BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Masa Nifas - USU-IR

5 komplikasi masa nifas, seperti sepsis puerperalis. Jika ditinjau dari penyabab kematian para ibu, infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak nomo...

81 downloads 909 Views 259KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Masa Nifas 1. Pengertian Masa Nifas Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu. Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang artinya bayi dan partus yang artinya melahirkan atau berarti masa sesudah melahirkan. Asuhan kebidanan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan pada pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh dalam keadaaan seperti sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum hamil. Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah persalinan. Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologi dan psikologi karena proses persalinan (Saleha, 2009). Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada

4

Universitas Sumatera Utara

5 komplikasi masa nifas, seperti sepsis puerperalis. Jika ditinjau dari penyabab kematian para ibu, infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika para tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini. Adanya permasalahan pada ibu akan berimbas juga kepada kesejahtaraan bayi yang dilahirkan karena bayi tersebut tidak akan mendapatkan perawatan maksimal dari ibunya. Dengan demikian, angka morbiditas dan mortalitas bayi pun akan semakin meningkat (Sulistyawati, 2009). Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 69% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Prawihardjo A, 2002). Secara tradisional, bagian pertama dari periode ini adalah masa istirahat. Yaitu ketika ibu dipisahkan oleh orang lain (khususnya pria) karena kehilangan zat darahnya dari vagina sehingga tidak bersih. Pada saat itu, tanpa disadari zat darah tersebut, lochea, yang merupakan campuran dari darah dan produk jaringan dari dinding rahim secara perlahan-lahan luruh, ketika rahim mengalami pengecilan kembali atau pengerutan, kembali ke ukuran rahim semula. Tradisi pemisahan selama periode istirahat sudah lama ditinggalkan, tetapi banyak pengaruh terhadap sekelilingnya, seperti keyakinan bahwa wanita tersebut tidak bersih, sampai kini (Jones, 2005).

Universitas Sumatera Utara

6 2. Tahap Masa Nifas Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut : a. Periode immediate postpartum Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah, dan suhu. b. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu) Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik. c. Periode late postpartum (1 minggu- 5 minggu) Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan seharihari serta konseling KB (Saleha, 2009). 3. Tujuan Asuhan Masa Nifas Asuhan yang diberikan kepada ibu nifas bertujuan untuk meningkatkan kesejahtaraan fisik dan pisikologis bagi ibu dan bayi, pencegahan diagnosa dini dan pengobatan komplikasi pada ibu, merujuk ibu keasuhan tenaga ahli bilamana perlu, mendukung dan memperkuat keyakinan ibu serta meyakinkan ibu mampu melaksanakan perannya dalam situasi keluarga dan budaya yang khusus, imunisasi ibu terhadap tetanus dan mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang

Universitas Sumatera Utara

7 pemberian makan anak, serta peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak (Sulistyawati, 2009). 4. Program Dan Kebijakan Teknis Masa Nifas Pada masa nifas dilakukan paling sedikit 4 kali kunjungan, masa nifas dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah mendeteksi dan menangani masalah–masalah yang terjadi. Kunjungan pertama, dilakukan pada 6-8 jam setelah persalinan. Kunjungan ini dilakukan dengan tujuan mencegah pendarahan masa nifas karena atonia uteri, mendeteksi dan merawat penyebab lain pendarahan, dan merujuk bila pendarahan berlanjut, memberikan konseling kepada ibu dan salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah pendarahan masa nifas karena atonia uteri, pemberian ASI awal, melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir, juga menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia dan jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil. Kunjungan kedua, dilakukan pada 6 hari setelah persalinan. Kunjungan ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau, menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau cairan, dan istirahat, memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda

Universitas Sumatera Utara

8 penyulit, memberikan konseling pada ibu mengenali asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari. Kunjungan ketiga dilakukan pada dua minggu setelah persalinan, kunjungan ini tujuannya sama dengan kunjungan yang kedua. Setelah kunjungan ketiga maka dilakukanlah kunjungan keempat dilakukan 6 minggu setelah persalinan yang merupakan kunjungan terakhir selama masa nifas kunjungan ini bertujuan untuk menanyakan pada ibu tentang penyulit–penyulit yang ia atau bayi alami, juga memberikan konseling untuk mendapatkan pelayanan KB secara dini. (Prawirohardjo B, 2002). 5. Perubahan fisiologis pada masa nifas a. Perubahan sistem reproduksi Selama masa nifas alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsurangsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genital ini dalam keseluruhan disebut involusi. Disamping involusi ini, terjadi juga perubahan-perubahan penting lain, yakni hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi. Yang terakhir ini karena pengaruh lactogenic hormone dari kelenjer hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamma. Setelah janin dilahirkan fundus uteri kira-kira setinggi pusat, segera setelah plasenta lahir, tinggi fundus uteri kurang lebih 2 jari dibawah pusat. Uterus menyerupai suatu buah advokat gepeng berukuran panjang kurang lebih 15 cm, lebar lebih kurang 12 cm dan tebal lebih kurang 10 cm. Dinding uterus sendiri

Universitas Sumatera Utara

9 kurang lebih 5 cm sedangkan pada bekas implantasi plasenta lebih tipis dari pada bagian lain. Pada hari ke-5 postpartum uterus kurang lebih setinggi 7 cm di atas simfisis atau setengah simfisis pusat, sesudah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi diatas simfisis. Bagian bekas implantasi plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri, segera setelah persalinan. Penonjolan tersebut, dengan diameter kurang lebih 7,5 cm, sering disangka sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal. Sesudah 2 minggu diameternya menjadi 3,5 cm dan pada 6 minggu telah mencapai 2,4 cm. 1) Uterus gravidus aterm beratnya kira-kira 1000 gram. Satu minggu postpartum berat uterus akan menjadi kurang lebih 500 gram, 2 minggu post partum menjadi 300 gram, dan setelah 6 minggu postpartum, berat uterus menjadi 40 sampai 60 gram (berat uterus normal kurang lebih 30 gram). otot-otot uterus berkontraksi segera postpartum. pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta dilahirkan (Prawirohardjo C, 2002). 2) Lochea adalah darah yang dibuang dari rahim yang kini telah mengerut kembali ke ukuran semula, selama kehamilan, rahim merupakan kapsul tempat janin hidup dan tumbuh. Rahim melindungi janin dari lingkungan luar, menyediakan gizi melalui uri. Dan akhirnya dengan kontraksi ototnya mengeluarkan bayi ke dunia. Sekarang unsur-unsur tersebut telah di lalui, dan rahim menjalani involusi, segera setelah melahirkan, berat badan menjadi 1000

Universitas Sumatera Utara

10 gram dan dapat dirasakan sebagai kantung yang kuat membulat, mencapai tali pusar, pada hari ke 14 setelah kelahiran, ukurannya menyusut menjadi 350 gram dan tidak lagi dapat di rasakan keberadaannya di dalam perut, pada hari ke 60 (8 minggu) setelah kelahiran, rahim kembali ke ukuran normal. Involusi di sebabkan oleh pembengkakan serabut otot dan penyerapan substansinya. Sebagian ke dalam aliran darah dan sebagian lagi ke dalam lochea (Jones, 2005). Lokia adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina selama masa nifas. Pada hari pertama dan kedua lokia rubra atau kruenta, terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, pada hari ke 3 sampai ke 7 keluar cairan berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, pada hari ke 7 sampai ke 14 cairan yang keluar berwarna kuning, cairan ini tidak berdarah lagi, setelah 2 minggu, lokea hanya merupakan cairan putih yang disebut dengan lokia alba. Lokia mempunyai bau yang khas, tidak seperti bau menstruasi. Bau ini lebih terasa tercium pada lokia serosa, bau ini juga akan semakin lebih keras jika bercampur dengan keringat dan harus cermat membedakannya dengan bau busuk yang menandakan adanya infeksi. 3) Endometrium Perubahan pada endometrium adalah trombosis, degenerasi, dan nekrosis ditempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5 mm,

