TINGKAT ASUPAN ENERGI, PROTEIN, KEBIASAAN MAKAN PAGI DAN PRESTASI

Download hubungan tingkat asupan energi, protein dan kebiasaan makan pagi dengan prestasi belajar siswa SMP. Negeri 7 Kendari ... Besar sampel dalam...

0 downloads 439 Views 522KB Size
TINGKAT ASUPAN ENERGI, PROTEIN, KEBIASAAN MAKAN PAGI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP NEGERI 7 KENDARI 1)

Laode Muhamad Sety1) Darisman Paeha2) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari 2) Epid Community FKM- UHO Kendari Email : [email protected]

Abstract: The Level Of Energy, Protein Intake, Breakfast Habbit And The Studying Achievement On Student Of Junior High School 7 Kendari. Studying achievement is one of indicator to asses quality of a child. Based on the percentage of examination passing, in 2012/2013, junior high school 7 Kendari was the school which had the lowest percentage of examination passing for 72,73%. The big amount of student who had not required the minimum passing criteria yet of disciplines was being indicator showed that syudying achievement of student in junior high school 7 Kendari had not maximal yet. This research aimed to understand the relationship of level of energy, protein intake and habbit of breakfast to the studying achievement on student in junior high school 7 Kendari. This research was analytic survey with cross sectional study design. Population of the study was student of class VII and class VIII for 290 students. The sampel size of this research was 72 students consist of 39 students of class VII and 33 students of class VIII whon was taken by proportional stratified random sampling. The result of this research showed that 2 observed variables had significant relation to the studying achievement of student in junior high school 7 Kendari namely the level of energy intake (X2counted = 7,957, RØ=0,360) and breakfast habbit (X2counted = 4,860, RØ = 0,289). The level of protein intake didn’t showed a significant relation to the studying achievement (X2counted = 2,276) of student in junior high school 7 Kendari, Kendari city. Keywords: The level of energy intake, the level of protein intake, breakfast habbit, studying achievement Abstrak: Tingkat Asupan Energi, Protein, Kebiasaan Makan Pagi Dan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari. Prestasi belajar merupakan salah satu indikator untuk menilai kualitas seorang anak. Ditinjau dari persentase kelulusannya, untuk tahun ajaran 2012/2013 SMP Negeri 7 Kendari merupakan Sekolah Menengah Pertama dengan persentase kelulusan terendah hanya sebesar 72,73%. Masih banyaknya siswa yang nilainya tidak memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran juga merupakan salah satu indikator yang menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa di SMP Negeri 7 Kendari masih belum maksimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat asupan energi, protein dan kebiasaan makan pagi dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari. Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan desain cross sectional study. Populasi adalah seluruh siswa kelas VII dan kelas VIII sebanyak 290 siswa. Besar sampel dalam penelitian ini berjumlah 72 siswa yang terdiri dari 39 siswa kelas VII dan 33 siswa kelas VIII yang diperoleh dengan menggunakan teknik penarikan sampel proportional stratified random sampling. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan 2 variabel yang diteliti memiliki hubungan dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari yaitu tingkat asupan energi (X2hitung=7,957, RØ=0,360) dan kebiasaan makan pagi (X 2hitung=4,860, RØ=0,289). Tingkat asupan protein tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan prestasi belajar (X 2hitung=2,276) siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari. Kata Kunci: Tingkat Asupan Energi, Tingkat Asupan Protein, Kebiasaan Makan Pagi, Prestasi Belajar

Kemajuan dan kemandirian suatu bangsa terwujud apabila kualitas sumber daya manusia tumbuh dengan baik. Oleh karena itu dalam Millenium Development Goals (MDGs), mewujudkan pendidikan dasar untuk semua

ditetapkan sebagai tujuan kedua dalam rangka meningkatkan pembangunan bangsa dan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang masih rendah (Indrawati, 2005). Pendidikan dan kesehatan dua hal yang saling berhubungan.

333

334 Jurnal Kesehatan, Volume IV, Nomor 2,Oktober 2013, hlm 333-343

Tingkat Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang melalui perubahan pengetahuannya. Pendidikan yang rendah juga merupakan salah satu penyebab rendahnya derajat kesehatan masyarakat, serta menurunnya kualitas sumber daya manusia Indonesia (Surya, 2003). Anak sekolah perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh karena berada pada masa pertumbuhan yang cepat dan aktif. Data Riskesdas tahun 2010, sekitar 70% anak sekolah kurang mendapat asumsi energi yang dibutuhkan. Anak sekolah juga mengkonsumsi protein kurang dari yang dibutuhkan. Persentase kurang protein kira-kira 80%. Asupan gizi yang kurang mengakibatkan penyerapan ilmu selama sekolah tidak maksimal. susah konsentrasi, cenderung malas, sering menguap, dan tidak kreatif mencari pemecahan masalah(Sediaoetama, 2006). Prestasi belajar merupakan gambaran keberhasilan murid dalam belajar. Faktor kesehatan yang dapat mempengaruhi prestasi belajar anak terkait dengan tingkat konsumsi pangan dan pola makan anak yang dapat mempengaruhi kecukupan zat gizinya (energy dan protein). (Almatsier, 2009). Pola makan anak yang juga dapat mempengaruhi prestasi belajarnya antara lain kebiasaan makan pagi. Sarapan pagi dengan gizi seimbang, sangat penting dalam hal pemenuhan kebutuhan energi anak sebelum melakukan aktivitasnya di sekolah. (Sintha, 2001). Salah satu indikator untuk menggambarkan tingkat prestasi siswa atau keberhasilan suatu lembaga pendidikan adalah dengan melihat tingkat persentase kelulusan siswa dalam ujian nasional, (Indrawati, 2005). Data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa daerah dengan tingkat kelulusan SMP dan sederajat paling tinggi untuk tahun ajaran 2011/2012 adalah Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Buton Utara yakni masing-masing sebesar 100%, dan terendah adalah Kota Kendari yang hanya mencapai 97,40% . Di Kota Kendari sendiri, sekolah dengan persentase kelulusan terendah dalam tahun ajaran 2012/2013 yaitu SMP Negeri 7 Kendari dengan persentase kelulusan hanya sebesar 72,73%.

