ANALISIS FINANCIAL DISTRESS DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALTMAN Z

Download Tbk. Hasil prediksi financial distress menggunakan metode Springate terdapat empat perusahaan yang ... keuangan. Yoseph. (2012:2) menyataka...

0 downloads 688 Views 263KB Size
e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016)

ANALISIS FINANCIAL DISTRESS DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALTMAN Z-SCORE, SPRINGATE, DAN ZMIJEWSKI PADA PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI Fitriani Rahayu, I Wayan Suwendra, Ni Nyoman Yulianthini Jurusan Manajemen Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis prediksi kesulitan keuangan pada Perusahaan Telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2014 dengan menggunakan metode Altman Z-score, Springate, dan Zmijewski.Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu laporan keuangan tahunan Perusahaan Telekomunikasi periode 2012-2014 dengan menggunakan teknik pecatatan dokumen dan dianalisis dengan metode Altman Z-score, Springate, dan Zmijewski. Hasil akhir penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan yang dianalisis dengan metode Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski pada Perusahaan Telekomunikasi Periode 2012-2014 diklasifikasikan dalam keadaan mengalami kesulitan keuangan atau Financial Distress. Hasil prediksi financial distress menggunakan metode Altman Z-Score terdapat dua perusahaan yang mengalami financial distress selama tiga tahun periode 2012-2014 yaitu PT Bakrie Telecom Tbk dan PT Smartfren Tbk. Hasil prediksi financial distress menggunakan metode Springate terdapat empat perusahaan yang mengalami financial distress yaitu PT Bakrie Telecom Tbk, PT XL Axiata Tbk, PT Smartfren Tbk, dan PT Indosat Tbk pada tahun 2012-2014. Hasil prediksi financial distress menggunakan metode Zmijewski terdapat dua perusahaan yang mengalami financial distress yaitu PT Bakrie Telecom Tbk dan PT Smartfren Tbk. Kata-kata kunci :financial distress, metode altman z-score, springate, zmijewski

Abstract The purpose of this study was to determine and analyze the financial distress prediction of the Telecommunication Company listed in Indonesia Stock Exchange in the period of 2012-2014 using the method of Altman Z-score, Springate, and Zmijewski. This study used secondary data, it was the annual financial statements of the Telecommunication Company in the period of 2012-2014 using the technique of documentation and analyzed by the method of Altman Z-score, Springate, and Zmijewski. The final results of this study show that financial performance analyzed by the method of Altman Z-Score, Springate, and Zmijewski of the Telecommunication Company in the Period of 2012-2014 are classified in a state financial distress. The Results offinancial distresspredictionusing AltmanZ-Score method, there are two companies indicated financial distressduring three years in the period of 2012-2014, namely PT Bakrie Telecom Tbk and PT Smartfren Tbk. The Results of financial distress prediction using Springate method there are four companies indicated financial distress, PT Bakrie Telecom Tbk, PT XL Axiata Tbk, PT Smartfren Tbk, and PT Indosat Tbk in 2012-2014. And the results of financial distress prediction using Zmijewski method there are two companies indicated financial distress, PT Bakrie Telecom in 2012-2014, PT XL Axiata in 2014, and PT Smartfren in 2013-2014. Keywords: financial distress, altman z-score, springate, zmijewski method

e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) PENDAHULUAN Krisis di Indonesia sejak pertengahan tahun 1998 dimulai dengan merosotnya nilai rupiah yang sangat tajam, akibat meningkatnya permintaan Dollar As. Penyebab krisis ini tidak hanya karena struktur ekonomi yang lemah, tetapi karea utang swasta luar negeri yang telah mencapai jumlah yang cukup besar. Akibatnya, tingkat suku bunga dan inflasi meningkat tajam serta investasi berkurang sehingga kesehatan perusahaan banyak yang mengalami penurunan bahkan berpotensi untuk bangkrut (Gustiana, 2014). Kebangkrutan merupakan masalah yang dapat terjadi dalam sebuah perusahaan apabila perusahaan tersebut mengalami kondisi kesulitan.Darsono dan Ashari (2005), menyatakan bahwa secara garis besar penyebab kebangkrutan dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Dari faktor eksternal seperti kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi. Sedangkan untuk faktor internal bisa dilihat dari segi keuangan perusahaan, seperti hutang perusahaan yang membengkak dan modal kerja yang negatif sehingga perusahaan tidak mampu membiayai kegiatan operasionalnya.Tahap awal kebangkrutan bisnis yang terjadi dalam perusahaan biasanya diawali terjadinya kesulitan keuangan (Financial Distress). Platt (dalam Andre, 2013) menyatakan bahwafinancial distress merupakan tahapan penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi.Kondisi keuangan tersebut misalnya ditinjau dari komposisi neraca yaitu perbandingan jumlah aktiva dan kewajiban dimana pada saat aktiva tidak cukup atau lebih kecil daripada jumlah hutangnya, modal kerja yang negatif sehingga terjadi ketidakseimbangan modal yang dimiliki perusahaan dengan hutangpiutang yang dimiliki dan berdampak pada kegiatan perusahaan dimana perusahaan tidak mampu membiayai seluruh biaya operasionalnya, seperti biaya bahan baku, biaya overhead, pembayaran kompensasi bagi karyawan, hutang yang jatuh tempo, dan biaya-biaya lainnya, ditinjau dari

