TAMPILAN KEKERASAN DALAM FILM (STUDI ANALISIS ISI TENTANG

Download (Studi Analisis Isi Tentang Kekerasan Fisik dan Psikologis Dalam Film“The ... Menurut sejarah perfilman di Indonesia, film pertama di neger...

1 downloads 385 Views 301KB Size
TAMPILAN KEKERASAN DALAM FILM (Studi Analisis Isi Tentang Kekerasan Fisik dan Psikologis Dalam Film“The Raid: Redemption” Karya Gareth Evans) Ezzy Augusta Mutiara 080904104 ABSTRACT This research contains a study using descriptive analysis with a quantitative approach regarding physical violence and psychological violence the film The Raid: Redemption. The Raid: Redemption is a film directed by Gareth Evans, one of the famous American director. This movie tells the story of the ambush attack that carried out by special forces on the safe house of criminals. This study focuses on the study of media content which has film has quantitative feature. This study used the paradigm of positivistic approach. Where as for the instrument of data analysis, researchers used content analysis technique by Holsti. In this study, researchers tried to examine how physical violence and psychological violence shown in the film The Raid: Redemption. Researchers examined the research object taken from physical violence and psychological violence contained in the film The Raid: Redemption. The percentage of inter-coder reliability test of physical violence as follows: Hit 99%; slap 67%; strangling 93%; kicks 99%; throw 93%; wounding 98%; maul 89%; kill 95%. While intercoder reliability psychological violence showed by the following : yelling 91%; swear 98%; threatens 90%; degrading 87%; manage 81%; harassing 96%; stalking 80% and spying 100%. Keywords: Content Analysis, Physical Violence, Psychological Violence, The Raid: Redemption. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Film hadir sebagai bagian dari kebudayaan massa, yang muncul seiring dengan perkembangan masyarakat perkotaan dan industri. Sebagai bagian dari budaya massa yang populer, film adalah suatu seni yang dikemas untuk dijajakan sebagai komoditi dagang. Menurut sejarah perfilman di Indonesia, film pertama di negeri ini berjudul Lely van Java yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh seorang yang bernama David. Kemudian disusul oleh Eulis Atjih produksi Krueger Corporation pada tahun 1927-1928. Sampai tahun 1930 masyarakat pada waktu itu telah disuguhkan film-film berikutnya yaitu Lutung Kasarung, Si Conat dan Pareh. Sampai tahun itu, film yang disajikan merupakan film bisu dan yang mengusahakannya adalah orang-orang Belanda dan Cina. Sedangkan film pertama yang merupakan karya orisinil berdasarkan naskah seorang penulis Indonesia 1

