BAB II TINJAUAN TEORITIS - digilib.unimus.ac.id

imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak yang telah dilaksanakan pemerintah selama dapat menurunkan proporsi kematian balita akibat pneu...

5 downloads 472 Views 128KB Size
BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Infeksi Pernafasan Akut (ISPA) ISPA adalah penyakit akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli saluran bawah, termasuk jaringan adreksya seperti sinus-sinus rongga telinga tengah dan pleura (Depkes RI, 2002). Pengertian lain dari ISPA adalah sebagai berikut menurut Nelson,1999. ISPA adalah infeksi yang terutama mengenai struktur saluran diatas Laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulant berurutan. Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA adalah Infeksi Saluran Pernafasan yang berlangsung dalam jangka waktu sampai dengan 14 hari. Yang dimaksud saluran pernapasan adalah organ dari hidung sampai alveoli beserta organ-organ adreksanya, misalnya sinus, ruang telinga tengah, pleura (Ismail Djauhar, 1996).

B. Tanda dan Gejala ISPA Menurut Depkes RI (2002), tanda dan gejala klasifikasi penyakit ISPA dibagi berdasarkan jenis dan derajat keparahanya yang digolongkan dalam 2 kelompok umur yaitu : bayi umur kurang dari 2 bulan dan umur 2 bulan sampai dengan umur 5 tahun. 6

1.

Bayi umur kurang 2 bulan Untuk bayi umur kurang dari 2 bulan, tanda dan gejala penyakit ISPA digolongkan menjadi dua klasifikasi penyakit: Pneumonia berat : batuk atau juga disertai kesulitan bernafas, nafas sesak/penarikan dinding dada sebelah bawah kedalam (severe care indrowing), dahak berwarna kehijauan atau seperti karet. Klasifikasi yang kedua yaitu bukan Pneumonia (batuk pilek) : tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak ada nafas cepat umur 2 bulan sampai umur <12 bulan, kurang 50 kali permenit > umur 1 tahun sampai 5 tahun kurang 40 kali permenit, kadang disertai demam.

2.

Anak umur 2 bulan sampai umur 5 tahun Tanda dan gejala ISPA untuk anak yang berumur 2 bulan sampai 5 tahun digolongkan menjadi 3 klasifikasi penyakit yaitu : a. Pneumonia berat : batuk atau juga disertai kesulitan bernafas, nafas sesak/penarikan dinding dada sebelah bawah kedalam (severe care indrowing), dahak berwarna kehijauan atau seperti karet. b. Pneumonia : berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas, bersama dengan peningkatan frekwensi nafas) perkusi pekak, fremitur melemah, suara nafas melemah dan ronki. c. Bukan Pneumonia (batuk pilek) : tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak ada nafas cepat umur 2 bulan sampai <12 bulan kurang 50 kali permenit, > umur 1 tahun sampai 5 tahun 7

kurang 40 kali, kadang disertai demam.

Klasifikasi ISPA Menurut Depkes RI (1999) dibagi menjadi 3 yaitu: 1. ISPA Ringan Tanda dan gejala : Batuk pilek, demam, tidak ada nafas cepat 40 kali permenit, tidak ada tarikan dinding dada ke dalam. 2. ISPA Sedang Tanda dan gejala : Sesak nafas, suhu lebih dari 39°C, bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok. 3. ISPA Berat Tanda dan gejala : Kesadaran menurun, nadi cepat/tidak teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung jari membiru (sianosis).

C. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi ISPA Beberapa faktor yang dapat mepengaruhi terjadinya ISPA terutama pada keluarga yaitu meliputi kuman penyebab, keadaan lingkungan, kondisi keadaan sosial ekonomi, gizi (nutrisi), imunisasi dan perilaku keluarga. 1. Kuman Penyebab Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA adalah antara lain : dari genus sterptokokus stalikokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella dan korenobakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan mikrovirus, adenovirus, koronarius, pikornavirus, mikoplasma herpes virus dan lain-lain (Depkes 8

RI, 2002). 2. Keadaan lingkungan Pemukiman dapat menjadi reservoir penyakit bagi keseluruhan lingkungan, pemeliharaan rumahpun dapat mempengaruhi penghuninya. Segala fasilitas yang disediakan, apabila tidak dipelihara dengan baik akan menyebabkan terjadinya penyakit. Contoh : lantai yang sering kali tidak dibersihkan, banyak mengandung debu dan tanah yang berasal dari berbagai tempat yang mengandung bakteri atau pun zat-zat yang menimbulkan alergi. Selain itu dari segi kesehatan kepadatan penghuni juga sangat bermakna pengaruhnya, karena sebetulnya kepadatan sangat menentukan insidensi penyakit maupun kematian dimana penyakit menular masih banyak sekali terdapat penyakit pernafasan dan semua penyakit yang menyebar lewat udara menjadi mudah sekali menular. Kemudian asap dari dapur maupun dari udara kotor diluar rumah juga menentukan terjadinya penyakit saluran pernafasan (Slamet,1998). Berkaitan

dengan

bagian-bagian

rumah,

ventilasi

rumah

mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah agar aliran udara dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan penghuni rumah tersebut terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen didalam rumah, yang berarti kadar karbondioksida yang bersifat rawan bagi penghuninya menjadi meningkat. Disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik. Kelembaban ini akan menjadi baik bagi 9

