Document not found! Please try again

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Masjid dan ... - USU-IR

Masjid merupakan suatu institusi utama dan paling besar dalam , Islam ... 2.2.1 Fungsi Masjid di zaman Rasul dan ... mempunyai peran strategis dalam m...

50 downloads 548 Views 511KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Pengertian Masjid dan Sejarah Masjid Masjid merupakan suatu institusi utama dan paling besar dalam Islam,

serta merupakan salah satu institusi yang pertama kali berdiri. Masjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Masjid artinya tempat sujud, tempat beribadah kepada Allah SWT. Akar kata dari Masjid adalah sajadah dimana berarti sujud atau tunduk. Selain tempat ibadah Masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, Masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan. Ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, beliau memutuskan untuk membangun sebuah Masjid, yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Nabawi, yang berarti Masjid Nabi (Supardi dkk: 2001:2). Masjid Nabawi terletak di pusat Madinah. Masjid Nabawi dibangun di sebuah lapangan yang luas. Di Masjid Nabawi, juga terdapat mimbar yang sering dipakai oleh Nabi Muhammad SAW. Masjid Nabawi menjadi jantung kota Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk kegiatan politik, perencanaan kota, menentukan strategi militer, dan untuk mengadakan perjanjian. (Hasan Ibrohim :2009)

Universitas Sumatera Utara

2.2

Fungsi Masjid Masjid di zaman Rasulullah SAW mempunyai banyak fungsi. Itulah

sebabnya Rasulullah SAW membangun Masjid terlebih dahulu. Masjid menjadi simbol persatuan umat Islam. Selama sekitar 700 tahun sejak Nabi mendirikan Masjid pertama, fungsi Masjid masih kokoh dan original sebagai pusat peribadatan dan peradaban yang mencerdaskan dan mensejahterakan umat manusia. (Supardi dkk: 2001:1) Lewat Masjid Rasulullah SAW membangun kultur masyarakat baru yang lebih dinamis dan progressif. Masjid adalah rumah Allah yang dibangun atas dasar ketaqwaan kepadaNya. Oleh karena itu, membangun Masjid harus diawali dengan niat yang tulus, ikhlas, mengharap ridha Allah semata, sehingga Masjid yang dibangun mampu memberikan ketenangan, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan, rasa aman kepada para jamaah dan lingkungannya. 2.2.1

Fungsi Masjid di zaman Rasul dan dimasa Khalifah Di zaman Rasul fungsi Masjid sangat banyak dibanding zaman sekarang

ini. Hal ini karena Rasul dan para sahabat mampu memberdayakan Masjid dengan optimal. Beberapa fungsi Masjid di zaman Rasul (Supardi dkk: 2001:6) •

Tempat shalat (ibadah), baik shalat, zikir, iktikap, dsb, maka karna itulah Masjid jadi tempat paling mulia dalam Islam.



Sebagai sarana melakukan pemberdayaan umat, seperti tempat pembinaan dan penyebaran dakwah Islam.



Sebagai tempat untuk mengobati orang sakit.



Sebagai tempat untuk mendamaikan orang yang sedang bertikai.

Universitas Sumatera Utara



Sebagai tempat untuk konsultasi dan komunikasi masalah ekonomi, sosial dan budaya, tapi tidak diperkenankan berdagang didalam Masjid.



Sebagai tempat menerima duta-duta asing.



Sebagai tempat pertemuan pemimpin-pemimpin Islam.



Sebagai tempat bersidang.



Sebagai tempat mengurus Baitul Maal.



Sebagai tempat menyusun taktik dan strategi perang.



Sebagai tempat mengurus prajurit yang terluka.



Sebagai sarana tempat pendidikan.



Sebagai tempat singgah orang-orang yang belum memiliki tempat tinggal untuk sementara.

