SKRIPSI PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA

Download menunjukkan perubahan karakter psikososial yaitu : hidup dalam stres, ... respons social – emosional pada pasien HIV dan AIDS masih belum j...

0 downloads 419 Views 161KB Size
1

SKRIPSI

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERUBAHAN RESPONS SOSIAL-EMOSIONAL PASIEN HIV-AIDS PENELITIAN PRA-EXPERIMENTAL Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UNAIR

OLEH : IYW NIM : 010330640-B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2005

2

ABSTRACT THE EFFECT OF FAMILY SUPPORT ON SOCIAL (EMOTIONAL) RESPONSE ALTERATION PATIENTS WITH HIV-AIDS PATIENTS Pre Experimental Research in Intermediate Treatment Room of Infection Disease Dr. Soetomo Hospital, Surabaya By IYW Social (emotional) response at the HIV-AIDS patients inclined leaning to develop in negative way. It can be caused by lack of support from the family. Lack of family support can impact to the increase of the stress and Effect the emotional, anxiety and social interaction response. The aim of this research is to analyse the Effect of family support toward social (emotional) response at HIV-AIDS patients in Intermediate Treatment Room of Infection Disease, Dr. Soetomo Hospital, Surabaya. This research using pre experimental design. The population was all the patients (in and out patients) in Intermediate Treatment Room of Infection Disease, Dr. Soetomo Hospital, Surabaya. The samples are taken by Purposive Sampling and there are 20 respondents for this research fit to inclusion criteria. The independent variable was family support and the dependent variable was social (emotional) response. Data were collected by spread the questionnaire to all respondents and asked them in order interview. The data were analyzed by using Wilcoxon Signed Rank Test with significant level < 0,05 and Content Analyse. The result shows that the family support Effect the emotional response with significant level (p = 0,002), family support also Effect anxiety response with significant level (p = 0,000) and Effect the social interaction (p = 0,000). It can be concluded that family support influential toward social (emotional) response at HIV-AIDS patients. Giving support intensively will stabilize emotional response, decrease anxiety response, and increase social interaction response. The positive social (emotional) response can decrease stress and modulate the immune system which is showed by the increase of cytokine and CD4. The increase of cytokine and CD4 will be hamper the develop of AIDS. Key words : family support – social (emotional) response – HIV-AIDS patients

3

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Sejak ditemukannya penyakit AIDS (Acquired Imuno Deficiency Syndrome)

dan virus penyebabnya HIV (Human Imunodeficiency Virus), muncul dampak yang begitu luas di masyarakat. Ketika individu dinyatakan terinfeksi HIV, sebagian besar menunjukkan perubahan karakter psikososial yaitu : hidup dalam stres, depresi, merasa kurangnya dukungan sosial, dan perubahan perilaku (WHO dalam Nasronudin, 2004). Wolcott, dkk (dalam Ader, 1991)

mengemukakan bahwa

penderita HIV-AIDS menghadapi situasi hidup dimana mereka sering menghadapi sendiri kondisinya tanpa dukungan dari teman dan keluarga yang memberi dampak kecemasan, depresi, rasa bersalah dan pemikiran atau perilaku bunuh diri. Kurangnya dukungan keluarga berdampak pada respons sosial (emosional) pasien tersebut. Respons sosial (emosional) yang positif dapat mendukung proses pengobatan sehingga progresivitas penyakit setidaknya dapat dihambat dan umur harapan hidup pasien HIV-AIDS lebih panjang. Namun pengaruh dukungan keluarga terhadap respons social – emosional pada pasien HIV dan AIDS masih belum jelas. Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan peneliti pada bulan Desember di Unit PIPI (Perawatan Intermediet Penyakit Infeksi) menunjukkan bahwa dari 80% responden penelitian sudah memperoleh dukungan dari keluarga. Namun pada kenyataannya dukungan keluarga yang mereka peroleh dirasakan masih kurang, mereka cenderung tidak menerima kondisi anggota keluarganya yang terinfeksi, tidak

4

ada rasa cinta, dan tidak ada penerimaan serta kecemasan yang tinggi sehubungan dengan prognosa penyakit dan biaya pengobatan sehingga respons sosial (emosional) pasien HIV-AIDS tersebut berkembang ke arah yang negatif. Jumlah orang yang terinfeksi HIV terus meningkat pesat dan tersebar luas di seluruh dunia. Di Indonesia sejak pertama kali dijumpai kasus infeksi HIV pada tahun 1987 hingga bulan Januari 2001 telah dilaporkan 1226 kasus infeksi HIV, 461 kasus AIDS secara kumulatif, dan 235 diantara pasien AIDS tersebut telah meninggal dunia. Di Propinsi Jawa Timur sampai tanggal 22 November 1999 prevalensi (kumulatif) HIV-AIDS sebanyak 77 kasus, terdiri dari 60 kasus pengidap HIV dan 17 pasien AIDS. Jumlah kasus terbanyak ada di Kota Surabaya sebanyak 45,5% dan diperkirakan akan terus meningkat sebesar 30% setiap tahunnya. Pada individu dengan

