BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG DEFISIENSI VITAMIN A

Download tahun karena kekurangan vitamin A, dengan prevalensi tertinggi di Asia Tenggara dan Afrika. Dengan tingginya prevalensi kekurangan vitamin ...

0 downloads 486 Views 452KB Size
BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Defisiensi vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh

dunia. Sekitar 250.000-500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahun karena kekurangan vitamin A, dengan prevalensi tertinggi di Asia Tenggara dan Afrika. Dengan tingginya prevalensi kekurangan vitamin A, WHO telah menerapkan beberapa inisiatif untuk suplementasi vitamin A di negara-negara berkembang. Beberapa strategi termasuk asupan vitamin A melalui kombinasi pemberian ASI, asupan makanan, fortifikasi makanan, dan suplemen. Melalui upaya WHO dan mitra-mitranya, yang diperkirakan 1,25 juta kematian sejak 1998 di 40 negara karena kekurangan vitamin A telah dihindari (Anonim, 2011).

Meskipun sejak tahun 1992 Indonesia dinyatakan bebas dari xeropthalmia, akan tetapi masih dijumpai 50% dari balita mempunyai serum retinol <20 mcg/100 ml. Tingginya proporsi balita dengan serum retinol <20 mcg/100 ml ini menyebabkan anak balita di Indonesia berisiko tinggi untuk terjadinya xeropthalmia dan menurunnya tingkat kekebalan tubuh sehingga mudah terserang penyakit infeksi (Azwar, 2004).

Saat ini masalah gizimikro yang dihadapi oleh indonesia adalah kurang vitamin A (KVA), anemia gizi besi (AGB), dan gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Secara internasional, masalah gizimikro yang mendapat perhatian lebih besar adalah KVA, anemia, kurang iodium, dan kurang seng (Zn). Urutan pentingnya

Universitas Sumatera Utara

masalah dapat berubah dari waktu ke waktu tergantung pada prevalensi, kemajuan penanggulangan, dan hasil penelitian baru. Kekurangan vitamin A (KVA) dikenal sebagai buta senja atau xerophtalmia (mata kering) yang dapat berlanjut pada kebutaan. Sejak tahun 1980-an, diketahui terjadi peningkatan angka kematian balita yang kurang vitamin A, bahkan sebelum terlihat tanda-tanda xerophtalmia. Kurang vitamin A dapat menyebabkan balita menjadi balita rentan terhadap penyakit infeksi (Baliwati dkk, 2010). Selain itu, kekurangan vitamin A dapat menyebabkan peradangan pada kulit (dermatitis) dan meningkatkan kemungkinan terkena infeksi. Beberapa penderita mengalami anemia. Pada kekurangan vitamin A, kadar vitamin A dalam darah menurun sampai kurang dari 15 mikrogram/100mL (kadar normal 20-50 mikrogram/100mL).

Masalah tersebut diatas disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai pokok masalah di masyarakat yang merupakan penyebab terjadinya masalah adalah rendahnya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan serta tingkat pendapatan masyarakat (Azwar, 2004).

Selain itu, konsumsi dan kebutuhan setiap orang akan makanan tidak sama, karena kebutuhan akan berbagai zat gizi juga berbeda. Umur, Jenis kelamin, pekerjaan dan faktor-faktor lain menentukan kebutuhan masing-masing orang akan zat gizi. Terlebih lagi pada masa kanak-kanak, merupakan masa pertumbuhan. Pada banyak penelitian dilaporkan bahwa pada usia tersebut kebanyakan anak hanya mau makan satu jenis makanan selama berminggu-minggu (food jag). Orang tua tidak

Universitas Sumatera Utara

perlu gusar, asal makanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan gizi anak. Sementara itu, orang tua (pengasuh anak) tidak boleh jera menawarkan kembali jenis makanan lain setiap kali makan (Arisman, 2007).

