01 KONSEP DAN KOMPONEN MORFOLOGI

Download Morfologi bukan kajian yang statis, dimana hanya mempelajari bentuk fisik seperti ketinggian bangunan, susunan ... representasinya. Dengan ...

0 downloads 490 Views 2MB Size
KONSEP DAN KOMPONEN MORFOLOGI Pengantar dalam mata kuliah morfologi kota

Johannes Parlindungan Disampaikan dalam Mata Kuliah Pilihan Morfologi Kota Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

KONSEP DASAR MORFOLOGI Secara harfiah, morfologi berarti ilmu tentang bentuk. Dalam kontek perkotaan, Carmona et al (2003: 61) berpendapat bahwa morfologi adalah studi mengenai form dan shape dari lingkungan permukiman. Form berarti bentuk yang dapat diamati dan merupakan konfigurasi dari beberapa objek, sementara shape adalah fitur geometrik atau bentuk eksternal dan outline dari sebuah benda. Meskipun memiliki pengertian yang hampir sama, kedua kata ini (form dan shape) memiliki pemahaman dasar yang berbeda, dimana form menegaskan bentuk yang terdiri dari berbagai unsur dan masing-masing unsur dapat diamati secara jelas karakteristiknya serta secara visual masing-masing unsur tersebut berada dalam satu kesatuan (konfigurasi). Sebagai contoh: sebuah koridor jalan secara visual terbentuk dari deretan bangunan dengan ketinggian tertentu dan tersusun dalam jarak tertentu dari batas jalan. Shape menekankan bentuk eksternal dari form, atau dengan kata lain siluet yang dalam konteks townscape sering disebut sebagai skyline. Sekumpulan objek yang terletak di atas permukaan tanah akan membentuk pola tertentu (shape), seperti linier, grid, konsentris, radial, klaster, dan lain sebagainya. Kata kunci lainnya adalah ‘lingkungan permukiman’. Kata kunci ini demikian penting sebab dalam literatur-literatur perencanaan dan perancangan kota disebutkan bahwa peradaban dimulai dari kegiatan bermukim. Kompleksitas dalam pertumbuhan permukiman kemudian membentuk unit-unit lingkungan yang lebih besar yaitu kota. Jadi lingkungan kota tidak akan dapat dipisahkan dari lingkungan permukiman. Morfologi bukan kajian yang statis, dimana hanya mempelajari bentuk fisik seperti ketinggian bangunan, susunan jaringan jalan, serta komposisi dan proporsi bangunan dalam suatu bentang kota (townscape), melainkan justru berusaha menggali proses yang melatarbelakangi perubahan dan

dinamika

terbentuknya

lingkungan

perkotaan

dengan

lingkungan

fisik

sebagai

representasinya. Dengan demikian dengan mempelajari morfologi, seorang perancang kota dapat tanggap akan keberadaan pola-pola lokal dari proses terbentuk dan terbangunnya suatu lingkungan perkotaan (Carmona et al. 2003: 61).

Gambar 1. Ilustrasi komponen pembentuk form Sumber: Hedman dan Jaszewski (1988) 80

STREETS & PATTERNS

1

Gambar di atas menggambarkan bangunan sebagai komponen bentuk (form) melalui konfigurasi dari 2 3 beberapa objek membentuk satu kesatuan lansekap kota (townscape). Secara visual mudah diamati dalam 4 5 bentuk skala ruang.

(a) Sumber : Hedman dan Jaszewski (1988) (b) Sumber : Marshall (2005) 4.3 • Mosborough Master Plan: macro and micro scale permutations.

Gambar 2. Ilustrasi komponen pembentuk shape

6 7 8 9 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 4

Gambar di atas memberi gambaran susunan bangunan dan jaringan jalan sebagai komponen pembentuk shape dimana pada gambar (a) kesatuan bangunan secara vertikal memberi bentuk geometris eksternal berupa skyline sementara gambar (b) memperlihatkan struktur geometris yang dibentuk oleh jalan memberi pole radial, linier atau grid pada suatu kawasan perkotaan.

