1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH DI

Download Seringkali penyakit yang berat hanya diawali dengan gejala yang ringan, sehingga ... dapat menentukan dosis yang tepat serta dapat dipublik...

0 downloads 299 Views 247KB Size
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di jaman yang sudah sangat maju ini, semakin banyak orang sibuk dan fokus pada pekerjaannya sehingga seringkali mengabaikan kesehatannya. Padahal semakin hari, serangan dan jenis penyakit pada manusia itu semakin bervariatif. Seringkali penyakit yang berat hanya diawali dengan gejala yang ringan, sehingga masyarakat pun kurang memperhatikannya, salah satu contohnya adalah penyakit imun. Salah satu contoh penyakit imun adalah penyakit lupus. Penyakit lupus adalah penyakit yang taraf mematikannya setara dengan kanker. Lupus adalah penyakit autoimun yang melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat (Mansjoer, 2001). “Penyakit ini dapat mengenai semua lapisan masyarakat, 1-5 orang di antara 100.000 penduduk, bersifat genetik, dapat diturunkan. Wanita lebih sering 6-10 kali daripada pria, terutama pada usia 15-40 tahun. Bangsa Afrika dan Asia lebih rentan dibandingkan kulit putih. Dan tentu saja, keluarga Odapus. Timbulnya penyakit ini karena adanya faktor kepekaan dan faktor pencetus yaitu adanya infeksi, pemakaian obat-obatan, terkena paparan sinar matahari, pemakaian pil KB, dan stres,” (Dr. Rahmat Gunadi). Penyakit ini justru kebanyakaan diderita wanita usia produktif sampai usia 50 tahun sekalipun ada juga pria yang mengalaminya. Oleh karena itu diduga penyakit ini berhubungan dengan hormon estrogen.

1

2

Mengkudu (M. citrifolia L.) merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Buah mengkudu banyak mengandung protein, polisakarida, skopoletin, asam askorbat, prokseronin dan prokseroninase (Sjabana dan Bahalwan, 2002). Dilaporkan oleh Furuzawa, et al.(2003) senyawa polisakarida dalam jus buah mengkudu mempunyai potensial sebagai profilaktik maupun terapetik sebagai imunomodulator terhadap sistem tumor sarcoma 180. Imunomodulator adalah suatu senyawa yang dapat mempengaruhi sistem imun humoral maupun seluler. Ada 2 tipe imunomodulator, yaitu imnostimulator (meningkatkan sistem imun) dan imunosupresor (menekan sistem imun). B. Perumusan Masalah Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah buah mengkudu bisa berperan sebagai imunosupresor dalam terapi kepada Odapus (penderita penyakit lupus) ? 2. Berapa dosis yang diperlukan agar buah mengkudu aktif sebagai immunosupresor ? C. Kegunaan Penelitian Dari penelitian ini diharapkan diperoleh informasi dan bukti ilmiah mengenai kemampuan buah mengkudu sebagai immunosupresor pada Odapus dan dapat menentukan dosis yang tepat serta dapat dipublikasikan dalam bentuk jurnal ilmiah.

3

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Menemukan dan menentukan dosis ekstrak etanolik buah mengkudu yang berefek immunosupresan. 2. Tujuan Khusus : a. Memberikan informasi kepada masyarakat di Indonesia mengenai penyakit lupus serta cara pengobatannya. b. Meningkatkan harga jual mengkudu di tingkat petani.

E. Tinjauan Pustaka 1. Imunitas Imunitas atau

kekebalan

adalah

sistem

mekanisme

pada

organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengindentifikasi dan membunuh pathogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit. Serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organism yang sehat dari jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Pertahanan imun terdiri atas sistem imun alamiah atau non spesifik (innate/native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired). Disebut non spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Imunitas spesifik timbul lebih lambat. (Baratawidjaja, 2006)

