XIII. JAMUR DAN MIKOTOKSIN DALAM PANGAN Jamur dapat tumbuh pada berbagai jenis pangan, dan pertumbuhannya akan
menyebabkan
terjadinya
kerusakan
pangan
yang
bersangkutan,
diantaranya kerusakan flavor, warna, pelunakan, dan terbentuknya senyawa yang bersifat toksik. Kerusakan tersebut disebabkan karena jamur dapat menghasilkan enzim ekstraseluler yang akan memecah senyawa tertentu pada pangan yang bersangkutan, serta dapat menghasilkan metabolit sekunder yang bersifat toksik, disebut mikotoksin. Penelitian tentang jamur yang berpotensi menghasilkan metabolit beracun ini baru dimulai pada tahun 1960 dengan suatu kasus kematian ribuan ternak kalkun di Inggris yang dikenal dengan "Turkey X disease", yang disebabkan karena pakan ternak tersebut telah tercemar oleh aflatoksin, suatu metabolit racun yang dihasilkan oleh jamur (mikotoksin) Aspergillus flavus. Walaupun penelitian tentang mikotoksin sampai sekarang masih belum tuntas, sudah lebih dari 400 m acam m ikotoksin berhasil d iidentifikasikan. Tidak setiap pangan yang tercemar oleh jamur selalu mengandung mikotoksin, sebab banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan maupun pembentukan mikotoksin pada pangan. Namun demikian, karena sangat banyaknya spesies jamur yang bersifat toksigenik, cemaran jamur pada pangan perlu mendapat perhatian serius. Beberapa
kelompok
jamur
diketahui
bertahan
pada
perlakuan
pengawetan pangan misalnya Wallemia sebi pada ikan asin, Cladosporium herbarium pada daging yang disimpan dngin, Byssochlamis fulva pada makanan kaleng, serta Penicillium requeforti yang tahan terhadap sorbat.
16 genera yang umum terdapat dalam pangan : 1. Alternaria Æ mengkontaminasi produk dari tanaman 2. Aspergillus Æ beberapa spesies menghasilkan aflatoksin yang bersifat karsinogenik 3. Botrytis Æ banyak mengkontaminasi buah dan sayuran 4. Cephalosporium 5. Cladosporium Æ salah satu spesies C. herbarium memproduksi spot hitam pada daging 6. Fusarium Æ mengkontaminasi buah dan sayuran
Universitas Gadjah Mada
7. Geotrichum Æ biasanya terdapat dapat keju dan menentukan flavor dan aroma beberapa jenis keju 8. Gloesporium Æ dapat menyebabkan anthracnoses pada tanaman. 9. Helminthosporium Æ merupakan patogen tanaman dan saprofit 10. Monilia Æ dapat menyebabkan brown rot pada buah-buahan 11. Mucor Æ dapat ditemukan pada sebagian besar makanan 12. Penicillium Æ jamur ini penting dalam pembuatan beberapa jenis keju, beberapa spesies dapat menghasilkan antibiotik, tersebar pada tanah, udara, debu, dan makanan (roti, kue, buah). 13. Rhizopus Æ dapat tumbuh pada berbagai jenis makanan seperti buah, kue, dan roti. 14. Sporotrichum Æ
dapat tumbuh pada suhu < 0 °C, beberapa spesies
menyebabkan spot pada daging simpan dingin. 15. Thamnidium Æ
ditemukan pada daging simpan dingin, menyebabkan
suatu kondisi yang disebut "whiskers". Dapat ditemukan pada berbagai jenis makanan yang mudah membusuk seperti telur. 16. Trichothecium (Cephalothecium) Æ
biasa mengkontaminasi buah dan
sayuran
Jamur penghasil mikotoksin biasanya termasuk dalam genus seperti Aspergillus, Fusarium, dan Penicillium. Mikotoksin yang diproduksi Aspergillus dapat terbentuk sebelum atau sesudah panen, sedangkan jamur Fusarium, dan Penicillium lebih banyak mengkontaminasi sebelum panen dibanding sesudah panen. Kurang lebih 400 mikotoksin telah dilaporkan dan diproduksi oleh berbagai jenis jamur, akan tetapi beberapa mikotoksin penting dalam pangan dapat dilihat pada Tabel 13.1.