PERKEMBANGAN TEORI MORFOLOGI Teori morfologi sendiri telah berkembang dalam beberapa fase yang secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut (Moudon, 1997) : 1. Italian school. Kajian mengenai bentuk diawali dengan keprihatinan atas meluasnya paham dan dampak arsitektur modern yang berkembang setelah masa perang dunia kedua khususnya di Eropa (Cataldi, 2003). Arsitektur modern yang mendorong tumbuhnya internasionalisme dalam desain bangunan dan lingkungan dinilai mengancam kelestarian aspek lokalitas dari arsitektur. Muratori kemudian mengembangkan metode untuk menggali kekayaan bentuk-bentuk dalam arsitektur lokal untuk kemudian dipergunakan sebagai bentuk dasar dari komponen-komponen lingkungan yang baru. Metode ini dikenal dengan nama typologi dan mahzab yang mempergunakan metode ini dikenal dengan nama Muratorian. Pada masa ini analisis mengenai bentuk lebih berorientasi pada bangunan sebagai representasi dari arsitektur. 2. French

school.

Metodologi

mengenai

kajian

bentuk

terus

berkembang

dimana

memasukkan unsur growth. Dalam fase ini, mulai berkembang kesadaran mengenai pentingnya memperhatikan unsur pertumbuhan populasi dan masalah sosial di dalamnya yang mempengauruhi pertumbuhan bentang kota (townscape). 3. English school. Kompleksitas kawasan perkotaan menuntut penjelasan yang lebih komprehensif mengenai penyebab dan bagaimana strategi pengendaliannya. Pada fase ini, metodologi kajian bentuk diperkaya dengan substansi geografi yang diperkenalkan oleh M.R.G.Conzen yang kemudian lebih dikenal dengan mahzab Conzenian. Pada mahzab ini, bentuk kota dipahami sebagai representasi proses yang didorong oleh beberapa komponen geografis antara lain struktur bangunan, fungsi bangunan atau lahan, ukuran kapling dan jaringan jalan. Pada era ini, istilah morphology mulai dikenal. Meskipun metodologi morfologi telah mengalami beberapa fase, ketiga tradisi (school) tidak dapat dipandang secara terpisah satu sama lain. Dengan meningkatnya kompleksitas permasalahan perkotaan, pertumbuhan kawasan tidak dapat dapat lagi hanya dipandang dari segi geografisnya saja dengan mengabaikan kandungan makna lokal yang dapat dengan baik direpresentasikan oleh arsitektur bangunan atau bentang alam, sehingga diperlukan penggabungan mahzab yang disebut typo-morphology yang menekankan pentingnya unsur place. KOMPONEN MORFOLOGI Meskipun masing-masing mahzab di atas memiliki fokus amatan yang berbeda, tetapi masingmasing menerapkan disiplin yang sama, yaitu adanya skala observasi dan komponen observasi. Skala observasi merupakan penjenjangan tingkat kedetailan pengamatan (resolusi) yang berimplikasi pada jenis komponen fisik dasar yang observasi. Secara umum, resolusi pengamatan dalam analisis morfologi antara lain terdiri dari :



Plot, merupakan skala amatan morfologi dengan resolusi yang paling rendah karena hanya fokus ke komponen-komponen fisik yang berada pada potongan lahan yang sama. Objekobjek dalam sebuah plot tidak dibatasi oleh ruas jalan apapun, dengan demikian kita dapat menemukan komponen bangunan dan guna lahan di dalamnya. Plot yang terdiri dari beberapa beberapa kapling biasanya disebut blok.



Distrik, merupakan sekumpulan plot beserta komponen fisik di dalamnya yang dihubungkan oleh ruas-ruas jalan. Distrik sudah dapat memperlihatkan kompleksitas kawasan karena didalamnya dapat diamati sebaran blok dengan karakteristik fisik lingkungan dan demografi.



Kota, secara morfologis merupakan satu kesatuan wilayah dengan kompleksitas struktur dan pola ruang sebagai pusat permukiman.



Wilayah, merupakan satu kesatuan wilayah yang tersusun dari pusat-pusat permukiman secara berjenjang.