patogen-patogen (bakteri penyebab penyakit). Fungsi kedua dari pada ventilasi udara adalah masuknya cahaya matahari pada ruangan dan bakteri-bakteri terutama bakteri patogen mati karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Rumah yang sehat juga memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya udara yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media/tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri pathogen di dalam rumah. Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup, untuk penghuni di dalamnya artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan penghuninya akan menyebabkan penjubelan (over croweded ). Hal ini tidak sehat sebab di samping menyebabkan kurangnya oksigen juga bila salah satu keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain (Notoatmojo, 1997). 3. Kondisi keadaan sosial ekonomi Dengan adanya alasan keadaan ekonomi yang kurang akan menyebabkan

menurunya

kemampuan

menyediakan

lingkungan

pemukiman yang sehat, serta kurangnya untuk memenuhi hidup sehat mendorong peningkatan jumlah balita yang rentan terhadap berbagai 10

serangan penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA pada balita (Depkes RI, 2002). 4. Gizi (nutrisi) Gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap penyakit-penyakit infeksi, tetapi sebaliknya berkurangnya gizi berakibat kerentanan seseorang terhadap penyakit – penyakit infeksi (Notoatmojo, 1997). 5. Imunisasi Upaya

pencegahan

merupakan

komponen

strategi

dalam

pemberantasan pneumonia pada anak terdiri atas pencegahan melalui upaya imunisasi dan pencegahan non imunisasi. Progam pengembangan imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak yang telah dilaksanakan pemerintah selama dapat menurunkan proporsi kematian balita akibat pneumonia. Hal ini dapat dimengerti karena campak, pertusis difteria bisa juga menyebabkan pneumonia, merupakan penyakit penyerta terjadi pneumonia balita (Ngastiyah, 1998). 6. Perilaku keluarga Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama dalam pencegahan penyakit ISPA. Perilaku yang sehat dan bersih sangat dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan pendidikan keluarga. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan pada keluarga akan berpengaruh positif terhadap meningkatnya pemahaman masyarakat dan keluarga dalam menjaga kesehatan bayi dan balita agar tidak terkena penyakit ISPA 11

yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat (Depkes RI, 2002).

D. Anatomi saluran pernafasan atas.

Anatomi Sistem Pernafasan Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakhea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung : Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal dengan vestibulum (rongga hidung). Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan lapisan selaput lendir sinus yang mempnunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Faring tekak adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungan dengan 12

esophagus pada ketinggian lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukuranya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis yaitu saluran udara kecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm, bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya dapat berubah. Saluran-saluran udara ke bawah sampai ketingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Alveolis yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkiolus dan respiratorius yang terkadang memliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolus seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paruparu, assinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki tangan kira-kira 0,5-1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai sakus alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn. Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan dilapisi oleh pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga kiri dan kanan dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visera pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan sulfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi. Paru kanan dibagi menjadi 3 lobus yaitu lobus superior, media dan inverior sedangkan paru kiri dibagi menjadi 2 yaitu superior dan inverior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastis yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, 13

bronkial venula, ductus alveolar, dan alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas (Evelyn, 2002). Pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru atau pernafasan external, oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas dan oksigen masuk melalui trakea sampai ke alfeoli berhubungan dalam darah dalam kapiler pulmonal. Alfeoli memisahkan oksigen dalam darah, oksigen menembus membran diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dibawa ke bagian tubuh. Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi ketika konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernafasan terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernafasan sehingga terjadi pengambilan O2 dan pertukaran CO2 lebih banyak. Darah merah (Hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dalam tubuh masuk ke jaringan mengambil karbondioksida dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi pernafasan externa. Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4500-500 ml (4,5-5 liter). Udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan expirasi) hanya 10% kurang lebih 500ml, disebut juga udara pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasan biasa. Kecepatan pernafasan pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Pernafasan secara normal, expirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat. Pada bayi ada kalanya terbalik

inspirasi-istirahat-expirasi,

disebut

juga

pernafasan

terbalik

(Syaifuddin, 2006). 14

E. Patofisiologi Etiologi ISPA terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus dan riketsia bakteri penyebab ISPA antara lain dari genus streptokokus, stafilikokus, pnemokokus, hemorilus, bordetelle, adenovirus, korinobakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan miksovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpes virus dan lain – lain. Virus merupakan

penyebab

tersering

infeksi

saluran

pernafasan,

mereka

menginfeksi mukosa hidung trachea dan bronkus. Infeksi virus primer pertama kali ini akan menyebabkan mukosa membengkak dan menghasilkan banyak mucus lendir dan terjadilah akumulasi sputum di jalan nafas. Pembengkakan mukosa dan produksi lendir yang meningkat ini akan menghambat aliran udara melalui pipa-pipa dalam saluran nafas. Batuk

merupakan

tanda

bahwa

paru-paru

sedang

berusaha

mengeluarkan lendir dan membersihkan pipa pernafasan karena batuk merupakan suatu refleks produktif yang timbul akibat iritasi percabangan trakheobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran nafas bagian bawah. Bila seseorang mengalami infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Batuk akan menyebabkan sedikit sputum dalam bentuk percikan ke udara. Orang – orang yang berada sangat dekat dengan pasien ini akan menghirup udara yang sudah tidak bersih ini. Inilah caranya bagaimana infeksi saluran nafas menyebar ke orang lain. Karena penularan dapat melalui percikan ludah (droplet), dan tebaran di udara (aerosol) (Ganong, 2000). 15

