POLA ASUH IBU BEKERJA : PEMBERIAN MP-ASI BERAGAM UNTUK MENCEGAH ANAK STUNTING
ARIA KEKALIH Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Acknowledgement • •
• •
HENRI (Higher Education Network Ring Initiatives) as collaboration among : Faculty of Medicine Universitas Indonesia, South East Asia Ministers of Education Regional Center for Food and Nutrition (SEAMEO RECFON) Harvard School of Publich Health and USAID
DR.dr. Aria Kekalih, MTI • Profesi dokter di FKUI (2004) • S3 Gizi Komunitas di FKUI kerjasama SEAMEO RECFON dan Harvard School of Public Health (2015) • Staf Pengajar di Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ketua Divisi Epidemiologi dan Biostatistik • Konsultan Direktorat Gizi dan Kesehatan Keluarga Kementrian Kesehatan RI • Steering Committee Asia Pacific Advance Network Medical Working Group
Indonesia • Satu dari tiga anak mengalami stanting • Keragaman makanan yang baik dapat menurunkan risiko stanting 15-26% pada anak 6–23 bulan (Rah et al., 2010)
• Keragaman makanan masih merupakan masalah di negara Asia Tenggara (Bloem et al., 2013)
Momentum untuk intervensi stanting: 1000 Hari Pertama Kehidupan Wasting Underweight Stunting
• Window of opportunity: Nutrition deficits within the first 1000 days of child’s life cause irreparable stunting (Victora et al., 2010) (Yohannes, 2010)
• Pre natal (at pregnancy) and Post natal (0-24 mo of children age)
5
Importance of complementary feeding • ASI dan MP-ASI sama sama penting peranannya dalam mencegah stanting (Sawadogo et al., 2006) (Lutter et al., 2011) (Stewart et al., 2013)
Exclusive Breastfeeding
Continuing Breastfeeding Complementary feeding
Dietary Diversity • WHO rekomendasi minimum 4 tipe makanan sejak bayi berusia 6 bulan ( WHO, 2008)
• ASI saja tidak dapat mencukupi kebutuhan mikronutrien setelah usia 6 bulan (misalnya Fe, Zn) (Brown, 2000)
Kerangka Permasalahan Status Gizi Stanting
based on adaptation of UNICEF 1990 and Ruel 2008
IBU BEKERJA BERPERAN PENTING UNTUK PARENTING DAN POLA ASUHAN ANAK (Gennetian et al., 2010) (Fertig et al., 2009)
IBU BEKERJA : TREND GLOBAL
Mayoritas negara warna hijau-kuning : > 40 % ibu pada usia produktif bekerja
9
Lebih banyak Ibu yang bekerja : Lebih sejahtera? Asupan makanan Anak lebih baik? • Kontroversi target MDG/SDG:
Women Empowerment
Poverty and Hunger
– Women Empowerment & Child Hunger
• Pemerintah di negara berkembang membuka peluang kerja untuk perempuan 10
TINGKAT PEKERJAAN: TIDAK SEMUA
PEREMPUAN MENDAPATKAN PEKERJAAN YANG LAYAK
UNSKILLED LABOR masih mayoritas dari ibu bekerja 11
PERMASALAHAN IBU BEKERJA DI NEGARA BERKEMBANG • ILO REPORT (2006) di negara berkembang seperti India dan Indonesia à ibu bekerja tidak otomatis mengentaskan masalah kemiskinan. • 50% IBU BEKERJA : – Dalam usia reproduktif – Mengasuh balita
• Pada ibu bekerja, setelah ASI eksklusifnya bermasalah, apakah MP-ASInya juga mengalami masalah, khususnya dalam memberikan makanan yang beragam?
