BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Harga transfer (transfer pricing) merupakan harga produk atau jasa yang ditransfer secara
internal oleh pusat-pusat pertanggungjawaban (divisi) dalam sebuah perusahaan yang terdesentralisasi (Sugiri, 2009). Negosiasi harga transfer sangat penting bagi manajer karena mempengaruhi laba para manajer unit bisnis maupun laba perusahaan sebagai satu kesatuan. Berdasarkan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa harga transfer dipengaruhi oleh faktor ekonomi (harga pasar) dan tingkat kepedulian terhadap pihak lain (sosial) seperti faktor keperilakuan selama proses negosiasi termasuk kewajaran dalam proses kesepakatan negosiasi (Luft, et al., 1997). Penelitian negosiasi dibidang akuntansi dan auditing masih sangat terbatas. Merujuk pada proposisi yang diajukan oleh Murninghan dan Bazerman (1990) yang menyatakan bahwa interaksi yang terjadi di bidang akuntansi dan auditing dapat dipandang sebagai suatu sistem negosiasi yang besar namun masih sangat terbatas. Oleh karena itu, Murningham dan Bazerman (1990) mendefinisikan negosiasi adalah perundingan yang bersifat tawar menawar dua pihak atau lebih yang memiliki preferensi yang berbeda dengan membuat keputusan secara bersamasama yang dapat mempengaruhi kesejahteraan kedua belah pihak. Beberapa penelitian dalam kajian negosiasi memberikan gambaran masih terdapat perbedaan potensial dari keefektifan negosiasi yang dapat mempengaruhi perspektif negosiator menjadi bias pada proses negosiasi baik sebelum, selama, maupun setelah proses negosiasi. 1
Negosiasi menjadi metoda yang sangat umum yang digunakan oleh perusahaan untuk menentukan harga transfer (Ghosh, 2000). Watson dan Baumler (1975) menyatakan bahwa model harga transfer negosiasian menguntungkan organisasi karena berpotensi sebagai wahana untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dari berbagai tujuan divisi, meski memiliki kelemahan dapat menimbulkan distorsi pengukuran kinerja yang melihat fungsi kekuatan negosiasi lebih dominan daripada kinerja berbasis ekonomi. Kesepakatan yang menjadi keluaran dari harga transfer negosiasian mempengaruhi laba untuk manajer yang berhubungan dengan proses negosiasi dan juga mempengaruhi laba perusahaan ketika kualitas dan harga menjadi elemen penting dari proses negosiasi itu sendiri. Walaupun dalam kondisi pasar eksternal ada, negosiasi harga transfer menjadi mekanisme pengawasan yang sangat berguna dengan menciptakan keseimbangan antara pertimbangan ekonomi dan pertimbangan sosial yang luas dengan unit bisnis yang interdependen (Kachelmeir, et al., 2002). Sedangkan Bazerman (2000) melakukan penelitian dengan kajian bagaimana persepsi negosiator dari situasi negosiasi yang mempengaruhi keluaran negosiasi tersebut. Lipe (1993) dan Luft (1994) juga menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa framing of problems mempengaruhi penilaian manajer dan preferensi pada tugas dan domain lain (seperti investigasi varians dan pilihan kontrak). Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa penyajian dari pilihan ekuivalen moneter seperti laba, rugi, bonus, dan penalti mempengaruhi bagaimana manajer menyusun kerangka masalah dan membuat penilaian. Literatur yang mengkaji negosiasi menujukkan pentingnya ‘fairness’ atau kewajaran selama negosiasi dan penilaian yang dilakukan oleh pelaku negosiasi dari harga wajar menujukkan yang disebut sebagai self-serving bias atau egosentrism. Self-serving bias merupakan bias kognitif yang timbul karena kecenderungan individual untuk melihat keluaran 2
yang lebih diminati untuk mereka dan menjadi lebih wajar ketika dapat menyelesaikan masalah tersebut (Thompson dan Loweinstein, 1992). Chang (2008) mengatakan bahwa literatur tentang negosiasi sebelumnya telah menunjukkan pentingnya keadilan (fairness) selama proses negosiasi dan bahwa perkiraan harga yang adil dari negosiator akan menunjukkan self serving bias atau egosentrism. Kondisi ini dapat diamati dengan lebih jelas ketika terdapat pasar eksternal yang secara aktif dan harga pasar lebih besar dibandingkan dengan harga yang mengarahkan kedua unit bisnis menerima laba yang seimbang, sehingga penjual dapat mempertimbangkan harga pasar menjadi harga transfer yang lebih wajar sebagai hasil laba yang lebih tinggi untuk unit bisnis penjualan. Sedangkan pembeli dapat melihat harga transfer yang lebih wajar sebagai harga yang dapat dibagi secara seimbang antara dua unit bisnis (Luft dan Libby, 1997). