BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Aspek Sejarah 4.1.1

23 4.1.2 Sejarah Batik di Kawasan Trusmi Nama Trusmi dan batiknya memang tidak terlepas dari keberadaan Ki Buyut Trusmi. Menurut buku Babad Tanah Sund...

34 downloads 556 Views 5MB Size
  20  

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Aspek Sejarah

4.1.1

Sejarah Kawasan Nama Trusmi berasal dari kata Terusemi. Kata ini mempunyai 2 versi

yang berbeda. Versi pertama kata Terusemi berarti tanaman yang sudah habis kemudian tumbuh kembali. Terdapat 2 cerita dibalik arti ini, cerita yang pertama menurut Bapak H. Ahmad, sesepuh di Desa Trusmi ini, berawal dari Putra Sunan Gunung Jati yang dititipkan kepada Ki Buyut Trusmi di pesantrennya. Ketika membersihkan taman yang berada di pesantren tersebut Putra Sunan Gunung Jati pun ikut membersihkan. Tanaman yang ada di taman tersebut dipotong habis oleh Putra Sunan Gunung Jati. Putra Sunan Gunung Jati merasa bersalah dengan kejadian itu. Lalu melakukan tafakur menghadap Yang Maha Kuasa meminta agar tanaman itu langsung tumbuh kembali. Do’a Putra Sunan Gunung Jati ini ternyata dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Seketika itu juga tanaman di taman itu kembali subur. Cerita kedua, menurut buku Ceritera Rakyat : Asal-Usul Desa di Kabupaten Cirebon, berawal dari ulah Pangeran Trusmi putra pasangan Pangeran Carbon Girang dengan Nyi Cupluk. Nyi Cupluk adalah putri Ki Gede Trusmi sedangkan Pangeran Carbon Girang adalah putra Ki Kuwu Cirebon. Pangeran Trusmi atau Bung Cikal dikisahkan memiliki kebiasaan senang memangkas tanaman yang ditanam kakeknya. Namun, setiap kali tanaman itu dipangkas, saat itu pula tanaman itu tumbuh kembali, begitu seterusnya. Dari perbedaan cerita di atas bukanlah hal yang aneh. Akan tetapi intinya adalah Terusemi yang berarti tanaman yang sudah habis kemudian tumbuh kembali. Versi keduanya adalah kata Trusmi berarti terus kelihatan ke bawah. Maksud dari kalimat ini berasal dari kolam yang sangat jernih airnya sampai dasar dari kolam ini terlihat (terus terlihat ke bawah). Menurut Bpk H.Ahmad dalam Adimuryanto (2001), Desa Trusmi yang pertama dibangun adalah komplek masjid Keramat Ki Buyut Trusmi. Di wilayah inilah awal dari Desa Trusmi. Wilayah ini disebut sebagai Tanah Keramat. Tanah Keramat ini terdiri dari dua blok utama yaitu blok Jero dan blok Pasarean yaitu

 

21  

makam Ki Buyut Trusmi. Blok Jero berada di sebelah Barat, Pasarean di pusat sebagai bagian paling utama, alun-alun di sisi Selatan Pasarean. Batas antara pusat desa ditandai oleh jalan lingkungan dan khusus pada Pasarean ditandai oleh dinding keliling dari batu bata setinggi 2 m. Pada blok Pasarean terdapat Bale Gede Nesan yang merupakan Bale Gede pertama di Trusmi setelah Omah Gede didirikan. Blok Jero dibagi atas Jero Dalem di Utara dan Jero di sisi Selatan. Jero Dalem adalah hunian Ki Buyut Trusmi, sedangkan blok Jero adalah hunian untuk masyarakat umum. Pola tata ruang Desa Trusmi (Gambar 4) berpusat di area makam Ki Buyut Trusmi. Perkembangan pemukiman secara fisik di desa ini mengikuti sebaran dari area makam Ki Buyut Trusmi. Secara administrasi Desa Trusmi sudah mengalami pemekaran menjadi dua desa, yaitu Desa Trusmi Kulon dan Trusmi Wetan.

 

 22  

22  

23  

4.1.2

Sejarah Batik di Kawasan Trusmi Nama Trusmi dan batiknya memang tidak terlepas dari keberadaan Ki

Buyut Trusmi. Menurut buku Babad Tanah Sunda/Babad Cirebon, Ki Buyut Trusmi

yang

bernama

asli

Pangeran

Cakra

Buwana

atau

Pangeran

Walangsungsang merupakan anak ke-1 dari Prabu Siliwangi dengan Nyimas Subangkeranjang (Gambar 5). Prabu Siliwangi + Nyimas Subangkeranjang

Pangeran Cakra Buwana

Nyimas Rarasantang

Pangeran Raja Sengara

Gambar 5 Silsilah keluarga Pangeran Cakra Buwana Asal nama Pangeran Cakra Buwana menurut buku Babad Sunda/Babad Cirebon adalah Walangsungsang. Saat Walangsungsang pergi ke Gunung Jati untuk belajar agama Islam, Walangsungsang bertemu dengan Ki Syekh Nurjati. Kemudian oleh Ki Syekh Nurjati, Walangsungsang diberi nama Somadullah. Pada hari ahad tanggal 1 Suro (1445 M) Ki Syekh Nurjati menugaskan Somadullah membangun dukuh/pemukiman. Somadullah beristirahat di rumah Ki Gedeng Alang-Alang dan diberi nama Cakra Buwana, karena menganggap Somadulloh sebagai anaknya. Di daerah inilah Cakra Buwana membuat pemukiman yang disebut Cirebon. Nama Ki Buyut Trusmi diterima Pangeran Walangsungsang ketika Cirebon diserahkan kepada Sunan Gunung Jati. Pangeran Walangsungsang mengembara

dari

Keraton

Pajajaran

sampai

di

Cirebon.

Pangeran

Walangsungsang pindah ke Trusmi dan merupakan orang pertama yang berada di wilayah itu. Sehingga Pangeran Walangsungsang dijuluki Ki Buyut Trusmi. Ki Buyut Trusmi mendirikan pesantren dan mengasuh anak Sunan Gunung Jati. Menurut Bapak H.Ahmad, seorang sesepuh di desa ini yang masih merupakan keturunan langsung dari Ki Buyut Trusmi, selain menjadi orang yang pertama berada di wilayah Trusmi, Ki Buyut Trusmi memang mempunyai keterkaitan dengan keberadaan Batik Trusmi. Pada awalnya Sunan Gunung Jati

 

24  

mempunyai batik yang sudah agak lusuh. Sunan Gunung Jati meminta Ki Buyut Trusmi untuk pindon kain batiknya yang lusuh. Ki Buyut Trusmi pun menyanggupinya dan mengerjakannya. Ternyata batik yang dibuat oleh Ki Buyut Trusmi sama persis dengan batik yang lusuh milik Sunan Gunung Jati. Oleh karena itu, di kawasan ini masyarakatnya lebih mengerti tentang batik.

4.1.3 Sejarah Perkembangan Batik di Kawasan Trusmi Dalam buku Batik Nusantara, secara terminologi, kata batik berasal dari bahasa Jawa, “amba” yang berarti lebar, luas, kain: dan “titik” yang berarti titik atau matik (kata kerja membuat titik) yang kemudian berkembang menjadi istilah “batik”, yang berarti menghubungkan titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain yang luas atau lebar. Batik juga mempunyai pengertian segala sesuatu yang berhubungan dengan membuat titik-titik tertentu pada kain mori. Dalam bahasa Jawa, “batik” ditulis dengan “bathik”, mengacu pada huruf “tha” yang menunjukkan bahwa batik adalah rangkaian dari titik-titik yang membentuk gambaran tertentu. Berdasarkan etimologi tersebut, sebenarnya “batik” tidak dapat diartikan sebagai satu atau dua kata, maupun satu padanan kata tanpa penjelasan lebih lanjut. Ada yang mengatakan bahwa batik berasal dari kata “tik” yang terdapat di dalam kata titik, yang berarti juga tetes. Ada juga ahli yang mencari asal kata batik dihubungkan dengan kata tulis atau lukis. Pada tanggal 2 Oktober 2009, badan PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya (UNESCO) mengukuhkan batik sebagai warisan budaya dunia asli Indonesia. Sejak itulah, tanggal 2 Oktober diperingati sebagai “Hari Batik” di Indonesia. Beberapa alasan yang menyatakan bahwa batik adalah hasil budaya asli Indonesia, adalah sebagai berikut : 1. Teknik dasar batik, yaitu menutup bagian kain tidak berwarna, tidak hanya dikenal di daerah-daerah yang langsung terkena kebudayaan Hindu (Jawa dan Bali), tetapi juga dikenal di Toraja, Flores, dan Papua. 2. Pemberian zat warna dengan atau dari bahan-bahan tumbuhan setempat dikenal di seluruh wilayah Nusantara. 3. Penggunaan malam sebagai penutup dalam pembatikan asli dari Indonesia berasal dari Palembang, Sumbawa, dan Timor.

 

25  

4. Teknik mencelup dengan cairan merah yang dingin beda dengan teknik pencelupan panas yang dilakukan di India. 5. Pola geometris sudah dikenal di seluruh wilayah Nusantara, jauh sebelum terjadi interaksi antara pedagang Nusantara dengan pedagang dari India. 6. Menurut sejarah, batik di Nusantara sudah dikenal dan berkembang pada masa Kerajaan Majapahit di Jawa pada abad XIII. Padahal perkembangan teknik celup di Insia baru mulai abad XVII. Pada masa ini (abad XVII), batik Nusantara telah menjadi bagian budaya, baik di kalangan kerajaan maupun rakyat Nusantara. Artinya, jauh sebelum abad tersebut, batik telah hidup dan berkembang subur di wilayah Nusantara dengan adanya Kerajaan Majapahit. 7. Penggunaan batik sebagai busana pada saat itu membuat batik mengalami banyak perkembangan bentuk dan pola. Pola yang ada memiliki perbedaan tersendiri antara batik yang berkembang di keraton dan di luar keraton yang disebut juga batik pesisiran. Selain kedua jenis batik ini, ada juga batik-batik lain yang berkembang dengan bentuk dan pola khas yang berbeda dengan batik keraton atau pesisiran, yang disebut batik pedalaman. Batik telah menjadi bagian keseharian masyarakat Indonesia yang sangat berarti. Batik telah menjadi aset kekayaan Nusantara. Keberadaan batik menjadi sangat penting bagi perkembangan perekonomian di Indonesia. Industri batik di Nusantara telah menampung jutaan tenaga kerja, terutama perempuan dengan industri-industri skala rumah tangga yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Belum terhitung pada jumlah mereka yang menjadi pedagang batik, baik skala kecil, menengah, maupun besar. Kabupaten Cirebon memiliki potensi industri kerajinan batik yang telah dikenal oleh masyarakat luas sejak abad ke-10 Masehi yang merupakan warisan budaya keraton di Cirebon. Pusat pertumbuhan sentra industri kerajinan batik tersebut adalah di Desa Trusmi, Kecamatan Plered, terletak ± 5 km ke arah Barat dari Kota Cirebon. Pada awalnya batik merupakan produk seni, kemudian berkembang lebih luas lagi menjadi produk sandang yang memiliki nilai seni. Di Desa Trusmi terdapat motif batik klasik dan modern yang secara garis besar dapat

 

26  

dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu kategori Keraton dan kategori Pesisiran. Batik pesisiran adalah batik yang umumnya berkembang di Pantai Utara Pulau Jawa, seperti Cirebon, Indramayu, Pekalongan, Lasem, Tuban, Gresik, dan Madura. Batik Pesisiran ditandai dengan visualisasi yang lebih dinamis, meriah dengan banyak warna yang sangat ditentukan oleh permintaan pasar. Genre batik ini pada dasarnya adalah batik yang tumbuh dan berkembang dari daerah di luar benteng keraton Motif batik yang dibuat oleh para pengrajin di Trusmi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti lingkungan alam dan keadaan flora dan fauna. Setiap goresan dalam motif batik memiliki makna yang tinggi berupa filosofifilosofi hidup antara lingkungan dengan masyarakat maupun hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Motif batik Cirebon menunjukkan adanya pengaruh budaya Cina. Hal ini tampak pada bentuk hiasan yang mendatar, seperti lukisan ragam hias khas mega dan wadasan dalam megamendung dan wadasan. Beberapa motif batik klasik yang telah dikenal oleh masyarakat secara luas, baik di dalam maupun di luar negeri antara lain adalah motif Mega Mendung, Wadasan, Gedongan, Liris, Peksi Naga Liman, Cerita Panji, dan Singa Barong (Gambar 6). Didesain dengan corak kondisi alam di lingkungan keraton maupun kondisi pesisir pantai, kondisi dua lingkungan yang saling menunjang. Salah satu motif batik yang terkenal di Cirebon adalah batik Mega Mendung. Mega Mendung melambangkan pembawa hujan yang dinanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan dan pemberi kehidupan. Motif ini didominasi dengan warna biru, mulai dari biru muda hingga biru tua. Warna biru tua menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan. Sedangkan biru muda melambangkan semakin cerahnya kehidupan. Batik Trusmi saat ini telah berkembang pesat ke berbagai desa di sekitarnya yang berada di kecamatan Plered, Weru, Tengah Tani bahkan hingga Kecamatan Ciwaringin yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Majalengka dan telah menjadi usaha pokok bagi sebagian masyarakat di beberapa desa tersebut. Dengan berkembangnya kerajinan batik di Kabupaten Cirebon, terutama di sentra Trusmi, maka Trusmi pada saat ini dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata industri bagi wisatawan domestik maupun wisatawan dari mancanegara.

