Traumatik event adalah pengalaman dengan tiba-tiba mengejutkan yang meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa seseorang sehingga dapat merusak fisik maupun psikologis Postraumatik stress bisa timbul akibat luka berat atau pengalaman yang menyebabkan organisme menderita kerusakan fisik maupun psikologis
Stres traumatik VS Stres umum • Terjadi diluar kendali orang atau masyarakat yg mengalaminnya. • Mengancam kehidupan • Mengakibatkan rasa takut yang mendalam dan tak berdaya
• Masalah-masalah pribadi • Beban kerja yang berat. • Masalah ekonomi
Stres Trumatik
Stres Umum
Penggolongan Stres traumatik A.
Menjadi korban ex: diculik, ditodong, diperkosa atau dipaksa untuk melakukan hal-hal yang bukan-bukan. B. Kehilangan kepercayaan diri sendiri dan kepercayaan akan orang lain. ex: kehilangan rumah, sekolah, pengobatan, keperluan sehari- hari. C. Persoalan yang berasal dari kehidupan keluarga ex: perkosaan oleh ayah tiri, keluarga yang disfunctional, ditinggal orang tua, kemiskinan, menjadi jatim piatu. D. Bencana alam ex: kebakaran, kebanjiran, hujan lebat dan badai, tsunami.
Reaksi Stress traumatik Aspek Fisik
Jantung berdetak lebih cepat, keringat dingin, pucat. dll Aspek Pikiran
Sulit berkonsentrasi, trus menerus memikirkan sesuatu Aspek Emosi
Merasa kesedihan yang mendalam, penyesalan, rasa bersalah. Aspek Perilaku
Menangis, menghindar/lari, mengamuk, berteriak, berdiam diri dan membanting barang
Faktor yang mempengaruhi Trauma Internal
A. Karakteristik sseorng a.Usia b.Gender c.Status ekonomi d.Tingkat pendidikan B. Pengalaman stress sebelumnya C.Tipe Kepribadian D. Pikiran
Eksternal
Ada tidaknya dan besar kecilnya dukungan sosial seseorang yang mengalami stress Dukungan disini diartikan sebagai kehadiran orang2 yang bermakna. Ex: seorang ibu kehlngan suaminya mendapat dukungan dari anak-anaknya.
Sumber Stres A. Pengalamanpengalaman kehidupan seharihari. B. Pengalaman yang pahit yang terjadi sec tiba-tiba ex: Pemerkosaan, menyaksikan kematian orang terdekat, konflik antar kelomk, bencana alam yang dahsyat dll.
Luka Fisik Hub dngn orng lain
Pengalaman trauma seblmnya Kec ekspresikan duka cita
kecerdasan
usia kepribadian Dukungan dari sahabat dan keluarga
Individu
Keyakinan diri
Kesempatan berduka Bagaimana munculnya trauma
Peristiwa traumatik
Liputan media masa
Informasi apa saja yang terjadi
Lingkungan
Dukungan sekolahan Sisi agama Dukungan masyarakat Dukungan berkelanjutan dari profesionalisme
Penanganan Trauma 1. Introductory phase 2. Fact phase 3. Thought phase 4. Feeling phase 5. Symptom phase
6. Teaching or educational phase 7. Reentry phase
1. Introductory phase
Perkenalan
Rapport
2. Fact phase Meminta klien menggambarkan kejadian traumatik yang mereka alami; apa yang mereka lihat dan dengar. Jangan memaksa klien, lakukan dengan perlahan-lahan. Contoh pertanyaan : Dapatkah Anda menceritakan kepada saya apa yang terjadi ?
3. Thought phase Fase dimana klien diminta untuk menggambarkan reaksi kognitifnya terhadap peristiwa/kejadian tersebut. Pertanyaan yang dapat diajukan : Apa yang ada dalam pikiran Anda ketika mengalami kejadian itu ?