2.2.2

Fungsi Masjid di Zaman Sekarang Dilihat

dari

sisi

pertumbuhan

Masjid

di

Indonesia,

cukup

menggembirakan, dari tahun ke tahun jumlah Masjid makin bertambah, tetapi dapat diakui bahwa fungsinya berkurang dan belum maksimal. Banyak fungsi Masjid yang telah hilang dibandingkan pada zaman Rasul dan para Khalifah. Saat ini jumlah Masjid dan Mushallah di Kota Medan sangat banyak sekitar 1040 unit (pemkomedan.go.id). Jika dilihat pemberdayaan Masjid di Kota Medan selama ini kurang begitu diperhatikan. Hal ini dapat dilihat setiap hari sebagian besar Masjid di Kota Medan hanya dibuka pada saat waktu shalat 5 waktu dan hanya sebagian kecil yang memanfaatkan Masjid untuk kegiatan umat lainnya seperti pengajian, pendidikan agama Islam, ceramah, klinik, akad nikah dan lainnya. Padahal Masjid mempunyai peran strategis dalam membangun kesejahteraan umat. Masjid selama

Universitas Sumatera Utara

ini hanya berperan sebatas tempat ibadah shalat ritual semata, seharusnya jika masyarakat bisa memberdayakan harta Masjid sesuai syariat Islam dengan jumlah Masjid yang cukup banyak maka akan cukup membantu untuk masyarakat sekitar. Karena itu, harus dilakukan rekonstruksi paradigma pemahaman manajemen Masjid sesuai dengan fitrahnya. Seperti yang diketahui misi Masjid yaitu: • Hayya ‘alash shalaah (mari kita melaksanakan shalat), dan • Hayya ‘alal falaah (mari meraih kemenangan). Artinya, mengajak melalui Masjid untuk meningkatkan kualitas ibadah ritual dan melalui Masjid pula diraih kemenangan. Meraih kemengan memiliki makna yang sangat luas, untuk itu manusia harus berusaha menjadikan hukum Islam sebagai landasan dalam menjalani kehidupan agar kelak selamat dunia dan akhirat. Masjid menjadi simbol kebesaran Islam, namun jauh dari kegiatan memakmurkannya. Masjid sejak zaman Rasulullah SAW telah dijadikan pusat kegiatan Islam. Dari Masjid Rasulullah SAW membangun umat Islam, dan mengendalikan pemerintahannya, namun saat ini, Masjid masih belum diberdayakan secara proposional bagi pembangunan umat Islam. Memang tidak mudah untuk mengajak umat kembali ke Masjid seperti pada zaman Rasulullah SAW, tetapi semua umat Islam berkewajiban untuk menerapkannya kembali sesuai dengan syariat Islam. Memakmurkan Masjid memiliki arti yang sangat luas, yakni menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang bernilai ibadah. Di antara kegiatan yang tergolong memakmurkan Masjid saat ini adalah (Supardi dkk: 2001:26)

Universitas Sumatera Utara

1.

Pengelolaan Masjid yang professional

2.

Menyemarakkan Majelis taklim

3.

Taman pendidikan Al-Qur’an

4.

Memberdayakan remaja Masjid

5.

Mengelola perpustakaan

6.

Mengelola keuangan Masjid sesuai prinsip-prinsip Islam

7.

Unit pelayanan zakat

8.

Baitul Maal

9.

Bimbingan penyelenggaraan haji dan umrah, dll.

Selain kegiatan-kegiatan di atas, pengurus Masjid harus tanggap terhadap kondisi sosial yang terjadi di masyarakat. Kendala-kendala maupaun masalahmasalah sosial yang dialami warga sekitarnya, misalnya kelaparan, musibah, kesusahan, kefakiran, deviasi sosial, kenakalan remaja, musafir 5 (pendatang yang kesusahan), ketiadaan air, dan lain sebagainya. Masjid melalui pengurusnya harus bertindak sebagai, pengayom, pencegah, pengobat dan konseling. Dalam hal peristiwa-peristiwa besar, pengurus Masjid perlu bekerja sama dengan lembagalembaga di atasnya, dengan organisasi terkait lain, ataupun dengan Pemerintah. Oleh karena Masjid merupakan instrumen pemberdayaan umat, yang memiliki peranan sangat strategis dalam upaya peningkatan kualitas masyrakat dan kesejahteraan umat, maka pengelolaan manajemen Masjid harus professional. Seorang pengelola Masjid yang mendapat amanah Allah SWT untuk mengurus Masjid, haruslah seorang yang ikhlas, jujur, amanah, adil, disiplin,

