BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat-obatan Tradisional

jika diminum pada awal masa kehamilan beresiko menyebabkan keguguran. ... ilmiah dibalik resep-resep ramuan tradisional. ... dan dampaknya baru terlih...

47 downloads 492 Views 604KB Size
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obat-obatan Tradisional

Indonesia memiliki etnis sangat beragam, yaitu terdiri atas 300 kelompok etnis (Salim, 1994). Setiap kelompok masyarakat ini memanfaatkan tumbuhan untuk kehidupan mereka, seperti untuk obat-obatan, peralatan rumah tangga, bermacammacam anyaman/tali-temali, bahan perlengkapan upacara adat, disamping yang digunakan untuk kebutuhan sandang pangan serta papan. Bentuk susunan ramuan, komposisi dan proses pembuatan/pengolahan dilakukan secara tradisional menurut cara suku/kelompoknya masing-masing yang mereka terima secara turun-temurun.

Ramuan tradisional adalah media pengobatan alamiah dengan mmemakai tumbuhan tumbuhan sebagai bahan dasarnya. Media ini mungkin merupakan media pengobatan tertua. Sampai saat ini, ilmu pengobatan ini tetap mengacu pada tradisi kuno. Itulah sebabnya obat-obatan atau ramuan-ramuan dari tumbuhtumbuhan dan tanaman disebut sebagai obat tradisional. Disebut obat karena ramuan tradisional tersebut dibuat dari jenis tumbuhan dan tanaman dan diyakini dapat menyembuhkan atau mengobati suatu penyakit (Dianawati et al. 2001).

Efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat, yang meliputi : 1. Kebenaran bahan : Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam spesies yang kadang kala sulit

untuk dibedakan satu dengan yang lain. Kebenaran

bahan menentukan tercapai atau tidaknya efek terapi yang diinginkan. 2. Ketepatan dosis : Tanaman obat, seperti halnya obat buatan pabrik memang tak bisa dikonsumsi sembarangan. Tetap ada dosis yang harus dipatuhi, seperti

Universitas Sumatera Utara

halnya resep dokter. Buah mahkota dewa, misalnya, hanya boleh dikonsumsi dengan perbandingan 1 buah dalam 3 gelas air. Sedangkan daun mindi baru berkhasiat jika direbus sebanyak 7 lembar dalam takaran air tertentu.

3. Ketepatan waktu penggunaan : Kunyit diketahui bermanfaat untuk mengurangi nyeri haid dan sudah turun-temurun dikonsumsi dalam ramuan jamu kunir asam yang sangat baik dikonsumsi saat datang bulan, Akan tetapi jika diminum pada awal masa kehamilan beresiko menyebabkan keguguran. Hal ini menunjukkan bahwa ketepatan waktu penggunaan obat tradisional menentukan tercapai atau tidaknya efek yang diharapkan.

4. Ketepatan cara penggunaan : Satu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif

yang

berkhasiat

di

dalamnya.

Masing-masing

zat

berkhasiat

kemungkinan membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya. Sebagai contoh adalah daun Kecubung jika dihisap seperti rokok bersifat bronkodilator dan digunakan sebagai obat asma. Tetapi jika diseduh dan diminum dapat menyebabkan keracunan / mabuk.

5. Ketepatan telaah informasi : Perkembangan teknologi informasi saat ini mendorong derasnya arus informasi yang mudah untuk diakses. Informasi yang tidak didukung oleh pengetahuan dasar yang memadai dan telaah atau kajian yang cukup seringkali mendatangkan hal yang menyesatkan. Ketidaktahuan bisa menyebabkan obat tradisional berbalik menjadi bahan membahayakan (http://obtra29.wordpress.com/).

Kesesuaian dan kecocokan bahan baku ramuan tradisional untuk mengobati suatu penyakit memang didasarkan pada pengalaman turun temurun. Selama ini obat tradisional dianggap cukup manjur untuk mengobati berbagai macam penyakit.

Selain

mengungkapkan

itu, adanya

metode

farmakologi

dasar-dasar

ilmiah

modern

senantiasa

berhasil

dibalik

resep-resep

ramuan

tradisional. Disisi lain rendahnya pengetahuan tentang kandungan senyawa

Universitas Sumatera Utara

berbagai tanaman obat kadang-kadang membuat pengobatan tradisional terasa masih meragukan.