Bakteri dapat berkembang dengan mudah dalam mukosa yang sudah terserang virus, infeksi bakteri sekunder ini menyebabkan terbentuknya nanah dan memperburuk penyakit. Kadang – kadang infeksi ini menyebar ke bawah laring dan menyebabkan radang paru-paru (pneumonia). Bila menyerang laring dan saluran nafas bagian bawah sangat berbahaya karena pipa-pipa ini menjadi lebih sempit dan lebih mudah tersumbat. Tetapi jika laring, bronkus dan bronkiolus tersumbat udara tidak dapat masuk ke dalam alveoli dan keadaan ini akan membuat sakit lebih parah terjadinya akumulasi secret di bronkus dan alveolus dapat menimbulkan sesak nafas dengan tanda-tanda wheezing, terdapat tarikan dinding dada ke dalam, pernafasan cepat dan cuping hidung kembang kempis. Hal tersebut merupakan mekanisme untuk memperoleh oksigen yang cukup untuk tubuh. Kadangkadang infeksi menyebar ke telinga tengah dan menyebabkan peradangan telingga bagian tenggah (otitis media) (Biddulph, 1999). Selain itu infeksi dapat menyebabkan demam, batuk pilek dan sakit tenggorokan serta mungkin tidak mau makan. Pathogenesis demam berasal dari toksin bakteri. Misalnya : Endotoxin yang bekerja pada monosit, makrofag dan sel-sel kupffer untuk menghasilkan beberapa macam sitoksin yang bekerja sebagai pirogen endogen kemudian mengaktifkan daerah preptik hipotalamus, sitokin juga dihasilkan dari sel-sel SSP (system syaraf pusat) apabila terjadi rangsangan oleh infeksi dan sitoksin tersebut mungkin bekerja secara langsung pada pusat-pusat pengatur suhu. Demam yang ditimbulkan oleh sitoksin mungkin disebabkan oleh pelepasan prostaglandin ke dalam 16

hipotalamus yang menyebabkan demam. Infeksi bakteri dalam pembuluh darah juga dapat menyebabkan komplikasi misalnya, meningitis purulenta dll (Suzanne, 2001).

F. Komplikasi Kondisi yang memberat dan tujuan penanganan pada ISPA menurut Ngastiyah (1996), adalah ISPA merupakan self limited disiese yang sembuh sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain. Komplikasi yang dapat terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba eustachi, dan penyebaran infeksi. Sinusitis paranasal : komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan anak kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum tampak lebih berat, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya di daerah sinus frontalis dan maksilaris. Diagnosis ditegakan dengan pemeriksaan foto rontgen dan transluminasi (pada anak besar). Kadangkadang disertai sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai secret purulen dapat unilateral maupun bilateral. Bila didapatkan pernafasan mulut yang menetap dan rangsang faring yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu dipikirkan terjadinya komplikasi sinusitis. Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan diberikan antibiotic. Penutupan tuba Eustachi : Tuba Eustachi yang buntu memberi gejala tuli, dan infeksi dapat menembus langsung ke daerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut (OMA). Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang 17

tinggi (Hiperpireksia), kadang menyebabkan kejang demam, anak sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri (pada bayi juga dapat diketahui dengan cara menekan telinganya dan bayi biasanya akan menangis dengan keras). Kadang-kadang hanya ditemui gejala demam, gelisah juga disertai muntah atau diare. Karena bayi yang menderita batuk pilek sering menderita infeksi pada telinga tengah sehingga menyebabkan terjadinya OMA dan juga dapat menyebabkan kejang demam, maka bayi perlu dikonsulkan di bagian THT. Biasanya bayi dilakukan parasintesis jika setelah 48-72 jam diberikan antibiotika jika keadaan tidak membaik. Parasintesis (penusukan selaput telinga) dimaksudkan untuk mencegah membrana tympani pecah sendiri dan terjadi otitis media perforata (OMP). Penyebaran infeksi : penjalaran infeksi skunder dari nasofaring kearah bawah dapat menyebabkan radang saluran nafas bagian bawah seperti laryngitis, trakeitis, bronchitis dan bronkopnemonia. Selain itu dapat pula terjadi komplikasi jauh misalnya terjadi meningitis purulenta.

G. Penatalaksanaan 1.

Nonfarmakologi Penatalaksanaan ISPA menurut (MTBS, 2005) menurut jenis dan derajat keparahanya yaitu: a. Bukan pneumonia 1.)

Ibu diminta memperhatikan timbulnya tanda-tanda yang 18

mengarah pada pneumonia selain 3 gejala pokok yaitu : nafas cepat, sukar bernafas, tidak bisa minum atau menetek, bertambah parah, timbul demam. Jelaskan dengan kata-kata yang dimengerti ibu jika ibu tidak mengerti mungkin ibu tidak akan kembali pada waktu anak menderita pneumonia dan anak mungkin akan meninggal. 2.)

Kunjungan anak sehat berikutnya Nasehati ibu kapan harus kembali ke klinik untuk pemberian imunisasi dan suplemen vitamin A kecuali jika telah terlalu banyak hal yang harus diingat ibu dan ibu memang harus kembali.

3.)

Menasehati ibu tentang kesehatannya sendiri Pada kunjungan sewaktu anak sakit, tanyakan apakah ibu sendiri mempunyai masalah. Ibu mungkin membutuhkan pengobatan atau rujukan untuk masalah kesehatannya sendiri yaitu : jika ibu sakit beri perawatan untuk ibu atau dirujuk, jika ibu

mempunyai

permasalahan

dengan

payudaranya

(pembengkakan, nyeri pada putting susu, infeksi payudara) beri perawatan atau dirujuk untuk pertolongan lebih lanjut, nasehati pada ibu untuk makan makanan yang bergizi untuk memjaga kekuatan dan kesehatan dirinya. b. Pneumonia 1.)