laporan laba rugi jika perusahaan terus menerus rugi, dan dari laporan arus kas jika arus kas masuk lebih kecil dari arus kas keluar.Oleh karena itu, untuk mengatasi dan meminimalisir terjadinya Financial Distress, perusahaan dapat mengawasi kondisi keuangannya dari segi neraca dan laporan laba rugiyang ada dalam laporan keuangan perusahaan dengan menggunakan teknik-teknik analisis laporan keuangan. Yoseph (2012:2) menyatakan bahwa analisis financial distress yang sering digunakan adalah Analisis Z-Score model Altman, model Springate dan model Zmijewski. Analisistersebut dikenal karena selain caranya mudah, keakuratan dalam menentukan prediksi financial distress juga cukup akurat. Analisis financial distress tersebut dilakukan untuk memprediksi suatu perusahaan sebagai penilaian dan pertimbangan akan suatu kondisii perusahaan. Perusahaan telekomunikasi di Indonesia pada umumnya menyediakan produk berupa jasa-jasa telekomunikasi, baik domestik maupun internasional. Saat ini perusahaan Telekomunikasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia terdiri dari enam perusahaan, yaitu PT Bakrie Telecom Tbk, PT XL Axiata Tbk, PT Smartfren Tbk, PT Indosat Tbk, PT Inovisi Tbk, dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Dari laporan keuangan perusahaan dapat diperoleh informasi tentang kinerja perusahaan.Menurut Hofer (1980) financial distressmerupakan kondisi dimana perusahaan mengalami laba bersih negatif selama beberapa tahun. Whitaker (1999) juga mengungkapkan bahwafinancial distressadalah kondisi dimana perusahaan mengalami laba bersih operasi (net operation income) negatif selama beberapa tahun dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden, pemberhentian tenaga kerja, atau menghilangkan pembayaran deviden. Berdasarkan dari kedua teori tersebut, maka diperoleh data kinerja keuangan perusahaan telekomunikasi dilihat dari total laba usaha dan total utang periode 20122014 yang terdapat pada Tabel 1.1 berikut.

e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) Tabel 1.Total Laba Usaha dan Total Utang Perusahaan Telekomunikasi Periode 2012-2014 (dalam Miliaran Rupiah)

Kode Saham

Tahun

Total Laba Usaha

Total Utang

2012 -500,4 7.414,4 BTEL 2013 3,6 10.135,6 2014 -947,6 11.467,3 2012 4.352,5 20.085,7 EXCL 2013 1.658,3 24.977,5 2014 428,4 49.745,9 2012 -1.602,6 9.355,4 FREN 2013 -1.611,1 12.816,5 2014 -968,0 13.796,7 2012 3.190,0 35.829,7 ISAT 2013 1.509,2 38.003,3 2014 672,9 39.058,9 2012 25.698,0 44.391,0 TLKM 2013 27.846,0 50.527,0 2014 29.377,0 54.770,0 Sumber:Annual Report Perusahaan Telekomunikasi diakses melalui www.idx.co.id periode 2012-2014 (data diolah) Berdasarkan Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa laba usaha yang diperoleh PT Bakrie Telecom Tbk mengalami penurunan dari tahun 2013 ke 2014 bahkan mengalami rugi usaha sebesar Rp. 947 Miliar. Di tahun 2014 PT Smartfren Tbk berhasil mengurangi rugi usahanya, meskipun pada tahun tersebut laba usahanya masih dalam kondisi minus/rugi sebesar Rp 968 Miliar. Laba usaha PT XL Axiata Tbk dan PT Indosat Tbk mengalami penurunan secara berturut-turut selama tiga tahun terakhir periode 2012-2014. Sedangkan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk memimpin dengan kemampuannya meningkatkan laba usahanya selama tiga tahun berturut-turut. Untuk perolehan total utang, kelima perusahaan tersebut telah mengalami peningkatan selama tiga tahun berturutturut dalam kurun waktu tahun 2012-2014. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan penelitian-penelitian yang telah ada.Penelitian tersebut diantaranya dilakukan oleh Rizky Amalia Burhanuddin (2015) dalam skripsinya yang berjudul

