein ke dalam urin, yang seharusnya tidak terjadi dalam keadaan normal. Pada organ otak tidak ditemukan adanya sel tumor, hal ini sama ada organ paruparu, jantung dan ginjal. Pemeriksaan histopatologi organ otak ditemukan nekrosa sel-sel neuron, menurut Himawan (1996) cairan edema menekan otak sehingga menimbulkan degenerasi sel neuron. Kondisi ini merangsang sel-sel mikroglia yang berada disekeliling sel-sel neuron sebagai sel fagositik yang berperan dalam membersihkan sel-sel mati dan cedera (Damjanov 2000).
KESIMPULAN Studi morfopatologi pada seekor anjing Golden Retriever jantan, umur tiga tahun dengan anamnese pucat, tiga hari tidak mau makan, ascites dan akhirnya mati dapat disimpulkan bahwa anjing mengalami malignan tumor di mesenterium, yang bermetastasis ke organ hati, limpa dan pankreas.
Evaluasi secara histopatologi
menunjukkan bahwa tumor tersebut adalah hemangiosarcoma. Perkembangan tumor menekan sirkulasi limfe dan darah di ruang abdomen dan menyebabkan ascites.
DAFTAR PUSTAKA Confer AW, Panciera RJ: Carlton WW dan McGavin MD. 1995. Thomson’s Special Veterinary Pathology. Edisi ke-2. USA: Mosby-Year Book, Inc. Corwin EJ. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Pendit UB, penerjemah; Endah P, editor. Jakarta: EGC, Terjemahan dari Handbook of Pathofisiology. Cullen JM, Page R, Misdorp W. An Overview of Cancer Pahogenesis, Diagnosis, and Management. Di dalam Meuten, J. Donald. 2002. Tumors in Domestic Animals. A Blackwell Publishing Company. Edisi ke-4. Iowa State Press. Damjanov I. 2000. Buku Teks & Atlas Berwarna Histopatologi. Pendit UB, penerjemah; Himawan M, editor. Jakarta: Widya Medika, Terjemahan dari: Histopathology A Color Atlas and Textbook. Dungworth DL. 1993. The Respiratory System. Didalam :Jubb KVF, Kennedy PC, Palmer N, editor. Pathology of Domestic Animals. Ed ke-4. Volume ke-1. San Diego: Academic Press. Fankhauser R et al. 2004. Canine Hemangiosarcoma. Athens: Department of Pathology College of Veterinary Medicine University of Georgia. Goldmchmidt MH dan Hendrick MJ. 2002. Tumors of The Skin and Soft Tissues. Di dalam Meuten, J. Donald. 2002. Tumors in Domestic Animals. A Blackwell Publishing Company. Edisi ke-4. Iowa State Press. Goetz TE. dan M. T. Long. 2001. Cimetidine for Treatment of Melanomas in Three Horses. Departement of Veterinary Clinical Medicine. Collage of Veteriner Medicine. University of illiones. Urbana. Golbahar MY, T Govenis dan O Besalti. 1993. Splenic Hemangiocarcinoma With Abdominal Dissemination In a Dog. J Veteriner Animal Science. 22. 459-464. Himawan S. 1996. Patologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, UI Press. Jubb KVF dan PC Kennedy.1993. Pathologi of Domestic Animals. Edisi ke-4. New York: Academic Press Inc. Kurniawan AN. Susunan Pernafasan. Di dalam : Patologi. Patologi. Edisi ke-1. Jakarta: UI Press.
Himawan S, editor.
31
Lopez A. 1995. Respiratory System. Di dalam: Carlton WW, Mcgavin MD, editor. Thomson’s Special Veterinary Pathology. Ed ke-2. St Louis: Mosby. Macfarlane PS, R Rheid and R Callande. 2000. Pathology Illustrated. Edisi ke-5. Edinburg: Churchilln Livingstone. Meuten, J. Donald. 2002. Tumors in Domestic Animals. Company. Edisi ke-4. Iowa State Press.
A Blackwell Publishing
Moulton JE. 1993. Tumor in Domestic Animals. Edisi ke-3. California: University of California Press. Nafrialdi, Ganiswara dalam Sulistia G. Ganiswara et al. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-4. Jakarta: Bagian Farma kologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Gaya Baru. Nancy OB, AK Patnaik, G Mac Ewen. 1985. Canine Hemangiosarcoma Retrospective Analysis of 104 Cases. J America Veterinary Medical. Natasaputra I. 2005. Anjing Cerdas Nan Anggun Sahabat Keluarga Golden Retiever. Bogor: Penebar Swadaya. Ressang. AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Edisi ke-2.
Bogor: Fakultas
Rumawas W. 1989. Patologi Umum. Bogor: FKH, IPB. IPB Press. Saleh S. 1996. Patologi Umum Kelainan Retrogresif dan Progresif. Himawan S, editor. Patologi. Edisi ke-1. Jakarta: UI Press.
Di dalam:
Setyawan S. 1996. Patologi Umum Penyakit Infeksi. Di dalam : Himawan S, editor. Patologi. Edisi ke-1. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Spector WG dan TD Spector. 1993. Pengantar Patologi Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Smith
Edisi ke-3.
Annette N. 2004. Hemangiosarcoma in dogs and cats. http://www.addl.Purde.edu/ newsletters/2003/ Fall/ heman.html[27-05-2007].
Tizard. 1988. Introduction to Veterinary Imunology. W. B. Saunders Companytone. Tjarta A. 2002. Neoplasia. Di dalam: Pringgoutomo S, Himawan S, Tjarta A, editor. Patologi 1 (Umum). Edisi ke-1. Jakarta: Sagung Seto.
32
Underwood JCE, editor. Livingstone.
1992.
General and Systemic Pathology.
UK: Churcill
Wikipedia. 2007. Hemangiosarcoma. http://en.wikipedia.org/wiki/Hemangisarcoma. html[27-05-2007]. . 2007. Golden Retriever.html[27-05-2007].
Retriever.
http:en.wikipedia.org/wiki/Golden
Withrow SJ, MacEwen EG. 2001. Small Animal Clinical Oncology, 3rd ed. W.B. Saunders Co, Philadelphia, PA,2001, pp. 639–645.