BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Keputusan Jepang untuk menjadi anggota resmi Trans-Pacific Partnership (TPP) pada 23 Juli 2013 adalah sebuah kebijakan yang beresiko tinggi. Sebelumnya, meskipun 1
Jepang telah bergabung dalam beberapa perjanjian perdagangan internasional , namun mereka masih sangat selektif dalam hal penghapusan tarif dan subsidi. Sudah menjadi ‗karakter‘ pemerintah Jepang untuk tidak bisa benar-benar melepaskan tangan dari pasar, atau dengan kata lain untuk masih memproteksi dan menjaga sektor perekonomian domestik mereka. Terlebih lagi, sebelumnya Jepang selalu tidak berminat untuk bergabung dalam sebuah perjanjian yang dapat mengancam sektor pertanian mereka. Wajar apabila kemudian berbagai kalangan masyarakat mengkritik keputusan pemerintah untuk bergabung dalam TPP. Protes ini telah dilakukan sejak awal sekali ketika perdana menteri
Jepang
sebelumnya,
Yoshihiko
Noda,
mengatakan
keinginannya
untuk
bergabung dalam TPP pada tahun 2012. O leh karena itu, dari kacamata penulis, keputusan pemerintahan Abe untuk bergabung dalam TPP adalah sebuah hal yang menarik dan penting untuk diteliti. Apabila melihat m asalah ini dalam jangka pendek, tidak begitu banyak keuntungan yang dapat diperoleh oleh Jepang melalui TPP. Diprediksikan melalui TPP perekonomian negara hanya dapat naik sekitar 0.66% atau sekitar US$33 milyar dalam 10 tahun ke depan.
2
Secara politik, bahkan Jepang menghadapi guncangan politik domestik
dikarenakan banyak kalangan menentang TPP. Alasan utama mengapa mengapa menentang TPP ialah karena perjanjian ini dapat merugikan sektor pertanian mereka, dan bagi Jepang pertanian ialah kepentingan nasiona l yang sangat fundamental. A lasan mengapa sektor pertanian dianggap sensitif sebenarnya beraneka ragam, dengan latar belakang politis, sosial serta bisnis. LDP (Liberal Democratic Party) dan SDPJ (Social 1
Dalam salah satu artikel di website resmi M OFA (M inistry of Foreign Affairs of Japan) diterangkan apabila EPA (Economic Partne rship Agreements ) berbeda dengan FTA (Free Trade Agreements). Pada hakikatnya, FTA adalah bagian dari EPA. EPA tidak hanya sebatas perdagangan dan investasi, namun ju ga termasuk aktivitas perekonomian lainnya seperti turisme, standarisasi peraturan dan kekayaan intelektual. Jadi EPA meliputi hubungan-hubungan ekonom i yang lebih luas daripada FTA, sehingga FTA adalah bagian dari EPA. 2 M u Xuequan, ―New Analysis: Japan Joining TPP Trade Talks Rattles Farm Lobby‘s Cage‖, Xinhuanet, 15 M aret 2013, diakses pada 8 Juli 2013,< http://news.xinhuanet.com/english/business/2013 03/15/c_124465396.htm>.
5
Democratic Party of Japan), dua partai besar di Jepang, sudah sejak lama bergantung dengan suara para petani dalam pemilihan umum. Oleh karena itu, pemberian subsidi bagi petani menjadi salah satu prioritas mereka dalam rangka menjaga kepercayaan dan terutama suara para petani. Di lain sisi, banyak lapisan masyarakat di Jepang yang memiliki keinginan agar pemerintah terus memproteksi serta memberikan subsidi bagi mereka. Alasan mereka mendukung keputusan pemerintah untuk tidak membuka terlalu lebar pasar impor beras ialah karena Jepang sudah mengalami keterg antungan yang (menurut mereka) tinggi pada makanan impor, selanjutnya karena usaha pertanian padi yang dimiliki oleh keluarga serta budaya pedesaan telah menjadi dasar dari kehidupan pedesaan di Jepang dan sekarang sedang terancam oleh impor beras asing ya ng jauh lebih murah, serta karena adanya kekhawatiran konsumen domestik tentang kesehatan makanan impor yang lebih rendah.
