ANALISIS PERILAKU PERMINTAAN RUMAH TANGGA DAN

Download Penawaran menyebabkan ketidakseimbangan pasar komoditi cabai tidak stabil karena terkadang ... Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pasok...

0 downloads 495 Views 1MB Size
ANALISIS PERILAKU PERMINTAAN RUMAH TANGGA DAN JUMLAH PASOKAN CABAI MERAH KERITING DI DKI JAKARTA

SKRIPSI

DETA PRIYANTI H34104018

PROGRAM ALIH JENIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 i

RINGKASAN DETA PRIYANTI. Analisis Perilaku Permintaan Rumah Tangga dan Jumlah Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS) Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia di samping terus tumbuh dan berkembangnya sektor-sektor lain. Sektor pertanian berada pada urutan kedua terbesar dalam menyumbangkan angka pada PDB setelah sektor industri pengolahan sejak tahun 2006 sampai 2010. Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor yang memiliki perkembangan cukup baik. Tahun 2011 produksi komoditi hortikultura seperti buah, sayur, tanaman obat dan melati setiap tahun mengalami peningkatan masing-masing sebesar 5,32, 3,99, 4,06, dan 5,28 persen. Salah satu komoditi subsektor hortikultura yang bernilai tinggi adalah cabai merah. Daerah yang paling banyak memproduksi cabai atau penghasil cabai terbesar di Indonesia berlokasi di pulau Jawa tepatnya di Jawa Barat. Sebagai komoditi strategis di Indonesia, fluktuasi harga dan pasokan cabai merah secara cepat mempengaruhi harga-harga pada komoditi lainnya. Ketidakseimbangan antara jumlah cabai yang tersedia dengan jumlah yang dibutuhkan konsumen sering menjadi sumber permasalahan dalam pasar cabai. Penawaran menyebabkan ketidakseimbangan pasar komoditi cabai tidak stabil karena terkadang jumlahnya terlalu tinggi atau sebaliknya jumlah penawaran sangat rendah. Selain dari sisi penawaran/jumlah pasokan, ketidakseimbangan pasar cabai bisa juga berasal dari sisi permintaan. Pada waktu-waktu tertentu permintaan cabai sangat tinggi dan pada waktu berbeda permintaan cabai stabil kembali atau menjadi lebih sedikit. DKI Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia selalu menjadi perhatian utama dan tolak ukur dalam mengkaji ketersediaan sumber bahan makanan bagi Indonesia secara keseluruhan. Kondisi di DKI Jakarta yang jumlah penduduk semakin meningkat menyebabkan tingkat kebutuhan terhadap berbagai komoditi semakin meningkat. Berbagai sumber bahan makanan yang berasal dari berbagai daerah umumnya dikumpulkan di satu pasar induk ini untuk kemudian disebarkan ke daerah-daerah yang membutuhkan pasokan. Pasar Induk Kramat Jati merupakan pasar induk di DKI Jakarta yang menjadi pusat perdagangan khususnya untuk komoditi sayur-sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian. Fluktuasi jumlah produksi cabai merah di Indonesia secara tidak langsung menggambarkan jumlah cabai merah yang tersedia di Indonesia yang tidak stabil. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku rumah tangga di wilayah DKI Jakarta dalam mengkonsumsi cabai merah, dan mengestimasi model permintaan rumah tangga serta mengestimasi model pasokan cabai merah di wilayah DKI Jakarta. Untuk memenuhi kebutuhan kelengkapan data, penelitian ini dilaksanakan di beberapa pasar yang ada di DKI Jakarta mulai dari pasar induk, pasar moderen, dan pasar tradisional. Jumlah responden dalam penelitian ini yaitu 50 orang yang ditentukan dengan metode convenience sampling. Data dianalisis dengan metode regresi linear berganda dan analisis deskriptif dengan menggunakan program Microsoft excel dan Minitab Versi 14.00. ii

Sebaran responden pada berbagai tingkatan usia menunjukkan bahwa sebagian besar ibu-ibu di DKI Jakarta yang menjadi pangsa pasar cabai merah itu sendiri adalah ibu-ibu yang berada dalam usia produktif yaitu usia 30 – 40 tahun. Tidak semua responden yang melakukan pembelian cabai berprofesi sebagai ibu rumah tangga, beberapa diantaranya ada yang bekerja. Tingkat pendidikan SMA merupakan tingkat pendidikan yang paling banyak diterima oleh responden. Sebagian besar rumah tangga di DKI Jakarta beranggotakan 4 – 7 orang. Penduduk di DKI Jakarta terdiri dari orang-orang dengan berbagai macam suku, diantaranya yaitu Betawi, Sunda, Jawa, Padang, Melayu, dan lain-lain. Setiap rumah tangga memiliki perilaku yang berbeda-beda dalam membeli dan mengkonsumsi cabai merah. Sebagian besar responden melakukan pembelian cabai merah di pasar tradisional. Sebanyak 36,00 persen dari keseluruhan responden melakukan pembelian cabai empat kali dalam sebulan. Jumlah cabai merah yang dibeli oleh rumah tangga di DKI Jakarta berkisar antara 0,05 hingga 1 kilogram setiap kali pembelian. Tidak semua responden melakukan penyimpanan terhadap cabai merah karena sifat cabai merah yang cepat busuk. Sebagian besar konsumen menyatakan tidak dapat mengganti cabai merah dengan jenis produk lainnya, tetapi ada yang menggantikannya dengan cabai rawit hijau, cabai rawit merah, saos sambal botolan, dan lada. Kebanyakan responden sangat tergantung dengan cabai merah, paling lama responden dapat menahan diri untuk tidak mengkonsumsi cabai selama tujuh hari. Menanggapi perubahan yang terjadi pada cabai merah, beberapa rumah tangga ada yang terpengaruh oleh adanya perubahan harga, kuantitas, dan perubahan kondisi seperti pada hari raya/besar. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengahruhi permintaan rumah tangga terhadap cabai merah yaitu jumlah anggota keluarga, harga beli, pendapatan rumah tangga, frekuensi pembelian, tempat pembelian, dan suku. Keragaman jumlah permintaan rumah tangga di DKI Jakarta terhadap cabai merah 61,8 persen dapat dijelaskan oleh variabel independen tersebut, sebesar 38,2 persen dijelaskan oleh variabelvariabel lain yang tidak dimasukkan atau dijelaskan dalam model. Dilihat dari nilai Fhit dan probabilitas, secara keseluruhan model dugaan signifikan mempengaruhi permintaan. Variabel-variabel yang secara individu berpengaruh signifikan terhadap permintaan rumah tangga yaitu jumlah anggota keluarga, tempat pembelian cabai merah, dan suku. Dilihat dari nilai elastisitasnya, jumlah permintaan cabai rumah tangga tidak elastis pada setiap variabel-variabel yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta yaitu jumlah pasokan cabai keriting periode sebelumnya, harga cabai merah keriting, harga cabai merah keriting musim sebelumnya, harga rata-rata cabai substitusi, tingkat inflasi, dan bulan puasa/hari raya. Keragaman jumlah pasokan 75,1 persen dapat dijelaskan oleh variabel independen tersebut, sebesar 24,9 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan atau dijelaskan dalam model. Dilihat dari nilai Fhit dan probabilitas, secara keseluruhan variabel-variabel yang ada di dalam model dugaan signifikan mempengaruhi jumlah pasokan cabai merah. Variabel yang secara individu berpengaruh signifikan terhadap jumlah pasokan cabai merah keriting harga rata-rata cabai substitusi, dan tingkat inflasi. Jumlah pasokan cabai tidak elastis terhadap perubahan variabel yang mempengaruhinya kecuali perubahan tingkat inflasi.

iii

ANALISIS PERILAKU PERMINTAAN RUMAH TANGGA DAN JUMLAH PASOKAN CABAI MERAH KERITING DI DKI JAKARTA

DETA PRIYANTI H34104018

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis

PROGRAM ALIH JENIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 iv

Judul Skripsi

: Analisis Perilaku Permintaan Rumah Tangga dan Jumlah Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta

Nama

: Deta Priyanti

NIM

: H34104018

Menyetujui, Pembimbing

Muhammad Firdaus, Ph.D NIP. 19730105 199702 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus :

v

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Perilaku Permintaan Rumah Tangga dan Jumlah Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

Deta Priyanti H34104018

vi

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Deta Priyanti dilahirkan pada tanggal 2 Februari 1989 di Curup, Bengkulu. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Sukri dan Ibu Rusni. Pendidikan penulis diawali di Taman Kanak–kanak AL–Quran Curup, Bengkulu pada tahun 1994. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 02 Centre Curup, Bengkulu pada tahun 1995-2001. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Curup, Bengkulu dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Curup, Bengkulu dan lulus pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 penulis

melanjutkan pendidikan dengan diterima di Program Keahlian Manajemen Agribisnis, Direktorat Program Diploma, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Setelah menyelesaikan pendidikan program diploma di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010, penulis langsung melanjutkan pendidikan ke tingkat sarjana. Penulis diterima di Program Alih Jenis Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

vii

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian, menyusun dan menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “Analisis Perilaku Permintaan Rumah Tangga dan Jumlah Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta”. Penulisan kajian ini merupakan hasil dari kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012, yang merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Alih Jenis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat kekurangan–kekurangan baik dari pemahaman materi, pemakaian bahasa, maupun dari segi penyajiannya. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya kepada penulis sendiri dan umumnya kepada para pembaca.

Bogor, Juli 2012

Deta Priyanti

viii

UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahirobbil a’laminn, puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulisan skripsi ini juga tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan dan kerjasama berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis hendak menghaturkan banyak terima kasih kepada : 1.

Muhammad Firdaus, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, arahan serta nasehat mulai dari persiapan penelitian sampai pada penulisan skripsi ini.

2.

Amzul Rifin, Ph.D sebagai dosen evaluator pada saat kolokium/seminar proposal penelitian sekaligus sebagai dosen penguji utama dalam sidang yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan demi penyempurnaan penulisan skripsi ini.

3.

Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji akademik/dosen komisi pendidikan pada saat sidang yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan dalam hal penulisan skripsi yang baik dan benar.

4.

Kedua orang tua yang selalu menjadi sumber inspirasi bagi penulis, Ayah Sukri dan Emak Rusni tercinta. Terimakasih atas segala rasa cinta, kasih sayang, dan segala pengorbanan yang diberikan untuk penulis. Terimakasih atas segala doa, nasehat, dukungan moril maupun materil yang sangat berarti bagi penulis. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang membahagiakan.

5.

Kakak M. Nugransyah tercinta, terima kasih atas rasa cinta, kasih sayang, doa, semangat dan support yang selalu diberikan kepada penulis.

6.

Teman satu tim dalam penelitian Ade Rahmana Pajrin dan Arief Bangun Sanjaya atas kerja sama, bantuan, dan masukan yang diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi.

7.

Seluruh Dosen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen yang telah mengajar penulis semasa kuliah sehingga penulis dapat mengerti dan memanfaatkan materi-materi yang telah diberikan dengan baik.

ix

8.

Semua teman–teman di Program Alih Jenis Departemen Agribisnis khususnya angkatan ’1, terimakasih atas kerjasama, dukungan, dan masukan yang telah diberikan.

9.

Teman satu kosan (Cece, Luna, Arumi, Momon, Indah), terimakasih atas dukungan, masukan, dan doa yang telah diberikan.

10. Semua teman-teman, keluarga, serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terimakasih karena telah selalu mendukung dan mendoakan keberhasilan penulis. Semoga amal dan kebaikan Bapak/Ibu serta rekan-rekan semua mendapat balasan terbaik dari Allah SWT. Amin Bogor, Juli 2012

Deta Priyanti

x

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................

xiii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................

xv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................

xvi

I.

PENDAHULUAN ....................................................................... 1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ............................................................... 1.3. Tujuan ................................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................. 1.5. Ruang Lingkup ......................................................................

1 1 8 11 12 13

II.

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2.1. Deskripsi Umum Cabai Merah ............................................... 2.2. Permintaan dan Penawaran Cabai Merah................................ 2.3. Permintaan dan Penawaran Komoditi Lain ............................. 2.4. Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu .........

14 14 15 17 21

III. KERANGKA PEMIKIRAN....................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................. 3.1.1. Teori Penawaran........................................................... 3.1.2. Teori Permintaan .......................................................... 3.1.3. Konsep Elastisitas ........................................................ 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...........................................

23 23 23 26 32 34

IV.

METODE PENELITIAN ........................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 4.2. Metode Penentuan Sampel ..................................................... 4.3. Data dan Instrumentasi........................................................... 4.4. Metode Pengumpulan Data .................................................... 4.5. Metode Pengolahan Data ....................................................... 4.5.1. Analisis Deskriptif........................................................ 4.5.2. Analisis Regresi Berganda ............................................ 4.5.2.1. Kriteria Ekonometrika ..................................... 4.5.2.2. Kriteria Statistik .............................................. 4.6. Hipotesis Penawaran dan Permintaan Cabai Merah ................ 4.6.1. Hipotesis Penawaran Cabai Merah ............................... 4.6.2. Hipotesis Permintaan Cabai Merah ...............................

36 36 37 37 38 38 39 40 44 46 48 48 50

V.

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PERILAKU RUMAH TANGGA DALAM KONSUMSI CABAI MERAH KERITING ................................................................................. 5.1. Provinsi DKI Jakarta .............................................................. 5.2. Perilaku Rumah Tangga dalam Konsumsi Cabai Merah Keriting ................................................................................. 5.2.1. Tempat Pembelian Cabai Merah Keriting ..................... 5.2.2. Frekuensi Pembelian Cabai Merah Keriting..................

52 52 58 59 60 xi

5.2.3. Kuantitas Pembelian Cabai Merah Keriting .................. 5.2.4. Stok Cabai Merah Keriting ........................................... 5.2.5. Produk Substitusi Cabai Merah Keriting ....................... 5.2.6. Daya Tahan Tidak Mengkonsumsi Cabai Keriting ........ 5.2.7. Pendapat Mengenai Harga Cabai Keriting .................... 5.2.8. Respon Terhadap Perubahan ........................................ VI.

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING .................................................................. 6.1. Model Permintaan Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah Keriting ................................................................................. 6.2. Kriteria Ekonometrika............................................................ 6.2.1. Uji Linearitas ............................................................... 6.2.2. Uji Homoskedastisitas .................................................. 6.2.3. Uji Multikolinearitas .................................................... 6.2.4. Uji Normalitas .............................................................. 6.3. Kriteria Statistik ..................................................................... 6.3.1. Uji R2 (Koefisien Determinasi) ..................................... 6.3.2. Uji Kelinearan Model (Uji F) ....................................... 6.3.3. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji T) ............................

61 62 63 64 65 66

71 71 75 75 75 76 77 77 77 78 79

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH PASOKAN CABAI MERAH DI DKI JAKARTA .................... 7.1. Model Pasokan Cabai merah keriting di DKI Jakarta ............. 7.2. Kriteria Ekonometrika............................................................ 7.2.1. Uji Linearitas ............................................................... 7.2.2. Uji Homoskedastisitas .................................................. 7.2.3. Uji Autokorelasi ........................................................... 7.2.4. Uji Multikolinearitas .................................................... 7.2.5. Uji Normalitas .............................................................. 7.3. Kriteria Statistik ..................................................................... 7.3.1. Uji R2 (Koefisien Determinasi) ..................................... 7.3.2. Uji Kelinearan Model (Uji F) ....................................... 7.3.3. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji T) ............................ 7.4. Implikasi Kebijakan ...............................................................

80 80 83 83 84 84 85 85 86 86 86 87 89

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 8.1. Kesimpulan ............................................................................ 8.2. Saran......................................................................................

91 91 92

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................

94

LAMPIRAN .........................................................................................

96

xii

DAFTAR TABEL Nomor 1.

Halaman Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006 – 2010 .....................................................................

1

Jumlah Produksi Cabai Setiap Provinsi-provinsi di Indonesia Tahun 2007-2011 (Ton)..............................................................

3

Jumlah Pasokan Cabai di Pasar Induk Kramat Jati DKI Jakarta Tahun 2006-2011 .......................................................................

7

Luas Panen dan Produksi Cabai di DKI Jakarta pada Tahun 2006-2010 .......................................................................

53

Daerah Asal Komoditi Sayuran di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ).........................................................................................

56

Daerah Pemasaran dan Persentase Jumlah Komoditas di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta ...........................................................

58

Sebaran Responden Menurut Tempat Pembelian Cabai Merah Keriting ......................................................................................

60

Sebaran Responden Menurut Frekuensi Pembelian Cabai Merah Keriting ...........................................................................

61

Sebaran Responden Menurut Kuantitas Cabai Merah Keriting ....

61

10. Sebaran Responden Menurut Kuantitas Stok Cabai Merah Keriting ......................................................................................

62

11. Sebaran Responden Menurut Produk Substitusi Cabai Merah .....

64

12. Sebaran Responden Menurut Daya Tahan Tidak Mengkonsumsi Cabai Merah Keriting .................................................................

65

13. Sebaran Responden Mengenai Harga Beli Cabai Merah Keriting

66

14. Sebaran Responden Menurut Respon Responden Terhadap Perubahan Harga Cabai Merah, Pendapatan, dan Kuantitas Cabai Merah Keriting .................................................................

67

15. Perubahan Jumlah Konsumsi Cabai Kerting Rumah Tangga Akibat Perubahan Harga dan Hari Raya/Bulan Puasa .............................

68

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

xiii

16. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Rumah Tangga di DKI Jakarta Terhadap Cabai Merah Keriting ..........................

71

17. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta ..............................................................

80

xiv

DAFTAR GAMBAR Nomor 1.

Halaman Grafik 10 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Indonesia Tahun 2010 ................................................................................

4

Perkembangan Rata-rata Harga Cabai Nasional Tahun 2008-2011 ..................................................................................

5

3.

Jumlah Produksi Cabai Merah di Indonesia Tahun 1997-2010 ....

9

4.

Pekembangan Harga Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta Tahun 2009-2011 .......................................................................

10

5.

Kurva Penawaran dan Pergerakan Sepanjang Kurva penawaran .

24

6.

Pergeseran Kurva Penawaran .....................................................

25

7.

Kurva Permintaan dan Pergerakan Sepanjang Kurva ..................

29

8.

Kurva Permintaan dan Pergeseran Kurva ....................................

30

9.

Alur Kerangka Pemikiran Operasional .......................................

35

2.

xv

DAFTAR LAMPIRAN Nomor

Halaman

1.

Kuesioner Konsumen Cabai Merah Keriting ............................

97

2.

Data Regresi Permintaan Cabai Merah Keriting .......................

101

3.

Data Regresi Pasokan Cabai Merah Keriting ............................

102

4.

Grafik Output Minitab Untuk Melakukan Uji Linearitas, Homoskedastisitas, dan Normalitas Model Permintaan Cabai Merah Keriting ...............................................................

103

Output Perhitungan Minitab Versi 14.00 untuk Model Permintaan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta .....................

104

Grafik Output Minitab Untuk Melakukan Uji Linearitas, Homoskedastisitas, dan Normalitas Model Pasokan Cabai Merah Keriting .........................................................................

105

Output Perhitungan Minitab Versi 14.00 untuk Model Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta .......................................

106

Perhitungan Variabel Dummy dalam Model Permintaan Rumah Tangga dan Jumlah Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta ..........................................................................

107

5. 6.

7. 8.

xvi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia di samping terus tumbuh dan berkembangnya sektor-sektor lain. Hal ini tentu sudah sepantasnya mengingat istilah sebagai negara agraris begitu melekat pada negara Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan Produk Domestik Bruto (PDB) negara Indonesia tahun 2006 sampai 2011 seperti yang terlihat pada pada Tabel 1. semakin menguatkan pendapat bahwa sektor pertanian merupakan sektor penting bagi perekonomian di negara Indonesia. Dari tahun ke tahun, persentase PDB yang berasal dari sektor pertanian selalu berada di posisi tiga terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya. Dapat dilihat pada Tabel 1. bahwa walaupun terlihat cenderung mengalami penurunan dibandingkan dengan nilai pada tahun 2006, distribusi PDB sektor pertanian pada tahun 2011 masih menempati posisi ketiga terbesar setelah sektor industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 12,7 persen dari seluruh PDB nasional yang dihasilkan. Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006 – 2010 No

Lapangan Usaha

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian 1

2006

2007

2008

2009

2010* 2011**

14,2

13,8

13,7

13,6

13,2

12,7

9,1

8,7

8,3

8,3

8,1

7,7

27,8

27,4

26,8

26,2

25,8

25,7

0,7

0,7

0,7

0,8

0,8

0,8

3

Industri Pengolahan

4

Listrik, Gas & Air Bersih

5

Konstruksi

6,1

6,2

6,3

6,4

6,5

6,5

6

Perdagangan, Hotel & Restoran

16,9

17,3

17,5

16,9

17,3

17,8

Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate & Jasa 8 Perusahaan 9 Jasa-jasa

6,8

7,2

8,0

8,8

9,4

9,8

9,2

9,3

9,5

9,6

9,6

9,6

9,2

9,3

9,3

9,4

9,4

9,4

Produk Domestik Bruto

100,0

100,0

100,0

100,0

100,0

100,0

Produk Domestik Bruto Tanpa Migas 92,2 92,7 93,1 Keterangan : *Angka Sementara, **Angka Sangat Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia (2012)1

93,5

93,8

94,3

7

1

Badan Pusat Statistik. 2012. http://www.bps.go.id [diakses 20 Februari 2012]

1

Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor dalam sektor pertanian yang memiliki perkembangan cukup baik. Hortikultura terdiri dari tanaman buah-buahan, sayuran, bunga, tanaman hias dan juga termasuk tanaman obat. Subsektor tanaman hortikultura dapat dikatakan sebagai salah satu subsektor yang sangat prospektif dan berperan penting dalam sektor pertanian. Hal ini merupakan suatu hal yang wajar mengingat dari subsektor ini banyak dihasilkan sumber bahan makanan seperti buah-buahan dan sayuran. Baik buah-buahan maupun sayuran dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat karena diketahui mengandung banyak vitamin dan mineral yang banyak dibutuhkan oleh manusia. Selain itu, secara geografis negara Indonesia juga sangat mendukung untuk dikembangkannya berbagai jenis tanaman buah-buahan tropis dan berbagai jenis sayuran. Dalam Evaluasi Kinerja Tahun 2011 dan Rencana Perbaikan Kinerja Tahun 2012 oleh menteri pertanian yang diterbitkan departemen pertanian disebutkan bahwa tahun 2011 produksi komoditi hortikultura rata-rata mengalami peningkatan. Seperti buah, sayur, tanaman obat dan melati setiap tahun mengalami peningkatan masing-masing sebesar 5,32,

3,99, 4,06,

dan 5,28

persen.2 Hal ini menunjukkan suatu perkembangan yang baik bagi subsektor hortikultura. Peningkatan produksi yang telah berlangsung ini bisa juga dijadikan sebagai pemacu untuk lebih meningkatkan produksi tanaman hortikultura di waktu yang akan datang. Salah satu komoditi subsektor hortikultura yang bernilai tinggi dan sangat dikenal masyarakat Indonesia adalah cabai. Cabai yang termasuk dalam kelompok tanaman sayuran ini dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang berasal dari seluruh penjuru tanah air dari Sabang sampai Merauke. Kekhasan masakan Indonesia dengan cita rasa pedas dan kekayaan warisan kuliner yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan salah satu faktor yang membuat cabai banyak dikonsumsi di Indonesia. Kebutuhan yang tinggi akan cabai ini mengharuskan negara Indonesia untuk dapat menghasilkan cabai dalam jumlah yang tinggi agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan konsumen cabai di tanah air. 2

Kementrian Pertanian. 2012. Evaluasi Kinerja Tahun 2011 dan Rencana Perbaikan Kinerja Tahun 2012. http://www.deptan.go.id [diakses 21 Februari 2012]

2

Konsumsi masyarakat Indonesia yang tinggi terhadap cabai didukung pula oleh kemampuan masing-masing daerah untuk memproduksi dan menghasilkan cabai tersebut. Kekayaan sumberdaya alam Indonesia membuat hampir semua daerah, baik di pulau Jawa, Sumatera, dan pulau–pulau lainnya bisa menghasilkan cabai. Meskipun tidak jarang ditemukan suatu daerah yang mampu memproduksi cabai masih harus memasok cabai dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan daerah. Hal ini terjadi karena jumlah hasil produksi suatu daerah belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat terhadap komoditi cabai tersebut. Saat ini daerah yang paling banyak memproduksi cabai atau dapat dikatakan sebagai penghasil cabai terbesar di Indonesia berlokasi di pulau Jawa tepatnya di Jawa Barat. Penghasil cabai terbesar kedua setelah Jawa Barat adalah Sumatra Utara yang diikuti oleh daerah Jawa tengah, Jawa Timur, Aceh dan daerah – daerah lainnya. Tabel 2. menunjukkan data produksi tanaman cabai menurut provinsi berdasarkan daerah penghasil cabai terbesar. Tabel 2. Jumlah Produksi Cabai Setiap Provinsi-provinsi di Indonesia Tahun 2007-2011 (Ton) Jumlah Produksi Cabai (ton) No

Lokasi 2007

2008

2009

2010

2011*

1

Jawa Barat

184.764

168.101

209.265

166.691

195.383

2

Jawa Timur

73.776

63.033

65.767

71.565

73.656

3

Sumatera Utara

112.843

116.977

124.422

154.694

197.826

4

Jawa Tengah

91.150

100.083

139.993

134.572

117,341

5

Aceh

26.422

30.765

20.727

35.324

23.816

6

Daerah Lain-lain

187.873

216.748

227.259

244.314

249,169

676.828

695.707

787.433

807.160

857.191

TOTAL

Keterangan Sumber

: *Angka Sementara : Direktorat Jendral Hortikultura (2012)3

Selain menunjukkan provinsi penghasil cabai tertinggi, dari data yang ditunjukkan pada Tabel 2. dapat pula diketahui bahwa jumlah produksi cabai di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat tinggi. Tingginya tingkat produksi cabai ini bisa jadi menjadi sebuah indikator yang menunjukkan tingginya minat masyarakat dalam mengkonsumsi cabai. Banyak petani cabai di Indonesia yang menyadari tingginya kebutuhan cabai, sehingga 3

Direktorat Jendral Hortikultura. 2011. http://www.hortikultura.go.id [20 Januari 2012]

3

produksi cabai ditingkatkan agar terpenuhi semua kebutuhan masyarakat. Disamping itu tanaman cabai sendiri memang merupakan salah satu komoditi hortikultura yang sangat prospektif dan dapat memberikan keuntungan yang tinggi jika diusahakan. Seperti hasil penelitian tentang kelayakan usahatani cabai merah keriting yang dilakukan oleh Siregar (2011). Hasil penelitian yang dilakukan pada petani cabai merah keriting sebagai responden di Desa Citapen secara umum memperlihatkan bahwa usahatani cabai merah keriting sangat menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Dilihat dari nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total menunjukkan nilai yang lebih dari satu, yakni sebesar 2,65 dan 2,46. Artinya adalah bahwa penerimaan yang diperoleh petani responden dalam mengusahakan cabai merah keriting dapat menutupi biaya usahatani yang dikeluarkan. Satu hal yang sangat penting terkait dengan komoditi cabai merah yaitu pengaruhnya terhadap perekonomian di Indonesia. Cabai merah merupakan salah satu jenis komoditi strategis di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari besarnya tingkat permintaan masyarakat terhadap cabai merah. Fluktuasi harga dan pasokan cabai merah secara cepat mempengaruhi harga-harga pada komoditi lainnya. Hal ini menjadikan cabai merah termasuk dalam sepuluh besar komoditi yang menyumbangkan inflasi seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik 10 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Indonesia Tahun 2010 Sumber : Sekretariat Negara Indonesia (2011)4 4

Sekretariat Negara Indonesia. 2011. http://www.setneg.go.id [diakses 14 Maret 2012]

4

Sama halnya dengan komoditas pertanian lainnya, pasokan cabai sangat dipengaruhi oleh jumlah produksi yang bisa dihasilkan oleh masing-masing daerah penghasil. Jumlah cabai yang tersedia di pasar tidak selalu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Terkadang pasokan cabai yang tersedia bisa melebihi kebutuhan konsumsi masyarakat, tetapi tidak jarang pula jumlah cabai yang tersedia bahkan lebih sedikit dari kebutuhan masyarakat yang sebenarnya. Ketidakseimbangan antara jumlah cabai yang tersedia dengan jumlah yang dibutuhkan konsumen sering menjadi sumber permasalahan dalam pasar cabai. Permasalahan utama yang terjadi karena ketidakseimbangan ini adalah tingkat harga yang tidak menentu (berfluktuasi). Dilihat dari besarnya pengaruh cabai merah pada perekonomian Indonesia seperti yang terlihat pada Gambar 1. tentunya fluktuasi harga cabai menjadi satu permasalahan penting dalam perekonomian di Indonesia. Ada banyak hal yang bisa menyebabkan ketidaksesuaian jumlah penawaran dan permintaan cabai masyarakat. Hal ini bisa disebabkan oleh tidak stabilnya jumlah cabai yang tersedia atau juga karena jumlah kebutuhan masyarakat yang fluktuatif. Yang jelas hal ini akan berdampak pada harga cabai menjadi tidak stabil. Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 2. menunjukkan fluktuasi yang terjadi pada harga cabai di Indonesia sepanjang tahun dari tahun 2008 hingga akhir tahun 2011.

Gambar 2. Perkembangan Rata-rata Harga Cabai Nasional Tahun 2008-2011 Sumber : Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (2012)

5

Grafik perkembangan harga cabai yang terlihat pada Gambar 2. mengindikasikan adanya ketidakseimbangan

pada pasar

cabai

nasional.