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Luft dan Libby (1997); Kachelmeier dan Towry (2002) menghasilkan bukti empiris yang menyatakan bahwa ketika harga pasar berbeda dengan equal-laba price (harga laba-seimbang), manajer akan mendasarkan penilaian harga transfer mereka pada kedua harga yaitu harga pasar dan harga laba seimbang. Lebih lanjut dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa penjual dan pembeli menempatkan bobot yang berbeda terkait dengan dua poin referensi ketika menyusun penilaian. Khususnya dalam self serving bias, harapan harga transfer penjual dapat mengarah kepada harga pasar dari pada harapan pembeli yang mengarah kepada harga laba seimbang. Hal inilah yang disebut sebagai „transfer price expectation gap’ atau kesenjangan harapan harga transfer. Kesenjangan harapan harga transfer antara pembeli dan penjual yang tidak memperoleh kesepakatan dapat mempengaruhi proses negosiasi menjadi proses yang tidak efisien dan panjang. Hal ini dapat dihindari dengan intervensi dari manajemen tingkat atas untuk memediasi inter unit bisnis seperti melakukan pendekatan dalam upaya desentralisasi manajer unit bisnis. 3
Sehingga, apabila penjual dan pembeli memahami secara komprehensif faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian harga transfer manajer maka penjual dan pembeli dapat mengatasi bias yang dihadapi oleh manajer dengan mendesain kembali proses negosiasi. Demikian halnya dalam pengembangan teori dari hipotesis yang dikemukakan oleh Ghosh dan Boldt (2006) yang meneliti tentang pembingkaian informasi baik laba yang diperoleh (bingkai positif) atau laba yang dikorbankan (bingkai negatif) pada konteks penentuan harga transfer negosiasian. Dalam penelitiannya mereka menggunakan teori pembingkaian untuk dapat membuktikan bahwa bagian laba yang didapatkan manager divisi penjual akan lebih besar ketika informasi dibingkai negatif dibandingkan dibingkai positif. Hal ini dapat dijelaskan dengan teori prospek yang menyebutkan bahwa ketika informasi kepada seseorang dibingkai negatif maka orang tersebut cenderung untuk lebih bersedia berkorban (risk seeking). Dengan kata lain, orang tersebut akan memberikan upaya yang lebih besar untuk jangan sampai kehilangan keuntungan. Penelitian sebelumnya dalam bidang psikologi menyarankan bahwa kunci untuk memahami bagaimana manajer dalam membuat penilaian negosiasi adalah untuk menguji cara yang dilakukan manajer dalam mendefinisikan konteks negosiasi mereka dan persepsi mereka tentang variabel-variabel yang mempengaruhi proses negosiasi tersebut (Bazerman, et al., 2000; Ghosh dan Boldt, 2004; Kristensen dan Garling, 1997). Dua faktor yang menjadi sangat penting adalah kerangka tujuan yang diadopsi oleh manajer yang dapat mempengaruhi manajer mempersepsikan keluaran negosiasi dan tujuan mitra negosiasi (pertimbangan sosial) yang dapat mempengaruhi persepsian mitra negosiasi. Dua faktor penting ini dapat ditemukan dalam literatur baik psikologi maupun ekonomi (Lewicki, et al., 2005). Misalnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Kachelmeier dan Towry (2002) yang menguji positive goal frame dalam semua perlakuan penelitiannya dan mengawasi tujuan mitra negosiasi dengan memberitahukan kepada 4
peserta penelitian bahwa terdapat hubungan yang positif antara negosiator (pihak penjual dan pembeli) selama proses negosiasi. Penelitian ini menguji dampak dari variabel-variabel yang mempengaruhi self serving bias dalam cakupan harga transfer dengan menggunakan dua perspektif secara simultan yaitu efek framing dan tujuan mitra negosiasi yang diharapkan mempengaruhi tingkat pertimbangan manajer dalam menentukan keluaran mereka sendiri. Sebagai contoh, persepsi yang menyebutkan bahwa mitra negosiasi mempunyai tingkat kepedulian terhadap pihak lain yang lebih tinggi menyebabkan manajer merelakan laba unit bisnis mereka dan menerima lebih sedikit harga transfer. Penggunaan dua perspektif ini, peneliti menggali pemahaman yang lebih komprehensif bagaimana proses negosiasi berjalan dan bagaimana mengatasi hambatan dalam proses negosiasi sehingga tercapai tahapan negosiasi yang lebih efektif.