Tujuan Umum penelitian ini diketahuinya hubungan tingkat asupan energi, protein dan kebiasaan makan pagi dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari tahun 2013. Tujuan khususnya, 1) diketahuinya hubungan tingkat asupan energi dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari tahun 2013, 2) diketahuinya hubungan tingkat asupan protein dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari tahun 2013 (3) diketahuinya hubungan kebiasaan makan pagi dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari tahun 2013. METODE Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan desain cross sectional study. Penelitian dilaksanakan bulan Juni 2013 bertempat di SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Negeri 7 Kendari sebanyak 290 siswa. Kelas IX tidak dijadikan populasi karena telah mengikuti ujian nasional dan dianggap telah lulus dari SMP Negeri 7 Kendari. Sampel adalah sebagian atau wakil dari siswa kelas VII dan VIII yang terpilih sebagai sampel yakni 72 orang Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan proportional stratified random sampling. Rumus sampel digunakan:

Keterangan: N N Z1-α/2 P d

: besar sampel minimum : besar populasi (290) : nilai sebaran normal baku yang besarnya tergantung tingkat kepercayaan (TK 95% = 1,96) : proporsi pada populasi (0,5) : besar penyimpangan yang bisa diterima (0,1) (Riyanto, 2011).

Sety, Tingkat Asupan Energi, Protein, Kebiasaan Makan Pagi dan Prestasi Belajar 335

Tabel 1. Distribusi Sampel Jenjang Kelas

VII

Jml Populasi Per Jenjang Kelas

157

Jumlah Sampel Per Jenjang Kelas

39

VIII

133

33

Total

290

72

Kelas

VII-A VII-B VII-C VII-D VII-E VIII-A VIII-B VIII-C VIII-D VIII-E

Tabel 2. Jumlah Populasi kelas

Jumlah sampel kelas

33 32 31 31 30 30 29 26 24 24 290

8 8 8 8 7 7 7 7 6 6 72

Variabel penelitian terdiri dari variabel independen yakni tingkat asupan energi, protein dan kebiasaan makan pagi, dan variabel dependen yakni prestasi belajar. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner untuk mengetahui tingkat asupan energi, protein dan kebiasaan makan pagi. Insttrumen lainnya adalah sendok, gelas, piring dan timbangan untuk mengkonversi jumlah makanan/minuman yang dikonsumsi ke dalam ukuran rumah tangga (URT). Selain itu, digunakan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) dan tabel AKG (Angka Kecukupan Gizi) serta kalkulator dan komputer untuk pengolahan dan analisis datanya. penentuan tingkat asupan energi dan protein dilakukan dengan menggunakan metode recall 2x24 jam Analisis data univariat dan bivariat dengan uji Chi Square dengan tingkat signifikan (α=0,05) dan dilanjutkan dengan uji keeratan hubungan menggunakan koefisien phi (Ø)

Distribusi Responden Menurut Prestasi Belajar di SMP Negeri 7 Kendari.

Prestasi Belajar

Jumlah (n)

Persen (%)

Baik

40

55,6

Buruk

32

44,4

Total

72

100

Sumber: Data Primer, Juli 2013 Tabel 2, menunjukkan bahwa dari 72 responden, sebagian besar memiliki prestasi belajar yang baik yakni 40 orang (55,6%), dan hanya sebagian kecil yang memiliki prestasi belajar buruk yakni 32 orang (44,4%). 2. Tingkat Asupan Energi Tingkat asupan energi adalah banyaknya asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi siswa yang mengandung energi. Tingkat asupan energi merupakan hasil konversi jumlah makanan dan/atau minuman sumber energi dengan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)/Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI) tahun 2009 selanjutnya diban dingkan dengan jumlah asupan energi harian yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004. Distribusi responden menurut tingkat asupan energi, dapat dilihat pada tabel 3: Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Tingkat Asupan Energi di SMP Negeri 7 Kendari.

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Analisis Univariat 1. Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru (Hasbullah, 2000). Distribusi responden menurut prestasi belajar dapat dilihat pada tabel berikut:

Tingkat Asupan Energi

Jumlah (n)

Cukup 37 Kurang 35 Total 72 Sumber: Data Primer, Juli 2013

Persen (%) 51,4 48,6 100

Tabel 3, menunjukkan dari 72 responden, sebagian besar responden memiliki tingkat asupan energi cukup yakni 37 orang (51,4%), dan hanya sebagian kecil yang memiliki tingkat asupan energi kurang yakni 35 orang (48,6%).