Potential Determinant of Dietary Diversity based on Public Health Policy Framework Province Community
Family Mother & Father
Child
Food Security, Gender Development Index, Proportion of working mother Working mother peer/community value of child care and feeding Wealth, urban/rural, family size, food expenditure, health seeking behavior Age, education, occupation, exposure to information Age, birth-weight, breastfeeding, vaccination, chronic disease
Research Questions 1. Bagaimana keragaman makanan anak usia 6-23 bulan yang ibunya bekerja, khususnya jika dibagi berdasarkan tingkatan pekerjaan ? 2. Apakah kondisi ibu bekerja tetap berhubungan dengan keragaman makanan setelah mengontrol determinan lain: faktor sosial ekonomi, pendidikan ibu dan suami, perilaku kesehatan ibu, kerawanan pangan daerah, pemberian ASI? 3. Bagaimana persepsi ibu bekerja dan keluarganya mengenai pola asuh dan pemberian makanan
METHOD: SEQUENTIAL MIXED METHOD Quantitative approach • Serial Cross sectional • Using and combining multiple national surveys (DHS 2002/03, 2007, 2012 and Riskesdas 2010)
Qualitative approach • Indepth interview to working mother at different levels of occupation • Indepth interview to Child caregiver, husband, company emplotyer and health officer
RESULT • Keragaman Makanan – Jenis makanan – Ketepatan mengenalkan makanan beragam
• Hubungan Tingkat pekerjaan Ibu dengan keragaman makanan dan stanting • Eksplorasi kondisi ibu bekerja pada berbagai tingkatan – khususnya pada buruh tidak terampil (unskilled labor) – berdasarkan studi kualitatif
CHARACTERISTIC MOTHER’S CHARACTERISTIC Age Education No education Primary education Secondary or higher Occupation level domestic / non working unskilled labor (lowest) skilled labor (medium) professional (highest) Exposure to types of mass media (newspaper, radio, TV) less exposed frequently exposed to 1 media frequently exposed to >1media Maternal height (short) FATHER’S CHARACTERISTIC Education No education Primary education Secondary or higher Occupation level non working unskilled labor (lowest) skilled labor (medium) professional (highest)
3-4 dari 10 ibu bekerja sebagai buruh tidak terampil
DHS Riskesdas (%) or Mean (SD) 28.6+6.2
28.8+6.4
11.1 52.6 36.3
10.4 53.5 36.0
58.5 11.7 24.4 5.4
55.3 16.2
14.5 55.1 30.3 ---
------33.0
8.9 72.1 19.1
16.6 49.4 34.0
1.6 32.4 57.8 8.3
5.1 46.1
Subject Characteristic : Quantitative
28.5
2 dari 5 ibu BEKERJA
48.8
Tren Keragaman Makanan Baduta di Indonesia (2002-2012) Minimum DD trend 66% 64% 62% 60% 58%
Minimum DD (any fourfood groups)
56% 54%
Studies in Bangladesh and Asia countries minimum DD from 45- 80%.
52% 50% 2002
2007
2012
(Ng et al., 2012; Usfar and Fahmida, 2011; Zongrone et al., 2012; Lutter et al., 2011)
Kurangnya makanan beragam pada anak yang ibunya bekerja pada tingkatan terendah
T: Total (light blue) L1 : unskilled labor (red) L2: skilled labor (green) L3 : professional (purple) and NW: Non working (dark blue)
L1 (red Line) always in the poorest DD practice in all food groups and years
Kurangnya makanan beragam pada anak yang ibunya bekerja pada tingkatan terendah
T: Total (light blue) L1 : unskilled labor (red) L2: skilled labor (green) L3 : professional (purple) and NW: Non working (dark blue)
L1 (red Line) always in the poorest DD practice in all food groups and years
Kurangnya makanan beragam pada anak yang ibunya bekerja pada tingkatan terendah
T: Total (light blue) L1 : unskilled labor (red) L2: skilled labor (green) L3 : professional (purple) and NW: Non working (dark blue)