“Analisis Penggunaan Metode Altman ZScore dan Metode Springate untuk Mengetahui Potensi Terjadinya Financial Distress”. Penelitian yang dilakukan oleh Ufi Zuhriyatuz Zakkiyah, dkk (2014) dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis Penggunaan Zmijewski (X-score) dan Altman Z-score untuk memprediksi Potensi Kebangkrutan”. Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya Adi Cahyono (2013)dalam jurnalnya yang berjudul“Prediksi Kebangkrutan dengan Menggunakan Analisis Model Zscore Altman”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Perusahaan Telekomunikasi periode 2012-2014 mengalami financial distress dianalisis dengan Metode Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski. Hasil dari penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan kontribusi dan pengetahuan bagi pembaca dan perkembangan Ilmu Manajemen Keuangan khususnya mengenai kajian perusahaan mengenai analisis Financial Distress dengan menggunakan metode Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski. Selain itu, secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi yang bermanfaat sebagai acuan pengambilan keputusan di masa mendatang. Rasio likuiditas digunakan untuk menggambarkan seberapa likuidnya suatu perusahaan serta kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendek dengan menggunakan aktiva lancar.Pentingnya likuiditas dapat dilihat dengan mempertimbangkan dampak dari ketidakmampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Kurangnya likuiditas menghalangi perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari kesempatan untuk mendapatkan keuntungan. Menurut Wetson (dalam Kasmir, 2012:129) rasio likuiditas (liquidity ratio) merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek. Artinya apabila perusahan ditagih, perusahaan akan mampu untuk memenuhi utang tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo.Rasio likuiditas yang menjadi fokus

e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) dalam penelitian ini adalah jenis rasio menurut Munawir (2004), yaitu rasio Working Capital to Total Asset (WCTA) dan Current Ratio (CR). Hal ini dikarenakan kedua rasio ini terdapat pada perhitungan metode financial distress yaitu, WCTA pada model Altman Z-Score dan Springate, sedangkan CR pada model Zmijewski. Rasio leveragedigunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila sekiranya perusahaan dilikuidasi.Menurut Agnes Sawir (2000:13), rasio leverage mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan. Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya seandainya perusahaan pada saat itu dilikuidasi. Dengan demikian solvabilitas berarti kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utangnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio leverage yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah jenis rasio menurut Meythi (2013), yaitu rasio Book Value of Equity to Total Liabilities (BVETL) dan Debt Ratio (DR). Hal ini dikarenakan kedua rasio ini terdapat pada perhitungan metode financial distress yaitu, BVETL pada model Altman Z-Score, sedangkan DR pada model Zmijewski. Rasio Aktivitas mengukur tingkat efektivitas penggunaan asset perusahaan.Rasio ini juga sering disebut rasio perputaran atau turnover. Hasil dari pengukuran rasio ini untuk melihat kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode apakah mampu atau tidak memenuhi target yang ditentukan. Menurut Munawir (2002:240), rasio aktivitasyaitu rasio untuk menilai kemampuanperusahaandalam melaksanakan aktivitasseharihariataukemampuan perusahaandalam penjualan,penagihanpihutangmaupunpema nfaatanaktivayang dimiliki. Rasio aktivitas yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu rasio Total Assets Turn Over (TATO). Hal ini dikarenakan rasio ini terdapat pada perhitungan metode financial distress model Springate yaitu sales to total assets. Profitabilitasperusahaan merupakan salah satu dasar penilaian kondisi suatu perusahaan, untukitu dibutuhkan suatu alat

analisis untuk bisa menilainya. Rasio profitabilitas juga mempunyai arti penting dalam usaha mempertahankan kelangsunganhidupnya dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan apakah badan usaha tersebutmempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. Menurut Kasmir (2012:196), rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan peruasahaan dalam mencari keuntungan. Rasio profitabilitas yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu rasio Return on Assets (ROA). Hal ini dikarenakan rasio ini terdapat pada perhitungan ketiga metode prediksi financial distress yaitu pada model Altman Z-Score, Springate, Zmijewski. Laporan keuangan dalam suatu perusahaan mempunyai arti yang sangat penting terutama bagi pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan.Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (dalam SAK, 2009:1), laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan.Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain, serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.Hanafi (2009:5), menjelaskan bahwa analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat risiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi (2009), “tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi”. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Platt (dalam Andre, 2013) mendefinisikan bahwa financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatuperusahaan, yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan

e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) ataupun likuidasi.Kondisi ini pada umumnya ditandai antara lain dengan adanya penundaanpengiriman, kualitas produk yang menurun, dan penundaan pembayarantagihan dari bank. Menurut Whitaker (1999), financial distressadalah kondisi dimana perusahaan mengalami laba bersih operasi (net operation income) negatif selama beberapa tahun dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden, pemberhentian tenaga kerja, atau menghilangkan pembayaran deviden. Beberapa penyebab terjadinya financial distress menurut Lizal (dalam Pramuditya, 2014) adalah sebagai berikut: 1. Neoclassical model Financial distress terjadi ketika alokasi sumber daya tidak tepat.Mengestimasi kesulitan dilakukan dengan data neraca dan laporan laba rugi. 2. Financial model Financial distress ditandai dengan adanya struktur keuangan yang salah dan menyebabkan batasan likuiditas (liquidity constrains). Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang, namun demikian perusahaan tersebut harus bangkrut juga dalam jangka pendek. 3. Corporate governance model Financial distress menurut corporate governance model adalah ketika perusahaan memiliki susunan aset yang tepat dan struktur keuangan yang baik namun dikelola dengan buruk. Model peringatan dini (early warning system) sangat beguna sebagai informasi awal untuk mengantisipasi terjadinya financial distress.Model ini dapat digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasi terjadinya kesulitan keuangan sejak awal bahkan untuk memperbaiki kondisi perusahaan.Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memprediksi apakah suatu perusahaan akan mengalami financial distressatau tidak adalah dengan suatu model prediksi financial distress. Metode analisis financial distress yang sering digunakan adalah Analisis Z-Score

