TANAMAN LADA

Download JURNAL AGROTEKNOS NOPEMBER 2012. Vol. 2 No. 3. Hal: 151-157. ISSN: 2087-7706. SURVEI KEJADIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG...

0 downloads 623 Views 124KB Size
JURNAL AGROTEKNOS NOPEMBER 2012 Vol. 2 No. 3. Hal: 151-157 ISSN: 2087-7706

SURVEI KEJADIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (Phytophthora capsici) TANAMAN LADA (Piper nigrum. L) DI KABUPATEN KONAWE SELATAN Survey on Rotten Disease Incidence on Staik Base (Phytophthora capsici) of Pepper Plant (Piper nigrum. L) in South Konawe Regency ASNIAH*, SYAIR, TUTI WAHYUNI A.S

Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari

ABSTRACK The aim of this study was to know how big the rotten disease incidence on stalk base of pepper that was caused by Phytophthora capsici in South Konawe Regency and also to know what the farmer’s action to manage the rotten disease on stalk base of pepper. This study used survey and direct interview to the farmers. The average of rotten disease incidence on stalk base of pepper from six sampel Villages on the two Subdistrict in South Konawe Regency was 55,66 %, therefore this result include as the criteria of serious attack. The highest of disease event was found in Lamomea Village with the level of avarage attack was 83 %. Thus, this result was as of very serious attack. The highest disease incidence was found in Lamomea Village with the level of average attack was 83 %. Thus, this result was as very serious attack. The lowest disease event was found in Cialam Jaya Village with the level of average attack was 24 %, therefore this result classified as light attack. Keywords: disease incidence, rotton disease stalk base of pepper, Phytophthora capsici, survey

1PENDAHULUAN

Tanaman lada (Piper ningrum L.) merupakan sumber penghasil devisa, penyedia lapangan kerja maupun sebagai bahan baku industri makanan, obat-obatan maupun kosmtik (Rismansyah, 2010). Tanaman lada (Piper ningrum L.) mempunyai nilai ekonomi paling tinggi. Nilai devisa yang dihasilkan dari ekspor lada pada tahun 2004 sebesar US $ 73.845 IPC-FAO (2005) dalam Wahyuno (2009), yang berasal dari ekspor lada hitam 32.000 ton dan lada putih 13.760 ton. Di Indonesia, tanaman lada sebagian besar diusahakan oleh petani dalam bentuk perkebunan rakyat yang menyerap banyak tenaga kerja (Manohara et al., 2006). Secara tidak langsung, usaha tani lada telah menghidupi ribuan petani di Indonesia, khususnya di daerah pengembangan tanaman *) Alamat

Korespondensi: Email: [email protected]

lada dimana tanaman pangan tidak dapat tumbuh dengan baik. Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah berpotensi untuk pengembangan tanaman Lada. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2009), produksi lada di Sulawesi Tenggara akhir tahun 2009 sebanyak 5.103 ton, pada lahan seluas 11.773 Ha. Luas lahan ini tersebar dalam 9 daerah yakni; Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Buton, Kabupaten Muna, Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Konawe Utara, Kota Kendari, dan Kabupaten Buton Utara. Pada akhir tahun 2009 Kabupaten Konawe Selatan memiliki luas lahan tanaman lada 3.069 Ha, dengan produksi sebanyak 1.084 ton (Badan Pusat Statistik 2010). Jika dibandingkan dengan produski lada pada akhir tahun 2008 yang memiliki lahan lebih sempit yakni 2.959 Ha, produksi ini menurun 57 ton (Badan Pusat Statistik, 2009). Salah satu penyebab menurunnya produksi lada di Sulawesi

