TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman pepaya (carica papaya L.) termasuk ke dalam family Caricaceae dan merupakan tanaman herba (Barus dan Syukri, 2008). Sampai saat ini, Caricaceae itu diperkirakan terdiri dari 31 spesies dalam tiga genera dari Amerika tropis (carica, jacaratia dan jarilla) dan satu genus dari Afrika yaitu Cylicomporpha (Australian Government, 2008). Pepaya berkembang dengan akar tunggang yang cukup kuat setelah tanam. Dalam kondisi yang baik, akar dapat menembus tanah hingga kedalaman 2 m. Sebagian besar dari akar yang bertanggung jawab untuk penyerapan nutrisi terdapat dalam lapisan 500 mm atas tanah dengan konsentrasi
yang
terbesar
yaitu
terdapat
di
atas
250
mm
(Department of Agriculture, Forestry and Fisheries, 2009). Batang tanaman pepaya berlubang antara node, kecuali pada tanaman muda. Batangnya terdiri dari jaringan parenkim. Letak daun diatur dalam spiral 2/5. Batang tanaman pepaya adalah berongga dan biasanya tidak bercabang, dan tingginya mencapai 10 meter. Daunnya merupakan daun tunggal yang berukuran besar dan bercangap dengan tangkai daun yang panjang dan berongga (Barus dan Sykuri, 2008). Ada 3 jenis dasar pohon yaitu tanaman jantan, betina, dan hermafrodit (biseksual). Buah biasanya hanya diproduksi dari tanaman betina dan biseksual. Tanaman jantan memiliki ukuran yang kecil, berbentuk bulat panjang, bunga kuning yang hanya memiliki 10 kepala sari. Tanaman betina memiliki ukuran besar dengan bunga berwarna keputihan yang memiliki sebuah ovarium. Tanaman
Universitas Sumatera Utara
biseksual (hermafrodit) memiliki bunga sempurna terdapat dalam daun axils di sepanjang batang (Crane, 2005) Untuk menghasilkan buah, bunga betina sangat tergantung pada bunga jantan atau bunga sempurna. Buah pepaya memiliki getah dan akan menghilang saat akan mendekati tua (matang). Umumya buah yang berasal dari bunga sempurna berbentuk panjang dengan daging buah yang tebal, sedangkan buah dari bunga betina berbentuk bulat sampai oval disertai daging yang tipis (Barus dan Sykuri, 2008). Buah mengandung biji dalam jumlah banyak yang berada dalam rongga buah (Barus dan Syukri, 2008). Biji pepaya berwarna hitam (fertil) dan berwarna putih (abortus). Benih yang digunakan untuk sumber benih jangan berasal dari buah yang terlalu mudah atau terlalu masak karena akan menghasilkan daya berkecambah benih yang rendah (Lumbangaol, 2008). Syarat Tumbuh Iklim Setiap faktor iklim seperti sejuk atau dingin, kekurangan air (kekeringan), dan angin, akan menekan pertumbuhan dan produksi pepaya. Tanaman pepaya tumbuh dan berbuah di daerah dengan suhu hangat hingga panas (21-32°C). Pertumbuhan akar yang terbaik adalah jika suhu tanah tetap berada di atas 15,5°C dan menurun di bawah suhu tersebut. Tanaman pepaya tidak toleran terhadap suhu beku dan rusak di bawah -0,6 ° C. Sebaliknya, suhu tinggi di atas 32°C dapat menyebabkan bunga gugur, dan suhu rendah di bawah 15°C dapat menghambat pembungaan atau menyebabkan cacat buah. Curah hujan yang terdistribusi dengan baik diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dan produksi buah. Setiap
Universitas Sumatera Utara
kondisi cuaca yang tidak menguntungkan dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan dan produksi buah (Crane, 2005). Tanaman pepaya memiliki adaptasi terhadap lingkungan sehingga pepaya dapat tumbuh mulai 0-1.000 m dpl bahkan sampai ketinggian 1.500 m dpl, namun idealnya ketinggian tanah tidak kurang atau lebih antara 600-700 m dpl, umumnya pepaya yang dihasilkan diatas 700 m dpl buahnya kurang baik demikian rupa yang ditanam di bawah 600 m dpl. (Agroprima, 2013). Tanaman pepaya yang ditanam di daerah pegunungan akan menghasilkan buah dengan kulit agak kusam dan rasa kurang manis (Barus dan Syukri, 2008). Tanaman pepaya sangat peka terhadap iklim kritis terutama terhadap suhu dan kelembaban. Tanaman pepaya memerlukan pencahayaan penuh 100%, artinya harus langsung terkena sinar matahari/ tempat terbuka (Agroprima, 2013). Curah hujan yang sesuai untuk pertanaman pepaya berkisar antara 1500-2000 mm pertahun. Pada daerah-daerah