Efek samping negative yang terkandung dalam ramuan tradisisonal sangat kecil jika dibandingkan dengan obat-obatan medis modern. Alasannya, bahan bakunya sangat alami atau tidak bersifat kimiawi. Selama mengikuti takaran yang dianjurkan, proses pembuatannya higienis, dan cara penyimpanannya baik, niscaya efek samping negatif obat tradisional tidak perlu dikhawatirkan..

Tabel 2.1. Jenis Tanaman yang Sering Dimanfaatkan sebagai Obat untuk Penyakit Tertentu: NO. Nama Tanaman Khasiat 1.

Daun dewa (Gynura segetum)

Menyembuhkan muntah darah, payudara bengkak, pendarahan pada wanita, gigitan ular, dan batuk. 2. Seledri Menyembuhkan tekanan darah tinggi 3. Belimbing Menyembuhkan tekanan darah tinggi 4. Kelor Mengobati panas dalam atau demam 5. Daun bayam duri Mengobati kurang darah 6. Kangkung Mengobati insomnia 7. Saga (abru precatorius) Menyembuhkan batuk dan sari awan 8. Pacar cina Menyembuhkan penyakit gonorrhea 9. Landep (barlariae prionitis L) Menyembuhkan rematik 10. Miana(Coleus antropupureus Menyembuhkan wasir Benthan) 11. Papaya (carica papaya L) Menyembuhkan demam dan disentri 12. Jinten (coleus ambonicus) Menyembuhkan batu, mules, dan sariawan 13. Pegagan (Centela asiatica Menyembuhkan sariawan yang Urban) bersifat astringensia 14. Blustru (luffa cylindrice Roem) Bersifat deuretik (peluruh air seni) 15. Kemuning (Murraye paniculata Menyembuhkan penyakit gonorrhea Jack) 16. Murbei (Morus indica Rumph) Bersifat deuretik 17. Kumis kucing (Orthosiphon Bersifat deureti stamineus Benth) 18. Sirih (Chavica betle L) Menyembuhkan batuk, antiseptika, dan obat kumur 19. Randu (Ceiba pentandra gaerth) Sebagai obat mencret dan berkumur 20. Salam(Eugenia polyantha Bersifat astrigrensia wight) 21. Jambu biji (Psidium guajava L) Menyembuhkan mencret ( Redaksi Agromedia, 2008)

Universitas Sumatera Utara

2.2. Tanaman Obat

Penggunaan tumbuhan, baik sebagai obat, bahan makanan, bumbu, kosmetik, maupun sebagai bahan ramuan untuk upacara ritual keagamaan, telah dikenal sejak zaman kuno seperti yang telah ditemukan didalam berbagai catatan bangsa Cina, Mesir, Yunani, dan Roma. Bahkan penemuan terbaru di Pakistan membuktikan bahwa penggunaannya telah berlangsung selama 5000 tahun.

Tetapi dengan kemajuan peradapan modern, yang ditandai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang lebih cenderung

menggunakan produk bukan alami atau sintetis, pemanfaatan produk tumbuhan sempat mengalami kemunduran beberapa saat, kecuali untuk penggunaan dan pemanfaatan sebagai bumbu dan rempah-rempah serta kosmetik. Hal ini karena produk artifisial yang cenderung lebih cepat dan praktis.

Penggunaan produk obat bukan alami atau sintetis ini berubah secara global dalam 20 tahun terakhir, yang mengarah kepada penggunaan bahan alam. Sebagai konsekuensinya, perhatian terhadap penelitian tumbuhan untuk obat sangan meluas, baik dalam bidang maupun kedalaman penelitian, sedangkan disiplin ilmu yang terlibat tidak lagi hanya farmasi dan ilmu kimia, melainkan juga kedokteran, farmakologi, botani, ekologi, dan sebagainya. Selain itu berkembang juga kepentingan ekonomi yang sangat besar dari hasil pertanian tumbuhan obat, yang menyebabkan peningkatan penelitian yang ditandai dengan meningkatnya jenis, jumlah dan mutu publikasi. Perubahan ini juga diakibatkan karena produk obat yang bersifat sintetis memiliki kecenderungan menghasilak efek samping yang berbahaya bagi kesehatan.