5

Musafir: orang yang dalam perjalanan jauh

Universitas Sumatera Utara

bertanggung jawab, peduli, bisa bekerja sama, bahkan dia seharusnya seorang visioner, berfikir maju bagaimana Masjid bisa memberi manfaat yang banyak kepada umat. Allah berfirman dalam QS. At Taubah : 18 yang artinya : “Hanya yang memakmurkan Masjid-Masjid Allah ialah orangorang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. 2.3

Pengertian Sistem Ekonomi Islam Menurut Jogianto (2005: 2). “Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen

yang

berinteraksi

untuk

mencapai

suatu

tujuan

tertentu.

sistem

ini

menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan yang nyata adalah suatu objek nyata, seperti tempat, benda, dan orang-orang yang betul-betul ada dan terjadi.” Sedangkan menurut Murdick, R.G, (1991 : 27). “Sistem adalah seperangkat elemen yang membentuk kumpulan atau prosedur-prosedur/bagan-bagan pengolahan yang mencari suatu tujuan bagian atau tujuan bersama dengan mengoperasikan data dan/atau barang pada waktu rujukan tertentu untuk menghasilkan informasi dan/atau energi dan/atau barang”. Dengan demikian sistem merupakan kumpulan dari beberapa bagaian yang memiliki keterkaitan dan saling bekerja sama serta membentuk suatu kesatuan

Universitas Sumatera Utara

untuk mencapai suatu tujuan dari sistem tersebut. Maksud dari suatu sistem adalah untuk mencapai suatu tujuan dan sasaran dalam ruang lingkup yang terbatas. Selanjutnya pengertian ekonomi Islam menurut para ahli yaitu: 1)

Menurut Muhammad Abdul Manan, “Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat

yang diilhami oleh nilai-nilai

Islam”. 2)

Menurut M. Umer Chapra. “Ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagian manusia

melalui alokasi

dan

distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.” Dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi Islam didefenisikan sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya memandang, meneliti, dan menyelesaikan permasalah-permasalahan ekonomi untuk mencapai tujuan bersama sesuai syariat Islam yang didasarkan Al-Quran dan hadist yang dimana tujuan bersama tersebut adalah selamat dunia dan akhirat. Untuk memudahkan dalam melihat bentuk sistem ekonomi Islam, maka inti pertanyaan terhadap barang dan jasa sebagai pemenuh kebutuhan hidup manusia. Hal tersebut dapat disederhanakan dengan tiga komponen. yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1.

Konsep kepemilikan (al-milkiyah),

2.

Konsep pemanfaatan kepemilikan (tasharruf fil milkiyah)

3.

Konsep distribusi kekayaan ditengah-tengah masyarakat (tauzi’u tsarwah baina an-nas).

Dengan digambarkannya sistem ekonomi dengan tiga bagian tersebut (kepemilikan, pemanfaaatan dan distribusi) maka akan dengan mudah melihat sistem ekonomi Islam secara global. Sekaligus dapat pula membedakannya dengan sistem ekonomi lainnya. Sebab, letak perbedaan antara satu sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya terletak pada tiga poin, yaitu jenis-jenis kepemilikan terhadap harta, cara memanfaatkan harta dan cara membagikan harta tersebut kepada masyarakat. 2.4 1.

Nilai-Nilai Ekonomi Islam Menurut Sistem Ekonomi Islam: Kepemilikan bukanlah penguasaan mutlak atas sumber-sumber ekonomi, tetapi setiap orang atau badan dituntut kemampuannya untuk memanfaatkan sumber-sumber ekonomi tersebut.