 

27  

(a) Mega Mendung

(b) Peksi Naga Liman

(c) Cerita Panji

(d) Wadasan

(e) Singa Barong

(f) Liris

Gambar 6 Motif batik di Cirebon Pewarnaan pada Batik Trusmi awalnya menggunakan pewarna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti dari Pohon Mengkudu untuk warna merah dari buahnya, warna coklat dari batangnya, dan hijau dari daunnya. Pewarnaan alami pada batik ini sudah lama tidak dipakai setelah mengenal pewarna sintetis

 

28  

dan sudah berkurangnya bahan untuk membuat warna alami ini. Menurut Bapak Katura, seorang sejarah dan budayawan batik, pewarnaan alami memiliki beberapa kekurangan, seperti kualitas pewarnaan kurang dan sulit dalam menghasilkan warna yang sesuai dengan permintaan pasar. Oleh karena itu, pewarnaan pada Batik Trusmi sudah menggunakan pewarna sintetis yang disinyalir dapat mengatasi kekurangan pewarna alami, seperti tahan luntur dan warna yang dihasilkan dapat diproduksi kembali serta sesuai dengan permintaan pasar.

4.1.4

Situs Sejarah Kawasan Pada kawasan ini, terdapat situs yang dianggap keramat oleh masyarakat

setempat. Situs ini dinamakan Situs Keramat Ki Buyut Trusmi karena di dalamnya terdapat makam Ki Buyut Trusmi, tokoh yang memiliki andil yang besar di kawasan ini. Selain itu, masyarakat menganggap tempat ini memiliki nilai sakral. Situs ini hingga mendatangkan pengunjung dari berbagai daerah. Makam Buyut Trusmi adalah salah satu makam tokoh penyebar agama Islam yang dibangun pada abad 15. Berdasarkan sejarah Cirebon, desa pada era Kasultanan Cirebon tersebut merupakan sebuah Kadipaten atau kesatuan pemerintahan setingkat di bawah Kerajaan. Desa Trusmi memiliki kekayaan budaya berupa tradisi - tradisi ritual seperti penggantian atap welit dan atap sirap yang dilakukan tiap tahunnya dan berbagai tradisi unik lainnya yang dilaksanakan di Makam Buyut Trusmi karena objek tersebut dianggap memiliki nilai paling sakral dan dianggap sebagai pusat desa oleh masyarakat Trusmi (Adimuryanto, 2001).  Dalam buku Batik Cirebon : Sebuah Pengantar Apresiasi, Motif, dan Makna Simboliknya, komplek situs keramat Ki Buyut Trusmi merupakan komplek bangunan yang dibatasi oleh pagar tembok batu bata merah. Lokasi situs ini ± 75 m ke arah Utara dari balai Desa Trusmi Wetan. Memasuki areal situs ini baik dari arah Barat maupun arah Timur terdapat sebuah Gerbang Candi Bentar pada Gambar 7. Menurut Soekmono (1986) dalam Casta dan Taruna (2008), Gapura Kori Agung pada Gambar 8 adalah gapura dalam khasanah kebudayaan Islam di Indonesia pada zaman madya dengan ciri-ciri fisik memiliki atap dan berdaun pintu serta ukurannya kecil (orang yang masuk ke dalamnya harus sambil

 

29  

berjongkok) sebagai simbol agar siapa pun yang masuk dengan cara berhormat yaitu menundukkan kepala. Di samping kanan dan kiri gapura terdapat padasan sebagai simbol saat memasuki wilayah ini dengan keadaan suci lahir batin.

Gambar 7 Gerbang Candi Bentar

Gambar 8 Gapura Kori Agung Melewati gapura kori agung ini terdapat tembok hijab yang berbentuk persegi dengan lengkungan di puncak dan di ujungnya terdapat hiasan memolo. Di sebelah Utara hijab terdapat Paseban (Gambar 9) dan Pakuncen (Gambar 10). Hijab (Gambar 11) ini berfungsi sebagai pemisah alur masuk, yang ke kiri arah menuju Pakuncen dan alur yang ke kanan akan menuju tempat wudhu untuk memasuki masjid. Komplek masjid Trusmi ini terbagi dua bagian besar yang dibatasi oleh tembok keliling dari susunan batu bata dengan ketinggian kurang lebih 120 cm. Bagian Utara tembok pemisah itu pada dasarnya dibagi dua pula yakni pemakaman Angsana yang terletak di bagian Barat dan petilasan keramat

 

30  

Buyut Trusmi yang juga dikelilingi oleh makam-makam terletak di bagian Timur. Dapur terletak di komplek Angsana. Terdapat pintu berbentuk kori agung di dekat dapur yang menghubungkan dengan Pakuncen.

Gambar 9 Paseban              

(a) Pakuncen tampak depan ; (b) Pakuncen bagian dalam Gambar 10 Pakuncen

Gambar 11 Hijab Pada bagian petilasan keramat Buyut Trusmi terdapat bangunan beratap limas cukup besar yang disambung dengan atap cungkup untuk menaungi peziarah di depan bangunan petilasan tersebut. Bangunan petilasan keramat itu

 

31  

selalu terkunci rapat sementara para peziarah duduk bersila di hadapan bangunan petilasan hingga tembok hijab di hadapan bangunan petilasan tersebut. Pintu untuk memasuki halaman petilasan juga berbentuk gapura kori agung. Bagian Selatan komplek situs keramat Masjid Trusmi memiliki bangunan dan artefak yang penting. Di sebelah Utara tembok hijab adalah deretan tiga buah bangunan cungkub dengan atap welit yang merupakan bangunan Paseban dan Pakuncen. Di sebelah Timur bangunan ini merupakan lokasi kuburan yang dibatasi tembok dengan pintu terbuka dengan sebutan Lawang Kepundung. Kepundung adalah nama sebuah tanaman. Pintu ini diberi nama Lawang Kepundung (Gambar 12) karena di dekatnya terdapat Pohon Kepundung. Di kiri dan kanan Lawang Kepundung terdapat dua padasan.

Gambar 12 Lawang Kepundung dengan dua Padasan Di sebelah Timur kuburan Kepundungan salah satu daerah yang juga berbatas tembok dengan daun pintu berbentuk kori agung adalah daerah yang menghubungkan dengan petilasan keramat Buyut Trusmi. Di dalam daerah ini terdapat beberapa bangunan seperti : Bangsal Jinem (Gambar 13), Watu Padadaran pada Gambar 14, digunakan untuk menyimpan ajaran perintah melaksanakan sholat lima waktu yang 17 raka’at, Pesalinan pada Gambar 15.

 

32  

Gambar 13 Bangsal Jinem

Gambar 14 Watu Padadaran

Gambar 15 Pesalinan

Ke arah Selatan dari alur kanan tembok hijab sebelah barat akan dijumpai bangunan atap joglo yang merupakan bangunan pendopo. Di sebelah pendopo terdapat bangunan masjid keramat Trusmi. Masjid ini (Gambar 16) memiliki tiga ruang/serambi yang masing-masing beratap limas. Ruang inti masjid terletak pada bagian Barat dengan atap berbentuk tumpang. Serambi tengah hanya memiliki satu atap limas, sedangkan serambi depan juga beratap tumpang dengan tiga tingkatan tetapi lebih rendah dari pada atap tumpang pada bagian inti masjid tersebut (Gambar 17). Bangunan masjid memiliki atap sirap. Bangunan yang menyatu dengan masjid adalah sumur dan tempat untuk wudhu. Bangunan yang menyatu masjid tetapi dengan atap sendiri adalah Pewadonan. Di samping bangunan tersebut terdapat sebuah ceruk yang merupakan tempat menyimpan katil.

 

33  

Gambar 16 Masjid Trusmi tampak depan dan bagian dalam

Gambar 17 Masjid Trusmi tampak samping dan bagian dalam Di sebelah Barat masjid terdapat bangunan beratap limas merupakan tempat menyepinya kaum perempuan dengan beratap welit. Di sebelah Barat terdapat bangunan pertama yang dibuat di komplek keramat masjid Trusmi adalah Balong Pekuloan (Gambar 18). Di sebelah barat yang digunakan untuk tempat istirahat dan segala aktivitas dibangun Witana (Gambar 19). Di sebelah Utara masjid dibangun Pesekaran/pesalinan. Pada area Pasarean (keramat) hanya bisa dimasuki oleh Juru Kunci. Syarat menjadi seorang Juru Kunci adalah seseorang yang masih mempunyai keturunan dari Ki Buyut Trusmi dan sudah berumur 17 tahun, kecuali Kemit. Juru Kunci ini terdapat 17 orang laki-laki yaitu :1 pimpinan, 4 Kuncen Sepuh (Kiyai), 4 Kuncen Muda, 4 Kaum, dan 4 Kemit. Pimpinan ini dipegang oleh Bapak H. Ahmad sendiri karena beliau merupakan keturunan ke 11 dari Ki Buyut Trusmi (Gambar 20).

 

34  

Gambar 18 Pekuloan

Gambar 19 Witana

Berikut adalah silsilah pimpinan Masjid Ki Buyut Trusmi : Ki Buyut Trusmi Ki Sucia Ki Ratnawi Sasmita Kusuma Rapudin Saidin Tolapudin Kitolaha Malawi Mahmud

Hj. Ahmad Abdurrohim Mahmud Gambar 20 Silsilah pimpinan Situs Ki Buyut Trusmi

 

35  

Seorang Kuncen Sepuh bertugas untuk menerima tamu, Kuncen Muda bertugas untuk membersihkan di lingkungan keramat, Kaum bertugas untuk mengurus masjid, dan Kemit bertugas untuk membantu semua pekerjaan Pimpinan, Kuncen Sepuh, Kuncen Muda, dan Kaum. Pemilihan Kuncen atau Kiyai dilakukan seperti pemilihan kuwu di desa apabila ada Kuncen atau Kiyai yang meninggal dunia. Sementara posisi Pimpinan dipilih oleh para Kuncen atau Kiyai atas dasar siapa yang paling tinggi keilmuannya dan akhlak yang bagus. Saat ini jabatan Pimpinan tidak dipilih lagi, harus dari keturunan yaitu keturunan tertua. Apabila keturunan tertua tidak sanggup menjadi Pimpinan, maka akan diserahkan kepada keturunan berikutnya. Selama bertugas, Kuncen Sepuh, Kuncen Muda, Kaum, dan Kemit memakai pakaian yang khas. Setiap Kemit (Gambar 21 c dan d) menggunakan iket (ikat kepala) yang terbuat dari batik Trusmi Cirebon, mengenakan sarung dengan dada terbuka. Sementara kain berbentuk bujur sangkar dilipat menjadi dua lalu diselempangkan di dada. Dalam bertugas seorang Kemit tidak menggunakan sandal dan menggunakan kain dengan 4 warna berbeda yaitu kuning, hijau, merah, dan putih. Pergantian kain tersebut dilakukan pada hari Jum’at setiap minggunya. Berbeda dengan Kemit, seorang Kuncen atau Kiyai (Gambar 21 b) dan Kaum (Gambar 21 a) memakai ikat kepala, sarung batik dengan motif Mega Mendung, berjas pantalon, dan mengenakan sandal trumpa.

(a) Pakaian Kaum ; (b) Pakaian Kuncen ; (c dan d) Pakaian Kemit Gambar 21 Pakaian adat

 

36  

Pembangunan masjid pada waktu itu dibangun oleh Malawi atau Buyut dari Bapak H. Ahmad, sedangkan kolam dan serambi dibangun oleh Mahmud atau Kakek dari Bapak H.Ahmad. Dalam pesantren ini terdapat Paseban, Bale Malang tempat untuk para Kuncen Sepuh, dan Bale Pakuncen untuk para Kuncen Muda. Secara keseluruhan tata ruang Situs Keramat Ki Buyut Trusmi dapat dilihat pada Gambar 22.