Ketidakseimbangan pasar ini bisa berasal dari jumlah penawaran dapat dilihat dari jumlah pasokan cabai merah yang tersedia di pasar sebagai representasi dari jumlah penawaran cabai merah. Penawaran menyebabkan ketidakseimbangan pasar komoditi cabai tidak stabil karena terkadang jumlahnya terlalu tinggi atau sebaliknya jumlah penawaran sangat rendah. Selain dari sisi penawaran yang terlihat dari jumlah pasokan, ketidakseimbangan pasar cabai bisa juga berasal dari sisi permintaan. Pada waktu-waktu tertentu permintaan cabai sangat tinggi dan pada waktu berbeda permintaan cabai stabil kembali atau menjadi lebih sedikit. Salah satu faktor yang menyebabkan jumlah pasokan cabai yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah kebutuhan masyarakat yaitu karena harga cabai itu sendiri dan hasil produksi cabai sebagai sumber pasokan/penawaran cabai. Pertumbuahan dan perkembangan tanaman cabai sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca. Beberapa waktu terakhir, cuaca menjadi salah satu sumber masalah bagi usaha-usaha agribisnis termasuk tanaman cabai. Pemanasan global (global warming) mengakibatkan cuaca semakin tidak menentu dan secara otomatis hasil produksi komoditi pertanian seperti cabai menjadi tidak stabil. Selain permasalahan-permasalahn teknis, kuantitas penawaran cabai tidak terlepas dari pengaruh harga jual cabai itu sendiri. Harga komoditi cabai itu sendiri mempengaruhi jumlah pasokan cabai, karena para produsen cabai tentu tidak mau memproduksi cabai jika harga cabai turun. Hal seperti ini akan menyebabkan penawaran cabai dipasaran menjadi turun. Dari sisi konsumen sendiri atau jumlah kebutuhan masyarakat akan cabai juga tidak menentu, terkadang kebutuhan masyarakat menjadi sangat tinggi di atas kebutuhan biasanya. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh momen-momen tertentu seperti hari-hari besar keagamaan. Selain cuaca, harga, dan momen-momen hari raya masih banyak faktor lain yang mempengaruhi jumlah pasokan cabai dan juga kebutuhan/permintaan cabai. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut agar diketahui secara jelas dan lebih rinci mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keduanya. Lokasi-lokasi yang menjadi pusat produksi, konsumsi, dan pemasaran cabai

6

merupakan tempat yang paling tempat untuk mengkaji tentang penawaran dan permintaan cabai. Jawa Barat dan beberapa daerah lain yang termasuk dalam kategori daerah penghasil cabai tertinggi sangat menentukan ketersediaan komoditi cabai dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia. Umumnya cabai yang dihasilkan baik dari daerah penghasil cabai terbesar seperti Jawa Barat dan Jawa Timur serta daerah lainnya dikumpulkan di pasar induk untuk kemudian didistribusikan ke seluruh wilayah yang membutuhkan pasokan cabai termasuk untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. DKI Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia selalu menjadi perhatian utama dan tolak ukur dalam mengkaji ketersediaan sumber bahan makanan bagi Indonesia secara keseluruhan. Letaknya yang dekat dengan pusat pemerintahan, dan jumlah penduduk yang padat membuat DKI Jakarta menjadi lokasi yang tepat untuk mengkaji ketersediaan dan konsumsi bahan makanan termasuk jenis sayuran seperti cabai merah. Apalagi dengan kondisi di DKI Jakarta yang jumlah penduduk semakin meningkat menyebabkan tingkat kebutuhan terhadap berbagai komoditi semakin meningkat. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi di DKI Jakrata sendiri dimana lahan-lahan pertanian semakin sempit dan terbatas membuat DKI Jakarta tidak bisa memproduksi sendiri berbagai macam komoditas yang dibutuhkan. Menurut data statsistik dalam Jakarta Dalam Angka (2011) luas panen pertanian di DKI Jakarta semakin menurun, bahkan sejak tahun 2009 khusus untuk cabai luas lahan sudah tidak ada sama sekali atau nol hektar. Kondisi seperti ini menyebabkan pemenuhan kebutuhan penduduk DKI Jakarta harus dipasok dari daerah-daerah lain. Tabel 3. Jumlah Pasokan Cabai di Pasar Induk Kramat Jati DKI Jakarta Tahun 2006-2011 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Jumlah Cabai (Ton) 67.130 69.981 76.555 69.598 58.453 50.336

Perubahan (%) 0,042 0,094 -0,091 -0,160 -0,139

Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (2012)

7

Data yang terlihat pada Tabel 3. menunjukkan ketersedian cabai di Pasar Induk Kramat Jati beberapa tahun terakhir. Jumlah pasokan cabai di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) sesuai dengan jumlah yang tertera pada tabel merupakan pasokan dari berbagai daerah di Indonesia. Berbagai sumber bahan makanan yang berasal dari berbagai daerah umumnya dikumpulkan di satu pasar induk ini untuk kemudian disebarkan ke daerah-daerah yang membutuhkan pasokan. Pasar Induk Kramat Jati merupakan salah satu pasar induk yang ada di daerah Jawa Barat khususnya DKI Jakarta yang menjadi pusat perdagangan untuk komoditi sayursayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian. Seperti yang terlihat pada Tabel 3. semua pasokan cabai berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia. Tidak hanya cabai, beberapa jenis komoditi lain seperti buah-buahan dan sayuran lainnya yang berasal dari berbagai daerah banyak tersedia di pasar induk ini. Dari PIKJ ini berbagai komoditas kemudian akan disebarkan ke daerah-daerah lainnya. 1.2. Perumusan Masalah Ketidakseimbangan antara jumlah permintaan dan jumlah penawaran terhadap suatu produk merupakan suatu kejadian yang sangat sering terjadi. Komoditas hasil pertanian termasuk salah satu produk yang sering mengalami ketidakseimbangan

antara

permintaan

dan

penawaran.

Apalagi

dengan

ketergantungan yang tinggi pada cuaca sangat mempengaruhi hasil panen. Hal ini sering membuat jumlah yang dihasilkan dan yang tersedia di pasar menjadi tidak stabil. Sifat musiman yang sudah menjadi karakteristik komoditi pertanian juga tidak kalah berperan penting dalam menentukan jumlah ketersediaan atau penawaran komoditi pertanian. Cabai merupakan komoditi sayuran yang sangat akrab dengan masyarakat, karena cabai digunakan oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia. Jenis cabai yang paling banyak dikonsumsi yaitu jenis cabai merah. Pasar cabai merah merupakan salah satu pasar yang sering sekali mengalami ketidakseimbangan antara jumlah yang ditawarkan oleh pasar dan jumlah yang dibutuhkan oleh konsumen.

Padahal

sebagai

komoditi

strategis

harga

cabai

biasanya

mempengaruhi harga komoditi sayuran dan bahan pangan lainnya. Sesuai dengan laporan yang diterbitkan Sekretariat Negara Republik Indonesia (2011) pada tahun

8

2010 inflasi mencapai 6,96 persen dan yang terpenting dalam hal ini yaitu bahwa inflasi terjadi karena sebagian besar dipengaruhi oleh komoditas pertanian. Urutan ke tiga terbesar dalam memberikan pengaruh pada inflasi adalah cabai merah5. Jumlah produksi cabai merah di Indonesia yang berfluktuasi secara tidak langsung menggambarkan jumlah cabai merah yang tersedia di Indonesia yang tidak stabil. Hal ini secara otomatis akan mempengaruhi harga jual cabai merah itu sendiri. Ketika jumlah produksi tinggi maka jumlah penawaran/pasokan akan tinggi, sedangkan tingkat permintaan rendah atau bahkan jauh di bawah jumlah penawaran harga cabai

merah akan turun dan begitu juga sebaliknya ketika

jumlah penawaran/pasokan turun sedangkan permintaan sedang tinggi maka harga cabai merah otomatis akan naik. Hal ini akan sangat mempengaruhi keadaan pasar

1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000 2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

1998

Cabai (ton)

1997

Jumlah Produksi Cabai (Ton)

dan perilaku konsumsi konsumen terhadap cabai merah.

Tahun

Gambar 3. Jumlah Produksi Cabai Merah di Indonesia Tahun 1997-2010 Sumber : Badan Pusat Stastistik Indonesia (2012) 6

Gambar 3. menunjukkan bagaimana perkembangan produksi cabai merah di Indonesia beberapa tahun terakhir. Terlihat jumlah produksi cabai merah sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan pada awal tahun 2000-an meskipun sekarang cenderung lebih stabil dan mengalami peningkatan. Ketidakseimbangan jumlah penawaran dan permintaan membawa dampak yaitu harga menjadi sangat fluktuatif. Fluktuasi harga yang terjadi pada berbagai 5 6

http://www.setneg.go.id [diakses 14 Maret 2012] Badan Pusat Statistik. 2012. http://www.bps.go.id [diakses 22 Februari 2012]

9

komoditi

terutama

cabai

ini

menjadi

masalah

baik

bagi

produsen

maupun konsumen. Ketika harga rendah akan menjadi masalah bagi produsen dan penjual karena menyebabkan pendapatan menurun. Sebaliknya ketika harga cabai tinggi para konsumen yang akan merasakan dampaknya terutama bagi masyarakat yang perekonomiannya tergolong menengah ke bawah. Gambar 4. menunjukkan fluktuasi harga cabai merah keriting khususnya di DKI Jakarta tahun 2009 hingga tahun 2011. Selama tiga tahun terakhir harga cabai sangat fluktuatif dan ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat keseimbangan

yang

baik

di

pasar

cabai.

Hal

ini

dipengaruhi

oleh

ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan masyarakat atau permintaan dan jumlah pasokan yang tersedia atau penawaran cabai itu sendiri, karena harga cabai sangat berkaitan baik dengan permintaan maupun dengan jumlah penawaran. Jumlah penawaran dan harga memiliki hubungan seperti layaknya hubungan harga dan jumlah permintaannya. Perbedaannya jika harga naik permintaan akan turun sedangkan penawaran cenderung meningkat dan begitu juga sebaliknya.

35000 30000 25000 20000 2009

15000

2010 10000

2011

5000 0

Gambar 4. Pekembangan Harga Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta Tahun 2009-2011 Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (2012)

Meskipun permintaan dengan harga memiliki keterkaitan dan dapat saling mempengaruhi satu sama lain, pada kenyataannya baik jumlah permintaan maupun jumlah penawaran tidak hanya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

10

harga saja. Terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi seberapa besar jumlah permintaan konsumen dan jumlah pasokan/penawaran terhadap komoditi tertentu. Masing-masing faktor akan memberikan pengaruh dengan tingkatan yang berbeda-beda dalam menentukan jumlah permintaan dan jumlah penawaran. Dalam hal ini permintaan cabai merah terkait pula dengan perilaku konsumsi rumah tangga dalam mengkonsumsi cabai merah. Sedangkan penawaran, yang dalam hal ini merupakan pasokan cabai merah keriting yang tersedia di pasar. Berdasarkan permasalahan yang terkait dengan permintaan dan penawaran cabai merah, dapat dikatakan bahwa mempelajari lebih lanjut mengenai perilaku konsumsi dan permintaan rumah tangga serta faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pasokan sebagai gambaran jumlah penawaran cabai merah dinilai sebagai suatu bahan kajian yang cukup penting. Dengan mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan dan pasokan cabai merah, jumlah pasokan dapat disesuaikan dengan permintaan konsumen. Hal ini dapat berguna dalam menentukan keputusan yang akan diambil terkait dengan cabai merah baik dari sisi konsumen maupun produsen yang akan menawarkan produknya. Sehingga pihak-pihak yang terkait dalam membeli dan menjual cabai merah ini dapat lebih bijak dalam mempertimbangkan keputusannya agar keseimbangan pasar antara permintaan dan pasokan dapat terealisasi dan harga cabai menjadi lebih stabil. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dinyatakan rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1.

Bagaimana perilaku permintaan rumah tangga terhadap komoditi cabai merah keriting di wilayah DKI Jakarta?

2.

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah keriting di wilayah DKI Jakarta?

3.

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah pasokan cabai merah keriting di wilayah DKI Jakarta?

1.3. Tujuan Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tujuan dalam penelitian ini yaitu :

11

1.

Menganalisis perilaku permintaan rumah tangga di wilayah DKI Jakarta dalam mengkonsumsi cabai merah keriting.

2.

Mengestimasi model permintaan rumah tangga terhadap cabai merah keriting di wilayah DKI Jakarta.

3.

Mengestimasi model jumlah pasokan cabai merah keriting di wilayah DKI Jakarta.

1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan dilaksanakannya penelitian ini seperti yang telah diuraikan di atas, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak. Manfaat penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut. 1.

Memberikan masukan kepada para pembuat kebijakan yaitu pemerintah dalam menentukan kebijakan terkait produksi dan penjualan cabai merah keriting agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sehingga diharapkan jumlah pasokan cabai bisa sesuai dengan jumlah permintaan.

2.

Dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait dengan kegiatan bisnis cabai merah keriting baik produsen/petani maupun pedagang. Sehingga dapat menentukan strategi dalam memproduksi dan menjual cabai merah keriting agar terwujud suatu keseimbangan pasar antara permintaan dan jumlah pasokan.

3.

Bagi peneliti sebagai wadah dalam mengaplikasikan dan mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya yang berhubungan industri dan pasar cabai merah keriting dengan melakukan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pasokan dan permintaan cabai merah keriting.

4.

Menjadi tambahan referensi dan tambahan wacana pengetahuan bagi pembaca, khususnya bagi rekan-rekan yang akan melakukan penelitian sejenis. Selain itu dapat menjadi bahan kajian penelitian selanjutnya yang dapat diaplikasikan pada jenis komoditi lainnya.

12

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ini dibatasi pada analisis jumlah pasokan dan permintaan terhadap cabai merah di daerah DKI Jakarta. Mengingat cabai merah terbagi menjadi cabai merah besar dan cabai merah keriting, penelitian ini lebih dikhususkan pada analisis terhadap cabai merah keriting. Hal ini dikarenakan kuantitas cabai merah keriting adalah yang paling banyak diperjualbelikan di Indonesia, khususnya DKI Jakarta. Bahkan Jumlah cabai merah keriting ini lebih dari 50 persen dari jumlah cabai secara keseluruhan yang terdiri dari cabai merah besar, cabai merah keriting, cabai rawit merah, dan cabai rawit hijau. Pengambilan data dibatasi pada pasar yang menjadi pusat pasokan dan pusat pembelian cabai merah bagi masyarakat DKI Jakarta. Pasar-pasar yang akan dijadikan pusat pengambilan data terdiri dari satu pasar induk untuk pengambilan data sekunder (pasokan), pasar tradisional, serta moderen untuk pemenuhan kebutuhan data primer. Analisis permintaan cabai merah dilakukan terhadap 50 orang responden yang tersebar di wilayah DKI Jakarta. Sedangkan analisis jumlah menggunakan data sekunder yaitu data bulanan dari tiga tahun terakhir. Metode analisis yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif dan metode analisis regresi linear berganda.

13

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Umum Cabai Merah Cabai merah merupakan salah satu komoditi hortikultura yang sangat terkenal di Indonesia bahkan hampir seluruh negara di dunia mengenal cabai merah. Selain karena banyak dikonsumsi, tanaman dengan nama latin Capsicum annuum L. ini terbilang sebagai salah satu jenis tanaman yang memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi. Dalam penelitian Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (2007) disebutkan pada umumnya tanaman cabai merah dapat ditanam di daerah dataran tinggi maupun di dataran rendah, yaitu lebih dari 500 – 1200 meter di atas permukaan laut. Di Indonesia sendiri lahan yang cocok untuk menanam cabai masih sangat luas, tetapi penanaman cabai di dataran tinggi masih sangat terbatas. Pengembangan tanaman cabai merah, lebih diarahkan ke areal pengembangan dengan keritinggian sedikit di bawah 800 meter di atas permukaan laut. Terutama pada lokasi yang air irigasinya sangat terjamin sepanjang tahun. Meskipun sebenarnya cabai dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di hampir segala jenis tempat, mulai dari dataran tinggi, dataran rendah, lahan basah, dan juga lahan kering. Hal ini membuat tanaman cabai ini mudah untuk dijumpai di berbagai tempat. Meskipun terkadang cabai di daerah yang satu memiliki perbedaan dan ciri khas tersendiri dengan cabai di daerah yang lainnnya. Kusandriani (1996) menganalisa tentang sejarah cabai merah, dimana cabai merah awalnya berasal dari Mexico. Sebelum abad ke-15 spesies ini lebih banyak dikenal di Amerika Tengah dan Selatan. Sekitar tahun 1513 Columbus membawa dan menyebarkan cabai merah dan diperkirakan masuk ke Indonesia melalui pedagang dari Persia ketika singgah di Aceh. Pemaparan mengenai cabai merah juga dikemukakan oleh Santika (2000) yang menyebutkan bahwa cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak mengandung vitamin khususnya vitamin C. Cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran (hortikultura) yang banyak digemari masyarakat Indonesia dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. Sesuai dengan namanya, cabai

14

merah memiliki warna kulit buah yang merah sewaktu buah sudah tua dan masak. Bentuk buahnya silindris dan mengecil ke arah ujung buah. Ciri dari jenis sayuran ini rasanya pedas dan aromanya yang khas. Cabai merah dapat digunakan dengan cara dimasak atau dikonsumsi mentah, selain itu jenis sayuran yang satu ini bagi orang-orang tertentu dapat membangkitkan selera makan. Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak mengkonsumsi cabai merah. Tidak heran jika konsumsi cabai selalu mengalami peningkatan dan memacu peningkatan jumlah produksi cabai setiap tahunnya seperti yang ditunjukkan pada tabel-tabel sebelumnya. Hal ini dapat terjadi karena hampir seluruh daerah di nusantara memanfaatkan cabai sebagai bumbu masakan. Selain itu cabai merah juga dapat dijadikan hiasan pada sajian makanan, dan bahkan di daerah tertentu cabai telah dimanfaatkan sebagai camilan makanan khas daerah. Seperti yang terdapat di daerah Aceh, cabai merah diolah menjadi manisan cabai. Perkembangan jenis pengolahan cabai ini membuat cabai merah menjadi komoditi hortikultura yang semakin memilki nilai ekonomi yang tinggi. 2.2. Permintaan dan Penawaran Cabai Merah Susanti (2006) menganalisis peramalan terhadap komoditas cabai. Peramalan yang dilakukan disini yaitu peramalan permintaan cabai merah dengan studi kasus dilokasi yaitu di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ). Pasar Induk Kramat Jati dipilih karena dinilai sebagai pasar terbesar di Jakarta yang menjadi pemasok sayuran bagi Jakarta dan daerah lain di Indonesia serta merupakan pasar yang menjadi barometer dalam penentuan harga beberapa komoditi. Terus meningkatnya permintaan cabai seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan permintaan cabai yang berfluktuasi melatarbelakangi penelitian ini. Jumlah pasokan yang dipengaruhi oleh faktor cuaca, harga, dan adanya momenmomen penting dianggap sebagai variabel penting yang mempengaruhi jumlah permintaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa metode terbaik untuk meramalkan permintaan cabai yaitu metode ARIMA dan Single Exponential Smoothing. Berdasarkan analisis regresi, harga rata-rata cabai merah berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai merah di PIKJ.

15

Syafa’at et al. (2005) dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melakukan kajian terkait dengan permintaan dan penawaran terhadap komoditas pertanian utama. Komoditas pertanian utama yang diteliti mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Salah satu tujuan dilakukannya kajian ini yaitu menganalisis perilaku atau faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran komoditas pertanian utama di Indonesia. Komoditas pertanian utama yang dikaji salah satunya yaitu kelompok komoditas hortikultura seperti kentang, tomat, cabai, bawang merah, pisang, jeruk, dan durian. Untuk mengestimasi elastisitas permintaan dan penawaran digunakan dua model yaitu parsial dan simultan. Model parsial yang digunakan untuk mengestimasi permintaan adalah AIDS (Almost Ideal Demand System). Sedangkan model parsial yang digunakan untuk mengestimasi elastisitas penawaran adalah model linear (cobb-douglass, log dan double log). Hasil penelitian khususnya untuk komoditi cabai menunjukkan produksi cabai diproyeksikan akan meningkat 1,97 persen per tahun dan konsumsi diproyeksikan akan mengalami peningkatan 0,8 persen. Konsumsi diproyeksikan mengalami peningkatan lebih lambat dari pada produksi maka defisit diproyeksikan akan terus menurun 5,41 persen per tahun. Hal ini diproyeksikan akan terus berlangsung hingga beberapa tahun ke depan. Sehingga, menurut hasil penelitian ini pada tahun 2027 Indonesia akan mencapai swasembada cabai. Kustiari et al. (2009) tidak jauh berbeda dengan penelitian Syafa’at sebelumnya yang mengkaji tentang permintaan dan penawaran terhadap komoditas pertanian utama. Komoditas pertanian utama yang menjadi objek kajian juga sama yaitu tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan perkebunan. Salah satu komoditas hortikultura yang dikaji yaitu komoditi cabai. Untuk mendukung terciptanya ketahanan pangan, sehingga penting untuk dianalsis keseimbangan antara permintaan dan penawaran menjadi latar belakang dilakukannya kajian ini. Kajian ini dilakukan dengan menggunakan model parsial LA/AIDS (Linear Approximation Almost Ideal Demand System) dan model Koreksi Kesalahan (Error Correction Mechanism=ECM).

16

Hasil kajian dari penelitian ini, khususnya pada subsesktor hortikultura menunjukkan pada periode 1969-2008 beberapa jenis sayuran termasuk cabai laju produksinya akan mengalami penurunan. Laju produksi cabai menurun hingga 0,48 persen. Dilain pihak jumlah permintaan atau jumlah konsumsi akan mengalami peningkatan. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah konsumsi perkapita dan jumlah penduduk yang mengalami peningkatan. Diprediksikan, jumlah konsumsi cabai merah cenderung mengalami peningkatan hingga 0,65 juta ton pada tahun 2002 menjadi 1,18 ton pada tahun 2006. Lebih lanjut hasil kajian ini memproyeksikan pada tahun 2009-2014 luas panen tanaman hortikultura termasuk cabai merah akan meningkat 0,7 hingga 0,83 persen per tahun. Tetapi peningkatan luas panen cabai ini tidak akan mempengaruhi hasil produksinya. Sedangkan di sisi permintaan, sama dengan penelitian sebelumnya bahwa konsumsi atau permintaan cabai diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan. Sumber utama penyebab peningkatan permintaan cabai merah yaitu jumlah konsumsi perkapita dan jumlah penduduk yang terus mengalami peningkatan. 2.3. Permintaan dan Penawaran Komoditi Lain Kajian tentang permintaan dan penawaran juga telah banyak dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Tetapi pada penelitian sebelumnya yang menjadi objek kajian berbeda dengan penelitian ini, beberapa diantaranya mengkaji tentang sayuran organik, sayuran hijau, bawang merah, minyak goreng kelapa, dan komoditi-komoditi lainnya. Hasibuan

(2008)

menganalisis

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

permintaan konsumen akan sayuran organik. Penelitian ini dilakukan di kota Medan dengan jumlah sampel sebanyak 37 orang. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh pada permintaan sayuran organik dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi berganda. Selain itu digunakan juga metode analisis rank spearman dan metode analisis SWOT untuk mengetahui tingkat hubungan beberapa variabel dengan pembelian sayuran organik dan startegi pengembangan usaha sayuran organik. Sayuran organik yang diteliti dalam kasus ini terdiri dari sawi, patchoi, khailan, kangkung, bayam hijau, dan bayam merah.

17

Hasil penelitian sayuran organik ini menunjukkan bahwa permintaan konsumen untuk setiap jenis sayuran organik dipengaruhi oleh variabel yang berbeda-beda. Permintaan sawi organik dipengaruhi oleh harga sawi organik itu sendiri, harga sawi non organik, pendapatan keluarga dan selera konsumen. Permintaan patchoi organik dipengaruhi oleh harga patchoi itu sendiri, pendapatan keluarga, dan hari raya/libur. Permintaan akan khailan organik hanya dipengaruhi oleh pendapatan keluarga. Permintaan terhadap kangkung organik hanya dipengaruhi oleh selera konsumen. Permintaan terhadap bayam hijau dan bayam merah sama-sama dipengaruhi oleh pendapatan keluarga dan selera konsumen. Perbedaannya adalah bayam hijau organik juga dipengaruhi oleh hari raya/libur. Dilihat tingkat signifikansi variabel yang mempengaruhi permintaan konsumen akan sayuran organik, hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan pendapatan keluarga memberikan pengaruh yang signifikan dalam keputusan pembelian sayuran organik. Akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa perluasan pasar merupakan salah satu strategi yang harus dilakukan untuk pengembangan usaha sayuran organik. Savitri (2010) kurang lebih menganalisis hal yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu tentang permintaan sayuran, yang membedakan adalah penelitian yang satu ini tidak mengalisis sayuran organik melainkan sayuran hujau yang terdiri dari bayam, kangkung, kacang panjang, dan daun ketela pohon. Kajian ini dilakukan di pulau Jawa mengingat di pulau Jawa terdapat lebih dari 60 persen dari rumah tangga yang ada di Indonesia. Penelitian ini menentukan model permintaan permintaan sayuran lengkap yang akan dikaji dengan pendekatan linear Almost Ideal Demand System (AIDS). Selain itu dianalisis pula dampak perubahan harga dan pendapatan terhadap permintaan sayuran. Hasil penelitian menunjukkan proporsi pengeluaran rumah tangga untuk sayuran di wilayah pedesaan lebih besar dibandingkan masyarakat perkotaan. Analisis model permintaan sayuran di pulau Jawa dengan tingkat kepercayaan 99 persen menunjukkan seluruh variabel bebas yaitu harga sayuran itu sendiri, harga komoditas sayuran lain, pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, dan tingkat pendidikan kepala rumah tangga mempengaruhi secara signifikan proporsi

18

pengeluaran masing-masing komoditas sayuran yang diteliti. Hasil penelitian selanjutnya yaitu menyatakan bahwa permintaan sayuran bayam dan kangkung masyarakat perkotaan lebih responsif terhadap harga dibandingkan masyarakat pedesaan. Sebaliknya permintaan kacang panjang dan daun ketela pohon masyarakat pedesaan lebih responsif terhadap harga dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Dari hasil penelitian ini diketahui pula bahwa semakin tinggi pendapatan rumah tangga, proporsi pengeluaran komoditas sayuran semakin rendah. Sebaliknya untuk jumlah anggota keluarga, semakin banyak jumlah anggota keluarga pengeluaran untuk sayuran juga semakin tinggi. Sedangkan untuk tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan pengeluaran untuk komoditas sayuran juga semakin tinggi. Elastisitas harga silang keempat jenis sayuran hijau bernilai positif, hal ini menandakan bahwa komoditas tersebut merupakan komoditas komplemen bagi komoditas lainnya. Elastisitas pengeluaran keempat sayuran bernilai positif yang berarti bahwa keempat jenis sayuran ini bersifat barang normal. Diluar komoditi sayuran, analisis mengenai faktor yang mempengaruhi permintaan suatu produk, Fauzian (2011) menganalisis tentang pengujian produk baru dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pada komoditi fruit talk soft candy. Dalam rangka pengembangan dan mensosialisasikan produk fruit talk soft candy, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penilaian responden terhadap setiap atribut dan faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan produk tersebut. Alat analsis yang digunakan yaitu analisis Importance Performance Analysis (IPA), Customer Satisfaction Index (CSI), dan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan atribut produk fruit talk soft candy yang menjadi prioritas utama yaitu bentuk, desain kemasan, ukuran, harga, dan label halal MUI.