3
Akan tetapi pada tanggal 13 M aret 2013 yang lalu, Shinzo Abe tetap kukuh mendeklrasikan niatan pemerintah untuk bergabung dalam TPP dan secara resmi diakui sebagai anggota TPP ketika negara ini mengikuti perundingan TPP di M alaysia untuk pertama kalinya pada 23-25 Juli 2013 yang lalu. Penulis yakin ada sesuatu yang membuat pemerintah Jepang akhirnya ‗menerima‘ TPP. Penulis melihat apabila faktor China dan aliansi Jepang dengan Amerika Serikat sangat berpengaruh penting di sini. Beberapa pakar politik di China skeptis dengan TPP, dan berargumen apabila perjanjian ini ialah alat yang ingin digunakan oleh Amerika Serikat bersama sekutunya untuk meredam kebangkitan mereka. Institute of Asia-Pacific Studies di bawah Chinese Academy of Social Sciences (CASS) mengatakan bahwa persaingan antara China dan Amerika Serikat adalah elemen yang penting dan harus disertakan dalam menganalisis TPP.
4
Jepang juga akan mendapatkan keuntungan apabila China dapat diredam
perkembangannya yang signifikan sekali dalam dua dekade terakhir, karena dengan demikian Jepang dapat menjadi kekuatan utama di Asia Tim ur. Di sini terdapat sebuah simbiosis mutualisme, di m ana untuk mencapai tujuan nasional masing-masing, Amerika Serikat membutuhkan Jepang dan juga sebaliknya. Akan tetapi, tentu saja bergabungnya Jepang dalam TPP tidak terjadi dengan m udah, karena pemerintah harus menyelaraskan kepentingan internasional dengan domestiknya. Penulis akan menguraikannya lebih lanjut dalam skripsi ini. 3
Reinhard Drifte, Japan‟s Foreign Policy for the 21 st Century: from Economic Superpower to W hat Power? (New York: ST.M artin‘s Press, 1998), p. 97. 4 W en Jin Yuan, ―The Trans-Pacific Partnership and China‘s Corresponding Strategies‖, CSIS, Juni 2012, diakses pada 24 Oktober 2013,< http://csis.org/files/publication/120620_Freeman_Brie f.pdf >.
6
B. Pertanyaan Penelitian Uraian di atas menjadi alasan mengapa penulis memilih Proses Penerimaan Jepang terhadap perjanjian Trans-Pacific Partnership (TPP) sebagai judul skripsi. Skripsi ini akan membahas: (1) alasan Jepang sehingga kemudian mereka menerima TPP sebagai perjanjian yang harus mereka ikuti dan (2) proses penerimaan TPP oleh Jepang –di mana dalam proses ini, pemerintah Jepang diharuskan untuk meredam tuntutan domestik sekaligus melunakkan tuntutan internasional. Dalam rangka melakukan hal tersebut, pemerintah harus dapat berdiplomasi dalam dua level, yakni level domestik dan internasional. Dua poin tersebut kemudian menggiring penulis untuk mengajukan pertanyaan penelitian: mengapa pemerintah Jepang memutuskan untuk bergabung dalam Trans-Pacific Partnership ? Dan bagaimanakah upaya pemerintah Jepang dalam mempertemukan tuntutan domestik dan tuntutan internasional h ingga TPP dapat diterima oleh Jepang? U ntuk membuat bahasan menjadi spesifik, penulis dalam menjawab pertanyaan penelitian tersebut akan menggunakan level analisis di tingkat pemerintah.
C. Landasan Teori Untuk menjawab kedua pertanyaan penelitian yang diajukan, penulis akan menggunakan dua teori, yaitu pilihan rasi onal (rational choice) dan dua tingkat permainan (two-level game) milik Robert Putnam. Dalam menganalisis pertanyaan penelitian nanti, penulis memilih untuk menggunakan level analisis ‗domestik‘; yakni mengambil fokus pada level pemerintah Jepang. Teori Pilihan Rasional “Rational choice theories hold that individuals m ust anticipate the outcomes of alternative courses of action and calculate that which will be best for them. Rational individuals choose the alternative that is 5 likely to give them the greates t satisfaction” (John Scott). Dasar dari teori ini adalah asumsi bahwa sebuah fenomena sosial yang paling kompleks sekalipun, dapat dijelaskan dengan berpijak pada sifat individu. M enurut teori ini, tindakan seorang individu mencerminkan tujuan atau goals mereka. Dengan kata lain, individu melakukan sesuatu yang mereka inginkan. A kan tetapi, sudah menjadi hukum 5
John Scott, ―Rational Choice Theory‖, dalam From Understanding Contemporary Society: Theories of The Present, ed. Browning, Halcli, & W ebster (London: Sage Publications, 2000), p. 128.