 

37  

37  

38  

4.2

Aspek Biofisik

4.2.1

Aksesibilitas dan Jalur Sirkulasi Aksesibilitas menuju kawasan ini dapat ditempuh melalui jalur Barat dari

dan Timur. Jalur Barat merupakan jalur dari arah Jakarta/Jawa Barat sedangkan jalur Timur merupakan jalur dari arah Brebes/Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dapat dilihat Gambar 23 Aksesibilitas menuju kawasan ini.

Gambar 23 Aksesibilitas menuju kawasan Jalur sirkulasi menuju kawasan Batik Trusmi dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan berukuran kecil hingga sedang, karena jalan menuju kawasan ini hanya cukup untuk 2 mobil berukuran sedang. Untuk bus mini tidak bisa masuk ke dalam kawasan ini. Kondisi jalan menuju kawasan ini sangat padat dikarenakan adanya Pasar Pasalaran sebelum memasuki kawasan ini. Terlebih lagi kondisi jalan yang berlubang sehingga menambah ketidaknyamanan pengunjung. Namun, kondisi jalan seperti ini hanya ditemui saat akan memasuki kawasan ini. Setelah berada di kawasan ini kondisi jalan sudah beraspal dan tidak berlubang. Bagi pengunjung dari luar daerah Cirebon yang tidak menggunakan kendaraan pribadi dapat menggunakan transportasi darat berupa bus (terminal) atau kereta api (stasiun). Kemudian dilanjutkan dengan angkutan umum menuju

 

39  

kawasan. Untuk pengunjung yang menggunakan transportasi bus (terminal) dari arah Timur (Jawa Tengah dan Jawa Timur) maka dapat dilanjutkan dengan menggunakan angkutan umum berupa mobil mini bus (ELF) yang menuju arah Rajagaluh/Majalengka/Kadipaten. Sedangkan untuk arah dari Barat ditawarkan 3 alternatif untuk menuju kawasan ini. Alternatif pertama adalah jika bus tersebut masuk ke dalam Terminal Harjamukti, yaitu terminal Cirebon. Maka dapat dilanjutkan dengan dengan menggunakan angkutan umum berupa mobil mini bus (ELF) yang menuju arah Rajagaluh/Majalengka/Kadipaten. Alternatif kedua adalah jika bus masuk terminal dan tidak ingin memutar maka dapat meminta bus tersebut untuk turun di daerah Tegal Karang kemudian dilanjutkan dengan angkutan umum AP (Arjawinangun – Plered) berwarna kuning karena jalur ini lebih mempersingkat waktu.

Alternatif ketiga adalah jika bus tersebut tidak

melalui Terminal Harjamukti melainkan melalui Palimanan. Bus akan berhenti tepat di depan jalan masuk kawasan Batik Trusmi dan dilanjutkan kembali dengan menggunakan dokar (delman) atau becak. Namun, jarang dinemui bus yang melalui Palimanan. Alternatif ketiga adalah alternatif yang paling efisien dibandingkan dengan kedua alternatif yang lain dengan petimbangan biaya yang cukup murah (Tabel 6). Dapat dilihat pada Gambar 24 Alternatif angkutan umum menuju kawasan untuk transportasi bus. Tabel 6 Jenis angkutan umum dan biaya menuju kawasan Batik Trusmi No 1

Jenis Angkutan Umum Mini bus (Elf)

2 3 4 5

AP D6 GP Dokar (Delman)

Jalur Cirebon - Rajagaluh Cirebon - Majalengka Cirebon - Kadipaten Arjawinangun - Plered Perum - Karanggetas Gunung Sari - Plered Sepanjang jalan kawasan

6

Becak

Sepanjang jalan kawasan

7

Becak

Keluar dari stasiun

Biaya (Rp) 2000 2000 2000 4000 2000 3000 dekat 1000 jauh 5000 - 10000 dekat 2000 - 3000 jauh 5000 - 10000 5000 - 10000

Bagi pengunjung yang menggunakan transportasi kereta api terdapat 3 alternatif menuju kawasan ini. Alternatif pertama adalah dengan dilanjutkan menggunakan angkutan umum D6 (Perum – Karanggetas) berwarna biru, turun di

 

40  

depan SMAN 2 Cirebon dan dilanjutkan dengan menggunakan GP (Gunung Sari – Plered) berwarna biru. Angkutan umum ini akan berhenti tepat di depan jalan masuk kawasan Batik Trusmi dan dilanjutkan kembali dengan menggunakan dokar (delman) atau becak. Alternatif kedua adalah dilanjutkan berjalan kaki ke arah masjid At-Taqwa kemudian naik angkutan umum GP (Gunung Sari –Plered) dan sedikit memutar. Transportasi bus

Dari Arah Timur

Dari Arah Barat

(Jawa Tengah dan Jawa Timur)

Alternatif 1

(Pantura)

Alternatif 2

Terminal Harjamukti

Alternatif 3

Turun Tegal Karang

Melalui Palimanan

Elf

AP

(Cirebon-Rajagaluh)

(Arjawinangun – Plered)

(Cirebon-Majalengka) (Cirebon-Kadipaten)

Turun Tepat Depan Jalan Masuk Kawasan Batik Trusmi

Gambar 24 Alternatif angkutan umum menuju kawasan untuk transportasi bus Alternatif ini hanya menggunakan satu kali angkutan umum saja kemudian angkutan umum ini akan berhenti tepat di depan jalan masuk kawasan Batik Trusmi dan dilanjutkan kembali dengan menggunakan dokar (delman) atau becak. Alternatif yang ketiga adalah naik becak hingga Grage Mall, salah satu mall terbesar di Cirebon. Kemudian dilanjutkan dengan naik angkutan umum GP

 

41  

(Gunung Sari – Plered) berwarna biru. Angkutan umum ini akan berhenti tepat di depan jalan masuk kawasan Batik Trusmi dan dilanjutkan kembali dengan menggunakan dokar (delman) atau becak. Dapat dilihat pada Gambar 25 Alternatif angkutan umum menuju kawasan untuk transportasi Kereta Api (stasiun). Transportasi Kereta Api Stasiun Kejaksan Cirebon

Alternatif 1

Alternatif 2

Alternatif 3

D6

Jalan menuju

(Perum – Karanggetas)

Masjid At-Taqwa

Becak

Turun di Depan

Turun di Depan

SMAN 2 Cirebon

Grage Mall

GP (Gunung Sari – Plered)

Turun Tepat Depan Jalan Masuk Kawasan Batik Trusmi

Gambar 25 Alternatif angkutan umum menuju kawasan untuk transportasi Kereta Api (stasiun) Untuk pengunjung yang menggunakan kendaraan pribadi dari arah Jakarta, akses yang digunakan tidak masuk tol Cirebon melainkan melalui jalan daerah yaitu daerah Palimanan-Klangenan-Jamblang-Plumbon-Plered. Jalan masuk kawasan Batik Trusmi langsung ditemukan di sebelah kiri jalan. Adapun dari arah Timur (Jawa Tengah dan Jawa Timur) masuk Kabupaten Cirebon melalui akses jalur Pantai Utara (Pantura) tanpa melalui tol Cirebon. Jalan masuk kawasan Batik Trusmi berada di sebelah kanan jalan. Jalan yang sempit dengan berbagai macam jenis kendaraan (Gambar 26) di dalamnya (mobil, motor, sepeda, dokar /delman, becak) dan pejalan kaki

 

42  

menyebabkan jalur sirkulasi menuju kawasan Batik Trusmi mengalami kemacetan. Titik kritis macet yang terjadi diantaranya di saat memasuki kawasan dari arah Barat karena terdapat pasar (Pasar Pasalaran) yang selalu padat di pagi hari (Gambar 27). Pasar ini berada tepat di samping jalan masuk kawasan Batik Trusmi. Titik kritis macet selanjutnya adalah saat memasuki kawasan Batik Trusmi. Titik kritis macet dapat dilihat pada Gambar 28. Dengan meningkatkan penggunaan kendaraan tradisional seperti dokar (delman) untuk memasuki kawasan ini akan berpengaruh terhadap tambahan pemasukan dan tenaga kerja bagi penduduk sekitar. Hal ini juga berpengaruh terhadap pergerakan pengunjung dan tidak menimbulkan kemacetan di beberapa titik.

Gambar 26 Suasana Jalan Trusmi              

Gambar 27 Suasana Pasar Pasalaran 

 

 

43

 

43

 

44  

4.2.2

Jenis Tanah dan Topografi Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Bappeda Kabupaten

Cirebon, tanah yang berada di kawasan ini terdiri dari Mediteran Coklat yang memiliki struktur tanah gembur yang baik sekali untuk areal persawahan dan perkebunan, Grumosol yang memiliki struktur keras yang baik untuk pembangunan kawasan perumahan, perkantoran, maupun gedung bangunan lainnya. Kondisi geologi di kawasan ini terdiri dari Endapan Alluvial dan Produk Erupsi Muda Termal. Topografi pada kawasan Batik Trusmi sebagian besar adalah datar (Gambar 29) dengan kemiringan kemiringan tersebut dianalisis menggunakan

0-8 % (Gambar 30). Dengan analisis kemiringan untuk area

rekreasi menurut Widiatmaka (2001) kawasan ini sesuai untuk pengembangan wisata.

4.2.3

Tata Guna Lahan Desa Trusmi Kulon memiliki luas 58,53 ha dan Desa Trusmi Wetan

memiliki luas 54,03 ha. Penggunaan lahan di wilayah ini dibagi menjadi persawahan (36,74 ha atau 41,35 %), pemukiman (70,81 ha atau 79,71 %), dan sisanya untuk fasilitas umum. Berdasarkan Dinas Pertanahan Kabupaten Cirebon untuk tata guna lahan keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 31. Perkembangan di wilayah ini lebih condong terhadap kedekatannya dengan Jalan Trusmi yang merupakan pusat dari galeri-galeri batik. Masyarakat di sepanjang Jalan Trusmi memiliki perubahan yang lebih cepat dibanding masyarakat yang jauh dari jalan. terlihat dari rumah-rumah mewah yang terpampang di sepanjang Jalan Trusmi. Sebagian besar dari rumah mewah ini milik developer bukan milik penduduk asli. Masyarakat asli banyak tinggal jauh dari Jalan Trusmi.

 

 

45  

45  

 

46

 

                             

46  

  47                                       Sumber : Dinas Pertanahan Kabupaten Cirebon

47

 

48  

4.2.4 Iklim Berdasarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, iklim yang terdapat di kawasan ini adalah iklim tropis dengan rata-rata per bulan pada tahun 2010 temperatur rata-rata 27,9 oC, curah hujan rata-rata 210,7 mm. Dengan menggunakan rumus tingkat kenyamanan manusia (THI), kawasan ini tergolong nyaman1 dengan nilai THI rata-rata 26,9 (Tabel 7). Tabel 7 Data iklim kawasan dan perhitungan THI No

Bulan

1

Curah Hujan

Temperatur Rata-Rata o

Kelembaban Rata-Rata

THI

(mm)

( C)

(%)

Januari

357.1

26.7

88

26

2

Februari

353.5

26.7

79

26

3

Maret

263.5

27.8

84

27

4

April

241.5

28.1

81

27

5

Mei

211.5

27.9

88

27

6

Juni

138.6

28.4

86

28

7

Juli

158

28.4

84

27

8

Agustus

60.5

28.6

82

28

9

September

144.1

27.4

68

26

10

Oktober

133.9

29.1

81

28

11

November

256.5

28.3

79

27

12

Desember

209.5

27.9

79

27

Jumlah

2528.2

335.3

979

323

Rata-Rata

210.7

27.9

82

26.9

Pada kawasan ini tergolong nyaman di bulan Januari, Februari, dan September. Selain bulan tersebut kawasan ini memiliki tingkat kenyamanan manusia yang tidak nyaman.

4.2.5

Vegetasi Kawasan Batik Trusmi termasuk ke dalam kawasan yang sedikit memiliki

vegetasi lebih banyak didominasi oleh bangunan-bangunan. Vegetasi yang berada di kawasan ini berupa vegetasi kebun campuran dan beberapa vegetasi peneduh serta groundcover. Pada kebun campuran dari halaman rumah masyarakat penduduk Desa Trusmi banyak ditemui Pohon Mangga (Magnifera indica). Pohon 1

pada nilai THI, jika THI < 27 maka dinyatakan nyaman, sedangkan jika nilai THI > 27 maka dinyatakan tidak nyaman.