Selanjutnya prioritas pertahankan prestasi adalah rasa manis,

kekenyalan, manfaat produk, perizinan BPOM, atau atribut kemenkes dan kejelasan tanggal kadaluarsa. Prioritas rendah yaitu rasa asam, warna, dan volume produk/ukuran saji. Atribut berlebihan yaitu rasa khas buah, aroma khas buah,

19

tekstur dan bahan kemasan. Berdasarkan hasil Customer Satisfaction Index (CSI) diketahui bahwa kepuasan konsumen terhadap produk yaitu sebesar 65,8 persen. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa harga produk, pendapatan, pekerjaan, usia responden secara bersama-sama berpengaruh cukup kuat terhadap permintaan. Faktor-faktor ini menjelaskan sebesar 7,3 persen dari variasi permintaan produk. Jika penelitian sebelumnya banyak mengkaji tentang permintaan, Idaman (2008) melakukan penelitian yang mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pernawaran dan permintaan benih ikan nila di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dilatarbelakangi oleh peningkatan jumlah konsumsi masyarakat terhadap ikan nila di kabupaten tersebut sehingga dilaksanakannya penelitian ini. Tujuannya yaitu untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktorfaktor yang signifikan mempengaruhi penawaran dan permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm, menganalisis elastisitas penawaran dan permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm, serta menganalisis implikasi kebijakan yang dapat diambil dari hasil analisis tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data time series dan dianalisis menggunakan metode regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecil/method ordinary least square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap penawaran benih ikan nila ukuran 3-5 cm penawaran benih ikan nila ukuran 3-5 cm satu bulan sebelumnya, kuantitas penawaran benih ikan nila ukuran < 3 cm, dan dummy musim kemarau panjang selama tahun 2006. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm adalah kuantitas permintaan benih ikan nila ukuran < 3 cm, kuantitas penawaran ikan nila konsumsi, harga benih ikan nila ukuran 3-5 cm, dan dummy musim kemarau panjang sepanjang tahun 2006. Elastisitas penawaran benih ikan nila ukuran 3-5 cm terhadap harga adalah sebesar 0,001385 (inelastis). Elastisitas silang permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm terhadap harga benih ikan nila sebesar 0,074 (inelastis, sifat join product), elastisitas silang terhadap harga benih ikan nila ukuran 5-8 cm sebesar -0,019 (inelastis, sifat competitive product), terhadap harga benih ikan nila ukuran 3-5 cm

20

sebesar -0,009 (inelastis), terhadap harga ikan nila konsumsi sebesar -0,132 (inelastis), terhadap harga benih ikan lele ukuran 3-5 cm sebesar 0,188 (inelastis, sifat join product). Implikasi kebijakan yang dapat diturunkan dari hasil analisis ini adalah peningkatan produksi benih ikan nila ukuran < 3 cm dan 3-5 cm yang diharapkan dapat meningkatkan penawaran benih ikan ikan nila ukuran 3-5 cm. Peningkatan produksi benih ikan lele ukuran 3-5 cm untuk perlu dilakukan untuk menekan harga benih ini supaya semakin turun, sehingga proporsi kuantitas permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm yang dibeli bersamaan dengan benih ikan lele ukuran 3-5 cm akan semakin besar. 2.4. Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian sebelumnya telah banyak membahas mengenai komoditi cabai, tetapi pembahasannya berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dilakukan pada beberapa komoditi selain cabai. Jadi perbedaan utama yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu komoditi yang dianalisis dan kajian yang dianalisis. Meskipun berbeda kajian yang diteliti, ada persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu tempat penelitian. Sama dengan beberapa penelitian tentang komoditi cabai lainnya, penelitian ini akan dilakukan di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) sebagai lokasi penelitian utama khususnya untuk analisis penawaran. Sedikit perbedaan, dalam penelitian ini tidak hanya mempelajari kasus di PIKJ, tetapi juga melibatkan beberapa pasar lainnya seperti pasar tradisional dan pasar modern yang berlokasi di DKI Jakarta untuk menganalsis permintaan rumah tangga terhadap cabai merah. Analisis permintaan dan penawaran dengan komoditi yang berbeda, penelitian terdahulu menggunakan variabel-variabel seperti stok komoditi yang ada di pasar, harga komoditi, stok komoditi periode sebelumnya, harga komoditi periode sebelumnya, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan juga variabel dummy. Dalam penelitian ini sebagai variabel yang akan digunakan untuk analisis permintaan yaitu terdiri dari harga komoditi itu sendiri yaitu cabai merah,

21

harga komoditi lain yang terkait sebagai komoditi substitusi, pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarga, dan dummy. Variabel dummy dalam hal ini merupakan momen-momen yang terkait dengan musim dan hari-hari tertentu seperti bulan puasa dan hari besar keagamaan dan suku/daerah asal responden. Variabel yang digunakan dalam analisis penawaran yaitu harga komoditi itu sendiri, harga komoditi substitusi, dan dummy dalam analisis penawaran sama halnya dengan permintaan yaitu merupakan momen-momen yang terkait dengan musim dan hari-hari tertentu seperti bulan puasa dan hari besar keagamaan. Perbedaan lainnya antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu pada metode analisis yang digunakan. Pada penelitian-penelitian terdahulu ada yang menggunakan pendekatan linear Almost Ideal Demand System (AIDS), persamaan simultan, regresi linear berganda, dan metode kuadrat terkecil/ Ordinary Least Square (OLS). Penelitian tentang cabai merah kali ini yang akan metode analisis regresi berganda sebagai metode yang paling sesuai dengan kajian penelitian untuk mengestimasi model permintaan dan penawaran dengan jumlah variabel lebih dari satu. Selain analisis regresi berganda dalam penelitian ini juga menggunakan analisis deskriptif untuk mempelajari perilaku rumah tangga dalam konsumsi cabai merah. Selebihnya, tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya penelitian ini menggunakan responden sebagai sumber informasi dan data primer.

22

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Penawaran Teori penawaran secara umum menjelaskan ketersediaan produk baik itu barang dan jasa di pasar yang diharapkan dapat memenuhi permintaan konsumen. Lebih luas dibahas pula dalam teori penawaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran, sampai seberapa besar tingkat pengaruh yang diberikan oleh faktor-faktor tersebut terhadap jumlah penawaran. Dengan menggunakan bahasa dan istilah yang beragam, beberapa pakar ekonomi telah memaparkan lebih jelas mengenai teori penawaran. Penjelasan pertama tentang penawaran dikemukakan oleh Lipsey et al. (1995) yang menyatakan bahwa penawaran merupakan jumlah produk yang akan dijual oleh suatu perusahaan. Meskipun pada kenyataannya, jumlah produk yang terjual atau berhasil dijual belum tentu sesuai dengan jumlah yang ditawarkan oleh perusahaan. Jumlah produk yang terjual bisa saja lebih sedikit dari jumlah yang ditawarkan. Tetapi yang jelas jumlah yang terjual tidak akan melebihi jumlah produk yang ditawarkan. Tambahan lainnya menyangkut pemahaman tentang penawaran, dijelaskan pula oleh Lipsey et al. (1995) bahwa penawaran sebagai jumlah produk yang ditawarkan pada tingkat harga tertentu. Hal ini didasari oleh hipotesis yang menyatakan bahwa jumlah produk yang ditawarkan dan harga produk memiliki hubungan yang positif dengan asumsi ceteris paribus. Ceteris paribus maksudnya yaitu menganggap faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi penawaran adalah konstan atau tidak mengalami perubahan. Meningkatnya harga produk akan memberikan pengaruh pada peningkatan jumlah produk yang ditawarkan, sebaliknya turunnya harga memberikan dampak menurunnya jumlah produk yang ditawarkan. Tidak hanya harga jual komoditi yang mempengaruhi penawaran. Banyak faktor lain yang juga mempengaruhi penawaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran termasuk harga akan diuraikan sebagai berikut. 23

a.

Harga Produk Itu Sendiri Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, dalam teori dasar ekonomi

disebutkan bahwa harga suatu produk dengan jumlah yang ditawarkan memiliki hubungan yaitu hubungan positif. Hal ini berarti semakin tinggi harga suatu produk, maka jumlah produk yang ditawarkan juga mengalami peningkatan (asumsi ceteris paribus). Hal ini dapat terjadi karena ketika harga produk meningkat atau tinggi akan memungkinkan

produsen atau perusahaan yang

memproduksi produk untuk mendapatkan penerimaan dan keuntungan yang lebih tinggi dari harga biasa. Oleh karena itu, semakin tinggi harga produk akan semakin memacu para produsen untuk meningkatkan produksinya sehingga produk yang ditawarkan di pasar menjadi semakin besar jumlahnya. Jika diaplikasikan ke dalam bentuk kurva, hubungan antara harga produk dan jumlah produk yang ditawarkan akan membentuk kurva yang memiliki kemiringan positif seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 5. Pada kurva terlihat jelas bagaimana hubungan harga dan jumlah produk yang ditawarkan. Perubahan harga menyebabkan terjadinya pergerakan titik yang menunjukkan jumlah penawaran di sepanjang kurva penawaran (S).

Harga

S

B

P2 A P1 Jumlah Produk Q1

Q2

Gambar 5. Kurva Penawaran dan Pergerakan Sepanjang Kurva penawaran Sumber : Lipsey et al. (1995)

Hubungan positif antara harga produk dan penawaran produk dapat terlihat jelas ketika harga produk diasumsikan pada P1 maka jumlah produk yang

24

ditawarkan yaitu Q1. Jika terjadi kenaikan pada harga yaitu harga berubah dari P1 menjadi P2, maka hubungan yang positif harga dan jumlah penawaran membawa jumlah produk yang ditawarkan ikut meningkat yaitu dari Q1 menjadi berada pada Q2. Sebaliknya jika harga produk kembali turun ke P1 maka jumlah produk yang ditawarkan juga akan kembali turun ke titik Q1. b.

Harga Faktor-faktor Produksi Berbeda halnya dengan harga produk yang ditawarkan, harga faktor-faktor

produksi memiliki hubungan negatif dengan jumlah produk yang ditawarkan. Faktor-faktor produksi sendiri merupakan semua jenis barang dan jasa yang digunakan oleh perusahaan atau produsen untuk memproduksi produk yang akan ditawarkan. Hubungan negatif antara produk yang ditawarkan dengan harga faktor produksi terlihat dengan semakin tinggi harga faktor produksi, maka jumlah produk yang ditawarkan semakin rendah dengan asumsi ceteris paribus. Sebaliknya ketika harga faktor produksi turun, jumlah produk yang ditawarkan atau penawaran produk akan meningkat. Perubahan harga faktor produksi akan mengakibatkan perubahan posisi kurva penawaran. Jika diasumsikan ceteris paribus, perubahan harga faktor produksi akan menggeser kurva penawaran produk. Ketika harga faktor-faktor produksi meningkat, makan kurva penawaran akan bergeser ke kiri atas. Hal ini

Harga S2

S0

S1

Jumlah Produk Gambar 6. Pergeseran Kurva Penawaran Sumber : Lipsey et al. (1995)

25

berarti akan semakin sedikit produk yang diproduksi dan ditawarkan. Sebaliknya, ketika harga faktor produksi turun kurva akan bergeser ke kanan bawah yang berarti jumlah produk yang diproduksi dan ditawarkan semakin meningkat. Perubahan jumlah penawaran akibat dari adanya perubahan harga faktor produksi terlihat pada kurva dalam Gambar 6. Kurva pertama S0 menggambarkan kondisi awal. Setelah terjadi penurunan harga faktor produksi kurva penawaran bergeser ke posisi S1 dan kenaikan harga faktor produksi membuat kurva penawaran bergeser hingga posisi kurva pada S2. c.

Tujuan Perusahaan/Produsen Secara umum pendirian suatu perusahaan dapat dibedakan berdasarkan

tujuannya. Ada perusahaan yang berorientasi pada keuntungan yang maksimal, tidak berorientasi keuntungan/berorientasi sosial, dan ada juga perusahaan yang berorientasi pada kedua-duanya baik keuntungan maupun sosial. Dalam teori ini diasumsikan perusahaan memiliki tujuan yang berorientasi pada keuntungan yang maksimal. Bagi perusahaan-perusahaan yang berorientasi pada keuntungan umumnya akan meningkatkan jumlah produksi. Dengan demikian jumlah penawaran akan meningkat yang diharapkan berdampak pada peningkatan jumlah penerimaan dan keuntungan. Jadi untuk perusahaan-perusahaan jenis ini kurva penawaran cenderung lebih ke arah kanan bawah seperti kurva S1 pada Gambar 6. d.

Perkembangan Teknologi Perkembangan teknologi akan meningkatkan kemampuan produksi suatu

perusahaan. Dengan adanya perkembangan teknologi kemampuan produktivitas akan semakin baik, sehingga jumlah produk yang dapat diproduksi semakin banyak. Hal ini secara otomatis berpengaruh pada jumlah yang penawaran yang semakin meningkat. Jika digambarkan dalam kurva, perkembangan teknologi membuat kurva penawaran bergeser ke arah kanan bawah, yaitu dari S0 ke S1. 3.1.2. Teori Permintaan Permintaan dapat diartikan sebagai sejumlah produk baik itu barang atau jasa yang dibutuhkan pasar untuk memenuhi keinginan konsumen yang memiliki daya beli terhadap produk tersebut. Para ahli ekonomi telah banyak mengungkapkan konsep-konsep permintaan dengan pendapat dan cara yang 26

berbeda-beda.

Pappas dan Hirschey (1995) menyatakan bahwa permintaan

mengacu pada jumlah produk yang rela dan mampu dibeli oleh orang-orang berdasarkan sekelompok kondisi tertentu. Untuk menciptakan suatu permintaan ekonomi, selain orang-orang yang mempunyai daya beli dibutuhkan komponen kebutuhan dan keinginan dari orang-orang tersebut. Jadi, dalam permintaan ekonomi memerlukan para pembeli potensial dengan keinginan untuk menggunakan atau memiliki sesuatu dan kemampuan daya beli atau keuangan untuk memperolehnya. Dengan bahasa yang berbeda Kottler (2002) menjelaskan konsep permintaan dengan dasar pemikirannnya tentang pemasaran. Pemasaran dimulai dari adanya kebutuhan dan keinginan manusia, sehingga adalah penting untuk membedakan antara kebutuhan, keinginan dan permintaan. Kebutuhan manusia (human needs) merupakan hal yang tidak diciptakan oleh masyarakat atau pemasar karena kebutuhan hakikat biologis dari kondisi manusia. Keinginan (wants) adalah hasrat akan pemuas kebutuhan yang spesifik. Keinginan manusia tidak selalu sama dengan apa yang dibutuhkannya. Terkadang meskipun kebutuhan manusia sedikit, keiginan manusia bahkan lebih banyak. Keinginan manusia terus dibentuk dan diperbaharui oleh kekuatan dan lembaga sosial. Permintaan (demands) adalah keinginan akan produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan kesediaan untuk membelinya. Keinginan dapat menjadi permintaan jika didukung oleh daya beli. Sukirno (2009) menyatakan bahwa teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Hubungan antara permintaan dan harga dapat membentuk kurva permintaan. Tidak hanya harga, permintaan seseorang atau suatu masyarakat kepada suatu barang ditentukan oleh banyak faktor. Diantara faktor-faktor tersebut yang terpenting adalah seperti harga barang itu sendiri, harga barang lain yang erat kaitannya dengan barang tersebut, pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat, corak distribusi pendapatan dalam masyarakat, cita rasa masyarakat, jumlah penduduk, serta ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang.

27

Selanjutnya Pappas dan Hirschey (1995) mengemukakan kondisi-kondisi yang dipertimbangkan dalam permintaan antara lain mencakup harga barang yang bersangkutan, ketersediaan barang yang berkaitan, perkiraan akan perubahan harga, pengeluaran periklanan dan sebagianya. Jumlah produk yang akan dibeli oleh konsumen, dalam hal ini adalah permintaan produk tersebut bergantung pada semua faktor ini. Dari penjelasan ini diketahui bahwa permintaan tidak hanya dipengaruhi

oleh

harga

produk,

terdapat

faktor-faktor

lain

yang

mempengaruhinya. Umumnya digunakan konsep harga sebagai variabel atau faktor yang mempengaruhi permintaan dengan asumsi ceteris paribus. Agar dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan diperlukan analisa bagaimana faktor-faktor penting lainnya seperti harga barang-barang lain, pendapatan, selera, dan kekayaan akan mempengaruhi permintaan. Para ahli mengungkapkan alasan yang bermacam-macam mengenai faktor yang mempengaruhi permintaan komoditi. Seperti yang dinyatakan oleh Lipsey, et al. (1995) menyatakan permintaan adalah jumlah komoditi yang diminta pada tingkat harga tertentu. Hipotesis yang mendasarinya bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif dengan faktor-faktor lain ceteris paribus. Semakin rendah harga suatu produk maka jumlah permintaan semakin besar, sebaliknya semakin tinggi harga produk maka permintaan akan semakin rendah. Selanjutnya dalam Lipsey, et al. (1995) juga dijelaskan mengenai faktorfaktor lain yang mempengaruhi tingkat permintaan selain harga diantaranya yaitu rata-rata penghasilan rumah tangga, harga produk lain, selera, distribusi pendapatan diantara rumah tangga, dan besarnya populasi. Variabel-variabel tersebut penting dan mempengaruhi banyaknya komoditi yang akan dibeli semua rumah tangga pada periode waktu tertentu. Bagaimana faktor-faktor seperti disebutkan diatas mempengaruhi tingkat permintaan akan diuraikan secara lebih rinci sebagai berikut. a.

Harga Produk Itu Sendiri Disebutkan dalam suatu hipotesis ekonomi dasar bahwa harga suatu

komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif dengan

28

faktor lainnya dianggap tetap atau konstan. Dengan kata lain semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta unutk komoditi itu semakin besar, dan semakin tinggi harga semakin rendah jumlah yang diminta. Hubungan antara harga dan jumlah komoditi yang diminta dengan menganggap faktor lain konstan dapat dituangkan dalam bentuk kurva seperti pada Gambar 7. Harga

P1

A B

P2

D Jumlah Q1

Q2

Gambar 7. Kurva Permintaan dan Pergerakan Sepanjang Kurva Sumber : Lipsey et al. (1995)

Jika terjadi perubahan harga, maka terjadi perubahan pada kurva permintaan. Penurunan harga meningkatkan jumlah permintaan, misalnya pada gambar yang awalnya permintaan pada harga P1 dan jumlah permintaan Q1 terletak pada titik A. Titik A akan berubah pada titik B ketika harga komoditi turun, dimana harga turun dari P1 ke P2 dan jumlah komoditi akan meningkat dari Q1 ke Q2. b.

Harga Produk Lain Harga produk lain yang memiliki keterkaitan dengan suatu produk

mempengaruhi jumlah permintaan suatu produk. Kenaikan harga barang substitusi produk tertentu, akan meyebabkan peningkatan jumlah permintaan produk tersebut. Sebaliknya, jika harga produk substitusi suatu barang turun maka jumlah permintaan terhadap produk tersebut cenderung menurun.

29

Harga produk lain yang terkait dengan suatu produk yang diminta akan mempengaruhi bentuk kurva permintaan. Tidak seperti harga produk itu sendiri yang hanya menyebabkan pergerakan titik di sepanjang kurva permintaan. Harga produk lain ini menyebabkan pergeseran kurva permintaan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 8. berikut. Harga

D1 D0 D2 Jumlah

Gambar 8. Kurva Permintaan dan Pergeseran Kurva Sumber : Lipsey et al. (1995)

Harga produk substitusi yeng menurun, menyebabkan kurva permintaan suatu produk bergeser ke sebelah kiri yaitu dari D0 ke D2. Sebaliknya jika harga produk substitusi, kuva permintaan suatu produk akan bergeser ke kanan yaitu dari D0 ke D1. Berbeda dengan harga produk substitusi, penurunan harga produk komplementer akan meningkatkan jumlah permintaan suatu produk sehingga kurva permintaan bergeser ke kanan (D0 ke D1). Sebaliknya ketika harga produk komplementer naik, permintaan suatu produk akan turun dan kurva permintaan akan bergeser ke kiri (D0 ke D2). c.

Pendapatan Kenaikan pendapatan rumah tangga umumnya akan meningkatkan

permintaan konsumen terhadap suatu produk. Hal ini juga memberikan pengaruh pada perubahan posisi kurva permintaan produk. Kenaikan pendapatan rumah tangga akan menggeser kurva permintaan ke kanan (D0 ke D1), ini menunjukkan bahwa akan lebih banyak komoditi yang diminta pada setiap tingkat harga yang mungkin. 30

d.

Jumlah Penduduk Perubahan jumlah penduduk akan merubah jumlah permintaan suatu

produk. Kenaikan jumlah penduduk dengan asumsi faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan seperti permintaan individu, pendapatan, dan lainnya tetap akan menggeser kurva permintaan suatu produk ke arah kanan yaitu dari D0 ke D1. Hal ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya jumlah penduduk, akan lebih banyak lagi jumlah produk yang dibeli pada setiap tingkat harga. e.

Selera Selera berpengaruh besar terhadap keinginan orang untuk membeli.

Perubahan selera memang sangat mungkin terjadi, tetapi umumnya hal ini bisa terjadi dalam waktu yang lama sekali atau juga bisa berubah dengan cepat. Cepat atau lambatnya perubahan selera terhadap suatu produk akan menggeser kurva permintaan. Jika selera berubah, misalnya semakin banyak yang menyukai suatu produk, maka kurva permintaan akan bergeser ke kanan (D0 ke D1). Sebaliknya, jika perubahan selera membuat orang-orang yang menyukai suatu produk menjadi tidak menyukai peroduk tersebut (semakin sedikit yang menyukai suatu produk) akan menggeser kurva permintaan ke kiri (D1 ke D0). f.

Distribusi Pendapatan Perubahan dalam distribusi pendapatan akan menggeser ke kanan kurva-

kurva permintaan untuk produk yang akan dibeli. Hal ini terjadi terutama bagi orang-orang yang menperoleh tambahan pendapatan. Sebaliknya distribusi pendapatan akan menggeser ke kiri kurva-kurva permintaan untuk produk yang dibeli, terutama untuk mereka yang berkurang pendapatannya. Raharja dan Manurung (2006) menjelaskan konsep permintaan secara matematis bahwa fungsi permintaan adalah permintaan yang dinyatakan dalam hubungan matematis dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan fungsi permintaan, maka kita dapat mengetahui hubungan antara variabel tidak bebas (dipendent variables) dan variabel-variabel bebas (independent variables). Persamaan matematis yang menjelaskan hubungan antara tingkat permintaan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan sebagai berikut :

31

Dx = f ( Px, Py, Y/kap, T, Pop, Pp, Ydist, Prom) ………………………………… (1) Keterangan : Dx Px Py Y/kap T Pop Pp Ydist Prom

= permintaan barang X = harga barang X = harga barang Y (substitusi atau komplementer) = pendapatan per kapita = selera = jumlah penduduk = perkiraan harga barang X periode mendatang = distribusi pendapatan = promosi

Dx merupakan variabel tidak bebas (dipendent variable), karena besar nilainya ditentukan oleh variabel-variabel lain, yaitu yang berada sisi kanan persamaan. Variabel-variabel yang berada di sisi kanan ini disebut variabel bebas (independent variable), karena besar nilainya tidak tergantung besarnya nilai variabel lain. Variabel di sebelah kanan memiliki tanda positif (+) dan negatif (-) yang menunjukkan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap permintaan barang X (Dx). Tanda positif menunjukkan hubungan searah, sedangkan tanda negatif menunjukkan hungan terbalik. Misalnya, pertambahan jumlah penduduk (Pop) akan meningkatkan permintaan barang X. Sementara jika harga X (Px) naik, maka permintaan barang X turun. Dalam analisis ekonomi tidak semua variabel diperhitungkan.biasanya yang diperhitungkan adalah yang pengaruhnya besar dan langsung. Dalam hal ini variabel yang dianggap mempengaruhi permintaan suatu barang adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain, dan pendapatan. 3.1.3. Konsep Elastisitas Dijelaskan dalam Lipsey, et al. (1995) bahwa konsep elastisitas mengukur dan menjelaskan hingga seberapa jauh reaksi perubahan kuantitas terhadap perubahan harga dan variabel-variabel yang mempengaruhi lainnya. Sedangkan menurut Nicholson (2000) elastisitas merupakan ukuran perubahan suatu variabel yang disebabkan oleh satu persen perubahan variabel lainnya. Sesuai dengan teori sebelumnya, konsep elastisitas di sini digunakan pada elastisitas penawaran dan elastisitas permintaan. Elastisitas permintaan dan penawaran merupakan ukuran yang menunjukkan sampai dimana suatu kuantitas yang diminta atau ditawarkan akan mengalami perubahan sebagai akibat dari perubahan faktor yang mempengaruhinya.

32

Lebih khusus elastisitas permintaan dijelaskan sebagai pengukuran kuantitatif yang menunjukkan sampai di mana besarnya pengaruh perubahan harga terhadap perubahan permintaan. Tidak hanya perubahan harga, Sukirno (2009) elastisitas permintaan terbagai dalam elastisitas harga, elastisitas pendapatan, dan elastisitas silang.

Dalam hal ini baik harga dan pendapatan

merupakan faktor yang mempengaruhi permintaan. Sehingga faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah permintaan selain harga dan pendapatan juga dapat dihitung elastisitasnya. Menentukan elastisitas permintaan terhadap faktor yang yang mempengaruhi, dimana jumlah permintaan merupakan variabel dipenden (Y) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya merupakan variabel independen (Xi) maka dapat dirumuskan sebagai berikut. Elastisitas Y terhadap X =

………………………… (2)

Persamaan diatas menunjukkan hubungan jumlah permintaan (Y) terhadap faktor yang mempengaruhinya (Xi) ketika faktor lainnya dianggap konstasn (ceteris paribus). Sukirno (2009) juga mengungkapkan bahwa elastisitas dibedakan pada lima golongan yaitu elastis, tidak elastis, elastis uniter, tidak elastisitas sempuran dan elastisitas sempurna. Elastisitas penawaran mengukur besar perubahan jumlah penawaran terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Seperti halnya elastisitas permintaan, elastisitas penawaran yang mengukur ketanggapan kuantitas yang ditawarkan terhadap perubahan harga komoditi itu sendiri menurut Sukirno (2009) juga dibedakan pada lima golongan yaitu elastis, tidak elastis, elastis uniter, tidak elastisitas sempuran dan elastisitas sempurna. Menentukan elastisitas penawaran atau perubahan jumlah yang ditawarkan terhadap faktor yang yang mempengaruhi, dimana jumlah penawaran merupakan variabel dipenden (Y) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya merupakan variabel independen

(Xi), perhitungan elastisitas penawaran sama dengan

elastisitas permintaan pada persamaan (2). Persamaan penawaran akan menunjukkan

hubungan

jumlah

penawaran

(Y)

terhadap

faktor

yang

mempengaruhinya (Xi) ketika faktor lainnya dianggap konstasn (ceteris paribus).

33

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Komoditi cabai merah keriting, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi dan diproduksi di Indonesia. Cabai merah keriting termasuk salah satu jenis komoditi dengan tingkat harga yang sangat berfluktuasi. Pada satu waktu tertentu harga cabai merah keriting dapat mencapai harga yang sangat tinggi, dan sebaliknya di waktu yang berbeda bisa turun ke harga yang sangat rendah. Fluktuasi harga cabai ini mengindikasikan adanya ketidakseimbangan dalam pasar cabai merah keriting. Ketidakseimbangan disini maksudnya yaitu ketidaksesuaian antara jumlah permintaan dan jumlah pasokan cabai merah keriting yang tersedia. Ketidaksesuaian antara jumlah permintaan dan pasokan ini dapat berasal dari fluktuatifnya jumlah pasokan itu sendiri dan juga fluktuatifnya jumlah permintaan. Masing-masing jumlah pasokan dan permintaan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berbeda-beda. Misalnya jumlah permintaan harga komoditi cabai merah keriting itu sendiri, harga komoditi lain yang terkait sebagai komoditi substitusi, pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarga, dan suku/daerah asal. Selain itu faktor seperti momen-momen tertentu seperti bulan puasa dan hari raya juga merupakan faktor yang dapat memberi pengaruh pada jumlah permintaan. Variabel yang digunakan dalam analisis pasokan yaitu harga komoditi itu sendiri, harga komoditi substitusi, inflasi dan sama halnya dengan permintaan yaitu merupakan momen-momen yang terkait dengan musim dan harihari tertentu seperti bulan puasa dan hari besar keagamaan juga mempengaruhi jumlah pasokan. Dari berbagai faktor yang diduga mempengaruhi jumlah pasokan dan jumlah permintaan, tentunya tidak semua faktor memberikan pengaruhnya secara signifikan. Oleh karena itu pengkajian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penawaran/jumlah pasokan dan permintaan penting untuk dilakukan. Hal ini agar dapat diketahui secara pasti faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan dan penawaran secara signifikan dan seberapa besar pengaruh yang diberikan. Permintaan cabai merah keriting dalam kajian ini khususnya akan menganalisa tentang permintaan rumah tangga berikut dengan perilaku

34

konsumsinya. Sedangkan penawaran akan dianalisis menggunakan data pasokan jumlah cabai merah di pasar yang menggambarkan penawaran cabai merah. Regresi linear berganda akan digunakan sebagai alat analisis untuk membentuk model dan mengetahui faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan. Hasil analisis akan diperoleh model permintaan dan penawaran yang kemudian dapat dijelaskan secara deskriptif. Sebagai informasi tambahan dalam penelitian ini juga dilakukan identifikasi karakterisik konsumen cabai merah secara umum dan perilaku konsumsi cabai merah yang akan dianalisa secara deskriptif. Untuk lebih jelasnya, alur kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 9.

 Komoditi Cabai Merah Banyak Dikonsumsi dan Diproduksi di Indonesia  Cabai Merah Salah Satu Komoditi Strategis  Harga Cabai Merah Sangat Fluktuatif

Analisis Pasokan

Ketidakseimbangan Jumlah Pasokan dan Permintaan

Faktor-faktor yang mempengaruhi : (1) Jumlah pasokan cabai merah keriting periode sebelumnya; (2) Harga cabai merah keriting; (3) Harga cabai merah keriting musim sebelumnya; (4) Harga komoditi substitusi; (5) Laju inflasi di DKI Jakarta; (6) Dummy untuk hari raya/ puasa

Analisis Permintaan

Faktor-faktor yang mempengaruhi : (1) Jumlah anggota rumah tangga; (2) Harga beli cabai merah keriting; (3)Pendapatan rumah tangga; (4) Frekuensi pembelian; (5) Tempat pembelian; (6) dan suku.

Karakteristik konsumen dan perilaku konsumsi rumah tangga

Analisis Deskriptif

Metode Regresi Berganda, Metode Kuadrat Terkecil (OLS)  Model Jumlah Pasokan  Model Permintaan Implikasi Kebijakan

Gambar 9. Alur Kerangka Pemikiran Operasional

35

IV.

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis ketersediaan pasokan (penawaran) dan perilaku permintaan rumah tangga (permintaan) terhadap cabai merah keriting di wilayah DKI Jakarta. Untuk memenuhi kebutuhan kelengkapan data, penelitian ini dilaksanakan di DKI Jakarta mulai dari pasar induk, pasar moderen, pasar tradisional, dan rumah-rumah warga. Pasar induk yang menjadi tempat dilaksanakannya penelitian ini yaitu Pasar Induk Kramat Jati (PKIJ). Pasar tradisional dipilih lima pasar yang tersebar di masing-masing wilayah di DKI Jakarta mulai dari Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan. Sedangkan lima pasar moderen yang menjadi lokasi penelitian yaitu Giant, Carefour, Ramayana, Hero, dan Hypermart. Pasar moderen ini juga dipilih lima tempat yang tersebar di masing-masing wilayah di DKI Jakarta. Pemilihan masing-masing pasar sebagai lokasi penelitian dilakukan berdasarkan metode purposive yang mana setiap pasar dipilih secara sengaja sesuai dengan kebutuhan penelitian. Khususnya untuk pasar induk, dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa PKIJ merupakan pasar yang menjadi acuan masyarakat dan pemerintah dalam pengambilan keputusan tentang pasar khususnya bagi komoditi pertanian yang diperjualbelikan di pasar induk tersebut. Sedangkan pemilihan pasar tradisional dan pasar moderen yang tersebar di DKI Jakarta dilakukan dengan pertimbangan bahwa pasar-pasar tersebut dapat mewakili tempat-tempat pembelian cabai yang dilakukan oleh seluruh masyarakat di DKI Jakarta. Selain itu, untuk mendapatkan pasar yang benar-benar mewakili seluruh tempat pembelian cabai masyarakat, pemilihan pasar dilakukan dengan meminta pendapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan Daerah (BPD) DKI Jakarta yang lebih paham akan kriteria yang dibutuhkan sesuai kebutuhan penelitian. Penelitian ini dilakukan akhir bulan Maret sampai bulan Juni 2012. Kegiatan penelitian bulan ini merupakan rangkaian kegiatankegiatan mulai dari penyusunan proposal, pengumpulan data di lapangan, dan pengolahan data hingga penulisan hasil penelitian dalam skripsi.