model Altman, model Springate dan model Zmijewski (Yoseph, 2012:2). Model Altman Z-Score Analisis diskriminan Altman merupakan salah satu teknik statistik yang bisa digunakan untuk memprediksi adanya kebangkrutan suatu perusahaan. Altman telah mengkombinasikan beberapa rasio menjadi model prediksi dengan teknik statistik. Menurut Supardi (2003:11) Altman adalah diskriminan yang digunakan untuk mempredikasi kebangkrutan perusahaan dengan istilah yang sangat terkenal yang disebut Z-Score. Model Altman Z-Score Pertama (1968) Setelah melakukan penelitian terhadap variabel dan sampel yang dipilih, Altman menghasilkan model financial distress dan kebangkrutan yang pertama. Persamaan kebangkrutan yang ditujukan untuk memprediksi sebuah perusahaan publik manufaktur. Persamaan dari model Altman yang pertama adalah sebagai berikut: Z = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6X4 + 0,999 X5

Keterangan: Z = financial distress index X1 = working capital / total asset....... (1) X2 = retained earnings / total asset....(2) X3 = earning before interest and taxes / total asset......... (3) X4 = market value of equity / bookvalue of total liabilities....... (4) X5 = sales / total asset......(5) Nilai Z adalah indeks keseluruhan fungsi multiple discriminant analysis. Menurut Altman, terdapat angka-angka cut off nilai Z yang dapat menjelaskan apakah perusahaan akan mengalami kegagalan atau tidak pada masa mendatang dan ia membaginya ke dalam tiga kategori, yaitu: a. Jika nilai Z <1,8 maka termasuk perusahaan yang mengalami financial distress. b. Jika nilai 1,8
e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) ditangani dengan penanganan manajemen yang tepat. Jika terlambat dan tidak tepat penanganannya, perusahaan dapat mengalami kebangkrutan. Jadi pada grey area ini ada kemungkinan perusahaan bangkrut dan ada pula yang tidak tergantung bagaimana pihak manajemen perusahaan dapat segera mengambil tindakan untuk segera mengatasi masalah yang dialami oleh perusahaan. c. Jika nilai Z>2,99 maka termasuk perusahaan yang tidak mengalami financial distress atau dalam keadaan sehat (safe). Model Altman Z-Score Revisi (1983) Modelyang dikembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi. Revisi yang dilakukan oleh Altman merupakan penyesuaian yang dilakukan agar model prediksi kebangkrutan ini tidak hanya untuk perusahaan manufaktur yang go public melainkan juga dapat diaplikasikan untuk perusahaan-perusahaan di sektor swasta. Model yang lama mengalami perubahan pada salah satu variabelyang digunakan. Altman mengubah pembilang Market Value Of Equity pada X4menjadi book value of equity karenaperusahaan privat tidak memiliki harga pasar untuk ekuitasnya. Berikut formula yang dihasilkan (Supardi, 2003:11): Z = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,108 X3 + 0,42 X4 + 0,988 X5

Keterangan: Z = financial distress index X1 = working capital / total asset........... (6) X2 = retained earnings / total asset ...... (7) X3 = earning before interest and taxes / total asset ..... (8) X4 = book value of equity / bookvalue of total liabilities......... (9) Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai ZScoremodel Altman (1983), yaitu: a. Jika nilai Z< 1,23 maka termasuk perusahaan yang mengalami financial distress. b. Jika nilai 1,23
termasuk grey area (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami financial distress). c. Jika nilai Z> 2,9 maka termasuk perusahaan yang tidak mengalami financial distress atau dalam keadaan sehat (safe). Model Altman Z-Score Modifikasi (1995) Ramadhani (2009) mengungkapkan bahwa seiring dengan berjalannnya waktu dan penyesuaian terhadap berbagai jenis perusahaan, Altman kemudian merevisi modelnya supaya dapat diterapkan pada semua perusahaan, seperti manufaktur, non manufaktur, dan perusahaan penerbit obligasi di negara berkembang (emerging market). Dalam Z-score modifikasi ini Altman mengeliminasi variable X5 (sales to total asset) karena rasio ini sangat bervariatif pada industri dengan ukuran aset yang berbeda-beda. Berikut persamaan ZScore yang di modifikasi Altman (1995): Z = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,05 X4 Keterangan: Z= financial distress index X1 = working capital/total asset ........ (11) X2 = retained earnings / total asset ..... (12) X3 = earning before interest and taxes/total asset ....... (13) X4 = book value of equity/book value of total liabilities....... (14) Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai Z-score model Altman Modifikasi yaitu: a. Jika nilai Z < 1,1 maka termasuk perusahaan yang mengalami financial distress. b. Jika nilai 1,1 < Z < 2,6 maka termasuk grey area (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami financial distress). c. Jika nilai Z > 2,6 maka termasuk perusahaan yang tidak mengalami financial distress. Model Springate Menurut Ayu (2008:18) model Springate dikembangkan pada tahun 1978 oleh Gorgon L.V. Springate. Ia menggunakan metode yang sama dengan