HIV positif sistem imunitasnya akan mengalami penurunan dan

membutuhkan waktu beberapa tahun hingga ditemukannya gejala tahap lanjut dan dinyatakan sebagai penderita AIDS. Hal ini tergantung pada kondisi fisik dan psikologisnya. Sejak dinyatakan terinfeksi HIV penderita mengalami stres, dikarenakan tingginya tekanan psikososial yang mereka terima baik dari keluarga maupun masyarakat. Oleh karena itu dukungan sosial terutama dari keluarga penting artinya, dan sangat menentukan perkembangan penyakit yang berdampak pada ketiga aspek dalam respons sosial (emosional) pasien HIV-AIDS. Bila hal ini tidak segera diatasi maka dapat menurunkan kondisi kesehatan pasien, mempercepat progresivitas penyakit hingga timbulnya kematian. Bagi individu yang positif terinfeksi HIV, menjalani kehidupannya akan terasa sulit karena dari segi fisik individu tersebut akan mengalami perubahan yang

5

berkaitan dengan perkembangan penyakitnya, tekanan emosional dan stres psikologis yang dialami karena dikucilkan oleh keluarga dan teman karena takut tertular, serta adanya stigma sosial dan diskriminasi di masyarakat. Hal ini berdampak

pada

respons sosial (emosional) pasien, sebagai contoh adanya stigma sosial yang dapat menyebabkan gangguan perilaku pada orang lain, termasuk menghindari kontak fisik dan sosial (Muma, 1997). Mereka menjalani kehidupannya dalam kekhawatiran dan stress. Dengan menggunakan pendekatan Psychoneuroimunology dapat dijelaskan bahwa stres yang dialami pasien HIV-AIDS akan memodulasi sistem imun melalui jalur HPA (Hipothalamic-Pituitary-Adrenocortical) axis dan sistem limbik (yang mengatur emosi dan learning process). Kondisi stres tersebut akan menstimulasi hypothalamus untuk melepaskan neuropeptida yang akan mengaktivasi ANS (Autonomic Nerve System) dan hypofise untuk mengeluarkan kortikosteroid dan katekolamin yang merupakan hormon-hormon yang bereaksi terhadap kondisi stres. Peningkatan kadar glukokortikoid akan mengganggu sistem imunitas. Bila kondisi stres dapat dikendalikan maka modulasi sistem imun menjadi lebih baik. Stres yang lama dan berkepanjangan akan berdampak pada penurunan sistem imun dan mempercepat progresivitas penyakit. Dengan mencermati adanya keterkaitan antara kondisi stres dengan progresivitas penyakit maka perlunya menciptakan lingkungan yang kondusif selama proses pengobatan yaitu dengan cara meningkatkan dukungan sosial pada pasien HIV-AIDS.

6

Dukungan sosial tersebut dapat sangat membantu setelah mengalami stres dan penting untuk mengurangi gangguan psikologik yang berkaitan dengan HIV-AIDS. Tersedianya dukungan sosial itu sangat diperlukan sehubungan dengan rasa keputusasaan dan depresi pasien. Dan diharapkan dengan adanya dukungan dari keluarga stres berkurang dan respons sosial (emosional) pasien akan lebih baik, dimana respons emosi, kecemasan dan interaksi sosialnya menjadi lebih positif.

1.2

Rumusan Masalah

1. Apakah pengaruh dukungan keluarga terhadap respons sosial-emosional (respons emosi) pasien HIV-AIDS? 2. Apakah pengaruh dukungan keluarga terhadap respons sosial-emosional (respons kecemasan) pasien HIV-AIDS? 3. Apakah pengaruh dukungan keluarga terhadap respons sosial-emosional (respons interaksi sosial) pasien HIV-AIDS?

1.3 1.3.1

Tujuan Penelitian Tujuan Umum. Menjelaskan

pengaruh dukungan

sosial

(keluarga)

terhadap

respons

sosial-emosional pada pasien HIV-AIDS. 1.3.2

Tujuan Khusus. 1. Mengidentifikasi pengaruh dukungan keluarga terhadap respons sosialemosional (respons emosi) pada pasien dengan HIV-AIDS.

7

2. Mengidentifikasi pengaruh dukungan keluarga terhadap respons sosialemosional (respons kecemasan) pada pasien dengan HIV-AIDS. 3. Mengidentifikasi pengaruh dukungan keluarga terhadap respons sosialemosional (respons interaksi sosial) pada pasien dengan HIV-AIDS.