36

4.2. Metode Penentuan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan metode convenience sampling. Dengan metode ini, diharapkan pengambilan data pada responden dapat dilakukan dengan lebih akurat, karena dilakukan berdasarkan kesediaan responden untuk dimintai keterangan. Dengan demikian responden memperoleh kenyamanan dan responden dapat memberikan informasi lebih banyak, akurat, valid dan detail sesuai dengan kebutuhan penelitian. Kriteria responden yang dipilih dalam penelitian ini yaitu ibu-ibu rumah tangga yang membeli cabai merah untuk kebutuhan rumah tangganya. Jumlah responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini yaitu 50 orang responden. Jumlah tersebut dinilai cukup untuk menganalisis permintaan rumah tangga di DKI Jakarta, mengingat bahwa sampel minimal khususnya dalam suatu analisis metode kuantitatif dan untuk memenuhi syarat sebaran normal statistika minimal sampel yaitu 30 orang responden. Jadi dengan 50 orang responden sudah memenuhi syarat analisis regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini. Selain itu, hal ini juga dilakukan dengan mempertimbangkan keterbatasan yang dimiliki oleh penulis seperti data, waktu dan kemampuan. Reponden ada yang dipilih yang sedang berbelanja baik di pasar tradisional maupun di pasar moderen, dan ada pula yang sedang tidak berbelanja (di rumah) dengan tetap memastikan bahwa responden melakukan pembelian cabai merah. 4.3. Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer khusunya digunakan untuk menganalisis perilaku permintaan rumah tangga terhadap cabai merah keriting diperoleh dari hasil wawancara dan pengisian kuesioner yang dilakukan pada 50 responden. Sedangkan data sekunder yang digunakan dalam menganalisis jumlah pasokan cabai merah keriting diperoleh dari pasar induk. Data sekunder yang digunakan yaitu mengenai jumlah pasokan dan harga cabai bulanan tiga tahun terakhir (2009-2011). Selain itu, digunakan juga data sekunder yang berasal beberapa instansi terkait seperti dari Dinas Pertanian, Dinas perdagangan, Badan Pusat Statistik, dan departemen serta lembaga terkait lainnya. Data sekunder juga

37

diperoleh dari situs internet dan bahan pustaka lain yang relevan. Instrumentasi atau alat yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu dengan menggunakan kuesioner dan daftar pertanyaan khususnya untuk pengumpulan data primer. 4.4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan selama dua bulan lebih sejak penyusunan proposal, pengumpulan data di lapangan, pengolahan data hingga penulisan hasil dalam bentuk skripsi. Pengumpulan data sekunder dilakukan pada saat data-data dibutuhkan selama proses penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan langsung di pasar induk, pasar tradisional, pasar moderen dengan pemilihan waktu yang disesuaikan dengan kondisi pasar. Pengumpulan data primer dilakukan khususnya ketika aktivitas perdagangan sedang berlangsung. Kunjungan pada pasar tradisional dilakukan pada subuh/pagi hari dengan pertimbangan pasar tradisional umunya lebih aktif dan ramai di pagi hari. Sedangkan pasar moderen dapat dilakukan kapan saja atau lebih tepatnya pada siang, sore, hingga malam hari. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa pada pada pasar moderen kebanyakan konsumen adalah masyarakat golongan kelas menengah ke atas dan untuk kebutuhan rumah tangga seperti cabai ibu rumah tangga yang berbelanja kebanyakan wanita karir yang berbelanja pada sore atau malam hari setelah pulang bekerja. Selain melakukan wawancara langsung di pasar tradisional dan pasar moderen, pengumpulan data primer juga dilakukan dengan wawancara konsumen yang dilakukan dengan mengunjungi rumah-rumah masyarakat di DKI Jakarta. Wawancara yang dilakukan di pasar moderen dan di rumah-rumah responden sama dengan wawancara yang dilakukan di pasar tradisional. Jadi dapat dikatakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan wawancara langsung, pengumpulan data dari instansi-instansi terkait dan juga dengan melakukan browsing internet. 4.5. Metode Pengolahan Data Data dan informasi yang diperoleh di lapangan yang terkait dengan kebutuhan untuk menganalisis perilaku rumah tangga, faktor-faktor yang

38

mempengaruhi permintaan dan jumlah pasokan cabai merah akan dianalisis dengan metode regresi linear berganda dan analisis deskriptif. Sebelum dilakukan analisis, yang pertama kali harus dilakukan yaitu mengolah data yaitu dengan pengeditan dan pentabulasian data mentah yang diperoleh dari lapang. Setelah itu dikelompokkan berdasarkan indikator yang dibutuhkan, data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif dan analisis

regresi berganda.

Data-data ini diolah dengan alat bantu seperti kalkulator dan komputer dengan program Microsoft excel dan Minitab. Setelah data diolah kemudian hasilnya dianalisis lebih lanjut secara deskriptif dan diinterpretasikan. 4.5.1. Analisis Deskriptif Nazir (2009) menjelaskan bahwa metode deskriptif adalah metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Hal ini dilakukan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat atau hubungan antar fenomena yang diselidiki. Dijelaskan oleh Mattjik dan Sumertajaya (2002) bahwa statistika deskriptif adalah bidang statistika yang membicarakan cara atau metode mengumpulkan,

menyederhanakan,

dan

menyajikan

data

sehingga

bisa

memberikan informasi. Dalam statsitika deskriptif belum sampai pada upaya menarik kesimpulan, tetapi baru sampai pada tingkat memberikan suatu bentuk ringkasan data sehingga khalayak/masyarakat awam dapat memahami apa yang terkandung dalam data. Analisis deskriptif yang ada dalam penelitian ini untuk kajian yang terkait dengan permintaan rumah tangga, khususnya untuk menganalisis karakteristik konsumen cabai merah dan perilaku konsumsinya. Analisis deskriptif dilakukan berdasarkan data primer dan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengisisan kuesioner oleh masing-masing responden. Dengan analisis deskriptif akan dapat diketahui mengenai karakteristik konsumen cabai merah dan bagaimana perilakunya dalam mengkonsumsi cabai merah khususnya yang sedang melakukan pembelian cabai merah di pasar yang berlokasi di DKI Jakarta. Analsis deskriptif ini dilakukan dengan mentabulasi data yang diperoleh dari hasil

39

wawancara responden dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh terkait dengan konsumen cabai merah. Analisis deskriptif ini untuk menganalisis variabel-variabel yang tidak diuji secara statistik. 4.5.2. Analisis Regresi Berganda Untuk mengidentifikasi apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan pasokan cabai merah keriting, penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linear berganda. Analisis regresi sendiri menurut Firdaus (2004) berkenaan dengan studi ketergantungan suatu variabel yaitu variabel tak bebas (dipendent variable) pada satu atau lebih variabel lain yaitu variabel bebas (independent variable), dengan maksud menduga dan/atau meramalkan nilai ratarata hitung (mean) atau rata-rata (populasi) dari variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahui atau tetap (dalam pengambilan sampel berulang) dari variabel bebas. Lebih lanjut dijelaskan bahwa analisis regresi pada hakikatnya dibedakan menjadi dua yaitu analisis regresi sederhana (simple regression analysis) dan analisis regresi berganda (multiple regression analysis). Pusat Data dan Informasi Pertanian (PUSDATIN) memberikan penjelasan tentang beberapa konsep analisis termasuk tentang analisis regresi. Analisis regresi dijelaskan sebagai teknik statistika yang berguna untuk memeriksa dan memodelkan hubungan diantara variabel-variabel. Penerapannya dapat dijumpai secara luas di banyak bidang seperti teknik, ekonomi, manajemen, ilmu-ilmu biologi, ilmu-ilmu sosial, dan ilmu-ilmu pertanian. Pada saat ini, analisis regresi berguna dalam menelaah hubungan dua variabel atau lebih, dan terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna, sehingga dalam penerapannya lebih bersifat eksploratif. Analisis regresi berganda sendiri seperti yang dijelaskan oleh Firdaus (2004) dan Hanke et al. (1999) merupakan analisis yang mempelajari ketergantungan antar variabel yang melibatkan suatu variabel tak bebas dengan lebih dari satu variabel bebas. Jika ditulis dalam bentuk persamaan biasanya huruf Y menggambarkan variabel tak bebas dan huruf X (X1, X2, X3,…,Xk) menggambarkan variabel bebas, dimana Xk menggambarkan variabel yang menjelaskan ke-k. Dijelaskan dalam PUSDATIN regresi berganda seringkali

40

digunakan untuk mengatasi permasalahan yang melibatkan hubungan dari dua atau lebih variabel bebas. Pada awalnya regresi berganda dikembangkan oleh ahli ekonometri untuk membantu meramalkan akibat dari aktivitas-aktivitas ekonomi pada berbagai segmen ekonomi. Misalnya laporan tentang peramalan masa depan perekonomian di jurnal-jurnal ekonomi (Business Week, Wal Street Journal, dll), yang didasarkan pada model-model ekonometrika dengan analisis berganda sebagai alatnya. Salah satu contoh penggunaan regresi berganda pada bidang pertanian diantaranya ilmuwan pertanian menggunakan analisis regresi untuk menjajaki antara hasil pertanian (misal: produksi padi per hektar) dengan jenis pupuk yang digunakan, kuantitas pupuk yang diberikan, jumlah hari hujan, suhu, lama penyinaran matahari, dan infeksi serangga. Menurut Sulaiman (2004), analisis regresi berganda (multiple regression) digunakan untuk melihat hubungan variabel terikat dengan lebih dari satu variabel bebas. Penggunaan regresi linear berganda ini memungkinkan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran dan permintaan. Seperti yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu menganalisis permintaan rumah tangga dan pasokan cabai merah di DKI Jakarta dengan faktorfaktor yang mempengaruhinya seperti yang telah diidentifikasi sebelumnya. Bentuk

matematis

persamaan

regresi

linear

berganda

dari

fungsi

penawaran/pasokan dan permintaan cabai merah akan diuraikan berikut ini. a.

Fungsi Penawaran

Ysxi = β0 + β1X1i + β2X2i + β3X3i + β4X4i + β5X5i + β6X6i + ε ………..………… (3) Keterangan : Ysxi = Jumlah pasokan cabai merah keriting (Kg) X1i = jumlah pasokan cabai merah keriting periode sebelumnya (Kg) X2i = harga cabai merah keriting (Rp/Kg) X3i = harga cabai merah keriting musim sebelumnya (Rp/Kg) X4i = rata-rata harga komoditi substitusi (cabai rawit hijau dan merah) (Rp/Kg) X5i = laju inflasi di DKI Jakarta X6i = Dummy (bulan puasa/hari raya) β0 = Konstanta β1 – β5 = Koefisien β6 = Koefisien variabel Dummy (0 = hari biasa; 1 = hari saya/puasa) ε = Error I = 1, 2, 3, . . . ,n

41

b.

Fungsi Permintaan

Ydx = α0 + α1X1 + α2X2 + α3X3 + α4X4 + α5 X5 + α6X6 + ν………………...……. (4) Keterangan: Ydx = Jumlah permintaan cabai merah rumah tangga (Kg/bulan) X1 = Jumlah anggota keluarga (Orang) X2 = Harga beli cabai (Rp/Kg) X3 = Pendapatan Rumah Tangga X4 = Frekuensi pembelian (kali/bulan) X5 = Tempat pembelian X6 = Suku α1,2,4, = koefisien α3 = koefisien variabel Dummy pendapatan (0 = < 3 juta; 1 = > 3 juta) α5 = koefisien variabel Dummy (0 = pasar tradisional; 1 = pasar moderen) α6 = koefisien variabel Dummy (0 = bukan jawa; 1 = jawa) ν = Error Persamaan (3) dan (4) akan membentuk model penawaran atau pasokan dan permintaan cabai merah yang terbilang cukup mudah untuk dianalisis. Tetapi model yang dihasilkan memiliki kelemahan. Menurut Nachrowi dan Usman (2006) salah satu kelemahan dari model seperti persamaan (3) dan (4) yaitu sulit dalam menginterpretasikan koefisien interceptnya, bahkan pada kondisi tertentu tidak dapat diinterpretasikan. Untuk mengatasi kelemahan ini salah satau teknik yang dapat dilakukan yaitu dengan mentransformasi model ke bentuk lain. Kedua fungsi baik penawaran maupun permintaan ditransformasi ke dalam bentuk logaritma natural, sehingga akan terbentuk fungsi sebagai berikut. a.

Fungsi Penawaran/Jumlah Pasokan

Ln Ysxi = Ln β0 + β1 Ln X1i + β2 Ln X2i + β3 Ln X3i + β4 Ln X4i + β5 Ln X5i + β6 X6i + ε ……………….…………………………..….…..………… (5) b.

Fungsi Permintaan Rumah Tangga

Ln Ydx = Ln α0 + α1 Ln X1 + α2 Ln X2 + α3 X3 + α4 Ln X4 + α5 X5 + α6 X6 + ν……….…………………...……………………………...….……. (6) Transformasi ke dalam bentuk lograitma natural dipilih kerena data yang dihasilkan harus membentuk garis lurus atau merupakan model yang linear. Selain itu, nilai koefisien dalam persamaan merupakan elastisitas, atau dengan kata lain koefisien slope merupakan tingkat perubahan pada variabel Y (dalam persen) bila terjadi perubahan variabel X (dalam persen). Hal ini sesuai dengan kebutuhan 42

penelitian yang mengkaji elastisitas jumlah pasokan dan permintaan rumah tangga terhadap cabai merah terhadap variabel-variabel yang mempengaruhinya. Tetapi tidak semua variabel ditransformasi ke dalam bentuk logaritma natural, khususnya variabel independen yang merupakan variabel dummy tidak dilakukan transformasi. Hal ini dikarenakan variabel dummy mengandung nilai nol (0) yang tidak bisa ditransformasikan. Fungsi regresi model pasokan dan permintaan seperti yang telah dirumuskan di atas, merupakan fungsi regresi yang dibuat dengan sejumlah sampel tertentu untuk mewakili fungsi regresi populasi yang sulit untuk dirumuskan. Harus dapat dipastikan bahwa fungsi regresi populasi dapat ditafsirkan atas dasar fungsi regresi sampel di atas. Untuk itu, maka model regresi yang dihasilkan harus merupakan penduga tak bias linear terbaik atau Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Agar model dapat memenuhi penduga tak bias terbaik, dilakukan beberapa uji atau pemerikasaan asumsi dengan sisaannya sehingga dipastikan asumsi-asumsi terpenuhi. Menurut Gauss-Markov dalam Juanda (2009) agar dapat menghasilkan penduga tak bias linear terbaik digunakan metode kuadrat terkecil/method of ordinary least squares (OLS). Penduga terbaik dalam hal ini yaitu memiliki ragam penduga paling kecil (paling efisien) diantara penduga tak bias lainnya harus dapat memenuhi asumsi-asumsi OLS. Memenuhi asumsi OLS harus dilakukan pengujian-pengujian yang terdiri dari terdiri dari Uji Linearitas, Uji Homoskedastisitas, Uji Autokorelasi, Uji Multikolinearitas, dan Uji normalitas. Khusus untuk uji autokorelasi hanya akan dilakukan pada model untuk menduga pasokan cabai saja, tidak akan dilakukan pada model permintaan. Hal ini dilakukan karena uji ini umunya terjadi pada kasus data sampel time series. Data yang digunakan untuk menganalisa model pasokan cabai adalah data time series, sedangkan untuk model permintaan data yang digunakan yaitu data cross section. Menurut Firdaus (2011) data time series atau data deret merupakan data yang berasal dari observasi terhadap suatu objek pada sepanjang kurun waktu tertentu. Data cross section atau kerat lintang yaitu hasil pengamatan terhadap banyak objek pada satu periode waktu.

43

Setelah dilakukan pengujian terhadap asumsi-asumsi OLS , dilakukan pengujian model secara keseluruhan. Dilakukan evaluasi apakah model yang diperoleh sudah baik atau belum dan seberapa siginfikan variabel-variabel yang dimasukkan ke dalam model saling berpengaruh. Pengujian ini akan dilakukan dengan beberapa kriteria pengujian statistik. Pengujian kriteria statistik menyangkut uji koefisien determinasi (R2), pengujian kelinearan model (F), dan pengujian koefisien regresi parsial (t). 4.5.2.1. Kriteria Ekonometrika 4.5.2.1.1. Uji Linearitas Pengujian linearitas hubungan dua variabel dilakukan dengan cara membuat diagram pencar (scatter plot) antara dua variabel tersebut. Selain metode tersebut, pengujian kelinearan model yang terbentuk yaitu dengan cara membuat plot residual terhadap harga-harga prediksi. Jika grafik antara harga prediksi dan harga-harga residual tidak membentuk suatu pola tertentu (parabola, kubik, dan sebagianya), maka asumsi linearitas terpenuhi. Jika asumsi linearitas terpenuhi, maka residual-residual akan didistribusikan secara random dan akan terkumpul di sekitar garis lurus yang melalui titik nol (0). Uji Linearitas dapat pula dilihat dari nilai rata-rata untuk kesalahan penganggu adalah sama dengan nol, yaitu : E(εi)=0, untuk i=1,2,3,4…..,k 4.5.2.1.2. Uji Homoskedastisitas Salah satu uji yang penting dilakukan dalam model regresi linier yaitu bahwa gangguan (disturbances) ui yang muncul dalam fungsi regresi populasi adalah homoskedastik, yaitu semua gangguan tersebut mempunyai varians yang sama. Pelanggaran dari asumsi ini adalah heterokedastisitas. Pembuktian kesamaan varian (homoskedastisitas) dapat dilihat dari penyebaran nilai-nilai residual terhadap nilai-nilai prediksi. Jika penyebarannya tidak membentuk suatu pola tertentu seperti meningkat atau menurun, maka homoskedastisitas terpenuhi. Uji homoskedastisitas dapat dilihat pada nilai εi = σ2 yang sama untuk semua kesalahan pengganggu.

44

4.5.2.1.3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi penting untuk memastikan bahwa tidak ada autokorelasi atau bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain manapun. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu berarti kovarian (εi,εj)=0, untuk i ≠ j. Dengan demikian antara εi dan εj tidak saling bergantung. Autokorelasi dapat pula dideteksi dengan menggunakan pengujian Durbin-Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut : 1.

1,65 < DW < 2,5 = tidak ada autokorelasi

2.

1,21 < DW < 1,65 atau 2,5 < DW < 2,8 = tidak dapat disimpulkan

3.

DW < 1,21 atau 2,8 = terjadi autokorelasi

4.5.2.1.4. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas berarti ada hubungan linear yang sempurna (pasti) diantara beberapa atau semua variabel independen dari model regresi. Adapun cara pendeteksiannya adalah jika multikolinearitas tinggi, maka akan diperoleh R2 yang tinggi tetapi tidak satu pun atau sangat sedikit koefisien yang ditaksir signifikan secara statistik. Untuk menghasilkan model regresi yang baik, seharusnya tidak ada hubungan linier yang sempurna diantara beberapa atau semua variabel bebas. Ini merupakan alasan mengapa harus dilakukan uji multikolinearitas. Untuk melakukan uji multikolinearitas dapat dideteksi dengan beberapa cara berikut: 

Besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF kurang dari sepuluh.



Besaran korelasi antar variabel independen. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah koefisien korelasi antar variabel bebas haruslah lemah (di bawah 0,5). Jika korelasi kuat, maka terjadi multikolinearitas.

45

4.5.2.1.5. Uji Normalitas Asumsi normalitas mengharuskan nilai residual dalam model menyebar atau terdistribusi secara normal. Untuk mengetahuinya dilakukan uji KolmogrovSmirnov dengan memplotkan nilai standar residual dengan probabilitasnya pada tes normalitas. Jika pada grafik Kolmogorov-Smirnov titik-titik residual yang ada tergambar segaris dan nilai P-value lebih besar dari sama dengan 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa model terdistribusi secara normal. Selain itu mendeteksi normalitas dapat dilakukan dengan plot probabilitas normal. Melalui plot ini masing-masing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai harapan dari distribusi normal. Jika residual berasal dari distribusi normal, maka nilai-nilai data (titiktitik dalam grafik) akan terletak di sekitar garis diagonal. Peubah bebas atau variabel bebas X1, X2, X3,…,Xk konstan dalam pengambilan sampel terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu. 4.5.2.2. Kriteria Statistik 4.5.2.2.1. Uji R2 (Koefisien Determinasi) Menurut Firdaus (2004) uji koefisiern determinasi (R2) merupakan pengujian kecocokan/ketepatan (goodness of fit) yang pada analisis regresi berganda disebut koefisien determinasi berganda (multiple coefficient of correlation). Uji ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar persentase sumbangan masing-masing variabel independen terhadap variasi (naik-turunnya) variabel dipenden. Nilai R2 mempunyai interval nilai antara 0 sampai 1 (0 ≤ R2 ≤ 1). Interpretasi dari nilai interval tersebut yaitu semakin besar R2 (mendekati 1), maka semakin baik hasil untuk model regresi tersebut. Semakin mendekati 0, maka variabel independen secara keseluruhan tidak dapat menjelaskan variabel dipenden. Nilai R2 diperoleh dengan menggunakan rumus berikut : =

∑( ∗ ∑(

^) / )

/

=

………………………………………(7)

Keterangan : Y = Nilai pengamatan Y* = Nilai Y yang ditaksir dengan model regresi Y^ = Nilai rata-rata pengamatan K = jumlah variabel independen

46

4.5.2.2.2. Pengujian Kelinearan Model (Uji F) Pengujian kelinearan model atau yang disebut juga evaluasi model dugaan ini digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan linear antara variabel dipenden dengan beberapa variabel independen. Pada uji ini diperiksa signifikansi regresi yang semuanya disediakan pada standar output paket software statsitika (ketika dilakukan pengolahan dengan SPSS). Hipotesis yang digunakan adalah: H0

: β1 = β2 = ... = βk = 0  Hipotesis ini berarti model regresi liniear berganda tidak signifikan atau dengan kata lain tidak ada hubungan linear antara variabel independen terhadap variabel dipenden.

H1

: βi ≠ 0  Model regresi linear berganda signifikan atau dengan kata lain ada hubungan linear antara variabel independen terhadap variabel dipenden. Hipotesis di atas dikaitkan dengan uji nyata regresi yang diperoleh, maka

perhitungan statistik uji yang digunakan adalah: =

………………………………………………………………...(8)

Setelah dilakukan uji nyata regresi, pengambilan kesimpulannya sebagai berikut: Bila

: Fhit > Ftabel = tolak H0/Terima H1 Fhit < Ftabel = terima H0

Nilai F merupakan sebuah nilai statistik F dengan derajat bebas k-2 dan nk, bila μα,β jatuh pada sebuah garis lurus. Ini berarti statistik itu dapat digunakan untuk menguji hipotesis H0 bahwa regresinya linear. 4.5.2.2.3. Pengujian Koefisien Regresi Parsial (Uji t) Menguji ada tidaknya hubungan linear antara variabel independen terhadap variabel dipenden, Berbeda dengan uji F yang menguji apakah variabelvariabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dipenden.

Uji t akan menguji apakah

variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dipenden secara parsial atau secara terpisah antara setiap variabel. Adapun hipotesis yang digunakan dalam uji t sebagai berikut : 47

H0

: bi

= 0  Hipotesis in berarti tidak ada hubungan linear antara variabel independen dan variabel dipenden.

H1

: bi ≠ 0  Hipotesis ini berarti ada hubungan linear antara variabel independen dan variabel dipenden.

H1

: bi > 0  Hipotesis ini berarti ada hubungan linear antara variabel independen dan variabel dipenden secara positif.

H1

: bi < 0  Hipotesis ini berarti ada hubungan linear antara variabel independen dan variabel dipenden secara negatif. Uji ini dikaitkan dengan uji nyata dari garis regresi yang diperoleh dari

prediksi nilai pengamatan variabel dipenden. Selain uji di atas, nilai koefisien dari nilai b hasil prediksi nilai β yang diperoleh juga harus diuji. Adapun hipotesisnya sebagai berikut: H0 : b = β (koefisien regresi tidak signifikan) H1 : b ≠ β (koefisien regresi signifikan) Pengambilan kesimpulan pada pengujian hipotesis dilakukan sebagai berikut: a.

Jika thit < -tα/2 atau thit > tα/2 kesimpulannya tolak H0. Jika -tα/2 ≤ thit ≤ tα/2 kesimpulannya terima terima H0

b.

Jika thit > tα kesimpulannya tolak H0. Jika thit ≤ tα kesimpulannya terima H0

c.

Jika thit < -tα kesimpulannya tolak H0. Jika thit ≥ -tα kesimpulannya terima H0

4.6. Hipotesis Penawaran dan Permintaan Cabai Merah 4.6.1. Hipotesis Penawaran Cabai Merah Sebelum dilakuakan analisa terkait dengan variabel yang mempengaruhi pasokan cabai merah keriting, dilakukan hipotesis terhadap masing-masing variabel untuk menduga masing-masing pengaruh variabel. Hipotesis mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran cabai merah dan bagaimana pengaruhnya terhadap penawaran cabai merah adalah sebagai berikut : a.

Jumlah pasokan cabai merah keriting pada periode sebelumnya diduga berpengaruh positif pada jumlah pasokan cabai merah keriting pada periode saat ini (terhitung). Semakin tinggi jumlah pasokan cabai merah keriting pada

48

periode sebelumnya, maka jumlah pasokan cabai merah keriting periode terhitung akan tinggi dan sebaliknya jika jumlah pasokan cabai merah keriting pada periode sebelumnya sedikit maka pada periode terhitung jumlah pasokan cabai merah juga akan sedikit. Hal ini dikarenakan pada periode terhitung dengan periode sebelumnya dapat dikatakan masih berada pada musim yang sama (tiga bulan yang sama), pada musim yang sama sehingga hasil panen cabai tidak jauh berbeda. b.

Harga komoditi itu sendiri (cabai merah keriting) berpengaruh negatif pada jumlah pasokan. Dalam hal ini harga pada periode sekarang (terhitung) dipengaruhi oleh jumlah pasokan cabai itu sendiri. Harga akan menjadi tinggi jika jumlah pasokan cabai merah keriting tersebut sedikit, dan sebaliknya jika jumlah pasokan tinggi harga cabai merah keriting tersbut akan turun. Jadi dalam hipotesis ini jumlah pasokan dan harga cabai dipengaruhi oleh faktor lain yang menyebabkan jumlah pasokan naik atau turun sehingga berpengaruh pada harga. Dengan kata lain harga rendah mengindikasikan bahwa jumlah pasokan cabai merah keriting cukup tinggi, dan sebaliknya harga yang tinggi mengindikasikan bahwa jumlah pasokan cabai sedikit.

c.

Harga cabai merah musim sebelumnya diduga berpengaruh positif pada jumlah pasokan cabai merah keriting pada periode terhitung. Musim sebelumnya yang dimaksudkan disini adalah harga cabai pada tiga bulan sebelumnya, karena umur panen cabai sendiri adalah tiga bulan. Oleh karena itu harga cabai tiga bulan sebelumnya atau musim sebelumnya bertepatan dengan pada saat mulai penanaman cabai yang akan dijual pada saat periode terhitung. Jika harga cabai musim sebelumnya (tiga bulan sebelumnya) tinggi, diduga mempengaruhi pada produsen atau petani cabai untuk menanam lebih banyak agar dapat menghasilkan produksi cabai lebih banyak. Sebaliknya, jika harga cabai musim sebelumnya rendah, petani atau produsen cabai akan mengurangi jumlah produksinya.

d.

Harga komoditi substitusi yang dalam hal ini merupakan harga rata-rata cabai rawit merah dan hijau diduga berpengaruh negatif pada jumlah pasokan cabai merah keriting. Semakin tinggi harga komoditi substitusi maka jumlah

49

pasokan cabai merah keriting semakin sedikit. Hal ini terjadi karena ketika harga substitusi yang dalam hal ini merupakan cabai rawit merah dan cabai rawit hijau mengalami kenaikan mengindikasikan jumlahnya yang berkurang yang mungkin disebabkan oleh faktor-faktor dalam kegiatan produksi. karena karakterisitiknya pengusahaannya yang sama dengan cabai merah keriting kemungkinan hal yang sama juga terjadi pada cabai merah keriting. Dimana berkurangnya jumlah pasokan cabai rawit baik hijau dan merah menyebabkan harga jualnya tinggi, dan hal ini juga menunjukkan bahwa jumlah pasokan cabai merah kerting juga rendah. e.

Tingkat inflasi diduga berpengaruh negatif pada pasokan cabai merah keriting. Jika inflasi meningkat maka jumlah pasokan cabai merah keriting lebih sedikit. Inflasi menunjukkan kenaikan harga-harga komoditi secara keseluruhan termasuk harga komoditi cabai merah keriting itu sendiri. Sesuai dengan hipotesis sebelumnya mengenai harga cabai merah keriting itu sendiri yang meningkat menunjukkan jumlah pasokan cabai merah keriting rendah.

f.