Vol. 2 No. 3, 2012

Survey Kejadian Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada

Tenggara dan Khususnya di Kabupaten Konawe Selatan adalah adanya serangan pathogen. Berdasarkan survey awal penelitian ditemukan adanya dugaan gejala penyakit busuk pangkal batang lada di Kecamatan Konda yakni desa Lamomea, Amotowo dan Cialam Jaya. Serta Kecamatan Landono yakni didesa Amotowo, Wonuasangia dan Tridanamulya. Untuk memastikan apakah gejala tersebut disebabkan oleh Phytophthora capsici maka sampel tanah dan bagian tanaman dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi dan ternyata hasil identifikasi menunjukkan bahwa gejala tersebut benar di sebabkan oleh P. capsici. P. capsici ini merupakan patogen tular tanah (soilborne), yang dapat ditularkan melalui tanah. Sejak dilaporkan pertama kali di Sumatera Selatan pada tahun 1885, penyakit busuk pangkal batang (BPBL) sering menimbulkan kerugian yang sangat besar khususnya pada musim hujan. Patogen dapat menyerang semua bagian tanaman termasuk akar, batang, dan daun. Kerusakan terparah biasanya terjadi jika infeksi terjadi pada pangkal batang (Semangun, 1988). Phytophthora capsici merupakan patogen tular tanah yang sulit terdeteksi keberadaannya dan mudah tersebar melalui tanah yang terkontaminasi, terbawa aliran air atau bagian tanaman yang sakit. Gejala yang nampak dipermukaan tanah berupa tanaman layu, sebagai indikasi serangan yang telah lanjut yang terjadi di dalam tanah (Manohara et al., 2005). Serangan Phytophthora capsici pada daun menyebabkan gejala bercak daun pada bagian tengah atau tepi daun. Sepanjang tepi bercak tersebut terdapat bagian gejala berwarna hitam bergerigi seperti gerenda. Gejala tersebut yang akan nampak jelas bila gejala masih segar namun, bagian tersebut tidak tampak apabila daun telah mengering atau pada gejala lanjut (Suprapto dan Yani, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi besarnya kejadian penyakit busuk pangkal batang lada di Kabupaten Konawe Selatan dan tindakan pengelolaan yang dilakukan petani terhadap penyakit busuk pangkal batang lada.

BAHAN DAN METODE

152

Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Konawe Selatan dan di Laboratorium Ilmu hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari. Dari bulan November 2010 sampai Januari 2011. Bahan dan Alat. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman lada (Piper ningrum L). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran, tali rafia, patok, kamera digital, parang, ayakan, pacul, kertas label, pisau, kompas dan alat tulis menulis. Metode Penelitian. Peneltian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survei dan wawancara langsung kepada petani. Penentuan Lokasi Sampel. Survei dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu tempat yang akan dijadikan lokasi penelitian. Dan Kabupaten Konawe Selatan yang memiliki luas areal tanaman lada 3.069 ha dengan produksi 1.084 ton, adalah lokasi yang dipilih. Pada Kabupaten Konawe Selatan ini diambil 2 Kecamatan sebagai sampel, dan dari setiap Kecamatan diambil tiga desa. Penentuan Kecamatan dan desa yang akan dijadikan lokasi sampel tersebut, ditentukan secara proporsif dengan kriteria : (1) Merupakan daerah pertanaman lada yang luas, (2) Tanaman lada yang sudah produktif, (3) Sebagian besar tanaman lada memperlihatkan gejala penyakit, (4) Sebagian besar tanaman lada mati, dan (5) Campuran tanaman sehat dan mati. Dengan kriteria tersebut maka di pilihlah Kecamatan dan Desa berikut ini sebagai lokasi sampel Kecamatan Konda, yang memiliki luas areal tanaman lada 2.53 ha dengan produkstivitas 480,00 kg/ha (Dinas Perkebunan & Hortikultura, 2009). Dan desa yang dipilih berdasarkan kriteria adalah; Desa Lamomea, yang memiliki luas lahan tanaman lada 110 ha, Desa Amohalo, yang memiliki luas lahan tanaman lada 8 ha, dan Desa Cilam Jaya, yang memiliki luas lahan tanaman lada 10 ha (BP3KP Konda, 2010). Kecamatan Landono, yang memiliki luas areal tanaman lada 2.84 ha dengan produktivitas 511,02 Kg/Ha (Dinas Perkebunan dan Hortikultura, 2009). Dan desa yang dipilih berdasarkan kriteria adalah; Desa Amotowo, yang memiliki luas lahan tanaman