e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) Altman (1968) yaitu MultipleDiscriminant Analysis (MDA). Jumlah rasio awalnya yaitu 19 rasio. Setelah melalui uji yang sama dengan yang dilakukan Altman (1968), Springate memilih 4 rasio yang dipercaya bisa membedakan antara perusahaan yang mengalami distress dan yang tidak distress. Sampel yang digunakan Springate berjumlah 40 perusahaan yang berlokasi di Kanada. Model ini memiliki akurasi 92,5% dalam tes yang dilakukan Springate.Model yang dihasilkan Springate (1978) adalah sebagai berikut: S = 1.03A + 3.07B + 0.66C + 0.4D Keterangan: S = financial distress index A = working capital/total asset...... (15) B = earnings before interest and taxes / total asset ....... (16) C = earning before taxes/total assets ... (17) D = sales/total assets....... (18) Springate mengemukakan nilai cutoff yang berlaku untuk model ini adalah 0,862 dengan kriteria penilaian apabila: a. Nilai S < 0,862 menunjukkan bahwa perusahaan tersebut diprediksi mengalami financial distress. b. Nilai 0,862 < S < 1,062 maka menunjukkan bahwa pihak manajemen harus hati-hati dalam mengelola aset-aset perusahaan agar tidak terjadi financial distress (daerah rawan). c. Nilai S>1,062 maka menunjukkan perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat dan tidak mempunyai permasalahan dengan keuangan (tidak mengalami financial distress). Model Zmijewski Zmijewski (1984) mensyaratkan satu hal yang krusial.Proporsi dari sampel dan populasi harusditentukan di awal, sehingga didapat besaran frekuensi prediksi financial distress perusahaan. Frekuensi ini diperoleh dengan membagi jumlah sampel yang mengalami financial distress dengan jumlah sampel keseluruhan. Zmijewski menggunakan analisis rasio yang mengukur kinerja, leverage, dan likuiditas suatu perusahaan untuk model

prediksinya.Zmijewski menggunakan probit analisis yang diterapkan pada 40 perusahaan yang telah bangkrut dan 800 perusahaan yang masih bertahan saat itu.Zmijewski telah mengukur akurasi modelnya sendiri, dan mendapatkan nilai akurasi 94,9%. Berikut model persamaan yang berhasil dikembangkan Zmijewski: X = -4,3 – 4,5X1 + 5,7X2 + 0,004X3 Keterangan: X = financial distress index X1 = Return On Assets (ROA)....... (19) X2 = DebtRatio (DR) .................... (20) X3 = Current Ratio (CR)................ (21) Model Zmijewski memiliki nilai cutoff sebesar 0, dengan kriteria penilaian apabila: a. Jika skor perusahaan kurang dari 0 (X < 0), maka perusahaan tersebut masuk dalam nonfinancial distress (sehat). b. Jika skornya lebih dari 0 (X > 0), maka perusahaan diprediksi mengalami financial distress. METODE Model penelitian yang digunakan yaitu dengan analisis kuantitatif deskriptif. Menurut Sugiyono (2013), metode deskriptif adalah metode yang mampu menjelaskan rumusan masalah yang berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya satu variabel atau lebih (variabel mandiri adalah variabel yang berdiri sendiri, bukan variabel independen, karena kalau variabel independen selalu dipasangkan dengan variabel dependen),sehingga dari penelitian ini peneliti tidak membuat perbandingan variabel itu pada sampel lain, dan mencari hubungan variabel itu dengan variabel lain. Menurut Sugiyono (2013), penelitian kuantitatif, yaitu penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka dalam hal ini adalah data laporan keuangan tahunan pada Perusahaan Telekomunikasi Periode 2012-2014. Subjek dalam penelitian ini adalah Perusahaan Telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah kinerja keuangan berdasarkan rasio dalam metode

e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski periode 2012-2014. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan telekomunikasi di Indonesia. Perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014 saat ini berjumlah 6 perusahaan. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling dan diperoleh 5 (lima) perusahaan dari berbagai kriteria pengambilan sampel. Berdasarkan sifatnya, jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini menggunakan sumber data sekunder. Sumber data tersebut diperoleh dari situs Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id), berupa laporan keuangan tahunan perusahaan yang dipublikasikan periode 2012-2014 yang berhubungan erat dengan pembahasan dalam kaitannya dengan penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah dengan metode pencatatan dokumen. Selain itu, untuk memperoleh berbagai macam data dan informasi yang terkait dengan hal ini maka penulis juga menggunakan teknik pengumpulan data seperti kepustakaan (library research) dan mengakses website dan situs-situs yang menyediakan informasi yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini. Teknis analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Altman ZScoreModifikasi, Springate, dan Zmijewski.