Dummy, yaitu terdiri dari bulan puasa/hari raya dan hari biasa. Diduga pada hari raya dan bulan puasa kuantitas pasokan cabai merah keriting mengalami penurunan atau jumlah pasokannya lebih sedikit dari hari-hari biasa. Sebaliknya pada hari-hari biasa jumlah pasokan cabai merah keriting lebih banyak. Hal ini terjadi karena pada momen-momen tersebut banyak pengusaha cabai yang tidak melaksanakan aktivitas usahanya.

4.6.2. Hipotesis Permintaan Cabai Merah Hipotesis mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan cabai merah dan keriting bagaimana pengaruhnya terhadap permintaan cabai merah keriting adalah sebagai berikut : a.

Jumlah anggota keluarga diduga berpengaruh positif terhadap jumlah permintaan cabai merah kerting disuatu rumah tangga. Rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga yang lebih banyak memiliki jumlah permintaan cabai merah keriting yang tinggi, dan sebaliknya jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit maka akan lebih sedikit pula jumlah permintaan cabai merah keriting di rumah tangga tersebut.

50

b.

Harga beli komoditi cabai merah keriting diduga berpengaruh negatif atau berbanding terbalik dengan jumlah permintaan masing-masing rumah tangga. Jumlah permintaan cabai merah kerting lebih sedikit pada harga yang tinggi, dan permintaan cabai merah keriting lebih banyak ketika harga rendah.

c.

Pendapatan rumah tangga diduga berpengaruh positif terhadap jumlah permintaan cabai merah keriting. Semakin besar jumlah pendapatan suatu keluarga, jumlah cabai merah keriting yang diminta semakin besar. Sebaliknya, jumlah permintaan cabai merah keriting lebih sedikit pada rumah tangga yang pendapatannya lebih kecil. Pendapatan merupakan variabel dummy yang dikategorikan ke dalam dua kelompok yaitu pendapatan rumah tangga kurang dari dan lebih dari tiga juta. Nilai nol menunjukkan rumah tangga dengan jumlah pendapatan kurang dari tiga juta rupiah, dan nilai satu untuk rumah tangga yang pendapatannya lebih dari tiga juta rupiah.

d.

Frekuensi pembelian cabai merah keriting dalam satu bulan diduga berpengaruh positif pada jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah. Semakin sering suatu rumah tangga melakukan pembelian cabai merah keriting, berarti semakin besar jumlah permintaan cabai merah keriting rumah tangga tersebut. Sebaliknya semakin jarang melakukan pembelian, permintaan cabai merah keriting rumah tangga tersebut semakin sedikit.

e.

Tempat pembelian cabai merah keriting terdiri dari pasar moderen dan pasar tradisional. Diduga responden yang membeli cabai di pasar tradisional jumlah cabai yang diminta akan lebih banyak daripada responden yang membeli cabai di pasar moderen. Sama halnya dengan pendapatan, dalam analisis tempat pembelian cabai merah keriting merupakan variabel dummy. Pembelian yang dilakukan di pasar tradisional diberi nilai nol, dan pembelian yang dilakukan di pasar moderen diberikan nilai satu.

f.

Suku dikelompokkan menjadi Jawa dan bukan Jawa, diduga responden yang suku Jawa permintaan cabainya lebih sedikit dibandingkan dengan reponden yang bukan suku Jawa. Sebagai variabel dummy, dalam analisis yang dilakukan, responden yang merupakan suku Jawa diberi nilai nol, dan responden yang bukan Jawa diberikan nilai satu.

51

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PERILAKU RUMAH TANGGA DALAM KONSUMSI CABAI MERAH KERITING 5.1. Provinsi DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta yang sekaligus merupakan ibukota negara dan juga daerah istimewa mengalami perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan terjadi pada berbagai bidang diantaranya seperti infrasutrukur, teknologi, informasi dan perekonomian. Dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang ada di Indonesia, perkembangan DKI Jakarta jauh lebih pesat. Seperti yang disebutkan dalam Satatistik Daerah DKI Jakarta (2011) pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi ke dua setelah provinsi Jawa Timur dipegang oleh provinsi DKI Jakarta. Dimana pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebesar 6,68 persen dan DKI Jakarta sebersar 6,51 persen sedangkan secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 6,08 persen. Sebagai ibukota negara dengan perkembangan yang pesat, jumlah penduduk

di

DKI

Jakarta

terbilang

tinggi

begitu

pula

dengan

laju

pertumbuhannya. Mengingat DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian, banyak migran atau penduduk yang datang dari daerah-daerah di berbagai penjuru tanah air yang datang ke ibukota. Sedangkan jumlah penduduk yang keluar dari DKI Jakarta terbilang sedikit. Selain itu, jumlah kelahiran yang lebih tinggi dari jumlah kematian juga menyebabkan tingginya laju pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta. Dijelaskan dalam Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta (2011) bahwa laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta pada tahun 2000 sampai 2010 mecapai 1,42 persen. Angka ini sepuluh kali lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk tahun 1990 sampai 2000. Tingginya jumlah penduduk yang ada di DKI Jakarta otomatis akan berpengaruh pada tingginya tingkat permintaan terhadap berbagai macam kebutuhan. Terutama pada kebutuhan-kebutuhan dasar mayarakat seperti sandang, pangan, dan papan. Seperti provinsi dan daerah-daerah lain yang ada di Indonesia, tidak semua kebutuhan masyarakat di DKI Jakarta dapat dipenuhi sendiri oleh provinsi DKI Jakarta. Beberapa komoditas harus didatangkan dari daerah-daerah

52

lain guna menjaga ketersediaan komoditas dan memenuhi kebutuhan masyarakat, hal ini terutama terjadi pada komoditas pertanian. Keterbatasan lahan menjadi salah satu faktor utama yang menuntut pasokan dari daerah-daerah lain untuk memenuhi kebutuhan penduduk DKI Jakarta. Salah satu komoditi pertanian yang harus dipasok dari luar DKI Jakarta untuk memenuhi kebutuhan penduduknya yaitu cabai merah. Tiga tahun terakhir ini, DKI Jakarta benar-benar harus memasok cabai dari daerah lain, dikarenakan sama sekali tidak ada lahan di provinsi DKI Jakarta yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, khususnya tanaman cabai. Luas panen untuk berbagai komoditas mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini tentu terkait dengan pesatnya pembangunan yang terjadi di DKI Jakarta sehingga membuat banyak lahan pertanian dikonversikan untuk kegiatan-kegiatan di luar sektor pertanian. Seperti misalnya cabai, luas panen cabai yang mengalami penurunan dari tahun ke tahunnya bahkan sejak tahun 2009 menunjukkan angka nol. Hal ini berarti tidak ada produksi cabai sama sekali di provinsi DKI Jakarta. Tabel 4. Luas Panen dan Produksi Cabai di DKI Jakarta pada Tahun 2006-2010 Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)

2006 7 31

2007 2 4

2008 7 0

2009 0 0

2010 0 0

Sumber : Jakarta dalam Angka (2011)

Kondisi pertanian khususnya cabai seperti yang terlihat pada Tabel 4. bukan berarti tidak ada cabai sama sekali di DKI Jakarta. Bagaimanapun, penduduk di DKI Jakarta tetap mengkonsumsi cabai. Apalagi dengan keragaman budaya yang ada di DKI Jakarta, dimana banyak penduduk yang berasal dari berbagai daerah menciptakan beragam kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi. Untuk pemenuhan kebutuhan terhadap cabai, di DKI Jakarta seratus persen didatangkan dari luar DKI Jakarta. Salah satu tempat yang mewadahi DKI Jakarta dalam memenuhi kebutuhan masyarakat khususunya terhadap bahan pangan seperti sayur-sayuran dan buah-buahan yaitu Pasar Induk Kramat Jati. Istilah sebagai pasar induk pada Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) sangat sesuai dengan perannya bagi sayur dan buah di DKI Jakarta. Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) berperan sebagai fasilitas pusat perdagangan besar komoditi sayur-

53

sayuran, buah-buahan dan umbi-umbian di DKI Jakarta yang bersifat menyeluruh. Sejalan dengan pertambahan populasi penduduk makin besar dimana kebutuhan pokok sayur dan buah makin besar, sedangkan lahan pertanian khususnya di DKI Jakarta sudah tidak tersedia maka keberadaan PIKJ sangat penting dan strategis. Kebutuhan masyarakat khususnya masyarakat DKI Jakarta diharapkan dapat terjamin. Berdirinya Pasar Induk Kramat Jati dengan jenis jualan sayur mayur, buah-buahan dan umbi-umbian dengan kategori grosir (penjualan skala besar), diharapkan dapat menjawab tantangan ketersediaan bahan pangan dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Jakarta. Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) sudah didirikan sejak tahun 1973 tetapi baru mulai dioperasikan pada tahun 1974. Pasar yang berlokasi di Jalan Raya Bogor Km. 17 Jakarta Timur ini merupakan pemindahan dari 3 (tiga) pasar, yaitu Pasar Senen, Pasar Manggarai dan Pasar Tanah Abang Kebon Kosong. Pembentukan PIKJ yang didasarkan Surat Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Republik Indonesia No. D-V-a. 18/1/17/1973 tanggal 28 Desember 1973. Beberapa hal yang melatarbelakangi terbentuknya PIKJ dan pemindahan tiga pasar seperti yang disebutkan sebelumnya yaitu : 1.

Perubahan kota Jakarta menjadi kota Metropolitan membutuhkan penataan tata ruang kota menjadi lebih terintegratif.

2.

Memindahkan pasar sayur yang mempunyai limbah cukup besar dialihkan ke lokasi pinggiran kota yaitu Jalan Raya Bogor KM 17 Jakarta Timur.

3.

Kendaraan besar agar tidak banyak berlalu lalang dalam kota, diharapkan beban dan umur ekonomis jalan dalam kota lebih tahan lama.

4.

Mengurangi polusi udara dan kemacetan lalu lintas jalan yang disebabkan keberadaan pasar tersebut. Tugas utama dari PIKJ sendiri yaitu mengatur dan menyelenggarakan

pengurusan fasilitas untuk kelancaran arus bahan makanan sayur dan buahbuahan. Tugas selanjutnya yaitu menyediakan fasilitas perdagangan dan pemasaran yang diperlukan bagi penyelenggaraan perdagangan besar sayursayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian serta jenis komoditi lainnya. Sedangkan yang menjadi fungsi utama dari PIKJ ini yaitu menyediakan dan mengatur 54

fasilitas perdagangan atau pemasaran, menyediakan fasilitas umum, dan mengatur kegiatan angkutan dan bongkar muat barang, serta melakukan pencatatan harga dan tonase. Selain itu, sebagai pasar induk yang terleak di ibukota negara keberadaan PIKJ juga merupakan sebagai barometer bagi harga-harga sayur dan buah di DKI Jakarta bahkan seluruh Indonesia. Informasi mengenai harga dan jumlah pasokan khususnya untuk wilayah DKI Jakarta mengacu pada PIKJ. Tahun 2002 PIKJ mengalami peremajaan yang dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk membangun PIKJ yang dianggap sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai pasar grosir agar menjadi lebih baik lagi. Terutama membangun dan merenovasi kondisi fisik PIKJ diantaranya bangunan semi permanen, dari bangunan yang awalnya berbahan baku kayu dan sudah tidak memenuhi syarat teknis sebagai tempat usaha, direnovasi dengan bahan baku besi baja. Hal ini dimaksudkan agar umur ekonomis lebih tahan lama seperti yang ada sekarang ini. Selain memperbaiki fasilitas seperti yang dijelaskan sebelumnya, peremajaan pada pasar dengan luas sekitar 14,7 hektar ini juga dilakukan untuk menambah tempat usaha hasil renovasi sebanyak 816 tempat. Selebihnya, jumlah tempat usaha yang pada awalnya berjumlah 3.653 tempat dilakukan penambahan sehingga menjadi 4.508 tempat. Penambahan tempat usaha ini terdiri dari toko biasa, unit toko (uniko), dan agro outlet. Sebanyak 4.508 tempat usaha yang ada di PIKJ dimiliki oleh sekitar 2.020 pedagang dengan berbagai macam komoditas yang diperdagangkan. Tempat usaha atau istilah lainnya yaitu kios memiliki ukuran yang bervariasi, untuk grosir dengan luas sebesar 8,4 m2 dan 12,6 m2, sedangkan subgrosir luasnya sebesar 4 m2. Pasar ini dilengkapi dengan fasilitas penunjang yang diperlukan untuk kelancaran operasional pasar. Fasilitas pelayanan umum di PIKJ terbilang cukup lengkap bagi setiap orang yang melakukan aktivitas di pasar tersebut. Fasilitas pelayanan umum yang disediakan terdiri dari Bank, lokasi areal parkir, pusat telekomunikasi, toilet dan bahkan tersedia pula fasilitas penitipan anak. Pasar ini juga menyediakan fasilitas ibadah. Fasilitas keamanan dan kebersihan PIKJ dibantu oleh perusahaan swasta. Keamanan di PIKJ dikelola oleh PT. Metro 11, sedangkan kebersihan dikelola oleh PT. Garda Transmos Mandiri. Pelengkap dari

55

fasilitas-fasilitas yang ada di PIKJ ini yaitu adanya badan khusus yang mencatat jumlah barang, memberikan layanan membongkar dan memuat barang yaitu armada “KABAPIN” (Koperasi Angkutan Barang Pasar dan Industri) dan “BAPENGKAR” (Badan Pengelola Pekerja Bongkar Muat). Sebagian

besar,

para

pedagang

di

PIKJ

memperoleh

komoditi

dagangannya langsung daerah asal atau tempat produksi komoditi tersebut. Ada yang bertransaksi langsung pada petani dan juga yang melalui pedagang perantara di daerah. Tabel 5. menunjukkan daerah asal dari beberapa komoditi di PIKJ. Tabel 5. Daerah Asal Komoditi Sayuran di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Komoditi Kol Kembang Kol Sawi Putih Buncis Wortel Tomat Labu Siam Terong Timun Cabe

Asal Dieng, Pengalengan, Garut, Cipanas, Medan, Padang Dieng, Pengalengan, Garut, Cipanas Pengalengan, Garut, Cipanas, Sukabumi, Cirebon Cipanas, Sukabumi, Purwakarta, Ciwidey, Lembang Cipanas, Sukabumi, Ciwidey, Lembang, Garut Garut, Pengalengan, Cipanas, SK Bumi, Padang Cipanas, SK Bumi, Bogor, Garut Purwakarta, Bogor, Subang, Cirebon, SK Bumi Cikarang, Cipanas, Purwakarta, Cirebon, Garut Magelang, Wonosobo, Wates, Garut, Ampenan, Banyuwangi, Malang, Tasik, Ciamis, Majalengka, Sukabumi, Cipanas, Muntilan, Solotigo Bawang Merah Brebes, Patrol, Import (Cina, Taiwan, India, Pakistan) Bawang Putih Wonosobo, Tawang Mangu, Import (Cina) Daun Bawang Sukabumi, Cipanas, Pengalengan, Garut, Tasik Daun Sledri Sukabumi, Cipanas, Bogor, Kuningan Nangka Muda Padang, Lampung, Bogor, Serang, Tegal Ceisim Sukabumi, Cipanas, Bogor, Krawang, Bekasi Jagung Garut, Cirebon, Tegal, Sukabumi, Bogor Cipanas Jengkol Lampung, Tegal, Banyuwangi, Padang, Sambas Kentang Garut, Medan, Padang Dieng. Bandung, P.Kerto,Impor Kelapa Lampung, Tasik, Serang, Padang Kacang Panjang Krawang, Bekasi, Cirebon, Bogor, SK Bumi Pete Lampung, Serang, Purwokerto, Malang Jahe Padang, Medan, Ponorogo, Lampung (Impor Cina) Bengkoang Bogor, Sukabumi, Tegal, Kebumen

Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (2012)

Awalnya para pedagang di PIKJ langsung menghubungi petani atau tengkulak yang ada di daerah dan akan melakukan tawar-menawar. Setelah mencapai kesepakatan mengenai harga dan jumlah, kemudian barang yang telah dipesan akan dikirimkan dan komoditas yang telah sampai siap diperdagangkan.

56

Komoditi cabai merupakan salah satu komoditi yang dapat dihasilkan di banyak daerah, sehingga cabai yang ada di PIKJ lebih bervariasi karena datang dari berbagai daerah yang lebih banyak dibandingkan jenis komoditi lainnya. Secara umum kondisi perdagangan komoditas sayur mayur dan buahbuahan terjadi perubahan yang cukup signifikan. Semula, seperti yang disebutkan pada Tabel 5. Komoditas berasal dari daerah-daerah yang ada di Indonesia, bahkan komoditas lokal menjadi primadona. Namun saat ini terdapat beberapa komoditas import yang diperdagangkan di PIKJ. Adanya komoditas impor saat ini disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah selaku pemegang regulasi perdagangan terlalu lebar membuka kran produk import. Selain itu juga dilakukan impor karena pasokan lokal yang jumlahnya sedikit. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan masayarakat khususnya DKI Jakarta harus diimpor dari luar negeri. Adanya komoditi impor menjadi sumber permasalahan sendiri bagi perdagangan sayur dan buah. Persoalan yang paling menyolok saat ini adalah masuknya beberapa produk

import dari Cina, seperti buah-buahan, sayuran

mayur dan bumbu dapur yang menyebabkan produk lokal tidak lagi menjadi primadona dan kemungkinan petani lokal tidak mampu bersaing dengan produk import. Beberapa produk impor yang masuk ke PIKJ yaitu bawang merah, bawang putih, bawang bombay, wortel, kubis/kol, jahe, dan kentang. Tidak semua komoditi sayur dan buah mendapat pasokan dari luar negeri (impor). Sebagian besar masih dipenuhi oleh hasil produksi petani-petani di Indonesia. Beberapa komoditas yang diimpor juga tidak diimpor setiap saat, jika produksi di dalam negeri mencukupi atau terbilang cukup banyak impor tidak dilakukan. Seperti misalnya cabai yang biasanya tidak mendapat pasokan dari impor sama sekali, semua dihasilkan oleh daerah-daerah di tanah air. Tetapi pada awal tahun 2012, walaupun tidak dalam jumlah banyak impor cabai terpaksa dilakukan karena produksi di daerah penghasil cabai menurun. Menurut Bapak Suminto selaku petugas pasar di PIKJ (2012) awal Februari hingga pertengahan April ada sekitar empat persen dari keseluruhan cabai yang merupakan cabai impor. Tetapi hal ini hanya terjadi pada dua bulan Februari dan April saja, pada akhir bulan April sudah tidak ada cabai impor di PIKJ.

57

Sebagian besar komoditas yang ada di PIKJ baik sayur-sayuran maupun buah-buahan umumnya dipasarkan hingga ke seluruh wilayah di DKI Jakarta. Komoditas yang diperjualbelikan di PIKJ ini mayoritas dibeli oleh pedagang besar atau kecil yang akan menjual kembali komoditi-komoditi tersebut. Pedagang pengecer yang dimaksudkan di sini umumnya merupakan pedagang-pedagang di pasar-pasar tradisional yang ada di DKI Jakarta. Pedagang yang membeli barang sebagian bahan dagangannya datang dari beberapa pasar-pasar tradisioal di seluruh DKI Jakarata seperti Pasar Tanah Abang, Pasar Jatinegara, Pasar Minggu, Pasar Sunter, Pasar Glodok, Pasar Senin dan lain-lainnya. Setiap jenis komoditi yang tersedia di PIKJ tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat DKI Jakarta dan dipasarkan ke pasar-pasar tradisional di DKI Jakarta saja. Beberapa komoditi bahkan hampir setiap komoditi ternyata banyak yang dipasarkan ke daerah luar Jakarta hingga ke luar Pulau Jawa. Termasuk komoditi cabai juga dipasarkan hingga keluar DKI Jakarta, seperti Bogor, Tanggerang, Bekasi, Sumatra Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan daerah lainnya. Berikut ini terdapat data yang. menunjukkan daerah pemasaran serta persentase jumlah komoditi yang dipasarkan di setiap daerah. Tabel 6. Daerah Pemasaran dan Persentase Jumlah Komoditas di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta No 1 2 3 4

Daerah Pemasaran Komoditi DKI Jakarta Bodetabek Industri Makanan Luar Jawa Jumlah

Jumlah (%) 65 30 2 3 100

Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) (2012)

5.2. Perilaku Rumah Tangga dalam Konsumsi Cabai Merah Keriting Sebagian

besar

masyarakat

Indonesia

khususnya

DKI

Jakarta

mengkonsumsi cabai merah keriting sebagai bahan makanan tambahan atau bumbu masakan. Meskipun demikian setiap orang atau setiap rumah tangga memiliki perilaku yang berbeda-beda dalam membeli dan mengkonsumsi cabai merah keriting tersebut. Perilaku yang berbeda dalam mengkonsumsi cabai merah keriting yang dimaksudkan dalam hal ini yaitu mengenai beberapa hal yang menjadi kebiasaan masing-masing konsumen atau rumah tangga seperti tempat 58

melakukan pembelian, frekuensi pembelian dalam satu bulan, dan, kuantitas cabai merah keriting yang biasanya dibeli. Selain itu, perilaku konsumsi ini juga terkait dengan kebiasaan menyimpan atau stok cabai merah keriting di rumah, produk substitusi yang biasa dijadikan pengganti cabai merah, serta mengenai respon masing-masing responden mengenai harga cabai dan perubahan-perubahan yang terjadi terkait dengan konsumsi cabai merah keriting. Perbedaan perilaku rumah tangga dalam mengkonsumsi cabai merah keriting ini dipengaruhi oleh masing-masing karakteristik rumah tangga. Karakterisitik rumah tangga masing-masing responden sangat beragam, mulai dari umur ibu rumah tangga sebagai perwakilan responden rumah tangga, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, serta perbedaan suku. Semua karakteristik yang berbeda inilah yang tentunya ikut

berperan dalam

mempengaruhi perilaku responden dalam mengkonsumsi cabai merah. Misalnya, rumah tangga yang anggota keluarganya banyak mungkin akan mengkonsumsi cabai lebih banyak dari pada rumah tangga dengan anggota keluarga lebih sedikit. Selain itu rumah tangga yang berpenghasilan rendah mungkin akan melakukan pembelian cabai lebih sering dari pada rumah tangga dengan penghasilan lebih tinggi. Agar lebih jelas mengenai perilaku rumah tangga di DKI Jakarta dalam mengkonsumsi cabai merah, berikut akan diuraikan perilaku rumah tangga berdasarkan 50 orang responden dalam penelitian. 5.2.1. Tempat Pembelian Cabai Merah Keriting Cabai merah keriting merupakan salah satu jenis komoditi yang mudah ditemui. Meskipun di DKI Jakarta sendiri beberapa tahun terakhir tidak memproduksi cabai merah keriting sendiri, dimana semua cabai merah keriting dipasok dari luar kota tetapi tidak sulit bagi konsumen cabai merah di DKI Jakarta untuk mendapatkan cabai merah tersebut. Mulai dari warung-warung kecil, pedagang sayur keliling, pedagang cabai di pasar-pasar tradisional hingga pasar moderen cabai merah keriting bisa dengan mudah ditemukan. Hal ini menjadikan konsumen cabai merah di DKI Jakarta memiliki banyak pilihan tempat membeli cabai merah. Tabel 7. berikut memberikan gambaran tempat pembelian cabai merah keriting yang lebih disukai oleh masyarakat di DKI Jakarta.

59

Tabel 7. Sebaran Responden Menurut Tempat Pembelian Cabai Merah Keriting No 1 2

Tempat Pembelian Cabai Moderen Tradisional Jumlah

Jumlah (RT) 15 35 50

Persentase (%) 30,00 70,00 100,00

Diperoleh informasi berdasarkan data pada Tabel 7. bahwa sebagian besar responden pembeli cabai melakukan pembelian cabai merah di pasar tradisional. Tentu saja dalam hal ini masing-masing responden membeli cabai merah pada pasar tradisional yang berbeda-beda. Sebagian kecil dari responden yang termasuk ke dalam responden yang membeli cabai merah di pasar tradisional, dalam penelitian ini juga termasuk yang melakukan pembelian cabai merah di warung atau pedagang sayur keliling. Dimana dalam hal ini baik warung dan pedagang sayur keliling dimasukkan kedalam kelompok pasar tradisional. Banyaknya jumlah responden yang lebih memilih membeli cabai merah di pasar-pasar tradisional, menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen cabai merah di DKI Jakarta dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya terhadap cabai dilakukan di pasar-pasar tradisional. Hanya sebagian kecil saja atau sekitar 30,00 persen masyarakat yang membeli cabai merah di pasar-pasar moderen. Hal ini tidak terlepas dari responden dalam penelitian ini yang seluruhnya merupakan ibu-ibu rumah tangga. Mayoritas responden dalam kasus ini merupakan ibu rumah tangga yang bekerja sebagai wiraswasta dan ibu rumah tangga (tidak bekerja). 5.2.2. Frekuensi Pembelian Cabai Merah Keriting Setiap

responden

memiliki

kebiasaan

yang

berbeda-beda

dalam

mengkonsumsi cabai merah. Ada yang melakukan pembelian cabai merah setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, dan ada juga yang melakukan pembelian dengan frekuensi yang tidak menentu. Tidak menentu disini maksudnya yaitu membeli cabai sesuai dengan kebutuhan rumah tangga, antara dua kali sehari, tiga kali sehari, dan sebagainya. Informasi dalam Tabel 8. dapat menunjukkan bagaimana kebiasaan pembelian cabai yang dilakukan oleh masing-masing responden. Diketahui bahwa kebiasaan pembelian cabai yang dilakukan oleh 50 orang responden dalam penelitian ini sangatlah beragam. Mulai dari yang melakukan pembelian cabai merah 30 kali dalam satu bulan (setiap hari) sampai pada

60

responden yang melakukan pembelian cabai hanya dua kali dalam satu bulan. Konsumen yang melakukan pembelian cabai merah dua kali dalam sebulan ini membeli cabai dalam jumlah yang banyak sehingga dapat memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangganya dalam satu bulan. Tabel 8. Sebaran Responden Menurut Frekuensi Pembelian Cabai Merah Keriting No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Frekuensi Pembelian (x/bln) 2 4 5 6 7 8 10 15 20 30 Jumlah

Jumlah (RT) 1 18 2 3 1 1 8 7 1 8 50

Persentase (%) 2,00 36,00 4,00 2,00 6,00 2,00 2,00 14,00 2,00 16,00 100,00

Sebagian besar responden yaitu sebanyak 36,00 persen dari keseluruhan responden melakukan pembelian cabai empat kali dalam sebulan. Frekuensi pembelian cabai sebanyak empat kali dalam sebulan secara umum berarti bahwa konsumen membeli cabai satu minggu. Frekuensi pembelian cabai yang juga banyak dilakukan oleh responden yaitu membeli cabai merah satu kali dalam dua hari dan melakukan pembelian cabai satiap hari (15 dan 30 kali per bulan). 5.2.3. Kuantitas Pembelian Cabai Merah Keriting Masing-masing rumah tangga responden memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda terhadap cabai merah keriting. Ada yang membutuhkannya dalam jumlah sedikit dan ada pula yang membutuhkan dalam jumlah banyak. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh karakteristik masing-masing rumah tangga responden. Tabel 9. cukup memberikan gambaran berapa jumlah cabai merah yang biasa dibeli oleh responden dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Tabel 9. Sebaran Responden Menurut Kuantitas Cabai Merah Keriting No 1 2 3 4 6 7

Kuantitas per Pembelian (kg) 0,05 0,1 0,2 0,25 0,5 1 Jumlah

Jumlah (RT) 2 7 8 15 8 10 50

Persentase (%) 4,00 14,00 16,00 30,00 16,00 20,00 100,00

61

Jumlah cabai merah yang dibeli oleh rumah tangga di DKI Jakarta yang diwakili oleh 50 orang responden yaitu berkisar antara 0,05 hingga 1 kilogram setiap kali pembelian. Kebanyakan responden dalam satu kali pembelian cabai merah membeli sebanyak 0,25 kilogram, selain itu konsumen banyak juga yang membeli sebanyak satu kilogram per pembelain cabai merah. Banyaknya jumlah cabai merah yang dibeli setiap kali melakukan pembelian cabai ini tentunya dipengaruhi oleh banyak hal, seperti jumlah anggota keluarga, pendapatan, dan lain-lain. Lebih lanjut mengenai apa saja yang mempengaruhi jumlah pembelian cabai ini akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya. 5.2.4. Stok Cabai Merah Keriting Jumlah cabai merah keriting yang dibeli oleh masing-masing responden seperti yang ditunjukkan pada Tabel 10. sangat beragam. Mulai dari responden yang membeli dalam jumlah sedikit, dan banyak pula responden yang membeli dalam jumlah banyak. Pembelian dalam jumlah banyak dalam satu kali pembelian cabai, tidak berarti bahwa responden mengkonsumsi cabai dalam jumlah banyak setiap harinya. Karena banyak responden yang membeli dalam jumlah tertentu yang tidak langsung dihabiskan dalam satu waktu, dengan kata lain cabai yang dibeli disimpan sebagai stok atau cadangan. Tabel 10. Sebaran Responden Menurut Kuantitas Stok Cabai Merah Keriting No 1 2 3 4 5 6 7

Kuantitas Stok (kg) 0 0,1 0,2 0,25 0,3 0,5 1 Jumlah

Jumlah (RT) 18 9 2 11 1 1 8 50

Persentase (%) 36,00 18,00 4,00 22,00 2,00 2,00 16,00 100,00

Seperti kuantitas pembelian, kuantitas cabai merah keriting yang disimpan sebagai stok untuk masing-masing responden berbeda beda. Bahkan ada beberapa responden yang tidak menyimpan cabai merah keriting sebagai stok., melainkan membeli cabai setiap membutuhkan cabai. Tabel 10. menunjukkan jumlah responden dengan masing-masing jumlah cabai merah keriting yang disimpan sebagai stok. Terlihat pada tabel, ternyata walaupun banyak responden yang 62

membeli cabai merah keriting untuk cadangan (stok), masih banyak juga responden yang tidak melakukan penyimpanan cabai merah keriting yaitu lebih dari 36 persen. Paling banyak stok cabai merah keriting yang disimpan oleh responden adalah 0,25 kilogram, dan hal ini hanya dilakukan oleh sekitar 22,00 persen dari keseluruhan responden. Tidak semua responden melakukan penyimpanan terhadap cabai merah keriting. Bagi responden yang melakukan penyimpanan, jumlahnya tidak terlalu banyak. Baik responden yang melakukan stok cabai merah keriting dan juga yang tidak, dikarenakan sifat cabai merah yang cepat busuk untuk menghindari kerugian karena meyimpan cabai merah terlalu banyak, kebanyakan responden memilih hanya membeli cabai merah keriting sesuai kebutuhan saja. Selain itu, cabai merah keriting termasuk komoditi yang terbilang mudah ditemukan dan selalu ada di pasar. Sehingga responden tidak perlu melakukan penyimpanan karena dapat membeli kapan saja dibutuhkan. Responden mengaku bahwa tidak ada masalah ketersediaan cabai merah keriting di pasar, kecuali harganya yang sangat berfluktuatif. 5.2.5. Produk Substitusi Cabai Merah Keriting Meskipun banyak responden mengatakan bahwa cabai merah keriting selalu ada dan mudah ditemukan di pasar, ada kalanya kuantitas yang tersedia di pasar baik itu pasar moderen maupun pasar tradisional lebih sedikit dari biasanya. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh banyak faktor mulai dari kegiatan produksi cabai itu sendiri atau adanya masalah pada proses pengangkutan cabai ke dari daerah asal ke DKI Jakarta. Keadaan seperti ini biasanya berdampak pada harga cabai merah keriting. Kuantitas yang menurun dengan jumlah permintaan konsumen tetap, sesuai dengan teori ekonomi mengakibatkan harga cabai merah meningkat. Mengatasi keadaan seperti ini, konsumen mempunyai caranya masingmasing. Salah satunya yaitu mengganti cabai merah keriting dengan produk lain yang memiliki kesamaan fungsi atau yang disebut dengan produk substitusi. Masing-masing konsumen memiliki produk berbeda-beda untuk menggantikan fungsi cabai merah keriting. Apa saja produk yang biasa digunakan konsumen untuk menggantikan fungsi cabai merah keriting dapat dilihat pada Tabel 11.

