BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA PEMISAHAN YANG

Download Roult. Beberapa larutan yang menyimpang jauh dari hukum Roult seperti etanol- ..... Pernyataan ini disebut sebagai Hukum Raoult, yang akan ...

1 downloads 464 Views 1MB Size
BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka Pemisahan yang berkaitan dengan sistem etanol-air, perlu untuk menguraikan fenomena yang berpengaruh terhadap sistem kesetimbangan uap cair (Vapour Liquid Equilibrium/VLE) campuran biner. Bab ini tinjauan pustaka disajikan pada pembentukan azeotrop dalam sistem etanol-air, ulasan mengenai penggunaan garam elektrolit sebagai agen yang dapat memanipulasi sifat koligatif untuk pemisahan etanol, ikhtisar singkat metode untuk mengatasi perilaku azeotropik serta energetika yang menyertainya.

1. Etanol Etanol adalah senyawa hidrokarbon yang memiliki gugus hidroksil (-OH) dengan 2 atom karbon (C). Etanol juga disebut dengan nama etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau CH3CH2OH (Rivai, 1995).

Gambar 1. Struktur dan Bentuk Molekul Etanol (Ben, 2006) Sifat fisika dan kimia etanol umumnya dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil (-OH) dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil (-OH) dapat berpartisipasi ke dalam pembentukan ikatan hidrogen antar molekulnya. Hal ini dikarenakan gugus hidroksi (-OH) memiliki atom O yang mempunyai dua pasang pasangan elektron bebas (lone pair electron) dan mempunyai atom H yang parsial positif, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Sifat gugus hidroksil yang polar juga menyebabkannya dapat larut dalam banyak senyawa ion, seperti natrium hidroksida, kalium hidroksida, magnesium klorida, kalsium klorida, amonium klorida, amonium bromida, dan natrium

7

8

bromida. Natrium klorida dan kalium klorida sedikit larut dalam etanol. Oleh karena etanol juga memiliki rantai karbon nonpolar, ia juga larut dalam senyawa nonpolar, meliputi kebanyakan minyak atsiri dan banyak perasa, pewarna, dan obat (Martha, 1976).

Ikatan Hidrogen

Ikatan Hidrogen

Gambar 2. Ikatan hidrogen antar molekul etanol (Fesenden & Fesenden, 1986; Rochelle, 2005). Etanol dapat digunakan sebagai bahan bakar transportasi, terutama sebagai biofuel aditif untuk bensin. Larutan jernih dan tidak berwarna yang memiliki titik didih sekitar 78,4° C dengan densitas 0,789 g/ml pada suhu 25oC dan berat molekulnya 46,07 g/mol (Aldrich, 2011). Etanol memiliki sifat tidak berwarna, volatil dan dapat bercampur dengan air (Kartika dkk., 1997). Sifat kimia etanol yang tidak beracun, dapat digunakan sebagai pelarut dalam industri kimia dan farmasi, campuran bahan bakar bensin, kosmetik, dan obat-obatan (Rahmi, 2011). Etanol dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode, salah satu caranya yaitu dengan fermentasi pati. Pembuatan etanol dari bahan-bahan pati, maka haruslah diubah terlebih dahulu menjadi gula, kemudian etanol dapat diproduksi dengan cara fermentasi. Fermentasi adalah proses membiakkan ragi untuk

mendapatkan

alkohol

dengan

spesies

ragi

tertentu

(misalnya

Saccharomyces cerevisiae) dengan mencerna gula dan menghasilkan etanol dan karbon dioksida. C6H12O6 → 2 CH3CH2OH + 2 CO2

(1) (Morais et al., 1996)

9

2. Air Air adalah senyawa kimia dengan rumus kimia H2O, artinya satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Atom oksigen memiliki nilai keelektronegatifan yang sangat besar dan mempunyai dua pasang pasangen elektron bebas (lone pair electron), sedangkan atom hidrogen memiliki nilai keelektronegatifan paling kecil sehingga bersifat parsial positif. Hal ini selain menyebabkan sifat kepolaran air yang besar juga menyebabkan adanya ikatan hidrogen antar molekul air (Gambar 3).

Gambar 3. Ikatan hidrogen antar molekul air (Fesenden & Fesenden, 1986). Air mempunyai sifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan suhu 273,15 K (0oC). Air mempunyai massa molar 18,0153 g/mol, densitas 0,998 g/cm³ (cair pada 20°C), titik lebur 0oC, titik didih : 100oC, dan kalor jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena mampu melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan senyawa organik (Rivai, 1995). 3. Sistem Biner Campuran dalam bentuk cair dapat terbentuk dari 2 cairan (seperti etanol dan air), dari sebuah cairan dan gas yaang terlarut dalam cairan, atau dari cairan dan padatan yang terlarut dalam cairan. Dalam beberapa kasus, salah satu zat cair (cairan) berpengaruh lebih besar (dominan) dan disebut sebagai pelarut, dan

10

substansi lainnya (gas, cair, padat) disebut sebagai zat terlarut, campuran ini disebut sebagai larutan. Larutan biner terdiri dari larutan gas dalam gas, larutan gas dalam cairan, larutan zat padat dalam cairan, larutan cairan dalam cairan, larutan padat dalam gas, larutan cairan dalam gas, larutan zat padat dalam zat padat (Castellan, 1983; Brady, 1999; Sukardjo, 2013). Sistem biner dapat bersifat ideal maupun tidak. Syarat larutan ideal antaralain homogen pada seluruh sistem, tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen-komponen dicampur membentuk larutan (∆Hmix = 0), volume larutan sama dengan jumlah komponen yang dicampurkan (∆Vmix = 0), memenuhi hukum Roult : P1 = X1.Po. Jika suatu komponen (pelarut) mendekati murni, komponen itu berperilaku sesuai dengan Hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding dengan fraksi mol (Castellan, 1983; Sukardjo, 2013). Bila sistem biner bersifat non ideal maka akan meyimpang dari hukum Roult. Beberapa larutan yang menyimpang jauh dari hukum Roult seperti etanolair, air-tetrahidrofuran, metanol-dimetil karbonat membentuk larutan non ideal (Pereiro et al., 2012). Sistem kesetimbangan dua fasa pada tekanan konstan dapat dikarakterisasi melalui kurva kesetimbangan sebagai fungsi dari komposisi fasa uap-cair (fraksi mol) dan temperatur. Kurva temperatur versus komposisi untuk hipotesis campuran ideal dan non ideal ditunjukkan pada Gambar 4.