Kunjungan ulang untuk pneumonia 19

Setiap anak dengan pneumonia harus kembali ke petugas kesehatan setelah 2 hari untuk kunjungan ulang yaitu : periksa adanya tanda bahaya umum, periksa untuk batuk atau adanya sukar bernafas. Tanyakan pada ibu : apakah anak bernafas lebih lambat? Apakah nafsu makan anak membaik? Tindakan: a.) Jika ada tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada ke dalam, beri 1 dosis antibiotic pilihan kedua atau suntikan kloramfenikol. Selanjutnya rujuk segera. b.) Jika frekwensi atau nafsu makan anak tidak menunjukkan perbaikan gantilah dengan menggunakan antibiotik pilihan kedua dan anjurkan pada ibu untuk kembali dalam 2 hari bila anak sudah mendapat kotrimoksazol ganti dengan amoxillin. c.) Jika nafas melambat atau nafsu makannya membaik lanjutkan pemberian antibiotic hingga seluruhnya 5 hari dan pastikan ibu mengerti pentingnya menghabiskan obat itu walaupun keadaan anak sudah membaik (WHO,2002).

H. Konsep keluarga 1. Pengertian Keluarga Keluarga didefinisikan dalam berbagai cara. Definisi keluarga berbeda-beda, tergantung kepada teoritis “pendefinisi” yaitu dengan 20

menggunakan menjelaskan yang penulis cari untuk menghubungkan keluarga. Misal para penulis mengikuti orientasi teoritis interaksionalis keluarga, memandang keluarga sebagai suatu arena berlangsungnya interaksi kepribadian, dengan demikian menekankan karakteristik transaksi dinamika. Para penulis yang mendukung suatu perspektif sistemsistem sosial terbuka ukuran kecil yang terdiri dari seperangkat bagian yang sangat tergantung sama lain dan dipengaruhi oleh struktur internal dan sistem-sistem yang ekstrem (Friedman, 1998). Keluarga merupakan matriks dari perasaan beridentitas dari anggota-anggotanya merasa memiliki dan berbeda. Tugas utamanya adalah

memelihara pertumbuhan psikososial anggota-anggotanya dan

kesejahteraan selama hidupnya secara umum. Keluarga juga membentuk unit sosial yang paling kecil yang mentransmisikan tuntutan-tuntutan dan nilai-nilai dari suatu masyarakat, dan dengan demikian melestarikannya. Keluarga harus beradaptasi dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat sementara keluarga juga membantu perkembangan dan pertumbuhan anggotanya sementara itu semua tetap menjaga kontinuitas secara cukup untuk memenuhi fungsinya sebagai kelompok refrensi dari individu (Friedman, 1998). Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan dan kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga (Duvall dan logan, 1989). 21

Dari kedua pengertian keluarga di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa keluarga adalah seperangkat bagian yang saling tergantung satu sama lain serta memiliki perasaan beridentitas dan berbeda dari anggota dan tugas utama keluarga adalah memelihara kebutuhan psikososial anggota-anggotanya dan kesejahteraan hidupnya secara umum. 2. Struktur Keluarga Menurut Friedman (1998) struktur keluarga terdiri atas : a. Pola dan proses komunikasi Pola interaksi keluarga yang berfungsi : 1.) bersifat terbuka dan jujur, 2.) selalu menyelesaikan konflik keluarga, 3.) berpikiran positif, dan 4.) tidak mengulang-ulang isu dan pendapat sendiri. Karakteristik komunikasi keluarga berfungsi untuk : 1.)

Karakteristik pengirim : yakin dalam mengemukakan sesuatu atau pendapat, apa yang disampaikan jelas dan berkualitas, selalu meminta dan menerima umpan balik.

2.)

Karakteristik penerima : siap mendengarkan, memberi umpan balik, melakukan validasi.

b. Struktur peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat misalnya sebagai suami, istri, anak dan sebagainya. Tetapi kadang peran ini tidak dapat dijalankan oleh masing-masing individu dengan baik. 22

Ada beberapa anak yang terpaksa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang lain sedangkan orang tua mereka entah kemana atau malah berdiam diri di rumah. c. Struktur kekuatan Kekuatan merupakan kemampuan (potensial dan aktual) dari individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah perilaku orang lain ke arah positif. d. Nilai-nilai keluarga Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan. Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga. 3. Tipe/bentuk Keluarga Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuwan dan orang yang mengelompokkan menurut (Friedman,1998) tipe keluarga ada tiga, yaitu : a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunan atau adopsi atau keduanya. b. Keluarga orientasi (keluarga asal) adalah unit keluarga yang di dalamnya seseorang dilahirkan. c. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah 23

anggota keluarga yang lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi). d. Fungsi Keluarga Fungsi keluarga menurut Friedman (1998) adalah : 1.)

Fungsi Afektif (The affective function) : Fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain, fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial keluarga.

2.)

Fungsi Sosialisasi dan penempatan sosial (sosialisation and social placement fungtion) : Fungsi pengembangan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

3.)

Fungsi Reproduksi (reproductive function) : Fungsi untuk mempertahankan generasi menjadi kelangsungan keluarga.