2.

Lama kepemilikan manusia atas sesuatu benda terbatas pada lamanya manusia tersebut hidup didunia.

3.

Sumber daya yang menyangkut kepentingan umum atau yang menjadi hajat hidup orang banyak harus menjadi milik umum, seperti minyak dan gas bumi, barang tambang dan lainnya. Islam memiliki nilai instrumental yang mempengaruhi tingkah laku

ekonomi seorang muslim dan masyarakat pada umumnya. Adapaun nilai instrumental tersebut adalah:

Universitas Sumatera Utara

1.

Zakat

2.

Larangan riba

3.

Kerjasama ekonomi

4.

Jaminan sosial

Jika nilai instrumental ini dilaksanakan, maka akan terwujud sistem ekonomi yang seimbang dan menguntungkan. Apabila hal-hal

di atas dapat

dicapai maka akan dapat mensejahterakan masyarakat. 2.5

Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam Islam sebagai agama Allah, mengatur kehidupan manusia agar menjadi

lebih baik kehidupan di dunia dan di akhirat. Perekonomian adalah bagian dari kehidupan manusia, maka tentulah telah diatur dalam sumber yang mutlak yaitu Al-Quran dan Sunnah, yang menjadi panduan dalam menjalani kehidupan manusia. Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar: (Zaenal Arifin, 2002:3) a. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT kepada manusia. Untuk itu pemanfaatannya haruslah dapat dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Implikasinya adalah manusia harus menggunakannya dalam kegiatan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. b. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu. Yaitu yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat dan tidak mengakui pendapatan yang diperoleh secara tidak sah.

Universitas Sumatera Utara

c. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama. Islam mendorong manusia untuk bekerja sama dan berjuang untuk mendapatkan harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Hal ini dijamin oleh Allah bahwa Allah telah menetapkan rizki setiap mahluk yang diciptakan-Nya. d. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja. Mereka harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. e. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang. Prinsip ini didasari oleh sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa masyarakat mempunyai hak yang sama atas air, padang rumput, dan api. f. Seorang muslim harus takut kepada Allah SWT dan hari penentuan di akhirat nanti. Bahwa semua harta dan transaksi ekonomi manusia di dunia ini kelak akan dipertanyakan oleh Allah dan harus dipertanggungjawabkan kemana telah dibelanjakan dan bahkan bagaimana membelanjakannya. g. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab). Zakat

merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya yang

ditujukan untuk orang miskin dan mereka yang membutuhkan. Menurut pendapat para ulama, zakat dikenakan 2,5 % untuk semua kekayaan yang tidak produktif, termasuk didalamnya adalah uang kas, deposito, emas, perak dan permata, serta 10 % dari pendapatan bersih investasi.

Universitas Sumatera Utara

h. Islam melarang riba dalam segala bentuk. Hal ini sudah jelas tercantum dalam Surat Al-Baqarah ayat 275, yang artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu

adalah

disebabkan

mereka

berkata

(berpendapat),

sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. Dalam Ekonomi Islam Konsep Kepemilikan Terbagi Tiga a. Kepemilikan Individu (milkiyatu fardiyah) b. Kepemilikan umum (milkiyatu ‘ammah) c. Kepemilikan Negara (milkiyatu daulah) Artinya harta-harta kekayaan tertentu hanya boleh dimiliki dan dikelola oleh pihak-pihak tertentu yang sesuai dengan jenis kepemilikannya. Seperti harta yang termasuk dalam jenis kepemillikan umum, harta tersebut hanya boleh dimiliki oleh umum (masyarakat). Masjid termasuk ke dalam kepemilikan umum (milkiyatu ‘ammah), oleh karena itu fungsi Masjid haruslah dioptimalkan agar