(a)

(b)

(c)

Gambar 4. Kurva temperatur versus komposisi sistem biner. (a) Sistem ideal; (b) Sistem nonideal deviasi negatif; (c) Sistem nonideal deviasi positif (White, 1975). Kesetimbangan sistem biner dapat diamati melalui pengukuran titik didih dan titik embunnya. Kato et al. (1970) mempelajari kesetimbangan sistem biner

11

pada sistem metanol-air dengan metode dew and bubble point yang menghasilkan data pada Tabel 1 dan kurva kesetimbangan uap-cair yang ditunjukkan pada Gambar 5. Tabel 1. Data pengukuran sistem biner metanol-air pada 1 atm (Kato et al., 1970). Suhu Titik Embun (oC)

Suhu Titik Didih (oC)

0,043

98,8

92,8

0,109

97,3

86,9

0,206

94,7

81,2

0,384

90,5

76,8

0,456

86,7

74,0

0,610

80,9

71,3

0,753

74,3

68,6

0,900

68,5

66,1

Temperatur oC

Fraksi Mol Metanol

Uap

Cairan

Fraksi mol Gambar 5. Kurva T-x sistem biner metanol-air pada 1 atm. (●) Data eksperimen; (○) Data Uchida & Kato (Kato et al., 1970) Kesetimbangan sistem biner dapat diamati melalui pengukuran titik didih (bubble point temperature/Tk) dan titik embun campuran (dew point

12

temperature/Th) yang dilakukan oleh Smith dan Bruno (2006),

untuk

mempelajari kurva destilasi dari 91 AI gasoline dan 91 AI gasoline + 15% metanol. Thermocouple untuk pengukuran suhu titik didih diletakkan didalam labu (temperature kattle/Tk) sedangkan untuk pengukuran suhu titik embun diletakkan pada kepala labu destilasi (temperature head/Th). Kurva destilasi keduanya dapat dilihat pada Gambar 6. T (oC)

T (oC) 205

205

(a)

185

(b)

185

165

165

145

145

125

125

105

105

85

85

65

65

45

45 0

10 20 30

40 50 60 70

Fraksi volume (%)

80 90

0

10

20 30 40

50 60 70

80 90

Fraksi volume (%)

Gambar 6. (a) Kurva destilasi dari 91 AI gasoline (b) Kurva destilasi 91 AI gasoline + 15% metanol (Smith dan Bruno, 2006). 4. Campuran Azeotrop Secara sederhana, campuran azeotrop adalah campuran dari dua atau lebih komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan distilasi sederhana. Campuran cairan non-idealistis dan satu titik di mana komposisi cairan dan komposisi uap adalah sama (Malesinski, 1965). Setiap campuran yang membentuk azeotrop memiliki karakteristik komposisi, suhu dan tekanan di mana titik azeotrop itu berada. Apabila titik didih azeotrop lebih tinggi dari komponen penyusunnya maka disebut negatif azeotrop, dan jika titik didih lebih rendah dari komponen penyusunnya disebut azeotrop positif. Hal ini paling sering disajikan dalam hal Tx diagram (di mana T adalah suhu dan x adalah fraksi mol)( Castellan, 1983; Barrow, 1996).

13

Uap

Temperatur

Temperatur

Uap Azeotrop

(a) 0

Azeotrop Cair

(b)

Cair

Fraksi (% mol)

1

0

Fraksi (% mol)

1

Gambar 7. Kurva T-x dengan titik didih maksimal dan minimal (a) Diagram fasa titik azeotrof deviasi positif (b) Diagram fasa titik azeotrop deviasi negatif (Castellan, 1983). Campuran azeotropik memerlukan metode khusus untuk memfasilitasi proses pemisahannya. Pemisahan campuran cairan homogen (bioetanol dan air) membutuhkan pembentukan atau penambahan fase lain dalam sistem (Smith, 1995). Salah satu metodenya yaitu penambahan garam dalam proses distilasi (Zhigang et al., 2005).

a. Pembentukan Azeotrop Etanol / Air Urutan proses mendidih-kondensasi-pendidihan ulang campuran etanol-air terus berlangsung sampai komposisi uap mencapai 89 % etanol dan uap kental terbentuk pada komposisi 89 % mol etanol tersebut (Ohe, 1991). Pada komposisi tersebut kurva cair dan kurva uap bertemu pada saat itu. Sistem etanol-air memiliki bentuk kurva kesetimbangan uap-cair deviasi positif, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. Dimana pada komposisi 89 % mol etanol, uap yang dihasilkan akan memiliki komposisi yang sama dengan cairan. Jika mengembun lagi, masih akan memiliki komposisi yang sama. Pada titik ini etanol dan air mendidih pada titik didih konstan. Hal ini dikenal sebagai azeotrop atau campuran azeotropik etanol-air (Ohe, 1991).

14

Komposisi Uap

Titik Azeotrop Komposisi Cair

Fraksi mol Gambar 8. Kurva kesetimbangan uap-cair deviasi positif sistem etanol-air (Ben, 2006). b. Ikatan Hidrogen dalam Etanol dan Air Ikatan hidrogen adalah istilah yang diberikan untuk interaksi yang sangat kuat pada molekul polar yang memiliki atom hidrogen yang terikat langsung ke oksigen (-OH) atau nitrogen (-NH). Molekul-molekul ini memiliki titik didih lebih tinggi bila dibandingkan dengan molekul berukuran sama yang tidak memiliki -OH atau gugus -NH. Hal ini diakibatkan oleh ikatan hidrogen yang membuat molekul "lebih erat" sehingga memerlukan energi yang lebih tinggi untuk memisahkan mereka (Ophardt, 2003). Pada campuran etanol-air, etanol memiliki atom hidrogen yang terikat langsung ke oksigen membentuk gugus hidroksi (-OH). Adanya gugus hidroksil ini menyebabkan etanol bersifat polar sehingga etanol memiliki sifat yang mirip dengan molekul air yang juga bersifat polar karena memiliki gugus -OH. Kesamaan sifat ini menyebabkan etanol dan air dapat bercampur sempurna (Hart, 1983). Adanya gugus hidroksi pada molekul etanol dan air juga dapat menyebabkan terjadinya ikatan hidrogen antar molekul etanol dan air. Akan tetapi ikatan hidrogen antar molekul etanol tidak seefektif ketika dalam air, hal ini

