I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme sebagai pemicu terjadinya demineralisasi jaringan keras gigi (Giacaman, dkk., 2015). Karies merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan oleh interaksi dari beberapa faktor yaitu faktor waktu, substrat, bakteri, dan penjamu (Higham, 2010). Karies gigi dapat terjadi pada semua penduduk Indonesia maupun dunia tanpa memandang golongan usia (Utami, 2013). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 di Indonesia, prevalensi nasional karies aktif adalah 43,4% dan indeks DMF-T nasional adalah 4.85. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan sebanyak 89% anak-anak di bawah usia 12 tahun mengalami karies gigi. Hasil survey menunjukkan bahwa karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang masih dominan di Indonesia (Setyorini, dkk., 2011). Bakteri merupakan salah satu yang berperan penting dalam terjadinya karies gigi. Bakteri di dalam rongga mulut yang paling dominan dan utama sebagai penyebab timbulnya karies gigi adalah Streptococcus mutans (Higham, 2010). Streptococcus mutans merupakan salah satu bakteri yang terkait dengan karies, khususnya yang terjadi di permukaan halus dan fisur (Walton dan Torabinejad, 2008). Pada dinding sel bakteri S. mutans terdapat enzim glukosiltransferase (GTF) yang berfungsi mengatalis pembentukan glukan dari sukrosa (Ho, dkk., 2007). Glukan dapat memodifikasi porositas biofilm pada permukaan gigi, sehingga meningkatkan ketersediaan nutrisi sebagai bahan
1
2
metabolisme bakteri (Smith, dkk., 2015). Enzim GTF berperan penting dalam kolonisasi bakteri rongga mulut yang berpotensial timbulnya karies gigi (Haltiwanger, 2016). Penghambatan enzim GTF adalah salah satu upaya pencegahan karies gigi yang disebabkan oleh adanya plak gigi (Koo, dkk., 2010). Streptococcus mutans terdiri dari komponen utama yaitu acidogenic. Kandungan acidogenic dapat memfermentasikan karbohidrat termasuk sukrosa dan menghasilkan asam laktat sebagai hasil produk. Akumulasi asam laktat didalam plak dapat menyebabkan penurunan pH dalam waktu 1-3 menit sampai pH di dalam plak sekitar 4,5-5,0 (Setyorini, dkk., 2011). Setelah 30-60 menit pH akan kembali normal sekitar 7. Penurunan pH pada gigi yang rendah secara terus menerus akan memicu demineralisasi enamel yang merupakan proses awal timbulnya kerusakan pada gigi (Idone, dkk., 2003). Penggunaan antibakteri hingga kini masih menjadi pilihan dalam mencegah berbagai penyakit gigi termasuk karies, salah satunya yang sering digunakan saat ini adalah antibakteri yang berasal dari produk tanaman (Singh, dkk., 2007). Industri kacang tanah (Arachis hypogea) di Indonesia banyak sekali menghasilkan produk olahan. Limbah dari industri kacang tanah ini berupa kulit kacang yang sebagian besar belum dimanfaatkan (Mulyadi, dkk., 2012). Menurut Pertiwi dkk. (2012) pemanfaatan kacang tanah saat ini hanya sebatas memanfaatkan bijinya saja, sedangkan kulit kacang tanah baru dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Kulit kacang tanah mengandung senyawa fenolik yang dapat diperoleh melalui proses ekstraksi kulit kacang (Mulyadi dkk., 2012). Selain di dalam kulit kacang tanah, sejumlah senyawa fenolik yang terlarut atau terikat ditemukan juga
3
di dalam akar dan biji kacang tanah (A. hypogea) (Chakraborty dan Mandal, 2008; Sebei, dkk., 2013). Turunan fenol dalam kadar rendah dapat membunuh kuman dengan cara menghambat kerja enzim dan menyebabkan kebocoran hasil metabolisme sel melalui dinding sel, sehingga sel bakteri akan mengalami lisis yang berakhir dengan kematian sel (Darmadi, 2008; Nursalam dan Kurniawati, 2007). Fenol akan mengikat gugus amina pada enzim GTF, sehingga enzim GTF tidak akan disekresi oleh S. Mutans (Koo dkk., 2010). Senyawa fenolik yang terkandung dalam kulit kacang tanah (Arachis hypogea) antara lain p-hydroxybenzoic acid, chlorogenic acid, p-coumaric acid, ferulic acid, resveratrol, epicatechin, dan quercetin (Win, dkk., 2011). Menurut Yefrida dkk. (2009) konsentrasi ekstrak kulit kacang tanah (A. hypogea) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia coli. Berdasarkan paparan diatas diduga senyawa fenolik yang terkandung di dalam kulit kacang tanah dapat mempengaruhi aktivitas enzim GTF S. mutans.
B. Perumusan Masalah Apakah terdapat pengaruh ekstrak kulit kacang tanah (A. hypogea) terhadap aktivitas enzim glukosiltransferase S. mutans ?
C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai ekstrak senyawa fenolik dari limbah kulit kacang tanah sebagai antioksidan alami pernah dilakukan oleh Mulyadi dkk. (2012). Penelitian oleh Dewi dkk. (2012) menunjukan bahwa ekstrak kulit kacang tanah sebagai
4
antibakteri berpengaruh terhadap aktivitas enzim xantin oxidase. Berdasarkan pencarian literatur sebelumnya, penelitian mengenai pengaruh ekstrak kulit kacang tanah (A. hypogea) terhadap aktivitas enzim glukosiltransferase S. mutans belum pernah dilakukan.
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak kulit kacang tanah (A. hypogea) terhadap aktivitas enzim GTF S. mutans.
E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang efek ekstrak kulit kacang tanah (A. hypogea) terhadap aktivitas enzim GTF S. mutans.