4.)

Fungsi Ekonomi (the economic function) : Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5.)

Fungsi Perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the healty care function) : Fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang 24

kesehatan. e. Tugas Kesehatan Keluarga Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut : (Friedman, 1998) 1.)

Mengenal masalah kesehatan.

2.)

Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.

3.)

Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

4.)

Memodifikasi lingkungan yang sehat.

5.)

Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan masyarakat.

f. Tugas Perkembangan Keluarga Siklus kehidupan setiap keluarga mempunyai tahapan-tahapan. Seperti individu-individu

yang

mengalami

tahap

pertumbuhan

dan

perkembangan yang berturut-turut, keluarga juga mengalami tahap perkembangan yang berturut-turut. Adapun tahap-tahap perkembangan menurut Duvall dan Miller dalam (Friedman, 1998) adalah : 1.)

Tahap I

:

Keluarga pemula

Perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya sebuah keluarga baru dan perpindahan dari keluarga asal atau status lajang ke hubungan baru yang intim. 2.)

Tahap II

:

Keluarga sedang mengasuh anak

Dimulai dengan kelahiran anak pertama hingga bayi berusia 30 bulan. 3.)

Tahap III

:

Keluarga dengan anak usia pra sekolah 25

Dimulai ketika anak pertama berusia dua setengah tahun, dan berakhir ketika anak berusia lima tahun. 4.)

Tahap IV

:

Keluarga dengan anak usia sekolah

Dimulai ketika anak pertama telah berusia enam tahun dan mulai masuk sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa remaja. 5.)

Tahap V

:

Keluarga dengan anak remaja

Dimulai ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, berlangsung selama enam hingga tujuh tahun. Tahap ini dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama jika anak masih tinggal di rumah hingga berumur 19 atau 20 tahun. 6.)

Tahap VI

:

Keluarga yang melepas anak usia dewasa

muda Ditandai oleh anak pertama meninggalkan rumah orang tua dan berakhir dengan “rumah kosong,” ketika anak terakhir meninggalkan rumah. Tahap ini dapat singkat atau agak panjang, tergantung pada berapa banyak anak yang belum menikah yang masih tinggal di rumah. Fase ini ditandai oleh tahun-tahun puncak persiapan dari dan oleh anak-anak untuk kehidupan dewasa yang mandiri. 7.)

Tahap VII

:

Orangtua usia pertengahan

Dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir 26

pada saat pensiun atau kematian salah satu pasangan. 8.)

Tahap VIII

:

Keluarga dalam masa pensiun dan lansia

Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun, hingga salah satu pasangan meninggal dan berakhir dengan pasangan lainnya meninggal.

I.

Konsep Balita 1. Periode Perkembangan Perkembangan adalah hal-hal yang lebih berkaitan dengan fungsifungsi organ tubuh seperti kepandaian/intelegensia, emosi, perilaku dan panca indera (Kayyisa, 2009). Perkembangan seorang anak secara umum digambarkan dalam periode-periode. Salah satunya adalah periode Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai Balita merupakan salah satu periode manusia setelah bayi sebelum anak anak awal. Rentang usia balita dimulai dari dua sampai dengan lima tahun, atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 24-60 bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada

masa balita ini

perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan bagi perkembangan selanjutnya. 27

Perkembangan yang optimal sangat dipengaruhi oleh peranan lingkungan dan interaksi antara anak dan orang tua/orang dewasa lainnya. Interaksi sosial diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangan, bahkan sejak bayi dalam kandungan (Rini, 2008). a. Perkembangan psikologis menurut Kayyisa, 2009 adalah sebagai berikut: 1.)

Psikomotorik Terjadi perubahan yang cukup drastis dari kemampuan psikomotor balita yang mulai terampil dalam pergerakannya (lokomotion). Mulai melatih kemampuan motorik kasar misalnya berlari, memanjat, melompat, berguling, berjinjit, menggenggam, melempar yang berguna untuk mengelola keseimbangan tubuh dan mempertahankan rentang atensi. Pada akhir periode balita kemampuan motorik halus anak juga mulai terlatih seperti meronce, menulis, menggambar, menggunakan gerakan pincer yaitu memegang benda dengan hanya menggunakan jari telunjuk dan ibu jari seperti memegang alat tulis atau mencubit serta memegang sendok dan menyuapkan makanan kemulutnya, mengikat tali sepatu.

2.)

Kognitif Pada periode usia ini pemahaman terhadap obyek telah lebih ajeg. Balita memahami bahwa obyek yang disembunyikan masih tetap ada, dan akan mengetahui keberadaan obyek tersebut 28

jika proses penyembunyian terlihat oleh mereka. Akan tetapi jika proses penghilangan obyek tidak terlihat, balita mengetahui benda tersebut masih ada, namun tidak mengetahui dengan tepat letak obyek tersebut. Balita akan mencari pada tempat terakhir ia melihat obyek tersebut. Oleh karena itu pada permainan sulap sederhana, balita masih kesulitan untuk membuat prediksi tempat persembunyian obyek sulap. Kemampuan bahasa balita bertumbuh dengan pesat. Pada periode awal balita yaitu usia dua tahun kosakata rata-rata balita adalah 50 kata, pada usia lima tahun telah menjadi di atas 1000 kosakata. Pada usia tiga tahun balita mulai berbicara dengan kalimat sederhana berisi tiga kata dan mulai mempelajari tata bahasa dari bahasa ibunya contoh kalimat Usia 24 bulan : "Haus, minum" Usia 36 bulan : "Aku haus minta minum". 3.)

