BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Le Petit Prince adalah sebuah novel Perancis karya Antoine de SaintExupéry yang sangat diminatin di dunia. Novel yang dikenal dengan nama The Little Prince (versi English) terbit pada tahun 1943 dan telah diterjemahkan lebih dari 250 bahasa dan juga berhasil terjual 140 juta kopi di seluruh dunia serta menjadikannya sebagai salah satu buku terbaik yang pernah diterbitkan. Pada tahun 2015 Paramount Animation menayangkan film berjudul The Little Prince hasil adaptasi novel Antoine de Saint- Exupéry yang berjudul Le Petit Prince. Paramount Animation tidak tanggung-tanggung mengeluarkan dana yang cukup besar untuk membuat film animasi ini, yaitu sebesar US $77 juta bahkan merekrut sutradara terkenal Max Oxborn yang sebelumnya membuat film animasi Kungfu Panda menjadi salah satu animasi yang dikenal di dunia. Kesuksesan film ini terbukti pasalnya film ini berhasil menembus Box Ofiice dan meraup keuntungan sebesar US $97 juta, Film yang berdurasi 108 menit ini tidak hanya sukses di Prancis saja tetapi sukses dibeberapa Negara seperti China Jepang dan Brazil. Paramount Pictures adalah salah satu perusahaan besar yang bergerak dibidang distribusi film yang bermarkas di California Amerika Serikat. Perusahaan yang didirikan pada bulan Mei 1912 oleh Adolph Zukor dengan mitranya Daniel Frohman dan Charles Frohman.s telah berhasil menghasilkan film-film yang cukup dikenal di seluruh dunia salah satunya adalah Mission Impossible dan Titanic. Film The Little Prince mempunyai plot yang sangat menarik dimana membuat para penontonnya harus berfikir untuk mengetahui apa makna yang ada didalam film ini. Diawal cerita narator menjelaskan ketika masih kecil, ia pernah menggambar gambar seekor ular yang sedang memangsa gajah dalam perutnya namun, setiap orang dewasa yang melihat gambar keliru akan menafsirkannya sebagai gambar sebuah topi. Setiap kali narator akan mencoba untuk memperbaiki
1
kebingungan ini, ia akhirnya disarankan untuk menyisihkan menggambar dan mengambil hobi yang lebih praktis atau dewasa. Narator menyesalkan kurangnya pemahaman kreatif yang ditampilkan oleh orang dewasa. cerita semakin menarik ketika sang kakek menceritakan kisah tentang sang pangeran kecil muncul karakterkarakter yang mempunyai makna sendiri seperti bunga mawar, karakter ini mempunyai makna cukup dalam dan menarik untuk diteliti lebih dalam. Judul penelitian ini menjelaskan tentang makna yang merupakan perasaan dibalik hal yang terlihat secara teoritis makna adalah objek, pikiran, gagasan, konsep yang disampaikan oleh kata, kemudian proses pemberian makna terjadi ketika setiap lambang saling dihubungkan. Makna simbolik dalam film The Little Prince ini dapat dilihat dan diterjemahkan melalui dialog, kejadian/peristiwa, lambang, serta latar belakang atau suasana. Kemudian makna itu dibedah melalui analisis semiotika Barthes, yaitu denotasi sebagai makna yang sesungguhnya, konotasi sebagai denotasi yang ditambah pemikiran, serta mitos merupakan gabungan dari denotasi dan konotasi yang ditambah oleh perasaan selanjutnya berperan sebagai justifikasi. Berdasarkan alasan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti makna simbolik yang ada dalam film The Little Prince menggunakan teori Roland Barthes (denotasi, konotasi, dan Mitos). Gambar 1.1 Cover Film The Little Prince
Sumber : infofilm21.com Film yang disutradarai oleh Max Oxborn ini bercerita tentang seorang anak perempuan yang sudah diajarkan menuntut pendidikan sejak dini oleh orangtuanya. Sang ibu mengharuskan anaknya belajar untuk kehidupan masa depannya kelak dan
2
mendaftarkan anaknya masuk ke Werth Academi salah satu akademi ternama dikota tersebut. Semuanya tampak berjalan sesuai rencana sampai ketika sang gadis kecil diberikan pertanyaan yang membuat dia gugup dan kemudian pingsan. Sang ibupun bertekat untuk tetap memasukan anaknya ke akademi tersebut, kemudian sang ibu memutuskan untuk pindah rumah agar sang gadis kecil dapat belajar dengan giat dan diterima di Werth Academi. Sang ibu mengatur seluruh kegiatan sang gadis, semuanya berjalan sesuai rencana sampai sang gadis bertemu dengan tetangganya yang eksentrik. Kehidupan manusia selalu dipenuhi dengan simbol-simbol, sejak lahir manusia sudah dibentuk dengan simbol, dan dirayakan dengan simbol-simbol. Menurut Susanne K. Langer menyatakan “kebutuhan dasar ini, yang memang hanya ada pada manusia adalah kebutuhan akan simbolisasi. Fungsi pembentukan simbol ini adalah satu diantara kegiatan-kegiatan manusia, seperti makan, melihat, dan bergerak. Ini adalah proses fundamental dari pikiran, dan berlangsung setiap waktu” (Sobur, 2006:154). Herusutatoto menyebutkan simbol sebagai “symbolos” yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu kepada seseorang (Sobur, 2006:155). Simbol dapat kita temukan dimana-mana terlebih lagi dengan semakin berkembangnya teknologi dan seni gambar bergerak (motion picture). Hampir di setiap film mempunyai simbol-simbol yang mewakili makna-makna yang membuat para penonton berfikir apa makna yang ada didalam film. Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang sudah dikenal. Dengan caranya sendiri film memiliki kemampuan untuk mengantarkan pesan secara unik, dapat juga sebagai sarana pameran bagi media lain dan juga sebagai sumber budaya yang berkaitan dengan buku, film kartun, bintang televisi, film seri, serta lagu (McQuail 1987 : 14 ). Dalam komunikasi terdapat berbagai macam kajian, salah satunya adalah komunikasi massa adalah sebuah tempat massa untuk menyampaikan informasi, menghibur, atau membujuk masyarakat. Medium atau yang bisa disebut sebagai
3
media terdiri dari media cetak, elektronik dan cyber (maya), dalam penelitian ini dijelaskan tentang salah satu bagian dari media elektronik yaitu film. Fenomena dalam Film The Little Prince ini adalah gambaran kehidupan anak-anak pada zaman sekarang. Anak-anak pada zaman sekarang dituntut mengenyam pendidikan sejak dini untuk kehidupan mereka dimasa mendatang. Para orangtua berfikir dengan pendidikan mereka bisa mendapatkan kehidupan yang layak bagi anak seperti yang diinginkan mereka. Ditambah dengan kemajuan teknologi membuat anak-anak dizaman modern ini semakin sulit bergaul dengan teman sebayanya, Beberapa anak lebih memilih menghabiskan waktu mereka dengan bermain alat-alat modern yang mereka punya seperti Handphone, tablet, komputer dsb. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa makna kebebasan dalam film animasi The Little Prince dan diharapkan dapat menyadarkan para orangtua khususnya di perkotaan bahwa pentingnya membiarkan anak memilih dan mempelajari apa yang mereka suka bukan karena paksaan dari orang tua mereka. Karena banyak orang tua dizaman modern ini, mereka memberikan fasilitas yang cukup untuk anaknya tetapi mengharuskan anaknya untuk menjadi apa yang orang tua inginkan dan hal ini dapat membuat anak sulit berkembang. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika, yaitu ilmu atau metode untuk mengkaji tanda. Semiotika yang di gunakan dalam penelitian ini merupakan semiotika Roland Barthes sebagai penerus Saussure dalam pembentukan suatu makna serta linguistik. Menurut Barthes terdapat tiga kerangka pemikiran yang di sebut order of signification, yaitu denotasi (makna yang sesungguhnya bersifat tidak eksplisit, tidak langsung, memiliki berbagai penafsiran), konotasi (denotasi yang di tambah dengan gambaran, ingatan dan perasaan), dan mitos (cara berfikir terhadap sesuatu atau pengkodean makna sebagai sesuatu yang alamiah serta pengungkapan atau pemberian makna). Dalam penelitian ini penulis akan mengungkapkan makna kebebasan yang terdapat dalam film The Little Prince 2015. Melalui penjabaran makna denotasi, konotasi serta mitos dan diharapkan pesan yang disampaikan oleh penelitian ini bisa di terima oleh khalayak dengan baik (Sobur,2013:70).