63

Tabel 11. Sebaran Responden Menurut Produk Substitusi Cabai Merah No 1 2 3 4 5

Substitusi Cabai Merah Tidak ada Cabai Rawit Hijau Cabai Rawit Merah Lada Saos Sambal Jumlah

Jumlah (RT) 21 6 13 3 7 50

Persentase (%) 42,00 12,00 26,00 6,00 14,00 100,00

Berdasarkan informasi pada Tabel 11. diketahui bahwa sebagian besar konsumen menyatakan tidak dapat mengganti cabai merah dengan jenis produk lainnya, sedangkan beberapa responden lainnya menyebutkan beberapa jenis produk yang digunakan sebagai pengganti cabai merah yang berbeda-beda satu sama lain. Ada yang menggantikan cabai rawit merah dengan cabai rawit hijau, cabai rawit merah, saos sambal botolan, dan ada pula yang menggunakan lada (merica). Bagi konsumen yang bisa menggunakan produk lain sebagai substitusi cabai merah, paling banyak responden yang menggunakan cabai rawit merah, diikuti oleh cabai rawit hijau, saos sambal, dan paling responden sedikit menggunakan lada. 5.2.6. Daya Tahan Tidak Mengkonsumsi Cabai Keriting Hampir seluruh responden menyatakan bahwa cabai merah keriting merupakan salah satu komoditi yang terbilang cukup mudah dijumpai dipasaran. Tidak ada masalah berarti dalam memperoleh atau membeli cabai merah keriting. Masalah hanya terletak pada harga, dimana harga cabai merah keriting dapat berubah-ubah dalam waktu yang cepat dan perubahan yang terjadi terkadang tebilang cukup tinggi. Bahkan terkadang harga cabai hari ini berbeda dengan harga cabai keesokan harinya. Masing-masing responden memiliki respon yang berbeda-beda terhadap perubahan dalam mengkonsumsi cabai merah keriting. Salah satunya yaitu mengenai seberapa lama responden yang biasanya merupakan pengkonsumsi cabai dapat menahan diri untuk tidak mengkonsumsi cabai. Hal ini nantinya akan berpengaruh pada elastisitas permintaan cabai terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan tersebut. Lebih jelas mengenai hal ini dapat dilihat pada informasi yang tertera pada Tabel 12.

64

Tabel 12. Sebaran Responden Menurut Daya Tahan Tidak Mengkonsumsi Cabai Merah Keriting No 1 2 3 4 5 6

Lama Tidak Membeli Cabai (Hari) 0 (tidak bisa menahan) 1 2 3 5 7 Jumlah

Jumlah (RT) 16 4 8 14 2 7 50

Persentase (%) 32,00 8,00 16,00 28,00 4,00 14,00 100,00

Berdasarkan Tabel 12. dapat diketahui bahwa paling banyak responden mengaku tidak dapat menahan diri untuk tidak mengkonsumsi cabai merah keriting bahkan untuk satu hari saja. Hal ini dikarenakan faktor kebiasaan dan selera dalam mengkonsumsi makanan yang bercita rasa pedas. Paling lama responden dapat menahan diri untuk tidak mengkonsumsi cabai untuk tujuh hari dan hal ini hanya dapat dilakukan oleh tidak lebih dari 14 persen dari keseluruhan responden. Paling banyak responden mengaku dapat menahan diri untuk tidak mengkonsumsi cabai merah selama tiga hari. Hal ini dapat dilakukan oleh 28 persen dari keseluruhan responden. Seberapa lama responden dapat menahan diri untuk tidak mengkonsumsi cabai dapat berpengaruh pada banyak atau sedikitnya cabai yang dikonsumsi oleh responden selama satu bulan. 5.2.7. Pendapat Mengenai Harga Cabai Keriting Berbeda tempat membeli cabai merah keriting menyebabkan harga yang diterima oleh masing-masing responden juga berdeda-beda. Harga cabai merah keriting yang dibeli di warung atau pedagang sayur keliling, umumnya lebih tinggi daripada di pasar tradisional. Begitu juga halnya dengan harga cabai di pasar moderen yang pada umumnya juga lebih tinggi daripada harga di pasar tradisional. Cabai merah yang dijual oleh warung dan pedagang sayur keliling biasanya berasal dari pasar induk atau pasar tradisional, sehingga untuk mendapatkan keuntungan, pedagang tentunya akan menaikkan harga dari harga pembeliannya. Hal ini mengakibatkan harga cabai merah keriting yang dijual lebih tinggi daripada di pasar tradisional atau di pasar induk. Menanggapi harga cabai yang bermacam-macam, responden memiliki penilaiannya masing-masing seperti yang terlihat pada Tabel 13.

65

Tabel 13. Sebaran Responden Mengenai Harga Beli Cabai Merah Keriting No 1 2 3

Pendapat Konsumen (harga Cabai) Murah Mahal Biasa Saja Jumlah

Jumlah (RT) 9 13 28 51

Persentase (%) 18,00 26,00 56,00 100,00

Sebagian besar responden menilai bahwa harga cabai di tingkat pengecer saat ini terbilang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu mahal, sehingga banyak yang menyatakan harga tersebut biasa saja. Dari 50 orang responden, harga ratarata cabai yang diterima yaitu Rp 20.120, harga tertinggi yaitu Rp 25.000, dan harga terendah yaitu Rp 15.000. Dengan variasi harga yang demikian, tidak kurang dari 26 persen responden menyatakan harga tersebut terbilang cukup mahal. Selebihnya responden menilai harga cabai merah keriting tersebut termasuk dalam katagori yang cukup murah. Tingkat harga cabai ini mungkin akan mempengaruhi jumlah konsumsi cabai masing-masing rumah tangga, oleh karena itu, untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana harga cabai merah dapat berpengaruh pada jumlah konsumsi oleh masing-masing rumah tangga, diperlukan analsis lebih lanjut seperti pada pembahasan selanjutnya. 5.2.8. Respon Terhadap Perubahan Cabai merah keriting merupakan salah satu komoditi yang harganya dapat berubah dengan cepat. Walaupun tidak semua rumah tangga di DKI Jakarta yang jumlah konsumsi cabainya terpengaruh oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada cabai merah keriting, tetapi perubahan yang terjadi tetap mempengaruhi jumlah konsumsi cabai merah keriting sebagian besar rumah tangga. Data pada Tabel 14. menunjukkan seberapa banyak rumah tangga yang jumlah konsumsi cabai merah keriting terpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan, baik perubahan dari cabai merah keriting itu sendiri seperti harga dan kuantitas maupun perubahan kondisi seperti pada bulan puasa dan hari raya/besar. Ketika harga cabai merah keriting merah turun, seperti yang terlihat pada Tabel 14. sebagian kecil responden kemudian membeli cabai dalam jumlah yang lebih banyak dari biasanya. Tetapi menanggapi penurunan harga cabai lebih banyak responden yang tidak terpengaruh dengan hal tersebut. Sebanyak 74,51

66

persen responden membeli cabai merah keriting dalam jumlah yang sama walaupun diketahui terjadi penurunan harga. Selain itu, ditunjukkan pula bahwa ketika terjadi kenaikan pada, sebagian besar responden tidak terpengaruh oleh perubahan harga tersebut. Ketika harga cabai merah keriting naik, 62,00 persen responden tetap membeli cabai merah seperti biasa, dan selebihnya responden mengaku membeli cabai merah keriting lebih sedikit jika harganya naik. Respon responden terhadap perubahan harga menunjukkan bahwa perubahan harga tidak terlalu mempengaruhi jumlah cabai merah keriting yang dibeli oleh suatu rumah tangga. Tabel 14. Sebaran Responden Menurut Respon Responden Terhadap Perubahan Harga Cabai Merah, Pendapatan, dan Kuantitas Cabai Merah Keriting No 1 2 3 4 5 6 7

Perubahan Harga Turun Harga Naik Pendapatan Naik Pendapatan Turun Kuantitas Besar Kuantitas Kecil Hari Raya

Jumlah Responden Masing-Masing Respon (%) Lebih Lebih Jumlah Pembelian banyak dari sedikit dari Tetap biasa biasa 74,00 26,00 0,00 62,00 0,00 38,00 94,00 6,00 0,00 80,00 0,00 20,00 92,00 8,00 0,00 74,00 14,00 12,00 13,00 85,00 2,00

Jumlah (%) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sama halnya dengan perubahan harga, perubahan pendapatan rumah tangga tidak memberikan pengaruh berarti pada jumlah cabai merah keriting yang dibeli oleh responden. Begitu juga dengan perubahan kuantitas cabai merah keriting yang tersedia di pasar, tidak menunjukkan perubahan yang besar. Hanya sebagian kecil responden yang jumlah konsumsinya lebih sedikit ketika pendapatan turun dan kuantitas di pasar terlihat lebih sedikit. Sebaliknya, sebagian kecil responden membeli cabai merah keriting lebih banyak ketika pendapatan meningkat dan kuantitas cabai keriting di pasar terlihat lebih banyak daripada biasanya. Ada juga responden yang membeli cabai merah keriting lebih banyak ketika kuantitas cabai di pasar terlihat lebih sedikit sebagai antisipasi harga cabai merah keriting yang akan semakin meningkat. Seberapa besar perubahan jumlah konsumsi rumah tangga dalam menanggapi perubahan yang mungkin terjadi dapat dilihat pada Tabel 15.

67

Tabel 15. Perubahan Jumlah Konsumsi Cabai Kerting Rumah Tangga Akibat Perubahan Harga dan Hari Raya/Bulan Puasa No. Harga Beli Rata-rata Peningkatan Jumlah Konsumsi Cabai (%) Cabai Konsumsi di Hari Hari Harga Naik (%) Harga Turun (% (Rp/Kg) Biasa (Kg/Hari) Raya 20 30 50 20 30 50 1 18.000 0,05 500 -50 2 17.000 0,05 400 -50 -100 30 100 100 3 20.000 0,13 200 -30 -50 4 22.000 0,07 -50 5 25.000 0,05 186 -25 6 16.000 0,10 100 -50 7 20.000 0,10 100 100 8 20.000 0,10 100 50 9 20.000 0,02 150 100 10 20.000 0,03 500 -40 100 11 20.000 0,10 -20 -30 -40 25 43 100 12 20.000 0,13 -50 13 20.000 0,13 100 -30 -50 14 20.000 0,13 500 -50 15 20.000 0,17 700 -20 16 16.000 0,03 100 200 17 25.000 0,03 300 -20 -50 18 25.000 0,08 300 -20 -50 -80 19 22.000 0,10 400 -50 20 24.000 0,07 -30 21 18.000 0,10 100 -25 -25 50 22 24.000 0,08 260 30 50 65 23 18.000 0,07 200 -10 -20 -50 20 20 24 22.000 0,07 100 50 25 20.000 0,03 300 -50 -50 26 20.000 0,13 200 -25 Perubahan Maksimal 500 -20 -50 -100 30 100 200 Perubahan Minimal 100 -10 -20 -20 25 20 20 Perubahan Rata-Rata 271 -17 -34 -47 28 63 85

Tidak jauh berbeda dengan berbagai jenis produk dan komoditi lainnya, pada hari raya keagamaan seperti Idul Fitri, Natal, Tahun Baru, hari-hari besar lain, dan bulan puasa rata-rata jumlah permintaan cabai merah keriting setiap rumah tangga umumnya mengalami peningkatan. Hampir seluruh responden menyatakan bahwa konsumsi terhadap cabai merah keriting mengalami peningkatan sama halnya dengan produk lain ketika masing-masing responden merayakan hari besar keagamaan. Namun demikian, ada juga beberapa responden yang ketika merayakan hari besar konsumsi cabai merah keriting dalam rumah tangganya tidak mengalami perubahan. Konsumsi cabai merah keriting pada rumah tangga tipe ini tidak mengalami peningkatan maupun penurunan melainkan tetap seperti hari-hari biasa.

68

Berdasarkan informasi yang tersaji pada Tabel 15. diketahui seberapa besar perubahan jumlah konsumsi rumah tangga terhadap cabai merah keriting karena perubahan harga dan ketika bulan puasa dan hari besar keagamaan. Pertama, dapat diketahui bahwa dari 50 orang responden hanya 26 orang yang melakukan perubahan jumlah konsumsi cabai merah keriting ketika terjadi perubahan. Sedangkan sisanya yaitu 24 orang responden lainnya menyatakan tidak terjadi perubahan pada konsumsinya terhadap cabai meskipun terjadi perubahan harga dan lainnya. Dengan menggunakan beberapa asumsi perubahan harga terhadap diketahui bahwa perubahan jumlah cabai merah keriting yang dikonsumsi oleh suatu rumah tangga berbeda-beda termasuk perubahan konsumsi di hari raya dan bulan puasa. Ketika bulan puasa, hari lebaran, dan hari besar lainnya sesuai dengan yang kepercayaan yang dianut oleh masing-masing responden, dari 26 orang responden yang mengaku mengkonsumsi cabai merah keriting lebih banyak dari hari biasa perubahan konsumsi terbesar yaitu sebanyak lima kali lipat dari konsumsi pada hari biasa atau meningkat 500 persen. Sedangkan paling kecil perubahan konsumsi yaitu meningkat dua kali lipat dari konsumsi cabai merah keriting di hari biasa atau meningkat 100 persen. Menurut responden, konsumsi cabai di bulan puasa dan hari raya menjadi lebih banyak dari hari-hari biasa karena biasanya pada saat itu masing-masing rumah tangga memasak lebih banyak dari biasanya, anggota keluaga lebih banyak makan di rumah dari pada membeli makanan di luar, banyak terjadi perkumpulan keluarga pada momenmomen tersebut. Untuk melihat perubahan konsumsi responden terhadap perubahan harga, asumsi perubahan harga yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ketika terjadi kenaikan dan penurunan harga 20, 30, dam 50 persen. Perubahan konsumsi masing-masing responden berbeda-beda. Ketika diasumsikan harga naik sebesar 20 persen dari harga pembelian yang diterima responden, paling banyak responden mengurangi jumlah konsumsi sebanyak 20 persen, dan perubahan paling sedikit yaitu 10 persen. Tetapi menanggapi perubahan kenaikan harga sebesar 20 persen, sebagian besar responden tidak terpengaruh dan tetap mengkonsumsi cabai merah keriting dengan jumlah yang sama. 69

Jika harga diasumsikan naik sebesar 30 persen, perubahan jumlah konsumsi rumah tangga terhadap cabai merah keriting lebih banyak. Dari 26 orang responden yang mengaku jumlah cabai yang dikonsumsi terpengaruh oleh perubahan harga, pengurangan jumlah konsumsi terbesar yang dilakukan oleh responden bisa mencapai 50 persen dan perubahan paling sedikit yaitu 20 persen dari jumlah konsumsi dilakukan pada tingkat harga pembelian saat ini. Ketika diasumsikan terjadi perubahan harga atau kenaikan harga hingga 50 persen bahkan ada responden yang tidak mengkonsumsi cabai merah keriting sama sekali atau penurunan jumlah konsumsi hingga 100 persen. Sebagian konsumen cabai yang akan membeli cabai merah keriting lebih banyak jika terjadi penurunan pada harga cabai. Jika harga cabai turun sebesar 20 persen dari harga beli yang diterima responden, responden akan meningkatkan jumlah pembeliannya sebesar 25 persen. Paling banyak peningkatan jumlah cabai merah keriting yaitu sebesar 30 persen dari pembelian biasanya. Ketika harga cabai merah keriting turun 30 persen, peningkatan jumlah pembelian cabai yang dilakukan oleh responden mulai dari 30 persen lebih banyak dari biasanya, dan ada juga yang bahkan membeli cabai dua kali lipat dari biasanya atau meningkat 100 persen. Ketika harga cabai turun hingga 50 persen, peningkatan jumlah cabai yang dibeli oleh responden lebih besar yaitu mulai dari 20 persen hingga 200 persen. Pembelian cabai merah keriting yang lebih banyak dari biasanya ini tidak berarti konsumen mengkonsumsi cabai merah keriting dalam jumlah yang lebih banyak.

Menurut

sebagian

besar

konsumen,

hal

ini dilakukan untuk

mengantisipasi harga cabai merah keriting yang mungkin akan kembali naik dan untuk persediaan.

70

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING 6.1. Model Permintaan Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah Keriting Model permintaan rumah tangga di DKI Jakarta terhadap cabai merah keriting dibentuk dengan analisis kuantitatif yaitu model regresi linear berganda. Alat yang digunakan dalam pembentukan model ini yaitu Software Minitab Versi 14.0. Pembentukan model permintaan rumah tangga terhadap cabai merah keriting ini dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner pada 50 orang responden yang berlokasi di DKI Jakarta. Variabel yang digunakan untuk membentuk model permintaan ini terdiri dari satu variabel dipenden atau terikat dan enam variabel independen atau variabel bebas. Untuk menghasilkan model terbaik dan sekaligus melihat elastisitas variabel dependen terhadap variabel independen, variabel-variabel yang ada di dalam model atau data yang akan dianalisis ditransformasi dalam bentuk logaritma natural (Ln), kecuali variabel dummy tidak ditransformasi. Hasil pengolahan terhadap data memberikan informasi sehingga terbentuk model permintaan rumah tangga di DKI Jakarta terhadap cabai merah keriting seperti ditunjukkan oleh Tabel 16. Tabel 16. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Rumah Tangga di DKI Jakarta Terhadap Cabai Merah Keriting Variabel Koefisien St. Eror T-Hitung P-Value Konstanta 1,737 1,0680 1,6300 0,1110 Jumlah Anggota Keluarga (X1) 0,43467 0,0923 4,7100 0,0000 Harga Cabai Merah Keriting (X2) -0,0231 0,1010 -0,2300 0,8200 Pendapatan Rumah Tangga (X3) 0,00963 0,0295 0,3300 0,7460 Frekuensi Pembelian (X4) -0,04078 0,0368 -1,1100 0,2740 Tempat Pembelian (X5) -0,12615 0,0305 -4,1400 0,0000 Suku (X6) 0,04702 0,0247 1,9000 0,0640 R-Square (R2) = 61,8% R-Square (Adj) = 56,5 % F Hitung = 11,61 P-Value = 0,0000

VIF 1,4000 1,3000 1,4000 1,6000 1,6000 1,1000

Persamaan 9. merupakan bentuk matematis dari model permintaan rumah tangga di DKI Jakarta terhadap cabai merah yang terbentuk berdasarkan data pada Tabel 23. Variabel dipenden (Y) dalam model ini merupakan jumlah cabai yang dikonsumsi masing-masing rumah tangga di DKI Jakarta per bulan.

71

YD = 1,737 + 0,43467X1 - 0,0231X2 + 0,00963X3 - 0,04078X4 - 0,12615X5 + 0,04702X6…………………………………………………………………………………………………(9) Setelah terbentuk model permintaan seperti persamaan (9), selanjutnya sangat penting untuk dikaji dari hasil pengolahan data (output minitab) yaitu bagaimana masing-masing variabel independen dalam model yang terbentuk mempengaruhi besarnya variabel dipenden. Dijelaskan sebelumnya bahwa, persamaan yang digunakan dalam analsis ini telah ditransformasi dalam bentuk logaritma natural, dengan demikian nilai koefisien yang hasilkan dalam model ini menunjukkan nilai ukuran elastisitas jumlah permintaan cabai merah keriting rumah tangga (variabel Y) terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya (variabel Xi), atau dengan kata lain nilai koefisien merupakan tingkat perubahan jumlah permintaan cabai merah rumah tangga (dalam persen) terhadap perubahan nilai variabel-variabel yang mempengaruhinya (dalam persen). Variabel yang pertama yaitu jumlah anggota keluarga dalam rumah tangga (X1), nilai koefisien yang diperoleh pada model menunjukkan tanda positif yang berarti jumlah anggota keluarga berpengaruh positif dengan jumlah permintaan cabai dalam rumah tangga tangga tersebut. Sesuai dengan hipotesis, semakin besar jumlah anggota dalam suatu keluarga maka semakin besar jumlah permintaan rumah tangga tersebut terhadap cabai merah kerting. Angka 0,43467 sebagai koefisien variabel X1 memiliki arti bahwa kenaikan satu persen jumlah anggota keluarga dalam suatu rumah tangga akan meningkatkan jumlah cabai merah yang diminta oleh rumah tangga tersebut sebesar 0,4160 persen, dengan asumsi ceteris paribus atau faktor lain yang mempengaruhi jumlah permintaan cabai rumah tangga tetap. Nilai koefisien ini juga menunjukkan bahwa jumlah permintaan cabai merah keriting dalam suatu rumah tangga bersifat tidak elastis (inelastis) terhadap jumlah anggota keluarga. Ini berarti jika terjadi perubahan, persentase perubahan jumlah cabai merah yang diminta lebih kecil dari persentase perubahan jumlah anggota keluarga yang menyebabkannya. Variabel independen ke dua (X2) dalam model permintaan rumah tangga terhadap cabai merah yaitu harga beli cabai. Hasil output minitab nilai koefisien variabel X2 bertanda negatif, artinya sesuai dengan hipotesi bahwa harga cabai merah keriting berpengaruh negatif terhadap rata-rata jumlah permintaan cabai

72

merah keriting rumah tangga di DKI Jakarta. Ketika harga naik, rata-rata permintaan rumah tangga terhadap cabai merah kerting akan turun dan sebaliknya jika harga turun rat-rata permintaan rumah tangga terhadap cabai merah keriting akan naik. Nilai 0,0231 menunjukkan bahwa jika harga cabai meningkat sebesar satu persen, maka rata-rata permintaan cabai merah keriting rumah tangga di DKI Jakarta turun sebesar 0,0231 persen, dengan asumsi ceteris paribus. Rata-rata jumlah permintaan cabai merah keriting rumah tangga bersifat tidak elastis (inelastis) terhadap harga cabai merah. Dimana jika terjadi perubahan harga, persentase perubahan jumlah cabai merah yang diminta lebih kecil dari persentase perubahan harga cabai merah keriting. Seperti sebelumnya telah dijelaskan, variabel ke tiga ini merupakan variabel dummy. Nilai nol diberikan pada rumah tangga dengan pendapatan kurang dari tiga juta rupiah dan nilai satu untuk rumah tangga yang berpendapatan lebih dari tiga juta rupiah. Berdasarkan hasil output minitab variabel independen ke tiga (X3) bertanda positif. Karena merupakan variabel dummy yang dalam analisis tidak ditransformasi kedalam bentuk logaritma natural, maka interpretasi dari nilai koefisien 0,00963 tidak sama dengan variabel lain yang ditransformasi. Sebelumnya harus dilakukan perhitungan terlebih dahulu pada nilai koefisien yang dihasilkan, dan berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan (Lampiran 8.), jika rumah tangga dengan pendapatan kurang dari tiga juta jumlah cabai merah keriting yang dimintanya sebesar satu kilogram, maka dapat rumah tangga dengan pendapatan lebih dari tiga juta rupiah permintaan cabai merah keritingnya yaitu sebesar 1,00967 kg. Walaupun tidak jauh berbeda, hasil analsis ini sesuai dengan hipotesis yaitu rata-rata jumlah permintaan cabai merah keriting rumah tangga yang berpendapatan lebih dari tiga juta rupiah lebih banyak dari pada permintaan rumah tangga yang pendapatannya kurang dari tiga juta rupiah. Menurut uji koefisien regresi parsial, variabel ke empat (X4) yang merupakan frekuensi pembelian cabai merah keriting rumah tangga setiap bulannya menunjukkan tanda negatif (+), hal ini berarti bahwa frekuensi pembelian cabai merah keriting dalam satu bulan berpengaruh negatif dengan jumlah permintaan cabai merah keriting dalam suatu rumah tangga. Semakin besar frekuensi atau semakin sering pembelian cabai merah keriting yang 73

dilakukan oleh suatu rumah tangga, jumlah permintaan cabai merah keriting dalam rumah tangga tersebut semakin sedikit. Sebaliknya rumah tangga yang frekuensi pembeliannya lebih sedikit atau lebih jarang melakukan pembelian cabai ternyata jumlah cabai yang dibeli dalam satu bulan lebih banyak. Koefisien yang bernilai 0,04078 berarti jika frekuensi pembelian cabai merah keriting dalam satu bulan bertambah satu persen, maka jumlah cabai merah keriting yang diminta oleh suatu rumah tangga rata-rata meningkat berkurang sebesar 0,04078 persen setiap bulannya, dengan asumsi ceteris paribus. Terjadi demikian karena rumah tangga yang membeli cabai merah dengan frekuensi lebih sering membeli dalam jumlah sedikit pada saat dibutuhkan saja, sedangkan rumah tangga yang konsumsi lebih banyak melakukan pembelian dalam jumlah banyak setiap kali pembelian. Nilai koefisien juga menunjukkan bahwa jumlah permintaan cabai merah keriting dalam suatu rumah tangga bersifat tidak elastis (inelastis) terhadap frekuensi pembelian cabai merah keriting yang dilakukan. Jika terjadi perubahan, persentase perubahan jumlah cabai merah yang diminta lebih kecil dari persentase perubahan frekuensi pembelian cabai merah keriting. Sama halnya dengan variabel ke tiga, variabel ke lima yang digunakan dalam analisis ini yaitu tempat pembelian cabai merah keriting merupakan variabel dummy yang dalam analisis tidak ditransformasi ke dalam bentuk logaritma natural. Berdasarkan hasil analisis regresi yang dilakukan koefisien variabel tempat pembelian cabai ini bertanda negatif. Sesuai dengan asumsi dimana konsumen yang membeli cabai di pasar moderen akan diberi nilai satu (1), sedangkan yang membeli di pasar tradisional diberi nilai nol (0), artinya responden yang membeli cabai di pasar moderen rata-rata permintaan cabai merah per bulannya lebih sedikit dari pada jumlah permintaan konsumen yang membeli cabai merah di pasar tradisional. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 8. dengan menggunakan nilai koefisen 0,12615, berarti jumlah permintaan rumah tangga yang melakukan pembelian di pasar tradisional sebesar satu kilogram sedangkan pembelian yang dilakukan di pasar moderen yaitu sebesar 0,88148 kilogram dengan asumsi ceteris paribus. Suku atau asal daerah sebuah keluarga atau rumah tangga umumnya menentukan selera rumah tangga tersebut pada cita rasa suatu makanan, apakah 74

suatu rumah tangga menyukai cita rasa pedas atau tidak yang akan menentukan jumlah permintaan rumah tangga tersebut terhadap cabai merah. Dalam kasus ini dengan nilai satu diberikan pada responden yang bukan berasal dari Jawa, dan nilai nol diberikan pada responden yang berasal dari Jawa. Berdasarkan hasil output minitab diperoleh koefisien variabel X6 bernilai positif, sesuai dengan hipotesis yang artinya konsumen atau rumah tangga yang bukan merupakan suku jawa jumlah konsumsi cabainya lebih banyak dari pada rumah tangga yang merupakan suku Jawa. Mengikuti perhitungan variabel dummy sebelumnya (Lampiran 8), nilai 0,04702 pada variabel X6 berarti jika responden yang merupakan suku Jawa memiliki tingkat permintaan terhadap cabai merah keriting sebesar satu kilogram, jumlah rata-rata permintaan cabai merah keriting rumah tangga yang bukan merupakan suku Jawa yaitu sebesar 1,048 kilogram. Selain interpretasi di atas, diperlukan analisa lebih lanjut terhadap model permintaan rumah tangga pada cabai merah yang telah terbentuk seperti pada persamaan 9. Pengujian ekonometrika dan statistik perlu dilakukan pada hasil output minitab yang telah dihasilkan untuk melihat kebaikan model yang terbentuk. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih detail mengenai pengujianpengujian pada model berdasarkan Lampiran 4. dan Lampiran 5. 6.2. Kriteria Ekonometrika 6.2.1. Uji Linearitas Uji yang bertujuan untuk memastikan bahwa residual-residual dalam persamaan yang terbentuk terdistribusi secara random dapat dilihat pada gambar grafik hasil output minitab (Lampiran 4). Jika pada gambar grafik output hasil minitab terlihat bahwa plot variabel-variabel prediksi tidak membentuk suatu pola tertentu (parabola, kubik, dan lain-lain), dapat dikatakan bahwa asumsi atau uji linearitas terpenuhi oleh model ini. Dapat dilihat pada Lampiran 4. bahwa model yang terbentuk telah memenuhi asumsi ini, dimana grafik antara harga prediksi dan harga-harga residual tidak membentuk suatu pola tertentu. 6.2.2. Uji Homoskedastisitas Uji homoskedastisitas harus dipastikan terpenuhi oleh model yang dihasilkan untuk menjamin bahwa komponen error pada model regresi memiliki 75

ragam yang sama untuk setiap nilai variabel dipenden yang dalam kasus ini merupakan jumlah permintaan cabai merah masing-masing rumah tangga di DKI Jakarta. Dengan kata lain uji ini bertujuan untuk melihat apakah variabel yang diamati mengandung informasi yang lebih dibandingkan dengan variabel lainnya. Uji dilihat pada gambar hasil output minitab pada Lampiran 4. Tepatnya pada grafik Residuals Versus the Fitted Values, dimana harus dipastikan bahwa grafik tidak terlihat berpola baik meningkat atau menurun. Terlihat pada grafik bahwa titik-titik sebagai nilai residual berada di sekitar garis lurus tanpa membentuk pola apapun. Titik-titik terlihat menyebar dan berpusat pada satu titik namun tetap menyebar. Gambar seperti yang terlihat pada grafik memberikan arti bahwa model permintaan cabai yang dihasilkan telah memenuhi uji homoskedastisitas dan tidak terdapat pelanggaran atau masalah heteroskedastisitas. 6.2.3. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas sejatinya dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan linear yang sempurna (pasti) antara beberapa variabel independen dari model. Variabel-variabel independen yang terdapat dalam model pasokan cabai merah ini teridiri jumlah anggota rumah tangga (X1), harga beli cabai (X2), pendapatan rumah tangga (X3), frekuensi pembelian (X4), tempat pembelian (X5), dan suku (X6). Untuk menghasilkan model regresi yang baik, seharusnya tidak ada hubungan linear yang sempurna diantara masing-masing variabel tersebut. Pengujian multikolinearitas pada output minitab yang dihasilkan dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor). Nilai VIF harus kurang dari 10 agar model bebas dari multikolinearitas. Nilai yang dapat dilihat pada Tabel 16. sebagai hasil regresi linear (Lampiran 5.), menunjukkan nilai VIF masing-masing variabel independen kurang dari sepuluh. Jadi sesuai dengan ketentuan

yang

menyatakan

bahwa

model

regresi

yang

bebas

dari

multikolinearitas adalah yang memiliki nilai VIF kurang dari sepuluh. Nilai VIF yang dihasilkan berkisar antara 1,1 hingga nilai terbesar yaitu 1,6. Berdasarkan nilai tersebut jadi dapat disimpulkan bahwa dari model regresi permintaan rumah tangga di DKI Jakarta terhadap cabai merah yang dihasilkan tidak ada hubungan linear antara variabel independennya.