4

Sistem imun terdiri atas pelaksana, yaitu lekosit yang terdiri dari limfosit-T/B (sel-T4/T8), NKcells, memory cells, dan granulosit (sel neutrofil, eosinofil, dan basofil). Selain pelaksana, sistem imun juga didukung bahan-bahan yang disekresi, yaitu cytokine: monokin dan limfokin (interferon, interleukin, dan Tumor Necrosis Factor). Dalam darah perifer terdapat tiga kelompok sel darah putih, yaitu limfosit, granulosit, dan fagosit. Limfosit T mengalami maturasi dalam timus, dan dibedakan menjadi sel T-helper yang mengenali antigen, sel T-supresor yang mengatur, dan sel T-sitotoksik yang langsung memusnahkan zat asing. Selain itu, Natural Killer-Cells yang termasuk kelompok limfosit granuler besar dapat melarutkan zat asing tanpa antibodi atau pengenalan antigen. Sedangkan LAK (Lymphokin Activated Killercells) adalah NKcells yang diaktivasi invitro. Limfosit B mengalami maturasi pada bursa fabrisius sel B mengalami maturasi menjadi sel plasma, atau sel B memori dibawah pengaruh makrofag. Antibodi yang disintesa dan dilepaskan dibagi menjadi 5 tipe antibodi atau immunoglobulin, yaitu tipe IgA, IgD, IgE, IgG, dan IgM, yang masing-masing mempunyai sifat spesifik tersendiri. Granulosit adalah leukosit dengan granula dan polinuklear. Dikenal 3 kelompok granulosit, yaitu sel neutrofil, basofil, dan eosinofil, yang juga disebut makrofag. Defisiensi sistem imun

merupakan penyebab utama menurunnya

pertahanan tubuh terhadap antigen. Defisiensi sistem imun dapat disebabkan karena infeksi virus, hipersensitivitas, mutasi genetic pada sistem imun, faktor psikologis dan usia. Respon imun yang terlalu aktif menyebabkan disfungsi

5

imun yang disebut autoimunitas. Sistem imun gagal untuk memusnahkan dengan tepat antara diri sendiri dan orang lain yang menyerang dari bagian tubuh. Gangguan pada sistem imun meliputi gangguan limfosit B dan T, gangguan makrofag (inflamasi), gangguan sistem komplemen, maupun gangguan imunitas sistemik. 2. Lupus Lupus dapat didefinisikan sebagai sebuah penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga menyebabkan peradangan pada tulang sendi, otot, kulit dan jaringan penghubung lainnya dan organ (Hartawan, 2007). Lupus menyebabkan sistem kekebalan memproduksi antibodi-antibodi yang menyerang sel-sel dan jaringan-jaringan yang berasal dari dalam tubuh kita sendiri. Penderita penyakit ini memiliki gejala-gejala umum : a. Kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari serta timbulnya gangguan pencernaan. b. Sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan, demam dan pegal-pegal. Gejala ini terutama terjadi pada masa aktif, sedangkan pada masa nonaktif menghilang. c. Pada kulit, potensi 90% akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu-kupu. Namun ruam merah menyerupai cakram bisa muncul di kulit seluruh tubuh menonjol dan kadang-kadang bersisik. d. Anemia yang diakibatkan oleh sel-sel darah merah yang dihancurkan oleh penyakit lupus ini. e. Rambut yang sering rontok.

6

f. Demam diatas 38 derajat celcius tanpa sebab yang jelas dan terjadi secara berulang. g. Penurunan berat badan (berat badan turun drastis > 10 kg dalam 2 minggu). Pembengkakan kelenjar (biasanya sering terjadi pada kaki, tangan menjadi bengkak membesar) h. Hematuria (Hariadi&Hoediyanto, 2007). Pada kehamilan dari perempuan yang menderita lupus, sering diduga berkaitan

dengan

kehamilan

yang

menyebabkan

abortus,

gangguan

perkembangan janin atau pun bayi meninggal saat lahir. Tetapi hal yang berkebalikan juga mungkin atau bahkan memperburuk gejala lupus. Sering dijumpai gejala Lupus muncul sewaktu hamil atau setelah melahirkan. Tubuh memiliki kekebalan untuk menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat. Namun, dalam penyakit ini kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat. Penyakit Lupus diduga berkaitan dengan sistem imunologi yang berlebih. Dalam tubuh seseorang terdapat antibodi yang berfungsi menyerang sumber penyakit yang akan masuk dalam tubuh. Uniknya, penyakit Lupus ini antibodi yang terbentuk dalam tubuh muncul berlebihan. Hasilnya, antibodi justru menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat. Kelainan ini disebut autoimunitas. Antibodi yang berlebihan ini, bisa masuk ke seluruh jaringan dengan dua cara yaitu : Antibodi ini bisa langsung menyerang jaringan sel tubuh, seperti pada sel-sel darah merah yang menyebabkan selnya akan hancur. Inilah yang mengakibatkan penderitanya kekurangan sel darah merah atau anemia.