4
1.2 Fokus Penelitian Fokus yang dibahas dalam penelitian ini adalah “Apa Makna Simbolik kebebasan yang terdapat dalam Film The Little Prince ?” adapun pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apa Makna kebebasan Fisik yang terdapat dalam film animasi The Little Prince ? 2. Apa Makna kebebasan Psikologi yang terdapat dalam film animasi The Little Prince ? 3. Apa makna kebebasan Moral yang terdapat dalam gilm animasi The Little Prince ? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui makna kebebasan Fisik yang terdapat dalam film animasi The Little Prince. 2. Untuk mengetahui makna kebebasan Psikologi yang terdapat dalam film animasi The Little Prince. 3. Untuk mengetahui makna kebebasan Moral yang terdapat dalam film animasi The Little Prince. 1.4 Manfaat Penelitian Dalam suatu penelitian, terdapat suatu manfaat yang berguna oleh pihak peneliti, akademisi, masyarakat. Berikut adalah manfaat penelitian dari segi teoritis dan praktis.
5
1.4.1 Secara Teoritis Adapun manfaat dan kegunaan penelitian ini, diantaranya sebagai berikut: 1. Menjadi karya ilmiah yang berkaitan dengan film animasi The Little Prince 2015 serta menambah pemahaman tentang analisis semiotika pada film. 2. Sebagai bahan rujukan bagi mahasiswa lain yang melakukan penelitian lebih lanjut dibidang komunikasi, khususnya semiotika. 1.4.2 Manfaat Praktis Selain manfaat teoritis terdapat manfaat praktis untuk menerapkan kegunaan penelitian ini dan manfaat secara praktis ini berguna bagi peneliti dan dunia akademik. Berikut adalah manfaat bagi peneliti dan akademik : 1. Bagi Peneliti Manfaat bagi peneliti adalah untuk menambah wawasan serta pengetahuan, dan mengaplikasikan pengetahuan teori maupun praktis peneliti yang didapat saat perkuliahan. Selain itu, melalui penelitian ini, peneliti dapat mempraktekan teori ilmu komunikasi khususnya ilmu semiotika. 2. Bagi Akademik Dapat menjadi bahan pengembangan dan penerapan ilmu komunikasi sebagai bahan perbandingan dan acuan untuk penelitian sejenis di masa yang akan datang. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata di bidang ilmu komunikasi, dimana film menjadi media pembelajaran bagi program studi ilmu komunikasi yang mengkaji tentang analisis semiotika Roland Barthes melalui sebuah film. 1.5 Tahapan Penelitian Dalam tahapan penelitian perlu mengetahui tahapan-tahapan sebuah penelitian. Untuk itu penulis memerlukan langkah-langkah untuk penyusunan mulai dari persiapan materi hingga penarikan kesimpulan. Berikut tahapan-tahapan didalam proses penelitian, tahapan-tahapan tersebut adalah : 6
Pengamatan Film Langkah Pertama adalah menonton film The Little Prince sebagai objek penelitian. Dengan meonton film The Little Prince maka akan ditemukan makna dan pesan yang terdapat pada film The Little Prince. Pelaksanaan Penelitian Sebelum melaksanakan penelitian penulis mencari topik dan menentukan judul yang tepat untuk penelitian ini. Peneliti mencari data-data yang bersangkutan dengan topik penelitian kemudian di hubungkan dengan ilmu komunikasi sesuai dengan jurusan penulis. Dengan tahap ini penulis harus mengumpulkan banyak data melalui skripsi, buku, jurnal maupun artikel. Data yang digunakan oleh peneliti adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang di dapat penulis melalui skripsi, buku, jurnal maupun artikel yang berisikan teori-teori sesuai dengan topik penelitian. Penyusunan Laporan Penelitan Setelah mendapatkan sumber data serta literature, langkah selanjutnya adalah melakukan validitas data berdasarkan nilai keabsahan dari data dan litelatur yang didapat. Kemudian penulis melakukan hasil akhir penelitian yaitu membuat kesimpulan dan saran dari seluruh data yang didapat dari semua sumber. Sidang Laporan Penelitian Setelah melalui beberapa tahap diatas penulis melakukan tahap sidang laporan penelitian, yaitu dimana penulis mempresentasikan apa yang telah diteliti dengan topik sudah diambil dengan baik. Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian sangat fleksibel bisa di mana saja, kemudian referensi berbentuk ebook yang bisa di baca kapan pun dan dimana pun, serta beberapa referensi penunjang printed book yang bisa di pinjam atau di baca secara langsung di perpustakaan kampus. Berikut adalah tabel waktu penyusunan penelitian. 7
Tabel 1.2 Tahap Waktu Penelitian No
Tahapan
Bulan Juni
1
Juli
Agustus
September Oktober
Pengamatan Film
2
Pelaksanaan Penelitian
3
Penyusunan Laporan Penelitian
4
Sidang Laporan Penelitian
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu adalah landasan dan data pendukung untuk penulis. Penelitian terdahulu akan dijadikan refrensi dalam penulisan bab ini. Penelitian terdahulu dipilih oleh penulis berdasarkan persamaan maupun perbedaan dengan indikator-indikator sebagai acuan untuk mengaitkan teori-teori yang dipakai untuk menyusun tinjauan teori, hipotesis, dan kerangka pemikiran. Berikut literatur yang penulis pilih untuk dijadikan acuan dan pembanding untuk penelitian ini : Literatur I (Skripsi) Judul
Makna Simbolik Tradisi To Ma’Badong dalam upacara Rambu Solo di kabupaten Tana Toraja
Peneliti
Jumiaty
Tahun
2013
Sumber
Universitas Hassanudin
Hasil
Melalui tradisi Ma’Badong yang dilakukan dalam tradisi Rambu Solo tercermin suatu sikap mengasihi, menyayangi, dan menghormati para leluhur.
