BAB I PENDAHULUAN A. STROKE ADALAH PENYEBAB

Download penyakit jantung dan kanker dan setiap tahunnya 700.000 orang mengalami stroke ... Malnutrisi adalah faktor independen yang berhubungan den...

0 downloads 650 Views 52KB Size
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Stroke adalah penyebab kematian terbanyak ketiga di seluruh dunia setelah penyakit jantung dan kanker dan setiap tahunnya 700.000 orang mengalami stroke baru atau berulang. Kira-kira 500.000 merupakan serangan pertama dan 200.000 merupakan serangan ulang. Rata-rata setiap 45 detik seseorang di Amerika Serikat akan mengalami stroke. Insidensi stroke bervariasi antara 1,5 sampai 5 per 1000 populasi dan prevalensinya dari 5 sampai 20 per populasi (Gilroy, 2000; Manji, 2007; Fitzsimmons, 2007; Rosamond et al., 2007). Stroke merupakan masalah utama kesehatan di negara maju dan negara berkembang, serta penyebab kecacatan pada orang dewasa. Meskipun data studi epidemiologi stroke secara komprehensif dan akurat belum ada di Indonesia, dengan meningkatnya harapan hidup orang Indonesia, terdapat tendensi peningkatan kasus stroke pada masa yang akan datang. Menurut Sjahrir (2003) prevalensi stroke pada tahun 1986 adalah 35,6 per 100.000 penduduk, sedangkan survei Depkes RI tahun 2008, prevalensi stroke di Indonesia 8,3 per 1000 populasi dan kasus yang terdiagnosis 6 per 1000 populasi. Pemahaman akan pentingnya pemulihan fungsional atau mortalitas di rumah sakit penting untuk evaluasi pasien, rencana pengobatan, dan perawatan pasien, serta kemungkinan pencarian beberapa strategi pengobatan baru. Prediksi yang tepat mengenai prognosis stroke, yang dibuat segera setelah onset terjadi, memiliki peranan penting. Hal ini diperlukan bukan hanya untuk memberikan pertimbangan kepada 1

dokter dalam memberikan informasi yang lebih terpercaya kepada pasien dan keluarganya, tetapi juga sebagai panduan dalam pengelolaan dan perencanaan rehabilitasi pada pasien (Counsell et al., 2002). Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke post akut adalah infeksi saluran kemih, pneumonia, nyeri pasca stroke, sepsis dan falls. Komplikasi akan memperpanjang lama perawatan di rumah sakit dan meningkatkan biaya perawatan. Identifikasi faktor risiko yang menyebabkan komplikasi pada pasien stroke post

akut

sangat

diperlukan

untuk

implementasi

pencegahan

dan

penatalaksanaan yang sesuai (Roth et al., 2001). Pneumonia adalah salah satu infeksi nosokomial yang tersering dengan insidensi 1,5% sampai 13,0% pada pasien post stroke akut. Faktor spesifik yang meningkatkan risiko terjadinya pneumonia pada pasien stroke belum sepenuhnya diketahui, walaupun kecenderungannya lebih tinggi pada pasien usia lanjut dan pasien dengan tingkat severitas stroke yang lebih tinggi (Katzan et al., 2003). Hospital acquired pneumonia (HAP) terjadi pada 6,9-13,6% pasien stroke iskemik dan meningkat pada pasien yang dirawat di unit rawat intensif. Risiko HAP meningkat 6-20 kali pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik. Mortalitas pasien HAP berkisar antara 30-70%, meskipun banyak kematian pasien disebabkan oleh penyakit yang mendasari (Dziedic et al., 2004; Niederman et al., 2005). Pneumonia yang terjadi pada pasien stroke fase akut disebut sebagai stroke associated pneumonia (SAP). Stroke associated pneumonia (SAP) merupakan salah satu komplikasi penting pada stroke. Kondisi ini memperpanjang lama perawatan dan berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada penderita stroke 2

(Harms et al., 2012). Prognosis keseluruhan pada pasien dengan infark serebral fase akut tergantung pada komplikasi medis yang berkaitan dengan penyakitnya, yang terjadi pada 59% dari pasien stroke, yang berlanjut menjadi kematian hingga 23% selama perawatan di rumah sakit. Penelitian mengenai hubungan antara pneumonia dan stroke akut masih terbatas (Hilker et al., 2002). Beberapa faktor risiko yang mendasari terjadinya HAP dapat dibedakan menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain; intubasi dan ventilasi mekanik, aspirasi, posisioning pasien, pemberian nutrisi enteral, pemberian antibiotik dan antiseptik, sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain jenis kelamin lakilaki, penyakit paru sebelumnya dan kegagalan multiorgan (Niederman et al., 2004). Hipoalbuminemia merupakan salah satu prediktor independen pneumonia pada pasien stroke (Dziedzic et al., 2004; Rothan-Tondeur et al., 2003). Malnutrisi adalah faktor independen yang berhubungan dengan kejadian infeksi nosokomial. Kadar albumin serum seringkali digunakan sebagai penanda status nutrisi dan kadarnya saat pasien pertama kali dirawat menunujukkan korelasi negatif yang signifikan dengan berbagai macam infeksi nosokomial pada pasien stroke (Dziedzic et al., 2006). Kadar albumin serum selain mempengaruhi di tingkat sirkulasi juga mempengaruhi pada tingkat seluler, yaitu sebagai biomarker status nutrisi. Suatu keadaan malnutrisi protein dan energi dapat memperburuk outcome dan prognosis stroke karena menurunkan imunitas sel (Dziedzic et al., 2004). Pada malnutrisi, salah satu alasan berkurangnya imunitas yang dimediasi sel adalah berkurangnya limfosit T 3