Sosial dan individu Pada periode usia ini balita mulai belajar berinteraksi dengan lingkungan sosial di luar keluarga, pada awal masa balita, bermain bersama berarti bersama-sama berada pada suatu tempat dengan sebaya, namun tidak bersama-sama dalam satu permainan interaktif. Pada akhir masa balita, bermain bersama berarti melakukan kegiatan bersama-sama dengan melibatkan aturan permainan dan pembagian peran. Balita mulai memahami dirinya sebagai individu yang 29

memiliki atribut tertentu seperti nama jenis kelamin, mulai merasa berbeda dengan orang lain di lingkungannya. Mekanisme perkembangan

ego

yang

drastis

untuk

membedakan dirinya dengan individu lain ditandai oleh kepemilikan yang tinggi terhadap barang pribadi maupun orang signifikannya sehingga pada usia ini balita sulit untuk dapat berbagi dengan orang lain. Proses pembedaan diri dengan orang lain atau individuasi juga menyebabkan anak pada usia tiga atau empat tahun memasuki periode negativistik sebagai salah satu bentuk latihan untuk mandiri. b. Pendidikan dan pengembangan Cara belajar yang dilakukan pada usia pra sekolah ini melalui bermain serta rangsang dari lingkungannya, terutama lingkungan rumah. Terdapat pula pendidikan di luar rumah yang melakukan kegiatan belajar lebih terprogram dan terstruktur, walau tidak selamanya lebih baik. 2. Periode Pertumbuhan Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran tubuh. Tumbuh berkaitan dengan fisik, yaitu hal-hal yang dapat dilihat dengan mata, yang tampak dan dapat diukur, antara lain : tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala. Tahap pertumbuhan dan perkembangan setiap bayi tidak ada yang sama persis. Oleh karena itu, tidak mungkin memprediksi secara tepat 30

bagaimana perilaku bayi dalam setiap tahap kehidupannya. Tetapi ada kecenderungan umum yang terjadi, tabel di bawah ini hanya dijadikan patokan dasar untuk melihat tahap pertumbuhan dan perkembangan balita. Ciri khas pertumbuhan balita, pertumbuhan fisik, pertambahan berat badan menurun, terutama di awal balita. Hal ini terjadi karena balita menggunakan banyak energi untuk bergerak.

J.

Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Masalah ISPA. 1. Pengkajian askep keluarga dengan masalah ISPA menurut Friedment: a. Identifikasi data 1.)

Usia Diseluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih dari 2 juta kematian balita karena pneumonia, di Indonesia menurut survey kesehatan rumah tangga 2001. Kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita pertahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir 300 balita setiap hari atau 1 balita setiap 5 menit (Mardjanis, 2002).

2.)

Status nutrisi Gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap penyakit – penyakit infeksi, tetapi sebaliknya kekurangan gizi berakibat kerentanan seseorang terhadap penyakit infeksi (Notoatmojo, 1997). 31

3.)

Status imunisasi Upaya pencegahan merupakan komponen strategi dalam pemberantasan pneumonia pada anak terdiri atas pencegahan melalui upaya imunisasi dan pencegahan non imunisasi. Progam pengembangan imunisasi yang meliputi (PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak yang telah dilaksanakan pemerintah selama dapat menurunkan proporsi kematian balita akibat pneumonia. Hal ini dapat dimengerti karenacampak, pertusis difteria bisa juga menyebabkan pneumonia, merupakan penyakit penyerta terjadi pneumonia balita (Ngastiyah, 1998).

4.)

Bentuk keluarga Kepadatan penghuni rumah yang terlalu tinggi (bentuk keluarga besar) merupakan faktor yang merugikan, karena memudahkan penularan dari orang ke orang secara fekal-oral. Penularan lewat percikan (droplet) dan tebaran di udara (aerosol) (P.bres, 1995).

5.)

Status sosial ekonomi Dengan adanya keadaan sosial ekonomi yang kurang akan menyebabkan

menurunnya

kemampuan

menyediakan

pemukiman yang sehat serta kurangnya umur sehat mendorong peningkatan jumlah balita yang rentan terhadap berbagai serangan penyakit menular seperti ISPA (Depkes RI, 2002). 6.)

Perilaku keluarga 32

Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku hidup bersih dan sehat sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan, dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan, diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman keluarga dalam menjaga kesehatan, balita agar tidak terkena penyakit ISPA (Depkes RI, 2002). b. Tahap perkembangan dan sejarah keluarga 1.)

Diseluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih dari 2 juta kematian balita karena pneumonia, di Indonesia menurut survey kesehatan rumah tangga 2001. Kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita pertahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir 300 balita setiap hari atau 1 balita setiap 5 menit (Mardjanis, 2002).

2.)

Keadaan sosial ekonomi yang kurang dan perilaku hidup bersih dan sehat. Mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA, dipengaruhi oleh

budaya

mempengaruhi

dan

tingkat

terhadap

pada

dalam

pemahaman

keluarga

keluarga

yang

menjaga

kesehatan balita agar tidak terkena penyakit ISPA (Depkes, 2002). c. Data lingkungan 1.)