Sumber: data diolah Dari perhitungan Tabel 2, dapat dilihat bahwa perusahaan Telekomunikasi pada tahun 2012 yang mengalami kondisi kesulitan keuangan (Financial Distress) terdiri dari dua perusahaan yaitu PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) dan PT Smartfren Tbk (FREN) hal ini ditunjukkan pada nilai Z masing-masing perusahaan kurang dari 1,10 yaitu sebesar -3,31 dan -2,99. Sedangkan pada tahun 2013, PT Bakrie Telecom Tbk dan PT Smartfren Tbk masih dalam kondisi keuangan yang tidak baik disusul dengan PT Indosat Tbk yang juga dalam kondisi yang sama setelah pada tahun 2012 berada pada grey area artinya ketiga perusahaan tersebut mengalami Financial Distress di mana nilai Z<1,10 yaitu masing-masing sebesar -6,10, -4,01, dan 0,63. Pada tahun 2014, diperoleh empat perusahaan yang berada pada kondisi keuangan yang tidak baik atau mengalami Financial Distress di antaranya adalah PT Bakrie Telecom Tbk, PT XL Axiata Tbk, PT Smartfren Tbk, dan PT Indosat Tbk. Keempat perusahaan tersebut masingmasing memiliki nilai Z<1,10 yaitu masingmasing sebesar -10,46, 0,55, -3,86, dan 0,47 sehingga termasuk dalam kategori perusahaan yang mengalami Financial Distress. Tabel 3. Hasil Perhitungan Analisis Model Springate

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tabel 2. Hasil Perhitungan Analisis Model Altman Z-Score

Sumber: data diolah

e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) Dari perhitungan Tabel 3 menunjukkan bahwa perusahaan Telekomunikasi pada tahun 2012 hingga 2014 diperoleh 4 (empat) perusahaan berada pada kondisi keuangan yang tidak sehat artinya perusahaanperusahaan tersebut mengalami kesulitan keuangan (Financial Distress) hal ini ditunjukkan pada nilai S<0,862. Keempat perusahaan tersebut di antaranya adalah PT Bakrie Telecom Tbk, PT XL Axiata Tbk, PT Smartfren Tbk, dan PT Indosat Tbk. Nilai S selama tiga tahun pada PT Bakrie Telecom Tbk adalah sebesar -1,129, 0,820, dan -1,338. Pada PT XL Axiata Tbk masing-masing tahun sebesar 0,744, 0,390, dan 0,102. Pada PT Smartfren Tbk sebesar -0,531, -0,797, dan -0,489. Dan pada PT Indosat Tbk sebesar 0,322, -0,021, dan 0,095. Tabel 4. Hasil Perhitungan Analisis Model Zmijewski

dengan satu perusahaan lagi yaitu PT XL Axiata yang juga mengalami kesulitan keuangan di tahun yang sama. Hal ini ditunjukkan pada nilai X ketiga perusahaan tersebut lebih dari 0 (nol), yaitu sebesar 6,02 pada PT Bakrie Telecom Tbk, 1,04 pada PT Smartfren Tbk, dan 0,20 pada PT XL Axiata. Total perusahaan yang mengalami financial distress pada tahun 2014 sebanyak tiga perusahaan. Pembahasan Pembahasan hasil analisis data menggunakan Model Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel

5.

Perbandingan Hasil Analisis Metode Altman Z-Score, Springate, dan Zmijeski

Sumber: diolah Dari Tabel 4.3 diatas, menunjukkan bahwa di tahun 2012 diperoleh 1 (satu) perusahaan saja yang mengalami financial distress, yaitu PT Bakrie Telecom Tbk hal ini ditunjukkan dari nilai X perusahaan lebih dari 0, yaitu sebesar 1,95. Di tahun 2013, terdapat 2 (dua) perusahaan yang berada pada kondisi financial distress yaitu PT Bakrie Telecom Tbk dan PT Smartfren Tbk di mana nilai X> 0 yaitu masing-masing sebesar 3,34 dan 1,04. Di tahun 2014, kembali PT Bakrie Telecom Tbk dan PT Smartfren Tbk masih mengalami financial distress ditambah