 

49  

Mangga ini juga banyak ditemui di Cirebon. Selain vegetasi yang umum dalam kawasan Situs Ki Buyut Trusmi terdapat vegetasi yang dianggap keramat seperti Pohon Jambe dan Pohon Kepundung. Pohon Jambe (Gambar 32.a) ini seperti Pohon Palem namun tinggi pohon ini melebihi tinggi Pohon Palem pada umumnya. Pohon ini memiliki ketinggian ± 20m. Pohon Kepundung (Gambar 32.b ) berada di sebelah pintu masuk komplek pemakaman umum. Kepundung merupakan nama lain dari Menteng. Menteng atau Kepundung merupakan pohon dengan tinggi antara 15-25 m dengan diameter 25-70 cm, berkulit kasar, dan berwarna keputihan. Daunnya lebih banyak terkumpul di ujung ranting, berbentuk lonjong dengan tepi bergerigi dan ujung yang lancip. Daun Menteng mempunyai panjang 7-20 cm dengan lebar 3-7,5 cm. Buahnya berdiameter 2-2,4 cm, berwarna hijau kekuningan atau kemerahan. Kulit buah berwarna hijau dan kekuningan saat masak. Tanaman ini memiliki 2 tipe, berdaging buah putih dan berdaging buah warna merah. Kedua tipe ini berasa asam dan manis. Pohon ini dijadikan nama pintu dari pintu masuk area pemakaman umum dan sudah ada sejak kawasan Keramat Masjid Ki Buyut Trusmi. Namun, sekarang pohon ini sudah ditebang dan diganti dengan pohon yang baru dengan jenis yang sama.

(a) Pohon Jambe (Areca pumila) ; (b) Pohon Kepundung (Baccaurea racemosa) Gambar 32 Vegetasi yang dianggap keramat

 

50  

4.2.6 Hidrologi Sumber air berasal dari air permukaan dan air tanah, yang digunakan untuk kebutuhan air bersih, irigasi, dan industri. Air permukaan adalah air yang mengalir di permukaan tanah, termasuk air sungai, kali, danau. Desa Trusmi memiliki sungai yang diperuntukan sebagai bagian dari sistem irigasi setengah teknis yang mengairi sawah-sawah milik masyarakat Trusmi dan sebagian dialirkan ke Pekuloan. Seiring dengan perubahan peruntukan lahan maka sungai ini kurang memperoleh suplai air. Akibatnya sungai menjadi dangkal, bahkan fungsinya lebih sebagai sarana pembuangan limbah batik atau pabrik kue, sehingga menyebabkan bau yang menyengat dengan warna air keruh dan sampah yang bertumpukan. Air tanah adalah air yang terdapat di bawah permukaan tanah, mengisi rongga-rongga batuan. Tinggi permukaan air tanah di berbagai tempat tidak sama bergantung pada daya resap air ke dalam tanah. Air tanah ini dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan akan air umumnya sudah memakai air perpipaan dan sebagian kecil masih ada yang memanfaatkan air sumur untuk memenuhi keperluan sehari-hari.

4.2.7

Kualitas Visual Desa Trusmi yang terkenal dengan pembuatan batiknya memiliki

karakteristik view yang terpendam . Desa ini tertutup dengan adanya pasar yang tumpah ruah di depan jalan masuk desa. Padahal pemandangan masyarakat menjemur batik dan membuat batik membuat nilai tambah di desa ini. Gerbang masuk kawasan ini adalah sebuah pasar yang memakan jalan masuk kawasan batik ini. Median jalan pun digunakan sebagai tempat menjajakan barang dagangan. Di sebelah kanan dan kiri jalan masih didominasi toko-toko kebutuhan sehari-hari. Setelah memasuki kawasan Batik Trusmi yang terlihat adalah deretan berbagai macam galeri batik di sepanjang Jalan Trusmi. Di sepanjang Jalan Trusmi galeri batik ini ada yang berupa rumah-rumah yang merupakan rumah masyarakat desa ini. Namun, ada pula berupa galeri yang dibangun oleh investor luar yang menanam saham dengan membangun galeri batik tersebut. Berbeda dengan galeri batik yang berada di Jalan Panembahan yang berada di Desa

 

51  

Panembahan, galeri di sepanjang jalan ini berupa rumah-rumah mewah yang dijadikan tempat untuk menjual batiknya. Peta kualitas visual dapat dilihat pada Gambar 33.

4.2.8 Elemen fisik/struktur bangunan dan arsitekturnya Kawasan Batik Trusmi sudah mengalami banyak perubahan. Dari mulai bermunculannya pemukiman hingga galeri-galeri di sepanjang Jalan Trusmi dan Jalan Panembahan. Saat masuk kawasan ini yang terlihat adalah jejeran galerigaleri batik. Memasuki lebih dalam Desa Trusmi rumah-rumah masyarakat Desa Trusmi masih ada yang beralaskan tanah untuk lantai di dalam rumah. Namun, banyak juga yang sudah beralaskan keramik untuk lantainya. Tatanan halaman luas yang dijadikan kebun campuran warga masih ada di desa ini. Fasilitas desa seperti kantor desa masih menggunakan arsitektur lama. Kantor Desa Trusmi Wetan yang masih menggunakan bangunan lama. Sedangkan untuk kantor Desa Trusmi Kulon sudah menggunakan bangunan baru. Untuk masjid sudah mengadopsi arsitektur modern. Area keramat Ki Buyut Trusmi yang masih menjaga keaslian bangunannya. Atap yang berbahan dari welit dan sirap serta bangunannya berbahan dasar kayu dengan tembok dari batu bata merah. Beberapa bangunan di Desa Trusmi Kulon dan Trusmi Wetan masih menggunakan bahan dasar kayu. Bangunan ini merupakan rumah penduduk di desa ini. Namun, hanya beberapa saja yang masih mempertahankan bangunan ini sebagai tempat tinggal (Gambar 34). Pada jalan masuk kawasan Batik Trusmi terdapat beberapa bangunan peninggalan Cina. Menurut sejarah masyarakat Trusmi, ada beberapa keturunan Cina yang sempat tinggal di daerah ini. Keturunan Cina ini sempat mendominasi daerah Trusmi sehingga membangun beberapa bangunan yang mencirikan khas Cina. Namun, sekarang sedikit masyarakat keturunan Cina yang masih tinggal di daerah ini. Hal ini disebabkan adanya konflik antara keturunan Cina dan pribumi pada saat itu. Bangunan peninggalan Cina ini dibiarkan terbengkalai dan rapuh. Bangunan ini tertutup oleh pedagang di sekitar jalan masuk kawasan Batik Trusmi.

 

 

52

 

52

 

53  

Gambar 34 Arsitektur rumah Desa Trusmi

4.2.7

Fasilitas Wisata Kawasan Batik Trusmi kurang memiliki fasilitas wisata. Jalan Trusmi

yang menjadi pusat menuju kawasan Batik Trusmi berukuran kurang lebih dari 3 meter ini dipakai oleh berbagai jenis kendaraan, seperti mobil, motor, dokar, becak, dan pejalan kaki. Seluruh pengguna jalan masuk di dalamnya. Berbeda dengan Jalan Panembahan yang merupakan jalan lain memasuki kawasan Batik Trusmi memiliki lebar jalan 2x dari Jalan Trusmi. Saluran drainase yang berada di sepanjang Jalan Trusmi ini kurang mendapatkan perhatian. Hal ini dibuktikan dengan adanya genangan air di saat hujan turun (Gambar 35). Genangan air ini hampir menutupi seluruh jalan yang dapat menghambat pergerakan pengunjung. Pengunjung menjadi kesusahan dalam mobilitas dari satu galeri ke galeri lain.

Gambar 35 Genangan air di sepanjang Jalan Trusmi

 

54  

4.3

Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi

4.3.1 Keadaan penduduk dan ekonomi Masyarakat Desa Trusmi tergolong masyarakat pekerja yang memiliki mobilitas tinggi. Pada umumnya masyarakat terpusat di bidang industri batik. Hampir di setiap rumah terdapat tempat pembuatan batik. Menurut Bapak H.Ahmad, seorang sesepuh yang berada di desa ini, membuat batik di desa ini sudah pak-paknya masyarakat Trusmi. Selain di bidang industri batik ada juga yang bergerak di bidang pertanian tanaman pangan dengan jumlah yang tidak begitu signifikan. Hal ini dikarenakan lahan pertanian yang letaknya jauh dari pemukiman. Wilayah Trusmi memiliki susunan pemerintahan yang relatif tidak berbeda dengan wilayah lain di Jawa, namun dalam tata negaranya terdapat gelar-gelar pemerintahan yang lebih spesifik. Gelar-gelar tersebut telah diseragamkan oleh Sunan Gunung Jati. Contohnya adalah dalam strata kepemimpinan wilayah dimana pemerintahan kepala masyarakat terkecil yang penduduknya paling banyak 20 somah dipimpin oleh Ki Buyut, beberapa Kabuyutan yang merupakan sebuah dukuh/desa dipmpin oleh Kuwu dipimpin oleh Ki Gede, beberapa Ki Gede dipimpin oleh Adipati atau Tumenggung. Para pejabat ini bersama Patih, Mantri, Jagabaya, Jaksa, putra-putra dan kerabat Sunan Gunung Jati memiliki kewajiban seba atau menghadap raja tiap Jum’at Kliwon yang disebut seba kliwonan di ibukota kerajaan (pusat pemerintahan). Semua pejabat memiliki hak atas sebidang tanah yang disebut Kalungguhan dan luasnya bervariasi sesuai tingkat jabatannya (Sunardjo dalam Adimuryanto, 2011). Namun, saat ini sistem pemerintahan yang demikian sudah tidak digunakan dalam pemerintahan di wilayah Trusmi. Seiring dengan perkembangan politik dan pemerintahan di negara Indonesia, Trusmi sudah tidak menganut pemerintahan yang disebutkan di atas. Hal ini diperkuat dengan sudah tidak adanya lagi pemilihan pemimpin desa dan pemimpin di Situs Keramat Masjid Ki Buyut Trusmi. Pemilihan desa sudah dilakukan secara umum yaitu dengan pemilihan suara. Sedangkan untuk pemilihan pemimpin masjid sudah tidak memakai cara tersebut.

 

55  

4.3.2

Aktivitas Budaya Masyarakat Trusmi merupakan suatu masyarakat di Kabupaten Cirebon

yang juga memiliki upacara ritual dengan spirit Islam. Berbagai selametan masih tetap dilakukan oleh penduduk Trusmi dengan sungguh-sungguh. Mengingkari selametan bagi mereka adalah pengingkaran terhadap leluhur dan itu berarti akan terkena “bendu”. Melakukan berbagai selametan dengan berbgai ketentuan yang telah ditetapkan saat dan terbentuknya akan semakin mengukuhkan eksistensinya sebagai wong Trusmi. Beberapa ritual yang dilakukan masyarakat Trusmi dibedakan berdasarkan ritual tentang hari besar Islam, ritual tentang siklus diri manusia, dan upacara yang bersifat penghormatan terhadap alam. Ritual tentang hari besar Islam seperti Tradisi Muludan, Tradisi Ruwahan dan Selametan Puasa, Tradisi Syawalan, Tradisi Saparan, dan Tradisi Suroan. Ritual tentang siklus diri manusia seperti Selametan

Seputar

Kehidupan

dan

Kematian.