153 Asniah et al.

J. Agroteknos

lada 20 ha, Desa Wonuasangia, yang memiliki luas lahan tanaman lada 11 ha, dan Desa Tridanamulya, yang memiliki luas lahan tanaman lada 42 ha (BP3KP, 2010). Penentuan Sub Blok Sampel. Pada setiap desa yang telah ditentukan sebagai sampel, diamati satu petak lokasi pertanaman lada secara diagonal. Setiap lokasi tersebut dibuat 1 (satu) blok pengamatan yang terdiri dari 5 (lima) sub blok, dengan luas masing-masing sub blok 10 m x 10 m. Kemudian pengamatan dimulai dengan mengamati kejadian penyakit pada keseluruhan tanaman pada setiap sub blok. Pengamatan. Pengamatan ini dilakukaan sebanyak dua kali. Pengamatan awal dilakukan untuk melihat kejadin penyakit. Selanjutnya pengamatan kedua dilakukan tiga minggu setelah pengamatan pertama untuk melihat perkembangan penyakit. Pengamatan tersebut dilakukan dengan mengamati kejadian penyakit pada tiap-tiap tanaman sampel di blok pengamatan, mengamati kejadian penyakit busuk pangkal batang lada, serta tindakan pengelolaan yang di lakukan petani terhadap penyakit busuk pangkal batang lada yang dilakukan dengan metode wawancara langsung. Untuk menghitung kejadian penyakit busuk pangkal batang lada menggunakan metode (Abbolt, 1925 dalam Asniah dan Khaeruni, 2006) dengan menggunakan rumus sebagai berikut : KP = n/N x 100% (KP=Tingkat Kejadian Penyakit, n= Jumlah tanaman yang terserang pathogen, dan N= Jumlah tanaman yang diamati). Untuk mengetahui kriteria serangan, maka ditentukan berdasarkan Tabel 1. Tabel 1. Kriteria serangan berdasarkan Kejadian Penyakit

Tingkat kejadian penyakit (%) 0 1≤ x ≤ 25 25 < x ≤ 50 50< x ≤ 75 x >75

Sumber : Natawigena (1982)

Kriteria

Normal Ringan Sedang Berat Sangat Berat

Analisis Data. Data hasil pengamatan dianalisis secara deskriktif berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dengan menggunakan sistem tabulasi sederhana.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian . Kecamatan Konda. Konda merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Konawe Selatan yang memiliki luas 102.23 km atau 2,92 % dari luas Kabupaten Konawe Selatan. Kecamatan Konda terletak diantara Kecamatan lainnya, yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Kendari, Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Moramo Utara, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Wolasi, dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ranomeeto. Kecamatan Konda yang memiliki 17 desa ini, jika dilihat dari letak geografis dan topografinya sebagian besar desanya adalah bukan pantai dan bukan bukit (Badan Pusat Statistik, 2010). Kecamatan Landono. Kecamatan Landono memiliki wilayah sebagian pesisir pantai dan selebihnya adalah dataran, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pondidaha, Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Ranomeeto Barat, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Baito, dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Mowila. Kecamatan Landono memiliki luas wilayah 326 km atau 3,26 % dari luas kabupaten Konawe Selatan. (Badan Pusat Statistik, 2010). Keadaan iklim Landono mempunyai tipe iklim sedang dengan jumlah bulan basah 5 sampai dengan bulan pertahun dan bulan kering 3 sampai 5 bulan pertahun dan termasuk daerah tropis dengan keadaan suhu udara rata-rata 27 oC – 32 oC (BP3KP, 2010). Gejala Penyakit Busuk Pangkal Batang. Berdasarkan penelitian di lapangan ditemukan adanya gejala serangan busuk pangkal batang lada dari keenam desa sampel yang diamati. Tanaman lada yang terserang penyakit busuk pangkal batang memperlihatkan gejala layu, menguning dan lemas. Pada daun terlihat bercak-bercak coklat, pada pada pangkal batang tanaman lada yang terinfeksi berwarna coklat kehitaman dan berbau busuk serta mati Hal ini sesuai dengan Semangun (2000) yang menyatakan bahwa tanaman lada yang terserang penyakit busuk pangkal batang memperlihatkan gejala layu, menguning dan lemas. Kemudian daun menjadi hitam yang dimulai dari ujung daun, setelah itu daun