Karakteristik rumah 33

Kurangnya fentilasi rumah akan menyebabkan kurangnya udara di dalam rumah, yang berarti kadar Co2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam rumah menjadi naik. Kelembaban ini merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri pathogen. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam rumah terutama cahaya matahari, di samping kurang nyaman, juga merupakan media yang baik untuk berkembangnya bibit – bibit penyakit. Luas lantai bangunan rumah harus cukup untuk penghuni di dalamnya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan penjubelan (over crowed) dan bila salah satu anggota keluarga ada yang terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga dari berbagai tempat yang banyak mengandung berbagai macam bakteri, dan lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit (Notoatmojo, 1997). 2.)

Karakteristik tetangga dan masyarakat yang lebih luas Jumlah penduduk yang besar (kepadatan penduduk) dan keadaan sosial ekonomi yang kurang disertai dengan menurunya kemampuan menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah balita rentan terhadap berbagi serangan penyakit menular seperti ISPA (Depkes RI, 2002). 34

3.)

Fasilitas dan pelayanan kesehatan Adanya fasilitas kesehatan sangat menentukan pemulihan kesehatan, pencegahan penyakit serta pengobatan (Efendi, 1998).

4.)

Fasilitas transportasi Transportasi yang memadai sangat berpengaruh terhadap kemampuan keluarga untuk menjangkau fasilitas kesehatan (Efendi, 1998).

5.)

Hubungan keluarga dengan masyarakat Keluarga membutuhkan pertolongan dari kelompokkelompok masyarakat untuk bersama-sama menjaga sanitasi lingkungan (Efendi, 1998).

d. Struktur keluarga menurut Efendi, 1998 adalah sebagai berikut: 1.)

Struktur komunikasi Berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga merupakan tugas keluarga, dan dapat menurunkan beban masalah.

2.)

Struktur kekuasaan Kekuasaan dalam keluarga dipegang oleh pemegang keputusan yang mempunyai hak dalam menentukan masalah dan kebutuhan dalam mengatasi masalah kesehatan ISPA dalam keluarga.

3.)

Struktur peran Peran

antar

keluarga

menggambarkan

perilaku 35

interpersonal yang berhubungan dengan masalah kesehatan dalam posisi dan situasi tertentu. 4.)

Nilai kepercayaan Beban kasus keluarga sangat bergantung pada nilai kekuasaan dan kebutuhan akan asuhan keperawatan keluarga.

e. Fungsi keluarga menurut Efendi, 1998 adalah sebagai berikut: 1.)

Fungsi afektif Memberikan kasih sayang dan rasa aman pada penderita ISPA dan merupakan salah satu fungsi efektif yang dapat menurunkan tingkat steres/beban masalah.

2.)

Fungsi soialisasi Adanya interaksi antara keluarga dan nilai adaptif terhadap masyarakat sekitar.

3.)

Fungsi perawatan kesehatan Lima fungsi keperawatan keluarga yaitu : a.)

Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan yang disebabkan oleh : Kurangnya pengetahuan keluarga tentang ISPA, anggapan bahwa penyakit ISPA adalah penyakit biasa yang bisa sembuh dengan sendirinya.

b.)

Ketidak kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan serta dalam mengambil tindakan yang tepat tentang ISPA berhubungan dengan : (1.) Tidak memahami mengenai sifat berat dan meluasnya 36

masalah ISPA. (2.) Ketidakmampuan masalah.

Karena

keluarga

dalam

kurangnya

memecahkan

pengetahuan

dan

sumberdaya keluarga seperti ; latar belakang pendidikan dan keuangan keluarga. (3.) Ketidakmampuan keluarga memilih tindakan diantara beberapa alternative perawatan dan pengobatan terhadap penyakit ISPA. (4.) Kurangnya kepercayaan terhadap petugas kesehatan dan kesalahan informasi terhadap masalah ISPA. c.)

Ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota kelurga yang sakit berhubungan dengan tidak mengetahui keadaan penyakit ISPA misal : sifat penyakit ISPA, penyebaran penyakit ISPA, perjalanan penyakit ISPA dan tanda gejala yang menyertai penyakit ISPA.

d.)

Ketidakmampuan

keluarga

memodifikasi

lingkungan

berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga menjaga kebersihan lingkungan rumah sedemikian rupa menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan. e.)

Ketidakmampuan

keluarga

memanfaatkan

fasilitas

kesehatan yang ada berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga tentang pentingnya kesehatan bagi keluarga.

37

2. Koping keluarga Koping keluarga dipengaruhi oleh situasi emosional keluarga, sikap dan pandangan hidup, hubungan kerja sama antara anggota keluarga serta adanya support system dalam keluarga.

K. Masalah Keperawatan yang Muncul pada Klien dengan ISPA pada Keluarga. 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif. 2. Gangguan perukaran gas. 3. Hipertermi. 4. Resiko terjadinya penularan terhadap anggota keluarga yang lain. 5. Resiko terjadi komplikasi. 6. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Dongoes, 1999).

L. Fokus Intervensi 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif a. Aspek kognitif 1.)

Berikan penjelasan dan penyuluhan kesehatn kepada keluarga tentang penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) yaitu mengenai pengertian, tanda gejala serta faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA.

2.)

Berikan penjelasan pada keluarga tentang bersihan jalan nafas tidak efektif yang terjadi pada ISPA. Bersihan jalan nafas tidak 38

efektif timbul akibat adanya secret yang menumpuk atau terkumpul di saluran pernafasan dan biasanya ditandai dengan adanya klien menderita pilek atau keluar secret di hidung, batuk timbul suara stridor atau mengorok dan pernafasan cepat 3.)