Perbedaan
Objek yang diteliti adalah kebudayaan.
Literatur II (Skripsi) Judul
Analisis Semiotik dalam Film In The Name Of God
Peneliti
Hani Taqqiya
Tahun
2011
Sumber
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
9
Hasil
Representasi jihad dalam film In The Name Of God ini berupa jihad yang dimaknai sebagai peperangan, jihad dalam menuntut ilmu, dan jihad untuk mempertahankan diri dari ketidakadilan seseorang.
Perbedaan
Objek yang diteliti bukan film animasi.
Literatur III (Skripsi) Judul
Makna Pesan Sosial Dalam Film Freedom Writters
Peneliti
Denny Pratama Putra
Tahun
2014
Sumber
Universitas Hassanudin Makassar
Hasil
Film Freedom Writters adalah suatu pemaknaan akan pesan sosial dengan menggunakan pendekatan semiotika untuk menggali pesan-pesan yang mendalam dalam konteks sosial.
Perbedaan
Objek yang diteliti adalah kontek sosial
Literatur IV (Jurnal Nasional) Judul
Makna Simbol “S” dalam film Superman sebagai bentuk propaganda Amerika Serikat.
Peneliti
Reva Rinanda Siregar & Abrizal
Tahun
2015
Sumber
ejournal.unri.ac.id/index.php/JTS/article/view/2710
Hasil
Kesimpulan dari penelitian ini adalah lambang “S” dalam film Superman Propaganda ideology Amerika Serikat untuk menunjukan tanda Super Amerika Serikat. Film superman sebagai alat yang tepat untuk mendekati publik luar negri dan menampak sofcore seperti demokrasi
kebebasan individu
kesetaraan dan lain-lain.
10
Perbedaan
Dalam penelitian ini yang diteliti adalah simbol “S” sebagai propaganda Amerika serikat dan menanamkan hegemoni untuk menarik masyarakat luar negri.
Literatur V (Jurnal Nasional) Judul
Kajian Semiotika Dalam Film
Peneliti
Yoyon Mudjiono
Tahun
2011
Sumber
jurnalilkom.uinsby.ac.id/index.php/jurnalilkom/article/view/10/6
Hasil
Hasil dari penelitian ini adalah film adalah sesuatu yang dapat menggerakan banyak khalayak. Ketika sebuah film mempunyai makna dan maksud tujuan tertentu boleh jadi film itu tidak bernilai.
Perbedaan
Perbedaannya adalah membahas semiotika film berbagai genre.
Literatur VI (Jurnal Nasional) Judul
Representasi Kekerasan Dalam Film Punk In Love
Peneliti
Claudita Sastris Paskanonka
Tahun
2010
Sumber
http://eprints.upnjatim.ac.id
Hasil
Hasil penelitian dalam film yang diteliti ternyata dijumpai perilaku kekerasan spiritual, kekerasan fungsional, kekerasan psikologis, kekerasan seksual, dan kekerasan finansial.
Perbedaan
Penelitian ini membahas tentang representasi kekerasan.
Literatur VII (Jurnal Nasional) Judul
Analisis semiotika film “alangkah lucunya negeri ini”
Peneliti
Anderson Daniel Sudarto, Jhony Senduk, Max Rembang
11
Tahun
2015
Sumber
Journal “Acta Diurna” Volume IV. No.1. Tahun 2015
Hasil
Membedah makna semiotika Barthes (denotasi,konotasi,mitos) dalam menemukan makna kehidupan sosial masyarakat Indonesia
PErbedaan
Mengangkat isu sosial dan politik
Literatur VIII (Jurnal Nasional) Judul
PESAN
MORAL
DALAM
FILM
PETUALANGAN
SHERINA KARYA RIRI RIZA Peneliti
Rina Mariyana
Tahun
2013
Sumber
www.download.portalgaruda.org/
Hasil
Pada penelitian ini film Petualangan Sherina terdapat beberapa nilai moral yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari terutama bagi anak-anak, misalnya menjalin persahabatan/ persaudaraan tanpa memandang status sosial, tolong-menolong sebagai wujud makhluk sosial, keberanian tidak didasari perbedakan gender, perilaku dibentuk oleh lingkungan sekitar dan kepekaan terhadap lingkungan sekitar.
Perbedaan
Penelitian ini membahas tentang pesan moral dan film yang digunakan bukan film animasi
Literatur IX (Jurnal Internasional) Judul
The French New Wave and the New Hollywood: Le Samourai and its American legacy
Peneliti
Jacqui Miller
Tahun
2010
12
Sumber
Journal acta univ. Sapientiae, film and media studies, 3 (2010)
Hasil
Membahas keterkaitan scene dengan prespektif yang berbeda salah satu contoh French New Wave dengan American New Wave.
Perbedaan
Objeknya fokus dengan berbagai perbandingan antara French New Wave dengan American New Wave. Sedangkan penelitian ini membahas tentang makna simbolik.
Literatur X (Jurnal Internasional) Judul
Montage in the Portrait Film: Where Does the Hidden Time Lie?
Peneliti
Patrick Tarrant
Tahun
2013
Sumber
http://www.alphavillejournal.com/Issue5/PDFs/ArticleTarrant.pdf
Hasil
Menjelaskan tentang film dokumenter Perancis yang di sutradarai oleh Pedro Costa dalam bentuk representatif melalui potret kehidupan dengan menceritakan kisah nyata dua pasangan sutradara di era Avant Gardes (perkembangan seni). Kemudian di jelaskan tentang montase film klasik dan setiap montase tersebut memiliki arti yang menjadi inspirasi filmmaker saat ini.
PErbedaan
Objek menjelaskan tentang teknik sinematografi dalam sebuah film.
Literatur XI (Jurnal Internasional) Judul
Representations of Middle Age in Comedy Film: A Critical Discourse Analysis
Peneliti
Margaret Gatling, Jane Mills, and David Lindsay
Tahun
2014
Sumber
Search.proquest.com
13
Hasil
Menganalisa representasi orang dengan tingkat usia 40-65 tahun dengan sisi humor mereka akan film komedi.
Perbedaan
Subjek penelitian adalah film komedi
Literatur XII (Jurnal Internasional) Judul
Ex-Cinema: From a Theory of Experimental Film and Video.
Peneliti
Akira Mizuta Lippit
Tahun
2012
Sumber
http://alphavillejournal.com/Issue6/HTML/ReviewFlynn.html
Hasil
Membahas tentang avant garde dalam film dan media, dimana masih berkorelasi dengan filsafat, sejarah seni dan teori kultural.
Perbedaan
Objeknya adalah studi film dan media klasik dan bukan film animasi.