Universitas Sumatera Utara

berguna bagi seluruh masyarakat. Jumlah harta Masjid yang berasal dari infaq dan shodaqah jika dihitung-hitung dan dijumlahkan akan sangat besar jumlahnya dan apabila dikelola dengan baik maka akan cukup membantu perekonomian masyarakat sekitar. Demikian juga sebaliknya, harta individu tidak dibolehkan untuk dimilliki oleh umum kecuali dengan jalan yang dibenarkan menurut syara’. Begitu juga dengan harta yang berjenis kepemilikan Negara, juga memiliki konsekuensi yang sama dengan sebelumnya, tidak dapat menjadi milik individu ataupun umum kecuali dengan jalan yang dibenarkan menurut syara’. Dengan demikian dapat diberi pengertian terhadap konsep kepemilikan (al-milkiyah), bahwa kepemilikan adalah izin dari syari’ (Allah SWT) kepada manusia untuk memanfaatkan suatu harta benda. Semuanya berdasarkan Al-Quran dan hadist.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Perbedaan Sistem Kepemilikan Ekonomi Islam, Kapitalis dan Sosialis ASAS EKONOMI

SISTEM EKONOMI ISLAM

SISTEM EKONOMI KAPITALISME

SISTEM EKONOMI SOSIALISME

Kepemilikan Individu (Modal)

Mobil, rumah, laptop, televisi, dsb. Barang tambang, jalan, pulau dsb (tidak boleh dimiliki individu maupun negara) Jizyah, ghanimah, fa’i, kharaj, dharibah, dsb. Pembelanjaan harta Pengembangan harta Hukum Islam tentang bai’, mudharabah, ijarah dsb. Non-ekonomi

Individu (Amerika)

Negara (China)

Umum

Negara

Pemanfaatan Berdasar Kepemilikan asas halalharam Distribusi Kekayaan

Individu

Negara

Berdasar asas manfaat

Berdasarkan asas manfaat (Utilitarianisme) (Dialektika materialisme) Individu Negara (mekanisme (campur pasar) tangan meminimalisir Pemerintah campur tangan sangat besar negara dalam setiap kegiatan ekonomi)

Sumber: Jeraislamsolusion.com Catatan: Dengan sedikit perubahan

2.6

Institusi Islam Institusi yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu,

sedangkan istilah menekankan kepada pengertian institusi sebagai suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan (Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud ,1995:1). “Tujuan institusi secara umum adalah memenuhi segala kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

pokok manusia seperti kebutuhan keluarga, hukum, sosial, politik dan budaya.” Adapun fungsi institusi secara lebih rinci adalah sebagai berikut: 1.

Memberikan pedoman kepada masyarakat dalam upaya melakukan pengendalian sosial berdasarkan sistem tertentu, yaitu sistem pengawasan tingkah laku.

2.

Menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat.

3.

Memberikan pedoman kepada masyarakat tentang norma tingkah laku yang seharusnya dilakukan dalam memenuhi kebutuhan mereka. Di Indonesia ada beberapa institusi Islam yang telah berkembang. Semua

institusi yang ada di Indonesia itu bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat muslim, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan nonfisik. Contoh institusi Islam di Indonesia yaitu: 1)

Institusi perkawinan diasosiasikan melalui Kantor Urusan Agama (KUA) dan Peradilan Agama, dengan tujuan agar perkawinan dan perceraian dapat dilakukan secara tertib untuk melindungi hak keluarga, terutama perempuan.

2)

Institusi pendidikan yang diasosiasikan dalam bentuk pesantren dan madrasah.

3)

Institusi ekonomi yang diasosiasikan menjadi Bank Muamalah Indonesia (BMI), Baitul Maal Watamwil (BMT).

4)

Institusi zakat yang diasosiasikan menjadi Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS).

Universitas Sumatera Utara

2.7

Institusi dakwah yang diasosiasikan menjadi Lembaga Dakwah Kampus.