Vol. 2 No. 3, 2012

Survey Kejadian Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada

gugur mulai daun pada cabang yang paling bawah hingga cabang bagian atas. Semangun (1989) juga menyatakan bahwa bagian pangkal batang terserang sampai 30 cm dari permukaan tanah. Pada kulit pangkal batang yang terserang bila diiris secara membujur akan terlihat garis-garis cokelat kehitaman sedangkan kalau diiris secara melintang akan keluar cairan berwarna hitam dan berbau busuk.

154

Kejadian Penyakit. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada lahan pertanaman lada di enam desa sampel pada dua Kecamatan; yakni Desa Lamomea, Amohalo, Caialam Jaya di Kecamatan Konda dan Desa Tridanamulya, Amotowo, Wonuasangian di Kecamatan Landono, ditemukan telah terserang oleh Phytophthora capsici dengan rata-rata persentase serangan 21 % - 83 %. Data hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2. Rata-rata Kejadian Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada (Phytophthora capsici) pada 2 kecamatan di Kabupaten Konawe Selatan.

Desa Sampel

Kecamatan Konda Lamomea Cialam jaya Amohalo Rata-rata Kecamatan Landono Tridanamulya Amotowo Wonuasangia Rata-rata Rata-rata Kab. Konsel

Sumber : Data primer, Diolah 2010

Kejadian Penyakit pada pengamatan ke.... (%) 1 2 79 21 74

87 27 85

67 25 43

72 34 54

Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata kejadian penyakit tertinggi terjadi di Desa Lamomea sebesar 83 % diikuti Desa Amohalo yaitu sebesar 79,5 %, Desa Tridanamulya sebesar 69,5 %, Desa Wonuasangia sebesar 48,5 %, Desa Amotowo sebesar 29,5 % dan terendah di desa Cialam Jaya dengan rata-rata kejadian penyakit 24 %. Kejadian penyakit busuk pangkal batang di Kecamatan Konda termasuk kategori berat yakni 62,17% sedangkan Kecamatan Landono termasuk kategori sedang yakni 49,17%. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat serangan pada tiap blok pengamatan berbeda-beda. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 2, dimana Desa Lamomea tingkat serangannya sudah mencapai 83 % dan menurut Natawigena (1982) dikategorikan kedalam serangan sangat berat. Begitu pula pada Desa Amohalo dimasukkan kedalam kriteria serangan sangat berat dengan tingkat serangan rata-rata 79,5 %. Sementara Desa Tridanamulya dengan tingkat serangan 69,5 % dimasukkan ke dalam kriteria berat. Desa

Rata-rata 83 24 79,5 62,17

69,5 29,5 48,5 49,17 55.67

Kriteria Serangan

Sangat berat Ringan Sangat berat Berat Berat Sedang Sedang Sedang Berat

Wonuasangia dan Desa Amotowo termasuk dalam kriteria serangan sedang dengan ratarata serangan 48,5 % dan 29,5 %. Serangan terendah terjadi di Desa Cialam Jaya dengan rata-rata persentase serangan 24 % dan termasuk dalam kriteria serangan ringan. Perbedaan serangan di setiap desa ini diduga disebabkan oleh keadaan lingkungan pertanaman yang berbeda seperti keadaan drainase, jarak tanam, naungan dan cara pemeliharaannya. Berdasarkan pengamatan dan wawancara langsung dengan petani, serangan busuk pangkal batang lada yang terjadi di desa lamomea dengan kriteria serangan sangat berat diduga disebabkan oleh drainase yang kurang baik, yang menyebabkan air tergenang dan secara tidak langsung meningkatkan kelembapan tanah sehingga memungkinkan perkembangan penyakit lebih cepat. Hal ini sejalan dengan pernyataan Erwin et al (2009) bahwa kondisi lahan yang memiliki sistem drainase yang tidak baik akan membuat air tergenang. Air yang tergenang tersebut dapat