15

dikarenakan molekul etanol juga memiliki gugus nonpolar (CH3 - CH2-) sehingga mengurangi kekuatan ikatan hidrogen antar molekul etanol (Ophardt, 2003). Pada molekul etanol gugus OH terikat pada rantai karbon dan 1 molekul etanol dapat membentuk 3 ikatan hidrogen dengan air. Atom O pada molekul etanol memiliki 2 lone pair elektron yang bermuatan parsial negatif sehingga mampu untuk berinteraksi membentuk 2 ikatan hidrogen dengan atom H yang bermuatan parsial positif dari molekul air. Adapun atom H yang bermuatan parsial positif dari gugus OH etanol berinteraksi membentuk 1 ikatan hidrogen dengan atom O yang bermuatan parsial negatif dari molekul air (Jeffrey &Takagi, 1977). Pada molekul air, atom O dari molekul air juga memiliki 2 lone pair elektron sehingga mampu berinteraksi membentuk 2 ikatan hidrogen dengan atom H dari molekul etanol. Adapun 2 atom H dari molekul air dapat berinteraksi membentuk 2 ikatan hidrogen dengan atom O dari gugus OH etanol. Oleh karena itu, 1 molekul air mampu membentuk 4 ikatan hidrogen dengan molekul etanol (Jeffrey & Takagi, 1977). Pencampuran antara etanol-air menyebabkan putusnya ikatan hidrogen antar molekul etanol dan membentuk ikatan hidrogen yang kuat antara molekul air dan etanol, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Ikatan hidrogen antara molekul air dan etanol (Ben, 2009). Ikatan hidrogen yang terbentuk antar molekul etanol air mengakibatkan campuran etanol-air sulit dipisahkan. Hal ini karena pada komposisi, suhu dan tekanan tertentu, campuran tersebut memiliki komposisi cair dan uap yang sama,

16

yang disebut sebagai azeotrop. Campuran etanol-air membentuk azeotrop pada 89% mol etanol dan 11% mol air.

5. Sistem Azeotrop Dan Proses Destilasi Destilasi adalah salah satu teknik yang sering digunakan untuk memisahkan cairan dalam campuran biner. Pemisahan pada destilasi adalah metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih komponen cairan pada tekanan tertentu. Namun destilasi juga bisa dilakukan berdasarkan perbedaan pada sifat fisik dari cairan yang disebut dengan volatilitas. Volatilitas atau kemampuan menguap, merupakan bagian terpenting dalam proses pemisahan dengan destilasi, karena volatilitas dari suatu komponen mempengaruhi kemampuan komponen tersebut untuk lepas/memisahkan diri dari komponen lain dalam campuran pada suhu tertentu. Komponen yang memiliki volatilitas lebih tinggi akan lebih mudah terlepas dari komponen yang volatilitasnya lebih rendah.

Proses penguapan

tersebut diiikuti dengan penampungan material uap dengan cara pendinginan dan pengembunan dalam kondensor pendingin air (Gershon dan Jack, 1996). Destilasi sederhana atau destilasi biasa adalah salah satu jenis teknik destilasi yang digunakan untuk memisahkan dua atau lebih komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang jauh (lebih dari 20oC) atau salah satu komponennya bersifat volatile. Proses destilasi sederhana ini dilakukan pada tekanan atmosfer. Salah satu aplikasi proses destilasi sederhana digunakan untuk memisahakan campuran air dengan alkohol (Gershon dan Jack, 1996). Cairan yang bersifat lebih volatile dari beberapa komponen akan menguap lebih cepat, selanjutnya didinginkan dalam kondensor dan akan memiliki proprosi yang lebih besar dalam labu destilat, sedangkan komponen yang memiliki sifat volatile yang lebih rendah akan tertinggal dalam cairan yang berada dalam labu destilasi. Rangkaian alat destilasi sederhana ditunjukkan pada Gambar 10.

17

Kondensor

Air keluar Air masuk Labu Destilasi

Labu Destilat

Gambar 10. Alat Destilasi Sederhana

a. Destilasi campuran Azeotrop Distilasi campuran azeotrop dalam prosesnya biasa menggunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tersebut, atau dengan menggunakan tekanan tinggi (Ngema, 2010). Destilasi campuran azeotrop dapat dilakukan dengan penambahan zat entrainer. Fungsi dari entrainer adalah untuk mempengaruhi volatilitas salah satu komponen dalam campuran. Entrainer harus mempunyai beberapa sifat diantaranya selektivitas tinggi, titik didih tinggi, murah, tidak beracun, pemurnian mudah, titik leleh rendah, tingkat korosif rendah dan mempunyai kestabilan termal dan kimia yang tinggi (Zhigang et al., 2005). Terdapat dua tipe entrainer yang digunakan dalam destilasi campuran azeotrop. Jenis entrainer yang pertama yaitu berupa pelarut (solvent). Terdapat empat jenis solvent yang dapat digunakan dalam destilasi campuran azeotrop ini yaitu berupa solid salt solvent, liquid solvent, kombinasi solid salt solvent dan liquid solvent, dan ionic solvent (Zhigang et al., 2005). Apabila campuran azeotrop terdiri dari dua komponen, maka ketika solvent ditambah akan terbentuk ternary azeotrope. Apabila ternary azeotrope didestilasi akan didapatkan salah satu komponon murninya. Pada proses dehidrasi alkohol, dapat menggunakan senyawa-senyawa seperti benzena, n-pentana, sikloheksana, heksana, n-heptana, isooktana, aseton, dietil eter dan polimer sebagai entrainer (Kumar et al., 2010).