Tabel 13.1. Jamur dan mikotoksin utama dalam pangan Spesies jamur Aspergillus parasiticus A. flavus Fusarium sporotrichioides F. graminearum F. monififorme Penicillium verrucosum
Universitas Gadjah Mada
Produksi mikotoksin Aflatoksin B1, B2, G1, G2 AflatoksinBI, B2 Toksin T-2 Deoxynivalenol (vomitoksin) Fumonisisn Ochratoksin
Potensi bahaya yang ditimbulkan oleh cemaran jamur pada pangan Cemaran jamur pada pangan memerlukan perhatian yang serius, bukan hanya karena menyebabkan kerusakan pangan tetapi berkaitan dengan potensi jamur tersebut untuk menghasilkan mikotoksin serta membentuk konidia yang bersifat patogen atau penyebab alergi. Sampai sekarang sudah diketahui labih dari 400 macam mikotoksin yang dapat dihasilkan oleh berbagai jenis jamur, masing-masing memiliki toksisitas yang bervariasi, yang umumnya bersifat kronis, atau menimbulkan mikotoksisitas. Efek toksik yang terpenting adalah sebagai penyebab kanker dan penurunan imunitas. Beberapa mikotoksin memiliki sifat sebagai antibiotik, yang dapat menyebabkan beberapa bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik yang banyak digunakan sekarang ini. Beberapa macam mikotoksin dapat bersifat sinergistik. Mengingat umumnya mikotoksin tahan terhadap faktor proses, maka jika mikotoksin telah terbentuk pada bahan sebelum diolah, maka peluang tercemarnya produk akhir oleh mikotoksin akan tetap terjadi. Beberapa kelompok jamur juga sangat berpotensi sebagai penyebab alergi atau penyakit, terutama penyakit yang berkaitan dengan saluran pernafasan. Oleh karena itu, industri fermentasi yang menggunakan jamur sebagai agensia fermentasi, harus dapat melakukan pengendalian 'bahaya yang ditimbulkan oleh jamur dengan menggunakan managemen proses yang baik. Selain harus berusaha agar tidak terjadi pencemaran jamur pada bahan maupun selama proses, juga harus menghindarkan bahaya yang ditimbulkan oleh jamur yang dipakai terhadap para pekerja atau lingkungan industri yang bersangkutan.
Pentingnya mikotoksin Mikotoksin telah menimbulkan beberapa jenis penyakit pada manusia dan hewan. Mengkonsumsi makanan yang tercemar mikotoksin dapat menyebabkan keracunan akut (jangka waktu pendek) dan kronik (jangka waktu sedang atau lama) dan dapat mengakibatkan kematian sampai gangguan kronis seperti gangguan syaraf pusat, sistem kardiovaskular dan paru-paru, dan saluran pencernaan. Beberapa mikotoksin bersifat karsinogenik, mutagenik, teratogenik, dan immunosuppresive. Aflatoksin B adalah toksin yang berpotensi sebagai hepatokarsinogen.
Universitas Gadjah Mada
Aflatoksin Aflatoksin diproduksi oleh Aspergillus flavus dan A. parasiticus, biasanya terdapat dalam biji-bijian. Efek kronis, disebabkan oleh konsumsi aflatoksin padakadar rendah, dapat menyebabkan penurunan berat badan ternak, menurunkan produksi susu, menurunkan konversi pakan.
Trichothecenes Trichothecenes diproduksi oleh Fusarium, banyak terdapat pada bijibijian.
Zearalenone F. graminearum memproduksi zearalenone, mikotoksin ini menyebabkan outbreak oestrogenic syndromes pada hewan ternak.
