BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma Sehat adalah cara pandang, pola pikir, atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik. Melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor. Upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan, bukan hanya panyembuhan orang sakit atau pemulihan kesehatan tetapi bagaimana menjadikan orang tetap dalam kondisi sehat. Kesehatan dipengaruhi banyak faktor, yang utama lingkungan dan perilaku. Kesehatan juga merupakan hak azasi manusia dan menentukan kualitas hidup sumber daya manusia. Sejalan dengan berkembangnya waktu paradigma pelayanan kesehatan sedang dikaji ulang. Hal ini berkaitan erat dengan keoptimalan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Undang – undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan ikut menyatakan, pertama : menimbang bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kedua : setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta penigkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional, ketiga : setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya
Universitas Sumatera Utara
peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara, keempat : setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat, kelima : menimbang bahwa Undang-Undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu dicabut dan diganti dengan Undang-Undang kesehatan yang baru, keenam : berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam bagian pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima maka perlu membentuk Undang-Undang tentang kesehatan (KepMenKes 1998). Kosmetika sudah dikenal orang sejak zaman dahulu kala. Sejak dulu kosmetika sudah menjadi teman setia wanita yang membantunya tampil lebih menarik. Sebagai insan sosial, manusia memerlukan hubungan harmonis satu dengan yang lainnya dan salah satunya adalah penampilan yang rapi dan berbau sedap. Tujuan awal penggunaan kosmetika adalah mempercantik diri, yaitu usaha untuk menambah daya tarik agar lebih disukai orang lain. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan cara merias tiap bagian tubuh yang terpapar oleh pandangan sehingga terlihat lebih menarik dan sekaligus juga menutupi kekurangan ( cacat ) yang ada. Tetapi seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, beragam kosmetik muncul di pasaran. Namun sayangnya, tidak semua kosmetik itu memenuhi kaidah farmasetika yaitu aman, berkhasiat, dan berkualitas (Sjarif, 1997). Lebih dari separuh jumlah penduduk dunia saat ini telah mengenal dan mengkonsumsi kosmetika. Dari besarnya jumlah pemakai dapat diperkirakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
jumlah kasus efek samping kosmetika akan mencapai angka yang sangat besar, namun kenyataannya laporan mengenai hal ini jauh lebih rendah dari jumlah yang diperkirakan. Hal ini mungkin disebabkan karena : 1.
Sebagian besar penderita efek samping kosmetika tidak berobat karena hanya terkena secara ringan sehingga penghentian pemakaian dapat menghilangkan gejalanya.
2.
Sebagian kecil penderita yang berobat ke dokter tidak dapat diidentifikasi sebagai kasus efek samping kosmetika akibat banyaknya macam kosmetika dan bahan kandungan yang terdapat dalam kosmetika tersebut (Tranggono, 2007). Oleh karena itu tidak mengherankan apabila laporan yang dibuat oleh setiap
negara sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Laporan efek samping kosmetika di Indonesia dari lembaga Monitoring Efek Samping Kosmetika Ditjen POM Departemen Kesehatan RI menunjukan bahwa penyebab efek samping adalah berturut-turut kosmetika perawatan kulit, kosmetika dekoratif, dan cat rambut (Badan POM). Badan Pengawasan Obat dan Makanan baru-baru ini mengumumkan puluhan produk kosmetik impor illegal yang beredar bebas di pasaran. Beberapa di antaranya berani-beraninya melakukan pemalsuan register, sehingga terlihat seperti telah berizin namun ternyata setelah diteliti register tersebut palsu. Jadi sebenarnya yang harus dilakukan kepada masyarakat adalah meningkatkan sosialisasi tentang kosmetik yang aman, di antaranya soal kode-kode CD (untuk kosmetik produksi dalam negeri tandanya CD diikuti angka 10 digit) dan CL (untuk kosmetika impor, tandanya CL diikuti pula angka 10 digit(BBPOM, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Efek samping kosmetika menimbulkan kekhawatiran pengguna kosmetika akan kemungkinan timbulnya efek samping kosmetika pada dirinya. Namun sejauh ini informasi tentang efek samping kosmetika masih