1.4 1.4.1

Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis. Dari segi pengembangan ilmu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan mekanisme perubahan respons adaptasi sosial pada

pasien

HIV-AIDS dengan mengunakan pendekatan Model Adaptasi dari S.C. Roy yang dimodifikasi dengan Psychoneuroimunology. 1.4.2

Manfaat Praktis. 1. Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman tentang pengaruh dukungan keluarga terhadap perubahan respons sosial (emosional) pada pasien HIV-AIDS. 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya merubah respons sosial (emosional) yang maladaptif pada pasien HIV-AIDS. 3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan topik permasalahan yang sama.

8

4. Hasil penelitian ini dapat memberi masukan kepada sejawat perawat tentang pentingnya menangani kondisi stres pada pasien HIV-AIDS sehingga sejawat perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. 5. Diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan kontribusi yang positif bagi pasien HIV-AIDS dan keluarganya.

9

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kerangka Konseptual INPUT Dukungan keluarga Pasien HIV-AIDS Proses Adaptasi Tubuh Terhadap Stres PROSES Kortek Serebral HPA - AXIS

Menstimulasi Sistem Limbik

Hypothalamus melepas neuropeptida (CRF)

Mengaktivasi ANS

Amygdala

Melepas β-Endorphin dan ACTH (Kelenjar Hypofise)

Medula Adrenal (katekolamin)

Emosi, Memori dan Perasaan

Kortek Adrenal (kortikosteroid)

Hippocampus Learning Process dan Memori

Mekanisme Coping Perilaku

OUTPUT Adaptasi Respons Sosial (Emosional)

Respons Emosi (Stabil)

Respons Kecemasan (Berkurang)

Respons Interaksi Sosial (Meningkat)

Modulasi Sistem Imun

Jumlah limfosit, sitokin, viral load

Gambar 3.1 : Kerangka Konseptual Penelitian. Keterangan : : Diteliti

: Tidak Diteliti

10

Dengan

memodifikasi

Konsep

Adaptasi

dari

S.C.

Roy

dan

Psychoneuroimunologi dapat dijelaskan tentang mekanisme dukungan keluarga dan pengaruhnya merubah respons sosial (emosional) pada pasien HIV-AIDS. Adanya dukungan keluarga yang diberikan kepada pasien HIV-AIDS dapat mempengaruhi proses adaptasi tubuh terhadap stres.

Mekanisme adaptasi tubuh terhadap stres

tersebut meliputi proses fisiologis didalam tubuh melalui sistem limbik, HPA axis dan sistem syaraf simpatik. Hypothalamus akan mengaktivasi ANS untuk menstimulasi medula adrenal dan mengeluarkan katekolamin. Disamping itu hypofise akan melepas β-endorphin dan ACTH yang akan menstimulasi kortek adrenal untuk mengeluarkan kortikosteroid. Katekolamin dan kortikosteroid inilah yang merupakan hormonhormon

yang

bereaksi

terhadap

kondisi

stres.

Sedangkan

sistem

limbik

mempengaruhi amygdala dan hippocampus, dimana amygdala mempengaruhi emosi dan memori, sedangkan hippocampus mempengaruhi learning process dan memori. Adanya learning process dan memori terutama dalam menghadapi kondisi stres yang pernah dialami maka mekanisme koping yang dimiliki pasien semakin positif (baik) sehingga perilaku yang ada pada pasien dengan HIV-AIDSpun menjadi lebih positif. Dan perilaku positif inipun berkaitan erat dengan modulasi sistem imun pasien. Dengan perilaku yang positif maka diharapkan mempengaruhi respons sosial (emosional) pada pasien HIV-AIDS dimana respons emosi tetap stabil, respons kecemasan berkurang dan respons interaksi sosial meningkat. Hal ini akan mempengaruhi pula modulasi sistem imun, yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah limfosit dan sitokin serta menurunnya viral load sehingga progresivitas penyakit dapat dihambat.

11

3.2

Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh dukungan keluarga terhadap respons sosial-emosional (respons emosi) pada pasien dengan HIV-AIDS. 2. Ada pengaruh dukungan keluarga terhadap respons sosial-emosional (respons kecemasan) pada pasien dengan HIV-AIDS. 3. Ada pengaruh dukungan keluarga terhadap respons sosial-emosional (respons interaksi sosial) pada pasien dengan HIV-AIDS.