76

6.2.4. Uji Normalitas Uji normalitas dapat dilakukan dengan melihat gambar garfik hasil output minitab pada Lampiran 4. tepatnya yaitu berfokus pada grafik Normal Probability Plot. Asumsi ini mengharuskan nilai residual dalam model menyebar atau terdistribusi secara normal. Grafik Normal Probability Plot yang dihasilkan pada model ini menunjukkan titik-titik residual berada pada posisi yang membentuk sebuah garis lurus atau mendekati garis lurus. Melihat gambar titik-titik residual yang seperti terdapat pada Lampiran 4. dapat dikatakan bahwa model ini memenuhi kriteria uji normalitas. Model yang dihasilkan dan hasil output minitab memenuhi asumsi-asumsi di atas, berarti asumsi OLS terpenuhi oleh model permintaan rumah tangga di DKI Jakarta terhadap cabai merah. Model dapat dikatakan sebagai model penduga tak bias yang baik atau termasuk Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). 6.3. Kriteria Statistik 6.3.1. Uji R2 (Koefisien Determinasi) Uji koefisien determinasi (R2) diperlukan agar diketahui seberapa besar variabel-variabel independen dapat menjelaskan variabel dipenden yang dalam kasus ini adalah jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah keriting. Semakin tinggi nilai R2 berarti model dinilai semakin baik, variabel-variabel independen dapat menjelaskan varibel dipenden dengan baik. Nilai R2 dapat dilihat pada hasil output minitab. Seperti yang terlihat pada hasil output minitab (Lampiran 5.) yang menghasilkan nilai 61,8 persen bagi model permintaan rumah tangga terhadap cabai merah keriting. Nilai 61,8 persen menjelaskan bahwa keragaman jumlah permintaan rumah tangga di DKI Jakarta terhadap cabai merah 61,8 persen dapat dijelaskan oleh variabel independen yang terdapat dalam persamaan yaitu jumlah anggota rumah tangga (X1), harga beli cabai (X2), pendapatan rumah tangga (X3), frekuensi pembelian (X4), tempat pembelian (X5), dan suku (X6). Sedangkan sebesar 38,2 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan atau dijelaskan dalam model. Variabel-variabel yang tidak terdapat dalam model

77

adalah variabel merupakan data-data terbilang sulit untuk diidentifikasi. Seperti misalnya selera responden terhadap rasa pedas, dan berbagai variabel lainnya. 6.3.2. Uji Kelinearan Model (Uji F) Uji kelinearan model atau uji evaluasi model dugaan perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan linear antara variabel dipenden (jumlah permintaan cabai rumah tangga) dengan variabel independen. Uji ini perlu dilakukan untuk untuk menunjukkan apakah seluruh variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan atau mempengaruhi variabel dipenden pada tingkat signifikan lima persen. Uji kelinearan model dapat dilakukan dengan melihat pada dua nilai yaitu nilai Fhit dan nilai probabilitas. Kedua nilai ini dapat dilihat pada hasil pengolahan data dengan output minitab. Jika melakukan uji dengan nilai F, maka nilai Fhit harus lebih besar dari Ftabel agar dapat dikatakan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan atau mempengaruhi variabel dipenden. Penjelasan yang sama akan diperoleh jika probabilitas lebih kecil dari nilai derajat kepercayaan. Berdasarkan hasil output minitab nilai Fhit untuk model permintaan rumah tangga terhadap cabai merah diperoleh nilai sebesar 11,61 sedangkan nilai probabilitas yaitu 0,000. Selanjutnya dilihat nilai Ftabel dengan cara melihat nilai v1=dfregression dan v2=dferror. Berdasarkan nilai pada hasil output dfregression bernilai 7 dan dferror bernilai 43, dihitung pada tabel yaitu F(v1=6;v2=43). Nilai Ftabel yang diperoleh yaitu 3,26. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model dugaan yang diperoleh secara statistik signifikan untuk memprediksi nilai variabel dipenden karena nilai Fhit lebih besar dari nilai Ftabel. Cara lain yang dapat membuktikan bahwa model dugaan yang diperoleh secara statistik signifikan untuk memprediksi nilai variabel dipenden yaitu dilihat dari nilai probabilitas. Nilai probabilitas pada hasil output minitab menunjukkan nilai sebesar 0,000. Nilai ini jauh lebih kecil dari taraf nyata yaitu sepuluh persen. Jadi, ini juga membuktikan bahwa model signifikan untuk memprediksi permintaan rumah tangga terhadap cabai merah.

78

6.3.3. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji T) Uji F dan uji T dilakukan dengan tujuan yang sama kurang lebih sama yaitu sama-sama menunjukkan apakah variabel independen secara signifikan mempengaruhi atau menentukan besarnya variabel dipenden. Perbedaannya adalah uji F dilakukan untuk pemerikasaan pengaruh signifikan model secara keseluruhan terhadap variabel dipenden, sedangkan uji T diperlukan untuk melihat variabel independen mana saja yang secara individu berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dipenden ketika diasumsikan variabel-variabel independen lainnya dianggap konstan (ceteris paribus). Pengujian masing-masing variabel independen dapat dilakukan tepatnya dengan melihat nilai P-Value masing-masing variabel independen. Variabel independen yang memiliki nilai P-Value lebih kecil dari taraf nyata (0,1) dapat dikatakan secara statistik berpengaruh signifikan terhadap variabel dipenden ketika variabel-variabel independen lainnya konstan (ceteris paribus). Nilai PValue dalam melakukan uji T pada masing-masing variabel independen pada model permintaan rumah tangga terhadap cabai merah dilihat pada Tabel 16 (Lampiran 5). Dari enam variabel independen, hanya ada tiga variabel independen yang secara statistik berpengaruh signifikan pada variabel dipenden yaitu jumlah anggota keluarga (X1), tempat pembelian cabai merah (X5), dan suku (X6). Variabel independen lainnya yaitu harga beli cabai merah (X2), pendapatan rumah tangga (X3), dan frekuensi pembelian cabai merah (X4) tidak berpengaruh signifikan secara individu ketika variabel lain dianggap konstan (ceteris paribus). Secara berturut-turut nilai P-value ketiga variabel yang dinyatakan berpengaruh signifikan secara individu yaitu 0,000 untuk variabel jumlah anggota keluarga (X1), 0,000 untuk tempat pembelian cabai merah (X5), dan 0,064 untuk suku (X6). Tiga variabel ini signifikan dalam mempengaruhi jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah keriting dengan asumsi variabel ceteris paribus. Niali P-value bagi ketiga variabel lainnya yang tidak signifikan berpengaruh pada permintaan cabai rumah tangga yaitu 0,820 untuk harga beli cabai merah keriting (X2), 0,746 untuk variabel pendapatan (X3), dan 0,274 untuk variabel frekuensi pembelian cabai merah keriting.

79

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH PASOKAN CABAI MERAH KERITING DI DKI JAKARTA 7.1. Model Pasokan Cabai merah keriting di DKI Jakarta Model pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta dapat dibentuk dengan melakukan analisis kuatitatif menggunakan model regresi linear berganda. Data yang digunakan merupakan data tiga tahun terakhir yaitu dari tahun 2009 hingga tahun 2011 dengan periode bulanan. Pembentukan model pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta ini dilakukan dengan menggunakan satu variabel dipenden dan enam variabel independen. Untuk menghasilkan model terbaik, variabelvariabel yang ada di dalam model pasokan cabai merah juga ditransformasi dalam bentuk logaritma natural (Ln) seperti yang dilakukan pada analisis permintaan. Hasil pengolahan data dengan menggunakan variabel-variabel yang telah ditentukan sebelumnya memberikan informasi seperti yang terlihat pada Tabel 17. Tabel 17. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta Variabel Konstanta Jumlah Pasokan Cabai Merah Periode Sebelumnya (X1) Harga Cabai Merah Keriting (X2) Harga Cabai Merah keriting Musim sebelumnya (X3) Rata-rata harga Cabai Rawit (X4) Inflasi (X5) Bulan Puasa/Hari Raya (X6) R-Square (R2) = 75,1% F Hitung = 14,55

Koefisien 16,012

St.Eror T-hitung P-Value VIF 2,947 5,43 0

0,2654

0,1616

1,64

0,111

3,1

-0,03342

0,05173

-0,65

0,523

1,9

0,02616

0,04969

0,53

0,603

1,5

-0,18739 -1,2355 -0,05042

0,06042 0,6694 0,05172

-3,1 -1,85 -0,97

0,004 0,075 0,338

3,6 1,7 1,6

R-Square (Adj) = 69,9% P-Value = 0,0000

Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, model persamaan pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta dapat dibentuk seperti Persamaan 10. Model pasokan ini juga perlu dilakukan beberapa pengujian dan pembahasan lebih lanjut, seperti pengujian ekonometrika dan statistik. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih detail mengenai arti dari nilai-nilai yang dihasilkan seperti yang terlihat pada Tabel 17. serta pengujian-pengujian pada model berdasarkan Lampiran 6. dan Lampiran 7.

80

YS = 16,0 + 0,265 X1 - 0,0334 X2 + 0,0262 X3 - 0,187 X4 - 1,24 X5 0,0504 X6 …………………………………...………………………… (10) Variabel X1 yang merupakan kuantitas cabai merah pada periode sebelumnya atau pada saru bulan sebelumnya dalam model pasokan cabai merah di DKI Jakarta bertanda positif. Sesuai dengan hipotesis bahwa besar jumlah pasokan cabai merah keriting pada periode sebelumnya berpengaruh positif dengan jumlah pasokan cabai merah keriting pada periode yang dihitung. Semakin besar jumlah pasokan cabai pada periode sebelumnya semakin besar pula jumlah pasokan cabai merah keriting pada periode terhitung. Koefisien yang bernilai 0,265 menunjukkan bahwa jumlah pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta bersifat tidak elastis (inelastis) terhadap jumlah pasokan cabai merah keriting periode sebelumnya. Ini berarti persentase perubahan jumlah pasokan cabai merah keriting lebih kecil dari persentase perubahan jumlah pasokan cabai merah keriting periode sebelumnya. Jika pada periode sebelumnya jumlah pasokan cabai merah naik sebesar satu persen, maka jumlah pasokan cabai merah pada periode yang dihitung meningkat sebesar 0,265 persen. Variabel independen yang ke dua (X2) merupakan harga cabai merah keriting bertanda negatif, berarti sesuai dengan hipotesis antara harga cabai merah keriting dengan jumlah pasokan cabai merah memilki hubungan positif atau berbanding lurus. Tingginya harga cabai merah keriting berarti jumlah pasokan cabai merah kerting rendah. Berdasarkan nilai koefisien X2 yaitu 0,0334 berarti naiknya harga cabai merah keriting sebesar satu persen mengakibatkan pengurangan jumlah pasokan cabai merah keriting sebesar 0,0334 persen, dengan asumsi ketika variabel independen lain konstan (ceteris paribus). Hal ini juga menunjukkan bahwa jumlah pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta bersifat tidak elastis (inelastis) terhadap harga cabai merah keriting, dimana persentase perubahan jumlah pasokan cabai merah keriting lebih kecil dari persentase perubahan harga cabai merah keriting. Selanjutnya yaitu variabel independen ke tiga yaitu harga cabai merah keriting musim sebelumnya (X3) yang

koefisiennya bertanda positif. Sesuai

dengan hipotesis, hal ini berarti jika harga cabai merah keriting pada periode sebelumnya tinggi, maka jumlah pasokan cabai merah keriting pada periode 81

terhitung (saat ini) akan tinggi. Pengusaha cabai merah kerting baik itu pedagang maupun petani akan tertarik untuk mengusahakan lebih banyak cabai merah keriting karena harganya yang tinggi. Koefisien X3 yaitu 0,0262, artinya jika harga cabai merah keriting pada musim sebelumnya meningkat sebesar satu peren, makan jumlah pasokan cabai pada periode terhitung (saat ini) akan mengalami peningkatan sebesar 0,0262. Meskipun berpengaruh positif pada jumlah pasokan cabai merah keriting, jumlah pasokan tetap tidak elastis terhadap harga cabai pada musim sebelumnya. Hal ini dilihat dari nilai koefisien yang kurang dari satu, berati persentase perubahan harga cabai merah keriting pada periode sebelumnya lebih besar dari pada persentase perubahan jumlah pasokan yang terjadi karena perubahan harga tersebut. Variabel independen ke empat (X4) yaitu rata-rata harga komoditi substitusi (cabai rawit merah dan cabai rawit hijau) memiliki nilai koefisien negatif. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang berarti artinya terdapat hubungan terbalik anatra jumlah pasokan cabai merah keriting dengan rata-rata harga cabai rawit merah dan cabai rawit hiaju sebagai komoditi substitusi. Ketika rata-rata harga cabai rawit tinggi, jumlah pasokan cabai merah keriting rendah. Hal ini karena karakteristik komoditi yang sama, dimana kemungkinan rendahnya jumlah pasokan dan tingginya harga komoditi dipengaruhi oleh faktor-faktor selain harga jual yang ada dalam kegiatan produksi. Koefisien X4 yang bernilai 0,187 menunjukkan bahwa jumlah pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta bersifat tidak elastis (inelastis) terhadap rata-rata harga cabai rawit, dimana persentase perubahan jumlah pasokan cabai merah keriting lebih kecil dari persentase perubahan rata-rata harga cabai rawit. Meningkatnya rata-rata harga cabai rawit sebesar satu persen, jumlah pasokan cabai merah keriting sebesar lebih rendah 0,187 persen. Berdasarkan hasil analisi variabel independen X5 yang merupakan tingkat inflasi mingguan di DKI Jakarta bertanda negatif. Artinya, semakin tinggi nilai inflasi maka jumlah pasokan cabai merah keriting semakin sedikit, sebaliknya jumlah pasokan cabai merah keriting akan lebih tinggi jika tingkat inflasi yang terjadi lebih rendah. Koefisien tingkat inflasi dalam model jumlah pasokan cabai merah bernilai lebih dari satu yaitu 1,24, hal ini menunjukkan bahwa jumlah 82

pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta elastis terhadap tingkat inflasi. Persentase perubahan jumlah pasokan cabai merah lebih besar daripada besar perubahan tingkat inflasi. Nilai koefisien 1,24 sendiri mengandung pengertian bahwa jika inflasi meningkat satu persen, jumlah pasokan cabai merah keriting akan berkurang sebesar 1,6133 persen. Variabel independen terakhir (X6) yang berpengaruh pada jumlah pasokan cabai merah keriting yaitu variabel dummy yang merupakan hari-hari tertentu seperti hari raya keagamaan idul fitri, hari natal, bulan puasa, dan tahun baru. Koefisien variabel dummy ini bertanda negatif, sesuai dengan hipotesis hari-hari tertentu seperti hari raya keagamaan idul fitri, hari natal, bulan puasa, dan tahun baru jumlah pasokan cabai merah keriting lebih sedikit daipada jumlah pasokan pada hari-hari biasa. Nilai -0,0504 merupakan nilai dari pengolahan nilai variabel yang

tidak

ditransformasi

menjadi

logaritma

natural,

sehingga

untuk

mengartikannya harus dilakukan perhitungan terlebih dahulu (Lampiran 8.). Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, diketahui bahwa pada momen-momen tertentu seperti hari raya idul fitri, natal, bulan puasa, dan tahun baru jumlah pasokan cabai merah keriting bernilai 0,950829 ton dari jumlah pasokan cabai merah keriting pada hari-hari biasa bernilai satu ton. Seperti analisis permintaan cabai merah keriting rumah tangga, untuk menghasilkan model terbaik dan sekaligus menghitung nilai elastisitas, variabel yang digunakan dalam persamaan jumlah pasokan yang digunakan pada analisis ini telah ditransformasi dalam bentuk logaritma natural keculai variabel dummy. Oleh karena itu nilai koefisien yang hasilkan merupakan tingkat perubahan jumlah pasokan cabai merah keriting (dalam persen) terhadap perubahan nilai variabelvariabel yang mempengaruhinya (dalam persen). Untuk menguji kebaikan model, dilakukan uji ekonometrika dan usji statistic sebagai berikut. 7.2. Kriteria Ekonometrika 7.2.1. Uji Linearitas Pengujian model yang akan berguna dalam menentukan pasokan cabai merah keriting dapat dilakukan dengan melihat pada output hasil pengolahan data menggunakan Software Minitab. Pada gambar grafik output hasil minitab yang 83

dapat dilihat pada Lampiran 6. terlihat bahwa plot variabel-variabel prediksi tidak membentuk suatu pola tertentu (parabola, kubik, dan lain-lain). Terlihat bahwa residual terdistribusi secara random dan terkumpul di sekitar garis lurus. Maka dapat dikatakan asumsi atau uji linearitas telah terpenuhi oleh model ini. 7.2.2. Uji Homoskedastisitas Sama seperti model permintaan pada pembahasan sebelumnya, uji homoskedastisitas dilakukan untuk memastikan bahwa komponen error pada model regresi memiliki ragam yang sama untuk setiap nilai variabel independen yang dalam kasus ini merupakan nilai pasokan cabai merah keriting setiap periodenya. Uji homoskedastisitas untuk model pasokan cabai merah di DKI Jakarta dapat dilihat pada gambar hasil output minitab pada Lampiran 6. Tepatnya pada grafik Residuals Versus the Fitted Values. Gambar grafik Residuals Versus the Fitted Values yang terlihat pada Lampiran 6. memperlihatkan bahwa grafik tidak terlihat berpola baik meningkat atau menurun. Terlihat pada grafik bahwa titik-titik sebagai nilai residual berada disekitar garis lurus tanpa membentuk pola apapun. Hal ini berarti uji homoskedastisitas pada model pasokan cabai terpenuhi, dengan kata lain pelanggaran atau masalah heteroskedastisitas pada model dugaan tidak ada. 7.2.3. Uji Autokorelasi Berbeda dengan model permintaan yang tidak dilakukan uji autokerelasi, uji ini menjadi salah satu uji yang penting dan harus dipenuhi pada model pasokan cabai merah di DKI Jakarta. Mengingat uji ini yang sering timbul pada kasus data yang bersifat time series dan analisis pasokan cabai merah ini merupakan analisis yang dilakukan menggunakan data time series. Jika uji autokorelasi terpenuhi oleh model yang telah dihasilkan, berarti model bebas dari unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi. Model dikatakan tidak dipengaruhi oleh disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain manapun. Dapat pula dikatakan bahwa komponen eror memiliki hubungan yang linear. Uji autokorelasi pada model pasokan cabai merah ini dapat dilihat dengan melakukan pengujian nilai Durbin-Watson (DW). Sesuai dengan kriteria yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa suatu model dikatakan bebas atau tidak 84

mengandung autokorelasi jika nilai Durbin-Watson Statistik yang diperoleh bernilai antara 1,65 hingga 2,5. Hasil output minitab yang telah dilakukan, seperti yang terlihat pada Lampiran 7. nilai Durbin-Watson Statistik pada model pasokan cabai yaitu 2,22. Nilai ini sesuai dengan kriteria uji aoutokorelasi. Artinya. tidak ada autokorelasi pada model pasolan cabai merah yang dihasilkan. 7.2.4. Uji Multikolinearitas Sama halnya dengan uji multikolinearitas pada model permintaan, uji multikolinearitas pada model pasokan cabai merah dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan linear yang sempurna (pasti) antara beberapa variabel independen dari model. Variabel-variabel independen yang terdapat dalam model pasokan cabai merah sendiri teridiri dari jumlah pasokan cabai merah keriting periode sebelumnya (X1), harga cabai merah keriting periode terhitung (X2), harga cabai merah keriting musim sebelumnya (X3), rata-rata harga cabai rawit hijau dan rawit merah (X4), laju inflasi di DKI Jakarta (X5), dan dummy untuk hari raya (X6). Untuk menghasilkan model regresi yang baik, seharusnya tidak ada hubungan linear yang sempurna diantara ketujuh variabel. Pengujian multikolinearitas pada model pasokan yang dihasilkan dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor). Nilai VIF ini dapat dilihat pada hasil output minitab. Nilai VIF harus kurang dari 10 agar model bebas dari multikolinearitas. Selain itu koefisien korelasi antara variabel independen harus lemah yaitu kurang dari 0,1. Pada model regresi linear yang dihasilkan untuk pasokan cabai merah, seluruh variabel independen memiliki nilai VIF kurang dari sepuluh, nilai VIF tertinggi adalah 3,6 yang merupakan harga rata-rata cabai rawit merah dan hijau. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang berarti bahwa model regresi pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta yang tidak mengandung multikolinearitas untuk seluruh variabel independennya. 7.2.5. Uji Normalitas Uji normalitas dapat dilakukan dengan melihat gambar garfik hasil output minitab pada Lampiran 6. Lebih tepatnya yaitu pada grafik Normal Probability Plot. Asumsi ini mengharuskan nilai residual dalam model menyebar atau terdistribusi secara normal. Grafik Normal Probability Plot yang dihasilkan pada

85

model ini menunjukkan titik-titik residual berada mendekati garis lurus. Sehingga dapat dikatakan bahwa model ini memenuhi kriteria uji normalitas. Secara umum ke-lima asumsi yang harus dipenuhi suatu model sesuai dengan asumsi OLS terpenuhi oleh model pasokan cabai merah di DKI Jakarta. Ini berarti model yang dihasilkan dapat dikatakan sebagai model penduga tak bias yang baik atau termasuk Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). 7.3. Kriteria Statistik 7.3.1. Uji R2 (Koefisien Determinasi) Uji koefisien determinasi (R2) diperlukan agar diketahui seberapa besar variabel-variabel independen dapat menjelaskan variabel dipenden yang dalam kasus ini adalah jumlah pasokan cabai merah. Semakin tinggi nilai R2 berarti model semakin baik, variabel-variabel independen dapat menjelaskan variabel dipenden. Nilai R2 model pasokan cabai merah dapat dilihat pada hasil output minitab Lampiran 7. atau Tabel 17. Nilai koefisien determinasi yang dihasilkan untuk model pasokan cabai merah di DKI Jakarta yaitu sebesar 75,1 persen (Lampiran7.). Angka ini menunjukkan bahwa keragaman jumlah pasokan cabai merah di DKI Jakarta dapat dijelaskan oleh variabel independen yang telah ditentukan yaitu jumlah pasokan cabai merah keriting periode sebelumnya (X1), harga cabai merah keriting periode terhitung (X2), harga cabai merah keriting musim sebelumnya (X3), rata-rata harga cabai rawit hijau dan rawit merah (X4), laju inflasi di DKI Jakarta (X5), dan dummy untuk hari raya (X6) sebesar 75,1 persen. Selain dari variabel yang ada dalam model, yaitu sekitar 24,9 persen dijelaskan oleh variabelvariabel lain yang tidak dimasukkan atau dijelaskan dalam model. Variabelvariabel yang tidak terdapat dalam model adalah variabel yang data-datanya sulit untuk diidentifikasi seperti yang dilakukan pada variabel independen yang telah dimasukkan ke dalam model. 7.3.2. Uji Kelinearan Model (Uji F) Uji kelinearan model atau uji evaluasi model dugaan perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan linear antara variabel dipenden (jumlah

86

pasokan cabai) dengan variabel independen (pasokan cabai merah keriting periode sebelumnya, harga cabai merah keriting, harga cabai rawit merah, harga cabai rawit hijau, laju inflasi di DKI Jakarta, dan dummy untuk hari raya). Uji ini akan menunjukkan bahwa seluruh variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan atau mempengaruhi variabel dipenden pada tingkat signifikan lima persen. Uji ini dapat dilakukan dengan melihat pada dua nilai Fhit dan nilai probabilitas yang bisa dilihat pada hasil output minitab. Nilai Fhit harus lebih besar dari Ftabel atau probabilitas lebih kecil dari nilai derajat kepercayaan (α). Model pasokan cabai merah di DKI Jakarta yang dihasilkan, menunjukkan nilai Fhit sebesar 14,55 sedangkan nilai probabilitas yaitu 0,000. Selanjutnya dilihat nilai Ftabel dengan cara melihat nilai v1=dfregression dan v2=dferror. Berdasarkan nilai pada hasil output dfregression bernilai 6 dan dferror bernilai 29. Lalu nilai ini disesuaikan pada nilai yang ada pada tabel F(v1=6,v2=29) yaitu 2,43. Diperoleh hasil bahwa nilai Fhit lebih besar dari nilai Ftabel. Ini berarti bahwa keseluruhan model dugaan yang diperoleh secara statistik signifikan untuk memprediksi nilai variabel dipenden (pasokan cabai merah). Hal lainnya yang menunjukkan bahwa model dugaan yang diperoleh secara statistik signifikan untuk memprediksi nilai variabel dipenden (pasokan cabai merah keriting) yaitu dilihat dari nilai probabilitas. Nilai probabilitas pada hasil output minitab menunjukkan nilai sebesar 0,000. Nilai ini jauh lebih kecil dari taraf nyata sepuluh persen. Hal ini juga membuktikan model signifikan untuk memprediksi pasokan cabai merah keriting. 7.3.3. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji T) Jika pada uji F dilakukan pemerikasaan pengaruh signifikan model secara keseluruhan terhadap variabel dipenden, uji T diperlukan untuk melihat variabel independen mana saja yang secara individu signifikan berpengaruh terhadap variabel dipenden. Pengujian masing-masing variabel independen dapat dilakukan dengan meilhat nilai probabilitas masing-masing variabel independen. Variabel independen yang nilai probabilitasnya lebih kecil dari taraf nyata (0,1) dapat dikatakan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dipenden ketika variabel independen lainnya konstan (ceteris paribus). Berdasarkan nilai

87

probabilitas dari output minitab yang dapat dilihat pada Tabel 17. diketahui bahwa dua dari enam variabel independen yang ada secara statistik memberikan pengaruh secara signifikan pada variabel dipenden ketika variabel independen lainnya konstan. Variabel-variabel independen yang berpengaruh signifikan yaitu harga rata-rata cabai substitusi (rawit merah dan rawit hijau) dan tingkat inflasi. Variabel X1 yang merupakan kuantitas cabai merah pada periode sebelumnya (i-1) dalam model pasokan cabai merah di DKI Jakarta menurut uji koefisien regresi parsial secara statistik tidak signifikan mempengaruhi jumlah pasokan cabai merah ketika variabel independen lain konstan (ceteris paribus). Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai probabilitas X1 yaitu sebesar 0,111 yang lebih besar dari nilai taraf nyata yaitu 0,1. Variabel independen harga cabai merah keriting (X2) secara statistik juga tidak berpengaruh signifikan pada jumlah pasokan cabai merah keriting ketika variabel independen lain konstan (ceteris paribus). Hal ini terlihat dari nilai probabilitas X2 yang lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen yaitu 0,523. Begitu pula dengan harga cabai merah keriting pada musim sebelumnya, secara statistik tidak berpengaruh nyata ada jumlah pasokan cabai merah keriting ketika variabel lain konstan. Hal ini dilihat dari nilai probabilitas yang lebih besar dari sepuluh persen yaitu 0,603. Momen-momen tertentu seperti hari raya, bulan puasa dan tahun baru juga tidak berpengaruh signifikan pada jumlah pasokan cabai merah keriting dengan nilai probabilitas yang lebih besar dari sepuluh persen yaitu 0,338. Dua variabel independen yang secara statistik berpengaruh signifikan pada jumlah pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta yaitu harga rata-rata komoditi substitusi (cabai rawit merah dan cabai rawit hijau) dan tingkat inflasi. Masingmasing nilai probabilitas kedua variabel independen tersebut yaitu 0,004 dan 0,07. Nilai probabilitas kurang dari sepuluh persen, jadi kedua variabel ini secara individu berpengaruh nyata pada jumlah pasokan cabai merah keriting ketika variabel lain konstan (ceteris paribus).