336 Jurnal Kesehatan, Volume IV, Nomor 2,Oktober 2013, hlm 333-343

3. Tingkat Asupan Protein Tingkat asupan protein adalah banyaknya asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi yang mengandung protein. Tingkat asupan protein merupakan hasil konversi jumlah makanan dan/atau minuman sumber protein dengan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)/Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI) tahun 2009 selanjutnya diban dingkan dengan jumlah asupan protein harian yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004. Distribusi responden menurut tingkat asupan protein dapat dilihat pada tabel 4: Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Tingkat Asupan Protein di SMP Negeri 7 Kendari. Tingkat Asupan Protein

Jumlah (n)

Persen (%)

Tabel 5, menunjukkan bahwa dari 72 responden, sebagian besar responden tidak memiliki kebiasaan makan pagi yakni 45 orang (62,5%), hanya sebagian kecil yang memiliki kebiasaan makan pagi yakni 27 orang (37,5%). Analisis Bivariat 1. Hubungan Tingkat Asupan Energi dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Tabel 6. Hubungan Tingkat Asupan Energi dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Prestasi Belajar Tingkat Asupan Energi

Jumlah Buruk

Baik

X2 hit

n

%

n

%

n

Ρ-V

R Ø

%

Kurang

22 62,9 13 37,1

35 100

Cukup

10 27 27

37 100

7,95 0,005 0,360

Cukup Kurang

26 46

36,1 63,9

Total

72

100

Tabel 4, menunjukkan dari 72 responden, sebagian besar responden memiliki tingkat asupan protein kurang yakni 46 orang (63,9%), dan hanya sebagian kecil yang memiliki tingkat asupan protein cukup yakni 26 orang (36,1). 4.

Kebiasaan Makan Pagi

Distribusi responden menurut kebiasaan makan pagi di SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari, dapat dilihat pada tabel 5: Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Makan Pagi di SMP Negeri 7 Kendari.

Kebiasaan Makan Pagi

Jumlah (n)

Persen (%)

Ya

27

37,5

Tidak

45

62,5

Total

72

100

Sumber: Data Primer, Juli 2013

Total

32

73

44,4 40 55,6 72

100

Sumber: Data Primer, Juli 2013 Berdasarkan tabel 6, diketahui dari 35 responden (100%) yang memiliki tingkat asupan energi kurang, terdapat lebih banyak responden yang memiliki prestasi belajar buruk dengan jumlah 22 responden (62,9%) daripada responden yang memiliki prestasi belajar baik dengan jumlah 13 responden (37,1%). Dari 37 responden (100%) yang memiliki tingkat asupan energi cukup, terdapat lebih banyak responden yang memiliki prestasi belajar baik dengan jumlah 27 responden (73%) daripada responden yang memiliki prestasi belajar buruk dengan jumlah 10 responden (27%). Berdasarkan analisis Chi-Square (X2), diperoleh hasil X2hitung = 7,957 dan ρValue = 0,005. Dengan menggunakan α = 0,05 dan dk = 1, maka diperoleh X2tabel = 3,841, jadi X2hitung lebih besar dari pada X2tabel dan ρValue < 0,05, maka H0 ditolak yaitu ada hubungan tingkat asupan energi dengan prestasi belajar siswa SMP negeri 7 Kendari Kota Kendari, dengan hasil uji keeratan sebesar 0,360 (berhubungan sedang). Hasil uji analisis ini, menyatakan bahwa tingkat asupan energi memang memiliki hubungan yang “sedang” dengan prestasi belajar.

Sety, Tingkat Asupan Energi, Protein, Kebiasaan Makan Pagi dan Prestasi Belajar 337

2.

Hubungan Tingkat Asupan Protein dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari

Tabel 7. Hubungan Tingkat Asupan Protein dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari.

Tabel 8.

Hubungan Kebiasaan Makan Pagi dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari.

Prestasi Belajar

Tingkat Asupan Protein

Jumlah Buruk

Baik

X2hi t

n

Kurang

%

n

24 52,2 22

% 47,8

n

Cukup

8 32

Ρ-V

%

46 100 2,276

Total

3. Hubungan Kebiasaan Makan Pagi dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari

0,131

Kebiasaan Makan Pagi

Prestasi Belajar Total Buruk n %

Baik n

%

n

X2hit

Ρ-V



%

Tidak

25 55,6 20 44,4 45 100 4,860

30,8 18

69,2

26 100

Ya

7 25,9 20 74,1 27 100

44,4 40

55,6

72 100

Total

32 44,4 40 55,6 72 100

0,027 0,289

Sumber: Data Primer, Juli 2013 Sumber: Data Primer, Juli 2013 Berdasarkan tabel 7, melalui persentase baris, dapat diketahui bahwa dari 46 responden (100%) yang memiliki tingkat asupan protein kurang, terdapat lebih banyak responden yang memiliki prestasi belajar buruk dengan jumlah 24 responden (52,2%) daripada responden yang memiliki prestasi belajar baik dengan jumkah 22 responden (47,8%), dari 26 responden (100%) yang memiliki tingkat asupan protein cukup, terdapat lebih banyak responden yang memiliki prestasi belajar baik dengan jumlah 18 responden (69,2%) daripada responden yang memiliki prestasi belajar buruk dengan jumlah 8 responden (30,8%). Berdasarkan analisis Chi-Square (X2), ternyata diperoleh hasil X2hitung = 2,276 dan ρValue = 0,131. Dengan menggunakan α = 0,05 dan dk = 1, maka diperoleh X2tabel = 3,841. Oleh karena X2hitung lebih kecil dari pada X2tabel dan ρValue > α = 0,05, maka H0 diterima yaitu tidak ada hubungan antara tingkat asupan protein dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari. Siswa yang memiliki tingkat asupan protein kurang dan cukup memiliki persebaran yang hampir sama pada kelompok yang memiliki prestasi belajar baik dan buruk. Sehingga secara statistik, tidak ditemukan hubungan antara tingkat asupan protein dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari.