155 Asniah et al.

menciptakan kondisi yang baik untuk kehidupan jamur. Dan menurut Yunafsi (2002) jika ada air, sporangium Phytophthora akan membentuk spora kembara dalam waktu 0,5 - 2 jam, dan spora kembara ini akan membentuk tabung kecambah dalam waktu 2 – 2,5 jam. Ditambahkan lagi oleh Santoso (2010) yang menyatakan bahwa P. capsici yang membentuk struktur reproduksi zoospora sebagai spora kembara dapat berenang pada lapisan air. Makin lama zoospora tersebut bergerak, maka makin besar peluangnya untuk menemukan inang yang sesuai. Serangan busuk pangkal batang yang sangat berat juga terjadi di Desa A, hal tersebut diduga dipengaruhi oleh jarak tanam yang rapat yakni 1,50 m x 1,50 m dibandingkan dengan desa Cialam Jaya dengan kejadian penyakit ringan memiliki jarak tanam 2 m x 2 m. Dimana jarak tanam yang rapat menyebabkan tanaman penaung (ajir) saling menaungi sehingga dapat meningkatkan kelembapan tanah yang membantu patogen berkembang dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Kramer and Kozlowski (1960) yang menyetakan bahwa semakin rapat naungan (semakin kecil intensitas cahaya yang diterima tanaman) maka suhu semakin rendah, dan kelembapan semakin tinggi. Menurut Agrios (1997), kerusakan yang ditimbulkan oleh P. capsici pada akar dan batang, terjadi pada kondisi tanah yang lembap dimana pada kondisi tersebut dapat memicu pembentukan spora kembara (zoospora). Hasil penelitian dan wawancara langsung pada petani di Desa Cialam Jaya menunjukkan bahwa serangan busuk pangkal batang yang terjadi masih dalam kriteria serangan ringan. Hal tersebut diduga karena petani melakukan perawatan yang baik pada lokasi sampel pertanaman lada. Petani sering melakukan sanitasi, terutama disekitar pangkal batang yang menyebabkan pangkal batang tanaman lada terkena sinar matahari langsung dan tercipta kelembapan tanah yang tidak sesuai bagi perkembangan patogen. Dimana pada kondisi tersebut dapat menyebabkan sporangia dan zoospora dari P. capsici mati. Hal ini sesuai dengan anjuran Manohara (1996) bahwa bagian pangkal batang tanaman lada diusahakan terbuka (terkena sinar matahari langsung), supaya terhindar dari

J. Agroteknos serangan P. capsici. Lebih lanjut dijelaskan oleh Hartati (2007) bahwa Sporangia, zoospora dan miselium P. capsici akan mati pada suhu tinggi dan kelembapan rendah karena hanya dapat bertahan dalam tanah yang lembap. Faktor lain yang menyebabkan ringannya serangan busuk pangakal batang lada di desa Cialam Jaya adalah pengaturan jarak tanam yang baik yakni 2 m x 2 m dan tanaman ajir yang digunakan adalah tanaman gamal yang tajuknya tidak begitu besar sehingga tidak saling menanungi. Selain itu drainase yang baik menyebabkan tidak terciptanya lingkungan yang sesuai untuk perkembangan P. capsici. Pada Desa Tridanamulya serangan busuk pangkal batang lada termasuk dalam kriteria serangan berat, berdasarkan pengamatan dan wawancara langsung dengan petani (lampiran 3d). Hal tersebut disebabkan oleh perawatan yang kurang baik, dimana petani tidak pernah melakukan pemupukan sehingga tanaman kekurangan nutrisi dan lemah sehingga menyebabkan tanaman mudah terserang penyakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anonim (2010) yang menyatakan bahwa nutrisi tanaman berperan dalam perkembangan penyakit tanaman. Pengaruh nutrisi lebih berpengaruh pada ketahanan tanaman terhadap patogen. Hal ini karena pada kondisi tanaman kekurangan nutrisi, akan menguntungkan patogen yang merupakan parasit lemah. Selain itu petani juga melakukan pemangkasn di musim hujan dengan maksud mengurangi kelembapan, namun hal tersebut justru membuat patogen berpindah melalui alat (parang) yang digunakan dan masuk melalui luka akibat pemangkasan. Desa Amotowo dan Wonuasangia tergolong dalam serangan sedang hal tersebut diduga disebabkan oleh drainase dan perawatan yang baik yang dilakukan oleh petani. Tinggi rendahnya kejadian penyakit juga disebabkan oleh perbedaan topografi disetiap desa sampel. Dimana blok pengamatan di desa Wonuasangia dan Amotowo berada pada dataran tinggi. Menurut Anonim (2010) terdapat perbedaan temperatur antara dataran rendah dan dataran tinggi. Dataran rendah bersuhu lebih tinggi dan dataran tinggi bersuhu lebih rendah diduga merupakan faktor penghambat bagi perkembangan patogen.