18

Pada proses pemisahan air dari etanol dengan destilasi azeotrop akan menghasilkan dua fasa yaitu : (i) fasa dalam etanol yang terdiri dari campuran etanol-solvent entrainer dan (ii) fasa dalam air yang terdiri dari campuran airentrainer. Fasa campuran etanol- solvent entrainer dilakukan proses reflux sehingga etanol dapat terpisah dari entrainer (Huang et al., 2008). Kelemahan dari metode dengan penambahan entrainer adalah biaya dan konsumsi energi yang tinggi, serta ketergantungan pada bahan kimia berbahaya seperti benzena (karsinogenik) dan sikloheksana (mudah terbakar). Jenis entrainer yang kedua yaitu berupa garam-garam padat (Zhigang et al., 2005). Pada penyulingan campuran solvent, konsentrasi kecil garam mampu meningkatkan volatilitas relatif dari komponen yang lebih mudah menguap. Hal ini dikarenakan terjadinya solvasi ion garam. Solvasi ion ini terjadi ketika garam terdisosiasi dalam larutan oleh komponen kurang mudah menguap dari campuran pelarut (Mario dan Jamie, 2003). Garam yang umumnya digunakan adalah garam anorganik karena mempunyai polaritas yang dengan mudah larut dalam campuran menyebabkan salt effect (Pereiro et al., 2012). Salt effect merupakan efek dari keberadaan suatu zat terlarut (garam) didalam suatu larutan terhadap kelarutan zat terlarut lainnya. Salt effect terdiri dari salting out dan salting in. Salting out merupakan berkurangnya kelarutan suatu zat utama dalam solvent apabila suatu zat terlarut tertentu mempunyai kelarutan lebih besar dibandingkan zat utama. Salting in terjadi apabila adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam solvent menjadi lebih besar (Atkins, 1996). Bila senyawa organik bercampur dengan air dalam segala perbandingan, penambahan garam mungkin menghasilkan pemisahan parsial sehingga terbentuk dua lapisan. Satu lapisan kaya organik dan lapisan lain kaya air. Contohnya sistem air-metanol dan kalium karbonat, yang ditunjukkan pada Gambar 11 dan Tabel 2.

19

Gambar 11. Sistem CH3OH, K2CO3, dan air pada 30oC (Castellan, 1983; Triyono, 2006). Tabel 2. Sistem CH3OH, K2CO3, dan air pada 30oC. No

Daerah

Sistem

1

Aab

K2CO3 dalam kesetimbangan dalam larutan jenuh kaya air

2

Aed

K2CO3 dalam kesetimbangan dalam larutan jenuh kaya methanol

3

Byd

Dua lapisan cairan jenuh

4

Abd

K2CO3 dalam kesetimbangan dalam larutan b dan d

Misalkan kalium karbonat ditambahkan ke dalam campuran methanol-air yang komposisinya x (satu fasa). Sistem akan bergerak sepanjang garis xyzA. Pada y dua lapisan terbentuk, pada z kalium karbonat berhenti melarut sehingga di dalam sistem ada padatan kalium karbonat lapisan cairan b dan lapisan d (dua fasa). Penambahan kalium karbonat setelah kalium karbonat berhenti melarut (tetap sebagai padatan) tidak merubah komposisi lapisan b maupun d. Diagram

20

tersebut juga dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa larutan jenuh garam didalam air akan terbentuk endapan bila ke dalamnya ditambahkan alkohol (garis aB) (Castellan, 1983). Ion dari garam padat mampu memberikan efek besar pada molekul zat cair, baik dalam kekuatan gaya tarik menarik yang diberikan pada molekulmolekul komponen campuran dan tingkat selektivitas yang diberikan. Ini berarti bahwa garam memberikan kemampuan pemisahan yang baik. Selain itu, garam padat bersifat non volatile atau tidak mudah menguap, sehingga susah untuk bercampur dengan produk yang dihasilkan. Tidak ada uap garam yang terhirup oleh operator dan ramah lingkungan (Zhigang et al., 2005). Namun, ketika garam padat digunakan pada operasi industri, tidak dapat digunakan kembali, dapat menyebabkan penyumbatan dan korosi pada saluran alat destilasi. Oleh karena itu, dalam dunia industri jarang menggunakan garam padat untuk destilasi (Ngema, 2010). Duan et al. (1980) dan Zhigang et al. (2005) telah mempelajari pengaruh garam yang berbeda pada volatilitas relatif etanol dan air. Ditemukan bahwa beberapa garam menghasilkan efek garam yang besar pada sistem etanol air AlCl3 > CaCl2 > NaCl2, Al(NO3)3 > Cu(NO3)2 > KNO3. Salah satu sifat garam sebagai agent yang dapat dimanfaatkan dalam pemisahan campuran etanol-air adalah garam memiliki sifat mudah terionkan dalam air. Oleh karena itu, untuk pemisahan etanol-air, penambahan garam dapat digantikan dengan penambahan suatu zat elektrolit yang salah satu sifatnya juga mudah terionkan dalam air.

b. KOH dan NaOH sebagai zat elektrolit dalam pemisahan campuran etanol-air. KOH dan NaOH merupakan senyawa ionik dimana umumnya mempunyai titik didih dan titik leleh relatif tinggi dan merupakan penghantar listrik yang baik dalam leburan maupun larutannya. Relatif tingginya titik didih disebabkan oleh relatif besarnya energi yang diperlukan untuk memutuskan gaya-gaya Coloumb antara ion-ion sedangkan sifat penghantar listrik disebabkan oleh gerakan ion-ion dalam leburan atau larutannya.

21

KOH memiliki berat molekul 56,11 g/mol dan mempunyai titik didih o

1327 C, kelarutan yang tinggi dalam air 1100 g/L pada 25oC dan dalam etanol 279 g/L. Unsur alkali ini berdisosiasi eksotermik didalam air secara sempurna menjadi ion K+ dan OH- seperti tercantum pada persamaan (2) (Lide, 1995). KOH + H2O → K+ + 2OH- + H2O

(2)

Pada suhu 25o, NaOH memiliki berat molekul 40,00 g/mol, kelarutan NaOH dalam air yaitu 1110 g/L dan mempunyai titik didih 1661oC. Selain itu NaOH dan KOH memiliki sifat mudah terionkan menjadi ion-ionnya dengan ukuran jarijari ion K+ sebesar 133 pm dan ion Na+ sebesar 95 pm (Heaton, 1996). KOH memiliki kemiripan sifat dengan NaOH yaitu suatu alkali hidroksida. KOH dan NaOH terdiri dari kation berupa logam alkali (K+, Na+). K+ dan Na+ yang memiliki kemampuan kuat dalam donor proton dalam ikatan hidrogen dan juga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air (sebagai acceptor ikatan hidrogen) dan melemahkan interaksi antara molekul etanol dan air. Sedangkan anion memiliki kemampuan kuat sebagai acceptor proton dalam ikatan hidrogen, sehingga anion dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air (sebagai donor ikatan hidrogen). Molekul air memiliki kemampuan kuat sebagai acceptor dan donor ikatan hidrogen sedangkan etanol kuat dalam acceptor ikatan hidrogen tetapi lemah dalam donor ikatan hidrogen (Lei et al., 2014). Oleh karena itu, KOH dan NaOH lebih cenderung berinteraksi dengan molekul air daripada dengan molekul etanol. Terganggunya ikatan hidrogen antara etanol-air oleh penambahan zat elektrolit (KOH dan NaOH) akan mempengaruhi titik azeotrop kurva kesetimbangan uap-cair campuran biner etanol-air serta dimungkinkan terjadinya perubahan energetika setelah penambahan zat elektrolit tersebut. Struktur geometris interaksi antara kation (K+) dengan molekul etanol dan air ditunjukkan pada Gambar 12.