Berdasarkan tabel 8, diketahui bahwa dari 45 responden yang tidak memiliki kebiasaan makan pagi, terdapat lebih banyak responden yang memiliki prestasi belajar buruk dengan jumlah 25 responden (55,6%) daripada responden yang memiliki prestasi belajar baik dengan jumlah 20 responden (44,4%). Dari 27 responden (100%) yang memiliki kebiasaan makan pagi, terdapat lebih banyak responden yang memiliki prestasi belajar baik dengan jumlah 20 responden (74,1%) daripada responden yang memiliki prestasi belajar buruk dengan jumlah 7 responden (25,9%). Berdasarkan analisis Chi-Square (X2), diperoleh hasil X2hitung = 4,860 dan ρValue = 0. Dengan menggunakan α = 0,05 dan dk = 1, maka diperoleh X2tabel = 3,841. Oleh karena X2hitung lebih besar dari pada X2tabel dan ρValue < 0,05, maka H0 ditolak yaitu ada hubungan antara kebiasaan makan pagi dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari, dengan hasil uji keeratan sebesar 0,289 (berhubungan sedang). Dari hasil uji analisis ini, menyatakan bahwa kebiasaan makan pagi memang memiliki hubungan yang “sedang” dengan prestasi belajar. PEMBAHASAN 1. Hubungan Tingkat Asupan Energi dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari Status gizi yang buruk pada masa anakanak, terutama ketika perkembangan otak

338 Jurnal Kesehatan, Volume IV, Nomor 2,Oktober 2013, hlm 333-343

sedang berlangsung dengan cepat dapat menyebabkan cacat menetap antara lain gangguan pada perkembangan intelektualitas. Keadaan gizi, terutama kekurangan tingkat asupan energi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan anak (Djokomoeljanto, 2002). Energi diperlukan untuk kelangsungan proses-proses di dalam tubuh seperti proses peredaran dan sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, proses fisiologis lainnya, untuk bergerak atau melakukan pekerjaan fisik. Energi dalam tubuh dapat timbul karena adanya pembakaran di dalam tubuh. Oleh karena itu, agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan yang cukup dengan mengkonsumsi makanan yang cukup dan seimbang (Sediaoetama, 2006). Kekurangan energi yang berasal dari makanan menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja dan melakukan aktivitas, orang menjadi malas, merasa lemah, produktivitas kerja dan prestasi belajar menurun. Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental, dengan demikian kemampuan berpikir menurun (Almatsier, 2009). Banyaknya siswa yang memiliki tingkat asupan energi yang kurang dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti pengetahuan gizi orang tua mereka yang rendah, sehingga orang tua terkadang memberikan makanan yang salah terhadap anaknya. Selain itu faktor ekonomi dan ketersediaan bahan pangan di dalam keluarga juga dapat menyebabkan hal ini, dimana berdasarkan jawaban yang diberikan oleh responden menyatakan bahwa sebagian besar status ekonomi orang tua responden tergolong rendah. Sebagian besar dari orang tua responden berprofesi sebagai nelayan, buruh bangunan, petani dan lain sebagainya, sehingga daerah ini dapat menjadi daerah dengan tingkat kerawanan gizi yang cukup tinggi. Menurut Riyadi (2006), dengan kekurangan gizi anak dapat mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan motorik, juga akan mengganggu perkembangan kognitif yang menyebabkan berkurangnya IQ (intelligence quotient) hingga 15 poin. Beberapa siswa yang memiliki prestasi belajar baik tetapi memiliki tingkat asupan energi yang kurang, dapat dikarenakan siswa tersebut memang memiliki kondisi psikologis yang baik sewaktu ujian, atau memiliki