Upacara

yang

bersifat

penghormatan terhadap alam seperti Memayu dan Ganti Sirap. Berikut adalah penjelasan ritual-ritual yang berlangsung di masyarakat Trusmi: 1. Tradisi Muludan Muludan adalah sebuah istilah masyarakat Cirebon untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai hari lahirnya. Muludan di kawasan ini merupakan rangkaian acara yang dilakukan oleh Keraton Kasepuhan dan Kanoman Cirebon untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Pertama, muludan dilakukan di Keraton Kasepuhan dan Kanoman. Acara ini berlangsung selama satu minggu. Acara berupa pasar malam yang diadakan di sekitar Keraton Kasepuhan dengan malam puncak yang terjadi pada malam tanggal 12 bulan Maulud disebut dengan Panjang Jimat. Panjang Jimat adalah acara arak-arakkan yang dilakukan oleh abdi dalem Keraton Kasepuhan. Panjang Jimat berisi segala macam barang yang berada di Museum Keraton Kasepuhan dan terdapat sego kuning yang berukuran besar. Menurut masyarakat setempat, cara pembuatan sego kuning tersebut harus dengan perempuan yang masih gadis (perawan sunti) tidak boleh perempuan yang sudah menikah. Pembuatannya pun

 

56  

dilakukan beberapa bulan sebelumnya dikarenakan membuka biji padinya harus menggunakan tangan dengan cara dibuka satu-satu tidak boleh menggunakan mesin. Untuk barang-barang dari Museum Keraton sebelum diarak harus dibersihkan terlebih dahulu oleh air yang sudah diberi do’a oleh abdi dalem. Menurut masyarakat setempat, air sisa dari membersihkan barang-barang mempunyai khasiat untuk kesehatan dan kebaikan bagi yang mengambilnya. Banyak masyarakat yang menunggu air sisa dari membersihkan barang tersebut dan sego kuning. Prosesi Panjang Jimat berlangsung dari Keraton terus bergerak menuju Langgar Agung di kompleks Keraton Kasepuhan yang diakhiri dengan pembacaan Kitab Barzanji. Kedua, setelah di Keraton Kasepuhan dan Kanoman muludan di laksanakan di Desa Kajengan, Klangenan dengan puncak tanggal 15 Maulud selama 3 hari. Ketiga, di Desa Tuk, Kecamatan Cirebon Barat dengan puncaknya pada tanggal 19 Maulud. Keempat, di Desa Gegesik pada tanggal 21 Maulud. Kelima, acara muludan ini terjadi di Desa Trusmi tepatnya di Situs Keramat Buyut Trusmi dengan puncaknya pada tanggal 25 Maulud. Peringatan Maulud Nabi Muhammad di Trusmi hampir sama dengan peringatan yang diadakan di Keraton Kasepuhan dan Kanoman. Terdapat pasar malam dan hiburan rakyat yang dilaksanakan dari pagi hingga malam (Gambar 36). Pasar malam ini berlangsung dari perempatan Plered (Desa Weru Lor) hingga pertigaan Desa Panembahan (Gambar 37).

Gambar 36 Suasana di pasar malam

 

 

57

 

57

 

58  

Pasar malam ini berlangsung selama satu minggu setelah pasar malam di Keraton Kasepuhan bubar. Para pengunjung yang berasal dari masyarakat Trusmi dan sekitarnya memanfaatkan pasar malam ini dari sekedar menikmati keramaian pasar malam hingga membeli berbagai macam kebutuhan dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga di hari biasa. Para pedagang memanfaatkan halaman kosong di depan galeri batik. Banyak galeri batik yang tertutup oleh pedagang kaki lima selama pasar malam berlangsung. Pemanfaatan waktu pasar malam berbeda dengan pengunjung yang berasal dari luar daerah, seperti Indramayu, Majalengka, Subang, Karawang, Kapetakan, Bondet, dan lainnya. Kehadiran para pengunjung tersebut biasanya untuk mengharapkan berkah dari Situs Keramat Ki Buyut Trusmi. Para pengunjung biasanya singgah terlebih dahulu di rumah Kunci atau Kiyai, baru kemudian berziarah ke makam Ki Buyut Trusmi.  Selain berziarah, berdo’a dan melakukan tahlil di makam Keramat Ki Buyut Trusmi, pengunjung juga seringkali melakukan ritual lain seperti mandi di sumur atau di kolam Pekuloan seperti pada Gambar 38. Sepulang dari ziarah pengunjung berebut oleh-oleh bawaan semacam “jimat” (Gambar 39) di samping membawa beberapa botol air yang diyakini memiliki berkah tertentu dan juga sebagian lainnya ada yang membawa oleh-oleh berupa batik khas Trusmi. Oleholeh yang diyakini memiliki berkah adalah minyak jelantah, abu, gabah, dan batang daun kelapa (lidi). Benda-benda ini diperoleh dari sisa kegiatan yang telah berlangsung di kompleks masjid Trusmi.

Gambar 38 Pengunjung yang menceburkan dirinya di Pekuloan

 

59  

Gambar 39 Berbagai macam “jimat” Minyak jelantah adalah minyak yang merupakan sisa lampu-lampu tradisional yang dinyalakan setiap malam di komplek masjid Trusmi. Begitu juga dengan abu adalah sisa pembakaran untuk pemenuhan kebutuhan kegiatan di kompleks masjid. Oleh sebagian orang benda-benda ini diyakini bertuah. Selain minyak benda-benda itu akan digunakan untuk ikhtiar pada saat menyemai bibit padi di sawah. Gabah dan abu disatukan dengan bibit padi lalu disemaikan bersama, sedangkan lima batang lidi ditancapkan di sudut-sudut petak sawah. Harapan dan keyakian akan meningkatkan penghasilan dalam bertani. Menurut Bapak H.Ahmad, pemilihan tanggal 25 Maulud diadakan peringatan ini dikarenakan Nabi Muhammad SAW merupakan nabi yang ke-25. Para Kunci, Kiyai, Merbot, dan Kaum diwajibkan membuat berkat pontang untuk selametan. Selain nasi dan masakan ikan yang bermacam-macam, juga terdapat juwadah yang diletakkkan pada pontang (wadah) terbuat dari anyaman sederhana daun kelapa. Pada malam puncaknya tanggal 25 Maulud terdapat acara seperti Panjang Jimat yang dilaksanakan di Keraton Kasepuhan. Namun, di Trusmi ini acara tersebut dinamakan Panggung Jimat. Dinamakan Panggung Jimat karena yang diarak adalah 2 panggung yang diusung oleh orang-orang dari komplek Ki Buyut Trusmi. Arak-arakkan ini dimulai dari rumah Bapak H. Ahmad dan berakhir di komplek Situs Keramat Ki Buyut Trusmi (Gambar 40). Panggung 1 (Gambar 41 a) berisi sego tumpeng / sego salam / nasi mulya. Sego tumpeng / sego salam / nasi mulya adalah nasi yang hanya diberi salam dan garam. Tempat pembuatan  

 

 

60

 

60

 

61  

nasi ini adalah di rumah Bapak H. Ahmad. Panggung kedua (Gambar 41 b) berisi Kitab Barzanji untuk dibacakan di Masjid Kompleks Situs Keramat Ki Buyut Trusmi. Awal mulanya perayaan Muludan ini hanya berziarah. Namun, seiring perkembangan zaman acara Muludan berkembang menjadi perayaaan pasar malam sebelum malam puncaknya.

           

(a) Panggung Jimat 1 ; (b) Panggung Jimat 2 Gambar 41 Panggung Jimat  

2. Tradisi Ruwahan dan Selametan Puasa Bulan Ruwah adalah satu bulan menjelang datangnya bulan Ramadhan (bulan puasa). Masyarakat Trusmi melakukan Selametan Ruwahan dalam bentuk bersedekah makanan ketan putih yang di atasnya diberi kelapa. Tujuan dari selametan ini adalah untuk lebih mengikat hubungan (iketan, Jawa Cerbon) dengan sesama. Hubungan ketan dengan “iketan” adalah arti dari kata ketan yaitu sejenis nasi yang cenderung kenyal dan lengket. Pada bulan puasa setiap malamnya ada berkat caratan, yaitu berkat yang dibuat oleh orang dalam masjid secara bergantian. Caratan artinya penunjukkan secara bergantian. Bentuk dari berkat ini adalah makanan berbuka puasa. Malam tanggal ganjil setelah tanggal 20 bulan puasa, para petugas dan parat termausk kepala desa membuat berkat maleman. Bentuknya adalah nasi dan lauk pauk serta kue atau buah seadanya.

 

62  

3. Tradisi Syawalan Tradisi Syawalan bagi masyarakat Cirebon merupakan hari raya ke dua setelah Idul Fitri. Mereka menjalankan puasa enam hari di bulan Syawal (biasanya berturut-turut setelah Idul Fitri) dan setelah itu mereka berziarah ke Makam Sunan Gunung Jati dan para leluhur mereka (Ki Gede desanya masing-masing, seperti Ki Gede Trusmi bagi masyarakat Desa Trusmi). Pada beberapa desa tradisi ini dipimpin oleh kepala desanya masing-masing selepas shalat shubuh dengan berjalan kaki dari desanya menuju Astana Gunung Jati. Para pendahulu Cirebon memberikan anjuran untuk melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal yang pahalanya seperti puasa satahun. Anjuran seperti ini tampaknya harus terus dilestarikan untuk masa sekarang. Pada masyarakat Trusmi acara Syawalan dilaksanakan dalam bentuk acara tahlilan di masjid Kompleks Situs Keramat Ki Buyut Trusmi pada hari ketujuh setelah Idul Fitri. Usai tahlilan berkat selametan Syawalan dibagi-bagikan kepada anak-anak. Berkat ini berbentuk makanan yang terdiri dari nasi dan telur. 4. Tradisi Saparan Tradisi ini dilaksanakan dalam rangka memperingati bulan Shafar. Bulan ini diyakini oleh masyarakat Cirebon sebagai bulan yang sering terjadi kecelakaan, bencana, dan kerugian. Oleh karena itu, kemudian di msyarakat Cirebon mengenal tiga tradisi yang populer pada bulan ini, yaitu ngapem, ngirap, dan rebo wekasan. Tradisi ini lebih banyak berbuat baik, banyak bersedekah, dan banyak menyucikan diri adalah pangkal dari segala penolak bencana. Ritual ngapem merupakan bentuk ajaran untuk senang bersedekah kepada fakir miskin seperti wasiat Sunan Gunung Jati, “Ingsun titip tajug lan fakir miskin”. Ritual ngapem adalah bersedekah kue apem. Tradisi ngirap merupakan simbolis dari ajaran untuk menyucikan diri. Tradisi rebo wekasan ditandai dengan malam untuk berbagi harta kekayaan dengan menyantuni fakir miskin. Ada tawurji, doa-doa yang dilantunkan dengan irama tertentu “tawurji tawur selamet dawa umur”. Masyarakat Trusmi secara umum bagi yang mampu melakukan Selametan Saparan, yaitu membagi-bagikan kue apem kepada tetangga dan handal tolan (sedulur parek lan sedulur adoh). Kata apem dari kata dalam Bahasa Arab

 

63  

yaitu afuun yang artinya ampunan. Makna simbolik dari selametan apem adalah sebuah harapan untuk memperoleh pengampunan dari sesama dan Allah SWT. 5. Tradisi Suroan Upacara Suroan di Cirebon ditandai dengan selametan bubur suro, yaitu bubur yang diracik dari berbagai bahan makanan. Pembuatan bubur seperti ini mengingatkan kepada peristiwa banjir besar yang menimpa umat Nabi Nuh AS. Di samping itu selametan bubur suro ini dimaksudkan sebagai selametan tahun baru Islam. Bagi masyarakat Cirebon termasuk juga masyarakat Trusmi pada umumnya melakukan selametan suroan ini juga memperingati peranan Pangeran Walangsungsang mendirikan pedepokan Kebon Pesisir sebagai cikal bakal Cirebon. Pada malam satu Syuro di Trusmi selalu berlangsung peringatan sekaligus dengan rembugan tetua desa dan tetua adat untuk membicarakan masalah-masalah yang sedang dan akan dihadapi di tahun depan. Rembugan ini dilaksanakan di Witana. Bagi masyarakat Trusmi peringatan satu Syuro dianggap sebagai peringatan atas cikal bakal pendukuhan Trusmi. Konon masyarakat Trusmi meyakini bahwa leluhurnya yakni Ki Buyut Trusmi pada tanggal itu mendirikan Witana dan Pekuloan yang berada di Situs Keramat Ki Buyut Trusmi. Rembugan ini membahas dua hal, pertama adalah membahas pekerjaan yang telah dilakukan selama satu tahun yang lalu dan kedua adalah membahas rencana-rencana kegiatan untuk tahun depan, seperti : penentuan jatuhnya Memayu, Ganti Sirap, dan lainnya. Acara ini dihadiri oleh tokoh masyarakat, sesepuh, Kunci atau Kiyai, mantan Masbok, dan masyarakat yang berminat menyumbangkan pemikiran. 6. Memayu dan Ganti Sirap Ritual Memayu adalah mengganti atap bangunan di Situs Keramat Ki Buyut Trusmi yang terbuat welit (Gambar 42). Ritual ini dilaksanakan setiap musim hujan. Perhitungan musim hujan ini berdasarkan Mangsa Jawa (Kalender Jawa). Satu tahun yang lalu ritual ini berlangsung di bulan Syawal sedangkan pada tahun ini diperkirakan berlangsung di bulan Dzulhijjah. Ritual ini di musyawarahkan pada malam 1 Muharram di Witana.

 

64  

Pada saat yang sama diadakan Ritual Ganti Sirap (Gambar 43). Dahulu Ganti Sirap prakteknya diadakan setiap 8 tahun sekali. Namun, sekarang Ganti Sirap dalam pelaksanaannya setiap 4 tahun sekali dengan melakukannya setengah-setengah. Melihat gotong-royong masyarakat Trusmi pada acara ini, pengunjung dari luar Trusmi banyak yang ikut membantu.