yang dibintangi Roekiah dan R. Mochtar berjudul Terang Bulan. Setelah itu, film Indonesia berkembang pesat hingga sekarang (Effendi, 2002: 217). Pada masa orde lama, film-film karya anak bangsa lebih bertemakan perjuangan. Para pembuat film masih terbawa nuansa kemerdekaan Indonesia. melalui Surat Keputusan Menteri Penerangan No.59/KEP/MENPEN/1969 pemerintah orde baru membentuk Dewan Film Nasional yang mengatur perfilman Indonesia. Sejak saat itu, perfilman Indonesia dikendalikan oleh negara (new.rumahfilm.org). Masuk ke dalam era reformasi, tema film tidak lagi disesuaikan dengan kehendak pemerintah, namun disesuaikan dengan keinginan pasar. Potensi penikmat film yang besar menarik banyak pengusaha untuk terlibat dalam pembuatan film. Pemilik modal memandang film tidak lagi sebagai produk sejarah, melainkan media yang bisa menghasilkan laba. Iming-iming laba yang cukup besar, menguatkan tekad pemilik modal untuk berinvestasi dalam film. Mulai tahun 2000-an Indonesia mulai memproduksi film-film yang berkualitas. Film-film Indonesia mulai mendapat apresiasi oleh kritikus film internasional dan berjaya festival-festival film internasional. Salah satu film Indonesia yang mengundang perhatian dunia adalah film The Raid: Redemption. Film bergenre action dengan adegan-adegan kekerasan yang mengkombinasikan pencak silat dari berbagai aliran dengan senjata api dan pisau. Film ini juga telah meraih banyak penghargaan di luar negeri. Salah satunya di “Toronto International Film Festival ke-36” beberapa waktu lalu saat film ini baru dirilis. The Raid: Redemption berhasil meraih The Cadillac People’s Choice Award untuk kategori Midnight Madness. Selain itu, di “Jameson Dublin International Film Festival 2012”, The Raid: Redemption berhasil meraih gelar The Best Film sekaligus Audience Award. Kemudian “The Internet Movie Database (IMDb)” memasukkan The Raid: Redemption dalam 50 film laga sepanjang masa. The Raid: Redemption berada di urutan 45 dengan rating 8.0, sejajar dengan Star Trek, The Adventure of Robinhood, Avatar dan Pirates of the Caribbean: The Curse of the Black Pearl (Cinemags, Mei 2012). Berbagai pujian terhadap The Raid: Redemption tidak menutup kemungkinan film ini memiliki beberapa kekurangan. Pada majalah Total Film edisi April 2012 menjelaskan bahwa kesederhanaan dalam film ini menghilangkan sosok pemeran utama. Selain itu, film ini juga secara vulgar menampilkan kekerasan. Kekerasan pada film The Raid: Redemption mengkhawatirkan beberapa pengamat film, termasuk Iko Uwais sebagai pemeran Rama. Dalam sebuah wawancara dengan situs berita beritasatu.com Iko Uwais membenarkan bahwa adegan kekerasan dalam film ini tidak baik, khususnya untuk anak-anak. Tayangan kekerasan menjadi perhatian serius Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), melalui Ketua Komnas PA yaitu Arist Merdeka Sirait menyebutkan bahwa mayoritas tayangan televisi ataupun film di Indonesia berbahaya bagi anak-anak karena mengandung unsur kekerasan. Anakanak sangat rentan mencontoh apa-apa saja yang dilihat dari lingkungan. Film di televisi maupun bioskop merupakan salah satu lingkungan yang paling menarik bagi anak-anak. Hampir setiap rumah memiliki televisi, hampir di setiap bioskop dengan berbagai macam film selalu ada anak-anak sebagai penonton, dan 2