1.2.
Perumusan Masalah Berpijak pada uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang hendak dikaji
dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh dari efek pembingkaian dan tujuan mitra negosiasi pada harga transfer negosiasian. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut: 1. Apakah informasi yang diberikan kepada manajer sebagai bingkai negatif akan mengakibatkan harga transfer akhir estimasian pembeli dan penjual lebih kecil dibandingkan bingkai informasi positif dalam negosiasi harga transfer?
5
2. Apakah harga transfer estimasian lebih rendah jika negosiasi dilakukan terhadap pihak lain yang tingkat kepeduliannya tinggi dibandingkan dengan pihak yang tingkat kepedulian terhadap pihak lain rendah? 3. Apakah harga transfer estimasian lebih tinggi jika negosiasi dilakukan terhadap pihak lain yang tingkat kepeduliannya rendah dibandingkan dengan pihak yang tingkat kepedulian terhadap pihak lain tinggi?
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pembingkaian terhadap harga transfer akhir negosiasian. Penelitian ini ditujukan untuk memverifikasi dugaan peneliti bahwa pembingkaian (positif/keuntungan dan negatif/kerugian) yang merupakan unsur kognisi individu akan mempengaruhi perbedaan harga transfer akhir negosiasian. Hal ini akan menjawab dua pertanyaan penelitian yang diajukan, yaitu pertanyaan 1. 2. Penelitian ini juga bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang ke 2 dan 3, yaitu pengaruh tujuan mitra negosiasi (concern for others) terhadap terbentuknya fleksibilitas harga transfer negosiasian sesuai kecenderungan yang mereka miliki pada saat proses negosiasi.
6
1.4.
Kontribusi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam pengembangan teori dan praktik terkait harga transfer negosiasian. Adapun manfaat penelitian ini meliputi: 1. Penelitian ini berkontribusi pada pengembangan teori yang diharapkan dapat menjadi tambahan bangunan pengetahuan di bidang akuntansi manajemen, dengan menguji teoriteori yang berkembang terkait efek pembingkaian. Kontribusi penelitian ini untuk mengembangkan teori yang dilakukan oleh beberapa penelitian sebelumnya terkait topik proses negosiasi. a. Memperluas penelitian yang dilakukan oleh Ghosh dan Boldt (2006). Dalam penelitian tersebut, mereka menggunakan teori pembingkaian untuk dapat membuktikan bahwa bagian laba yang didapatkan manajer divisi penjual akan lebih besar ketika informasi dibingkai negatif dibandingkan dibingkai positif. Hal ini dapat dijelaskan dengan teori prospek yang menyebutkan bahwa ketika informasi kepada seseorang dibingkai negatif maka orang tersebut cenderung untuk lebih bersedia berkorban (risk seeking). Dengan kata lain, orang tersebut akan memberikan upaya yang lebih besar untuk jangan sampai kehilangan keuntungan. Perubahan yang penulis lakukan adalah melalui dua cara, yaitu: Pertama, dalam penelitian mereka, pembingkaian dimanipulasi bersama dengan struktur kompensasi yang sudah pasti memiliki pengaruh pada upaya dan mendistorsi kemampuan pembingkaian dalam mempengaruhi upaya manajer dalam melakukan proses negosiasian harga transfer. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti tidak menggunakan struktur kompensasi sehingga diharapkan distorsi yang ada dapat di minimalisir. Kedua, penelitian ini juga memperluas penelitian mereka karena
7