Gambar 42 Welit

Gambar 43 Sirap Pengunjung dari luar Trusmi seperti Indramayu sangat tertarik dengan acara ini. Pengunjung berebut atap welit bekas karena diyakini memiliki tuah. Pengurus Koperasi Batik Budi Tresna mengadakan arak-arakkan yang dimulai dari Masjid Ki Buyut Trusmi menuju Desa Weru, Desa Panembahan, dan berakhir di alun-alun Trusmi (Gambar 44). Arak-arakkan ini selalu dilaksanakan pada hari

 

 

65

 

65

 

66  

Minggu pagi. Keesokan harinya barulah dimulai penggantian atap welit bangunan di Komplek Situs Keramat Ki Buyut Trusmi. 7. Selametan Seputar Kehidupan dan Kematian Selametan seputar kelahiran seseorang bagi masyarakat Trusmi berbentuk selametan : ngupati, mitui/ngrujaki, nglolosi, puputan, bebersih, nyukur, dan mudun lemo. Selametan yang berhubungan dengan kematian seseorang berbentuk selametan : nelung dino, mitung dino, patang puluh dino, nyatus, mendak pisan, mendak pindo, dan nyewu. Selametan ini berupa pembacaan doa dan pemberian berkat yang diwadahi pontang yang berisi juwadah, sebungkus nasi, dan sudi. Berkat untuk selametan kehidupan memiliki perbedaan dengan berkat untuk selametan kematian. Perbedaan terletak di susunan lauk dan masakan pada sudi. Berkat selametan kehidupan Ikan Petek berhadapan lurus dengan tahu, sedangkan pada berkat untuk selametan kematian Ikan Petek berhadapan lurus dengan cemplung. Tetangga dan kerabat turut terlibat dalam selametan ini. masyarakat menyebutnya dengan istilah ngobeng atau rerewang. Orang yang melakukannya disebut pengobeng. Pengobeng di Trusmi memiliki ciri khas tersendiri, baik pengobeng laki-laki atau pengobeng perempuan. Pengobeng ini memakai lapisan kain batik dan tidak bersandal. Lapisan kain batik sebagai pelapis pakaian dalam sedangkan tidak bersandal sebagai simbol bahwa pengobeng itu trengginas. Selametan ngupati yang merupakan selametan tentang kehidupan adalah selametan yang ditujukan kepada ibu hamil yang menginjak usia kehamilan empat bulan. Selametan ini berupa sedekah ketupat dan pisang raja serta dilengkapi dengan lauk berkuah atau masakan pelengkap lainnya. Ngupati ini dilaksanakan pada usia kehamilan empat bulan karena pada usia ini mulai ditiupkan ruh dan ditentukannya jodoh, pati, rejeki, dan musibah seseorang. Oleh karena itu, berharap semua yang diperoleh kelak adalah kebaikan. Ketika usia kehamilan menginjak tujuh bulan maka dilangsungkan selametan mitui/ngrujaki. Selametan ini dilaksanakan pada hari-hari dengan tanggal 7, 17, atau 27. Waktu pelaksaaan selametan dipilih pada jam 7. Selametan ini diyakini karena bayi dalam usia 7 bulan di dalam kandungan sudah memiliki bentuk yang

 

67  

sempurna. Acara ini dimulai dengan pembacaan doa-doa kemudian dilanjutkan dengan memandikan sang ibu dengan air khusus dari tempayan selama tujuh kali ganti kain panjang batik. Memandikan ini dilakukan di halaman depan rumah di dalam sebuah tempat yang berbentuk joglo sederhana. Setelah itu tempayan yang berisi air dan perlengkapan lainnya dipecahkan di perempatan jalan. Beberapa anak kecil biasanya mengikuti acara pemecahan tempayan ini karena diikuti dengan curakan sebagai bentuk shodaqoh dan ungkapan rasa suka cita. Berkat selametan Mitui ini berisi nasi, juwadah, buah, Ikan Petek, makanan, secangkir rujak buah delima, cermin kecil, jarum, dan benang jahit. Selametan nglolosi dilakukan saat usia kehamilan menginjak bulan ke delapan. Selametan ini membagi-bagikan bubur lolos abang puti. Bubur lolos adalah bubur yang terbuat dari beras ketan, manis, dikemas ke dalam bentuk gulungan daun pisang yang sebelumnya diolesi minyak kelapa sehingga saat ingin memakannya licin. Selametan ini dimaksudkan agar dalam proses kelahiran bayi berlangsung dengan mudah. Beberapa hari setelah puput (memutuskan tali pusar), orang tua akan melangsungkan selametan ketan dan serabi abang puti kepada tetangga terdekat. Selameran bebersih dilakukan setelah 40 hari pasca melahirkan dan diikuti dengan aqiqah bagi yg mampu dan pada sore hari dibacakan kidungang (kidung rararoga). Selametan berikutnya adalah nyukur pisan dan pindo (waktunya tergantung keputusan keluarga). Selametan in berupa pembuatan bubur merah dan bubur putih. Selametan mudun lemo dilakukan pada saat bayi menginjak umur 9 bulan, seorang bayi mulai boleh menginjak tanah untuk belajar berjalan.Semua ritual yang berada di Trusmi ini penghubung antara dunia dan akhirat. Ritual ini merupakan ungkapan tertentu yang berhubungan dengan bermacam-macam peristiwa yang penting bagi suatu komunitas dan dapat berlangsung secara turun-temurun. Tradisi ini memiliki nilai lebih untuk kegiatan wisata. Berbagai tradisi dapat dijadikan objek wisata yang menarik wisatawan domestik maupun luar kota atau pun luar negeri. Kecenderungan manusia untuk meneliti budaya yang tidak mereka miliki menjadikan manusia ingin lebih mengetahui budaya tersebut (Yoeti, 1985). Tradisi yang berada di kawasan Batik Trusmi yang memiliki kegiatan yang dapat digunakan sebagai atraksi wisata di kawasan Batik Trusmi

 

68  

dengan kurun waktu yang ditentukan sesuai tradisi itu berlangsung. Seperti pada Tabel 8 disediakan bahwa tradisi dengan kegiatannya dapat dijadikan sebagai objek dan atraksi wisata yang berpotensi di kawasan Batik Trusmi. Tabel 8 Aktivitas budaya kawasan Batik Trusmi No

Upacara Ritual

1

Tradisi Muludan

Aktivitas Budaya a. Panjang Jimat b. Pasar Malam

2

Tradisi Ruwahan

Membagi-bagikan berkat

3

Tradisi Syawalan

Selepas sholat shubuh dipimpin kepada Desa Trusmi ke Astana Gunung Jati

4

Tradisi Saparan

Membuat makanan yang disebut apem

5

Tradisi Suroan

a. Membuat bubur suro b. Memperingati peranan Pangeran Walangsungsang dalam mendirikan padepokan Kebon Pesisir sebagai cikal bakal Cirebon c. Adanya 2 musyawarah antara tetua desa

6

Memayu dan Ganti Sirap

a. Pergantian atap di Komplek Situs Keramat Ki Buyut Trusmi b. Arak-arakkan atap (welit) yang baru

7

Seputar Kehidupan dan Kematian

a. Seputar Kehidupan : Selametan ngupati, mitui/ngrujaki, nglolosi, puputan, bebersih, nyukur, dan mudun lemo b. Seputar Kematian : Selametan nelung dino, mitung dino, patang puluh dino, nyatus, mendak pisan, mendak pindo, dan nyewu

Perbedaan waktu yang ditawarkan oleh tradisi ini memang sangat tidak disadari oleh masyarakat di luar kawasan Batik Trusmi. Masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui adanya tradisi tersebut. Jalan keluar dari permasalahan ini adalah dibuatnya papan interpretasi dimana terdapat informasi tentang keberadaan tradisi ini. Keberadaan papan interpretasi ini diharapkan dapat memberi pengetahuan lebih dari para pengunjung yang hanya bertujuan membeli batik pada awalnya. Papan interpretasi ini akan ditempatkan di area selamat datang atau di tempat-tempat yang dapat dilihat pengunjung dengan jelas.

4.3.3 Kesenian Masyarakat Trusmi memiliki kesenian yang khas, unik, dan berbeda dari desa lainnya. Kesenian yang masih ada yaitu kesenian Brai, lukisan kaca, dan tari

 

69  

baksa. Namun, sekarang kesenian Brai sudah jarang ditemui hanya dimainkan pada saat tertentu saja. Kesenian ini khusus dipentaskan untuk upacara sedekah bumi atau Ganti Sirap. Kesenian Brai adalah beberapa orang membaca dengan menggunakan genjring yang besar. Lukisan kaca yang berkembang di Trusmi memang belum lama. Diperkirakan lukisan kaca ini mulai ada pada tahun 50an di Trusmi dan mulai kebangkitannya pada tahun 80an dengan pelopor Raden Sugro. Raden Sugro merupakan seorang keturunan dari Keraton Kasepuhan Cirebon yang tinggal di Trusmi. Raden Sugro belajar melukis kaca secara otodidak dengan melihat dan mempelajari karya pamannya yaitu Raden Saleh yang merupakan pujangga dan pengukir dari Keraton Kasepuhan. Karya lukisan pada generasi Raden Sugro adalah serabad, insan kamil, banteng windu, macan ali, dan sebagainya. Kesenian di desa ini dirasakan hampir punah karena sudah jarang dijumpai. Dikhawatirkan desa ini tidak lagi mempunyai kekhasan dan kepribadian sendiri. Kemerosotan ini terjadi disebabkan oleh masyarakat pendukung kesenian ini sudah semakin sedikit. Hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat seleranya mulai beralih pada seni modern, kesenian-kesenian tradisional yang ada dinilai masih dirasakan ada kekurangan dibanding seni modern yang mulai melanda masuk desa (Yoeti,1985). Salah satu usaha untuk menarik kedatangan wisatawan pada suatu negara adalah dengan jalan memelihara dan membina seni budaya yang dimiliki. Untuk menunjang agar menarik wisatawan dapat berhasil, kiranya perlu diberikan sarana pendukung, misalnya : 1. Tersedianya pusat-pusat informasi bagi wisatawan, tempat mereka dapat memperoleh penjelasan tentang sesuatu obyek budaya yang hendak dikunjunginya dengan dilengkapi leaflets atau brosur yang menerangkan masing-masing obyek secara terperinci. 2. Museum hendaknya dapat menggugah wisatawan yang datang untuk menghargai benda-benda seni budaya dan ikut serta menjaga warisan budaya yang langka tersebut. 3. Pramuwisata yang memandu para wisatawan harus dapat berfungsi sebagai juru penerang yang baik, sehingga para wisatawan dapat menghayati betapa pentingnya memelihara seni budaya bangsa, karena

 

70  

selain disaksikan untuk mengagumi keindahannya juga dapat sebagai obyek penelitian yang tidak habis-habisnya. 4. Biro Perjalanan hendaknya dapat memberikan penjelasan kepada wisatawan yang dibawanya tentang segala sesuatunya seperti sejarah, latar belakang atau kepercayaan masyarakat di sekitarnya mengenai bendabenda purbakala atau candi yang akan disaksikannya. Dengan penjelasan itu diharapkan sifat vandalisme dan suka mencuri dapat dihindarkan.

4.4

Aspek Wisata

4.4.1

Jumlah dan Karakteristik Pengunjung Kawasan Batik Trusmi yang memiliki banyak galeri batik di sepanjang

Jalan Trusmi ini banyak dikunjungi di hari Sabtu dan Minggu, hari libur, mudik lebaran (Idul Fitri dan Idul Adha), dan hari besar keagamaan. Setiap galeri setidaknya ± 100 pengunjung bergiliran keluar-masuk. Terkadang beberapa bus rombongan masuk ke Jalan Trusmi yang hanya 3 meter lebarnya. Pengunjung yang datang ke kawasan Batik Trusmi berasal dari berbagai daerah seperti Indramayu, Kuningan, Jakarta, Bandung, bahkan ada pengunjung dari luar Indonesia. Pengunjung kawasan Trusmi mempunyai keanekaragaman yang besar. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua.

4.4.2

Aktivitas Pengunjung Pengunjung di kawasan Batik Trusmi memiliki aktivitas yang berbeda

(Tabel 9). Pada hari biasa atau hari libur pengunjung yang datang dari luar daerah Cirebon atau dari dalam Cirebon bertujuan untuk membeli beberapa batik untuk keperluan

sehari-hari

ataupun

kebutuhan

untuk

berdagang.