88

7.4. Implikasi Kebijakan Sebagai salah satu komoditi strategis yang merupakan komoditi ketiga terbesar dalam menyumbangkan nilai inflasi, cabai merah keriting harus dapat dijaga dengan baik keseimbangannya agar tidak berdampak negatif bagi perekonomian di Indonesia. Untuk dapat menjaga keseimbangan pasar cabai merah keriting tersebut, yang paling penting yaitu menjaga agar jumlah pasokan cabai merah keriting seimbang dengan jumlah kebutuhan konsumen. Dilihat dari segi konsumen, jumlah permintaan tidak banyak mengalami perubahan ketika terjadi perubahan pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah tidak elastis menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi pada faktor yang mempengaruhinya. Faktorfaktor yang secara nyata berpengaruh signifikan pada jumlah permintaan cabai merah keriting yaitu jumlah anggota keluarga dan tempat pembelian cabai. berarti, terkait dengan permintaan, hal yang harus sangat diperhatikan adalah pertumbuhan

jumlah

penduduk.

Meningkatnya

jumlah

penduduk

akan

menyebabkan peningkatan jumlah konsumsi cabai merah kerting yang artinya untuk dapat memenuhi kebutuhan akan cabai merah keriting, produksi cabai merah keriting harus dapat terus ditingkatkan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Selain jumlah penduduk, faktor yang signifikan berpengaruh yaitu tempat pembelian, dimana lebih bnayk konsumen yang melakukan pembelian cabai merah keriting di pasar tradisional daripada dipasar moderen. Hal ini berarti, sebaiknya pemasaran cabai merah keriting lebih diarahkan atau lebih diprioritaskan pada pasar tradisional, bukan berarti cabai merah keriting tidak dipasarkan kepasar moderen, tetapi kuantitas di pasar-pasar tradisional harus lebih banyak daripada di pasar-pasar moderen. Melihat kondisi ini, ketidakseimbangan yang terjadi dalam pasar cabai merah keriting seperti fluktuasi harga tidak begitu dipengaruhi oleh jumlah permintaan, melainkan lebih disebabkan oleh jumlah pasokan cabai merah keriting itu sendiri yang tidak stabil. Oleh karena itu kebijakan yang terpenting dalam menjaga keseimbangan cabai merah keriting yaitu menjaga stabilitas kuantitas pasokan cabai tersebut.

89

Menjaga kuantitas pasokan cabai merah keriting sebaiknya dimulai dari proses budidaya. Pengaturan waktu pembudidayaan cabai merupakan tahap awal yang sangat penting. Kerja sama pemerintah dan para pelaku usaha cabai dalam menentukan waktu yang tepat untuk menanam cabai dan berapa jumlah yang harus diusahakan. Kuantitas yang diusahakan disesuaikan dengan jumlah kebutuhan konsumen yang atau jika memungkinkan dilakukan peramalan jumlah kebutuhan konsumen dimasa yang akan datang, sehingga jumlah yang diproduksi tidak melebihi atau kurang dari kebutuhan pasar. Selebihnya kebijakan mengenai penetapan harga minimal dan harga maksimal juga bisa dilakukan oleh pemerintah. Selain untuk menjaga stabilitas harga cabai, hal ini juga bisa menjaga posisi pengusaha cabai (petani) agar tidak mengalami kerugian ketika harga turun serta mencegah harga cabai yang terlalu tinggi di tingkat konsumen. Selain itu, kebijakan mengenai cabai ini juga harus dilakukan pada keseluruhan jenis cabai. karena walaupun cabai merah keriting lebih dominan, tetapi ketersediaan cabai jenis lain juga bisa membantu menjaga stabilitaspasokan cabai. Selain banyak masyarakat yang mengkonsumsi, harga dan kuantitasnya juga mempengaruhi harga cabai merah keriting itu sendiri.

90

VIII.

KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, serta pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagi berikut. 1.

Perilaku konsumsi cabai merah di DKI Jakarta pada umumnya tidak memilki

banyak perbedaan antara satu rumah tangga dengan rumah tangga lainnya. Masyarakat di DKI Jakarta lebih banyak memenuhi kebutuhan cabai merah dengan melakukan pembelian di pasar tradisional. Rata-rata rumah tangga di DKI Jakarta membeli cabai merah dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kubutuhan penggunaan, sanagt jarang yang melakukan pembelian dalam jumlah besar untuk cadangan karena cabai mudah didapat dan tidak tahan lama untuk disimpan. Konsumen rumah tangga di DKI Jakarta rata-rata sangat tergantung dengan cabai, hanya sedikit yang dapat menggunakan komoditi lain sebagai pengganti cabai merah seperti cabai rawit dan sambal botol. Untuk harga beli cabai saat ini, konsumen menilai harga tersebut biasa saja atau tidak terlalu mahal. Dalam merespon perubahan harga yang sering terjadi pada cabai merah, sebagian besar konsumen tidak mengubah jumlah konsumsi cabai merah walaupun terjadi perubahan harga, dengan demikian dapat diketahu bahwa tingkat harga cabai tidak begitu berpengaruh pada jumlah konsumsi rumah tangga terhdap cabai merah. 2.

Rata-rata permintaan rumah tangga di DKI Jakarta terhadap cabai merah

dipengaruhi jumlah anggota keluarga, harga beli cabai, pendapatan rumah tangga, frekuensi pembelian cabai dalam satu bulan, tempat pembelian, dan suku. Secara bersama-sama variabel-variabel tersebut mempengaruhi jumlah permintaan cabai merah suatu rumah tangga, tetapi tidak semua variabel secra individu tetap berpangaruh secara siginifkan pada jumlah permintaan cabai. Variabel yang secara individu tetap berpengaruh signifikan ketika variabel lain tetap pada taraf nyata sepuluh persen yaitu jumlah anggota keluarga, tempat pembelian, dan suku. Walaupun variabel-variabel tersebut berpengaruh pada jumlah permintaan rumah tangga, tetapi jumlah permintaan cabai rumah tangga tidak elastis terhadap masing-masing variabel yang mempengaruhinya tersebut.

91

3.

Rata-rata jumlah pasokan cabai merah merah keriting setiap periode (bulan)

dipengaruhi jumlah pasokan cabai merah keriting periode sebelumnya, harga cabai merah keriting itu sendiri, harga cabai merah keriting musim sebelumnya, harga komoditi substitusi (harga rata-rata cabai rawit merah dan harga cabai rawit hijau), laju inflasi di DKI Jakarta, dan bulan puasa/hari raya. Variabel-variabel ini secara keseluruhan berpengaruh secara signifikan pada jumlah pasokan cabai merah keriting setiap bulannya. Tetapi jika dilihat satu persatu, tidak semua variabel berpengaruh signifikan ketika variabel lain tetap. Variabel-variabel yang secara individu tetap berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata sepuluh persen yaitu harga rata-rata cabai rawit merah dan rawit hijau, dan tingkat inflasi. Namun demikian hanya terhadap perubahan tingkat inflasi jumlah pasokan cabai merah keriting bersifat elastis. 8.2. Saran Terkait dengan hasil penelitian yang telah disampaikan, beberapa saran yang direkomendasikan penulis kepada berbagai pihak terkait dengan pasokan dan permintaan komoditi cabai khususnya cabai merah keriting yaitu : 1.

Hendaknya pemerintah dan para pelaku usaha cabai secara umum tidak hanya memfokuskan kegiatannya pada cabai merah kerting saja dimana cabai merah keriting jumlahnya mencapai lebih dari 50 persen dari jumlah cabai secara keseluruhan. Cabai lainnya seperti cabai rawit hijau yang berpengaruh pada jumlah pasokan cabai hendaknya lebih diperhatikan juga agar harganya tidak terlalu tinggi dan fluktuatif sehingga berpengaruh pula pada pasokan cabai merah keriting dan cabai secara keseluruhan.

2.

Baik pelaku usaha (budidaya dan penjualan) cabai merah hendaknya juga mempertimbangkan waktu produksi dan aktivitas penjualan yang dilakukan, khususnya pada musim-musim panen dan bulan puasa/hari raya,mengingat jumlah konsumsi rumah tangga rata-rata cukup stabil, dan tidak banyak terpengaruh oleh perubahan. Agar tidak terjadi kelebihan dan kekurangan pasokan, sehingga harga cabai dapat stabil.

3.

Mengingat masih ada variabel secara individu tidak signifikan berpengaruh pada jumlah permintaan dan pasokan cabai merah, penelitian lanjutan dengan 92

kajian yang sama dapat dilakukan guna mendapatkan model yang lebih baik. Dapat pula dilakukan penambahan beberapa variabel lain yang terkait dengan jumlah permintaan dan pasokan cabai merah. 4.

Pasokan cabai yang berasal dari berbagi daerah di Indonesia menyebabkan banyaknya faktor yang mempengaruhi masuknya cabai hingga sampai ke DKI Jakarta. Penelitian lebih lanjut mengenai hal-hal yang mempengaruhi masuknya cabai ke DKI Jakarta secara lebih detail mungkin bisa menjadi suatu bhan kajian untuk mengetahui bagaimana cabai dari berbagai daerah sampai ke DKI Jakarta.

5.

Tingkat permintaan konsumen berbeda-beda tergantung oleh pribadi konsumen masing-masing. Oleh karena itu penelitian tentang konsumen secara personal mengenai tingkat kesukaannya pada rasa pedas dan jumlah cabai yang dikonsumsi masing-masing individu mungkin bisa menjadi bahan kajian penelitian untuk menghasilkan permintaan cabai individu, berbeda dengan penelitian ini yang lebih mengkaji permintaan rumah tangga.

93

DAFTAR PUSTAKA [BI] Bank Indonesia. 2007. Pola Pembiayaan Usaha Kecil Syariah (PPUKSyariah) Usaha Budidaya Cabai Merah. Survei (BUMKM-DKBU) Biro Pengembangan UMKM-Direktorat Kredit , BPR, dan UMKM. 2007. Jakarta: Bank Indonesia. Fauzian, R. 2011. Pengujian Produk Baru dan Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan (Kasus : Produk Fruit Talk Pineapple Soft Candy, Produksi Lab Percontohan Pabrik Mini, Pusat Kajian Baut Tropika) [skripsi]. Bogor: Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta: PT Bumi Aksara. Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel dan Time Series. Bogor : PT Penerbit IPB Press. Hanke, J.E., D.W. Wichern, A.G Reitsch. 2003. Peramalan Bisnis. Ed ke-7. Anantanur, D., penerjemah. Kalten: PT Intan Sejati. Terjemahan dari: Business Forecasting. Hasibuan, N.T. 2008. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Konsumen Akan Sayuran Organik (Studi Kasus: Konsumen Sayuran Organik Kota Medan) [skripsi]. Medan: Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Idaman, N. 2008. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran dan Permintaan Benih Ikan Nila di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Juanda, B. 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. Bogor: IPB Press. Kottler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Prenhallindo. Kusandriani. 1996. Botani Tanaman Cabai Merah. Balai Penelitian Tanaman. Sayuran. Bandung. Kustiari, R., P. Simatupang, D.K. Sandra, Wahida, A. Purwoto, H.J. Purba, dan T. Nurasa. 2009. Model Proyeksi Jangka Pendek Permintaan dan Penawaran Komoditas Pertanian Utama [laporan akhir]. Jakarta: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Departemen Pertanian. Lipsey, R.G., P.N. Courant, D.D. Purvis, dan P.O. Steiner. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Ed ke-10. Jilid 1. Wasana, A.J., dan Kibrandoko, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Economics 10th ed.

94

Mattjik, A.A., dan M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid 1. Ed ke-2. Bogor: IPB-Press. Nachrowi, D.N., dan H. Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisi Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nazir, M. 2009. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Nicholson, W. 2000. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Ed ke-8. Mahendra, B., A. Aziz, penerjemah; Kristiaji, W.C., Y. Sumiharti, N. Mahanani, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Intermediate Microeconomics and Its Application. Pappas, J.L., and M. Hirschey. 1995. Ekonomi Manajerial. Ed ke-6. Jilid 1. Jakarta : Binarupa Aksara. Rahardja, P., dan Manurung. 2006. Teori Ekonomi Mikro. Ed Ke-3. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Savitri, D. 2010. Analisis Permintaan Sayuran Hijau di Pulau Jawa [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Siregar, N.M. 2011. Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-faktor yang Menmpengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting di Desa Cipaten, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sukirno, S. 1994. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Ed ke-3. Jakarta: Rajawali Pers. Susanti, N. 2006. Peramalan Permintaan Cabai Merah (Studi Kasus Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta) [skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Syafa’at, N., P.U. Hadi, D.K. Sandra, E.M. Lakollo, P. Purwoto, J. Situmorang, dan F.B.M. Dabukke. 2005. Pengembangan Model Permintaan dan Penawaran Komoditas Pertanian Utama [laporan akhir]. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

95

LAMPIRAN

96

Lampiran 1. Kuesioner Konsumen Cabai Merah Keriting Kuesioner ini digunakan sebagai alat pengumpulan data dalam penyusunan skripsi “Analisis Pasokan dan Perilaku Rumah Tangga dalam Konsumsi Cabai Merah di DKI Jakarta” oleh Deta Priyanti (H34104018), Program Alih Jenis Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

KUESIONER UNTUK KONSUMEN CABAI MERAH I.

Karakterisitik Responden 1. Nama

:……………………………………………

2. Alamat

:……………………………………………

3. Jenis Kelamin

: Laki-laki/Perempuan

4. Usia

:……………………………………..Tahun

5. Jumlah Anggota Keluarga

:……………………………………..Orang

6. Pendidikan terakhir a. SD/sederajat b. SMP/sederajat c. SMA/sederajat d. Sarjana (S1)/sederajat e. Lainnya.................................................................................................... 7. Pekerjaan

: ……………………………………………..

8. Suku

:……………………………………………...

9. Pendapatan keluarga per bulan a. ≤ Rp 1.000.000 b. Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000 c. Rp 2.000.000 – Rp 3.000.000 d. Rp 3.000.000 – Rp 4.000.000 e. ≥ Rp 4.000.000

97

II. Pola Perilaku Konsumsi Cabai Merah 1.

Seberapa sering Anda membeli cabai merah? a. Setiap hari b. Satu minggu sekali c. Satu bulan sekali d. Lainnya………………………………………………………………

2.

Ketika harga cabai merah turun, maka; a. Anda membeli lebih banyak dari biasanya b. Anda membeli dalam jumlah yang sama c. Anda membeli lebih sedikit dari biasanya d. Lainnya………………………………………………………………

3.

Ketika harga cabai merah naik, maka; a. Anda membeli lebih sedikit dari biasanya b. Anda membeli dalam jumlah yang sama c. Anda membeli lebih banyak dari biasanya d. Lainnya………………………………………………………………

4.

Ketika cabai merah mudah dijumpai dipasaran / jumlah cabai merah banyak di pasaran, maka; a. Anda membeli lebih banyak dari biasanya b. Anda membeli dalam jumlah yang sama c. Anda membeli lebih sedikit dari biasanya d. Lainnya………………………………………………………………...

5.

Ketika cabai merah sulit dijumpai dipasaran/ jumlah cabai merah sedikit di pasaran, maka; a. Anda membeli lebih sedikit dari biasanya b. Anda membeli dalam jumlah yang sama c. Anda membeli lebih banyak dari biasanya d. Lainnya…………………………………………………………………

6.

Jika penghasilan Anda meningkat, maka; a. Anda membeli cabai merah lebih banyak b. Anda membeli cabai merah dalam jumlah yang sama 98

c. Anda membeli cabai merah lebih sedikit d. Lainnya………………………………………………………………… 7.

Jika penghasilan Anda turun, maka; a. Anda membeli cabai merah lebih sedikit b. Anda membeli dalam jumlah yang sama c. Anda membeli cabai merah lebih banyak d. Lainnya…………………………………………………………………

8.

Ketika bulan puasa/ hari raya (idul fitri, natal, waisak, nyepi), Anda akan membeli cabai merah : a. Lebih banyak dari biasanya b. Dalam jumlah yang sama seperti biasa c. Lebih sedikit dari biasanya d. Lainnya…………………………………………………………………

9.

Berapa biasanya jumlah komoditas yang Anda beli untuk kebutuhan hari raya? ………………………………………………………………………

10. Dimana biasanya anda membeli cabai merah? …………………………... 11. Sekali belanja cabai merah, anda biasa membeli sebanyak ………… kg, dan untuk pemakaian ……………………………… hari 12. Dalam satu bulan berapa kali anda membeli cabai merah? ........................ 13. Berapa banyak cabai merah yang anda disimpan dirumah (stok): …….Kg 14. Jika cabai merah (di penjual) tidak, Anda biasanya mengganti dengan apa? dan dimana Anda membelinya? ……………..…………………….... 15. Jika cabai merah di penjual tidak ada, anda mampu menahan (tidak membeli) cabai merah untuk berapa lama? ….…………………………… 16. Jika harga cabai merah naik, anda mengganti konsumsi cabai merah dengan apa? dan dimana Anda membelinya? ………………..................... 17. Berapa harga cabai merah saat ini (harga yang anda beli)? Rp….……….. 18. Bagaimana menurut Anda harga tersebut? a. Murah

99

b. Mahal c. Biasa saja d. Lainnya ………………………………………………………….. III. Respon Terhadap Perubahan Harga Terhadap Harga Saat Ini (Harga Beli)

No

Kenaikan Harga (%)

1 2 3 4

10 20 30 50

No

Penurunan Harga (%)

1 2 3 4

10 20 30 50

Respon Terhadap Pembelian (Ya/Tidak)

Pengurangan Konsumsi (%)

Beralih Ke Komoditas Lain (Sebutkan)

Respon Terhadap Pembelian (Ya/Tidak)

Penambahan Konsumsi (%)

Tambahan Pembelian Komoditas Lain (Sebutkan)

~ TERIMAKASIH ~

100

Lampiran 2. Data Regresi Permintaan Cabai Merah Keriting No

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50

Jumlah/ Bulan (Kg) Y 1,40 5,00 2,00 1,50 2,00 1,00 4,00 3,00 2,00 1,50 3,00 3,00 3,00 3,00 0,50 1,00 3,00 2,00 4,00 2,00 4,00 4,00 6,00 3,75 5,00 1,00 5,00 1,00 3,00 1,00 2,50 1,00 1,00 3,75 7,50 3,00 2,00 3,00 2,50 2,50 2,50 2,00 6,00 6,00 2,00 1,50 1,00 4,00 4,00 4,00

Anggota Harga Keluarga Beli (Orang) (Rp/Kg) X1 X2 3 18000 5 18000 5 20000 3 17000 3 20000 4 20000 5 20000 6 20000 5 22000 3 25000 5 16000 4 20000 6 20000 6 20000 1 22000 4 20000 4 20000 4 18000 4 20000 3 21000 4 20000 5 20000 5 15000 7 15000 19 20000 2 21000 7 16000 4 16000 3 16000 3 25000 2 25000 4 16000 3 20000 4 22000 9 23000 5 22000 5 24000 4 18000 4 20000 5 22000 4 24000 3 18000 7 20000 6 20000 4 22000 3 20000 2 20000 4 20000 4 21000 5 22000

Pendapatan RT X3 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1

Frekuensi Pembelian (Kali/Bulan) X4 7 5 10 15 8 4 4 15 4 30 30 30 15 30 10 4 30 10 4 4 4 4 30 15 20 4 10 4 15 4 10 4 2 15 15 30 4 30 10 10 5 4 6 6 10 6 4 4 4 4

Tempat Suku Pembelian X5 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1

X6 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1

101

Lampiran 3. Data Regresi Pasokan Cabai Merah Keriting

No

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

Jumlah (kg) Harga Cabai (Rp/Kg) Cabai merah Cabai Cabai keriting Cabai merah Rata-rata merah Merah periode keriting musim Rawit merah keriting Keriting sebelumnya sebelumnya (i-3) dan hijau (ke-i) (ke-i) (i-1) Y X1 X2 X3 X4 5.458.000 5.367.000 14.107 6.464 9.330 5.202.000 5.458.000 9.089 8.679 16.884 5.795.000 5.202.000 8.375 14.179 15.339 5.491.000 5.795.000 7.407 14.107 7.532 5.270.000 5.491.000 7.696 9.089 7.327 5.206.000 5.270.000 7.304 8.375 10.673 5.195.000 5.206.000 7.064 7.407 9.432 5.831.000 5.195.000 7.982 7.696 6.138 4.537.000 5.831.000 17.893 7.304 8.309 4.778.000 4.537.000 24.929 7.064 10.893 5.116.000 4.778.000 17.821 7.982 12.482 5.237.000 5.116.000 9.268 17.893 9.416 4.969.000 5.237.000 12.854 24.929 8.816 5.264.000 4.969.000 13.500 17.821 14.046 5.819.000 5.264.000 7.321 9.268 8.411 5.343.000 5.819.000 9.311 12.854 6.554 4.927.000 5.343.000 15.500 13.500 8.545 4.201.000 4.927.000 26.536 7.321 18.911 3.718.000 4.201.000 29.286 9.311 26.536 3.949.000 3.718.000 15.268 15.500 23.500 3.518.000 3.949.000 8.719 26.536 13.643 4.295.000 3.518.000 11.232 29.286 15.080 4.296.000 4.295.000 13.786 15.268 15.607 3.289.000 4.296.000 23.179 8.719 33.482 2.723.000 3.289.000 24.321 11.232 54.268 2.839.000 2.723.000 19.036 13.786 51.804 3.354.000 2.839.000 13.696 23.179 41.089 4.970.000 3.354.000 12.768 24.321 28.105 4.739.000 4.970.000 8.661 19.036 12.786 4.203.000 4.739.000 5.936 13.696 11.661 5.699.000 4.203.000 5.775 12.768 7.652 3.893.000 5.699.000 9.772 8.661 10.098 4.602.000 3.893.000 10.275 5.936 7.285 4.853.000 4.602.000 16.714 5.775 12.729 4.098.000 4.853.000 28.321 9.772 13.446 4.363.000 4.098.000 27.893 10.275 16.054

Inflasi

Dummy

X5 -0,24 -0,22 0,33 -0,15 0,17 0,13 0,36 0,45 0,91 0,12 -0,05 0,51 0,72 0,14 0,07 0,22 0,25 0,73 1,12 0,99 0,51 0,22 0,33 0,76 0,47 0,21 -0,01 0,07 0,43 0,15 0,61 1,15 0,13 -0,26 0,47 0,49

X6 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1

102

Lampiran 4. Grafik Output Minitab Untuk Melakukan Uji Linearitas, Homoskedastisitas, dan Normalitas Model Permintaan Cabai Merah Keriting

Residual Plots for Y Normal Probability Plot of the Residuals Standardized Residual

99

Percent

90 50 10 1 -3,0

Residuals Versus the Fitted Values

-1,5 0,0 1,5 Standardized Residual

-1,5 -3,0 2,4

Standardized Residual

Frequency

0,0

2,5

2,6 2,7 Fitted Value

2,8

Residuals Versus the Order of the Data

12 9 6 3 0 -1,2 0,0 1,2 Standardized Residual

1,5

3,0

Histogram of the Residuals

-2,4

3,0

2,4

3,0 1,5 0,0 -1,5 -3,0 1 5

10 15 20 25 30 35 40 45 50 Observation Order

103

Lampiran 5. Output Perhitungan Minitab Versi 14.00 untuk Model Permintaan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta Regression Analysis: Y versus X1; X2; X3; X4; X5; X6 The regression equation is Y = 1,74 + 0,435 X1 - 0,023 X2 + 0,0096 X3 - 0,0408 X4 0,126 X5 + 0,0470 X6 Predictor Constant X1 X2 X3 X4 X5 X6

Coef 1,737 0,43467 -0,0231 0,00963 -0,04078 -0,12615 0,04702

S = 0,0786802

SE Coef 1,068 0,09226 0,1010 0,02950 0,03680 0,03047 0,02473

R-Sq = 61,8%

PRESS = 0,438463

T 1,63 4,71 -0,23 0,33 -1,11 -4,14 1,90

P 0,111 0,000 0,820 0,746 0,274 0,000 0,064

VIF 1,4 1,3 1,4 1,6 1,6 1,1

R-Sq(adj) = 56,5%

R-Sq(pred) = 37,14%

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total

DF 6 43 49

SS 0,431299 0,266194 0,697494

MS 0,071883 0,006191

F 11,61

P 0,000

Durbin-Watson statistic = 1,71803 No evidence of lack of fit (P >= 0,1).

104

Lampiran 6. Grafik Output Minitab Untuk Melakukan Uji Linearitas, Homoskedastisitas, dan Normalitas Model Pasokan Cabai Merah Keriting

Residual Plots for Y Normal Probability Plot of the Residuals

90 Percent

Residuals Versus the Fitted Values Standardized Residual

99

50 10 1 -2

-1 0 1 Standardized Residual

2 1 0 -1 -2

2

15,00

Histogram of the Residuals

6 4 2 0 -2

-1 0 1 Standardized Residual

2

15,45

15,60

Residuals Versus the Order of the Data Standardized Residual

Frequency

8

15,15 15,30 Fitted Value

2 1 0 -1 -2 1

5

10

15 20 25 Observation Order

30

35

105

Lampiran 7. Output Perhitungan Minitab Versi 14.00 untuk Model Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta Regression Analysis: Y versus X1; X2; X3; X4; X5; X6 The regression equation is Y = 16,0 + 0,265 X1 - 0,0334 X2 + 0,0262 X3 - 0,187 X4 1,24 X5 - 0,0504 X6

Predictor Constant X1 X2 X3 X4 X5 X6

Coef 16,012 0,2654 -0,03342 0,02616 -0,18739 -1,2355 -0,05042

S = 0,107863

SE Coef 2,947 0,1616 0,05173 0,04969 0,06042 0,6694 0,05172

R-Sq = 75,1%

PRESS = 0,529590

T 5,43 1,64 -0,65 0,53 -3,10 -1,85 -0,97

P 0,000 0,111 0,523 0,603 0,004 0,075 0,338

VIF 3,1 1,9 1,5 3,6 1,7 1,6

R-Sq(adj) = 69,9%

R-Sq(pred) = 60,87%

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total

DF 6 29 35

SS 1,01592 0,33740 1,35332

MS 0,16932 0,01163

F 14,55

P 0,000

Durbin-Watson statistic = 2,22390 No evidence of lack of fit (P >= 0,1)

106

Lampiran 8. Perhitungan Variabel Dummy dalam Model Permintaan Rumah Tangga dan Jumlah Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta VARIABEL PERHITUNGAN Dummy pada Model Jumlah Permintaan Rumah Tangga : Ln Y = +0,00963 X3 Pendapatan Rumah Tangga (X3) 1 : pendapatan > 3 juta rupiah Pendapatan > 3 juta rupiah : X = 1 0 : pendapatan < 3 juta rupiah Ln Y = 0,00963 (1) Koefisien (X3) : + 0,00963 Ln Y = 0,00963 Y = e0,00963 Y = 1,00967 Pendapatan < 3 juta rupian : X = 0 Ln Y = 0,00963 (0) Ln Y = 0 Y = e0 Y=1 Tempat Pembelian Cabai Merah Keriting (X5) Ln Y = -0,12615 X5 1: pasar moderen Pembelian di pasar moderen : X = 1 0 : pasar tradisional Ln Y = -0,12615 (1) Koefisien (X5) : - 0,12615 Ln Y = -0,12615 Y = e(-0,12615) Y = 0,88148 Pendapatan < 3 juta rupian : X = 0 Ln Y = -0,12615 (0) Ln Y = 0 Y = e0 Y=1 Ln Y = 0,04702 X6 Suku (X6) 1 : Bukan Jawa Suku Jawa : X = 1 0 : Jawa Ln Y = 0,04702 (1) Koefisien (X6) : 0,04702 Ln Y = -0,12615 Y = e(-0,12615) Y = 1,048142 Pendapatan < 3 juta rupian : X = 0 Ln Y = -0,12615 (0) Ln Y = 0 Y = e0 Y=1 Dummy pada Model Jumlah Pasokan Cabai : Ln Y = -0,05042 X6 Momen hari raya/bulan puasa/tahun baru 1 : hari raya/bulan puasa/tahun baru Hari raya/bulan puasa/tahun baru : X = 1 0 : hari biasa Ln Y = -0,05042 (1) Koefisien (X6) : -0,05042 Ln Y = -0,05042 Y = e(-0,05042) Y = 0,950829 Pendapatan < 3 juta rupian : X = 0 Ln Y = -0,05042 (0) Ln Y = 0 Y = e0 Y=1

107