Komponen pengamatan morfologi akan ditentukan oleh tingkat resolusi amatan. Sebagai contoh, dalam mahzab Conzenian, pengamanan terhadap struktur bangunan tidak mungkin dilakukan pada resolusi wilayah, sementara pola keterhubungan jaringan jalan justru sangat jelas terlihat dalam resolusi kota dan wilayah. Sementara itu, komponen-komponen typology dalam mahzab Muratorian akan lebih mudah diamati dalam resolusi plot dan distrik. Dengan demikian, pengenalan akan karakteristik setiap komponen morfologi sangat diperlukan untuk dapat mempermudah

dalam

menentukan

metodologi

yang

tepat

dalam

melakukan

analisis.

Pembahasan mengenai komponen morfologi akan difokuskan pada mahzab Muratorian, Conzenian dan typo-morphology. A. Komponen morfologi Muratorian. Pendekatan ini menganggap tipologi bangunan merupakan akar dari bentuk kota (Moudon, 1997). Dengan demikian, selain mempergunakan empat skala amatan (bangunan/plot, distrik, kota dan wilayah), pendekatan ini mempergunakan empat aspek analisis, antara lain : •

Elemen desain, yaitu komponen-komponen yang mendukung kelengkapan desain, misalnya bangunan terdiri dari atap, pintu, dan lain sebagainya; suatu distrik terdiri dari bangunan-bangunan dan ruang terbuka, dan lain sebagainya.



Struktur internal elemen, yaitu posisi atau hubungan antara elemen desain. Misalnya sebaran ruang tebuka hijau menurut sebaran bangunan, dan lain sebagainya.



Hubungan antara bentuk dan kegunaan, yaitu komponen yang menjelaskan bagaimana dimensi dan proporsi ruang serta komponen fisik lainnya dapat mengakomodasi fungsi ruang.



Aspek formal atau perwujudan fisik, yaitu bagaimana desain bangunan dan kawasan secara fisik mencerminkan makna dan kegunaan. Misalnya pemakaian tutupan lahan berupa rumput tanpa pagar pada suatu ruang terbuka menandakan bahwa rumput dapat

dipergunakan sebagai alas duduk atau tempat beristirahat, berbeda halnya apabila kawasan berumput ini diberi pagar vegetasi atau komponen pembatas lainnya. Dalam analisisnya, ada beberapa dalil yang harus diperhatikan, antara lain : •

Bangunan dan lingkungan tidak dapat dipisahkan.



Bagian dari sebuah kota tidak dapat dipisahkan dari kota secara keseluruhan.



Sebuah kota hanya dapat dipahami dari dimensi sejarahnya karena kota muncul sebagai suksesi dari reaksi an proses pertumbuhan.

Dari dalil di atas, dapat dipahami bahwa sebuah kota dapat dijelaskan secara logis dari blok-blok bangunannya.

‘Italian school’ 1. parcel 2. block 3. tissuel 4. quarter 5. city

22

Gambar 3. Ilustrasi sistem logis pembentukan kota dari blok-blok bangunan Illustration of the levels

B. Komponen morfologi Conzenian. M.G.R. Conzen memandang bahwa sangat perlu untuk memperhatikan empat komponen morfologi (Carmona et al. 2003: 61), antara lain : •

Guna lahan. Guna lahan (land uses) merupakan komponen pokok dalam pertumbuhan kawasan. Komponen ini dianggap sebagai generator sistem aktivitas (activity system) yang sangat menentukan pola dan arah pertumbuhan kawasan (Kaiser, 1995). Komponen ini memiliki tingkat temporalitas yang sangat tinggi dalam hal dapat literatur dengan mudah berubah, terutama dikaitkan dengan nilai ekonomi yang dimilikinya. Guna lahan sangat mempengaruhi perwujudan fisik kawasan, terutama dalam menentukan pengembangan kawasan terbangun dan tidak terbangun. Beberapa penelitian dan literatur menjelaskan bagaimana tingkat pencampuran (mixture) guna lahan sangat mempengaruhi vitalitas 22

kawasan, nilai ekonomi dan beberapa komponen kualitas lingkungan lainnya (Choi dan Sayyar, 2012; Barton et al, 2003:194). •

Struktur bangunan. Komponen ini merupakan representasi dari typology dalam analisis morfologi dan dapat dibahas dalam dua aspek, antara lain penataan massa dan arsitektur bangunan. Penataan massa terkait dengan bagaimana bangunan tersebar di dalam tapak berikut kepadatan dan intensitasnya sementara arsitektur bangunan lebih perwujudan fisik ruang dan bangunan yang merepresentasikan budaya, sejarah dan kreatifitas suatu komunitas.



