1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG JAGUNG

Download terutama pada varietas jagung yang rentan terhadap penyakit bulai. Penyakit bulai disebabkan oleh Peronosclerospora maydis. Tanaman jagung ...

0 downloads 445 Views 275KB Size
1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Jagung merupakan komoditas tanaman palawija utama di Indonesia yang banyak digunakan sebagai bahan baku pangan dan pakan (Sarasutha, 2002). Jagung digunakan pula untuk bahan baku minyak nabati (corn oil), gula rendah kalori, tepung jagung (maizena), makanan kecil, mie jagung, dan lain-lain. Pada masa yang akan datang jagung dibutuhkan pula sebagai salah satu bahan baku alternatif untuk industri biofuel (Anonim, 2012).

Daerah sentra produksi jagung di Indonesia masih berada di Jawa Timur yang menyumbang 40% dari produksi nasional, diikuti Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara, Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Gorontalo (Anonim., 2014). Salah satu kendala yang dihadapi dalam budidaya tanaman jagung adalah penyakit bulai. Penyakit bulai merupakan penyakit utama paling berbahaya di Indonesia, karena dapat menyebabkan kerusakan antara 90 - 100% atau puso terutama pada varietas jagung yang rentan terhadap penyakit bulai. Penyakit bulai disebabkan oleh Peronosclerospora maydis. Tanaman jagung yang terinfeksi patogen penyebab bulai dapat menimbulkan gejala sistemik (Semangun, 1993). Upaya pengendalian penyakit bulai perlu mendapat perhatian, penyebaran penyakit ini cepat karena sumber inokulumnya melimpah dan kondisi lingkungan yang mendukung sehingga risiko terjadinya epidemi penyakit cukup besar. Pengendalian penyakit bulai dapat dilakukan dengan penanaman varietas tahan,

2

mengusahakan waktu bebas tanaman jagung minimal dua minggu sampai satu bulan, eradikasi tanaman terinfeksi bulai dan penggunaan fungisida (Wakman et al., 2006). Organisme termasuk jamur patogen mempunyai kemampuan untuk mempertahankan diri pada keadaan yang buruk, termasuk paparan pestisida. Penyesuaian diri tersebut dapat menimbulkan strain tahan terhadap pestisida. Penyebab timbulnya strain tahan adalah pemakaian yang berulang-ulang dengan dosis subletal dari fungisida sistemik. Fungisida yang sering digunakan menjadi tekanan seleksi untuk populasi patogen (Georgopoulos, 1982). Penggunaan fungisida dengan bahan aktif metalaksil sebagai perlakuan benih pada jagung merupakan satu paket dalam penjualan benih pada tingkat petani. Hal ini karena benih jagung yang ditanam tanpa perlakuan benih dengan fungisida, maka kemungkinan besar akan terkena penyakit bulai (Talanca et al., 2011). Di Indonesia penggunaan fungisida berbahan aktif metalaksil telah berjalan lebih dari 20 tahun. Aplikasi fungisida secara terus menerus dalam waktu lama dapat menimbulkan terjadinya resistensi terhadap fungisida pada organisme pengganggu tanaman (OPT) (Burhanudin, 2009). Di Kediri (Jawa Timur) intensitas penyakit bulai cukup tinggi dan sudah tidak dapat diatasi dengan fungisida metalaksil. Pemberian dosis tertinggi yaitu 7,5 g/kg belum mampu menekan perkembangan penyakit bulai jagung. Intensitas penyakit bulai yang tinggi diduga karena terjadi peningkatan virulensi P. maydis pada beberapa varietas jagung dan kemunculan strain P. maydis yang tahan

3

metalaksil, sehingga metalaksil yang digunakan tidak dapat mengatasi perkembangan penyakit bulai (Soenartiningsih dan Talanca, 2010). Penyakit bulai di Indonesia yang telah diidentifikasi disebabkan oleh 3 spesies Peronosclerospora yaitu P. maydis, P. philippinensis dan P. sorghi. Spesies P. maydis ditemukan menyerang tanaman jagung di Jawa dan Kalimantan, P. sorghi ditemukan di Sumatera dan P. phillippinensis awalnya menyerang di Sulawesi, dan penyebarannya sudah teridentifikasi di 18 kabupaten atau propinsi di Indonesia (Wakman et al., 2006). Beberapa penelitian identifikasi morfologi yang telah dilakukan memperlihatkan bentuk konidium yang berbedabeda. Menurut Wakman dan Kontong (2003) bentuk konidium di Pemalang (Jawa Tengah) berbentuk bulat seperti yang dimiliki oleh spesies P. maydis dan konidium asal Sidrap (Sulawesi Selatan) berbentuk bulat lonjong seperti yang biasa ditemukan pada spesies P. philippinensis. Adanya perbedaan respon penyakit terhadap beberapa kultivar inang termasuk pada varietas tahan bulai yang berkembang saat ini diduga menimbulkan perubahan pada tingkat patotipe. Adanya perbedaan beberapa hasil penelitian pada identifikasi morfologi yang pernah dilakukan sehingga perlu dilakukan karakterisasi secara morfologi dan molekuler dari P. maydis (Hikmawati et al. 2011). Keragaman

populasi

Peronosclerospora

spp

telah

diidentifikasi

berdasarkan karakter morfologi dan patotipenya. Perbedaan patotipe ditandai dengan adanya perbedaan respon penyakit pada beberapa kultivar inang yang berbeda. Metode konvensional untuk mendeteksi perbedaan patotipe bulai yang