Transaksi Yang Dilarang Dalam Islam Dalam ibadah kaidah hukum yang berlaku adalah, bahwa semua hal dilarang, kecuali yang ada ketentuannya berdasarkan Al-Qur’an dan hadist. Sedangkan dalam urusan mu‘amalah, semuanya diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya. Ini berarti ketika suatu transaksi baru muncul dan belum dikenal sebelumnya dalam hukum Islam, maka transaksi tersebut dapat diterima, kecuali terdapat implikasi dari dalil Al-Qur’an dan hadist yang melarangnya. Demikian, dalam bidang mu‘amalah, semua transaksi dibolehkan kecuali yang diharamkan. Dilarangnya transaksi itu sesuai dengan faktor penyebabnya. Adapun faktor penyebab dilarangnya transaksi tersebut, dan macam-macam transaksi yang dilarang adalah: 2.7.1

Haram zatnya (haram li-zatihi) Transaksi dilarang karena objek (barang/ jasa) yang ditransaksikan juga

dilarang, misalnya minuman keras, bangkai, daging babi, dan sebagainya. Jadi, transaksi jual beli minuman keras atau barang yang diharamkan dalam Islam adalah haram, walaupun akad jual belinya sah. Sebagaimana Fiman Allah SWT dalam QS. An-Nahl ayat 115, yang artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.”

Universitas Sumatera Utara

Hadist yang diriwayatkan dari Ibn Abas r.a, yang artinya: “Telah sampai berita kepada Umar bahwa Samurah menjual tuak. Kemudian Umar berkata, semoga Allah memerangi Samurah, tidak tahukah dia bahwa Rasulullah SAW. bersabda, Allah mengutuki orang-orang Yahudi. Telah diharamkan atas mereka lemak, maka mereka memaksanya untuk dicairkan, kemudian menjualnya.” 2.7.2

Haram selain zatnya (haram li gairihi)

A.

Melanggar prinsip ‘an taradin minkum yaitu Penipuan (Tadlis) Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara

kedua belah pihak (sama-sama ridho). Mereka harus mempunyai informasi yang sama sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi (ditipu) karena ada sesuatu yang di mana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain, ini disebut tadlis, dan tadlis dapat terjadi dalam 4 (empat) hal, yaitu: 1)

Kuantitas, tadlis dalam kuantitas contohnya adalah pedagang yang mengurangi takaran (timbangan) barang yang dijualnya.

2)

Kualitas,

tadlis

dalam

kualitas

contohnya

adalah

penjual

yang

menyembunyikan cacat barang yang ditawarkannya. Dalam tadlis kualitas terdapat dua bentuk yaitu yang pertama dengan cara menyembunyikan cacat yang ada pada barang yang bersangkutan, dan yang kedua dengan menghiasi atau memperindah barang yang ia jual sehingga harganya bisa naik dari biasanya.

Universitas Sumatera Utara

3)

Harga, tadlis dalam harga contohnya adalah memanfaatkan ketidaktahuan pembeli akan harga pasar dengan menaikan harga produk di atas harga pasar.

4)

Waktu penyerahan, tadlis dalam waktu penyerahan contohnya adalah petani buah yang menjual buah diluar musimnya padahal petani mengetahui bahwa dia tidak dapat menyerahkan buah yang dijanjikannya itu pada waktunya.

5)

Adapun dasar hukum tentang larangan penipuan (tadlis) terhadap bertransaksi adalah sebagai berikut:



Al-Baqarah ayat 42, yang artinya:

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. •

An-Nahl ayat 105, yang artinya: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orangorang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.”



Hadist Nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a, yang artinya: “Rasulullah SAW pernah lewat dihadapan orang yang menjual setumpuk makanan lalu beliau memasukkan tangannya kedalam tumpukan makanan itu, ternyata tangan beliau mengenai makanan basah di dalamnya. Kemudian beliau bertanya kepada orang itu, “Mengapa ini basah wahai penjual makanan?” Orang itu menjawab, “Makanan yang di dalam itu terkena hujan wahai Rasulullah.”

Universitas Sumatera Utara

Beliau bersabda, “Mengapa tidak kamu letakkan di atasnya supaya diketahui oleh orang yang akan membelinya? Barang siapa menipu, dia bukan dari golonganku.” B.