penelitian ini ingin mengukur peran negosiator yang bukan hanya dari divisi penjual saja, melainkan juga diperluas untuk manager divisi pembeli terkait dengan efek pembingkaian yang terjadi dalam proses negosiasian harga transfer. b. Penelitian ini juga akan membuktikan secara empiris penelitian yang dilakukan oleh Bazerman (1994) bahwa pembeli akan lebih cenderung menerima risiko sementara penjual akan lebih cenderung menghindari risiko. Dengan kondisi tersebut, peneliti dapat melihat proses negosiasi untuk kedua manajer divisi. Hal ini tentunya semakin memperkaya studi tentang pembingkaian informasi dan bias heuristik dan kognisi yang terkait dengan teori prospek. c. Penelitian ini juga memperluas penelitian yang dilakukan oleh Lewicki et al (2005). Dalam penelitiannya, Lewicki hanya menekankan pada satu tingkat kepedulian negosiasi saja yaitu tingkat kepedulian terhadap pihak lain (concern for others). Sedangkan peneliti memperluas cakupan penelitian ini dengan merujuk tujuan partner negosiasi dengan „dual concern model’ yaitu tujuan negosiator dipengaruhi oleh dua tipe kepedulian yang independen: kepedulian untuk keluaran mereka sendiri (concern for self) dan kepedulian untuk keluaran pihak lain (concern for others). d. Penelitian ini mengembangkan rerangka teori yang sudah dibentuk oleh Bazerman (2000). Penelitiannya mengukur „social presence continuum’ dari proses negosiasi. Negosiasi yang dilakukan dengan menggunakan komputerisasi terhadap permintaan dan penawaran hanya menangkap satu sisi yang mengarah bentuk ekstrim dari teknologi yaitu dehumanisasi. Penelitian ini memperluas rerangka tersebut karena dalam proses negosiasi penelitian ini menggunakan komunikasi tatap muka untuk
8
dapat menangkap aspek humanisasi dan melihat aspek persuasif yang dilakukan selama proses negosiasi berjalan. 2. Dampak lanjutan yang diharapkan dari penelitian ini adalah bagi pelaku negosiasi perusahaan atau pada tataran praktik. Penelitian ini diharapkan memberi masukan bahwa efek pembingkaian merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam proses negosiasi khususnya yang berkaitan dengan harga transfer negosiasian. Peran akuntan yang memahami dan menyediakan informasi akuntansi untuk keputusan menjual atau membeli produk melalui harga transfer diharapkan dapat semakin baik dalam memberikan analisis dan pertimbangannya. Tujuan mitra negosiasi juga perlu mendapat perhatian penuh dari akuntan manajemen agar dapat mengambil keputusan dengan lebih komprehensif terkait permintaan dan penawaran produk dalam proses negosiasi yang diharapkan juga dapat menciptakan nilai lebih bagi perusahaan (firm’s value creation).
1.5.
Sistematika Penulisan
Sistematika penelitian ini disusun dalam lima Bab sebagai berikut: 1. Bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan. 2. Bab kedua merupakan landasan teori. Pada bab ini berisi tentang landasan teori yang terkait dengan penelitian ini tentang pimbingkaian, teori prospek, kondisi pembingkaian untuk para manajer divisi serta pengembangan hipotesis penelitian. 3. Bab ketiga merupakan metoda penelitian yang berisi tentang jenis penelitian, desain penelitian, subjek penelitian, instrument dan variabel penelitian, uji validitas, cek manipulasi dan pilot test, alat analisis data, dan prosedur eksperimen.
9
4. Bab keempat adalah analisis data dan pembahasan hasil, terdiri atas karakteristik data, pengujian hipotesis dan pembahasannya. 5. Bab kelima adalah berisikan simpulan, keterbatasan penelitian, dan saran untuk penelitian selanjutnya.
10