7
alam apabila seorang individu tidak dapat merealisasikan semua yang mereka inginkan, oleh karena itu mereka harus memilih. Terkadang ada hambatan -hambatan dalam memperoleh kepentingan tersebut, yang membuat mereka harus memilih pilihan alternatif lainnya. Teori Pilihan Rasional ini berpendapat bahwa dalam kondisi tersebut, seorang individu harus mengkalkulasikan ‗untung‘ dan ‗rugi‘, lalu kemudian m emilih pilihan yang terbaik untuk mereka, yakni yang memberikan kepuasan serta keuntungan paling besar. Apakah pilihan yang paling rasional bagi Jepang? Secara ekonomi, perekonom ian Jepang dapat naik hingga 0,66% atau 3,2 trilyun yen dalam 10 tahun ke depa n apabila 6
mereka memutuskan untuk bergabung dalam TPP. Akan tetapi tampaknya keuntungan ekonomi mereka tidak akan sebesar keuntungan politik mereka. Karena dari segi ekonomi, sektor pertanian mereka juga akan mengalami pengurangan nilai dari produk 7
produk pertanian domestik dari 8 trilyun yen ke 3 trilyun yen. Oleh karena itu, penulis melihat apabila Jepang mencari keuntungan politis di dalam TPP. Secara politik, keputusan pemerintah Jepang tidak dapat dipisahkan dari kepentingan Amerika Serikat. Terdapat beberapa alasan prinsipil yang melatarbelakangi motivasi negeri Paman Sam bergabung dalam TPP: (1) Amerika Serikat ingin lebih melakukan penetrasi ke pasar Asia, (2) mereka ingin memanfaatkan pertumbuhan perekonomian Asia ini untuk membantu perekonomian mereka sendiri yang sedang lesu dengan jalan meningkatkan sektor ekspor, (3) melalui TPP Amerika Serikat ingin membelah integrasi ekonomi regional Asia Timur, (4) dan terutama menurut para akademisi di China, untuk melemahkan peran serta kekuatan China di dunia pada umumnya dan Asia Tim ur pada khususnya, dikarenakan Amerika Serikat merasa terancam keamanannya akibat kekuatan militer China yang berkembang pesat.
[ 8][9]
Apabila Jepang bergabung dalam grup ini, maka TPP akan semakin berpengaruh terhadap pereko nomian Asia Timur ke depan, dan agenda lain Amerika Serikat tersebut semakin mungkin terw ujud. Sebagaimana yang dituliskan oleh Claude Barfield bahwa bergabungnya Jepang akan memberikan ‗tipping point‘ yang penting, dan memberikan tempat tersendiri bagi TPP di A sia untuk menjadi sebuah perjanjian yang dapat 6
M u Xuequan, ―New Analysis: Japan Joining TPP Trade Talks Rattles Farm Lobby‘s Cage‖, 2013. Ibid. 8 Aurellia G. M ulgan, ―Japan, US, and the TPP: the View from China‖, East Asia Forum, 5 M ei 2013, diakses pada 16 Juli 2013, < http://www.eastasiaforum.org/2013/05/05/japan -us-and-the-tpp -the-view -fromchina/>. 9 Jianmin Jin, ―China‘s Concerns Regarding TPP No M ore than Empty W orries?‖, Fujitsu Research Institute, 11 Januari 2012, diakses pada 16 Juli 2013, . 7
8
memengaruhi masa depan framework perekonomian Asia Timur.