7

Antibodi bisa bergabung dengan antigen (zat perangsang pembentukan antibodi), membentuk ikatan yang disebut kompleks imun. Gabungan antibodi dan antigen mengalir bersama darah, sampai tersangkut di pembuluh darah kapiler akan menimbulkan peradangan. Dalam keadaan normal, kompleks ini akan dibatasi oleh sel-sel radang (fagosit) Tetapi, dalam keadaan abnormal, kompleks ini tidak dapat dibatasi dengan baik. Malah sel-sel radang tadi bertambah banyak sambil mengeluarkan enzim, yang menimbulkan peradangan di sekitar kompleks. Hasilnya, proses peradangan akan berkepanjangan dan akan merusak organ tubuh dan mengganggu fungsinya. Selanjutnya, hal ini akan terlihat sebagai gejala penyakit. Kalau hal ini terjadi, maka dalam jangka panjang fungsi organ tubuh akan terganggu. 3. Mengkudu

Gambar 1. Morfologi buah mengkudu

Mengkudu (Morinda citrofolia L.) merupakan tanaman obat yang cukup dikenal oleh masyarakat di Indonesia. Dulunya buah mengkudu hampir tidak pernah diperhatikan, bahkan disingkirkan karena bau buahnya yang menyengat hidung. Banyak orang sinis memandangnya. Namun akhir-akhir ini menjadi

8

lain ceritanya. Terlebih setelah diketahui manfaat dan khasiatnya, banyak orang semakin peduli terhadap tanaman ini. Tanaman ini tergolong tumbuhan yang serbaguna. Bagian tanaman ini yang paling penting adalah daun dan buahnya. Buah mengkudu mengandung skopoletin, rutin, polisakarida, asam askorbat, β- karoten, 1-arginin, proxironin, dan proxeroninase, iridoid asperolusid, iridoid antrakinon, asam lemak, kalsium, vitamin B, asam amino, glikosida, dan juga glukosa (Sjabana dan Bahalwan, 2002; Wijayakusuma dan Dalimartha, 1995). Selain itu juga dikandung senyawa-senyawa seperti, morindon, rubiadin, dan flavonoid (Bangun dan Sarwono,2002). Buah mengkudu bersifat astrigen. Berkhasiat untuk menghilangkan lembab, meningkatkan kekuatan tulang, peluruh kencing (diuretic), peluruh haid, pembersih darah, meningkatkan daya tahan tubuh, antikanker, pembasmi cacing, pereda batuk, pereda demam, antiradang, antibakteri, antiseptik, dan pelembut kulit. Khasiat lain yang telah terbukti secara empiris, diantaranya buah mengkudu cukup mujarab untuk mengatasi hipertensi, diabetes mellitus, kolesterol, memperbaiki kinerja ginjal, dan mengurangi gejala alergi. (Depkes, 1985) Buah mengkudu mengandung zat bioaktif yang dinamakan Iridoid. Sebenarnya, banyak buah lainnya yang juga mempunyai zat-zat bioaktif yang juga mempunyai efek yang sangat bagus bagi tubuh. Tetapi, kebanyakan buah mengandung flavanoid dan polyphenol. Zat ini memang sangat berguna bagi kesehatan tubuh. Tetapi, zat-zat bioaktif ini tidak stabil, sehingga, saat proses

9

pemetikan, pasteurisasi dan pengolahan, zat ini mengalami perubahan dan menyebabkan khasiatnya turun, tidak sama dengan khasiat ashlinya. Iridoid ini cenderung lebih stabil dan hanya mengalami perubahan yang sangat kecil sekali saat buah mengkudu diproses. Fungsi zat ini dalam memerangi lupus adalah sebagai berikut, Iridoid akan menekan perkembangan antibodi sampai normal. Sel-sel baik yang dirusak antibodi akan diperbaiki. Iridoid memperbaiki sel antibodinya agar tidak ganas dan merusak. 4. Hematologi Hematologi adalah spesialisasi medis yang berkenaan dengan studi mengenai darah, jaringan yang menghasilkan darah, dan kelainan, penyakit, dan gangguan yang berkaitan dengan darah (Anonim, 2014). Perubahan hematologi dan kimia darah baik secara kualitatif dan kantitatif dapat menentukan kondisi hewan. Sel dan plasma darah memiliki peran fisiologis yang penting dalam diagnosis, prognosis, dan terapi suatu penyakit. Pengukuran hematologi dalam hewan meliputi pengukuran kadar eritrosit, leukosit, hemoglobin, dan hematokrit. 4.1. Eritrosit Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen sel yang terdapat dalam darah, fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut hemoglobin yang akan membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan (Evans dan Guyton, 1995). Eritrosit merupakan suatu sel yang kompleks, membrannya terdiri dari lipid dan protein. Jumlah eritrosit pada mencit normal menurut Andrew (2013) berkisar antara (7.0-10.1) x 106 /mm3. Jumlah