kecerdasan secara genetik, minat, bakat, motivasi serta kemampuan kognitif yang baik terhadap mata pelajaran tersebut. Faktor lingkungan juga ikut berperan, seperti program pendidikan yang dirancang oleh sekolah, sarana dan fasilitas, kurikulum yang berlaku, kemampuan mengajar guru atau bahkan siswa tersebut mendapat pelajaran tambahan di rumah oleh orang tua atau guru pribadi. Siswa yang memiliki prestasi belajar buruk tetapi memiliki asupan energi yang cukup dapat dikarenakan oleh daya serap tubuh anak tersebut terhadap zat gizi penghasil energi tidak optimal, atau juga disebabkan proses pembakaran zat gizi penghasil energi didalam tubuh siswa tersebut tidak maksimal. Selain itu, dapat juga disebabkan karena siswa tersebut memang kurang menyukai suatu mata pelajaran tertentu dengan alasan sulit atau membosankan. Penelitian di Bogor, menyimpulkan bahwa anak-anak berbadan tinggi mendapat nilai yang lebih tinggi di dalam uji Wechsler Intelegensi Scale dibandingkan anak-anak yang berbadan pendek yang diketahui menderita KEP pada waktu kecilnya. Nilai IQ terendah didapatkan pada anak yang menderita KEP terberat pada umur sebelumnya (Petrus, 2003). Penelitian di Garut Jawa Barat, menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat asupan energi dengan prestasi belajar santri di Pesantren Persatuan Islam Taragong Garut Jawa Barat. Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa siswa yang memiliki tingkat asupan energi yang cukup relatif memiliki prestasi belajar yang baik dan sebaliknya siswa yang memiliki tingkat asupan energi yang kurang relatif memiliki prestasi belajar yang buruk. Dengan demikian, sangat diperlukan peran berbagai pihak untuk memantau status gizi, terutama tingkat asupan energi siswa agar dapat menjadi sumber daya manusia yang memiliki kapabilitas di berbagai bidang dan sebagai generasi penerus Bangsa Indonesia yang berkualitas. 2. Hubungan Tingkat Asupan Protein dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari Zat-zat gizi yang terdapat pada makanan sangat penting dalam hal pertumbuhan volume otak dan intelegensi seseorang. Otak memerlukan 50% dari seluruh

Sety, Tingkat Asupan Energi, Protein, Kebiasaan Makan Pagi dan Prestasi Belajar 339

kebutuhan energi atau tenaga dalam tubuh. Kurangnya nutrisi otak, seperti multivitamin, asam amino dan mineral, sangat mempengaruhi daya maksimal otak, yang akhirnya juga mempengaruhi stamina tubuh dan kecerdasan seseorang. Saat pikiran atau otak lelah, tubuh juga akan merasakan lelah, sehingga tidak bisa produktif. Untuk itu diperlukan pola makan yang baik dan teratur agar otak tidak kekurangan nutrisi sehingga seseorang dapat bekerja produktif (Hardinsyah, 2009). Hasil penelitian ini menunjukkan, tidak terdapat hubungan tingkat asupan protein dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati, dkk (2008) dengan salah satu tujuan khususnya ingin mengetahui hubungan tingkat konsumsi protein dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 5 Kebumen. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 5 Kebumen (p value 0,072 > α 0,05). Fungsi utama protein adalah pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut za-zat gizi dan pada keadaan tertentu protein dapat menjadi sumber energi. Tiap gram protein menghasilkan 4 kkal. Protein juga sebagai regulator pH darah (Irianto, 2008). Terdapat begitu banyak faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar diantaranya faktor psikologis siswa, dimana terdiri dari kecerdasan dan motivasi dalam diri siswa itu sendiri. Kecerdasan, taraf kecerdasan meliputi beberapa aspek salah satunya diantaranya yang berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah daya ingat. Sedangkan motivasi, hanya apabila siswa-siswa menyadari kepentingan, keperluan baginya sendiri yang dia peroleh dari pelajaran yang akan dihadapi, maka barulah uraian tersebut akan lebih berkesan dan oleh karenanya lebih mudah diingat-ingat, minat, dan emosi. Selain itu faktor dari luar juga sangat berpengaruh seperti cara mengajar seorang guru, bimbingan orang tua dan temannya bergaul (Kartono, 2002). Beberapa siswa yang memiliki prestasi belajar yang buruk tetapi memiliki tingkat asupan protein yang baik, hal ini dapat diakibatkan daya serap tubuhnya terhadap zat

gizi protein yang terkandung dalam makanan tidak optimal. Bisa saja diakibatkan oleh interaksi antar zat gizi dalam makanan. Jika makanan itu mengandung berbagai zat gizi sekaligus atau kadarnya sangat tinggi, diperlukan kehati-hatian dalam mengkon-sumsi karena proses metabolisme di dalam tubuh akan terjadi interaksi di antara zat-zat gizi itu. Sekalipun siswa memiliki kemampuan menyerap makanan yang baik, tapi kualitas dari makanan yang dimakan sudah menurun akan mengakibatkan berkurangnya zat gizi yang diserap oleh tubuh. Menurunnya kualitas makanan yang dimakan dapat diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan ibu dalam mengolah bahan makanan, Misalnya, garam beryodium yang disimpan pada keadaan terbuka, menyebabkan menguapnya kandungan yodium,memotong sayuran kemudian mencucinya, makanan akan kehilangan mineral dan vitamin penting dalam proses pencucian tersebut. Memasak telur dengan waktu yang terlalu lama, menyebabkan protein dalam telur menjadi rusak. Kurangnya zat gizi yang diperoleh tubuh dari makanan, menyebabkan produktifitas siswa menjadi menurun, begitu pula dengan prestasi belajarnya. Beberapa siswa yang memiliki prestasi belajar yang baik tetapi memiliki asupan protein yang kurang dapat dikarenakan siswa tersebut memang memiliki kondisi psikologis yang baik sewaktu ujian, atau memiliki kecerdasan secara genetik, minat, bakat, motivasi serta kemampuan kognitif yang baik terhadap mata pelajaran tertentu atau memang menyenangi mempelajari suatu mata pelajaran tertentu. Siswa yang memiliki tingkat asupan protein yang kurang dapat disebabkan oleh kebiasaan jajan anak tersebut. Sebagian besar jajanan yang mereka konsumsi umumnya hanya lebih banyak mengandung karbohidrat dan lemak, seperti nasi kuning, pisang goreng, kandoang, ubi goreng, mie siram dan lain-lain. Selain itu juga, umumnya mereka juga mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung gula atau makanan yang manis seperti cokelat, permen, teh gelas dan lain sebagainya, sehingga dapat menyebabkan tubuh mereka kurang mendapatkan asupan protein yang cukup dari makanan-makanan tersebut. Moehji (2003), bahwa faktor yang mempengaruhi keadaan gizi anak sekolah adalah:

340 Jurnal Kesehatan, Volume IV, Nomor 2,Oktober 2013, hlm 333-343

1.