Sumber: data diolah Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Yoseph (2011:2) bahwa saat ini terdapat berbagai alat analisis guna memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan, beberapa diantaranya adalah metode Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan modelAltman Z-Score, Springate, dan Zimjewski terdapat perbedaan hasil analisis yang dikarenakan

e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) adanya perbedaan atas nilai-nilai variabel yang digunakan atau dalam hal ini nilai-nilai rasio keuangan yangberbeda pada masingmasing metode. Dalam perhitungan model Altman Z-Score, Springate, dan Zimjewskimemberikan penilaian yang berbeda terhadap kelima perusahaan telekomunikasi, hal ini dikarenakan rasioyang digunakan dalam mengukur tingkat kesulitan keuangan perusahaan berbeda-beda.Berdasarkan dari hasil penelitian, maka akan dibahas satu persatu sesuai dengan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Pada Tabel 5, Perusahaan Telekomunikasi selama periode 2012-2013 berdasarkan hasil analisis modelAltman ZScore diperoleh tiga dari lima perusahaan dikategorikan mengalami financial distress. Ini berarti bahwa menurut metode Altman Z-Score sebagian besar perusahaan telekomunikasi mengalami financial distress sepanjang periode tersebut. Perusaahaan tersebut diantaranya adalah PT Bakrie Telecom Tbk, PT Smartfren Tbk, dan PT Indosat Tbk.Hal ini disebabkan perusahaan memiliki tingkat likuiditas dan profitabilitas yang rendah artinya perusahaan tidak mampu mengelola dan memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan tidak dapat mengelola assetnya secara efektif dan efesien di dalam menghasilkan laba usahanya. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Wijaya Adi Cahyono (2013:8), dimana berdasarkan metode Altman Z-Scoredari sepuluhperusahaan terdapat limaperusahaanyang mengalami financial distress danlima lainnya berada dalam keadaan sehatpada tahun 2011 dan enam perusahaanyang mengalami financialdistresssementara empat perusahaan dalamkeadaan sehat di tahun 2012. Berdasarkan metode Springate diperoleh empat dari lima perusahaan dikategorikan dalam kondisi financial distress, yang berarti bahwa sebagian besar perusahaan telekomunikasi mengalami financial distress sepanjang periode 2012-2013. Perusahaan tersebut diantaranya adalah PT Bakrie Telecom Tbk, PT XL Axiata Tbk, PT Smartfren Tbk, dan PT Indosat Tbk. Adapun penyebab kondisi

tersebut dapat dilihat padatingkat likuiditasdan profitabilitas yang semakin rendah pada masing-masing perusahaan setiap tahunnya akibat modal kerja yang negatif sehingga perusahaan tidak efektif dan efesien dalam menghasilkan laba usahanya.Penelitian ini mendukung penelitian dari Rizky Amalia Burhanuddin (2015), dimana hasilprediksi financialdistress menggunakanmetodeSpringate terdapat satu perusahaan yang mengalami financial distress. Sedangkan berdasarkan metode dari Zmijewski diperoleh dua dari lima perusahaan yang dikategorikan mengalami financial distress, yaitu PT Bakrie Telecom Tbk dan PT Smartfren Tbk. Dengan kata lain, perusahaan telekomunikasi dengan metode Zmijewski tidak diklasifikasikan tidak mengalami financial distress sepanjang periode 2012-2013. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ufi Zuhriyatuz Zakkiyah, dkk (2014:9)dimana berdasarkan metode Zmijewski (X-Score) sebagian besar perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Hasil perhitungan berdasarkan analisis modelAltman Z-Score pada perusahaan Telekomunikasi selama periode 20122013 diperoleh tiga dari lima perusahaan dikategorikan mengalami financial distress. Ini berarti bahwa menurut metode Altman Z-Score sebagian besar perusahaan telekomunikasi mengalami financial distress sepanjang periode tersebut.Perusaahaan tersebut diantaranya adalah PT Bakrie Telecom Tbk, PT Smartfren Tbk, dan PT Indosat Tbk. Hal ini disebabkan perusahaan memiliki tingkat likuiditas dan profitabilitas yang rendah artinya perusahaan tidak mampu mengelola dan memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan tidak dapat mengelola

e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) assetnya secara efektif dan efesien di dalam menghasilkan laba usahanya. 2) Hasil perhitungan berdasarkan metode Springate diperoleh empat dari limaperusahaan dikategorikan dalam kondisi financial distress, yang berarti bahwa sebagian besar perusahaan telekomunikasi mengalami financial distress sepanjang periode 2012-2013. Perusahaan tersebut diantaranya adalah PT Bakrie Telecom Tbk, PT XL Axiata Tbk, PT Smartfren Tbk, dan PT Indosat Tbk. Adapun penyebab kondisi tersebut dapat dilihat padatingkat likuiditas dan profitabilitas yang semakin rendah pada masing-masing perusahaan setiap tahunnya akibat modal kerja yang negatif sehingga perusahaan tidak efektif dan efesien dalam menghasilkan laba usahanya. 3) Berdasarkan metode Zmijewski diperoleh dua dari lima perusahaan yang dikategorikan mengalami financial distress, yaitu PT Bakrie Telecom Tbk dan PT Smartfren Tbk. Dengan kata lain, perusahaan telekomunikasi dengan metode Zmijewski tidak diklasifikasikan tidak mengalami financial distress sepanjang periode 2012-2013. 4) Berdasarkan hasil perhitungan dari ketiga metode diperoleh dua dari tiga metode menunjukkan perusahaan dikategorikan dalam kondisi financial distress, maka dapat diartikan bahwa perusahaan Telekomunikasi selama periode 2012-2014 sebagian besar berada pada kondisi mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Saran Berdasarkan dari beberapa simpulan yang telah dikemukakan, maka penulis dapat ajukan saran-saran sebagai berikut. 1) Untuk perusahaan yang terindikasi mengalami kondisi kesulitan keuangan (financial distress) sebaiknya manajemen perusahaan segera menindaklanjutikondisi keuangan perusahaan, misalnya dengan cara mengurangi liabilitas dan meningkatkan profit perusahaan dengan melakukan efisiensi biaya agar tidak terjadifinancial distress. Mengingat