Universitas Sumatera Utara

11 mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah tiga hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas implantasi plasenta (Saleha, 2009). 4) Serviks Perubahan yang terjadi pada servik ialah bentuk servik agak mengangah seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korvus dan servik berbentuk semacam cincin (Sulistyawati, 2009). b. Perubahan sistem pencernaan Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini disebabkan karena makanan padat dan kurang berserat selama persalinan. Disamping itu rasa takut buang air besar, sehubungan dengan jahitan pada perinium, jangan sampai lepas dan jangan takut akan rasa nyeri. Buang air besar harus dilakukan tiga sampai empat hari setelah persalinan. c. Perubahan perkemihan Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada keadaan sebelum persalinan, lamanya partus kala dua dilalui, besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan (Rahmawati, 2009).

Universitas Sumatera Utara

12 d. Perubahan sistem muskuloskeletal Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta dilahirkan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retropleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Tidak jarang pula wanita mengeluh kandungannya turun setelah melahirkan karena ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan (Sulistyawati, 2009). e. Perubahan tanda-tanda vital 1) Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat celsius. Sesudah partus dapat naik kurang lebih 0,5 derajat celsius dari keadaan normal, namun tidak akan melebihi 8 derajat celsius. Sesudah dua jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal. Nila suhu lebih dari 38 derajat celsius, mungkin terjadi infeksi pada klien. 2) Nadi berkisar antara 60-80 denyutan permenit setelah partus, dan dapat terjadi Bradikardia. Bila terdapat takikardia dan suhu tubuh tidak panas. Mungkin ada pendarahan belebihan atau ada vitium kordis pada penderita pada masa nifas umumnya denyut nadi labil dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan

Universitas Sumatera Utara

13 pernafasan akan sedikit meningkat setelah partus kemudian kembali seperti keadaan semula. 3) Tekanan darah pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam setengah bulan tanpa pengobatan (Saleha, 2009). 6. Perawatan pada masa nifas Perawatan postpartum dimulai sejak kala uri dengan menghindarkan adanya kemungkinan pendarahan postpartum dan infeksi. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas efisiotomi, lakukan penjahitan dan perawatan luka dengan sebaikbaiknya penolong persalinan harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam postpartum untuk mengatasi kemungkinan terjadinya pendarahan post partum. Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan. Karenanya, ia harus cukup dalam pemenuhan istirahatnya. Dari hal tersebut ibu harus di anjurkan untuk tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke kanan dan ke kiri, untuk mencegah adanya thrombosis. Pada hari ke-2 barulah ibu di perbolehkan duduk, hari ke 3 jalan-jalan, dan hari ke-4 atau ke-5 sudah diperbolehkan pulang (Prawirohadjo C, 2002). Ibu diminta untuk buang air kecil (miksi) 6 jam postpartum. Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali berkemih belum melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh,

Universitas Sumatera Utara

14 tidak perlu menunggu 8 jam untuk kateterisasi. Sebab-sebab ibu postpartum mengalami sulit berkemih yaitu: berkurang tekanan intra abdominal, otot-otot perut masih lemah, edema dan uretra, dinding kandung kemih kurang sensitif. Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar (defekasi) setelah hari ke dua postpartum. Jika hari ke tiga belun juga BAB, maka perlu diberi obat pencahar per oral tau per rektal. Jika setelah pemberian obat pencahar masih belum bisa BAB, maka dilakukan klisma (huknah). Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha, 2009). Bila wanita itu sangat mengeluh tentang adanya after pains atau mules, dapat diberi analgetik atau sedatiif supaya ia dapat beristirahat atau tidur. Delapan jam postpartum wanita tersebut disuruh mencoba menyusui bayinya untuk merangsang timbulnya laktasi. Kecuali bila ada kontra indikasi untuk menyusui bayinya, seperti wanita yang menderita tifus adominalis, tubercolosis aktif, diabetes mellitus berat, psikosis, puting susunya tertarik ke dalam dan lain-lain. Bayi dengan labio palato skiziz (sumbing) tidak dapat menyusui oleh karena tidak dapat mengisap. Hendaknya hal ini diketahui oleh bidan atau dokter yang menolongnya. Minumannya harus diberikan melalui sonde. Begitu pula dengan bayi yang dilahirkan dengan alat seperti ekstrasi vakum atau cunam dianjurkan untuk tidak