Vol. 2 No. 3, 2012

Survey Kejadian Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada

Patogen busuk pangkal batang lada juga dapat ditularkan lewat penggunaan bibit secara stek yang sudah tertular P. capsici. Ini didukung dari hasil wawancara dengan petani lada dienam desa sampel di Kecamatan Konda dan Landono, dimana hampir semua petani menggunakan bibit yang diperoleh dari masyarakat setempat yang bibit tersebut diduga sudah terserang patogen P. capsici. Tingkat pengetahuan petani yang masih kurang dalam hal tekhnik budidaya tanaman dan cara pengendalian penyakit khususnya penyakit busuk pangkal batang berdampak pada penurunan produksi lada, sehingga penghasilan petani menurun. Rendanya pendapatan petani menyebabkan petani tidak mampu melakukan pemeliharaan secara efektif. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, pengendalian yang dilakukan selama ini baru dititik beratkan pada penggunaan bahan-bahan kimia dan sanitasi lahan perkebunan namun hasilnyapun tidak memuaskan. Masalah yang dihadapi oleh petani dalam melakukan pengendalian penyakit busuk pangkal batang adalah sulit dalam menentukan gejala awal serangan. Petani baru melakukan pengendalian pada saat tanaman sudah terserang sehingga tanaman sudah tidak dapat tertolong lagi.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Kejadian penyakit busuk pangkal batang lada yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora capsici di Kecamatan Konda dan Landono Kabupaten Konawe Selatan termasuk dalam kriteria serangan berat yakni 55,66 %.

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology. Fourth Edition. Academic Press, New York Asniah dan Khaeruni A. 2006. Pengaruh Waktu Aplikasi VA mikoriza dalam mengendalikan penyakit layu fusarium (Fusarium oxysporum) pada tanaman tomat. Agriplus. Vol. 16. 1:12-17 Badan Pusat Statistik, 2010. Kabupaten Konawe Selatan Dalam Angka. BPS Kabupaten Konawe Selatan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Dan Ketahanan Pangan, 2010. Program

156

Penyuluh Pertanian BPP Landono. Kecamatan Landono Dinas Perkebunan dan Hortikultura Drenth, A and D. Guest. 2004b. Phytophthora in the tropics. (Eds.) Andre, dan Guest. Diversity and management of Phytophthora in South East Asia. ACIAR, Australia. 30-41 pp. Erwin, D.C and O.K.Ribeiro. 1996. Phytophthora disease worldwide.APS.St Paul Minesta. 562 p. Erwin, Robert Sitepu dan S.H. Hastuty, 2009. Memerangi Penyakit Lanas pada Tembakau. Balai Penelitian Tembakau DeliPTP Nusantara II (Persero)- Medan. Ginting C, D.R.J. Sembodo2, H. Susanto. 2002. Efikasi Serbuk Tumbuhan Dalam Mengendalikan Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada di Lapangan, J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika Vol. 2, No. 1: 15-19 Hartati Sri, 2007. Pengaruh Beberapa Faktor LIngkungan Terhadap Kehidupan Phytophthora Di Dalam Tanah. (http://www.scribd.com/doc/35285730/