10

eritrosit sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kondisi tubuh, variasi harian dan keaadan psikis dari hewan / tingkat stres hewan. Semakin aktif hewan, kadar eritrositnya akan semakin tinggi. Karena hewan yang aktif ini akan membutuhkan banyak oksigen. 4.2. Leukosit Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit, monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan (Guyton dkk., 1983) Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis dan menembus kedalam jaringan penyambung (Effendi, 2003). Jumlah leukosit normal pada mencit adalah sejumlah 6,0-12,6.10³ / mm³ (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). 4.3. Hemoglobin Menurut Watson dkk (2002), eritrosit tidak memiliki nukleus, tetapi berisi suatu protein khusus yang disebut hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu pigmen berwarna kuning, tetapi efek keseluruhan hemoglobin adalah membuat darah berwarna merah. Hemoglobin erat kaitannya terhadap pengikatan oksigen. Ketika sel darah merah melewati paru-paru, hemoglobin akan mengikat oksigen dari udara dan warnanya menjadi merah cerah. Ketika sel darah merah melewati jaringan, oksigen dilepas dari darah dan hemoglobin

11

menjadi keruh, sehingga warna darah menjadi merah keungguan. Jumlah hemoglobin normal yang ada di dalam darah adalah 13-16 gr/100 mL. (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). 4.4. Limfosit Limfosit memiliki nucleus besar bulat dengan menempati sebagian besar sel limfosit berkembang dalam jaringan limfe. Ukuran bervariasi dari 7 sampai dengan 15 mikron. Banyaknya 20-25% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri masuk ke dalam jaringan tubuh. Limfosit ada 2 macam, yaitu limfosit T dan limfosit B (Handayani dan Haribowo, 2008) . Sistem imun tubuh terdiri atas dua komponen utama, yaitu limfosit B dan limfosit T. Sel B bertanggung jawab atas sintesis antibodi humoral yang bersirkulasi yang dikenal dengan nama imunoglobulin. Sel T terlibat dalam berbagai proses imunologik yang diperantarai oleh sel. Imunoglobulin plasma merupakan imunoglobulin yang disintesis di dalam sel plasma. Sel plasma merupakan sel khusus turunan sel B yang menyintesis dan menyekresikan imonoglo-bulin ke dalam plasma sebagai respon terhadap pajanan berbagai macam antigen (Whitfield dkk., 2003). Semua sel darah (limfosit, granulosit, eritrosit dan megakariosit) berasal dari sejenis sel (stem cell) dalam sumsum tulang. Sebagian dari sel-sel limfosit yang baru terbentuk dari "stem cells" akan mengalir menuju kelenjar thymus. Dalam thymus sel-sel limfosit ini akan mengalami semacam proses pematangan menjadi sel limfosit yang nantinya akan berfungsi dalam reaksi imunitas seluler (cellular immunity). Sel limfosit yang telah diproses dalam