Universitas Sumatera Utara

15 menyusui sebelum benar-benar diketahui tidak ada trauma kapitis. Pada hari ketiga atau keempat bayi tersebut baru diperbolehkan untuk menyusui bila tidak ada kontra indikasi. Perawatan mammae harus sudah dilakukan sejak kehamilan, areola mamma dan puting susu dicuci teratur dengan sabun dan diberi minyak atau cream, agar tetap lemas, jangan sampai kelak mudah lecet dan pecah-pecah, sebelum menyusui mamma harus dibikin lemas dengan melakukan massage secara menyuluruh. Setelah areola mamma dan putting susu dibersihkan, barulah bayi disusui (Prawirohardjo C, 2002). Dianjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan, sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur (Saleha, 2009).

B. Konsep budaya dalam Perawatan postpartum 1. Definisi Budaya. Budaya berasal dari sangskerta (buddhayah) yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi”atau “akal” semua hal-hal yang berkaitan dengan akal. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Syafrudin, 2009).

Universitas Sumatera Utara

16 Kebudayaan adalah sebuah konsep yang defininya sangat beragam. Kebudayan umumnya digunakan untuk seni rupa, sastra, filsafat, ilmu alam, dan music, yang menunjukkan semakin besarnya kesadaran bahwa seni dan lmu pengetahuan dibentuk oleh lingkungan (Usman, 2003). Variasi biasa terlihat diantara kultur. Variasi eksis dengan kultur. Variasi ini sering berhubungan dengan faktor sosial ekonomi dan pendidikan. Efek dari perbedaan kultur dan individual pada perawatan kesehatan. Persalinan merupakan tantangan bagi perawat untuk mengevaluasi kembali harapan tentang pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengetahui isu-isu dari berbagai macam-macam kultur dalam memberikan pelayanan kesehatan serta meletakkan perhatian pada kompetensi kultural berupa keterampilan dan pengetahuan penting untuk memahami dan mengapresiasikan perbedaan kultur dan dapat mengaplikasikan keterampilan praktek klinik (Arlene & Gloria, 2001). 2. Aspek Budaya Dalam Perawatan Masa Nifas Kebudayaan maupun adat istiadat dalam masyarakat indonesia ada yang menguntungkan, ada pula yang merugikan bagi status kesehatan ibu hamil, ibu bersalin maupun ibu nifas (Syafrudin, 2009). Faktor yang paling mempengaruhi status kesehatan masyarakat terutama ibu hamil, bersalin dan nifas adalah faktor lingkungan yaitu pendidikan disamping faktor-faktor lainnya. Jika masyarakat mengetahui dan memahami hal-hal yang mempengaruhi status kesehatan tersebut maka diharapkan masyarakat tidak