Fumonisin Biasanya terdapat pada produk jagung, Mikotoksin ini juga bersifat karsinogenik, dapat menyerang sistem syaraf, liver, pankreas, ginjal, dan paruparu.
Ochratoksin Ochratoksin diproduksi oleh P. verrucosum. Aspergillus ochraceus memproduksi ochratoksin A yang bersifat renal toxicity, nephropathy, dan immunosuppresion pada beberapa hewan.
Pencegahan pencemaran pangan oleh jamur a. menghambat pertumbuhan dan inaktivasi Mengingat mudahnya pangan tercemar oleh jamur, maka salah satu langkah untuk mencegah pencemaran lanjut yakni menghambat pertumbuhan dan inaktivasi. Usaha ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan menggunakan fungisida pada saat sebelum panen, untuk bijian dan kacangan dilakukan proses pengeringan yang baik dan menjaga kondisi dalam penyimpanan tetap kering. Pada buah dilakukan pembungkusan dengan kertas lilin yang mengandung fungisida seperti biphenyl. Namun penggunaan fungisida ini harus mempertimbangkan residu fungisida pada bahan. Penyimpanan buah
Universitas Gadjah Mada
pada suhu lebih rendah dari 5 °C juga merupakan langkah yang dapat dipergunakan untuk tujuan tersebut. Penggunaan pengawet asam organic efektif untuk menghambat pertumbuhan jamur pada beberapa produk jam, roti, dan beberapa produk berbentuk pasta. Perlakuan pasteurisasi cukup untuk inaktivasi sebagian besar jenis jamur, dan harus segera dikemas yang baik untuk mencegah terjadinya rekontaminasi.
b. pencegahan kontaminasi selama proses produksi Pencegahan kontaminasi jamur pada proses produksi hanya dapat dilakukan dengan membuat rencana pelaksanaan HACCP yang baik, dimulai dari membuat diskripsi proses, penentuan jenis bahaya, tingkat CCP, criteria kontrol, cara-cara memonitor dan menentukan tindakan yang diperlukan. Pengendalian kondisi gudang penyimpanan bahan mentah sangat penting untuk menghambat pertumbuhan jamur pencemar, demikian pula pemeriksaan terhadap bahan mentah sangat penting mengingat prevalensi cemaran yang cukup tinggi. Suhu dan lama waktu pemanasan merupakan kriteria kontrol untuk mengeliminir jamur pada bahan mentah. Pengendalian yang ketat terhadap ruangan proses perlu dilakukan karena udara meruapak media utama terjadinya bahaya rekontaminasi oleh spora jamur. Sterilisasi udara untuk tujuan aerasi memberikan kontribusi pada kemungkinan terjadinya cemaran pada proses fermentasi. Karena spora/konidia jamur juga berbahaya bagi kesehatan karyawan, maka diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya penyebaran spora baik di ruangan produksi maupun lingkungannya, khususnya pada industri-industri fermentasi yang menggunakan jamur sebagai agensia fermentasi. Upaya-upaya tersebut diantaranya modifikasi penggunaan inokulum dalam bentuk suspensi spora, penggunaan "negative pressure system" untuk mengumpulkan spora yang mungkin terdapat dalam ruang fermentasi, dan menggunakan filter pada "outle”nya.
Pengendalian mikotoksin Pengendalian mikotoksin dilakukan dengan mengontrol: •
Suhu
•
Kelembaban
Universitas Gadjah Mada
•
Pest
Detoksifikasi mikotoksin Ammonia, baik dalam bentuk padat maupun cair adalah agensia detoksifikasi mikotoksin (Park et a/., 1988). Akan tetapi reaksi antara ammonia dan aflatoksin belum jelas. Detoksifikasi dengan ammonia ini dapat dikatakan aman, akan tetapi persetujuan dari PDA belum keluar.
Universitas Gadjah Mada