12

kelenjar thymus ini dinamakan sel limfosit T. Sel limfosit yang tidak mengalami proses pematangan dalam kelenjar thymus, mengalami proses pematangan dalam sumsum tulang dan mungkin dalam kelenjar getah bening. Sel-sel yang disebut terakhir ini setelah mengalami proses pematangan akan mempunyai kemampuan untuk membentuk antibodi dalam reaksi imunitas. Sel ini dinamakan sel limfosit B. Sel limfosit T dan limfosit B yang baru terbentuk akan mengalir dalam pembuluh darah dan pembuluh limfe (Effendi, 2003) Limfosit merupakan komponen yang beradaptasi dengan sistem imun. Sebagian besar dari sel limfosit (T dan B) akan masuk ke dalam kelenjar getah bening dan menetap sementara di dalamnya, sedang sebagian lain akan meninggalkan kelenjar getah bening dan masuk kembali dalam sirkulasi. Begitu masuk ke dalam kelenjar getah bening sel limfosit ini akan langsung menempati tempat-tempat yang telah ditentukan untuk masing-masing sel T dan sel B. Limfosit B akan masuk ke dalam folikel sedang limfosit T menempati daerah para - cortex dan medulla (Effendi, 2003). Jika ada antigen masuk ke dalam tubuh kita maka limfosit T juga akan bertransformasi menjadi imunoblast. Sedangkan pada limfosit B, rangsangan antigen menyebabkan transformasi sel yang akhirnya menghasilkan sel-sel plasma. Sel plasma inilah yang membentuk antibodi ("reaksi immunitas humoral"). Sel plasma yang merupakan produk akhir dari limfosit B tidak lagi memiliki imunoglobulin pada permukaan selnya. Sel-sel ini juga tidak

13

memiliki reseptor terhadap komplemen, namun sebaliknya ia memiliki imunoglobulin intraseluler (intracytoplasmic immunoglobulin). a. Limfosit T : Limfosit T merupakan ekspresi dari TCR (T-cell Receptor) yang memberikan antigen yang unik dan spesifik pada sel. Sel limfosit yang belum dewasa dikeluarkan dari sumsum sehingga mengalami perkembangan dan maturasi dalam timus. Sel limfosit CD4+ atau CD8+ yang telah dewasa meninggalkan timus dan menyebar ke jaringan peripheral limfoid, bagian tertentu lymph node paracortex, splenic periarteriolar lymphoid sheath atau daerah perrifolicular dari hubungan antara jaringan mukosa dan limfosit. Limfosit T memiliki kebutuhan untuk aktivasi. Antigen utuh secara umum tidak mampu merangsang sel T. Aktivasi sel T membutuhkan pengiriman sinyal intrasitoplasmik setelahnya: 1. Pengenalan peptide antigen dan residu MHC dari TCR 2. Interaksi seluruh APC dan sel T pada permukaan molekul yang lain 3. Melepaskan costimulatory cytokines APC yang mengikat reseptor cytokine pada sel T Limfosit T meninggalkan sumsum tulang dan berkembang lama, kemudian bermigrasi menuju ke timus. Setelah meninggalkan timus, sel-sel ini beredar dalam darah sampai mereka bertemu dengan antigen-antigen dimana mereka telah diprogram untuk mengenalinya. Setelah dirangsang oleh antigennya, sel-sel ini menghasilkan bahan-bahan kimia yang menghancurkan

14

mikroorganisme dan memberitahu sel-sel darah putih lainnya bahwa telah terjadi infeksi (Handayani dan Haribowo, 2008). b. Limfosit B : Limfosit B terbentuk di sumsum tulang lalu bersirkulasi dalam darah sampai menjumpai antigen dimana mereka telah deprogram untuk mengenalinya. Pada tahap ini, limfosit B mengalami pematangan lebih lanjut menjadi sel plasma serta menghasilkan antibody (Handayani dan Haribowo, 2008). Setiap antibodi bersifat spesifik untuk antigen tertentu. Hal ini disebabkan oleh struktur unik antibodi yang tersusun atas asam-asam amino pada bagian yang dapat berubah dari kedua rantai ringan dan berat. Susunan asam amino tersebut memiliki bentuk yang berbeda untuk setiap spesifisitas antigen (Guyton, 1983). 4.5. Neutrofil Neutrofil memiliki granula yang tidak bewarna, mempunyai inti sel yang terangkai, kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik halus atau granula, serta banyaknya sekitar 60 -70 % (Handayani dan Haribowo, 2008). Neutrofil merupakan leukosit darah perifer yang paling banyak. Sel ini memiliki masa hidup singkat, sekitar 10 jam dalam sirkulasi. Sekitar 50 % neutrofil dalam darah perifer menempel pada dinding pembuluh darah. Neutrofil memasuki jaringan dengan cara bermigrasi sebagai respon terhadap kemotaktik (Huldani, 2014). Neutrofil