kurangnya kedisiplinan orang tua membatasi anak-anak untuk menonton apa yang boleh atau apa yang tidak boleh ditonton (www.beritasatu.com). Undang-undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman dalam pasal 46 menyatakan bahwa masyarakat berkewajiban mematuhi ketentuan tentang penggolongan usia penonton film. Usia penonton film di Indonesia dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: (1) SU = Semua Umur; (2) 17+ = Untuk umur di atas 17 tahun; (3) R = Remaja; (4) BO = Bimbingan Orangtua. Lemahnya pengawasan dari pihak bioskop-bioskop yang menayangkan film The Raid: Redemption, serta kurangnya kesadaran dari masyarakat bahwa film ini termasuk kategori 17+ dalam penggolongan usia penonton film, menyebabkan banyaknya anak di bawah umur yang dengan mudahnya menonton film The Raid: Redemption di dalam bioskop (www.lsf.go.id). Maka berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti persoalan bagaimana Tampilan Kekerasan dalam Film (Studi Analisis Isi tentang kekerasan fisik dan psikologis dalam Film “The Raid: Redemption” Karya Gareth Evans). Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengajukan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Mengetahui bentuk-bentuk kekerasan fisik dan psikologis yang terdapat dalam film The Raid: Redemption. 2. Mengetahui frekuensi kekerasan fisik dan psikologis yang terdapat dalam film The Raid: Redemption. URAIAN TEORI Kerangka Teori Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji tentang film yang termasuk dalam kajian objektif. Peneliti menggunakan defenisi Barelson (1952), analisis isi adalah suatu teknik penelitian yang dilakukan secara objektif, sistematis dan deskripsi kuantitatif dari isi komunikasi yang tampak (manifest) (Eriyanto,2011: 15). Kriyantono (2007: 45) menyatakan bahwa fungsi teori dalam riset adalah membantu periset menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatiannya. Adapun teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah: Kekerasan Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Dilihat dari bentuknya, ada dua jenis kekerasan yang sering terjadi yaitu: 1) kekerasan fisik dan 2) kekerasan psikologis. Dalam kekerasan fisik tubuh manusia disakiti secara jasmani berupa siksaan, penganiayaan, hingga pembunuhan. Sedang kekerasan secara psikologis mewujud dalam bentuk pengurangan kemampuan mental atau otak (rohani) karena perlakuan-perlakuan repsesif tertentu, misalnya ancaman, indoktrinasi dan sebagainya (Sunarto, 2009: 47-48). Studi Tayangan Kekerasan Bagi banyak pemikir yakin bahwa efek media massa tidak lagi sekuat di era 1930 an, ketika bullet theory diyakini sebagai kebenaran. Namun tidak bagi pemikir kultivasi, mereka beranggapan bahwa efek media tidak secara langsung mempengaruhi penontonnya. Efek media tanpa disadari masuk ke dalam pikiran dan menjadi kebiasaan bagi penontonnya. Fenomena ini yang menjadi perhatian 3

serius pemikir dampak tayangan media, khususnya dampak kekerasan media massa. Teori Pembelajaran Sosial Bandura menyebutkan bahwa sebuah teori dari bidang psikologi yang berguna dalam mempelajari dampak media massa adalah teori pembelajaran sosial (social learning theory) (Severin & James, 2005: 330-331). Teori yang menyatakan bahwa terjadi banyak pembelajaran melalui pengamatan pada perilaku orang lain. Teori ini terutama berharga dalam menganalisis kemungkinan dampak kekerasan yang ditayangkan di televisi, tetapi teori ini juga merupakan teori pembelajaran umum yang dapat diaplikasikan pada bidang-bidang dampak media massa yang lain. METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik yang digunakan oleh peneliti yaitu dengan teknik analisis isi. Analisis isi (content analysis) adalah analisis yang dirancang untuk menghasilkan penghitungan yang objektif, terukur, dan teruji atas isi pesan yang nyata (manifest Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti secara syntactical units terdiri dari simbol-simbol yang muncul, dalam penelitian ini adalah simbol kekerasan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan menggunakan tabel frekuensi. Jenis penelitian deskriptif kuantitatif dapat didefinisikan sebagai suatu metode untuk mendeskripsikan hasil penelusuran informasi ke fakta yang diolah menjadi data (Kriyantono, 2007: 24). Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah sequence yang ada dalam film The Raid: Redemption. Khususnya sequence yang berkaitan dengan kekerasan fisik dan kekerasan psikologis. .Unit Analisis Penelitian Unit Analisis Kategori Oprasionalisasi Persentasi dalam film Isi Visual Image Sequence Kekerasan Fisik Memukul Menampar Mencekik Menendang Melempar barang ke tubuh Melukai dengan tangan kosong atau dengan alat/senjata Menganiaya Membunuh Kekerasan Berteriak-teriak Psikologis Menyumpah Mengancam Merendahkan Mengatur 4