dengan musim kering lebih dari 2 bulan maka diperlukan pengairan agar kontinuitas berbunga (berbuah) terjadi sepanjang tahun (Barus dan Syukri, 2008). Tanah Lahan yang lembab merupakan tipe tanah yang cocok untuk pertanaman pepaya, tetapi tanah tersebut tidak boleh tergenang atau becek karena akar-akar akan membusuk. Pepaya pada lahan yang menggenang selama 2-3 hari saja akan menyebabkan kematian total tanaman (Barus dan Syukri, 2008). Tekstur tanah yang ideal untuk budidaya pepaya secara irigasi adalah lempung berpasir atau lempung (yaitu dengan kandungan liat dari 15 sampai 30%), namun tanah dengan kandungan liat hingga 50% juga cocok. Tanah yang
Universitas Sumatera Utara
ideal memiliki struktur cukup longgar dan rapuh. Struktur tanah kompak atau sangat longgar akan berdampak buruk terhadap resapan air dan penetrasi akar. Tanah ini biasanya dikaitkan dengan kandungan liat yang sangat tinggi di bawah tanah (> 50%) (Departement of Agriculture, Forestry and Fisheries, 2009). Pepaya tumbuh baik di tanah dengan pH (air) 6 sampai 6,5. Jika nilai tukar aluminium
(Al)
tidak
lebih
dari
30
ppm,
tanah
dengan
pH
(air)
dari 5,5 atau lebih tinggi dapat digunakan. Pada pH rendah dari 5,5 atau lebih tinggi nilai dari 7,2, tanaman mungkin menderita kekurangan fosfat atau kekurangan kalium (Departement of Agriculture, Forestry and Fisheries, 2009). Perkecambahan Benih Pepaya Perkecambahan merupakan proses metobolisme biji hingga dapat menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah (plumula dan radikula). Definisi
perkecambahan
adalah
jika
sudah
dapat
dilihat
atribut
perkecambahannya, yaitu plumula dan radikula dan keduanya tumbuh normal dalam
jangka
waktu
tertentu
sesuai
dengan
ketentuan
ISTA
(International Seed Testing Association). Setiap biji yang dikecambahkan ataupun yang diujikan tidak selalu persentase pertumbuhan kecambahnya sama, hal ini dipengaruhi bebagai macam faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan. Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai tentang benih yang tumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi wajar dalam kondisi biofisik lapangan yang serba optimal. Parameter yang digunakan dapat berupa persentase kecambah normal berdasarkan penilaian terhadap struktur tumbuh embrio yang diamati secara langsung. Secara tidak lansung dengan hanya melihat gejala metabolisme benih yang berkaitan dengan kehidupan benih (Purnobasuki, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Dormansi didefinisikan sebagai status dimana benih tidak berkecambah walaupun pada kondisi lingkungan yang ideal untuk perkecambahan. Beberapa mekanisme dormansi terjadi pada benih baik fisik maupun fisiologis, termasuk dormansi primer dan sekunder. Dormansi primer merupakan bentuk dormansi yang paling umum dan terdiri atas dua tipe yaitu dormansi eksogen dan dormansi endogen. Dormansi eksogen adalah kondisi dimana persyaratan penting untuk perkecambahan (air, cahaya, suhu) tidak tersedia bagi benih sehingga gagal berkecambah. Tipe dormansi ini biasanya berkaitan dengan sifat fisik kulit benih (seed coat) (Ilyas, 2013). Banyak jenis biji tanaman sayuran dan bunga-bungaan dapat segera berkecambah setelah dipanen. Sedangkan beberapa jenis biji tanaman buahbuahan dan tanaman hias memerlukan masa istirahat atau after ripening period sesudah panen. Hal ini menunjukkan perubahan biokimia dan fisiologi dalam biji yang lambat sebelum tumbuh menjadi tanaman. Perubahan-perubahan ini mungkin mencakup pembebasan hormon, absorpsi air, difusi oksigen ke dalam biji, difusi CO2 ke luar biji, dan sebaginya (Ashari, 1995). Selain dormansi faktor lain yang juga mempengaruhi perkecambahan benih pepaya adalah tingkat kemasakan buah. Benih yang telah masak fisiologi biasanya ditandai oleh adanya perubahan pada warna kulit buah. Pada pepaya buah yang bijinya telah masak fisiologi ditandai oleh warna kulit buah berwarna jingga dan pada buah yang berbentuk lonjong (ukuran panjang buah lebih panjang dari pada lebarnya) benih yang berasal dari bagian ujung buah keragaman benih sangat besar (Kusumawardani dkk., 2011).