Melanggar prinsip la tazlimuna wa la tuzlamun

a.

Garar Artinya keraguan, atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan pihak

lain. Suatu akad mengandung unsur garar, karena tidak ada kepastian, baik mengenai ada atau tidak ada objek akad, besar kecilnya jumlah maupun menyerahkan akad tersebut. Garar disebut juga tagrir adalah situasi dimana terjadi incomplete information karena adanya ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Dalam tadlis yang terjadi adalah pihak yang satu tidak mengetahui apa yang diketahui pihak yang lain, sedang dalam gharar atau tagrir, baik pihak yang satu dengan yang lainnya sama-sama tidak mengetahui sesuatu yang ditransaksikan. Larangan jual beli garar dalam hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a, yang artinya: “Rasulullah SAW. melarang jual beli dengan cara melempar krikil kepada barang yang dibelinya dan melarang menjual barang yang tidak jelas rupa dan sifatnya (bai’ al-gharar)”. b.

Ihtikar (Penimbunan barang) Penimbunan adalah membeli sesuatu yang dibutuhkan masyarakat,

kemudian menyimpannya, sehingga barang tersebut berkurang dipasaran dan

Universitas Sumatera Utara

mengakibatkan peningkatan harga. Penimbunan seperti ini dilarang karena dapat merugikan orang lain dengan kelangkaannya/sulit didapat dan harganya yang tinggi, dengan kata lain penimbunan mendapatkan keuntungan yang besar di bawah penderitaan orang lain. Larangan menimbun harta juga terdapat dalam hadist Nabi yang diriwayatkan dari Ma’mar bin ‘Abdillah r.a, yang artinya: “Barang siapa menimbun (barang pokok), dia bersalah (berdosa)”. Setiap Masjid memiliki harta yang cukup banyak jika dikumpulkan yang berasal dari infaq, shodaqoh dan hibah. Apalagi Institusi Masjid yang cukup besar dan berada di tengah-tengah Kota akan memiliki harta yang cukup banyak. Apabila harta-harta ini hanya didiamkan dan akan bertambah sesuai dengan banyaknya jumlah infaq dan shadaqah masyarakat dalam waktu yang lama tanpa dipergunakan atau hanya menunggu sampai dipergunakan untuk pembangunan Masjid dikhawatirkan dapat masuk kedalam golongan ikhtiyar (penimbunan harta). Untuk itu alangkah baiknya harta tersebut dipergunakan untuk membantu menigkatkan kesejahteraan masyarakat yang sesuai dengan syariat Islam, seperti membuka klinik, memberdayakan tanah infaq dengan tanaman yang bermanfaat, memberikan bantuan modal kepada masyarakat, dll. Dengan demikian harta Masjid akan terbebas dari ikhtiyar dan dapat membantu perekonomian masyarakat serta meningkatkan harta Masjid. Contoh pemberdayaan harta Masjid berupa uang tunai. Yaitu kerjasama Wakaf Center dan institusi Masjid pada produk uang tunai. Misalnya, Masjid AlFath bekerjasama dengan Wakaf Center memanfaatkan harta Masjid sebesar Rp 100 juta. Wakaf Center sebagai penerima amanah uang tunai mengelola dan

Universitas Sumatera Utara

menginvestasikan secara professional sesuai syariah dengan nisbah mudharabah 70:30, 70% untuk operasional Masjid Al-Fath dan 30% untuk maslahat umat Wakaf Center. Bila hasil investasi uang tunai tersebut sebesar Rp 1.500.000,- per bulan, maka Rp 1.050.000,- untuk menunjang biaya operasional Masjid Al-Fath per bulan, dan Rp 450.000,- untuk program maslahat umat lainnya yang dikelola oleh Wakaf Center. c.