matur yang telah berdiferensiasi. Proporsi dari sel T helper (CD4+) dan sel T sitotoksik (CD8+) juga mengalami perubahan pada malnutrisi energi dan protein, serta kurangnya sekresi antigen presenting cell (APC) dan immunoglobulin (Chandra, 1991). Imunitas bawaan dimediasi oleh berbagai mekanisme yang menjadi lini pertama penting bagi pertahanan tubuh terhadap mikroba pathogen. Serum manusia mengandung berbagai faktor (misalnya transferrin, lactoferrin, lysozime dan komplemen) yang dapat menghambat atau mematikan mikroorganisme pathogen. Beberapa eksperimen pendahuluan menunjukkan bahwa fraksi protein yang lebih kecil dari 100 kDa memiliki aktivitas inhibitorik terhadap mikroorganisme tertentu seperti B. dermatitidis, dan salah satu protein yang terdapat dalam jumlah besar dari fraksi ini adalah albumin. Albumin dapat berikatan secara reversibel dengan berbagai macam ligand yang berbeda meliputi asam amino, kation divalent, asam lemak, asam lipteichoic (Streptococcus pyogenes), beberapa macam protein streptococcal (M12 protein, protein G, and protein H), dan N-terminal peptide dari gp41 pada human immunodeficiency virus type 1 serta komponen permukaan dari virus Hepatitis B dan echovirus 7 (Giles dan Czuprynski, 2003). Penelitian oleh Dziedic et al., (2006) di Polandia mengungkapkan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor prediktor independen bagi kejadian pneumonia pada pasien stroke. Kadar albumin serum diukur dalam 36 jam setelah onset stroke. Pneumonia nosokomial ditemukan pada 10,5% pasien stroke. Pasien dengan pneumonia memiliki kadar albumin serum yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak menderita pneumonia (31,9 ± 7,5 g/l vs. 35,5 ± 6,9 4

g/l). Rendahnya kadar albumin serum berhubungan dengan risiko pneumonia pada pasien stroke setelah dilakukan analisis multivariat (OR: 3,18; 95% CI: 1,88-5,37) (Dziedzic et al., 2006). Sedangkan di Indonesia, penelitian mengenai peran hipoalbuminemia terhadap kejadian pneumonia pada pasien stroke belum banyak dipublikasikan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan beberapa masalah, yaitu: 1) Pneumonia merupakan salah satu komplikasi yang terjadi pada pasien stroke pada perawatan fase akut. 2) Hipoalbuminemia merupakan salah satu faktor risiko penyebab komplikasi pada pasien stroke yang salah satunya berhubungan dengan penurunan imunitas terhadap infeksi. 3) Hipoalbuminemia merupakan salah satu faktor risiko infeksi nosokomial, termasuk pneumonia. 4) Kurangnya penelitian tentang peran hipoalbuminemia terhadap kejadian pneumonia pada pasien stroke akut di Indonesia. C. Pertanyaan Penelitian Apakah hipoalbuminemia berperan terhadap kejadian pneumonia pada pasien stroke fase akut? D. Tujuan Penelitian Mengetahui peran hipoalbuminemia terhadap kejadian pneumonia pada pasien stroke fase akut 5

E. Manfaat Penelitian 1) Mengetahui peran hipoalbuminemia terhadap kejadian pneumonia pada pasien stroke fase akut. 2) Sebagai bahan pertimbangan bagi klinisi dalam mengidentifikasi faktor risiko komplikasi stroke fase akut dan melakukan upaya preventif. 3) Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan data bagi pengembangan penelitian lain untuk mengidentifikasi faktor risiko komplikasi pada pasien stroke. F. Keaslian Penelitian Penelitian

Judul

Metode

Alat ukur

Hasil

Dziedic et al., 2006

Serum albumin level and nosocomial pneumonia in stroke patients

Retrospektif

Serum albumin, SSS (Scandinavian Stroke Scale) pemeriksaan fisik, rontgen thorax

Roth et al., 2001

Incidence of and risk factor for medical complications during stroke rehabilitation

Cohort

NIHSS,pemeriksaa n laboratorium darah

Dziedic et al., 2007

Hypoalbuminemia in acute stroke patients : frequency and correlates

Prospektif

SSS, total serum protein, GDP, kolesterol darah

Level albumin serum adalah prediktor independen pneumonia nosokomial pada pasien stroke. Pasien dengan pneumonia memiliki level albumin serum yang lebih rendah Faktor risiko komplikasi pada stroke antara lain defisit neurologis berat, hipoalbuminemia dan hipertensi Hipoalbuminemia sering terjadi pada pasien stroke akut dan berhubungan dengan severitas stroke dan pola pro – inflammatorik dari elektroforesis protein serum

Penelitian ini

Peran Hipoalbuminemia terhadap Kejadian Pneumonia pada Pasien Stroke Fase Akut

Case control

SSGM, serum albumin,ASDS

6