Memang, hingga saat ini belum semua tanaman penghasil obat sudah diteliti secara farmakologis khasiat dan kandungannya. Pada akhirnya, resep-resep tradisional juga harus dapat dipertanggungjawabkan secara medis dan ilmiah.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2. Tabel Jenis Penyakit yang dapat Disembuhkan Dengan Obat dari Jenis Tanaman Tertentu: Jenis Jantung Sistem saraf Obat Obat anti penyakit pusat pernapasan tumor Tanaman Apocynaceae: adenium, obat acokantera, apocynum, carbera, tangkinia, thevetia, nerium, Carissa, urichites. Asclepidaceae: Gomphocarpus, Callotropis, Pachycarpus. Liliaceae: Urginea, Bowiea, Convallaria. Ranunculaceae: Adonis, Helloborus.

Ephedrae herba, Ephedrae helpetica, Ephedrae gerardina, Ephedrae intermedia, Ephedrae shennungiana. Kawa-kawa rhizome (Piper methisiticum), Daun Koka (Erythroxylon truxillense), Marihuana (Cannabis indica),

Rimpang, herba, Asarum europaeum, Althaea officinalis L, Plantago psylium, Plantaginis folium, Cetraria islandica, Malva silvestris, Tussilago farfara, Cephaelis ipecacuanha,

Catharantu s roseus, podophylu m peltatum, Bryonia cretica ssp, Citrullus colocyntis, Viscum album L, Aristolochi a reticulate, Echinacea angustifolia , Echinacea purpurea, Taxus brevifolia

( Wiryowidagdo, 2007)

2.3. Minyak Karo

Tanaman obat telah lama digunakan oleh nenek moyang dan memberi hasil yang baik dalam pengobatan penyakit dan pemeliharaan kesehatan. Selama berabadabad banyak tanaman yang berkhasiat sebagai obat berbagai jenis penyakit.

Pada zaman dahulu masyarakat mengetahui tanaman yang berkhasiat untuk obat dan cara penggunaanya. Bagian dari tanaman obat yang biasa dimanfaatkan sebagai bahan dalam pembuatan obat-obatan tradisional adalah akar, batang, daun, dan buah. Sumber pengetahuan itu berasal dari nenek moyang. Begitu juga dengan suku Karo, meskipun dunia pengobatan makin berkembang dengan pesat bukan berarti penggunaan pengobatan tradisional di Tanah Karo menghilang. Secara turun temurun dapat dipastikan mereka telah mampu

Universitas Sumatera Utara

mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan yang dikenal dan dimanfaatkan untuk bahan obat dan pada umumnya hampir semua obat-obatan tradisional Karo menggunakan tanaman sebagai bahan utamanya.(Bangun, 2009).

Tabel 2.3. Jenis-jenis Obat Tradisional yang Sering Digunakan dalam Masyarakat Karo: Jenis Bahan Baku Utama Manfaat /pemakaian Minyak urut Akar-akar tumbuhan hutan Kebugaran tubuh , masuk angina, keseleo, patah tulang, luka bakar Tawar Campuran dedaunan tumbuhan Obat sakit perut, hutan dengan tanaman pekarangan penyakit ringan dan contoh kencur penyakit berat lainnya Kuning(Param) Campuran dedaunan dan bunga Meningkatkan tumbuhan hutan dan pekarangan stamina terutama ibu hamil dan melahirkan Sembur Campuran tumbuhan hutan dan Obat kepala dan pekarangan pusing (Harianja, 2012)

Tanaman obat tradisional yang digunakan masyarakat Karo yang ditemukan di Desa Jaranguda Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo terdiri dari 56 jenis tanaman. Tanaman obat tradisional ini banyak ditemukan di pinggir-pinggir jalan, di ladang-ladang masyarakat, di hutan dan dipekarangan rumah warga. Masyarakat Karo pada umumnya lebih sering menggunakan tanaman obat yang tumbuh liar daripada tanaman obat yang dibudidayakan karena menurut mereka tanaman obat yang tumbuh liar lebih berkhasiat dibandingkan dengan tanaman obat yang dibudidayakan. Karena tumbuhan yang sifatnya tumbuhan budidaya lebih cenderung terkontaminasi oleh logam-logam berbahaya yang bias berasal pupuk, pestisida, dan juga berasal dari asap kendaraan yang berada disekeliling perumahan warga.