Melecehkan Menguntit Memata-matai Sumber: (Harsono Suwardi, 1993: 50) dan dimodifikasi oleh penulis. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Studi Dokumentasi Teknik dokumentasi ini dilakukan dengan cara pengamatan melalui kaset video. Yaitu dengan mengumpulkan data-data berdasarkan pengamatan melalui Video CD film The Raid: Redemption. 2. Studi kepustakaan (Library research) Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dan dikumpulkan dengan studi pustaka guna mengkaji beberapa pokok permasalahan dari objek yang diteliti. Teknik Analisis Data Data kuantitatif yang diperoleh dapat dianalisis dengan kaidah dan teknikteknik analisis statistik yang baku, misalnya dengan distribusi frekuensi dan tabulasi silang dari data-data yang terkumpul (Birowo, 2004: 161). Teknik analisa data yang digunakan adalah deskriptif dengan langkah sebagai berikut: a. Pengumpulan data Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar koding (coding sheet) yang dibuat berdasarkan kategori yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui: Video CD film The Raid: Redemption. b. Reduksi data Reduksi data yaitu memilah data yang sesuai dengan sistem kategori yang ditetapkan maupun memilah data yang relevan dan tidak relevan dengan tujuan penelitian. c. Reliabilitas Tes Intercoder Reliability digunakan, karena sangat penting untuk mengetahui tingkat konsistensi pengukuran, mengetahui apakah kategori yang dibuat sudah operasional dan secara umum untuk mengetahui tingkat obyektifitas penelitian. Tes ini dilakukan oleh dua koder. Pengkoder lain di luar peneliti dimaksudkan sebagai perbandingan hasil penghitungan data penelitian agar shahih dan terjaga, dimana koder ini diambil dari orang yang berlatar belakang akivitas akademik yang sama dan memahami terhadap prinsip komunikasi serta isi media Rumus tes uji reliabilitas antar pengkode tersebut, oleh Holsti di formulakan dengan data nominal dalam bentuk prosentase pada tingkat persamaannya. Rumus tes uji reliabilitas sebagai berikut: 2M CR = N1 + N2 Keterangan : CR = Coeficient Reliability (Koefisien Reliabilitas) M = Jumlah penyataan yang disetujui oleh dua orang pengkoder N1+N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoder. 5

Meskipun belum ada kesepakatan mengenai standar angka reliabilitas yang mutlak, menurut Lasswell angka 70% - 80% banyak di pakai sebagai jumlah presentase atau kesesuaian antara pemberi koding untuk menentukan kelayakan definisi operasional kategori unit analisis (Fluornoy, 1989: 33). d. Generalisasi Generalisasi atau kesimpulan diambil berdasarkan frekuensi dan presentase kemunculan data-data yang diteliti. Frekuensi absolut tersebut menjadi acuan dalam pengambilan kesimpulan. Berdasarkan hal tersebut, frekuensi tertinggi menjadi bahan pertimbangan utama untuk menarik kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tabel 4.36 Frekuensi Kekerasan Fisik dan Psikologis Kategori Kekerasan

Unit Analisis

Koder I

Koder II

Memukul

413

414

Menampar

6

3

Mencekik

33

29

Menendang

350

344

Melempar

38

43

Melukai

74

72

Menganiaya

8

10

Membunuh

59

64

Berteriak-teriak

34

40

Menyumpah

32

33

Mengancam

34

28

Merendahkan

24

31

Mengatur

13

19

Melecehkan

12

13

Menguntit

3

2

Memata-matai

3

3

Kekerasan Fisik

Kekerasan Psikologis

6

Tabel 4.37 Uji Reliabilitas Antar Koder Kategori Kekerasan

Unit Analisis

Uji Reliabilitas

Persentase Persetujuan (%)