Universitas Sumatera Utara
Pemeraman Buah Pepaya Setelah dipanen buah pepaya tetap melakukan kegiatan metaboliknya seperti respirasi, fotosintesis dan transpirasi. Respirasi merupakan kegiatan metabolik oksidatif yang penting dalam fisiologi pasca panen (Syaefullah, 2008). Menurut Pantastico (1989), sebagian besar perubahan fisikokimia buah pasca panen berhubungan dengan respirasi seperti proses pemeraman, pembentukan aroma dan kemanisan, pelunakan daging buah dan penurunan nilai mutu. Sebagai buah klimakterik, kenaikan pola respirasi buah pepaya dapat digunakan sebagai acuan untuk waktu simpan dan pemeraman. Buah pepaya mudah mengalami kerusakan setelah pemanenan baik kerusakan fisik, mekanis maupun kerusakan mikrobiologis. Buah yang dapat diperam ialah golongan buah klimakterik yaitu buah dengan pola respirasi yang diawali peningkatan secara lambat, kemudian meningkat dan menurun lagi setelah mencapai puncak. Kematangan optimum buah, dimana buah memiliki kualitas rasa (eating quality) paling maksimal terjadi di sekitar puncak klimakterik. Pemeraman (ripening) buah merupakan perlakuan terhadap buah dengan tujuan untuk mempercepat proses dan menyeragamkan kematangan buah. Selama proses pematangan, warna, rasa, tekstur dan aroma buah mengalami perubahan (Syaefullah, 2008). Stadia kematangan pepaya mengacu kepada Abeywickrama et al. (2008) dalam Suketi dkk. (2010) yang mengemukakan ada 6 stadia kematangan untuk pepaya yaitu munculnya semburat warna kuning pada kulit buah (stadia I), warna kuning 25-49% (stadia II), warna kuning 50-74% (stadia III), warna kuning diatas
Universitas Sumatera Utara
75% (stadia IV), warna kuning penuh 100% (stadia V) dan lewat matang (over ripe). Menurut Suketi dkk. (2010) fase kematangan dari tanaman pepaya digolongkan menjadi 3 stadia yaitu 25-49% (stadia 1), 50-74% (stadia 2) dan di atas 75% (stadia 3). Oleh karena itu tingkat kematangan pepaya genotipe IPB dapat dimulai dari hari setelah antesis yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Genotipe
Kematangan (Hari Setelah Anthesis/HSA) Stadia 1 Stadia 2 Stadia 3 IPB 1 130 135 140 IPB 10A 160 165 170 IPB 174 140 145 150 IPB 1 x IPB 10 A 140 145 150 IPB 1 x PB 174 135 140 145 IPB 10 A x PB 174 140 145 150 Tabel 1. Stadia kematangan buah pepaya Penggunaan kriteria umur panen dengan penghitungan hari setelah anthesis di daerah Bogor menghasilkan perubahan warna kulit buah yang tidak teratur dan tidak sama pada setiap waktu panen buah sehingga tingkat kematangan fisiologis buah diduga berbeda (Suketi dkk., 2010). Perbedaan umur panen buah yang
menyebabkan
tingkat
kematangan
buah
sama,
menurut
Zhou dan Paull (2001) mungkin disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan buah yang berbeda akibat suhu udara dan kompetisi fotosintat antar buah, sehingga ada buah pada genotipe sama yang memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai tingkat kematangan yang sama. Secara umum buah pepaya yang dipanen pada tingkat kematangan berbeda menunjukkan pelunakan buah berbeda yang dapat menentukan kualitas buahnya