L1 (red Line) always in the poorest DD practice in all food groups and years
Ketepatan waktu memberikan makanan beragam: jumlah jenis makanan yang diberikan
Hanya 2 jenis makanan pada usia 6 bulan
Ibu bekerja tingkatan terendah tidak pernah mencapai makanan beragam minimal 4 jenis
Pola jenis makanan yang diberikan pada anak usia 6-9 bulan Since 6 mo of child age, micronutrient like Fe and Zn from breastfeed is very limited
(Brown, 2000; Dewey et al., 2003; Gibson et al., 2009, 1998)
Determinan Keragaman Makanan yang konsisten selama tahun 2002-2012 using Generalized Linear Mixed Model (GLMM)
Ibu bekerja sebagai buruh tidak terampil tetap menjadi determinan selain faktor lain, bahkan lebih buruk jika dibandingkan ibu tidak bekerja
Population Attributable Risk %: Faktor yang menentukan profil keragaman makanan baduta di rumah tangga
Pathway Mechanism of Dietary Diversity using Generalized Structural Equation Modeling (GSEM)
Association of Working Mother to Stunting
Being unskilled labor, mother had OR 1.29 (CI 95% 1.05-1.58) or 30% more likelihood to have severe stunting children than non working mother Pathway analysis found indirect association of DD and working mother to stunting
Studi Kualitatif pengamatan pola asuh dan pemberian makan baduta pada ibu bekerja Observasi ke rumah pekerja dan tempat bekerjanya
Wawancara mendalam ke ibu bekerja dan observasi anak
Wawancara ke pengasuh anak
Game “mengurutkan kartu” untuk diskusi perilaku MP-ASI
Hasil Studi Kualitatif: Kondisi ibu bekerja sebagai buruh tidak terampil • Ibu HARUS BEKERJA sebagai buruh di sektor informal atau perusahaan kecil karena keluarga membutuhkan tambahan penghasilan. – "Sebenarnya .. Sedih meninggalkan anak perempuan saya dan membiarkan tetangga saya merawatnya [sambil menangis] .. Ngasih makan .. Tapi saya bisa apa ... saya perlu untuk penghasilan tambahan .. Ya kerja .. karena penghasilan suami saya sendiri adalah tidak cukup untuk keluarga ini .. "(N, 28 th, ibu bekerja sebagai buruh garmen skala kecil, ibu dari anak perempuan 15 bulan)
• Sulit menyiapkan makanan anak sesudah bekerja atau mendelegasikan tugas tsb kepada pengasuh anak.
– “Lha… ibunya Cuma kasih 10.000 Rupiah sehari untuk makanan anak.. Saya bisa kasih apa ke anaknya?.. Ya saya beli sebisanya.. Yang penting anaknya makan” (En, pengasuh dan tetangga SL, ibu pekerja buruh pabrik, ibu dari anak perempuan usia 18 bulan)
Hasil Studi Kualitatif: Kondisi ibu bekerja sebagai buruh tidak terampil • Ibu lebih memilih untuk mendiskusikan masalah makan anak mereka dengan teman di tempat kerja, yang sudah memiliki anak sebelumnya • Sayangnya, informasi pemberian makanan anak yang salah ditularkan ke dalam komunitas ibu yang bekerja – mungkin membangun persepsi kompromi / mengorbankan makanan anak karena kondisi kerja – Pengaruh komunitas/peer besar terhadap perubahan perilaku (Storey dan Figueroa, 2012)
Hasil Studi Kualitatif: Kondisi ibu bekerja sebagai buruh tidak terampil – "Saya disarankan oleh Bu XX [rekan kerja seniornya] untuk beli saja makanan siap saji, bubur bayi di tempat itu .. ya praktis, hemat waktu .. Murah lagi .." (Su, 27 th, buruh di pabrik garmen, ibu dari anak usia 12 bulan) – “Saya terpengaruh sama dia (menunjuk salah satu temannya) untuk beli bubur sehat.. Tapi habis itu anak saya pernah sakit diare sampai dirawat di RS.. Trauma saya.. Tapi saya nggak punya pilihan” (Ef, 33 th, staf administratif, ibu anak laki-laki usia 13 bulan)
Hasil Studi Kualitatif • Sebagian besar anak ibu bekerja tidak membawa anak tersebut ke pengukuran di Posyandu.