22

Gambar 12. Struktrur geometris dari (a) etanol + KAc (b) Air + KAc. (Lei et al., 2014) Penambahan zat elektrolit NaOH dan KOH akan melemahkan dan mengurangi interaksi ikatan hidrogen antara molekul etanol dan air yaitu dengan melemahkan gaya tarik dipol-dipol antara molekul etanol-air (Gambar 12). Semakin lemahnya gaya tarik dipol-dipol etanol-air maka energi yang dibutuhkan untuk memisahkan molekul etanol dan molekul air semakin kecil pula, sehingga etanol akan lebih mudah terpisah dari air. Sementara itu, penambahan zat elektrolit juga akan menurunkan tekanan uap air, sehingga air mengalami kenaikan titik didih akibat adanya sifat koligatif larutan. Adapun etanol akan menguap pada titik didih yang sama seperti sebelum ditambah zat elektrolit. Kenaikan titik didih air dan tidak berubahnya titik didih etanol setelah penambahan zat elektrolit akan menyebabkan terganggunya titik azeotrop pada kurva kesetimbangan uap-cair campuran etanol-air.

6. Sifat Termodinamika dan Sifat Koligatif Entalpi, entropi, energi internal, dan lain-lain adalah sifat termodinamika yang berguna untuk menganalisis energi dari suatu sistem. a. Campuran Ideal Dua Komponen Menurut Castellan (1983), jika campuran dua cairan nyata (real) berada dalam kesetimbangan dengan uapnya pada suhu tetap, potensial kimia dari masing – masing komponen adalah sama dalam fasa gas dan cairnya (Persamaan (3)).

23

 i ( g )   i (l )

(3)

Jika uap dianggap sebagai gas ideal, maka

 i ( g )   io( g )  RT ln

Pi Po

(4)

dimana Po adalah tekanan standar (1 bar). Sehingga potensial kimia pada fasa cair yaitu,

 i (l )   io(l )  RT ln ai

(5)

Persamaan (5) dapat ditulis menjadi :

 io( g )  RT ln

Pi   io(l )  RT ln ai Po

(6)

Berdasarkan persamaan (6) dapat disimpulkan bahwa RT ln ai 

Pi  RT ln a i Pi o

Pi Pi o

(7) (8)

Persamaan (8) menyatakan bahwa bila uap merupakan gas ideal, maka aktifitas dari komponen i pada larutan adalah perbandingan tekanan parsial zat i di atas larutan (Pi) dan tekanan uap murni dari zat i (Pio). Pada tahun 1884, Raoult mengemukakan hubungan sederhana yang dapat digunakan untuk memperkirakan tekanan parsial zat i di atas larutan (Pi ) dari suatu komponen dalam larutan. Menurut Raoult,

Pi  xi Pi o

(9)

Pernyataan ini disebut sebagai Hukum Raoult, yang akan dipenuhi bila komponen – komponen dalam larutan mempunyai sifat yang mirip atau antaraksi antar larutan besarnya sama dengan interaksi di dalam larutan (A – B = A – A = B – B). Campuran yang demikian disebut sebagai campuran ideal, contohnya campuran benzena dan toluena. Campuran ideal memiliki sifat – sifat : ΔHmix = 0 ΔVmix = 0

24

ΔSmix = - R Σni ln xi Tekanan uap total di atas campuran adalah

P  P1  P2  x1 P1o  x2 P2o Karena x2 = 1 – x1, maka



(10)



P  P2o  P1o  P2o x1

(11)

Persamaan di atas digunakan untuk membuat garis titik didih (bubble point line). Di atas garis ini, sistem berada dalam fasa cair. Komposisi uap pada kesetimbangan ditentukan dengan cara :

xi' 

Pi P

(12)

Keadaan campuran ideal yang terdiri dari dua komponen dapat digambarkan dengan kurva tekanan tehadap fraksi mol berikut. Garis titik didih

cair

v

uap

Garis titik l didih

Garis titik embun

(b) (a) Gambar 13. (a) Tekanan total dan parsial untuk campuran benzena – toluena pada 60oC; (b) Fasa cair dan uap untuk campuran benzena – toluena pada 60oC (Castellan, 1983). Garis titik embun (dew point line) dibuat dengan menggunakan persamaan :

P

P1o P2o P1o  P2o  P1o x1o

Di bawah garis ini, sistem setimbang dalam keadaan uap.

(13)

25

Pada tekanan yang sama, titik – titik pada garis titik gelembung dan garis titik embun dihubungkan dengan garis horisontal yang disebut tie line (garis v-l pada Gambar 12. Jika diandaikan fraksi mol toluena adalah x, maka jumlah zat yang berada dalam fasa cair adalah seperti tercantum pada persamaan (14). C cair 

xv l v

(14)

Sedangkan jumlah zat yang berada dalam fas uap adalah, Cuap 

lx l v

(15)

Penentuan jumlah zat pada kedua fasa dengan menggunakan persamaan (14) dan (15) disebut sebagai Lever Rule. Pembentukan campuran dari konstituen murni selalu terjadi secara spontan, Proses ini harus disertai oleh penurunan energi Gibbs. Keadaan awal ditunjukkan pada Gambar 13(a). Sedangkan keadaan akhir ditunjukkan pada Gambar 13(b), yaitu campuran di bawah tekanan (p) dan suhu (T) yang sama. Pada keadaan awal, energi Gibbs adalah :

G(initial)   ni io

(16)

Energi Gibbs pada keadaan akhir,

G( final)   ni i

(17)

Energi Gibbs campuran, ∆Gmix = Gfinal - Ginitial Sehingga persamaan (17) dapat dinyatakan menjadi persamaan (18).

Gmix   ni (  i   io ) Menggunakan persamaan

i  io  RT ln xi ,

(18) maka persamaan energi Gibbs

campuran dapat dinyatakan menjadi persamaan (19).