CR = 2M / N1+N2 Kekerasan Fisik

Kekerasan Psikologis

Memukul

2 (413) / 413+414

99

Menampar

2 (3) / 6+3

67

Mencekik

2 (29) / 33 + 29

93

Menendang

2 (344) / 350 + 344

99

Melempar

2 (38) / 38 + 43

93

Melukai

2 (72) / 74 + 72

98

Menganiaya

2 (8) / 8 + 10

89

Membunuh

2 (59) / 59 + 64

95

Berteriak-teriak

2 (34) / 34 + 40

91

Menyumpah

2 (32) / 32 + 33

98

Mengancam

2 (28) / 34 + 28

90

Merendahkan

2 (24) / 24 + 31

87

Mengatur

2 (13) / 13 + 19

81

Melecehkan

2 (12) / 12 + 13

96

Menguntit

2 (2) / 3 + 2

80

Memata-matai

2 (3) / 3 + 3

100

Dalam formula holsti angka 1 menunjukkan bahwa hubungan antara koder pertama dan koder kedua bernilai 1 (satu). Angka reliabilitas minimum yang ditoleransi adalah 0,7 atau 70 %. Artinya kalau hasil perhitungan menunjukkan angka reliabilitas di atas 0,7, berarti alat ukur benar-benar reliabel. Dalam penelitian ini koder pertama dan koder kedua menyetujui seluruh kategori kekerasan ditampilkan dalam adegan The Raid: Redemption.

7

Pembahasan Intensitas kekerasan film The Raid: Redemption menunjukkan jumlah yang cukup signifikan. Dari delapan sequence dalam film ini, kekerasan fisik mendominasi dengan sebesar 85,2%. Kekerasan fisik memukul merupakan adegan mayoritas dari keseluruhan kekerasan fisik. Adegan memukul terjadi sebanyak 413 kali atau 42,1 persen. Adegan memukul paling banyak terjadi pada sequence 8 (delapan) sebanyak 82 kali atau 19,85%. Pada sequence 8 (delapan) Rama mendapat pertarungan sengit dari Mad Dog. Mad Dog yang diperankan oleh Yayan adalah anak buah Tama. Tama sebagai bos mafia yang memiliki gedung perlindungan terhadap penjahat memerintahkan Mad Dog untuk menghabisi Rama. Dalam pertarungan ini Rama dibantu oleh abangnya, Andi. Andi sebelumnya adalah tangan kanan Tama yang juga abang kandung Rama. Pertarungan yang terjadi diantara ketiganya banyak menggunakan tangan kosong. Ini merupakan esensi dari nilai seni bela diri silat. Berbeda degan seni bela diri lain misalnya Taekwondo yang banyak menggunakan kaki. Silat lebih banyak menggunakan kecepatan tangan. Kondisi ini membuat adegan memukul menjadi mayoritas kekerasan fisik. Sementara adegan kekerasan psikologis hanya sebesar 14,8%. Adegan berteriak-teriak menjadi mayoritas adegan kekerasan psikologis dalam film The Raid: Redemption. Adegan berteriak-teriak berjumlah 34 kali atau 22,9% dari keseluruhan kekerasan psikologis. Adegan berteriak-teriak terhitung 11 kali atau 32,35% pada sequence 3 (tiga). Berkaitan dengan efek tayangan media, banyak penelitian yang menunjukkan efek kekerasan media massa. Sejumlah hipotesis telah diajukan sehubungan kemungkinan dampak tayangan kekerasan di media pada perilaku media. Salah satu hipotesis itu adalah hipotesis rangsangan (stimulation hypotesis), yang menyatakan bahwa menyaksikan tayangan kekerasan di media menyebabkan peningkatan perilaku agresif. Film The Raid: Redemption berdasarkan penelitian dari peneliti terdapat banyak adegan kekerasan, baik kekerasan fisik maupun kekerasan psikologis. Berdasarkan teori dampak kekerasan media dan teori pembelajaran sosial, penonton film The Raid: Redemption memiliki kecenderungan untuk meniru adegan kekerasan dalam film ini. Dari semua pembahasan diatas, dalam film The Raid: Redemption terbukti adegan kekerasan fisik lebih mendominasi dibandingkan kekerasan psikologis. Jelas bahwa film ini hanya diperuntukkan bagi penonton yang berusia 17 tahun ke atas. Peringatan kategori usia penonton pada sekuel film ini harus menjadi perhatian khusus bagi pihak bioskop maupun masyarakat, agar adegan-adegan kekerasan dalam film ini tidak menimbulkan efek negatif. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah: 1. Dalam film The Raid: Redemption terdapat banyak adegan kekerasan. Kekerasan dalam film The Raid: Redemption terjadi dalam dua bentuk kekerasan, yakni kekerasan fisik dan kekerasan psikologis. Bentukbentuk kekerasan fisik antara lain: memukul, menampar, mencekik, 8