Pengolahan tanaman obat tradisional oleh masyarakat Karo di Desa Jaranguda yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Bagian tanaman obat yang digunakan untuk pengobatan yaitu daun, batang, buah, biji, rimpang, akar dan lainya. Dari seluruh bagian tanaman yang digunakan daun merupakan bagian tanaman yang paling banyak digunakan untuk pengobatan , dilanjutkan dengan akar, rimpang, buah, batang dan biji. Sebagian tanaman obat dapat dimanfaatkan seluruh bagian tanaman baik yang masih segar maupun yang sudah dikeringkan. 2. Cara pengolahan tanaman obat agar menjadi obat adalah direbus, digiling halus,

dibakar, ditumbuk, dikomsumsi dan diperas. Dari seluruh cara

pengolahan tanaman obat tersebut direbus merupakan cara pengolahan yang paling banyak digunakan.

Penggunaan tanaman yang berkhasiat obat tradisional di Desa Jaranguda Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo yakni digunakan sebagai bahan pembuat minyak urut dan kuning. Ramuan-ramuan yang digunakan berasal dari pinggirpinggir jalan di Desa Jaranguda dan pekarangan rumah warga (Ginting, 2012).

2.4. Logam Berat

Logam berat mengacu pada setiap logam yang berat atomnya lebih besar dari berkisar 50. Ketika terserap kedalam tubuh, secara langsung logam berat beracun (Eugene, 1990).Unsur logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas lebih dari 5 gr/cm3 (Fardiaz, 1992). Hg mempunyai densitas 13,55gr/cm3. Diantara semua unsur logam berat, Hg menduduki urutan pertama dalam hal sifat racunnya, dibandingkan dengan logam berat lainnya, kemudian diikuti oleh logam berat antara lain Cd, Ag, Ni, Pb,As, Cr, Sn, Zn (Fardiaz, 1992).

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah setiap bahan yang karena sifat atau konsenterasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain (Pasal 1 (17) UU No. 23 1997) . B3 dalam ilmu bahan dapat berupa bahan biologis (hidup/mati) atau zat kimia. Zat kimia B3

Universitas Sumatera Utara

dapat berupa senyawa logam (anorganik) atau senyawa organik, sehingga dapat diklasifikasikan sebagai B3 biologis, B3 logam dan B3 organik.

2.4.1. Logam Cu

Tembaga adalah logam merah muda yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia melebur pada suhu 1038oC. Karena potensial standarnya positif, (+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu2+), ia tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia bias larut sedikit. Asam nitrat yang sedang pekatnya (8M) dengan mudah melarutkan tembaga:

3Cu + 8HNO3

3Cu2+ + 6NO3- + 2NO + 4H2O

(Svehla, 1985)

Untuk orang-orang tertentu , karena factor keturunan dan factor lingkungan dapat menjadi luar biasa rentan terhadap sifat toksik yang mempengaruhi ginjal. Contoh beberapa orang tidak tahan terhadap toksin tembaga karena tidak mampu memepertahankan konsentrasi normal tembaga didalam tubuh penyakit ini disebut penyakit Wilson (WHO, 2005).

Cu merupakan unsur yang dibutuhkan dalam jumlah kecil. Apabila jumlah Cu telah melampaui batas aman, akan muncul toksitas. Manusia biasanya terpapar Cu dari tanah, debu, makanan, serta minuman yang tercemar Cu yang berasal dari pipa bocor pada penambangan Cu atau industri yang menghasilkan limbah Cu. Kira-kira 75-99% total in take Cu berasal dari makanan dan minuman. Setiap hari, manusia bias terpapar Cu yang antara lain berasal dari peralatan dapur ataupun koin.

Keracunan logam berat bersifat kronis dan dampaknya baru terlihat setelah beberapa tahun. Logam berat bersifat akumulatif didalam tubuh organisme dan konsentrasi mengalami peningkatan (biomagnifikasi) dalam rantai makanan.

Universitas Sumatera Utara

Keracunan kronis Cu dapat mengurangi umur, menimbulkan berbagai masalah reproduksi dan menurunkan fertilitas (Widowati, 2008).

2.4.2. Logam Fe

Besi yang murni adalah logam berwarna putih-perak, yang kukuh dan liat. Besi membentuk dua deret garam yang penting. Garam-garam besi(II) atau fero diturunkan dari besi (II) oksida, FeO. Garam-garam ini mengandung kation Fe2+ dan berwarna sedikit hijau. Garam-garam besi(III) atau feri diturunkan dari oksida besi(III), Fe 2 O 3. Mereka lebih stabil daripada garam besi (II). Zat-zat pereduksi mengubah ion besi(III) menjadi besi(II) (Svehla, 1990).