4. Feeling phase Menolong klien untuk mengenali emosi-emosi yang menyertai kejadian tersebut. Pertanyaan yang dapat diajukan : Perasaan-persaan apa saja yang Anda rasakan pada saat itu ? Bagaimanakah perasaan Anda sekarang ? Catatan.! Fase ini adalah saat dimana kita dapat menetralkan keadaan klien dengan menekankan bahwa apa yang dirasakannya adalah reaksi yang normal terhadap suatu kejadian/peristiwa yang di luar normal.
5. Symptom phase Menanyakan reaksi-reaksi klien setelah kejadian Pertanyaan yang dapat diajukan : Apa yang sekarang ini anda rasakan atau keluhkan karena kejadian itu ? (Klien bisa dituntun/dibantu) 2. Usaha-usaha apa yang sudah Anda lakukan untuk mangatasinya ? 1.
6. Teaching or educational phase 1.
Menginformasikan kepada klien bahwa trauma yang telah diceritakannya ( flashback) adalah suatu bentuk dari memori. Tugas konselor adalah menormalisasi dan mereframe flashback dalam upaya penyembuhan dari pengalaman traumatiknya agar mereka dapat mengembangkan hidupnya lebih lanjut. Membuat klien menyadari kejadian traumatiknya adalah sangat penting sebagai suatu transisi kehidupan dan hal itu normal saja.
next 2. Klien diajak untuk berani menghadapi perasaanpersaannya yang ditekan akibat trauma. Hal ini bukan persoalan mudah karena kebanyakan mereka tidak mau atau takut untuk merasakan emosi itu kembali (takut terluka kembali atau kehilangan kontrol). Tapi yang terpenting bagi klien adalah ia perlu menghadapi emosi-emosi negatifnya.
Contoh-contoh emosi yang biasa dirasakan orang yang mengalami trauma adalah: marah, cemas, takut, sedih, berduka.
next 3. Mengajak klien melakukan bentuk coping lain; tidak hanya bertahan pada mekanisme pertahanan diri saja (menangis, marah). Klien diajak untuk mampu membicarakan kejadian traumanya dengan orang lain, membaca tulisan-tulisan atau melihat televisi yang berkaitan dengan kejadian traumanya.
Jika klien mampu melakukannya, mereka akan memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai kejadian traumatiknya dan mampu mengurangi perasaan-perasaan negatifnya.
next 4. Menolong klien untuk mengidentifikasi pemicu reaksi-reaksi traumanya dan mengajari bagaimana mengendalikan.Cara-cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengajari klien relaksasi, menarik nafas dalam-dalam dengan diikuti self-talk. 5. CBT dengan teknik restrukturisasi kognitif dan exposure dapat dilakukan bila ada distorsi kognitif dan perilaku penghindaran yang cukup berat.
7. Reentry phase Fase dimana kita dapat mengetahui keberhasilan penanganan kita, yaitu dengan melihat: 1. The cognitive stage
Klien sudah mampu menghadapi traumanya, mengingatnya, bahkan merekonstruksinya secara mental. Bentuk-bentuk kemajuan klien misalnya: sudah bisa membicarakan kejadian traumanya dengan orang lain, memberikan gambaran kejadian traumanya atau membaca tulisan-tulisan yang berkaitan dengan kejadian traumatiknya. 2. The emotional stage Klien sudah mampu menghadapi emosi-emosi negatifnya. Menerima kejadian trauma sebagai kenyataan; menerima emosi-emosi negatifnya sebagai bagian dari kejadian tersebut dan sebagai sesuatu yang wajar. Tidak lagi melakukan “denial” terhadap emosi-emosi negatifnya. 3. The mastery stage Tingkat dimana klien mampu menemukan arti dari pengalamannya dan mengembangkam perspektif sebagai orang yang selamat dan mampu bertahan daripada sebagai korban semata. Klien mampu membuat keputusan sendiri, bertumbuh, berubah, dan memiliki arahan-arahan baru untuk hidupnya.