Pola plot. Komponen ini dapat dibahas dari aspek ukuran (dimensi) dan sebarannya. Ukuran plot akan mempengaruhi intensitas pemanfaatan lahannya sementara sebaran plot akan mempengaruhi pembentukan jaringan penghubung. Secara umum, pola plot ini sangat dipengaruhi oleh potensi alamiah terutama kontur dan kondisi geologi. Secara hukum, plot dibatasi oleh batas kepemilikan yang sangat mempengaruhi pola penguasaan, pemanfaatan dan pengelolaan ruang.



Jaringan jalan. Komponen ini merupakan fungsi derivatif dari guna lahan. Sebagai jalur penghubung, jaringan jalan sangat mempengaruhi efisiensi dan efektifitas fungsi kawasan. Jaringan jalan sebagai representasi dari ruang publik dianggap sebaga generator inti dari vitalitas kawasan sebagaiman dijelaskan dalam teori space syntax (Hillier dan Hanson, 1984; Hillier, 2007).

C. Komponen typo-morphology. Moudon menjelaskan bahwa pendekatan tipo-morfologi merupakan refleksi dari dialektik antara tipologi bangunan dengan morfologi kota. Tradisi dialektik ini menghendaki adanya analisis untuk menemukan kebenaran mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam perwujudan lingkungan bangunan secara horisontal (plan / morphology) dan vertikal (perwujudan desain arsitektural). Dengan demikian, pendekatan ini mempergunakan komponen-komponen yang dipergunakan dalam pendekatan tipologi dan morfologi. Dalam kajian kontemporer mengenai perkotaan, pendekatan ini dapat dipergunakan untuk menguraikan komponen place dengan memasukkan komponen baru yaitu persepsi mengenai makna. Carmona et al (2003: 89) menjelaskan konsep yang dipergunakan Kevin Lynch dalam menguraikan komponen place dengan mempergunakan tiga buah atribut, yaitu identitas, struktur dan makna. Ketiga atribut ini secara jelas mendefenisikan susunan ruang perkotaan dalam lima tipologi, yaitu district, path, landmark dan node (Zahnd, 1999). K ܴ  #ܴ

 ܴ edge, ǧƖܴ

#ܴ ܴܴ  ܴ

 ܴ  ܴ ܴ 2 ܴ

ܴܴ0

 ܴ C  ܴܴ     "ܴ ܴ ܴܴ'  2ܴ 1 -ܴ{5-ܴ  ܴ # ܴ ܴ  ܴ ܴ   ܴ ܴ  ܴ

[ܴ   Ÿܴ Ō C  'ܴ  ܴ ܴ  ܴ ܴ# ܴܴ  ܴ

ܴ ܴ ܴ 2ܴ<# ·ܴ ܴ ܴ M ܴ  ܴܴ 'M  ܴ   2ܴ 1 -ܴ 75-ܴ

ܴ # ܴ !ܴ M   "ܴ ƒ ܴ #ܴ   ܴ   "ܴ ܴܴ

Gambar di sebelah memperlihatkan bagaimana secara kognitif, pengguna ruang mampu men-struktur-kan kawasan perkotaan yang dengan jelas merepresentasikan morfologi kawasan. Peta mental yang dibentuk dari proses berpikir (kognisi) menangkap komponen-komponen arsitektur kota (tipologi) seperti desain bangunan, taman, pola jalan, dan lain sebagainya dan merangkainya sedemikian rupa

' 2ܴ   ܴ # ‘ܴ

untuk

Œ ܴ ܴ  ܴ ‫ ܴۻ‬1 --ܴ ܴ 5÷ܴ   ܴ  ܴ ܴ  ܴ S ܴ 1 -фܴ  ܴ ْ2ܴ

menjelaskan

pola

keterhubungan

antara

komponen-komponen

tersebut dalam bentuk morfologi kawasan.