Besi merupakan mikroelemen esensial dalam system mahluk hidup. Logam ini banyak digunakan dalam pabrik dan merupakan logam multiguna. Besi banyak ditemukan dalam bahan makanan yang jumlahnya bervariasi dari yang rendah (dalam sayuran) dan yang tinggi (dalam daging). Kandunganya g rendah dari Fe dalam makanan akan menyebabkan naiknya efisiensi absorpsi Fe, disamping itu absorpsi logam lain juga meningkat baik esenssial (Co, Mn,Zn) maupun toksik (Cd, Pb). Tetapi sebaliknya makanan yang banyak mengandung Fe dapat menurunkan absorpsi Zn pada manusia dan Cu pada ruminansia (Darmono,1995).

Salah satu alasan mengapa Fe toksik pada sel adalah karena Fe mengkatalis pembentukan hidroksi radikal. Radikal oksigen terkenal toksik pada sel-sel hidup karena mampu menginduksi peroksida membrane lisosom yang menyebabkan kerusakan endotel dan paru-paru serta agregasi platelet darah (Merian,1994).

Universitas Sumatera Utara

2.4.3. Logam Pb

Timbal-senyawa yang mengandung toksik yang tinggi dan lebih dikenal dalam masyarakat daripada arsenik saat ini. Polusi timbal dianggap oleh para ahli menjadi masalah lingkungan utama yang dihadapi dunia modern (Meyer, 1990). Timbel merupakan logam yang berwarna abu-abu kebiruan, dengan rapatan yang tinggi(11,48 gr/ml pada suhu kamar). Ia mudah terlarut dalam asam nitrat yang sedang pekatnya (8 M) (Svehla, 1990).

1. Sumber dari Alam

Kadar Pb yang secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar 13 mg/kg. Khusus Pb yang tercampur dengan batu fosfat dan terdapat didalam batu pasir (sand stone) kadarnya lebih besar yaitu 100 mg/kg. Pb yang terdapat di tanah berkadar sekitar 5 -25 mg/kg dan di air bawah tanah (ground water) berkisar antara 1- 60μg/liter. Secara alami Pb juga ditemukan di air permukaan. Kadar Pb pada air telaga dan air sungai adalah sebesar 1 -10 μg/liter. Dalam air laut kadar Pb lebih rendah dari dalam air tawar. Laut Bermuda yang dikatakan terbebas dari pencemaran mengandung Pb sekitar 0,07 μg/liter. Kandungan Pb dalam air danau dan sungai di USA berkisar antara 1-10 μg/liter. 2. Sumber dari Industri

Industri yang perpotensi sebagai sumber pencemaran Pb adalah semua industri yang memakai Pb sebagai bahan baku maupun bahan penolong, misalnya: Industri pengecoran maupun pemurnian. Industri ini menghasilkan timbal konsentrat (primary lead), maupun secondary lead yang berasal dari potongan logam (scrap). Industri batery. Industri ini banyak menggunakan logam Pb terutama lead antimony alloy dan lead oxides sebagai bahan dasarnya. Industri bahan bakar. Pb berupa tetra ethyl lead dan tetra methyl lead banyak dipakai sebagai anti knock

Universitas Sumatera Utara

pada bahan bakar, sehingga baik industry maupun bahan bakar yang dihasilkan merupakan sum ber pencemaran Pb. Industri kabel. Industri kabel memerlukan Pb untuk melapisi kabel. Saat ini pemakaian Pb di industri kabel mulai berkurang, walaupun masih digunakan campuran logam Cd, Fe, Cr, Au dan arsenik yang juga membahayakan untuk

kehidupan makluk hidup. Industri kimia, yang

menggunakan bahan pewarna. Pada industri ini seringkali dipakai Pb karena toksisitasnya relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan logam pigmen yang lain. Sebagai pewarna merah pada cat biasanya dipakai red lead, sedangkan untuk warna kuning dipakai lead chromate.

3. Sumber dari Transportasi

Hasil pembakaran dari bahan tambahan (aditive) Pb pada bahan bakar kendaraan bermotor menghasilkan emisi Pb in organik. Logam berat Pb yang bercampur dengan bahan bakar tersebut akan bercampur dengan oli dan melalui proses di dalam mesin maka logam berat Pb akan keluar dari knalpot bersama dengan gas buang lainnya (Sudarmaji et al, 2003).