Gmix  RT  ni ln xi

(19)

ni dapat disubtitusikan menjadi ni = xi n, dimana n adalah jumlah total mol dalam campuran. Sehingga persamaan (19) dapat dinyatakan menjadi persamaan (20).

Gmix  nRT  xi ln xi

(20)

26

(b)

(a)

Gambar 14. Energi bebas Gibbs. (a) keadaan awal (b) keadaan akhir (Castellan, 1983; Triyono, 2006) Diferensial dari ∆Gmix = Gfinal-Ginitial terhadap temperatur merupakan ∆Smix, seperti yang ditunjukkan pada persamaan (21). (

Gm ix )  Sm ix T

(21)

Sehingga persamaan (21) dapat dinyatakan menjadi persamaan (22). (

Gm ix )  nR xi ln xi T

(22)

Perubahan spontan suatu sistem harus diikuti dengan penurunan energi bebas sehingga ∆G negatif (∆G < 0). Untuk memperoleh ∆G negatif akan lebih mudah apabila ∆Hmix negatif (Eksotermis) dan ∆Smix positif (menjadi lebih tidak teratur). ∆Gmix = ∆Hmix - T∆Smix

(23)

Menggunakan persamaan energi Gibbs dan entropi campuran pada persamaan (22) dan persamaan (23), menghasilkan persamaan (24):

nRT  xi ln xi  Hmix  nRT  xi ln xi

(24)

Sehingga diperoleh ∆Hmix = 0 Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan larutan ideal tidak disertai dengan perubahan entalpi.

27

(a)

(b)

Gambar 15. (a) energi Gibbs untuk larutan ideal (b) entropi untuk larutan ideal (Castellan, 1983). b. Campuran Non Ideal Dua Komponen Tidak semua campuran bersifat ideal. Campuran – campuran non ideal ini mengalami penyimpangan / deviasi dari hukum Raoult. Terdapat dua macam penyimpangan hukum Raoult, yaitu : 1. Penyimpangan positif Penyimpangan positif hukum Raoult terjadi apabila interaksi dalam masingmasing zat lebih kuat daripada antaraksi dalam campuran zat (A –A, B – B > A – B). Penyimpangan ini menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix) positif (bersifat endotermik) dan mengakibatkan terjadinya penambahan volume campuran (ΔVmix > 0). Contoh penyimpangan positif terjadi pada campuran etanol dan n – heksana. 2. Penyimpangan negatif Penyimpangan negatif hukum Raoult terjadi apabila antaraksi dalam campuran zat lebih kuat daripada interaksi dalam masing – masing zat ( A – B > A – A, B – B). Penyimpangan ini menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix<0) negatif (bersifat eksotermik) mengakibatkan terjadinya pengurangan volume campuran (ΔVmix < 0). Contoh penyimpangan negatif terjadi pada campuran aseton dan air.

28

(a)

(b)

Gambar 16. Penyimpangan / deviasi dari hukum Raoult (a) Penyimpangan positif hukum Raoult (b) Penyimpangan negatif hukum Raoult (Castellan, 1983). Pada Gambar 16(a) dan Gambar 16(b) terlihat bahwa masing – masing kurva memiliki tekanan uap maksimum dan minimum. Sistem yang memiliki nilai maksimum atau minimum disebut sistem azeotrop. Menurut Castellan (1983), dalam rangka untuk menghitung energi dari larutan non ideal atau campuran, perlu untuk mempertimbangkan energi campuran. Sehingga, terjadi perubahan nilai energi ketika dua atau lebih zat dicampur, pada suhu dan tekanan yang sama. Perubahan ini terjadi juga terhadap nilai-nilai lainnya yaitu: entalpi, entropi dan energi bebas Gibbs. Untuk mempelajari sistem termodinamika dari sistem non ideal menggunakan konsep aktivitas dan fugasitas yang diperkenalkan pertama kali oleh G.N.Lewis. Potensial kimia komponen didalam campuran secara umum merupakan fungsi dari temperature, tekanan, dan komposisi. Di dalam campuran gas, potensial tiap komponen adalah dinyatakan dalam persamaan (25).

i  io (T )  RT ln f i

(25)

Suku pertama hanya merupakan fungsi temperatur saja, sedangkan fugasitas (fi) merupakan fungsi dari temperatur, tekanan, dan komposisi. Fugasitas merupakan ukuran dari potensial kimia gas i di dalam campuran. Di dalam larutan cair, untuk setiap komponen i di dalam setiap campuran berfasa cair, potensial komponen i dituliskan dalam persamaan (26).

29

i  g i (T . p)  RT ln ai

(26)

Suku pertama hanya merupakan fungsi temperature dan tekanan, sedangkan a i merupakan fungsi dari temperatur, tekanan, dan komposisi. Sebagaimana fugasitas, aktivitas juga merupakan ukuran dari potensial kimia komponen didalam campuran (persamaan (27).

i  io (T )  RT ln ai Apabila xi → 1, sistem mendekati satu komponen murni, sehingga  i =

(27)

io

atau

 i - i = 0, maka persamaan (27) dapat disimpulkan bahwa ln ai = 0 atau ai = 1 o

dan dengan demikian, aktivitas cairan murni adalah sama dengan satu. Di dalam larutan ideal :

Maka

 i (ideal)   io  RT ln xi

(28)

i  i (ideal)  RT ln( ai / xi)

(29)

ai / xi adalah koefisien aktivitas (γi), sehingga persamaaan (29) menjadi persamaan (30).

i  i (ideal)  RT ln(i)

(30)

Pada larutan non ideal, karena larutan non ideal dipengaruhi oleh koefisien aktivitas. Dua pendekatan utama untuk menentukan fase kesetimbangan adalah: (i) menggunakan equations of state, dan (ii) menggunakan persamaan energi excess Gibbs (GE). Persamaan keadaan untuk memprediksi pemisahan fasa uapcair, sedangkan kesetimbangan stabilitas cair-cair biasanya ditentukan dengan menggunakan persamaan GE (O'Connell dan Haile, 2005). Secara umum, excess property dari larutan didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai termodinamika dari larutan tersebut dibandingkan dengan larutan ideal pada kondisi yang sama (suhu, tekanan, dan komposisi) (Smith et al., 2005), seperti dinyatakan dalam persamaan (31).