ܴ  ܴ 1    ܴ  ܴ   ܴ 1 --ܴ  ܴ ܴ#5ܴ 1 -ܴa5-ܴ

ܴ ܴ  ܴ  ܴ ܴ  ܴ# ܴܴ  "ܴ ܴ "ܴ , ܴ   ܴ <#ƯŒ ܴ  ܴ #ܴ   ܴ ܴ  "ܴ  ܴ ܴܴ

†  ܴ ܴ ܴ ܴ ܴ ? ܴ ܴ  M ܴ #  ܴ ܴ ܴ  -ܴ

 ܴ  ܴ ' ܴ   ܴ

 ܴ  ܴ  ܴ "ܴ ܴ  "ܴ  "ܴ ܴ ܴ   ܴ  ܴ  ܴ ܴ  2ܴ  "ܴܴ

ܴ  ܴ   ܴ  ܴ ܴ  ' ܴ 

ܴ ܴ ܴ  ܴ  "ܴ  ܴ ܴ ܴ  -ܴ Oܴ # ܴ ܴ ܴŒ ܴܴ   ܴ ܴ# "ܴ  ܴܴ

*)1r&SŴ ā é  Θ

Gambar 4. Komponen citra kawasan sebagai representasi morfologi kota Sumber : Carmona et al (2003) 0“  Θ  ! Θ“Θ # H Á ΘÂ Θ  #Θ Á+Θ9 +Θ 9 Θ NΘÁ  Θ“Θ ΘHΘÁ Â ‰Θ [!Θ 9  Θ 9 ΘHΘ f   Θ Á ΘTÂ Θ  !Θ“ ΘHΘ f  ΘP Á!Θ  Θ[Θ O RΘ jÂÁÁ +_Θ0 “Á RΘ Θ lZNΘ 7 “ E Θ +  Θ Θ F# Θ7  Θ ` ÁÚΘ O# RΘ n DDdƤ ‰Θ. 8B*Θ

Ĥ

ܴ    "ܴ ,Œܴ ܴ   ܴ  # ܴ ̀ Θ  ܴ ˴ܴ # ܴ   "ܴ ܴ ܴ $# ܴܴ ܴ Œܴ ܴ  ܴ  ܴ ܴ# M # ܴ ܴ   ܴ 1h# ܴ‹ H E ܴ5-ܴ $"Ⱦ y [Ⱦ |  ܴ ܴ  ܴ  ܴܴ ܴ  ܴ ܴ# ܴܴ 

 ܴ ܴ ܴ ܴ ܴܴ #  ܴ  

ܴ  ܴ ܴ  ܴ  'ܴ ܴ #ܴ 1 --ܴ  "ܴ   ܴ #"ܴ  ɪܴ ܴ

MORFOLOGI DAN PERTUMBUHAN KOTA Pertumbuhan kota dapat dipahami dengan melakukan pengamatan pada komponenkomponen morfologi, baik dengan mempergunakan pendekatan Conzenian maupun tipomorfologi. Secara fungsional dan ekonomi, pertumbuhan kawasan dipengaruhi oleh guna lahan, bangunan, plot dan jaringan jalan. Kawasan perkotaan terbetuk dari sistem aktivitas yang secara kompleks dihubungkan oleh jaringan pergerakan. Interaksi antara kedua sistem ini, sistem aktivitas dan sistem pergerakan, membuat kawasan perkotaan memiliki nilai ekonomi atau nilai properti yang distribusinya sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisik alamiah dan keterdukungan kedua sistem tersebut. Conzenian memandang pertumbuhan kota dapat diamati secara geografis dibantu oleh ilmu peta (kartografi). Dengan mempergunakan peta, sebaran potensi fisik alamiah dan buatan dapat dengan mudah diobservasi dan dianalisis. Guna lahan, kepadatan bangunan, ukuran dan penguasaan lahan serta jaringan jalan dapat dipetakan dan dijelaskan secara logis hubungannya satu sama lain. Sama halnya dengan pendekatan Conzenian, pendekatan tipo-morfologi juga berkembang dengan adanya ilmu dan teknik pemetaan. Dalam pendekatan ini, arsitektur kota dipandang sebagai satu kesatuan dengan komponen-komponen teknis (firmness), komponen fungsional (commodity) dan estetika (delight). Konsep yang dahulu diperkenalkan oleh Vitruvius ini (Adams dan Tiesdell, 2013) masih dipandang relevan untuk menanggapi kompleksitas pemasalahan perkotaan dimana secara geografis, aspek-aspek fisik perkotaan harus dapat diparalelkan dengan aspek-aspek kognitif penghuninya. Dalam pendekatan tipo-morfologi, pertumbuhan kota harus dapat dikendalikan sedemikian rupa agar pemahaman (kognisi) penghuni akan identitas, struktur dan makna ruang dapat seimbang dengan pertumbuhan motor penggerak ekonomi dan aktivitas perkotaan. Dewasa