sangat sedikit. Di satu sisi, konsumen kosmetika selalu bertambah, dan pasti akan diikuti dengan peningkatan kejadian efek samping kosmetika. Di sisi lain informasi mengenai produk kosmetika tidak bertambah luas dari masa ke masa. Atau sekalipun ada, keterangan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan yang ada. Berbagai macam kosmetika yang tersedia di pasar hasil produksi pabrik kosmetika di dalam negeri dan di luar negeri. Bagi konsumen pemakai apalagi pemula, ribuan macam kosmetika ini tentu membingungkan untuk memilih dan menentukan pemakaiannya. Apalagi bila ternyata banyak sekali kosmetika yang sebenarnya mempunyai khasiat, efek, atau tujuan yang sama diberi nama berebeda oleh produsen karena alasan waktu pemakaian, tempat pemakaian atau cara pemakaian ( BPOM, 2006). Hasil penelitian YLKI ( Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ) memaparkan bahwa hasil instan memang menjadi keinginan masyarakat dalam membeli kosmetik. Seperti misalnya dalam membeli cream pemutih yang banyak dijaring dalam operasi kosmetik illegal. Masyarakat tidak sadar kalau tidak ada kosmetik (aman) yang hasilnya instan. Kosmetik pemutih sebenarnya hanya mempunyai daya bersih yang lebih kuat. Tapi kalau sudah mengubah warna kulit harus dengan resep dokter. Jadi tidak bisa membeli sembarangan. Cream pemutih yang kelihatannya membawa hasil dalam tempo singkat bahkan ada yang hanya dua minggu wajah si pemakai sudah putih bersih dan bersinar, justru harus dicurigai
Universitas Sumatera Utara
bahwa kosmetik yang digunakannya menggunakan mercuri. Bicara tentang pengaduan masyarakat ke YLKI yang terkait masalah kosmetik, menurut Ida, sejauh ini sangat kecil. Mungkin karena yang berasal dari golongan menengah ke atas selain merasa malu juga langsung berobat ke dokter kulit. Hal ini diketahui dari laporan sejumlah dokter penyakit kulit yang banyak mendapat keluhan dari pasien yang menggunakan kosmetik yang salah. “Dan kebanyakan karena menggunakan cream pemutih. Konsumen tidak tahu kalau menggunakan cream pemutih tidak boleh terkena sinar matahari, hanya bisa dilakukan di malam hari. Tidak boleh beraktivitas di luar rumah. (YLKI, 2006). Untuk mengatasi hal itu, di Amerika Serikat telah mengadakan Kampanye Kosmetik Sehat (Campaign for Safe Cosmetics), sebuah koalisi kelompok kesehatan dan lingkungan nirlaba di Amerika Serikat yang membuka mata banyak orang tentang bahaya kosmetik. Kelompok ini bekerja untuk meningkatkan kesadaran konsumen terhadap “beban kimia beracun” yang tersembunyi dalam produk kecantikan
yang
akrab
bagi
sebagian
besar
konsumen,
dan
mendorong
penyempurnaan regulasi produksi kecantikan ( Syarif, 2007). Oleh karena itu, pengetahuan tentang bahan-bahan berbahaya dalam kosmetik pun mutlak diperlukan. Yang menjadi persoalan selain kurangnya perhatian masyarakat terhadap produk yang aman, juga karena penegakan hukum dirasakan masih sangat kurang, implementasi terhadap UU Perlindungan Konsumen juga UU Kesehatan kurang berjalan baik. Sehingga boleh dibilang UU tersebut hanya seperti ‘macan kertas’ saja. Berkali-kali dilakukan razia baik terhadap produk illegal maupun
Universitas Sumatera Utara
legal, namun di pasaran tetap saja banyak produk-produk berbahaya, terutama yang impor, dijual bebas (BPOM, 2006). Fenomena penggunaan kosmetik pemutih di kalangan perempuan yang semakin masif, termasuk pekerja perempuan penyapu jalan di Kota Medan. Fenomena tersebut didasari adanya keinginan perempuan untuk tampil cantik dan menarik. Agar dapat tampil cantik menarik dengan cara yang relatif cepat, salah satu caranya adalah dengan menggunakan kosmetik pemutih. Konsep cantik bagi pekerja perempuan penyapu jalan tidak terlepas dari pengaruh media elektronik, yang mencitrakan bahwa cantik itu putih. Selain itu lingkungan fisik dan sosial, sumber informasi dan referensi, serta situasi dan kondisi yang memungkinkan turut memberi andil bagi pekerja perempuan penyapu jalan dalam menggunakan kosmetik pemutih. Dari hasil survei pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 15 Maret 2011 pada 10 orang penyapu jalan diketahui bahwa pengetahuan mereka mengenai Melasma (flek-flek hitam) masih sangat rendah atau dibawah 45% dari total nilai pertanyaan, walaupun sikapnya sudah sedang yaitu rata-rata berada diantara 45-75% dari total nilai pertanyaan tetapi tindakan responden juga masih sangat rendah. Hasil penelitian kualitatif oleh Sri Suriani Purnamawati mengatakan bahwa pengetahuan pekerja perempuan penyapu jalan mengenai kosmetik masih rendah, dengan pengalaman pemakaian kosmetik pemutih yang bervariasi, serta sikap yang bervariasi pula. Beberapa pekerja perempuan penyapu jalan berpendapat bahwa cantik itu putih. Selain itu lingkungan fisik dan sosial, sumber informasi dan referensi, serta situasi dan kondisi yang memungkinkan turut memberi andil bagi