Literatur XII (Jurnal Internasional) Judul
Fabulous Facilitator : MARVELous and Origins of the Super hero
Peneliti
Dhuruv Sharma
Tahun
2009
Sumber
http://search.proquest.com/openview/e59448b5a526d92a9e6ad17dbe 0d1397/1?pq-origsite=gscholar&cbl=36482
Hasil
Untuk
membedah
karakter
superhero
marvel
dengan
memperkenalkan metode Stan Lee dalam membuat karakter superhero Marvel Perbeda an
14
2.2
Tinjauan Teori Dalam penelitian diperlukan teori penunjang untuk memperkuat dan
menjadi sebagai acuan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Berikut adalah teori-teori yang dibahas dalam penelitian.
2.2.1
Komunikasi Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah
komunikasi atau communication berasal dari bahas latin, yaitu communication yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum atau bersama – sama, menurut Onong Cahyana Efendi. Jadi, kalau ada dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang di percakapkan (Efendi, 2003: 10). Jadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan berupa verbal maupun nonverbal oleh komunikator kepada komunikan. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. 2.2.1.1 Komunikasi Massa Komunikasi Massa merupakan proses penggunaan sebuah medium massa untuk mengirim pesan kepada audience yang luas untuk bertujuan memberi informasi, menghibur, atau membujuk (Vivan, 2008: 450). Dalam komunikasi massa, komunikator bukan hanya memberi kode pesan ke dalam bahasa atau bentuk lain, tetapi juga pesan itu kemudian dirubah kode secara teknologi untuk ditransmisikan melalui media massa (Vivian, 2008: 455). Menurut Bitner dalam Ardianto (2009: 3) mengatakan komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media masa pada sejumlah besar orang. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Jadi sekalipun komunikasi itu disampaikan pada 15
khalayak banyak seperti di lapangan luas yang dihadiri oleh ribuan orang sekalipun jika tidak menggunakan media massa itu bukan komunikasi massa.
2.2.1.2 Fungsi Komunikasi Massa Menurut John Vivian dalam bukunya yang berjudul Teori Komunikasi (edisi 8) adalah sebagai berikut : 1. Jangkauan Media massa yang luas Melalui media massa kita mengetahui, bahwa hampir segala sesuatu yang kita tahu tentang dunia di luar lingkungan sekitar kita. Selain itu manusia membutuhkan media massa untuk mengekspesikan ide-ide mereka ke khalayak luas. Tanpa media massa, ide-ide tersebut hanya akan sampai ke orang-orang sekitar. 2. Sumber informasi. Fungsi ionformasi merupakan fungsi paling penting yang terdapat
dalam komunikasi massa. Komponen paling penting untuk
mngetahui fungsi informasi dari berita-berita yang disajikan. Fakta-fakta yang dicari wartawan di lapangan kemudian dituangkannya dalam tulisan juga merupakan informasi. Fakta yang dimaksud adalah adanya kejadian yang benar-benar terjadi di masyarakat. Dalam istilah jurnalistik fakta tersebut diringkas dalam istilah 5 W + 1 H ( what, whare, who, when, why, how ). 3. Sumber Hiburan. Fungsi hiburan untuk media eletronik menduduki posisi yang paling tinggi dibandingkan dengan fungsi- fungsi yang lain. Misalnya masyarakat menjadikan televisi sebagai media hiburan. Dalam sebuah keluarga, televisi bisa sebagai perekat keintiman keluarga. 4. Forum persuasi. Masyarakat akan membentuk opini dari informasi dan interpretasi atas informasi yang mereka terima. Upaya media untuk melakukan persuasi biasanya dilakukan dengan cara editorial atau yang sering disebut tajuk
16
rencana dan ulasan atau komentar bertujuan sebagai persuasi terhadap khalayak. 5. Media sebagai perekat Media massa menyatukan komunitas dengan memberi pesan-pesan yang diterima bersama-sama.
2.2.1.3 Jenis Media Massa Dalam komunikasi massa terdapat jenis-jenis media yang dapat dikategorikan sebagai media massa, yaitu : 1. Media cetak, merupakan media yang terbuat dari teknologi cetak yaitu buku, majalah, koran. 2. Media elektronik, meliputi televisi, radio, film, video. 3. Media cyber (dunia maya) yang meliputi website, blog, media sosial, portal berita.
2.2.2
Film Secara harfiah, film (sinema) adalah cinematographie yang berasal dari
kata cinema (gerak), tho atau phytos(cahaya), dan graphie atau grhap (tulisan, gambar, citra). Jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya.Agar dapat melukis gerak dengan cahaya, harus menggunakan alat khusus, yang biasa disebut kamera
(www.kajianpustaka.com diakses pada tanggal 4 Oktober 2016 pukul
01.31 ).
2.2.2.1 Definisi Film Teori film yang pertama adalah definisi tentang film. Beberapa pengertian dari para ahli akan dibahas dalam bab ini. Berikut adalah penjelasan definisi menurut Lumiere sebagai penemu film dan kamus besar bahasa Indonesia (KBBI). Kutipan dari Lumiere sebagai penemu film, bahwa film merupakan penemuan tanpa ada batas waktu (Kolker,2009:217). “The cinema is an invention without a future”
17
-Louis Lumiere, pioneer of early film. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film didefinisikan dalam dua pengertian. Definisi pertama film merupakan sebuah selaput tipis berbahan seluloid yang digunakan untuk menyimpan gambar negatif dari sebuah objek. Kedua, film diartikan sebagai lakon (cerita) atau gambar hidup. Film merupakan bentuk seni yang sifatnya bergerak dan sifatnya netral. Semua orang dari segala kalangan dapat menerima dan menikmati. Selain sebagai bentuk seni, film juga di definisikan sebagai salah satu bentuk hiburan serta film merupakan bentuk seni termuda diantara seni lainnya. Film berperan sebagai representasi budaya, mengkonstruksikan nilai-nilai budaya tertentu serta mengkonstruksikan tentang bagaimana nilai-nilai yang diproduksi. Film mengkonstruksikan
bagaimana
nilai
dikonsumsi
oleh
masyarakat
yang
menyaksikan film tersebut dan film merepresentasikan siapa kita atau identitas kita sebenarnya.
2.2.2.2 Element Film Terdapat aspek-aspek atau elemen-elemen penting yang harus diperhatikan dalam film adalah sebagai berikut (Stewart & Kowaltze,2008:224) : 1. Tema : Poin yang akan di buat atau apakah yang di pelajari dari film tersebut. Seperti : Ras, gender, ekonomi, sosial, kultural. 2. Naskah : Tulisan naskah dari film, yang mencakup dialog dan penyutradaraan pangung. Dari sini bisa menentukan efektivitas dialog, karakteristik dan bagaimana klimaks. 3. Akting : Komponen terpenting dalam kesuksesan film dan merupakan hal signifikan bagi para komentator atau kritisi. 4. Setting, costume, dan make up : Membantu memberi kehidupan dan menciptakan atmosfir dalam film. Hal tersebut merupakan hal yang paling utama dalam periodik film. 5. Sutradara : Hal krusial yang membawa semua komponen film bergabung bersama. Beberapa teoris berasumsi sutradara sama seperti
18
pengarang novel. Tidak ada film yang baik atau buruk, akan tetapi yang ada adalah sutradara yang baik atau buruk. 6. Sinematografi : Seni dari teknik fotografi film. Sering di sebut juga sebagai bagaimana menunjukkan estetika dalam film tersebut. 7. Editing : Melibatkan teknik dalam membantu membangun cerita. 8.