G E  G  G Id

(31)

30

GE adalah energi excess Gibbs, G adalah energi Gibbs dari larutan, dan Gid adalah energi Gibbs larutan ideal pada kondisi yang sama. Energi Gibbs dari larutan ideal ditunjukkan pada persamaan (32) :

G id   xiGi  RT  xi ln xi

(32)

Perubahan energi Gibbs campuran ditunjukkan pada persamaan (33)

Gmix  G   xiGi

(33)

Penggabungkan persamaan (31), (32), dan (33), perubahan energi Gibbs menjadi persamaan (34) :

Gmix  RT  xi ln xi  G E

(34)

Persamaan (34) dapat dinyatakan dalam persamaan (35) :

Gmix GE   xi ln xi  RT RT

(35)

Energi excess Gibbs dari campuran dapat ditunjukkan sebagai fungsi koefisien aktivitas pada persamaan (36) :

GE   xi ln i RT

(36)

Penggabungkan persamaan (35) dan (36) maka perubahan energi Gibbs menjadi persamaan (37) : Gm ix  ( x1 ln x1  x 2 ln x 2  x1 ln  1  x 2 ln  2) RT

(37)

Sehingga nilai entropi campuran suatu sistem biner dapat ditentukan dengan persamaan (38) : Sm ix  ( x1 ln x1  x 2 ln x 2  x1 ln  1  x 2 ln  2) R

(38)

Stabilitas dari fase cair yang mengandung dua komponen dengan fraksi molar x1 dan x2 bisa ditentukan dengan fungsi perubahan energi Gibbs pencampuran. Tipe-tipe bentuk dari persamaan Gambar 17.

∆Gmix/RT ditunjukkan pada

31

a b1

∆Gmix/RT c

b2 Fraksi mol Gambar 17. Tipe-tipe bentuk dari persamaan ∆Gmix/RT untuk campuran biner. (Conte, 2010). Stabilitas dari campuran cairan biner pada suhu dan tekanan yang diberikan

dapat

ditentukan

dari

plot

∆Gmix/RT

versus

x1

dengan

mengidentifikasinya dengan salah satu bentuk yang diwakili dalam Gambar 16. Tipe (a) menandakan campuran benar-benar bercampur. Tipe (b1) menunjukkan campuran terbagi menjadi dua fase dalam rentang komposisi dimana fungsi ∆Gmix/RT > 0. Tipe (b2) menunjukkan meskipun ∆Gmix/RT > 0 di kisaran komposisi keseluruhan, derivatif kedua d (∆Gmix/RT)/dx21<0, sehingga campuran menunjukkan kesenjangan miscibility. Komposisi kisaran di mana fase perpecahan terjadi tidak tepat ditentukan oleh poin di mana turunan kedua berubah tandanya. Kisaran mungkin lebih besar dari itu dan itu diidentifikasi dari kondisi bidang singgung (Baker et al., 1982). Tipe c menunjukkan campuran tercampur sepenuhnya

c. Sifat Koligatif ; Kenaikan Titik Didih Koligatif larutan adalah sifat fisika dari larutan yang dipengaruhi oleh jumlah partikel yang terlarut. Penambahan suatu zat terlarut (zat aditif) akan menurunkan tekanan uap larutan. Ketika zat terlarut yang ditambahkan menurunkan tekanan uap larutan, maka juga akan mempengaruhi titik didihnya. Sifat koligatif larutan tidak tergantung pada macam zat terlarut melainkan hanya

32

tergantung dari banyaknya molekul zat terlarut relatif terhadap jumlah molekul keseluruhan. Salah satu jenis sifat koligatif larutan yaitu kenaikan titik didih. Kesetimbangan larutan (cair) dengan pelarut murni (uap) akan terjadi apabila :

 (T , P, x)  uap(T .P, x)

 (T , P, x)   io (T , P, x)  RT ln xi

 (T , P, x)   io (T , P, x)  Gvap

(39)

Persamaan (39) dapat dinyatakan dalam persamaan (40). ln x 

G vap

(40)

RT

Persamaan (40) dapat dinyatakan menggunakan integrasi terhadap x pada p konstan, sehingga diperoleh persamaan (41). 1 1  (G vap / T ) T ( ) ( )( ) x R T x

(41)

Berdasarkan persamaan Gibbs-Helmholtz, (

 (G vap / T ) T

)  (

H ) T2

(42)

Sehingga persamaan (40) menjadi persamaan (43). H vap T 1 ( ) ( ) x RT 2 x

(43)

∆Hvap adalah entalpi penguapan pelarut murni pada Temperatur T. (Persamaan (44)).



X

1

T H vap dx   dT x RT 2 To

(44)

Sebagai batas bawahnya x = 1 menyatakan pelarut murni yang mempunyai titik didih To. Batas atas x menyatakan larutan yang mempunyai titik didih T. ∆Hvap diasumsikan merupakan fungsi temperatur dari To sampai T maka persamaan (44) menjadi persamaan (45).

33

ln x 

H vap 1 1 (  ) R T To

(45)

Menunjukkan hubungan antara titik didih larutan ideal dengan titik didih pelarut murni, entalpi penguapan pelarut dan fraksi mol pelarut didalam larutan (Castellan, 1983).

B. Kerangka Pemikiran Campuran

etanol-air

merupakan

campuran

yang homogen

yang

membentuk suatu sistem biner. Etanol memiliki atom hidrogen yang terikat langsung ke oksigen, sehingga memungkinkan terjadinya ikatan hidrogen antar molekul etanol. Akan tetapi, ikatan hidrogen antar molekul etanol tidak seefektif ketika dalam air. Hal ini dikarenakan molekul etanol juga memiliki gugus nonpolar (CH3 - CH2-) sehingga mengurangi kekuatan ikatan hidrogen antar molekul etanol (Ophardt, 2003). Pencampuran etanol dengan air, menyebabkan putusnya ikatan hidrogen antar molekul etanol dan akan terbentuk ikatan hidrogen baru yang kuat antara molekul air dan etanol. Ikatan hidrogen yang terbentuk antara molekul etanol dengan molekul air menyebabkan campuran menjadi sulit untuk dipisahkan. Hal ini dikarenakan pada komposisi tertentu komposisi uap sama dengan komposisi cair dan disebut sebagai titik azeotrop. Titik azeotrop campuran etanol-air terbentuk pada 90% mol etanol dan 10% mol air. Penghilangan sifat azeotrop dapat dilakukan dengan pembentukan atau penambahan fasa lain dalam sistem (Smith, 1995). Penambahan fasa atau sistem salah satunya dapat dilakukan dengan penambahan zat elektrolit berupa garam padat untuk mengeliminasi azeotrop (Ngema, 2010). Penambahan zat elektrolit ini merupakan salah satu penerapan dari sifat koligatif larutan. Berdasarkan sifat koligatifnya, dengan penambahan zat terlarut dalam suatu campuran akan menaikkan titik didih salah satu komponen, sehingga menaikkan perbedaan titik didih antar komponen (Zhigang et al., 2005). Oleh karena itu, penambahan suatu zat elektrolit dalam campuran azeotropik akan menaikkan titik didih komposisi cairannya sehingga komposisi uap yang terpisah