Daya racun didalam tubuh diantaranya disebabkan oleh penghambatan enzim-enzim oleh ion Pb2+. Enzim yang diduga dihambat adalah yang dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin . penghambatan tersebut diakibatkan karena terbentuknya ikatan yang kuat (ikatan kovalen) antara Pb2+ dengan grup sulfur yang terdapat dalam asam-asam amino (misalnya cistein) dari enzim tersebut (Fardiaz, 1992).

2.5. Akumulasi Logam Berat Dalam Tumbuhan Obat-Obatan Tradisional

Kemampuan tanaman dalam mengakumulasi logam berat dapat diprediksi dari nilai Bioconcentration Factor (BCF) dan Transfer Factor (TF). Bioconcentration Factor merupakan kemampuan tanaman untuk mengakumulasi logam berat tertentu sebagai tanggapan terhadap konsentrasi logam tersebut di dalam suatu

Universitas Sumatera Utara

substrat. Bioconcentration Factor (BCF) ditentukan oleh rasio logam di akar dengan yang terdapat di dalam tanah. Nilai BCF >1 menunjukkan spesies tersebut potensial sebagai akumulator. Translocation Factor adalah rasio konsentrasi logam pada bagian pucuk terhadap bagian akar, menunjukkan kemampuan transfer logam dari akar ke pucuk tanaman. Baker (1981) membagi tanaman menjadi 3 kategori yaitu akumulator, excluder dan indikator. Akumulator mempunyai nilai BCF >1, excluder mempunyai nilai BCF< <1 dan tanaman indikator dengan nilai BCF mendekati 1. Keberhasilan fitoremediasi menghendaki tanaman yang mempunyai biomassa besar di samping kemampuan mengakumulasi kontaminan dalam biomassanya (Susana, at al. 2013).

2.6. Ambang Batas logam Berat Dalam Obat-Obatan

Sesuai dengan peraturan Direktorat jenderal pengawasan obat dan makanan No.28 tahun 2004 tentang batas maksimum cemaran logam dalam makanan dan obat diatur bahwa batas maksimum cemaran logam adalah Pb(timbal) 0,1 sampai 10 mg/Kg, untuk logam Cu 0,1 sampai 150 mg/Kg dan Fe 30 mg/Kg (BPOM, 2004).

2.7. Destruksi

Destruksi merupakan suatu cara perlakuaan (perombakan) senyawa menjadi unsur-unsur sehingga dapat dianalisa. Metode destruksi materi organik dapat dilakukan dengan dua cara yang selama ini dikenal dengan : 1. Metode destruksi basah 2. Metode destruksi kering

Destruksi basah pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud menghindari kehilangan mineral akibat penguapan. Pada tahapan selanjutnya, proses ini seringkali berlangsung sangat cepat akibat pengaruh asam perklorat atau hidrat

Universitas Sumatera Utara

peroksida. Destruksi basah pada umumnya digunakan untuk menganalisa arsen, timah hitam, timah putih, seng, dan tembaga.

Ada tiga macam cara kerja destruksi basah dapat dilakukan, yaitu : 1. Destruksi basah menggunakan HNO 3 dan H 2 SO 4 2. Destruksi basah menggunkana HNO 3 , H 2 SO 4 , dan HClO 4 3. Destruksi basah menggunakan HNO 3 , H 2 SO 4 , dan H 2 O 2 (Apriyanto,1989). Destruksi kering merupakan penguraian ( perombakan ) senyawa organik dalam sampel menjadi anorganik dengab jalan pengabuan sampel dan memerlukan suhu pemanasan tertentu (Raimon, 1992).