Berikan penjelasan kepada keluarga bila bersihan jalan nafas tidak efektif dan jika tidak segera diatasi dapat menimbulkan akibat misalnya sesak nafas dan makin lama makin meningkat, sianosis. Atau kebiru – biruan pada daerah perifer missal jari-jari tangan dan kaki karena kurangnya oksigen.

b. Aspek psikomotor 1.)

Mengajarkan kepada keluarga untuk melakukan perawatan pada keluarga yang bersihan jalan nafas tidak efektif. Seperti banyak istirahat dalam kamar yang memiliki sirkulasi udara yang bersih dan bebas dari debu ataupun asap.

2.)

Jika terjadi iritasi pada hidung dan ingus sampai mengering tetesi hidung dengan air garam.

3.)

Untuk membasahi lendir, berikan inhalasi dengan memberikan uap panas untuk melancarkan jalan nafas. Berikan minum air hangat, ajarkan batuk efektif dan beri tahu keluarga untuk memberikan obat tradisional yaitu sari air jeruk nipis yang diperas kemudian dicampur dengan kecap dan diminumkam 2 kali dalam sehari.

4.)

Ajarkan

keluarga

untuk

memelihara

dan

memodifikasi 39

lingkungan sehat pada keluarga seperti : rumah setiap hari harus dibersihkan, jendela rumah setiap hari harus dibuka agar sinar matahari dapat masuk dan sirkulasi udara dapat berlangsung dengan baik, lantai harus kering dan tidak berdebu, asap rokok tidak boleh terkumpul di dalam rumah. 2. Gangguan perukaran gas a. Aspek kognitif Beri penjelasan pada keluarga tentang terjadinya gangguan pertukaran gas, penyebab dan tanda gejala yang muncul. b. Aspek psikomotor Mengajarkan pada keluarga tentang pemberian inhalasi uap jika pasien menjadi sesak dan menetesi secret jika atau lendir yang kering dengan air garam untuk mengencerkannya. c. Aspek afektif Anjurkan pada keluarga untuk menghindari factor-faktor yang dapat mencetuskan terjadinya gangguan pertukaran gas dan memotivasi keluarga untuk lebih banyak istirahat dan menguragi aktifitas. 3. Hipertermi a. Aspek kognitif Beri penjelasan keluarga tentang hipertermia merupakan salah satu tanda dan gejala penyakit ISPA. Hipertermi merupakan suatu kenaikan suhu tubuh lebih dari normal (36-37 C) dan disebabkan adanya kuman yang masuk ke dalam tubuh. Hipertermi menyebabkan penderita akan 40

kekurangan cairan dan menurunya nafsu makan. b. Aspek psikomotor Mengajarkan kepada keluarga untuk melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami hipertermi yaitu mengompres dengan menggunakan air dingin atau air panas di daerah dahi dan ketiak, dan menganjurkan kepada keluarga untuk pemberian minum yang banyak jika suhu masih panas keluarga harus membawa ke tempat pelayanan kesehatan terdekat. c. Aspek afektif Anjurkan kepada keluarga untuk memperbaiki dan meningkatkan gizi klien dengan cara pemberian makanan yang mengandung TKTP. Memberikan

ASI secara

eksklusif

untuk

bayi

yang

belum

mendapatkan makanan tambahan. 4. Resiko terjadi penularan a. Aspek kognitif Berikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan kepada keluarga tentang bagaimana caranya penularan penyakit ISPA dan berikan penjelasan kepada keluarga tentang pentingnya pemberian imunisasi lengkap pada waktunya. b. Aspek psikomotor Mengajarkan kepada keluarga untuk memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit agar tidak terjadi penularan pada anggota keluarga yang lain yaitu penderita tidur terpisah dengan anggota 41

keluarga yang lain, keluarga melarang pasien untuk tidak meludah di sembarang tempat dan bila penderita batuk usahakan untuk menutup mulutnya. c. Aspek afektif Anjurkan kepada keluarga untuk menjauhkan anak dari penderita ISPA dan motivasi keluarga untuk tidur terpisah dengan anggota keluarga yang sakit agar tidak tertular. 5. Resiko terjadi komplikasi a. Aspek kognitif Berikan penjelasan kepada keluarga tentang penyebab terjadinya komplikasi atau akibat lanjut dari penyakit ISPA, cara pencegahan agar penyakit ISPA tidak memberat serta bagaimana cara-cara perawatan ISPA. b. Aspek psikomotor Mengajarkan kepada keluarga cara pencegahan dan perawatan pada anggota keluarga yang sakit agar ISPA tidak bertambah berat. c. Aspek afektif Anjurkan kepada keluarga untuk selalu memberikan obat tradisional dan pemberian obat secara medis serta motivasi keluarga untuk memperbaiki sanitasi lingkungan rumah. 6. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh a. Aspek kognitif Berikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan pada keluarga 42

tentang pentingnya nutrisi dan pemberian makanan bergizi untuk untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak. Ajarkan pada keluarga untuk menyajikan makanan pada anak dalam bentuk menarik dan berikan makanan sedikit-sedikit tetapi sering. b. Aspek psikomotor Mengajarkan kepada keluarga tentang cara pencegahan dan perawatan pada anggota keluarga yang sakit agar ISPA tidak brtambah berat. c. Aspek afektif Anjurkan

pada

keluarga

untuk

memberikan

makanan

yang

mengandung TKTP, serta anjurkan kepada keluarga untuk membawa anak ke tempat pelayanan kesehatan terdekat jika anak sakit.

43