Suara : Hal yang penting dalam menciptakan realita dan emosi. Diagetik
sound (suara kehidupan seperti lingkungan, keseharian, peristiwa, dan sebagainya) membantu dalam menciptakan realita. Sementara Nondiegetik (musik soundtrak) membantu untuk membangun drama dalam menciptakan atmosfir dan menambah emosial bagi para penonton. 2.2.2.3 Jenis Film Menurut Ardianto (2009:148) film dapat dikelompokkan menjadi : 1. Film Cerita (Story Film) Film cerita adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim di pertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan (Ardianto, 2009: 148).
2. Film Berita (Newsreel) Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar benar terjadi (Ardianto, 2009:148). Karena sifatnya berita maka film yang disajikan kepada public harus mengandung nilai berita (news value).
3. Film Dokumenter (Documentary Film) Film dokumenter didefinisikan oleh Robert Flaherty dalam Ardianto, (2009:148) sebagai “karya ciptaan menganai kenyataan”, creative treatment of actuality. Berbeda dengan film berita yang merupakan rekaman kenyataan, maka film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut. Film dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan seperti penyebaran informaasi, pendidikan, propaganda bagi orang atau kelompok tertentu.
19
4. Film Kartun (Cartoon Film) Film kartun diproduksi untuk konsumsi dengan target pasar anak-anak. Sekalipun tujuan utamanya untuk menghibur film animasi terkadang juga bisa mengandung unsur pendidikan.
Film The Little Prince yang penulis ambil sebagai objek penelitian termasuk kedalam kategori Film adaptation of Novels dan Film Kartun (Cartoon Film) karena The Little Prince adalah sebuah film adaptasi dari novel karangan Antoine de Saint- Exupéry yang berjudul Le Petit Prince yang kemudian diangkat oleh Paramount Pictures menjadi sebuah film animasi.
Stewart dan Kowaltzke (2008:273)
menambahkan beberapa genre di
dalamnya yaitu: 1.
Martial Arts Movie
Kebanyakan film martial arts diproduksi di Hong Kong, China, Korea, Jepang dan beberapa negara di Asia. Di beberapa negara tersebut target pasar mereka yang mengerti tentang ilmu seni bela diri. Kung Fu salah satu ilmu bela diri yang sering dipakai dalam film martial arts dan beberapa jenis bela diri yang ada di China. Dengan menggabungkan teknik tangan dan kaki, bela diri ini berpusat di energi yang bernama chi. Sementara itu Korea dan Jepang mempunyai bela diri sendiri yaitu karete dan tae kwon do. Contoh film martial arts adalah Kungfu Panda, te Drunken Master dan lain sebagainya
2. Road Movie Film road adalah film yang settingannya lebih banyak diambil di jalanan. Aktor menggunakan mobil atau motor yang berkendara di daerah antah beranda dan kebanyakan di daerah pedesaan dan gurun. Contoh film road adalah Easy Rider, Mad Max, The Blues Brothers dan lain sebagainya.
20
3. Romantic Comedies Film romantic comedies adalah dimana aktor dan aktrisnya saling menemukan dan penonton merasa keduanya harus bersama. Dan didalam film ini unsur komedi dan romantis menjadi plot utama. Contoh filmnya adalah When Harry Meet Sally, Pretty Woman, Four Wedding and a Funeral dan lain sebagainya.
4. Thrillers Film thriller adalah film film yang bergantung dengan kerumitan dan memberikan rasa takut dan penasaran kepada penonton. Berbeda dengan film horror yang memberikan rasa takut, film thrill memberikan rasa penasaran dan kegelisahan. Contoh filmnya adalah memento, inception, the departed dan lain sebagainya.
5. Film adaptation of Novels Genre ini adalah film yang berasal dari novel adaptasi dan diangkat menjadi sebuah film. Namun terdapat perbedaan antara film dan novelnya dan beberapa film tersebut menggunakan narator. Contoh filmnya adalah Harry Potter.
2.2.2.4 Karakteristik Film Fenomena film sangat cepat dan tidak terprediksi, oleh karena itu film di katakan sebagai budaya yang progresif karena film mampu menjangkau populasi yang besar dengan cepat, baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Film diabad akhir 19 telah menjadi era teknologi, dan memiliki fungsi dan konten yang baru. Sebagai wujud penyajian dan distribusi dari tradisi hiburan yang lama, menawarkan cerita, suatu pandangan yang sama, musik, drama, humor, dan cara teknis untuk konsumsi popular (McQuail, 2012:33). Kekuatan dan kemampuan film dapat menjangkau banyak segmen sosial, sehingga hal tersebut membuat banyak para ahli berpendapat bahwa film memiliki potensi besar untuk mempengaruhi khalayaknya. Khalayak akan menerima atau menolak pesan, sesuai dengan keinginan pembuat film. Film merupakan salah satu bidang kajian semiotika, Van Zoet berpendapat dalam buku semiotika komunikasi 21
Sugiyono bahwa film di bangun dengan tanda-tanda, kemudian tanda-tanda tersebut bekerja dengan sangat efisien untuk memperoleh efek atau respon yang di harapkan. Pada film penggunaan tanda-tanda merupakan penggambaran sesuatu, lalu ciri gambar-gambar dalam film merupakan persamaan dengan realitas (Sobur,2013:128).
2.2.2.5 Fungsi Film Film merupakan media komunikasi masa yang menyajikan konstruksi dan representasi sosial di dalam masyarakat, serta memiliki fungsi,
adalah
(http://www.academia.edu/9613958/Media_Film_Sebagai_Konstruksi_dan_Representasi) : 1.
Sebagai sarana hiburan, film untuk memberikan hiburan kepada khalayak
dengan cerita film, gerak, keindahan, suara dan sebagainya agar penonton mendapat kepuasan secara psikologis. 2.
Sebagai penerangan, film memberikan penjelasan kepada penonton tentang
suatu hal atau permasalahan, sehingga penonton mendapat kejelasan atau paham tentang hal tersebut dan dapat melaksanakannya. 3.
Sebagai propaganda.
2.2.3 Makna dan implikasi film Makna merupakan salah satu masalah filsafat yang tertua dalam umur manusia. Konsep makna telah menarik perhatian displin komunikasi, psikologi, sosiologi antropologi, dan linguistik. Beberapa pakar komunikasi sering menyebut kata makna ketika merumuskan definisi komunikasi (Sobur,2009:255). Menurut Brown dalam buku Semiotika Komunikasi Alex Sobur mendefinisikan makna sebagai kecenderungan (disposisi) total untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Kemudian menurut Wendell Johnson (DeVito,1997:123-125) dalam buku Semiotika Komunikasi Alex Sobur terdapat beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna, yakni :
22
1.