ini teah berkembang beberapa teori kontemporer yang berusaha menjelaskan

bagaimana ruang secara geografis dapat bertumbuh dan mempengaruhi (atau dipengaruhi) oleh perilaku penghuninya. Para environmentalis mempergunakan iklim mikro (micro climate) sebagai salah satu parameter perubahan dan pertumbuhan kota yang diyakini mempengaruhi kognisi dan aktivitas penghuninya, selain juga mempengaruhi keberlanjutan (sustainability) lingkungan. Morfologi kota mempengaruhi iklim mikro dengan beberapa cara (Carmona et al. 2003: 185), antara lain: •

Konfigurasi ruang, yang akan mempengaruhi efisiensi energi, terutama energi pergerakan dan polusi.



Keterbukaan terhadap cahaya matahari dan pengendalian angin melalui penataan massa bangunan.



Pengendalian kebisingan dan polusi.



Pengendalian suhu udara, dimana fenomena urban heat island telah menjadi isu global di kawasan perkotaan.

South-facing sunny seating adds value to a place

Evergreen trees obstruct solar access

proposals that: 3.4.5 waste • Use deciduous trees to provide shade in summer and allow for sun Do more with less to filter through in winter; This is intensified by tall freestanding buildings, How to do more with less is the basic issu creating•eddiesAvoid that also result in building heat loss excessive overshadowing of buildings, earthwo we live. But lesswhether what? Hereby we’re interest (adapted from Gehl, 1987) less water and fewer materials so that we vegetation or walls, by placing trees away from southerly elevatio environment. Designs can be made more in particular; 1 Landscape – minimising the use of w • Provide shelter from uncomfortable cold draughts that also contr 2 Infrastructure – reducing the dema to building heat loss, particularly cold northerly winds and strong infrastructure needed. Reducing the buil prevailing winds from the west and incorporating gassouth-west, main sizes and by using rainwater on si drainage pipes. hedges and trees as windbreaks.

3 The buildings – minimising deman • space and water heating (eg. insulat • electricity / fuel; Plant with the sun in mind • water; When selecting trees, consider their full mature height. Check that tree • construction materials.

Building form can also affect the quality of public space by channelling wind along streets . . .

to buildings will not grow to block out sunlight or overshadow solar pan Consider reed beds (or indeed cause problems to foundations).

If there is sufficient land available, consid infrastructure by using reed bed filtratio run-off. These can form attractive landsc approximate land requirement is 1-2 m2 p

Photovoltaic panel

Smaller deciduous trees enable greater solar gain

Brandon Groves, South Ockenden, Essex: Landscaping to create place Location Former hospital site on the ofnot the town adjacent Waste not,edge want

. . . or creating vortexes in plazas in front of tall buildings (from Lang, 1994)

to the green belt. Waste may be considered simply as wha

to maximise solar gain should not need radical ways of reusing resources within the site GambarPlanting 5. Ilustasi pertimbangan iklim mikro dalam rancang kota Countryside Properties Developer changes. Indeed, planting in a typical 19th century block organic materials through to re-using bu Sumbercan : Leang (2000) be easily adapted to optimise solar potential. Site Area 24.1 Hectares (11.62 ha net) Re-use of excavated material o rainwater.

consumption of transporting off site. Us 59.4 units per ha (net) reduce site construction waste. Recycling The redevelopment of a former hospital site providing that need centralised processi Aspek perkotaan lain yang juga masih terkait kelestarian dan kesehatan alam materials adalah energi. 690 units including mixed housing, community hall Think CHP Morfologi kota mempengaruhi efisiensi energi dalam beberapa cara (Leang, 2000) antara lain : and school It may be possible to add new infrastruc Details oleh penataan Brandon Groves isexample, anmeliputi example of howareas design quality • Pemanfaatan energi surya yang sangat dipengaruhi bangunan arah in compact where the pac demand are right, it may be cost effectiv raise values. By situating the new development withi hadap bangunan, ketinggian bangunan dan topografi. Power) plant or District Heating System. mature landscape, perceptions this area onmarket gas or other fuels. Theof ‘waste’ heat loc the • Pemanfaatan dan pengolahan air bersih dan air tanah yangadjacent sangat dipengaruhi oleh space“estate” and domestic hot water to low grade housing, have heating. been completely turned around. From the outset the devel potensi alamiah kawasan perkotaan dan 52 daya dukung lingkungan. took advantage of the assets the place had to offer.