menendang, melempar barang ke tubuh, melukai dengan tangan kosong, menganiaya, dan membunuh; sementara kekerasan psikologis antara lain: berteriak-teriak, menyumpah, mengancam, merendahkan, mengatur, melecehkan, menguntit. 2. Dari penelitian ini, peneliti berhasil menghitung frekuensi kekerasan yang terdapat dalam film The Raid: Redemption. Total adegan kekerasan fisik dalam film The Raid: Redemption berjumlah 1960 kali atau 85,2 %. Sementara total adegan kekerasan psikologis dalam film ini berjumlah 323 kali atau 14,8%. Dari hasil pengamatan tersebut kita dapat melihat bahwa film The Raid: Redemption lebih mengedepankan kekerasan fisik yang didominasi adegan olahraga pencak silat dibandingkan kekerasan psikologis. 3. Kekerasan fisik dalam film The Raid: Redemption paling banyak ditampilkan pada adegan memukul dalam sequence 8 (delapan). Sedangkan kekerasan psikologis dalam film ini paling banyak ditampilkan pada adegan berteriak-teriak dalam sequence 3 (tiga). Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka saran yang dapat diberikan penulis adalah: 1. Sebagai film yang banyak ditonton, film The Raid: Redemption memperhatikan dampak dari tayangan tersebut. 2. Perlunya kerjasama antara berbagai pihak yang terlibat (stakeholder) untuk membuat konsep adegan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 3. Pemberitahuan (melalui departemen yang berwenang) juga harus memberikan sejumlah acuan penting menyangkut kebudayaan Indonesia agar tidak terdapat kekeliruan dalam deskripsi penggambaran, gambaran tentang silat dan bangsa Indonesia. 4. Kepada masyarakat sebagai penonton hendaknya harus selektif dalam memilih dan menyesuaikan tontonannya.

DAFTAR PUSTAKA Ardianto, Elvinaro & Erdinaya, Komala, Lukiati. 2005. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Effendy, Onong Uchjana. 2002. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Eriyanto. 2011. Analisis Isi. Jakarta: Prenada Media. Kriyantono, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Publik Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana.

9

Severin, Werner, J., & James W. Tankard. 2005. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapan di dalam Media Massa. Jakarta: Kencana. Sunarto. 2009. Televisi, Kekerasan dan Perempuan. Jakarta: Kompas Media Nusantara. Wijaya, L. 2011. Analisis Isi Kekerasan dalam Film The Simpson. Yogyakarta: UMY. Sumber Lain http://www.beritasatu.com/anak-bunuh-diri/42564-kasus-anak-bunuh-diri-akibattayangan-tv.html diakses tanggal 25 Oktober 2012. http://new.rumahfilm.org/artikel-feature/pengantar-33-film-indonesia-terbaik-0009-ekky diakses tanggal 25 Oktober 2012. http://new.rumahfilm.org/uncategorized/mempertanyakan-gagasan-film-nasional diakses tanggal 13 Maret 2013. http://new.rumahfilm.org/artikel-feature/membaca-dekade-menyusun-petapengantar-untuk-daftar-33-film-indonesia-terpenting-2000-2009-pilihanrumah-film diakses tanggal 13 Maret 2013. Majalah Cinemags, Edisi Mei 2012. Majalah Total Film, Edisi April 2012.

10