Makna ada dalam diri manusia Makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Kita
menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang hendak dilakukan dalam komunikasi. Tetapi kata-kata tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan. Demikian juga dengan makna yang di dapat pendengar dari pesan-pesan kita kan sangat berbeda dengan makna yang hendak kita lakukan dengan komunikasi. Komunikasi merupakan proses yang kita gunakan untuk memproduksi ulang hal yang terdapat di benak pendengar serta apa yang ada di dalam benak kita. Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bisa salah. 2.
Makna berubah Banyak dari kata-kata yang kita gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu,
tetapi makna dari kata-kata ini terus berubah dan khususnya terjadi pada dimensi emosional dari makna. 3.
Makna membutuhkan acuan Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi
hanya masuk akal jika mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal. 4.
Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah warna Berkaitan erat dengan gagasan bahwa makna membutuhkan acuan adalah
masalah komunikasi yang timbul akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkannya dengan acuan yang konret dan dapat di amati. Penyingkatan perlu dikaitkan dengan objek, kejadian, dan perilaku dalam dunia nyata. 5.
Makna tidak terbatas jumlahnya Pada saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi
maknanya tidak terbatas. Oleh karena itu, kebanyakan kata mempunyai banyak
23
makna dan hal ini bisa menimbulkan masalah bila sebuah kata di artikan berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi. 6.
Makna dikomunikasikan hanya sebagian Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian bersifat multiaspek dan sangat
kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan. Menurut Altson dalam buku Semiotika Komunikasi Alex Sobur terdapat teori tingkah laku yang merupakan salah satu jenis teori makna mengenai makna suatu kata atau ungkapan bahasa dengan rangsangan (stimuli) yang menimbulkan ucapan tersebut, dan tanggapan (respon) yang di timbulkan oleh ucapan tersebut. Teori ini menanggapi bahasa sebagai sebuah aksi yang kembali kepada teori stimulus dan respons (Sobur,2013:261). Van Zoest menyatakan dalam buku Semiotika Komunikasi Alex Sobur, bahwa terjadi perbandingan antara gambar dan suara. Terdapat perbedaan antara suara yang langsung mengiringi gambar (kata-kata yang diucapkan, derit pintu, dan sebagainya) dan musik film yang mengiringinya. Suara tipe pertama sebenarnya secara semiotika berfungsi tidak terlalu berbeda dengan gambar-gambarnya. Suara sama dengan gambar, di mana gambar merupakan unsur dalam cerita film yang dituturkan dan dapat disebutkan. Suara sebagai tanda, terjalin sangat erat dengan tanda gambarnya. Suara bersama tanda gambarnya membentuk tanda-tanda kompleks. Karena realitas yang di tampilkan, seluruhnya atau sebagian, tidak hanya mirip, tetapi juga memiliki keterkaitan dengan realitas kita (Sobur,2013:129). 2.2.4 Kebebasan Kata kebebasan sering diartikan sebagai suatu keadaan tiadanya penghalang, paksaan, beban atau kewajiban. Seorang manusia disebut bebas kalau perbuatannya tidak mungkin dapat dipaksakan atau ditentukan dari luar. (Bdk. Peter King, Towards A Theory Of The General Will, dalam History Of Philosophy Quarterly, Vol.4, No.1, Januari, 1987, hal: 42)
24
Manusia yang bebas adalah manusia yang memiliki secara sendiri perbuatan-perbuatannya. Kebebasan adalah suatu kondisi tiadanya paksaan pada aktivitas saya. Manusia disebut bebas kalau dia sungguh-sungguh mengambil inisiatif dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Dengan demikian kata bebas menunjuk kepada manusia sendiri yang mempunyai kemungkinan untuk memberi arah dan isi kepada perbuatannya. Hal itu juga berarti bahwa kebebasan mempunyai kaitan yang erat dengan kemampuan internal definitif penentuan diri, pengendalian diri, pengaturan diri dan pengarahan diri. Freedom is self-determination. Berdasarkan pengertian itu dapat dikatakan bahwa kebebasan merupakan sesuatu sifat atau ciri khas perbuatan dan kelakuan yang hanya terdapat dalam manusia dan bukan pada binatang atau benda-benda. (German Grisez / Russell Shaw, Beyond The New Morality: The Responsibility Of Freedom, University Of Notre Dame Press, London, 1974, hal:6) Pengertian kebebasan yang diuraikan di atas merujuk pada pengertian kebebasan secara umum. Dalam merenungkan arti dan makna kebebasan kita tidak akan berhenti pada arti yang paling umum dan mendasar itu. Secara ringkas Louis Leahy membedakan tiga macam atau bentuk kebebasan, yaitu kebebasan fisik, kebebasan moral dan kebebasan psikologis. 2.2.4.1 Kebebasan Fisik Kebebasan fisik menurut Louis Leahy adalah ketiadaan paksaan fisik. Artinya adalah tidak adanya halangan atau rintangan-rintangan eksternal yang bersifat fisik atau material. Dalam konteks ini orang menganggap dirinya bebas jika ia bisa bergerak ke mana saja tanpa ada rintangan-rintangan eksternal. Ia dikatakan bebas secara fisik jika tidak dicegah secara fisik untuk berbuat sesuai dengan apa yang ia kehendaki. Seorang tahanan di sebuah sel tidak mempunyai kebebasan dalam arti ini karena dia secara fisik dibatasi. Dia akan bebas jika masa tahanannya sudah lewat. Dengan demikian paksaan di sini berarti bahwa fisik manusia diperalat oleh faktor eksternal untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang tidak ia kehendaki atau yang ia kehendaki. (Louis Leahy, Op.Cit., hal:116)
25
Jangkaun kebebasan fisik juga ditentukan oleh kemampuan badan manusia sendiri. Jangkauan itu terbatas. Namun demikian hal itu tidak mengurangi melainkan justru mencirikan kebebasan manusia. Contohnya: bahwa manusia tidak bisa terbang itu bukan merupakan pengekangan terhadap kebebasannya. Hal itu semata-mata disebabkan oleh kemampuan badan manusia yang terbatas. Jadi sekali lagi yang dimaksud paksaan terhadap kebebasan fisik ini adalah pengekangan atau paksaan yang datang dari luar diri manusia. Misalnya dari lembaga atau orang lain. Kebebasan dalam pengertian ini bisa terdapat pada manusia atau binatang, bahkan pada tumbuhan atau objek yang tidak berjiwa. Yang membedakan manusia dengan binatang dan benda-benda itu adalah aspek kehendak akal budi manusia. Binatang menggerakkan tubuhnya sendiri, namun akar dari gerakan itu adalah dorongan instingtualnya. Sedangkan manusia bergerak karena dorongan kehendaknya. (Bdk. Laurentius Heru Susanto, Op.Cit., hal:84) Kebebasan fisik adalah bentuk kebebasan yang paling sederhana atau dangkal. Karena bisa saja orang yang tidak bebas secara fisik, namun ia merasa sungguh sungguh bebas. Banyak para pejuang keadilan dan kebenaran pernah ditahan atau bahkan disiksa, namun mereka tetap merasa bebas. Tiadanya kebebasan fisik bisa disertai kebebasan dalam arti yang lebih mendalam. Kebebasan fisik sebenarnya bukan merupakan kebebasan yang sejati. Ia hanya merupakan bentuk kebebasan dalam pengertian yang sangat sederhana.Namun demikian kebebasan ini mempunyai makna yang esensial dan nilai yang positif. Kebebasan fisik dapat menjadi sarana untuk mencapai kebebasan yang sejati. (Bdk. K. Bertens, Op.Cit., hal:103) 2.2.4.2 Kebebasan Psikologi Kebebasan psikologis berarti ketiadaan paksaan secara psikologis. Orang dikatakan bebas secara psikologis jika ia mempunyai kemampuan untuk mengarahkan hidupnya. Orang dikatakan bebas secara psikologis jika ia mempunyai kemampuan dan kemungkinan untuk memilih pelbagai alternatif. Yang men-ciri-khas-kan kemampuan itu adalah adanya kehendak bebas. Karena itulah