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kays (1991) dalam Suketi dan Nandya (2011) perubahan warna adalah perubahan yang jelas terjadi pada banyak buah sehingga dapat dijadikan sebagai kriteria utama bagi konsumen untuk menentukan apakah buah tersebut sudah matang atau masih mentah. Warna hijau disebabkan adanya klorofil yang merupakan kompleks organik magnesium. Kemudian klorofil mengalami degradasi struktur sehingga warna hijau menghilang. Faktor utama yang berperan dalam degradasi klorofil ini adalah perubahan pH yang disebabkan kebocoran asam organik dari vakuola, sistem oksidatif, dan adanya enzim chlorophyllase. Kehilangan warna tergantung pada satu atau seluruh faktor-faktor yang bekerja berurutan untuk merusak struktur klorofil. Degradasi klorofil berkaitan juga dengan sintesis karotenoid dan antosianin selama proses pematangan buah. Oleh karena itu, perubahan warna dalam pematangan dan penyimpanan buah menjadi faktor yang penting untuk diamati. Etilen
merupakan
hormon
yang
disintesis
oleh
tumbuhan
dan
menyebabkan proses pemasakan yang lebih cepat. Pada banyak macam buah, etilen hanya sedikit dihasilkan sampai tepat sebelum terjadi klimaterik respirasi, yang mengisyaratkan dimulainya pemasakan, yaitu ketika kandungan gas ini di ruang udara antar sel meningkat tajam, dari jumlah hampir tak terlacak sampai sekitar 0,1-1 mikron liter per liter. Konsentrasi umumnya memacu pemasakan buah berdaging dan tak berdaging. Etilen adalah senyawa yang larut di dalam lemak sedangkan memban dari sel terdiri dari senyawa lemak. Oleh karena itu etilen dapat larut dan menembus ke dalam membran mitokondria. Apabila mitokondria pada fase pra klimakterik diekraksi kemdian ditambah etilen, ternyata terjadi pengembangan volume yang akan meningkatkan permeablitas sel
Universitas Sumatera Utara
sehingga
bahan-bahan
dari
luar
mitokondria
akan
dapat
masuk
(Salisbury dan Ross, 1995). Buah yang dipanen saat semburat 30-40% kuning diikuti pemeraman selama 4 hari nyata memiliki potensi tumbuh maksimum, daya berkecambah, kecepatan tumbuh benih dan first count germination yang meningkat dan sama dengan kontrol (Murniati dkk., 2008). Vigor dapat diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang subnormal. Vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya dari benih yang bervigor tinggi dicapai tingkat produksi yang sangat tinggi. Keadaan lingkungan di lapangan sangat penting dalam menentukan kekuatan tumbuh benih. Rendahnya vigor dapat diakibatkan oleh aktivitas cendawan atau bakteri. Kadar air yang terlalu tinggi pada benih dapat menyebabkan benih kehabisan cadangan makanan dikarenakan aktifitas pernafasan serta dapat meningkatkan pertumbuhan cendawan dan patogen (Sutopo, 1984). Pengeringan Benih Salomao dan Mundim (2000) menggolongkan benih pepaya sebagai benih ortodok, namun kenyataannya daya simpan relatif singkat dibandingkan benih ortodok pada umumnya. Benih pepaya tergolong ke dalam benih intermediate, yaitu tidak tahan bila kadar air < 8%. Menurunnya perkecambahan benih pepaya yang dikeringkan hingga kadar air 5% sebenarnya bukan disebabkan oleh hilangnya viabilitas, melainkan karena terjadinya induksi dormansi. Dalam hal pengeringan, terdapat dua hal yang harus diperhatikan yaitu proses penurunan kadar air benih yang sudah masak dan peningkatan pemasakan
Universitas Sumatera Utara
buah untuk buah tua yang belum masak. Oleh karena itu untuk benih yang diunduh tetapi belum masak, harus dilakukan pemeraman terlebih dahulu. Kadar air yang terlalu tinggi pada benih dapat menyebabkan pemanasan karena respirasi dan berbagai cendawan dapat tumbuh. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjamin agar benih yang dipanen memiliki kadar air yang aman sebelum disimpan (Lensari, 2009). Meski sangat penting artinya untuk menurunkan kadar air benih hingga ke tingkat yang aman untuk disimpan, namun bila kadar air terlalu rendah juga dapat membahayakan benihnya. Benih yang sangat kering sangat peka terhadap kerusakan mekanis serta pelukaan sampingan lainnya. Kerusakan seperti itu dapat mengakibatkan bagian penting benih mengalami pecah-pecah atau retak pada bagian penting biji sehingga peka terhadap serangan cendawan yang terjadi (Justice dan Bass, 1994). Untuk berkecambah, benih pepaya memerlukan cahaya, kebutuhan cahaya ini dapat diberikan sebelum benih ditanam, melalui penjemuran. Pengeringan benih dengan oven tidak akan mendorong perkecambahan benih dalam kondisi gelap. Penyerapan air pada kondisi gelap sama dengan pada kondisi terang. Ini menunjukkan bahwa tidak berkecambahnya benih pada kondisi gelap bukan disebabkan impermeabilitas kulit benih (Suwarno, 2004). Umumnya, embrio yang dalam masa pemasakan tertutup oleh jaringan induk yang mengandung sejumlah klorofil, membutuhkan cahaya untuk berkecambah. Sementara embrio yang tertutup jaringan induk yang sedikit berklorofil tidak membutuhkan cahaya. Sebabnya ialah bahwa klorofil menyerap panjang gelombang merah-jauh dan menghalangi pembentukan cahaya merah
Universitas Sumatera Utara
menjadi bentuk lain dalam embrio yang sedang masak, sehingga kemudian biji matang membutuhkan panjang gelombang merah untuk memacu perkecambahan (Salisbury dan Ross, 1995). benih dengan kadar air awal yang tinggi dan diperlukan dalam kondisi kadar air yang rendah sesudah pengeringan memerlukan waktu yang lebih lama untuk pengeringan. Pengeringan yang terlalu cepat dapat mengakibatkan impermeabilitas kulit biji melalui perubahan testa. Bagian luar biji menjadi keras tetapi bagian dalamnya masih basah. Hal ini mengakibatkan terjadinya dormansi benih (Sutopo, 1986) Keadaan Kulit Benih Benih pepaya diselimuti oleh sarcotesta, lapisan berair yang menyelimuti benih dan mampu menghambat perkecambahan. Menurut Sari dkk. (2005) sarcotesta yang tetap dipertahankan selama proses pengeringan benih tidak menyebabkan hilangnya viabilitas tetapi menimbulkan induksi dormansi dan belum diperoleh perlakuan pematahan dormansi yang efektif untuk mengatasi hal tersebut. Chow dan Lin (1991) menyatakan bahwa kandungan senyawa fenolik yang tinggi, khususnya p-Hydroxybenzoic acid pada sarcotesta merupakan zat penghambat perkecambahan sehingga penghilangan sarcotesta selama ini selalu disarankan untuk mendorong terjadinya perkecambahan. Biji pepaya memiliki masa dormansi hingga 12-15 hari. Hal ini disebabkan karena adanya aril dan senyawa fenolik dalam aril benih. Konsumsi oksigen yang tinggi oleh senyawa fenolik pada kulit benih selama proses perkecambahan dapat membatasi suplai oksigen ke dalam embrio, dan dapat membentuk lapisan yang mengganggu permeabilitas benih, serta menghambat efektifitas masuknya zat-zat
Universitas Sumatera Utara
stimulasi perkecambahan sehingga benih menjadi dorman (Maryati dkk., 2005). Meskipun demikian, menurut Andarwulan dkk. (1999) fenolik juga mempunyai sifat sebagai antioksidan yang dapat menghambat terjadinya deteriorasi. Adanya sifat antioksidan ini memungkinkannya untuk dimanfaatkan dalam upaya meningkatkan daya simpan benih. Pada umumnya lendir yang menyelimuti benih mengandung senyawa kimia yang dapat menghambat perkecambahan benih. Lendir benih dapat dibersihkan dengan cara, yaitu merendam benih dengan air selama beberapa waktu (fermentasi), menggosok benih dengan abu gosok atau serbuk gergaji, menggosok benih dengan ayakan secara perlahan dengan dialirkan air, dan merendam benih dengan menggunakan larutan asam atau larutan kimia (Oktaviani, 2012).