pada

manusia

dan

hewan

menunjukkan

perbedaan

berdasarkan sintesis protein, ekspresi reseptor, metabolisme oksidatif, fungsi

15

dan pewarnaan sitokimia. Neutrofil yang cacat dapat dilihat dari jumlah maupun bentuknya. Bentuk maupun jumlahnya berpotensi untuk menjelaskan tingkat infeksi. Jumlah neutrofil pada mencit yaitu 0,3- 2,5 10³/ μl. Neutrofilia merupakan peningkatan jumlah neutrofil. Penurunan jumlah sel neutrofil di dalam sirkulasi (neutropenia) pada hewan domestik dapat terjadi karena adanya peningkatan destruksi sel neutrofil di dalam peredaran darah, peningkatan pengeluaran neutrofil ke dalam jaringan tanpa diimbangi oleh pemasukan ke dalam sirkulasi darah dan penurunan produksi sel neutrofil di sumsum tulang (Cockeran dkk., 2002). 4.6. Hematokrit Hematokrit adalah nilai dari perbandingan antara sel-sel darah dengan volume darah keseluruhan setelah dilakukan pemusingan dan dinyatakan dalam persen. Pada keadaan normal nilai hematokrit berkisar 39%-53% (Aboderin dan Oyetayo, 2006). Nilai hematokrit mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah eritrosit dan hemoglobin. Nilai hematokrit akan meningkat pada individu sejalan dengan meningkatnya sekresi hormon yang juga akan meningkatkan jumlah dan volume eritrosit. Meningkatnya jumlah hemoglobin akibat induksi senyawa asing juga akan meningkatkan nilai hematokrit (Astawan dkk., 2011). 4.7. Trombosit Trombosit merupakan bagian dari sel darah yang berfungsi membantu dalam proses pembekuan darah dan menjaga integritas vaskuler. Beberapa kelainan dalam morfologi trombosit antara lain giant platelet (trombosit besar)

16

dan platelet clumping (trombosit bergerombol). Nilai normal trombosit berkisar antara 150-400.10³/mm³ (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Trombosit yang tinggi disebut trombositosis dan sebagian orang biasanya tidak ada keluhan. Trombosit yang rendah disebut trombositopenia.

F. Landasan Teori Penyakit SLE (Sistemic Lupus Erythematosus) hingga saat ini adalah suatu penyakit yang masih belum diketahui obatnya yang bisa benar-benar berefek poten untuk menekan pertumbuhan antibodinya. Ketika antibodinya naik dengan tidak terkendali maka jumlah sel limfositnya akan menurun tajam. Penyakit Lupus diduga berkaitan dengan sistem imunologi yang berlebih. Dalam tubuh seseorang terdapat antibodi yang berfungsi menyerang sumber penyakit yang akan masuk dalam tubuh. Uniknya, penyakit Lupus ini antibodi yang terbentuk dalam tubuh muncul berlebihan. Hasilnya, antibodi justru menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat. Kelainan ini disebut autoimunitas. Pemilihan ekstrak etanolik buah mengkudu ini adalah berdasarkan kandungan senyawa aktif dalam buah mengkudu antara lain, golongan terpenoid dan flavonoid yang sifatnya bisa menjadi imunomodulator dalam sistem antibodi tubuh. Senyawa aktif ini bisa menjadi imunostimulator dan imunosupresor. Itu semua tergantung dari besarnya kadar yang digunakan. Dan senyawa aktif ini akan banyak tertarik ke dalam pelarut etanol 96%.

17

Ekstrak etanolik ini akan diuji aktifitas farmakologinya di dalam tubuh dengan melihat beberapa parameter seperti, jumlah sel limfosit, jumlah sel darah merah, sel darah putih, hemoglobin, hematocrit, trombosit, neutrofil. Uji aktifitas ini akan dilihat dengan metode histopatologi darah dan preparatif.. Senyawa penginduksi SLE yang digunakan adalah Pristane. Biasanya senyawa ini diberikan sebanyak 0.5 mL tiap ekornya dan waktu induksinya selama 6 bulan. Namun, pada penelitian ini, dosis pemberian Pristane ditingkatkan menjadi 1.0 mL tiap ekor mencit dan waktu induksinya selama 1 bulan. Karena dosis penginduksi ini ditingkatkan, maka perlu dilakukan uji hepatotoksik untuk melihat ada pengaruh atau tidak peningkatan senyawa Pristane ini di metabolism tubuh mencit terutama pada heparnya.

G. Hipotesis Diduga kandungan dalam ekstrak etanolik dari buah mengkudu ini bisa menjadi agen immunosupressor dalam kasus penyakit SLE sehingga bisa menjadi obat alami yang poten.