26
Louis Leahy mengidentikkan kebebasan psikologis dengan kebebasan untuk memilih atau kebebasan berkehendak. Kebebasan memilih atau kebebasan berkehendak sering pula dikatakan dalam arti kebebasan untuk mengambil keputusan berbuat atau tidak berbuat, atau kebebasan untuk berbuat dengan cara begini atau begitu, atau merupakan kemampuan untuk memberikan arti dan arah kepada hidup dan karya, atau merupakan kemampuan untuk menerima atau menolak
kemungkinan-kemungkinan
dan
nilai-nilai
yang
terus-menerus
ditawarkan kepada manusia. (Bdk. Louis Leahy, Op.Cit., hal:117) Kebebasan psikologis berkaitan erat dengan hakekat manusia sebagai makhluk Kebebasan psikologis berkaitan erat dengan hakekat manusia sebagai makhluk yang berakal budi. Manusia bisa berpikir sebelum bertindak. Ia menyadari dan mempertimbangkan tindakan-tindakannya. (Bdk. Antonio Maher Lopes, Konsep Kebebasan Menurut Jean Paul Sartre, STFT Widya Sasana, Malang, 1991, hal:23-25) Karena itu jika orang bertindak secara bebas maka itu berarti ia tahu apa yang dilakukan dan tahu mengapa melakukannya. Jadi kebebasan berkehendak mengandaikan kesadaran dan kemampuan berpikir maupun kemampuan menilai dan mempertimbangkan arti dan bobot perbuatan sebelum manusia membuat suatu keputusan untuk bertindak. Dalam kebebasan psikologis kemungkinan memilih merupakan aspek yang penting. Konsekuensinya adalah tidak ada kebebasan jika tidak ada kemungkinan untuk memilih. 2.2.4.3 Kebebasan Moral Louis Leahy mendefinisikan kebebasan moral sebagai ketiadaan paksaan moral hukum atau kewajiban. Kebebasan moral tidak sama dengan kebebasan psikologis. Meskipun demikian antara keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Kebebasan moral mengandaikan kebebasan psikologis. (Bdk. Louis Leahy, Op.Cit., hal:116).
27
Jadi pengertian kebebasan moral mengandaikan kebebasan psikologis. Sebaliknya jika ada kebebasan psikologis belum tentu ada kebebasan moral. Dan karena itulah kebebasan moral harus dibedakan dengan kebebasan psikologis dan kebebasan fisik. Kebebasan moral dapat dibatasi dengan pemberian larangan atau pewajiban secara moral. Orang yang tidak berada dibawah tekanan sebuah larangan atau berada dibawah suatu kewajiban adalah bebas dalam arti moral. 2.2.5 Semiotika Roland Barthes seorang pemikir asal Perancis berpendapat bahwa semiotika merupakan penggambaran yang di gunakan untuk membongkar struktur makna yang tersembunyi dalam sebuah tayangan, pertunjukan sehari-hari, serta konsepkonsep umum. Dalam buku Semiotika Komunikasi Alex Sobur menurut kutipan Littlejohn di jelaskan bahwa semiotika merupakan suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Menurut Sudjiman dan van Zoest dan Cobley (Sudjiman dan van Zoest, 1996:vii) dalam buku Alex Sobur (Sobur,2013:16) menjelaskan tandatanda merupakan basis dari komunikasi secara keseluruhan Semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion “tanda” atau seme “penafsir tanda” (Cobley dan Janz, 1994:4). Semiotika merupakan akar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika (Kurniawan, 2001:49). Saat kita memberikan isyarat, berbicara, menulis, membaca, menonton televisi, mendengarkan musik, atau melihat
lukisan,
kita
terlibat
dalam
perilaku
berdasarkan
atas
tanda
(Danesi,2010:33). Pierce menyatakan dalam buku semiotika komunikasi Alex Sobur bahwa tanda-tanda berkaitan dengan objek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebab-akibat dengan tanda atau karena ikatan konvensional. Dapat di simpulkan, bahwa dunia terkait oleh tanda dan tidak hanya dengan bahasa serta komunikasi. Berdasarkan objeknya Pierce membaginya dalam tiga tahap, yaitu: ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah, indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan
28
sebab akibat atau tanda yang mengacu pada kenyataan, simbol merupakan tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan tersebut hanya berdasarkan pejanjian (Sobur,2013:42-43). Menurut (Sobur,2013:46) Saussure mengkaji ilmu semiotika menggunakan linguistik dengan pemahaman historis, ilmu tersebut mengkaji tanda-tanda di tengah masyarakat atau yang sering di sebut semiologi. Menurut definisi yang telah di atas, bahwa semiotika merupakan basis utama komunikasi terutama dalam penerjemahan makna saat proses komunikasi sedang berlangsung. Di antara banyak pemikiran, teori Roland Barthes yang sering di gunakan. 2.2.5.1 Semiotika Barthes Roland Barthes merupakan penerus dari Saussure dengan pemikirannya yang struktualis dengan model linguistik, metode Saussure tersebut sering di sebut sebagai semiologi (Sobur,2014:63). Barthes menyebutkan bahwa bahasa merupakan sistem tanda yang mencerminkan asusmsi masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Semiotika Barthes sebagai penerus pemikiran Saussure dalam sistem petandaan, serta membagi makna dalam tiga jenis (Order of signification) yaitu denotasi, konotasi, mitos. Denotasi merupakan bentuk lain dari konotasi. Secara prespektif denotasi dapat di lihat sebagai proses alami dalam penerjemahan makna daripada konotasi yang merupakan proses naturalisasi. Seperti proses dalam denotasi yang masih murni dan bermakna universal dimana tidak seluruhnya merupakan sebuah ideologi dan tentunya konotasi merupakan intrepetasi individu yang natural (Silverman 1984,240). Konotasi dan denotasi sering di deskripsikan sebagai levels of representation atau levels of meaning. Roland Barthes mengadopsinya dari Louis Hjelmslev merupakan pemikir asal Denmark yang memberi perbedaan dengan order of signification. Tahapan pertama dari Order of Signification adalah denotasi dan di
29
dalam level ini data terdiri dari signifier (penanda) dan signified (petanda). Kemudian konotasi merupakan tahapan kedua dari order of signification, dimana penggunaan denotasi (penanda dan petanda) sebagai penanda dan menjadikannya sebagai tambahan untuk petanda (Barthes 1957:107-126). Menurut Cobley & Jansz (1999:44) dalam setiap esseinya yang berjudul Mythologies, Barthes selalu memaparkan fenomena keseharian yang luput dari perhatian. Dia menghabiskan waktu untuk menguraikan dan menunjukkan bahwa konotasi yang terkandung dalam mitologi-mitologi tersebut biasanya hasil konstruksi yang cermat, dari penjabaran ini di temukan bahwa Barthes merambah salah satu area terpenting dalam studi tentang tanda adalah peran pembaca, dalam mengungkap konotasi yang merupakan sifat asli tanda di perlukan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi (Sobur,2013:68). Salah satu karakteristik Barthes adalah ia sering menggunakan banyak kata untuk menjelaskan beberapa diantaranya. Barthes menyebutkan analisa secara detail dari kalimat pendek, paragraf dan gambar tunggal sebagai ekplorasi bagaimana cara mereka bekerja (https://ceasefiremagazine.co.uk/in-theory-barthes-1/). Gambar 2.2 Three Order of Significations
Source : Nawiroh Vera, 2014:30 Terdapat 6 elemen konotasi menurut Barthes dalam buku Mitologi, dengan 6 elemen ini merupakan pembeda antara denotasi dengan konotasi. Berdasarkan studi Hjelmslev yang kemudian dilanjutkan oleh Barthes dan ia menciptakan sebuah peta bagaimana tanda bekerja (Sobur,2013:68).