– "Saya tidak pernah membawanya ke posyandu .. Nggak jauh sih .. Tapi menurut saya dia cukup sehat .. ibunya juga nggak pernah minta .." (Id, 28 yo, pengasuh Su, bekerja di pabrik, ibu dari anak perempuan 12 bulan)
• Sementara di tingkat pekerjaan yang lebih baik, perusahaan memfasilitasi karyawan mereka dengan ruang menyusui, program penimbangan anak dan juga program pendidikan atau konsultasi
Fasilitasi dari perusahaan dari ibu bekerja di tingkat yang lebih tinggi
Breastfeeding is still the focus, need more attention to complementary feeding
Hasil studi kualitatif • Makanan beragam 4 tipe makanan (termasuk protein hewani seperti daging, ikan dan ati ayam) baru mulai dikenalkan pada usia 12 bulan
Behavioral Belief and Attitude All mothers:
· ·
Mother still considered that breastfeeding can substitute meal when child < 12 mo (baby) Fruit was favorable but expensive, meanwhile vegetables was cheap but less favorable for children
Normative Belief Unskilled labor mother:
·
Skill and abilities of preparing food for child All mothers:
Difficulties in child feeding especially when child reaching 12 mo and 18 mo
Subjective norm Unskilled labor mother:
Necessity to work, yet limited resources and time for child feeding ·
incorrect information of child feeding was transmitted inside working mother communities
Intention to appropriate child feeding Unskilled labor mother:
·
Compromising child feeding quality
Motivation to comply Unskilled labor mother :
Less demand from family and working peer about dietary diversity importance
Perceived Control Belief · Self Efficacy All working mother
·
Working mother preferred instant food for their child feeding
·
All mothers: Difficulties in feeding preparing and feeding vegetables to child Unskilled labor mother Rely on any caregiver they could found and afford to hire, less concern to caregiver’s skill in child feeding
Implementation of Intention Unskilled labor mother
Environmental constraints Unskilled labor mother
·
·
Unskilled labor mother hardly ever measured their children growth less exposed to health information from company health education program
· ·
Delay in meeting minimum dietary diversity Poorer dietary diversity
Kesimpulan 1. Ibu yang bekerja, khususnya yang bekerja pada tingkatan pekerjaan yang terendah (buruh tidak terampil), anak badutanya berisiko mendapatkan makanan yang kurang beragam – Berisiko memperburuk masalah stanting
2. Keragaman makanan telat diperkenalkan mulai usia 6-8 bulan, khususnya mengenalkan protein hewani dan sayuran hijau
Kesimpulan 3. Ditemukan masalah “equality”, yaitu kelompok ibu bekerja sebagai buruh tidak terampil justru tidak mendapatkan fasilitasi dan edukasi kesehatan yang seharusnya, padahal kelompok ini: - cenderung makanan anaknya kurang beragam - Di dalam kelompoknya tumbuh dan berkembang persepsi dan informasi yang salah tentang MP-ASI yang baik - Tidak memiliki SDM pengasuh anak yang baik selama bekerja - Tidak ada fasilitasi dari perusahaan selama bekerja - ASI ekslusifnya kurang baik seperti ibu bekerja pada umumnya
REKOMENDASI - Dinas Kesehatan dan Puskesmas memetakan perusahaan di area kerjanya yang memiliki proporsi yang besar untuk perempuan bekerja sebagai buruh - Pengembangan Program GP2SP (Gerakan Pekerja Perempuan Sehat dan Produktif) untuk edukasi MP-ASI selain ASI
REKOMENDASI Pengembangan Program GP2SP yang disarankan untuk diintensifkan secara 2 arah baik oleh dinas kesehatan maupun perusahaan sendiri: Pendidikan kesehatan dan gizi berbasis tempat kerja. Peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dan dokter perusahaan untuk edukasi PMBA yang sesuai dengan permasalahan ibu bekerja b. Ruang menyusui untuk ibu bekerja dengan pendidikan praktis pemberian makanan pelengkap. c. Program pemantauan pertumbuhan anak berbasis tempat kerja. d. Mengembangkan fasilitas penitipan anak di perusahaan e. Peningkatan kemampuan peer education sesama pekerja perempuan a.