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan Juni hingga September 2013. Bahan dan Alat Percobaan Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah buah pepaya dengan varietas Red Lady, abu gosok untuk membersihkan biji dari selaput luar, pasir sebagai media tumbuh, koran untuk membungkus buah pepaya saat pemeraman, keranjang tempat pemeraman buah, dan label sebagai penanda. Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah bak kecambah, pisau, penggaris, penanda sampel, handsprayer, buku data dan alat tulis, timbangan analitik dan kamera. Metode Percobaan Pada percobaan ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 faktor yaitu: Faktor I
: Pemeraman dengan 3 taraf yaitu:
P0
: Tanpa pemraman (kontrol) kematangan 25-49%
P1
: Pemeraman selama 2 hari
P2
: Pemeraman selama 4 hari
Faktor II : Pengeringan dengan 3 taraf yaitu: KO
: Tanpa pengeringan
K1
: Kering angin selama 1 hari
K2
: Kering angin selama 2 hari
Universitas Sumatera Utara
Faktor III : Keadaan kulit biji dengan 2 taraf yaitu: S0
: Kontrol (ada sarcotesta)
S1
: Tanpa sarcotesta
Adapun kombinasi yang diperoleh adalah: P0K0S0
P0K1S0
P0K2S0
P0K0S1
P0K1S1
P0K2S1
P1K0S0
P1K1S0
P1K2S0
P1K0S1
P1K1S1
P1K2S1
P2K0S0
P2K1S0
P2K2S0
P2K0S1
P2K1S1
P2K2S1
Jumlah kombinasi perlakuan
: 18 kombinasi
Ulangan
: 3 ulangan
Jumlah unit percobaan
: 54 unit percobaan
Jumlah biji tiap unit percobaan
: 50 biji
Jumlah biji seluruhnya
: 2700 biji
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan model linear aditif sebagai berikut : Yijkl = µ + ρi + αj + βk +γl +(αβγ)jkl + εijkl i = 1,2,3
j = 1,2,3
k =0,1,2
l = 1,2
Dimana: Yijk
: Hasil pengamatan pada blok ke-i akibat perlakuan pemeraman (P) taraf ke-j, pengaruh pengeringan (K) pada taraf ke-k, dan pengaruh faktor keadaan kulit biji (S) pada taraf ke-l
µ
: Nilai tengah
Universitas Sumatera Utara
ρi
: Efek dari blok ke-i
αj
: Efek perlakuan pemeraman pada taraf ke-j
βk
: Efek perlakuan pengeringan pada taraf ke-k
γl
: Efek perlakuan keadaan kulit biji pada taraf ke-l
(αβγ)jkl
: Interaksi antara pemeraman taraf ke-j dan pengeringan taraf ke-k dan keadaan kulit biji taraf ke l
εijkl
: Galat dari blok ke-i, pemeraman taraf ke-j dan pengeringan taraf ke-k dan keadaan kulit biji taraf ke l Terhadap sidik ragam yang nyata, maka dilanjutkan analisis lanjutan
dengan menggunakan Uji Beda Rata – Rata Duncant dengan taraf 5 %
Universitas Sumatera Utara