Sedangkan

pengunjung yang datang di hari-hari tertentu, seperti pada peringatan hari Maulid Nabi Muhammad. Pengunjung datang bukan untuk berbelanja batik, bahkan beberapa galeri batik tutup untuk beberapa hari kemudian. Pengunjung ada yang berziarah ke makam Ki Buyut Trusmi dan ada yang memberikan hasil panen mereka kepada orang-orang yang berada di Kompleks Keramat Ki Buyut Trusmi.

 

71  

Tabel 9 Aktivitas pengunjung No

Hari

Aktifitas Pengunjung

1

Hari Biasa, Hari Libur

Berbelanja batik

2

Hari Keagamaan

Mengunjungi pasar malam, berbelanja batik,

(Maulid Nabi Muhammad khususnya)

ziarah ke makam Ki Buyut Trusmi, menanti malam puncak (Panggung Jimat)

4.4.3 Jenis dan Kondisi Objek Wisata Objek wisata yang berada di kawasan Batik Trusmi hanya berupa galerigaleri batik. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon galeri yang berada di kawasan ini sebanyak 60 galeri. Wisata yang dihadirkan di kawasan ini adalah wisata belanja batik. Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang seni budaya dan sejarah di kawasan ini. Terdapat 60 galeri batik di kawasan ini mulai dari Jalan Trusmi hingga Jalan Panembahan. Namun, di beberapa jalan pintas di kawasan Batik Trusmi Cirebon masih banyak galeri batik yang dimiliki oleh masyarakat sekitar. Galeri batik yang didominasi oleh rumah-rumah penduduk setempat memberikan kesan nyaman bagi para pengunjung karena seperti berada di rumah sendiri2. Tidak hanya rumah-rumah sederhana yang menjadi galeri batik, rumah mewah pun menjadi galeri batik. Di dalam rumah mewah ini memakai Air Conditioner (AC) dan terdapat ruangan untuk belajar membatik. Beberapa galeri batik memajang atraksi membatik di depan galeri sebagai penarik pengunjung. Galeri yang diambil pada penelitian ini sebanyak 41 galeri (Gambar 45).                     2

Wawancara dengan salah satu pengunjung

 

 

72

 

72  

73  

4.4.4 Keinginan Masyarakat dan Pengunjung Kuesioner untuk masyarakat sebanyak 30 responden terdiri dari 9 laki-laki dan 21 perempuan dengan tingkatan usia mulai 15 hingga lebih dari 48 tahun. Usia ini dianggap sudah dapat menjawab isi kuesioner. Dari 30 responden ini sebagian besar berpendidikan terakhir SMP (48%) dengan pekerjaan karyawan swasta sebanyak 33%. Terlihat bahwa masyarakat di desa ini masih kurang di bidang pendidikan. Masyarakat yang tinggal di desa ini sebanyak 70% adalah penduduk asli dan 30% adalah pendatang dari desa lain. Masyarakat di Desa Trusmi sebanyak 73% sudah tinggal selama lebih dari 5 tahun dan sisanya kurang dari 5 tahun. Alasan dari masyarakat yang tinggal di kawasan ini adalah dikarenakan keluarga mereka yang sudah dari dulu tinggal di desa ini dan merasakan nyaman tinggal di desa ini. Namun, pengetahuan masyarakat di desa ini tentang sejarah kawasannya masih kurang. Sebanyak 57% responden yang mengetahui sejarah kawasan ini. Padahal penduduk asli dari responden ini sebanyak 70%. Berarti sebanyak 13% dari responden tidak mengetahui sejarah kawasannya walaupun penduduk asli (Gambar 46). Sumber sejarah banyak diperoleh masyarakat dari keluarganya sendiri. Kependudukan

Pengetahuan tentang sejarah kawasan

Gambar 46 Diagram kependudukan dan pengetahuan tentang sejarah kawasan Menurut masyarakat sekitar objek yang paling menonjol di desa ini adalah kerajinan batiknya (67%) dan Situs Keramat Ki Buyut Trusmi (33%). Kuliner daerah Cirebon kurang ditonjolkan di desa ini. Masyarakat di desa ini sangat mendukung adanya kegiatan wisata. Kegiatan wisata yang dirasakan cocok oleh masyarakat di desa ini adalah wisata belanja (Gambar 47) yang mempunyai perbedaan tipis dalam presentasenya dengan wisata budaya. Sebanyak 63%

 

74  

masyarakat di desa ini berpartisipasi langsung dalam kegiatan wisata ini. Bentuk partisipasi mereka adalah sebagai penjual batik, terlibat aktif dalam pengelolaan kawasan Batik Trusmi, dan menjadi objek/atraksi wisata budaya (Gambar 48). Hal ini memberikan asumsi bahwa masyarakat masih ingin menonjolkan budaya yang ada di daerahnya.

Gambar 47 Diagram bentuk wisata yang cocok

Gambar 48 Diagram bentuk partisipasi Kuesioner untuk pengunjung sebanyak 30 responden terdiri dari 13 lakilaki dan 17 perempuan. Pengunjung yang datang ke kawasan Batik Trusmi sebanyak 53% adalah berpendudukan asli Cirebon sedangkan sisanya merupakan pendatang dari luar Cirebon. Dari 30 responden, pengunjung yang pertama kali datang ke kawasan Batik Trusmi ini adalah sebanyak 53%. Pengunjung yang datang ke kawasan Batik Trusmi yang lebih dari 5 kali dengan frekuensi kunjungan lebih dari 1 kali dalam satu bulan (Gambar 49). Mayoritas tujuan

 

75  

pengunjung adalah membeli batik untuk kebutuhan pribadi dan untuk dijual kembali3. Sumber keberadaan kawasan Batik Trusmi didapatkan pengunjung dari teman pengunjung.

Gambar 49 Diagram intensitas dan frekuensi kunjungan Aktivitas pengunjung di kawasan Batik Trusmi ini sebanyak 93% dari 30 responden yang dipilih secara acak adalah berbelanja batik dan sisanya adalah kuliner masakan khas. Mengenai kawasan Batik Trusmi pengunjung mempunyai kesan yang nyaman dengan kondisi yang bersih. Pengunjung merasakan tidak nyaman saat memasuki kawasan Batik Trusmi melalui jalur Pantura (Pantai Utara) tanpa memasuki tol. Ketidaknyamanan ini dikarenakan pasar dan lampu merah yang berada di perempatan jalan. Bagi yang pertama kali melewati jalur ini kawasan Batik Trusmi memang tidak terlalu kelihatan. Tanda penunjuk tempat (Gambar 50) masih kurang terlihat dari jalan utama.

Gambar 50 Penunjuk tempat kawasan Batik Trusmi 3

Menurut wawancara kepada salah satu pengunjung di galeri batik.

 

76  

Fasilitas galeri batik yang terdapat di kawasan Batik Trusmi ini dirasa cukup lengkap. Sebanyak 57% pengunjung merasa kelengkapan fasilitas galeri batik di kawasan Batik Trusmi baik, 33% sangat baik, 7% cukup baik, dan 3 % kurang baik. Pengunjung kurang merasakan fasilitas seperti tempat makan, tempat parkir, dan kios cinderamata. Tempat makan-makanan kuliner khas Cirebon diinginkan pengunjung. Pengunjung suka merasa kebingungan saat menunggu istri atau keluarganya berbelanja atau setelah berbelanja pengunjung ingin mendapatkan tempat istirahat yang nyaman4. Pengunjung mendapatkan sarana interpretasi dari brosur/leaflet. Pengunjung kurang mendapatkan sarana interpretasi yang berada di dalam kawasan Batik Trusmi ini. Banyak dari pengunjung yang tidak mengetahui sejarah kawasan di kawasan Batik Trusmi. Namun, setelah berkunjung pengunjung merasa pengetahuannya bertambah, pengunjung mengetahui budaya dan kesenian masyarakat, tempat pembuatan batik, tempat-tempat yang terkait dengan sejarah Batik Trusmi, dan tentang sejarah Batik Trusmi (Gambar 51). Pengunjung mengetahui tempat-tempat yang ada kaitannya dengan Batik Trusmi tanpa melakukan ritual-ritual yang dilakukan oleh pengunjung yang sengaja datang ke kawasan ini dengan tujuan ingin melakukan berbagai macam ritual. Pengunjung sangat mengharapkan kawasan Batik Trusmi untuk dilestarikan. Pengunjung bersedia kembali ke kawasan ini dikarenakan pengunjung ingin berbelanja batik kembali.

Gambar 51 Diagram pengalaman pengunjung setelah berkunjung

4

Menurut wawancara kepada salah satu pengunjung di galeri batik.

 

77  

4.5

Aspek Pengelolaan Lanskap Kawasan Batik Trusmi dahulu dikelola oleh Koperasi Batik Budi Tresna

yang berada di Jalan Trusmi. Koperasi Batik Trusmi memberikan modal awal dan bahan baku batik kepada masyarakat yang ingin membuka galeri batik sendiri. Namun, seiring dengan berjalannya waktu banyak investor yang membuka galeri batik di kawasan ini. Sehingga galeri di batik ini tidak lagi bergabung dalam Koperasi Budi Tresna. Hal ini menyebabkan banyaknya galeri batik yang menjamur di jalan Trusmi mendesak beberapa toko yang berada di ujung jalan ini dengan penghasilan yang tidak tinggi, karena jarang dikunjungi oleh pengunjung. Pengunjung lebih banyak mengunjungi galeri batik yang berada di awal masuk kawasan ini. Pemerintah Kabupaten Cirebon, khususnya Dinas Pariwisata Kabupaten Cirebon

berencana

mengelola

kembali

kawasan

Batik

Trusmi

untuk

menyeimbangkan antara penjual batik dengan pembuat batik. Tujuannya adalah : 1. Melestarikan batik 2. Mengakomodir aspirasi masyarakat Trusmi sebagai pengrajin 3. Mengaspirasi masyarakat sekitar 4. Membuka peluang usaha dengan menambah sentra batik lagi Rencana ini sudah masuk ke dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Provinsi yang berawal dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan -> Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kabupaten -> Bappeda Provinsi -> Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi.

 

78  

4.6

Analisis

4.6.1

Analisis Potensi Ruang Budaya dan Sejarah Kawasan Batik Trusmi merupakan kawasan yang masih memiliki nilai-

nilai budaya. Analisis ini dikategorikan dalam tiga kategori yaitu tinggi (skor 3), sedang (skor 2), dan rendah (skor 1). Hasil dari analisis ini mengetahui potensi ruang budaya dan sejarah di kawasan ini. Potensi ruang budaya tinggi yaitu Desa Trusmi Wetan yang memiliki nilai sejarah dan budaya tinggi. Pada nilai sejarah dan budaya Desa Trusmi Wetan memiliki elemen sejarah dan budaya yang berkaitan dengan Batik Trusmi yaitu terdapat area situs keramat Ki Buyut Trusmi. Potensi ruang budaya dan sejarah sedang ditentukan oleh adanya kegiatan membatik yang merupakan budaya yang sudah mengakar di Desa Trusmi dan terdapat elemen lanskap sejarah yang bukan BCB yaitu Koperasi Budi Tresna. Kegiatan membatik masih ditemui di Desa Trusmi Kulon. Sedangkan untuk potensi ruang budaya rendah yaitu tidak memiliki memiliki nilai sejarah dan nilai budaya yang berkaitan dengan batik. Potensi ruang budaya rendah didominasi pada Desa Weru Lor, Desa Weru Kidul, dan Desa Panembahan. Desa Weru Lor, Desa Weru Kidul, Desa Panembahan sudah tidak ditemukan adanya kegiatan membatik. Pada Desa Weru Lor, Desa Weru Kidul, dan Desa Panembahan sudah berkembang menjadi daerah perdagangan dan sekolah. Analisis tersebut dapat dilihat pada Gambar 52.