Universitas Sumatera Utara

17 melakukan kebiasaan/adat istiadat yang merugikan kesehatan khususnya bagi ibu hamil, bersalin dan nifas (syafrudin. 2009). Pengaruh sosial budaya sangat jelas terlihat pada ibu hamil dan keluarga yang menyambut masa-masa kehamilan. Upacara-upacara yang diselenggarakan mulai dari kehamilan 3 bulan, 7 bulan, masa melahirkan dan masa nifas sangat beragam menurut adat istiadat daerah masing-masing (syafrudin, 2009). Pada masyarakat Maluku, pantangan makanan pada masa nifas yaitu terong agar lidah bayi tidak ada bercak putih, nenas, mangga tidak bagus untuk rahim (Syafrudin, 2009). Dari berbagai adat istiadat terlihat bahwa, upacara, penanganan bagi ibu hamil, melahirkan dan nifas berbeda-beda setiap wilayah dan menjadi gambaran penting bagi bidan yang bertugas di wilayah seluruh indonesia. Oleh karena itu ilmu pengetahuan sosial kemasyarakat sangat penting dipahami oleh seorang bidan dalam menjalankan tugasnya. Karena bidan sebagai petugas kesehatan yang berada digaris depan dan berhubungan langsung dengan masyarakat, dengan latar belakang agama, budaya, pendidikan dan adat istiadat yang berbeda. pengetahuan sosial dan budaya yang dimiliki oleh seorang bidan akan berkaitan dengan cara pendekatan untuk merubah prilaku dan keyakinan masyarakat yang tidak sehat, menjadi masyarakat yang berprilaku sehat (Syafrudin, 2009).

Universitas Sumatera Utara

18 C. Penelitian Fenomologi Fenomenologi diartikan sebagai pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal atau suatu studi tentang kesadaran dari perspektif dari seseorang (Husserl) (Linkoln & Guba, 1985 dalam Moleong, 2005). Istilah fenomenologi juga sering diartikan sebagai anggapan umum untuk menunjukkan pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui. Istilah fenomenologi juga mengacu pada penelitian terdisiplin tentang kesadaran dari perspektif pertama seseorang (Lincoln & Guba, 1985, dalam moleong, 2005). Terdapat dua macam penelitian fenomenologi, yaitu fenomenologi deskriptif dan fenomologi interpretif. Fenomenologi deskriptif berfokus kepada penyelidikan fenomena, kemudian pengalaman yang seperti apakah yang terlihat dalam fenomena (fenomenologi deskriptif) dan bagaimana mereka menafsirkan pengalaman tersebut (fenomenologi interpretif). Tujuan dari penelitan adalah untuk menggambarkan secara penuh tentang pengalaman dan pengembangan persepsi. Terdapat empat aspek dalam fenomenologi yaitu: (1) ruang kehidupan, (2) kehidupan tubuh (memenuhi kebutuhan batiniah), (3) usia (kesementaraan), (4) kehidupan hubungan manusia (hubungan) (Polit, et al 2001). Fenomenologi kadang-kadang digunakan sebagai pendekatan perspektif dan juga digunakan sebagai dalam penelitian kualitatif. fenomenologi memiliki riwayat yang cukup panjang dalam penelitian sosial termasuk psikologi, sosiologi, dan pekerjaan sosial. Selain itu fenomenologi juga merupakan pandangan berfikir yang menekankan

Universitas Sumatera Utara

19 pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasiinterpretasi duni (Linkoln & Guba, 1985, dalam Moleong, 2005). Beberapa ciri pokok fenomenologi yang dilakukan oleh peneliti fenomenologi yaitu: (1) fenomenologi cendrung mempertentangkan dengan ‘naturalisme’ yaitu yang disebut objektivisme dan positifisme, yang telah berkembang sejak zaman Renaisans dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) secara pasti. Fenomenologi cenderung memastikan kognisi yang mengacu pada apa yang oleh Husserl disebut ‘Evidenz’ yang merupakan kesadaran tentang sesuatu benda itu sendiri secara jelas dan berbeda dengan yang lainnya, yang mencakupi untuk sesuatu dari segi itu, (3) fenomenologi cenderung percaya bahwa bukan hanya sesuatu benda yang ada dalam dunia alam dan budaya (Linkoln & Guba, 1985, dalam Moleong, 2005). Fenomenologi percaya bahwa kehidupan seseorang adalah berharga dan menarik, karena kesadaran seseorang tentang kehidupan tersebut. Ungkapan menjadi sesuatu di dunia (perwujudan) adalah sebuah konsep tentang ketajaman ikatan fisik seseorang pada dunia mereka, seperti berfikir, melihat, mendengar, rasa, dan interaksi antara perasaan yang terus menerus pada tubuh mereka dengan dunia (Polit, et al, 2001). Peneliti dalam pandangan fenomenologi berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu (Moleong, 2005). Fenomenologi tidak berarti bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orangorang yang sedang diteliti, yang ditekankan oleh kaum fenomenologi ialah aspek subjektif dari prilaku seseorang. Tetapi peneliti berusaha untuk masuk ke dalam dunia