Density Project



Pengendalian angin yang sangat dipengaruhi oleh penataan blok bangunan.



Efisiensi dalam sistem infrastruktur, baik terkait sistem pergerakan, pengelolaan The key lesson to be learntsampah, is a strategic one. The site is

adjacent to the greenbelt, but the area reserved as gre land was of lesser landscape and ecological value than Pendekatan lain yang merupakan Housing is focussed on a central open space bagian and works dari perkembangan ilmu morfologi adalah teori space areas within the site not designated for conservation. with the existing landscape syntax (Hillier dan Hanson, 1984; Hillier 2007; Carmona et al, 2003:171). Teori ininegotiations memberiwith the local au Following constructive it was therefore agreedpergerakan to absorb the landscape open penjelasan logis terhadap konfigurasi ruang dalam kaitannya dengan perilaku component into the centre of the scheme, whilst allow manusia. Pendekatan ini menganggap konfigurasi ruang sebagai akar atau generator some development of the greenbelt. By engaging in th pertumbuhan kawasan yang secara logis berkaitan dengan persepsi dan perilaku serta ‘greenbelt swap’ apenghuni more cohesive urban edge has resu with high qualtiy landscaping at the berimplikasi pada beberapa aspek ekonomi ruang kota seperti nilai guna lahan. Dalam kajianheart of the sche trust run by the local community was set up to ensure perkotaan kontemporer, penelitian konfigurasi ruang dengan mempergunakan pendekatan space standards of maintenance.

dan lain sebagainya.

syntax diarahkan untuk membangun konsep yang kuat dalam menggabungkan kawasan lama (historic district) dengan kawasan baru (Karimi, 2000). Susunan ruang dianggap sebagai bentuk urban design compendium

warisan budaya yang mengalami perkembangan dalam jangka waktu yang lama. Dalam hal ini, budaya tidak dianggap sebagai artefak yang mati (Hillier, 2007:30), tetapi sebagai unsur organik yang harus dijaga integritasnya dengan lingkungan yang baru agar tujuan fungsional, sosial budaya dan lingkungan dalam pembentukan kawasan perkotaan dapat tercapai.

YOF,ONDON

Gambar 6. Ilustasi penggunaan pendekatan space syntax dalam mengeksplorasi moroflogi 3PACEISTHEMACHINE\"ILL(ILLIER 3PACE3YNTAX kota Sumber : Hillier (2007)

.ONnDISCURSIVEREGULARITIES

REFERENSI Adams dan Tiesdell. 2013. Shaping places. Routledge, Taylor and Francis Group. Barton et al. 2003. Shaping neighborhoods. Spon Press. Cataldi. 2003. From Muratori to Caniggia: the origins and development of the Italian School of design typology. Urban Morphlogy (2003) 7(1), 19-34. Choi dan Sayyar. 2012. Urban diversity and pedestrian behaviour. Proceedings: 8th International Space Syntax Symposium. Hedman dan Jaszewski. 1998. Fundamentals of urban design. Planner Press Hillier B, Hanson J. 1984. The social logic of space. Cambridge University Press. Hillier B. 2007. Space is the machine. Space Syntax Publisher Kaiser et al. 1995. Urban land use planning. University of Ilinois Press. Karimi. 2000. Urban conservation and spatial transformation: preserving the fragments or maintaining the spatial spirit. Urban Design International (2000) 5, 221-231. Leang. 2000. Urban design compendium. English Partnership and The Housing Copporation. Marshall. 2005. Streets and patterns. Spon Press. Moudon. 1997. Urban morphology as an emerging interdiciplinary field. Urban Morphology (1997) 1, 3-10. Zahnd. 1999. Perancangan kota secara terpadu. Penerbit Kanisius.