Universitas Sumatera Utara
pekerja perempuan penyapu jalan dalam menggunakan kosmetik pemutih (Sri Purnamawati, 2009). Berdasarkan penelitian Manurung dikutip dari Sri Purnamawati, juga diperoleh informasi bahwa 75,79% responden yang menggunakan kosmetik pemutih adalah perempuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Purnamasari (2008) bahwa tubuh, kosmetik dan kecantikan merupakan tiga hal yang saling berkaitan satu sama lain membentuk satu kesatuan representasi akan kesempurnaan perempuan. Bahkan untuk mencapai kesempurnaannya perempuan terkadang mengabaikan bahaya yang mengancam dari pemakaian kosmetik pemutih yang bahan berbahaya tersebut dan cenderung tidak dipercaya. Perempuan pekerja penyapu jalan mempunyai resiko terjadinya Melasma (flek hitam) pada kulit. Melasma adalah salah satu gangguan kulit berupa penampakan bercak-bercak berwarna coklat di wajah. Melasma umumnya menyerang usia dewasa. Bagian wajah yang terlihat lebih gelap biasanya batang hidung, pipi, dahi dan atas bibir. Lingkungan memegang faktor dalam perkembangan melasma, dalam hal ini paparan sinar matahari. Sinar ultraviolet dari matahari dan juga sinar kuat lain dari bola lampu bisa menstimulasi produksi sel-sel pigmen atau melanosit di kulit. Paparan sinar matahari adalah penyebab utama melasma yang rekuren. Iritasi di kulit bisa meningkatkan pigmentasi di kulit dan memperburuk melasma. Selain itu pemakaian kosmetika yang mengandung zat kimia yang berbahaya juga dapat menyebabkan terjadinya Melasma (majalah Farmacia, 2008). Bagi wajah yang tadinya bersih lambat laun akan timbul flek-flek hitam yang sangat parah (lebar) dan akhirnya dapat mengakibatkan kanker kulit. Kosmetik
Universitas Sumatera Utara
yang mengandung bahan kimia berbahaya sepaeri merkuri bila digunakan akan diserap melalui kulit, kemudian akan dialirkan melalui darah keseluruh tubuh dan merkuri itu akan mengendap di dalam ginjal yang berakibat terjadinya gagal ginjal yang sangat parah (bisa menyebabkan kematian). Merkuri dalam krim pemutih (yang mungkin tidak tercantum pada labelnya) dapat menimbulkan keracunan bila digunakan untuk waktu lama. Walau tidak seburuk efek merkuri yang tertelan (dari makanan ikan yang tercemar), tetap menimbulkan efek buruk pada tubuh. Walau hanya dioleskan ke permukaan kulit, merkuri mudah diserap masuk ke dalam darah, lalu ,memasuki system saraf tubuh. Manifestasi gejala keracunan merkuri akibat pemakaian krim kulit muncul sebagai gangguan system saraf, seperti tremor (gemetar), insomnia (tidak bisa tidur), pikun, gangguan penglihatan, ataxia (gerakan tangan tak normal), gangguan emosi, dan depresi (Bahaya Merkuri, 2007). Umumnya masalah kesehatan, seperti halnya efek samping penggunaan kosmetik pada pekerja perempuan penyapu jalan dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor di luar perilaku. Faktor perilaku ini mempengaruhi pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat (Sarwono, 2004). 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana perilaku pekerja perempuan penyapu jalan dalam memilih kosmetika untuk mencegah terjadinya melasma di kota Medan tahun 2011
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku pekerja perempuan penyapu jalan dalam memilih kosmetika untuk mencegah terjadinya melasma di kota Medan tahun 2011 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pengetahuan pekerja perempuan penyapu jalan dalam memilih kosmetika untuk mencegah terjadinya melasma di kota Medan tahun 2011. 2. Untuk mengetahui sikap pekerja perempuan penyapu jalan dalam memilih kosmetika untuk mencegah terjadinya melasma di kota Medan tahun 2011. 3. Untuk mengetahui tindakan pekerja perempuan penyapu jalan dalam memilih kosmetika untuk mencegah terjadinya melasma di kota Medan tahun 2011. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Memberi informasi bagi instansi terkait seperti Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas Kesehatan. 2. Sebagai bahan masukan kepada Dinas Kebersihan Kota Medan dalam upaya pemeliharaan kesehatan pekerja perempuan penyapu jalan. 3. Sebagai bahan rujukan atau informasi untuk penelitian lanjutan.
Universitas Sumatera Utara