10
Jepang dapat
dipengaruhi oleh Amerika Serikat karena mereka masih bergantung dengan negara tersebut, terutama sektor militernya. Lebih lanjut, b ukankah ‗melemahnya‘ China secara politik maupun ekonomi akan menguntungkan Jepang? Dalam kasus Jepang, mungkin pilihan yang rasional itu ialah harus menanggung biaya dengan mengorbankan sektor pertanian mereka dan harus menghadapi tekanan domestik (terutama dari grup petani), untuk mendapatkan alternatif lain yang lebih baik. ‗Alternatif yang lebih baik‘ inilah yang akan diteliti lebih lanjut; apakah alternatif tersebut? Apakah kepentingan diplomatis untuk mempertahankan hubungan sekutu dengan Amerika Serikat? Atau alternatif politis maupun ekonomi lainnya?
Teori Dua Tingkat Permainan Robert D. Putnam ialah orang pertama yang mempopulerkan teori ini pada tahun 1988. Secara sederhana, teori ini mengatakan apabila secara bersamaan di dalam sebuah proses negosiasi internasional, juga berlangsung negosiasi pada level domestik (level II) dan level internasional (level I). Dengan kata lain, urusan domestik dan internasional selalu terkait dan saling memengaruhi satu dengan lainnya. Pemerintah harus dapat memainkan ‗dua level permainan‘ dalam politik luar negeri-nya. Di tingkat domestik, pemerintah harus dapat mengakomodasi kepentingan domestik. Sudah sewajarnya terdapat kelompok-kelompok kepentingan domestik yang menekan pemerintah untuk mengadopsi kebijakan yang mereka inginkan, dan kecenderungannya pemerintah berusaha untuk merealisasikan aspirasi rakyatnya. Namun di sisi lain, pemerintah juga harus memainkan perannya di level internasional. Di tingkat internasional, pemerintah berusaha untuk memaksimalkan kemampuannya untuk memenuhi aspirasi domestik serta meminimalkan konsekuensi yang dapat merugikan negara lain.
11
Dengan kata lain, untuk
dapat ‗sukses‘ bermain dalam dua level permainan, pemerintah dituntut untuk dapat menyeimbangkan antara tekanan dari domestik dan tuntutan dunia internasional; suatu kebijakan yang dapat ‗memuaskan‘ keduanya. Dalam banyak kasus, pemerintah menghadapi situasi yang rumit hingga terjadilah tumpang-tindih antara dua level kepentingan (domestik dan internasional). Putnam
10
Claude Barfield, ―Is Japan Joining the TPP Trade Negotiations a Gamechanger‖, AEIdeas, 15 M aret 2013, diakses pada 16 Juli 2013, < http://www.aei-ideas.org/2013/03/japan -joins-the-tpp -gamechanger/>. 11 Robert D.Putnam, ―Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two -Level Games‖, International Organization, vol. 42, No. 3 (Summer, 1988), p. 434.
9
menjelaskan dalam teori ini, pentingnya pemerintah untuk dapat berhasil dalam dua tingkat permainan, atau Putnam menyebutnya dengan win-set. Penulis melihat teori ini dapat digunakan untuk menganalisis kasus keterlibatan Jepang dalam T rans-Pacific Partnership. Kabar buruknya, terdapat aspirasi dari beberapa kalangan masyarakat domestik yang bertentangan dengan tuntutan internasional. Inilah yang kemudian menjadi tantangan bagi pemerintah Jepang, karena negara ini harus dapat menang baik dalam tingkat permainan domestik maupun internasional.
D. Hipotesis Dalam
menjawab kedua
pertanyaan penelitian tersebut,
penulis memiliki
argumentasi utama sebagai berikut: 1. M enurut penulis, keputusan A be untuk membawa Jepang bergabung di dalam TPP diambil karena setelah menimbang untung dan ruginya, pemerintah Jepang merasa keuntungan yang mereka peroleh dari TPP lebih besar daripada kerugiannya. Terutama benefit dalam konteks hubungan jangka panjang mereka dengan Amerika Serikat, dan efek domino dari perjanjian ini terhadap eksistensi Jepang di A sia Timur. Sehingga, pilihan yang diambil oleh pemerintah ialah pilihan yang rasional. 2. Pemerintah berusaha untuk menyelaraskan tuntutan domestik dan internasional, dengan
cara
meredam
tuntutan
domestik
dan
melunakkan
tuntutan
internasional. Di level domestik, tarik-ulur kepentingan terjadi terutama sekali antara Abe dengan Nokyo (kelompok kepentingan agrikultur) dan Norin Zoku (klan
birokrat
yang
pro-pertanian).