Oleh sebab itu, orang tua dianjurkan untuk memberikan makanan tambahan diluar waktu makan seperti memberikan jajanan yang sehat dan kaya akan nutrisi, yang terutama berasal dari karbohidrat dan lemak seperti biscuit. Biscuit kaya akan energi dan Kandungan energi dalam 100 gram biskuit kurang lebih 400-500 kkal. Karena itu, biskuit sangat tepat dijadikan bekal bagi mereka yang sibuk beraktivitas dan memerlukan banyak energi. Dengan teknologi fortifikasi (penambahan zat gizi tertentu), biskuit tidak lagi sekadar makanan sumber energi, tetapi juga sebagai sumber zat gizi lain yang sangat diperlukan tubuh. Biskuit juga dapat ditambahkan berbagai vitamin, mineral, serat pangan, prebiotik, dan komponen bioaktif lainnya yang bermanfaat bagi kesehatan. Dengan kemajuan teknologi, biskuit dapat disulap menjadi makanan yang enak, bergizi, berpenampilan menarik, serta bermanfaat bagi kesehatan (Astawan, 2008). Sayuran dan buah-buahan yang berwarna jingga kaya akan beta karoten sebagai antioksidan yang bisa mencegah penyakit jantung, kanker kulit dan penuaan dini. Wortel dikenal memiliki kandungan vitamin A yang sangat tinggi. Wortel memiliki unsur lain seperti kalori, protein, hidrat arang, kalsium, dan besi. Wortel adalah tumbuhan yang ditanam sepanjang tahun dan dapat tumbuh pada semua musim, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab.

Universitas Sumatera Utara

Wortel merupakan sayuran yang mudah didapatkan dan manfaatnya sangat banyak bagi kesehatan tubuh (Apriliaw, 2011). Melihat potensinya sebagai sumber vitamin A dan untuk mengatasi masalah penurunan kualitas setelah pemanenan maka perlu dilakukan penanganan wortel lebih lanjut menjadi dalam bentuk diversifikasi produk wortel. Salah satu alternatif untuk mengoptimumkan pemanfaatan wortel adalah dengan mengolahnya menjadi tepung wortel atau menjadi bahan tambahan untuk pembuatan biskuit (Rosida, 2008). Berdasarkan hasil penelitian Rochimiwati (2011) pada pembuatan kue bole, kue talam, kue lapis, dan kue pukis dengan penambahan tepung wortel dengan perbandingan 10% dan 25% terhadap total tepung, disebutkan pembuatan tepung dari 1 kg wortel segar menjadi tepung wortel sebanyak 50 gram, sedangkan untuk penilaian organoleptik tepung wortel adalah warnanya orange sampai orange agak tua, teksturnya ada butiran halus seperti tepung beras dan aromanya khas wortel. Dan untuk uji daya terima kue/jajanan terhadap populasi/panelis menghabiskan lebih dari 75% kue/jajanan yang disajikan. Pada penelitian diatas telah dibuat empat jenis kue jajanan pasar dengan menggunakan resep yang sudah dikenal dan biasa dipakai oleh ibu rumah tangga atau masyarakat. Dan dengan konsentrasi penambahan tepung wortel 10% dan 25% tidak memberikan peningkatan nilai protein dan karbohidrat, hal ini disebabkan kandungan nilai karbohidrat dan energi yang rendah pada tepung wortel dibanding nilai energy dan karbohidrat tepung terigu. Oleh sebab itu, produk ini dianjurkan untuk orang atau pasien yang memerlukan diet rendah kalori dan tinggi serat (Rochimiwati, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti sebuah penelitian yang berjudul “Pengaruh Penambahan tepung Wortel Terhadap Daya Terima dan Kadar Vitamin A Pada Biskuit”. 1.2.

Perumusan Masalah Bagaimana pengaruh penambahan tepung wortel terhadap daya terima dan

kadar Vitamin A dalam pembuatan biskuit? 1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung wortel terhadap daya terima dan kadar vitamin A pada biskuit. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui kadar vitamin A pada biskuit dengan penambahan tepung wortel 2. Mengetahui daya terima biskuit dengan penambahan tepung wortel 5%, 15% dan 25% berdasarkan uji organoleptik meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa. 1.4.

Manfaat Penelitian 1. Sebagai alternatif makanan yang tinggi kadar vitamin A sehingga mengurangi ketergantungan terhadap kapsul vitamin A. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman suatu produk dari wortel yang selama ini hanya dikonsumsi sebagai sayuran. 3. Sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan biskuit

Universitas Sumatera Utara