2.

3.

Anak dalam usia ini sudah dapat memilih dan menentukan makanan apa yang disukai dan tidak disukai, sehingga seringkali anak-anak salah memilih. Terlebih jika orangtua tidak memberikan informasi mengenai makanan sehat dan bergizi. Kebiasaan jajan, anak seusia ini gemar jajan. Hal ini lebih dipengaruhi oleh teman meskipun keluarga juga ikut berpengaruh. Anak tiba di rumah dalam keadaan letih karena belajar dan bermain di sekolah, sehingga sampai di rumah kurang nafsu makan. Pilihan terhadap makanan kesukaan anak sangat dipengaruhi oleh teman, orangtua, dan juga media massa melalui iklan/reklame.

Selain itu, siswa yang memiliki tingkat asupan protein kurang juga dapat disebabkan karena mereka memang kurang mengkonsumsi makanan sumber protein yang bernilai tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan, sebagian besar responden menyatakan lebih senang mengkon-sumsi mie instant dengan alasan gurih dan terkadang memang hanya mie instant yang tersedia dirumah mereka. Sedangkan yang sering mengkonsumsi ikan dan daging hanya sebagian kecil, penyebabnya antara lain ketidakmampuan ekonomi orang tua, serta ketidaksukaan anak pada jenis ikan karena berbau amis. Penelitian Maharani (2012), menunjukkan ada hubungan tingkat asupan protein dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bogor (ρValue 0,019 < 0,05). Perbedaan hasil penelitian ini dapat dikarenakan perbedaan karakteristik objek pene-litian yang dipakai, perbedaan jumlah sampel serta pengendalian variabel pengganggu yang dilakukan. 3. Hubungan Kebiasaan Makan Pagi dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dimana salah satunya masalah gizi. Masalah gizi saat ini bukan hanya masalah gizi kurang tetapi juga muncul masalah gizi lebih. Jalan untuk menempuh untuk perbaikan gizi siswa agar prestasi belajar tidak terganggu salah satunya adalah dengan perbaikan kebiasaan makan siswa dikeluarga dengan

menekankan pentingnya makan pagi sebelum berangkat sekolah. Sarapan atau makan pagi adalah makanan yang disantap pada pagi hari. Waktu ideal sarapan dimulai dari pukul 06.00 pagi sampai dengan pukul 08.00 pagi. Sarapan merupakan waktu makan yang paling penting dan sangat dianjurkan untuk dipenuhi karena alasan kesehatan . Berdasarkan jawaban dari beberapa siswa yang terbiasa makan pagi, bahwa ibu yang terus-menerus memaksa mereka untuk tetap makan pagi meskipun terlambat. Karena takut terlambat, dihukum pada saat apel, sehingga mereka harus menyelesaikan makannya secepat mungkin. Pada akhirnya mereka terbiasa untuk makan pagi sebelum ke sekolah.,bahkan beberapa dari mereka mengaku pernah mencoba tidak makan pagi kembali tapi kemudian mereka pingsan ketika apel atau merasa sangat loyo ketika jam pelajaran kedua dimulai (8.30 am). Menurut para ahli gizi, sedikitnya 2030% total zat gizi tubuh harus di penuhi saat makan pagi. Karena itu, sebaiknya anak-anak dibujuk untuk membiasakan diri untuk makan pagi. Penelitian tersebut menunjukkan, bahwa makan pagi bukanlah sekedar untuk mengenyangkan perut selama belajar di sekolah, tetapi lebih dari yaitu agar anak-anak dapat berkonsentrasi dengan baik agar mendukung prestasi belajarnya. Makan pagi berpengaruh terhadap kecerdasan otak, terutama daya ingat siswa. Kebiasaan makan pagi ini sangat perlu untuk dilakukan. Tidak adanya rasa lapar yang siswa miliki ini akan membuat siswa lebih fokus terhadap materi yang diberikan oleh guru-guru, dapat memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang pelajaran. Lebih lanjut siswa juga memiliki nilai yang baik ketika ujian karena melakukan aktifitas makan pagi setiap harinya (Sintha, 2001). Adapun konsep makan pagi yang mengacu pada gizi seimbang dapat dipenuhi dengan pemberian makanan sebagai berikut: a. Sumber karbohidrat seperti nasi, roti, makaroni, kentang, tepung beras, tepung maizena, tepung kacang hijau, jagung, singkong dan ubi b. Sumber protein yaitu susu, daging, ikan, ayam, hati, tahu, tempe, keju, kacang hijau, dan lain-lain.