Pengaruh-Beberapa-FaktorLingkungan. Diakses pada tanggal 1 Maret

2011). IPC dan FAO. 2005. Pepper production guide for Asia and the Pacific. (Eds) C.K. Geroge, A. Abdullah, and K. Chapman. Industrial Crop Officer-FAO. Reg Officer for Asia and the Pacific. Bangkok-Thailand. IPC-FAO. Manohara, D., H. Nuriani and K, Mulya. 1994. The influence of exudates and extract of Liliaceae roots on the zoospora germination of Phytophthora capsici. J. Spice and Medicinal Crops. 2:6-10 Manohara, D. dan R. Kasim. 1996. Teknik pengendalian penyakit busuk pangkal batang tanaman lada. Pros. Seminar Pengendalian Penyakit Utama Tanaman Industri secara terpadu. Bogor 13-14 Maret. Manohara D. 1996. Penyakit busuk Pangkal Batang Lada. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Manohara, D., D. Wahyuno, dan R. Noveriza. 2005. Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada dan Strategi Pengendaliannya. Edsus Balittro. 17:41-51. Manohara, D., P. Wahid, D. Wahyuno, Y. Nuryani, I. Mustika, I.W. Laba, Yuhono, A.M. Rivai dan Saefudin. 2006. Status Teknologi

157 Asniah et al.

Tanaman Lada. Prosiding Status Teknologi Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri, Parungkuda-Sukabumi, 26 September 2006. 1-57 pp. Manohara, N. Hidayatun, S. Salma, Nurichan, S. Soedjono, R. Saraswati dan K. Herlina. 2006. Konservasi dan Karakterisasi Mikroba Pertanian. BB. Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertenian. Bogor. Manohara, D., E. Hadipoentiyanti, N, Bermawie, M. Hadad E.A., dan M. Herman. 2007. Status teknologi tanaman rempah. Prosiding Seminar Nasional Rempah. Bogor, 21 Agustus 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 40-49 pp. Manohara D., D. Wahyuno., D.N. Susilowati. 2007. Variasi Morfologi dan Virulensi Phytophthora capsici Asal Lada. Buletin Plasma Nutfah Vol. 13 N0. 2 tahun 2007 Putra Andhika. 2008. Budidaya Tanaman Lada. (http://teknisbudidaya.blogspot.com/2

008/07/leaflet-budidaya-tanamanlada.html. Diakses pada tanggal 15 Juli

2010). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2009. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 15 Nomor 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor Rosyadi,M. A. 2010. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Lada. (http://matematikacerdas.wordpress.c

om/2010/01/25/klasifikasi-danmorfoligi-tanaman-lada. Diakses pada

tanggal 15 Juli 2010). Santoso U. 2010. Waspadai Penyakit Busuk Pangkal Batang pada Tanaman Lada.

J. Agroteknos (http://www.tanindo.com/abdi11/hal3

201.htm. Diakses pada tanggal 14 Juli 2010).

Sarpian T. 2003. Pedoman Berkebun Lada dan Analisis Usaha Tani. Knisius, Yogyakarta. Semangun, H. 1988. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Cetakan ke 4, edisi Refisi. Setiyono R.T. 2003. Status Pemuliaan Tanaman Lada. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Sutarno dan Andoko, A. 2005. Budidaya Lada Si Raja Rempah. Agromedia Pustaka. Depok Suprapto dan Yani, A. 2008. Teknologi Budidaya Lada. Agro Inovasi Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Untung K., Hindayana D., Judawi D., Priharyanto D., Luther C G., Mangan J., Sianturi M., Mundy P., Riyatno. 2002. Musuh Alami Hama dan Penyakit Tanaman Lada. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Jakarta Wahyuno Dono, 2009. Pengendalian Terpadu Busuk Pangkal Batang Lada. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika, Bogor. Yunasfi, 2002. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan penyakit dan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Jamur. Universitas Sumatera Utara Digital Library.