Reakayasa permintaan (Bai‘an Najsy) Rekayasa

permintaan

yaitu

produsen

atau

pembeli

menciptakan

permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk tersebut akan naik. Dasar hukum terhadap larangan bai’an najsy terdapat dalam Hadis Nabi yang diriwayatkan Ibnu ‘Umar r.a, yang artinya: “Rasulullah SAW melarang najsy (penipuan yaitu menawar tinggi dengan maksud membeli, tetapi untuk menaikkan penawaran orang lain)”. d.

Riba Riba adalah penyerahan pergantian sesuatu dengan sesuatu yang lain, yang

tidak dapat terlihat adanya kesamaan menurut timbangan syara’ pada waktu akadakad, atau disertai mengakhirkan dalam tukar menukar atau hanya salah satunya. Dasar hukum tentang larangan riba sangatlah banyak baik dalam Al-Qur’an maupun hadist Nabi, diantaranya adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Surat Al-Baqarah ayat 275 yang artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu,

adalah

disebabkan

mereka

berkata

(berpendapat),

sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.

Hadist yang diriwayatkan dari Jabir r.a, yang artinya: “Rasulullah SAW mengutuk pemakan riba, orang yang memberi makan (keluarganya) dengan harta riba, penulis riba, dan kedua saksi riba. Beliau bersabda, “semua itu (hukumnya) sama”. e.

Perjudian (Maysir) Transaksi perjudian adalah transaksi yang melibatkan dua pihak atau lebih,

dimana

mereka

menyerahkan

uang/harta

kekayaan

lainnya,

kemudian

mengadakan permainan tertentu, baik dengan kartu, adu ketangkasan, tebak sekor

Universitas Sumatera Utara

bola, atau media lainnya. Pihak yang menang berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi para pesertanya. Sebaliknya, bila dalam permainan itu kalah, maka uangnya pun harus direlakan untuk diambil oleh pemenang. Allah telah melarang judi (maysir) sebagaimana firma-Nya dalam surat AlMa’idah ayat 90 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.

f.

Suap-menyuap (Risywah) Yang dimaksud dengan perbuatan risywah adalah memberi sesuatu kepada

pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Suap dilarang karena suap dapat merusak sistem yang ada di dalam masyarakat, sehingga menimbulkan ketidakadilan sosial dan persamaan perlakuan. Pihak yang membayar suap pasti akan diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar. Allah telah melarang pebuatan risywah atau suap-menyuap sebagaimana dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 188 yang artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”

Universitas Sumatera Utara

2.7.3

Tidak sahnya (lengkap) akadnya Suatu transaksi tidak masuk kategori haram li gairihi maupun la tazlimuna

wa la tuzlamun, belum tentu halal. Masih ada kemungkinan transaksi tersebut menjadi haram bila akad transaksi itu tidak sah atau tidak lengkap. Suatu transaksi dapat dikatakan tidak sah dan/atau tidak lengkap akadnya, bila terjadi salah satu atau lebih faktor-faktor berikut: a)

Terjadi ta‘alluq (jual beli bersyarat) Ta‘alluq terjadi apabila ada dua akad saling dikaitkan dimana berlakunya

akad pertama tergatung pada akad kedua, sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya rukun (sesuatu yang harus ada pada akad) yaitu objek akad. a)

Two in one (safqatain fi al-safqah) Two in in one atau safqatain fi al-safqah adalah kondisi di mana satu

transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian mengenai akad mana yang harus digunakan (berlaku). Contoh dari two in in one atau safqatain fi al-safqah adalah transaksi sewa-beli. Dalam transaksi ini terjadi ketidakjelasan dalam akad, karena tidak diketahui akad mana yang berlaku akad jual beli atau akad sewa. Adapun dasar hukumnya adalah sebagaimana hadist yang diriwayatkan ‘Amr ibn Syu’aib r.a, yang artinya: “Tidak dihalalkan meminjam dan menjual dua syarat dalam satu transaksi jual beli, keuntungan yang belum dapat dijamin, dan menjual sesuatu yang bukan mil

Universitas Sumatera Utara