Sety, Tingkat Asupan Energi, Protein, Kebiasaan Makan Pagi dan Prestasi Belajar 341

c. Sumber vitamin dan mineral yaitu dari sayuran seperti wortel, bayam, kangkung, labu siam, buncis, buah-buahan misalnya pepaya, jambu biji, air jeruk, melon, alpukat, dan lain-lain. (Depkes RI, 2001). Berdasarkan jawaban siswa yang tidak terbiasa makan pagi mengatakan bahwa pada umumnya mereka tidak makan sebelum berangkat ke sekolah disebabkan karena mereka sering terlambat bangun pagi, sehingga tidak sempat sarapan karena takut terlambat ke sekolah. Selain itu, ada juga siswa yang tidak makan disebabkan oleh ibunya yang memang tidak menyiapkan makanan di pagi hari yang disebabkan oleh kebiasaan keluarga tersebut yang memang tidak biasa makan pagi. Ada juga ibu dari siswa yang telah menyiapkan sarapan pagi, tetapi siswanya sendiri yang malas atau tidak suka makan pagi. Beberapa siswa juga yang tidak melakukan aktifitas makan pagi tetap tidak diberikan uang untuk jajan di sekolah karena alasan ekonomi, orang tua mereka tidak memiliki tambahan uang untuk memberikan uang jajan pada anaknya. Siswa yang tidak makan pagi justru lebih sering mengkonsumsi jajanan yang bersifat manis seperti permen, coklat dan lainlain. Hal ini membuat siswa dapat menunda lapar untuk sementara dan bahkan dapat menjadi alasan untuk menunda jadwal makan berikutnya (makan siang). Akibatnya anak justru menjadi lebih mudah loyo. Kondisi yang tidak optimal menyebabkan anak menjadi malas untuk memperhatikan pelajaran yang diberikan oleh guru mereka (Sintha, 2001). Selain itu, hasil penelitian ini menunjuk-kan bahwa siswa yang tidak terbiasa makan pagi juga tidak membawa bekal ke sekolah sebagai pengganti makan pagi mereka sebelum berangkat ke sekolah. Berdasarkan jawaban beberapa siswa tersebut, mengatakan bahwa sebenarnya ibu mereka menyiapkan bekal untuk dibawa ke sekolah, namun mereka menolaknya dengan alasan malu untuk membawa bekal ke sekolah. Padahal, bekal yang dibawa tentu akan jauh lebih aman untuk dikonsumsi dan lebih bergizi. Dua unsur yang utama dalam bekal makanan yaitu energi dan protein. Kekurangan akan unsur lain dapat diberikan dalam makanan di rumah. Pada dasarnya, menu bekal makanan yang ideal adalah makanan yang dapat memberikan semua unsur gizi yang diperlukan.

Tetapi dalam praktek, membuat bekal yang memenuhi syarat demikian itu agak sukar (Moehji, 2003). Memberikan bekal makanan kepada anak ini membawa beberapa keuntungan, antara lain: 1. Anak-anak dapat dihindarkan dari gangguan rasa lapar. Begitu banyaknya aktifitas anak menyebabkan begitu cepatnya anak akan merasa lapar kembali, maka dari itu bekal yang disediakan ibu sangat penting untuk kembali memberikan pasokan energi. 2. Karena makan pagi sering dilakukan dengan terburu-buru, kemungkinan makanan itu tidak dapat memberikan kalori yang diperlukan selama di sekolah. Bermain saat istirahat, akan banyak mengambil energi anak-anak itu. Pemberian bekal dapat menghindarkan anak dari kekurangan kalori. 3. Pemberian bekal dapat menghindarkan anak dari kebiasaan jajan yang sekaligus berarti menghindarkan anak–anak itu dari gangguan penyakit akibat makanan yang tidak bersih. 4. Anak dapat lebih berkonsentrasi dalam belajar karena terhindar dari rasa lapar. Terdapat dua manfaat yang bisa diambil dari kebiasaan makan pagi. Pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah. Kadar gula darah yang terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi belajar bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktifitas dalam hal ini adalah prestasi belajar. Kedua, pada dasarnya makan pagi akan memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin dan mineral (Sintha, 2001). Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya proses fisiologis tubuh. Melewatkan makan pagi akan menyebabkan tubuh kekurangan glukosa dan hal ini menyebabkan tubuh lemah dan kurang konsentrasi karena tidak adanya suplai energi. Keadaan tubuh yang tidak siap saat menerima pelajaran maka kemampuan siswa untuk memahami seluruh materi yang disajikan akan menurun juga dan sebagai dampak dari semua itu adalah menurunnya prestasi belajar siswa (Sintha, 2001).