30
Gambar 2.3 Peta Tanda Barthes (Elemen konotasi)
Sumber : Sobur, 2013:69 2.2.5.1.1 Makna Denotasi Menurut buku Semiotika Komunikasi, Barthes menyatakan bahwa makna denotasi merupakan tingkat penandaan yang di gunakan untuk menjelaskan hubungan antara penanda dengan petanda, dimana terdapat penggunaan makna yang eksplisit, langsung dan tidak memiliki banyak penafsiran. Kemudian Barthes juga melihat makna yang lebih dalam tingkatannya, sifatnya konvensional, dimana makna-makna tersebut berkaitan dengan mitos. Pada dasarnya denotasi merupakan makna yang bersifat referensial karena meliputi hal-hal yang di tunjuk oleh katakata. Contohnya makna denotasi suatu kata sama seperti yang kita temukan di dalam kamus seperti kata “mawar” yang artinya “salah satu jenis bunga”. Menurut Lyons, dalam (Pateda, 2001:98) yang diringkas dalam buku Semiotika Komunikasi. Secara garis besarnya dalam buku semiotika komunikasi, denotasi adalah hubungan yang digunakan didalam tingkat pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting dalam suatu ujaran. Kemudian menurut Berger (Berger,2000b:55) dalam buku semiotika komunikasi Alex Sobur menyatakan bahwa makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang 31
terdapat dalam sebuah tanda dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah pertanda (Sobur,2013:263). 2.2.5.1.2 Makna Konotasi Konotasi dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang mengekspresikannya melalui penanda (signifying), serta kebanyakan penggunaan konotasi ini terdiri dari sistem kompleks, dimana bahasa merupakan suatu pembentuk dalam fase pertama (yang berhubungan dengan studi literature). Kemudian kedua (sifatnya berlawanan) dalam proses penyampaian fase pertama bukan lagi ekspresi sebagai konotasi melainkan konten yang menjadi petanda dalam fase kedua (Barthes,1964:89-90). Makna konotasi merupakan makna denotasi yang ditambah dengan gambaran, ingatan, dan perasaan. Konotasi merupakan aspek makna atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul oleh pembicara dan pendengar (Sobur,2013:263). Konotasi akan menjadi sebuah sistem yang memaparkan signifiers (penanda), signifieds (petanda), dan proses yang menyatu dengan signifikasi dan penunjang ketiga elemen tersebut. 2.2.5.1.3 Makna Mitos Berkaitan dengan konotasi, Roland Barthes menyebutnya sebagai mitos. Barthes berpendapat bahwa mitos merupakan orders of signification denotasi dan konotasi yang digabungkan untuk menghasilkan suatu ideologi (Hartley,1982:217). Dalam buku semiotika komunikasi Alex Sobur, mitos dalam kultural mengekspresikan dan menyajikannya untuk mengatur jalan bersama dalam suatu konseptual tertentu (Fiske 1982, 93-5; Fiske & Hartley 1978, 41ff). Ideologi bekerja dalam pemaknaan kode, sebagai representasi dan menjelaskan fenomena budaya. Barthes melabeli sebagai representative simbolik, sifatnya bukan tradisonal seperti cerita dongeng, melainkan dalam bagaimana secara natural akan terjadi dan di dalam akal sehat (Sullin, Dutton dan Rayner, 2003 :71).
32
Barthes merupakan pencetus mitos yang merupakan interpretasi dari fenomena semiotika dalam kultural sehari-hari (Noth,1995:374). Menurut Barthes dalam buku Alex Sobur Semiotika komunikasi, mitos merupakan cara berpikir kebudayaan tentang sesuatu, sebuah cara mengkonseptualisasikan atau memahami suatu hal dan mitos merupakan rangkaian suatu konsep yang saling berkaitan (Sobur,2013:224). Dalam salah satu essainya yaitu Myth Today, Barthes menyebutkan bahwa mitos bukanlah hal yang di ragukan keberadaannya, dalam sebuah oposisi, berfungsi sebagai klarifikasi dan pembebasan, kemudian hal tersebut merupakan hal yang alamiah dan memberikan justifikasi yang kekal, serta sebagai penjelas hal yang tidak bisa di jelaskan akan tetapi di buktikan melalui fakta. Barthes menjelaskan Mitos di bagi dalam beberapa bagian, yaitu type of speech yang mengungkapkan bahwa bahasa merupakan kondisi khusus yang penting sebelum mitos dibangun. Mitos dapat di definisikan baik secara objek maupun material, dalam setiap material dapat berwujud makna seperti memanah langsung kearah order of signify yang merupakan salah satu cara berpendapat (speech) (Barthes,1971:106-108).
Kemudian
mitos
sebagai
semiologi
merupakan
pembentukan sebuah ilmu, sejak studi tersebut di pelajari sebagai signifikasi yang terpisah dari konten (Barthes,1971:109). Mitos merupakan depoliticized speech (bebas dari politik atau pengaruh), di mana mitos menceritakan tentang historika realita, mendefinisikan, bahkan berjalan mundur sesaat dengan cara tiap individu memproduksinya maupun menggunakannya. Apa yang diberi mitos akan kembali dengan perwujudan penggambaran alami dari realita (Barthes,1971:142).
33
34