Universitas Sumatera Utara

20 konseptual para subjek yang ditelitinya sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupannya seharihari (Linkoln & Guba, 1985, dalam Moleong, 2005). Pandangan yang mendalam, dengan peneliti dan informan sebagai partisipan. Peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan pengalaman hidup tanpa memimpin diskusi. Selanjutnya, dalam percakapan yang dalam, peneliti berusaha menambahkan jalan kepada partisipan untuk mendapatkan akses penuh, tentang pengalaman hidup mereka. Terkadang, dua wawancara terpisah atau beberapa pembicaraan diperlukan (Polit, et al, 2001). Walaupun terdapat sebuah metode interpretasi fenomenologi, sebuah penelitian fenomenologi deskriptif sering melibatkan empat tahap yaitu: (1) menggolongkan data, yang berarti proses mengidentifikasi dan memegang praduga kepercayaan dan pendapat yang ditangguhkan tentang fenomena yang diteliti, (2) Intuisi, yang terbentuk ketika peneliti membuka arti sifat dari fenomena dari orang yang pernah mengalaminya, (3) Analisa data, misalnya menyaring percakapan penting, mengkategorikan, dan membuat pengertian tentang hal-hal yang baru dari fenomena, (4) Menggambarkan, yaitu tahap menggambarkan ketika peneliti mulai mengerti dan mengartikan fenomena (Polit, et al, 2001).

Universitas Sumatera Utara

21 D. Tingkat Keabsahan Data Tingkat kepercayaan hasil penelitian yang peneliti lakukan berpegang kepada empat prisip dan kriteria menurut Lincol and Guba(1950) dikutip dari Moleong (2005) keempat prinsip dan kriteria tersebut ialah: credibility, dependabilitiy, confirmability dan transferability. Prinsip credibility merujuk pada apakah

kebenaran hasil penelitian dapat

dipercaya dalam makna mengungkapkan kenyataan yang sesungguhnya. Untuk memenuhi kriteria ini, dilakukan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negative dan member check sehingga mencapai tinggkat reliabilitas data. Prinsip dependability merujuk apakah hasil penelitian tersebut memiliki keandalan dan reliabilitas. Prisip ini dapat mempertahankan konsisten tehnik pengumpulan data,dalam menggunakan konsep, damn membuat penapsiran dalam penomena. Prinsip confirmability bermakna keyakinan atas data penelitian yang diperoleh. Untuk memenuhi kriteria tersebut peneliti mengginformasikan hasil penelitian kepada pembimbing, karena pembimbing merupakan seorang

yang ahli dalam

bidang penelitian kualitatif penomenologi. Prinsip transferability megandung makna apakah hasil ini dapat digeneralisasikan atau dapat diaplikasikan pada situasi lain, hasi penelitian kualitatif secara apriori tidak dapat digeneralisasikan, kecuali situasi tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan situasi lapangan tempat penelitian. Upaya untuk mentransfer hasil

Universitas Sumatera Utara

22 penelitian kualitatif pada situasi yang berbeda sangat mungkin memerlukan penyesuaian menurut keadaan yang mendasarimya.

Universitas Sumatera Utara