342 Jurnal Kesehatan, Volume IV, Nomor 2,Oktober 2013, hlm 333-343

Siswa yang tetap memiliki prestasi belajar buruk meski sudah memiliki kebiasaan makan pagi dapat diakibatkan oleh banyaknya faktor lain yang mempengaruhi prestasi siswa tersebut. Selain kebiasaan makan pagi, prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor status gizi, kebiasaan belajar, kesehatan siswa, intelegensi, kualitas pengajaran yang dia peroleh dan lain sebagainya. Siswa yang memiliki prestasi belajar baik meskipun tidak memiliki kebiasaan makan pagi dapat dikarenakan siswa tersebut memang memiliki kondisi psikologis yang baik sewaktu ujian, atau memiliki kecerdasan secara genetik, minat, bakat, motivasi serta kemampuan kognitif yang baik terhadap mata pelajaran tertentu. Selain itu, berdasarkan jawaban beberapa siswa tersebut menyatakan bahwa mereka memang tidak biasa sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah, tetapi mereka biasa menyempatkan diri untuk makan di kantin sebelum pelajaran pertama di mulai sehingga dengan demikian dapat memberikan energi tambahan untuk menerima pelajaran. Hasil penelitian ini seiring dengan penelitian yang dilakukan oleh Nachum, dari Univesitas Hebrew, Jerusalem, yang mengepalai tim penelitian tersebut menguji lebih dari 550 anak sekolah laki-laki dan perempuan berumur antara 11 sampai 13 tahun. Anak yang makan pagi di sekolah 30 menit sebelum tes, nilai tes nya lebih baik dibandingkan anak yang tidak makan pagi (Sintha, 2001). Berdasarkan penelitian “Breakfast Reduces Declines in Attention and Memory Over The Morning in School Children” yang dilakukan oleh K.A. Wesnes. C. Pincock, D. Richardson, G Helm, Shails ahli Gizi Inggris tahun 2003 dengan Metode Random pada 29 anak, tentang tingkat perhatian dan kemampuan daya ingat pada 30, 90, 150, 210 menit setelah sarapan dalam empat hari didapatkan hasil anak yang tidak sarapan dan hanya memperoleh minuman glukosa menunjukkan daya konsentrasi atau tingkat perhatian dan kemampuan mengingat yang menurun secara signifikan seiring dengan pertambahan waktu. Di sisi lain, anak yang mendapat cereal meski

mengalami penurunan daya konsentrasi namun tidak signifikan. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa menu sarapan pagi yang mengandung karbohidrat kompleks memberikan pengaruh positif bagi anak dalam mempertahankan kemampuan konsentrasi belajar dan mengingat di sekolah. Penelitian lain yang dilakukan oleh Annas (2011) tentang hubungan antara kesegaran jasmani, hemoglobin, status gizi dan makan pagi terhadap prestasi belajar siswa kelas VIII MTs Al Asror Kota Semarang. Total sampel dalam penelitian ini sebanyak 65 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan pagi dengan prestasi belajar siswa kelas VIII MTS Al Asror Kota Semarang (p value 0,000 < α 0,05). Anak sekolah yang sedang dalam masa pertumbuhan, perkembangan fisik dan mental membutuhkan stamina fit selama mengikuti kegiatan yang dilakukan setiap harinya. Dengan stamina yang selalu fit tersebut maka mereka akan memperoleh prestasi belajar yang baik. Untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan usaha untuk mencukupi kebutuhan pangan dan gizi yang seimbang dan berkualitas yaitu dengan pengaturan makanan yang baik salah satunya adalah membiasakan anak untuk makan pagi sebelum mengikuti aktifitasnya pada pagi hari (Sintha, 2001). SIMPULAN Simpulan dari penelitian ini: 1) Ada hubungan antara tingkat asupan energi dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari dengan kategori sedang 2) Tidak ada hubungan antara tingkat asupan protein dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari 3) Ada hubungan antara kebiasaan makan pagi dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari dengan kategori sedang Perlunya kolaborasi program Dinas Kesehatan dan Dinas DIkbud guna mengingatkan pentingnya gizi seimbang khususnya energi dan protein serta kebiasaan makan pagi guna meningkatkan prestasi belajar siswa.

Sety, Tingkat Asupan Energi, Protein, Kebiasaan Makan Pagi dan Prestasi Belajar 343

DAFTAR RUJUKAN Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. EGC. Jakarta Annas, Mohamad. 2011. Hubungan Kesegaran Jasmani, Hemoglobin, Status Gizi, dan Makan Pagi Terhadap Prestasi Belajar Siswa MTs Al Asror Kota Semarang. Semarang. http://journal.unnes.ac.id /nju/index.php/miki/article/download/2 034/2148. Diakses 19 Juli 2013 Djokomoeljanto. 2002. Perkembangan Upaya Pencegahan GAKY. Jakarta: Persagi. Hasbullah, L. 2000. Penerapan Pengajaran Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Madrasah Aliyah. Thesis PPS Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Hardinsyah. 2009. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB. Bogor Indrawati, S.M. 2005. Draf Ringkasan Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta. Irianto, Kus. 2008. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia Paramedis. Yrama Widya. Bandung

Kartono. 2002. Psikologi Belajar. Rajawali Pers. Jakarta Maharani. 2012. Hubungan Tingkat Kecerdasar, Asupan Energi dan Protein, dan Aktivitas Fisik Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri 6 Bogor. IPB. Bogor. http:// repository.ipb.ac.id / bitstream/ handle / 123456789/ 60802 Abstract.pdf.sequence=2. Diakses 7 Juli 2013.

Petrus. 2003. Status Gizi, Intelegensi dalam Prestasi Belajar Murid Sekolah Dasar Suku Bajo di Kecamatan Tinanggea Kabupaten, Konawe Selatan. Yokya-karta: Tesis Universitas Gadjah Mada. Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi. Jakarta: Bhatara Karya. Riyadi. 2006. Materi Pokok Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Universitas Terbuka. Sediaoetama. 2006. Ilmu Gizi Untuk Profesi dan Mahasiswa. Jakarta: Dian Rakyat. Surya, M. 2003. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Cetakan 3. Bandung: Yayasan Bhakti Winaya. Sintha, R. 2001. Sehat Pangkal Cerdas. Kompas. Jakarta.