Di
level
internasional,
tarik-ulur
kepentingan terjadi antara pemerintah Jepang dengan neg ara-anggota TPP lainnya, terutama Amerika Serikat. M omentum akan titik temu kedua tuntutan tersebut terjadi pada bulan Februari 2013, ketika terjadi kesepakatan antara Amerika Serikat dan Jepang bahwasanya mungkin akan ada pengecualian tarif dalam TPP. Proses tarik-ulur kepentingan di kedua level merefleksikan upaya Abe yang berusaha memainkan tw o-level games agar diplomasinya sukses di level internasional dan domestik.
E. Metode Penelitian
10
M etode penelitian dapat diartikan sebagai metode atau cara untuk me ndapatkan data yang dapat berguna untuk penelitian penulis. Terdapat dua metode penelitian, yakni metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Perbedaan antara keduanya terletak pada bagaimana
penelitian
tersebut
dilakukan.
Dalam
metode
penelitian
kuantit atif,
pengumpulan data cenderung menggunakan pembagian kuesioner secara random untuk meneliti pada sampel tertentu, dengan tujuan untuk menguji argumentasi utama yang telah dimiliki oleh peneliti sebelumnya. Sementara dalam skripsi ini, peneliti menggunaka n metode penelitian kualitatif, di mana penulis melakukan penelitian literatur sebagai metode utama penelitian. Penelitian kualitatif dengan kemampuannya untuk beradaptasi menawarkan karakter yang fleksibel, berbeda dengan metode penelitian kuantitatif.
12
Dalam pengumpulan data, penulis
menggunakan buku-buku, jurnal ilmiah dan artikel-artikel resmi dari berbagai surat kabar maupun situs online yang terpercaya. Penulis kemudian menganalisis data -data yang telah terkumpul dalam rangka menjawab rumusan masalah penelitian.
F. Sistematika Penulisan Skripsi ini akan terdiri dari empat bab. Bab pertama adalah pendahuluan yang berisi latar belakang skripsi, pertanyaan peneli tian, landasan teori, hipotesis, metode penelitian dan sistematika penulisan. Setelah bab pertam a yang berisikan pendahuluan, di bab kedua penulis akan membahas tentang perjanjian Trans-Pacific Partnership dan latar belakang Jepang sehingga bergabung di dalamnya. Adalah penting untuk memahami susbtansi serta pro-kontra dari perjanjian ini, sebelum mulai menjawab pertanyaan penelitian. Di bab ini pula, penulis mencoba menjawab pertanyaan penelitian yang pertama mengenai alasan pemerintah Jepang hingga akhirnya bergabung di dalam TPP. Penulis akan membeberkan latar belakang pemerintahan Abe hingga akhir nya bergabung dalam TPP. Penulis menggunakan teori rational choice di dalam bagian ini, untuk menjawab pertanyaan; mengapa Jepang memutuskan untuk bergabung dalam TPP? Di bab selanjutnya, yakni bab ketiga, penulis berusaha untuk menjawab pertanyaan penelitian yang terakhir, yakni bagaimanakah upaya pemerintah dalam menyelaraskan tuntutan domestik dan internasional. Secara spesik di bagian ini, penulis akan mengungkapkan bagaimana pemerintah berusaha meredam tuntutan domestik yang semula sangat menentang TPP dan sekaligus melunakkan tuntutan internasional yang 12
Giampietro Gobo, Doing Ethnography (Los Angeles: Sage, 2008), p.76.
11
ingin agar TPP menjadi perjanjian berstandar tinggi dengan menghapuskan seluruh tarif dan hambatan perdagangan. Penulis menggunakan teori two level-game dari Putnam untuk membedah proses pergolakan yang terjadi di Jepang dalam level domestik dan internasional. Skripsi ini akan ditutup dengan bab keempat, yakni berisi kesimpulan yang ditarik dari temuan penelitian.
12