modal kerja sebagian besar perusahaan mengalami penurunan dari tahun ke tahun berdasarkan laporan keuangan periode 2012-2013 bahkan terdapat modal kerja yang bernilai negatif. 2) Bagi parainvestor yang ingin berinvestasi disarankan untuk berhatihati dalam memilih perusahaan dan dapat menggunakan hasil penelitian sebagai salah satu rujukan dalam membuat keputusan investasi serta memilih perusahaan terutama perusahaan yang menunjukkan peningkatan kinerja keuangan atau perusahaan yang memiliki kinerja keuangan baik menjadi pilihan yang lebih aman. 3) Bagi penelitian selanjutnya sebaiknya menambah periode pengamatan mengenai kondisi financial distress perusahaan dan dapat menambah metode analisis lain seperti metode Olhson dan Grover. DAFTAR RUJUKAN Andre, Orina. 2013. Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas Dan Leverage Dalammemprediksi Financial Distress (Studi Empiris Pada Perusahaan Aneka Industri Yang Terdaftar di BEI). Skripsi. Padang: Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang. Ayu, Niki. 2008. “Perbandingan Analisis Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi, dan Altman Modifikasi Dengan Ukuran dan Umur Perusahaan Sebagai Variabel Penjelas (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)”. Jurnal Siasat Bisnis Vol. 13 No. 1, April 2009 Hal: 15–28. Cahyono, Wijaya Adi. 2013. Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Pertambangan Batu Bara yang Listing di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2012 dengan Menggunakan Analisis Model Z-score Altman. EJurnal. Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016)

Darsono dan Ashari. 2005. Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan. Jakarta: Salemba Empat Halim, Abdul dan Mamduh M. Hanafi. 2009. Analisis Laporan Keuangan. Edisi 4. Yogyakarta. UPP STIM YKPN. Hidayat, Gustiana. 2014. Analisis Kebangkrutan Model Atlman Modifikasi Z-Score dan Springate pada Perusahaan Telekomunikasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012. Bandung: Universitas Widyatama. Hofer, C. W. 1980. Turnaround Strategies.Jurnal Strategi Bisnis Ikatan Akuntansi Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Kasmir. 2012. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada Meythi. 2013. Rasio Keuangan Terbaik Untuk Memprediksi Nilai Perusahaan. Jurnal Keuangan dan Perbankan Vol. 17 No. 2. Bandung: Universitas Kristen Maranatha. Munawir, S, 2002. Analisis Laporan Keuangan, Edisi Kedua, Yogyakarta: YPKN. ------------------. 2004. Analisa Laporan Keuangan, Edisi Keempat, Cetakan Ketigabelas, Yogyakarta: Liberty. Peter, Yoseph, 2012. “Analisis Kebangkrutan Dengan Metode Zscore Altman, Springate dan Zwejwski pada PT. INDOFOOD Sukses Makmur Tbk Periode 20052009.”Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi Nomor 04 Tahun ke-2Januari-April 2011. Pramuditya, Andhika Yudha . 2014. “Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kemungkinan Perusahaan

Mengalami Kondisi Financial Distress (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012). Skripsi.Semarang : Program Sarjana (S1) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Ramadhani dan Lukviarman. 2009. Perbandingan Analisis Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi, dan Altman Modifikasi Dengan Ukuran Dan Umur Perusahaan Sebagai Variabel Penjelas (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia). Padang. Sawir, Agnes. 2000.Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan, cetakan kedua, PT.Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D).Bandung : Alfabeta. Supardi, 2003. Validitas Penggunaan ZScore Altman untuk Menilai Kebangkrutan pada Perusahaan Perbankkan Go Publik Di Bursa Efek Jakarta. Magister Manajemen Universitas Pandjajaran. Ufi Zuhriyatuz Zakkiyah, Topo Wijono, dan M. G. Wi Endang NP. 2014. Analisis Penggunaan Zmijewski (X-score) dan Altman Z-score untuk memprediksi Potensi Kebangkrutan pada Perusahaan Tekstil dan Garmen yang Terdaftar di BEI Periode 2009-2012. Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 12 No. 2. Malang: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Whitaker, Richard. 1999. The early stages of financial distress.Journal of economics and finance Vol. 23: p.123-133. Summer.

e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016) Zmijewski, ME. 1984. Methodological Issues Related to The Estimation of FinancialDistress Model.Journal of Accounting Research,p59-82.