4

menyerang tanaman sereal tidak cukup akurat untuk digunakan di dalam mengkarakterisasi organisme parasit obligat seperti pada patogen tanaman karat dan bulai akibat adanya pengaruh perubahan lingkungan (Hikmawati et al., 2011). Kemajuan di bidang bioteknologi utamanya di bidang biologi molekuler menyebabkan variabilitas genetik suatu populasi dapat diamati pada tingkat protein dan DNA. Analisis DNA memiliki efisiensi dan keakuratan yang tinggi sehingga dapat membantu dalam identifikasi dan determinasi keragaman genetik Peronosclerospora spp. Menurut Albert et al., (2002), untuk identifikasi dan determinasi jamur yang lebih detail dapat menggunakan penciri DNA. Lefebvre et al. (2001) juga menjelaskan bahwa penanda molekuler dapat memberi gambaran hubungan kekerabatan yang akurat antarspesies, patotipe, maupun kerabat jauhnya, karena analisis DNA sebagai material genetik tidak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.

Penanda molekuler merupakan teknik yang efektif dalam analisis genetik dan telah diaplikasikan secara luas dalam program pemuliaan tanaman. Penanda molekuler Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) dihasilkan melalui proses amplifikasi DNA secara in vitro dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) yang dikembangkan oleh Williams et al., (1990). RAPD PCR telah digunakan secara luas untuk analisis variasi genetik pada bakteri, jamur, maupun tumbuhan. Metode ini juga digunakan untuk mengamati variabilitas antar mikroorganisme. Hasil penelitian Pollastro et al. (2000) berhasil menemukan variasi genetik jamur Phellinus sp. penyebab penyakit busuk putih pada anggur dari 5 spesies dengan menggunakan primer RAPD.

5

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui ketahanan P. maydis terhadap metalaksil pada dosis yang lebih tinggi (10 dan 20 kali dosis), karena seperti diketahui metalaksil sudah tidak dapat menekan penyakit bulai. Selanjutnya dilakukan identifikasi morfologi dan determinasi secara molekuler P. maydis dari lokasi yang menjadi endemik penyakit bulai kemudian dibandingkan dengan daerah yang nonendemik untuk melihat adanya perbedaan antara isolat yang tahan dan peka terhadap metalaksil. Dilanjutkan dengan karakterisasi secara genetik dengan RAPD PCR untuk menentukan keragaman genetik dan kekerabatan diantara beberapa patotipe patogen bulai dari lokasi yang berbeda. Penentuan lokasi berdasarkan pada tingkat atau intensitas serangan penyakit bulai disuatu daerah. Penggunaan metalaksil secara intensif menyebabkan kemunculan strain P. maydis yang tahan terhadap metalaksil. Kasus seperti ini telah dilaporkan terjadi di berbagai daerah sentra produksi jagung, seperti di Kabupaten Kediri Provinsi Jawa Timur. Intensitas serangan penyakit bulai di Kabupaten Kediri cukup tinggi dan sudah tidak dapat diatasi dengan penggunaan metalaksil, hal ini menyebabkan Kabupaten Kediri menjadi salah satu daerah endemik penyakit bulai jagung. Klaten

adalah daerah yang banyak membudidayakan tanaman jagung, penggunaan metalaksil dalam pengendalian penyakit bulai hampir sama dengan Kediri dan intensitas penyakit bulai relatif sama. Kalasan merupakan daerah nonendemik bulai jagung, hal ini dapat dilihat dari intensitas penyakit bulai yang tidak sebesar Kediri, sehingga dapat sebagai pembanding terhadap kedua isolat sebelumnya.

6

B. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui

ketahanan

Peronosclerospora

maydis

terhadap

fungisida

metalaksil. 2. Mengetahui karakteristik morfologi isolat Peronosclerospora maydis patogen penyebab bulai. 3. Mengetahui variasi genetik Peronosclerospora maydis yang tahan dan peka terhadap fungisida metalaksil.

C. Kegunaan Penelitian Memberikan informasi tentang ketahanan Peronosclerospora maydis terhadap metalaksil pada dosis tertinggi dan mengetahui perbedaan P. maydis yang tahan dan peka terhadap fungisida metalaksil secara molekuler