Temperatur pengabuaan harus diperhatikan sungguh – sungguh karena banyak elemen abu yang dapat menguap pada suhu yang tinggi misalnya unsur K, Na, S, Ca, Cl, P. selain itu suhu pengabuaan juga dapat menyebabkan dekomposisi senyawa tertentu misalnya K 2 CO 3 , CaCO 3 , MgCO 3 . Menurut Whichmann ( 1940 – 1941 ), K 2 CO 3 terdekomposisi pada suhu 700OC, CaCO 3 terdekomposisi pada suhu 600 – 650OC, sedangkan MgCO 3 terdekomposisi pada suhu 300 – 400OC. Tetapi bila ketiga garam tersebut berada bersama – sama akan membentuk senyawa karbonat kompleks yang stabil. (Sudarmaji, 1989)

2.8. Peralatan ICP-OES dan SSA

2.8.1. ICP-OES

Metode ICP dari atomisasi dan eksitasi sampel telah dikembangkan dalam 10 sampai 20 tahun dan menawarkan beberapa keuntungan diatas kegunaan suber tembakan dan bunga api. Sebuah plasma adalah sebuah gas dalam sebuah fraksi signifikan dari atom-atom atau molekul yang terionisasi dan selanjutnya, akan berinteraksi dengan medan magnet. Plasma dihasilkan oleh “ penyemaian” dengan electron-elektron sebuah gas pembawa (Ar mengalir melalui sebuah tabung, untuk

Universitas Sumatera Utara

menyediakan konduktifitas, dan dengan cara mengelilingi tabung dengan sebuah gulungan induksi yang menghasilkan medan magnet beisolasi (Kennedy,1984).

Karakteristik analitik ICP-OES membuatnya menjadi sebuah teknik yang digunakan untuk menentukan logam. Salah satu ciri-ciri ICP-OES sesuai komponen-komponen:

1. System preparasi sampel 2. Obor pembakar 3. Generator frekuensi tinggi 4. Transfer optik dan spectrometer 5. Detector 6. Peralatan komputer

Untuk analisis, sampel umumnya dilarutkan kedalam bentuk larutan encer dari berat dan pelarut yang diketahui. Larutan diaspirasikan kedalam nebulizer, dengan mengubah bentuk menjadi aerosol. Aerosol tersebut dijalankan kedalam plasma, itu akan diubah menjadi atom-atom dan melepaskan ion, dan atom (Unsur) dieksitasi dan emisi cahaya panjang gelombang tertentu. Intensitas dari cahaya pada panjang gelombang berhubungan dengan masing-masing elemen adalah proporsional terhadap konsentrasi unsur (national research Counsil, 2004). ICP-OES

dapat menganalisa 35 logam dalam sekali analisa dalam sistem

periodek unsur (Prichard,1996).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1. Peralatan Utama dan Lay Out Peralatan ICP-OES

2.8.2. SSA

Metode SSA berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan natrium menyerap pada 589 nm, uranium 358,5 nm, sedangkan kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom.

Temperature yang digunakan dalam proses atomisasi harus terkendali dengan baik supaya proses atomisasi berjalan dengan sempurna.

Tabel 2.4. Berikut ini Tabel dari Gas Pembakar dengan Gas Oksidan dengan Suhu Maksimum yang dihasilkan. Bahan Bakar Oksidan udara Oksidan oksigen N2O Hidrogen

2100

2780

-

Asetilena

2200

3050

2955

Propan

1950

2800

-

Khopkar,S.M. 1990).

Proses atomisasi yang terjadi dalam atomizer pada instrumentasi AAS sebagai berikut:

Gambar 2.2. Proses atomisasi pada SSA

Universitas Sumatera Utara

Proses atomisasi akan menghasilkan sejumlah atom dalam keadaan dasar, dimana atom-atom dalam keadaan dasari ini mampu menyerap energy cahaya yang panjang gelombang resonansinya khas untuknya, yang pada umumnya adalah panjang gelombang radiasi yang akan dipancarkan atom-atom itu bila tereksitasi dari keadaan dasar. Jadi, jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi itu dilewatkan nyala yang mengandung atom-atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan diserap , dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala (Basset,J. at al. 1994).

Gambar. 2.3. Bagan Alat SSA (Sumber : http///wordpress.com)

Hollow cathode merupakan lampu yang bertujuan untuk memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsur spesifik tertentu. Lampu ini memiliki dua elektroda, satu diantaranya berbentuk silinder dan terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang dianalisis. Dengan pemberian arus tertentu, logam mulia memijar, dan atom-atom katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi kemudian akan mengemisikan radiasi panjang gelombang tertentu. Suatu garis yang diinginkan dapat diisolasi dengan suatu monokromator (Khopkar, 1990).

Sistem pengabut atau nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan uji menjadi atom-atom gas dan suksesnya metode fotometri nyala bergantung pada berfungsinya sistem pembakar pengabut dengan benar (Basset,J.at al. 1994).

Universitas Sumatera Utara