34

akan lebih murni dan tinggi konsentrasinya. Apabila campuran etanol-air ditambahkan sejumlah mol zat terlarut, maka campuran akan mengalami kenaikan titik didih. Zat elektrolit banyak larut dalam air dan sedikit larut dalam etanol maka titik didih air yang lebih dipengaruhi sementara etanol tetap menguap pada titik didih awalnya, sehingga etanol tersebut lebih mudah terpisah dari air. Pinto et al. (2000) menambahkan zat elektrolit berupa garam padat (NaCl, KCl, KI, CaCl2) atau saline extractive distillation untuk memisahkan campuran etanol-air. Hasil menunjukkan bahwa CaCl2 lebih efektif dalam menaikkan kemurnian etanol karena CaCl2 sebagai divalent cation mempunyai salt effect yang besar daripada garam lain. Salt effect yang ditimbulkan yaitu berupa efek salting out dimana kelarutan etanol dalam air akan terganggu sehingga kelarutan etanol dalam air berkurang. Terjadinya efek salting out menyebabkan etanol lebih mudah dipisahkan dari sistem. Hal ini dikarenakan meningkatnya volatilitas etanol terhadap air akibat semakin tingginya titik didih air setelah penambahan zat elektrolit. Salah satu sifat garam sebagai agent yang dapat dimanfaatkan dalam pemisahan campuran etanol-air adalah garam memiliki sifat mudah terionkan dalam air. Oleh karena itu, untuk pemisahan etanol-air, penambahan garam dapat digantikan dengan penambahan suatu zat elektrolit non garam yang juga memiliki sifat mudah terionkan dalam air. Efek penambahan zat elektrolit juga mengganggu ikatan hidrogen antara molekul etanol dan air. Molekul-molekul zat elektrolit akan membentuk ikatan hidrogen yang kuat dengan air sehingga melemahkan ikatan hidrogen antara etanol dan air. Oleh karena itu, diperkirakan bahwa efek penambahan zat elektrolit pada campuran etanol-air dapat menggeser atau mengeliminasi titik azeotrop sehingga etanol dan air akan lebih mudah untuk dipisahkan. Tereliminasinya titik azeotrop pada sistem etanol-air dapat dilihat dari kurva T-x dengan memplotkan suhu titik didih dan suhu titik embun terhadap fraksi mol etanol. Ketika titik didih tidak ada yang berimpit dengan titik embun pada fraksi mol etanol atau ketika komposisi cair dan uap tidak saling berimpit maka dapat dikatakan bahwa titik azeotrop telah tereliminasi. Tereliminasinya titik azeotrop menunjukkan bahwa sudah tidak ada kondisi dimana fasa uap sama

35

dengan fasa cair sehingga memungkinkan pemisahan etanol-air menjadi lebih mudah. Penambahan zat elektrolit dalam campuran etanol-air menyebabkan perubahan sifat campuran, sehingga berpengaruh pula pada perubahan

sifat

termodinamika. Dalam kajian termodinamik, proses pemisahan campuran etanol-air terdapat dua sistem fase kesetimbangan seperti yang ditunjukkan pada persamaan (46) dan (47). Fase Kesetimbangan air H2O (l)



H2O (g)

(46) ∆Hvap : 40,66 kJ/mol ∆S

: 109,1 J/mol

Fasa Kesetimbangan etanol

(47)

C2H5OH(l) ↔ C2H5OH (g) ∆Hvap : 38,60 kJ/mol ∆S

: 110,0 J/mol

Pada keadaan setimbang, energi bebas Gibbs diasumsikan memiliki nilai 0, G = 0 (Castellan, 1983). Berdasarkan persamaan (48), ∆G = ∆H - T ∆S, maka T =

(48)

Maka hasil perhitungan secara teori, titik didih air (T air) adalah 100,052 ˚C dan titik didih etanol (T etanol) adalah 77,9090 ˚C. Penambahan zat elektrolit juga akan menyebabkan tekanan uap jenuh air akan berkurang atau lebih rendah dibanding tekanan uap jenuh air murni sehingga air dalam campuran etanol-air mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari 100oC. Apabila titik didih mengalami kenaikan maka energi yang diperlukan untuk pencampuran (∆Hmix) dan penguapan (∆Hvap) juga lebih tinggi. Nilai entalpi (∆H) menunjukkan sifat proses berlangsungnya suatu sistem. Apabila nilai entalpi (∆H) bernilai positif maka bersifat endotermis, apabila bernilai negatif maka bersifat eksotermis dan apabila nilai entalpi adalah nol, maka merupakan campuran yang ideal. Penambahan zat elektrolit juga menyebabkan perubahan energi Gibbs pencampuran (∆Gmix) bernilai semakin negatif. Hal ini dikarenakan terjadinya reaksi spontan pada pencampuran antara etanol-air dengan zat elektrolit dengan asumsi bahwa koefisien aktivitas etanol bernilai satu yang sama dengan koefisien

36

aktivitas air. Nilai ∆G negatif (∆G < 0) menyebabkan ketidakteraturan campuran semakin meningkat atau semakin bernilai positif (∆Smix > 0). Hal ini berdasarkan persamaan (48), untuk memperoleh ∆G negatif akan lebih mudah apabila ∆H negatif (eksotermis) dan ∆S positif (menjadi lebih tidak teratur) (Castellan, 1983).

C. Hipotesis 1.

Penambahan zat elektrolit (KOH dan NaOH) menyebabkan perubahan titik azeotrop kurva kesetimbangan uap-cair campuran etanol-air.

2.

Penambahan zat elektrolit pada campuran etanol air menyebabkan perubahan entalpi pencampuran, perubahan entalpi penguapan pencampuran, perubahan energi bebas Gibbs pencampuran dan perubahan entropi pencampuran.