12

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1

Desain Penelitian

4.2

Populasi, Sampel dan Sampling

4.3

Variabel dan Definisi Operasional

4.4

Instrumen

4.5

Waktu dan Tempat

4.6

Prosedur Pengumpulan Data

4.7

Analisis Data

4.8

Etik Penelitian

13

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1

Desain Penelitian Desain penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam mengidentifikasi

permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data dan digunakan untuk mendefinisikan struktur dimana penelitian dilaksanakan (Nursalam, 2003). Dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah pra eksperimental (one group pre-post test design) yaitu kelompok subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari peneliti, sebelum menerima perlakuan terlebih dahulu dilakukan observasi, kemudian setelah menerima perlakuan dilakukan observasi ulang untuk mengetahui akibat dari perlakuan tersebut.

P

O1

I

O2

Keterangan : P = Subyek (pasien HIV-AIDS). O1 = Observasi sebelum diberikan intervensi/perlakuan. I

= Intervensi (dukungan keluarga).

O2 = Observasi setelah diberikan intervensi/perlakuan.

14

4.2

Kerangka Kerja (framework) menentukan populasi yaitu : pasien HIV-AIDS di Unit Perawatan Intermediet Penyakit Infeksi RSU Dr. Soetomo Surabaya (rata-rata jumlah pasien ± 90 orang/bulan) menetapkan sampel (kriteria inklusi) Purposive Sampling kelompok perlakuan (n = 20 orang) Variabel Dependent (ResponsSosial-Emosional) diobservasi sebelum diberi intervensi memperoleh dukungan sosial (keluarga) Variabel Dependent (ResponsSosial-Emosional) diobservasi setelah diberi intervensi Melakukan analisis data dengan Content Analyse dan uji Wilcoxon Signed Rank Test hasil : terdapat perubahan responsemosional penyajian data dan hasil menarik kesimpulan dan diseminasi hasil

Gambar 4.1 : Kerangka Kerja Penelitian.

4.3

Populasi, Sampel dan Sampling

15

4.3.1

Populasi Populasi merupakan seluruh subyek atau data dengan karakteristik tertentu

yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien HIV-AIDS yang dirawat (baik rawat inap maupun rawat jalan) di Unit Perawatan Intermediet Penyakit Infeksi Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya. 4.3.2

Sampel Ada dua syarat yang harus dipenuhi dalam menetapkan sampel : (1)

representatif, yaitu sampel yang dapat mewakili populasi yang ada (2) sampel harus cukup banyak. Dalam pemilihan sampel peneliti menetapkan kriteria sampel sebagai berikut : 1. Kriteria Inklusi : a. Pasien dengan HIV-AIDS (baik yang rawat inap maupun yang rawat jalan). b. Dalam kondisi baik atau tidak mengalami penurunan kesadaran (bagi yang rawat inap). c. Bertempat tinggal dikota Surabaya (bagi pasien yang rawat jalan). d. Dinyatakan positif terinfeksi + 1 – 2 tahun terakhir dan keluarga sudah memperoleh penjelasan dari pasien. e. Jenis kelamin laki-laki dan wanita. f. Usia pasien lebih dari atau sama dengan 21 tahun. g. Bersedia menjadi responden. 2. Kriteria Eksklusi : a. Usia pasien kurang dari 21 tahun dan tidak kooperatif. b. Pernah menjadi responden pada penelitian yang sama.

16

4.3.3

Besar Sampel Dalam penelitian ini besar sampel yang akan peneliti digunakan mengacu pada

rumus : n =___ N___ = 90 = 73 1 + N(d)2 1 + 90(0,05)2 Dimana : n = jumlah sampel N = jumlah populasi d = tingkat signifikansi (0,05) Dari rumusan besar sampel diatas, jumlah responden yang ada di Unit Perawatan Intermediet Penyakit Infeksi RSU Dr. Soetomo yang sesuai dengan kriteria inklusi + 20 orang maka jumlah sampel yang digunakan adalah 20 orang. 4.3.4

Sampling Dalam pemilihan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan purposive

sampling atau pengambilan sampel sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan oleh peneliti.

4.4 Variabel Penelitian Menurut Soeparto, dkk (dalam Nursalam, 2003) variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dll). Semua variabel variabel

yang

diteliti

harus

didentifikasi, mana

yang

termasuk

bebas (independent), variabel tergantung (dependent), variabel pengontrol

dan variabel perancu.

17

4.4.1

Klasifikasi Variabel Pada penelitian ini variabel akan dibedakan menjadi :

1. Variabel Bebas (Independent). Adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain. Dalam ilmu keperawatan, variabel bebas biasanya merupakan stimulus atau intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien untuk mempengaruhi tingkah laku klien tersebut. Variabel bebas dalam penelitian adalah dukungan keluarga. 2. Variabel Tergantung (Dependent). Adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Dengan kata lain, variabel tergantung adalah faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah respons sosial (emosional) pada pasien HIV-AIDS.