4.6.2 Analisis Potensi Daya Tarik Objek dan Atraksi Wisata Kawasan Batik Trusmi memiliki daya tarik wisata yang beragam. Selain untuk wisata berbelanja batik, kawasan ini juga memiliki nilai sejarah dan budaya yang masih dijalankan oleh masyarakat setempat. Masih adanya Sumber Daya Manusia yang masih melakukan budaya secara turun-temurun dan merupakan keturunan langsung dari Ki Buyut Trusmi. Objek yang berada di kawasan Batik Trusmi ini didominasi oleh galerigaleri batik di sepanjang Jalan Trusmi dan di sepanjang Jalan Panembahan. Galeri ini bermacam-macam bentuk, ada yang menyatu dengan rumah pemilik ada yang hanya merupakan tempat untuk menjual berbagai produk batik dan tempat belajar

 

 

79

 

79

 

80  

proses pembatikan. Galeri ini ada yang berupa rumah lama dan ada yang berupa bangunan baru dengan gaya

modern dan mewah. Selain galeri batik yang

tersebar di sepanjang jalan tersebut ada satu galeri yang sudah ternama dan terlama yaitu Batik Katura. Galeri batik ini selain menjual berbagai produk batik, galeri ini mempunyai koleksi batik yang sudah berumur ratusan tahun. Galeri ini mempunyai tempat untuk membuat batik dari proses awal hingga akhir. Selain itu juga, galeri ini banyak melakukan pembelajaran membatik bagi siswa SD hingga perguruan tinggi. Objek lainnya yang potensial adalah rumah masyarakat sekitar yang masih memproduksi batik, Situs Keramat Ki Buyut Trusmi, rumah tetua desa, dan Koperasi Batik Budi Tresna. Rumah masyarakat yang membatik ini memiliki potensi yang bagus untuk dikunjungi pengunjung. Objek Situs Keramat Ki Buyut Trusmi ramai dikunjungi hanya saat tradisi ritual-ritual tertentu di hari tertentu. Pengunjung yang mempunyai tujuan untuk berbelanja batik jarang yang mengetahui bahwa di kawasan Batik Trusmi terdapat situs bersejarah yang mempunyai kaitan dengan batik. Pengunjung yang berasal dari luar daerah hanya mengetahui keberadaan galaeri batik yang berada di sepanjang jalan tersebut. Koperasi Batik Budi Tresna yang merupakan pencetus pengelolaan batik di kawasan Batik Trusmi semakin tersisihkan. Pengunjung hanya mengunjungi galeri batik yang berada di depan kawasan Batik Trusmi sehingga Koperasi Batik Budi Tresna kurang mendapatkan perhatian dari pengunjung. Di Koperasi Batik Budi Tresna selain berbelanja batik dapat memperoleh pengetahuan tentang pengelolaan kawasan Batik Trusmi. Rumah tetua desa ini juga memiliki arsitektur tradisional yang khas. Rumah tetua desa ini masih menggunakan bahan dasar kayu sebagai dinging dan lantai rumah. Objek-objek tersebut mempunyai potensi yang besar untuk dikunjungi oleh pengunjung. Pengunjung tidak hanya mendapatkan batik namun, mendapatkan pengetahuan tentang sejarah kawasan Batik Trusmi dan berbagai informasi yang menyangkut batik di kawasan Batik Trusmi. Kawasan Batik Trusmi memiliki atraksi wisata yang berpotensi. Selain atraksi membatik yang dipertontonkan di depan galeri batik atau di dalam galeri batik, kawasan ini juga memiliki ritual budaya yang masih dijalankan oleh

 

81  

masyarakat setempat. Ritual budaya yang sudah ada dan masih rutin dijalankan adalah Panggung Jimat, Pasar Malam, dan Memayu dan Ganti Sirap (Tabel 10). Tabel 10 Atraksi wisata No 1

Atraksi Wisata Tradisi Muludan a. Panggung Jimat b. Pasar Malam

2

Memayu dan Ganti Sirap a. Pergantian atap di Komplek Situs Keramat Ki Buyut Trusmi b. Arak-arakkan atap (welit) yang baru

Waktu Pelaksanaan Malam hari pada tanggal 25 Maulud menurut kalendar Islam Selama satu minggu sebelum tanggal 25 Maulud menurut kalendar Islam Setiap musim hujan menurut Kalendar Jawa Setiap 4 tahun sekali Pada hari minggu

Atraksi lain yang berpotensi (Tabel 11) lainnya namun, belum tergali dan sudah jarang dipertontonkan adalah Tradisi Ruwahan, Tradisi Syawalan, Tradisi Saparan, Tradisi Suroan, Tradisi seputar kehidupan dan kematian, Tari Brai, dan Lukis Kaca. Tradisi yang disebutkan di atas adalah tradisi yang dilakukan di dalam rumah penduduk Desa Trusmi. Tradisi ini sudah turun-temurun dari dahulu. Tradisi ini kurang diketahui oleh pengunjung yang berbelanja batik baik berasal dari dalam Kota Cirebon sendiri dan luar Kota Cirebon. Tradisi ini mempunyai ciri yang khas sehingga berpotensi untuk menarik daya tarik wisatawan. Keunikan tradisi ini terletak di tatanan pembungkus dan isi dari kegitan tradisi tersebut. Kesenian tari Brai dan tari Baksa yang merupakan tari khas Desa Trusmi sekarang sudah jarang dipertontonkan. Tarian Bari berupa tarian dengan beberapa orang membaca syair-syair lagu yang dilakukan untuk upacara sedekah bumi dan ganti sirap. Tarian ini menggunakan alat musik yang disebut genjring yang besar. Sekarang sudah jarang ditemukan Sumber Daya Manusia yang bisa dan mau belajar tarian Brai. Lukis Kaca yang berasal dari tahun 50an di Desa Trusmi sekarang sudah tidak ditemukan lagi. Sudah tidak ada galeri lukis kaca yang menyediakan berbagai produk lukis kaca dan tempat pembelajaran lukis kaca. Tempat pembelajaran lukis kaca malah ditemukan di desa yang berada di luar kawasan Batik Trusmi. Objek dan atraksi yang berada di kawasan Batik Trusmi (Gambar 53) dapat memberikan daya tarik wisata bagi para pengunjung selain

 

82  

untuk berbelanja batik. Objek dan atraksi wisata yang dikelola dengan bagus akan memberikan nilai tambah bagi perekonomian masyarakat setempat. Tabel 11 Atraksi wisata potensial No 1

2

3 4

5

Atraksi Wisata Potensial Tradisi Ruwahan Membagi-bagikan berkat

Tradisi Syawalan Selepas sholat shubuh dipimpin Kepala Desa Trusmi ke Astana Gunung Jati Tradisi Saparan Membuat makanan yang disebut apem Tradisi Suroan a. Membuat bubur suro untuk Upacara Suroan b. Memperingati peranan Pangeran Walangsungsang dalam mendirikan padepokan Kebon Pesisir sebagai cikal bakal Cirebon c. Adanya 2 musyawarah antara tetua desa Seputar Kehidupan dan Kematian a. Seputar Kehidupan : a.1 Selametan Ngupati a.2 Selametan Mitui/ngrujaki, do'a-do'a, memandikan ibu hamil dari air tempayan dan mengganti 7 kali kain batik a.3 Selametan Nglolosi, membagikan bubur lolos a.4 Selametan Puputan

6

a.5 Selametan Bebersih a.6 Selametan Nyukur, membuat bubur merah dan bubur putih a.7 Selametan Mudun lemo b. Seputar Kematian : b. 1 Selametan nelung dino b. 2 Selametan mitung dino b. 3 Selametan patang puluh dino b. 4 Selametan nyatus b. 5 Selametan mendak pisan b. 6 Selametan mendak pindo b. 7 Selametan nyewu Tari Brai

7 8

Tari Baksa Lukis Kaca

Waktu Pelaksanaan Setiap tanggal ganjil setelah tanggal 20 di Bulan Ramadhan Enam hari setelah Idul Fitri Menyambut bulan Shafar Satu Suro menurut Kalendar Islam Malam satu Suro

Malam satu Suro

Ibu hamil 4 bulan Ibu hamil 7 bulan, pukul 7 pada tanggal 7, 17 atau 27 Ibu hamil 8 bulan Setelah memutuskan tali pusar 40 hari pasca melahirkan Tergantung keluarga Bayi umur 9 bulan 3 hari setelah meninggal 7 hari setelah meninggal 40 hari setelah meninggal 100 hari setelah meninggal Satu tahun meninggal Dua tahun meninggal 1000 hari setelah meninggal Pada upacara sedekah bumi dan Pada acara memayu

 

83  

Hasil analisis daya tarik objek dan atraksi wisata ini dikategorikan menjadi tiga, yaitu tinggi (skor 3), sedang (skor 2), dan rendah (skor 1). Kategori tinggi yaitu memiliki jenis dan jumlah dari objek serta atraksi wisata yang beragam. Desa Trusmi Kulon memiliki galeri batik yang lebih dari 10, rumah warga yang masih membatik, Batik Katura, dan Koperasi Budi Tresna sehingga desa ini berada pada kategori daya tarik objek dan wisata tinggi. Pada kategori sedang yaitu Desa Trusmi Wetan dan Desa Panembahan. Di Desa Trusmi Wetan hanya terdapat 3-4 objek dan atraksi wisata diantaranya Situs Keramat Ki Buyut Trusmi, rumah tetua desa, dan 3-9 galeri batik. Pada Desa Panembahan terdapat lebih dari 10 galeri batik. Namun, hanya terdapat 1-2 jenis objek dan atraksi wisata yaitu arak-arakkan welit dan galeri batik. Kategori rendah yaitu Desa Weru Lor dan Desa Weru Kidul. Desa Weru Lor hanya terdapat area atraksi arak-arakkan welit, pasar malam, dan terdapat 1-2 galeri batik. Pada Desa Weru Kidul hanya terdapat area atraksi arak-arakan welit. Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 54.

 

84  

84

 

85  

85

 

86  

4.6.3 Analisis Fasilitas Pendukung Wisata Analisis pendukung wisata berdasarkan aksesibilitas menuju objek wisata, sirkulasi, dan fasilitas pendukung wisata. Fasilitas pendukung wisatanya seperti gerbang, area parkir, mushola/masjid, toilet, tempat makan, papan informasi, tempat tiket, dan tempat untuk istirahat (menikmati keadaan Desa Trusmi). Kawasan Batik Trusmi telah memiliki 60 galeri batik dengan fasilitas pendukung wisata yang berbeda-beda. Tidak semua galeri memiliki tempat makan, mushola, toilet, dan area parkir yang luas. Desa Weru Lor, Weru Kidul, dan Panembahan merupakan desa yang berada tepat di pinggir jalan utama sehingga memiliki aksesibilitas yang tinggi untuk menjangkau kawasan Batik Trusmi. Desa Trusmi Kulon dan Trusmi Wetan yang berada lebih dalam dari jalan utama. Hasil analisis pada analisis pendukung wisata adalah Desa Weru Lor, Desa Weru Kidul, dan Desa Panembahan berada dikategori tinggi. Kategori sedang Desa Trusmi Wetan dan Desa Trusmi Kulon. Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 55.

 

 

87

       

87

 

88  

4.6.4 Analisis Ruang dan Aktivitas Wisata Ruang wisata batik yang berada di kawasan Batik Trusmi berpusat di sepanjang Jalan Trusmi dan sepanjang jalan Panembahan. Aktivitas wisata yang berada di kawasan Batik Trusmi adalah berbelanja batik. Analisis ruang dan aktivitas wisata dibagi menjadi dua, yaitu analisis ruang dan aktivitas wisata berdasarkan eksisting dan analisis ruang dan aktivitas wisata yang potensial.

4.6.4.1 Analisis Ruang dan Aktivitas Wisata Eksisting Analisis ruang dan aktivitas berdasarkan eksisting dilakukan dengan melihat fakta yang berada di kawasan Batik Trusmi. Terdapat aktivitas tinggi dan aktivitas rendah di kawasan Batik Trusmi (Gambar 56). Aktivitas wisata tinggi yaitu galeri-galeri yang banyak dikunjungi oleh pengunjung. Selain banyak dikunjungi, galeri-galeri ini memiliki fasilitas pendukung wisata yang lengkap seperti lahan yang luas, area parkir yang luas, tempat makan, tempat souvenir, tempat ibadah, dan pos satpam. Sedangkan untuk aktivitas rendah yaitu galerigaleri yang jarang dikunjungi oleh pengunjung. Dari 60 galeri hanya 41 galeri yang diambil (Tabel 12). Pengambilan contoh dilakukan secara acak dengan perwakilan di setiap Jalan Trusmi dan Panembahan. Pengambilan contoh ini juga dilakukan berdasarkan galeri yang banyak dikunjungi dan dikenal oleh masyarakat serta yang jarang dikunjungi. Dari 41 galeri yang didata, 12 galeri yang banyak dikunjungi dan 29 galeri yang jarang dikunjungi. Beberapa faktor luar yang mempengaruhi kepadatan pengunjung adalah sebagai berikut : 1. akses menuju galeri lebih menjorok dalam dari jalan masuk kawasan Batik Trusmi 2. sarana untuk belajar membatik 3. desain produk dari batik 4. mempunyai kualitas yang bagus 5. kualitas bagus dengan harga murah 6. nyaman

 

 

89

 

                                 

*Galeri yang banyak dikunjungi

89

 

90  

Tabel 12 Sampel galeri No Nama Galeri Batik No Nama Galeri Batik No 1 IBR Raja Batik * 16 Batik Naufal 31 2 Batik Lia 17 Batik Dua Putri 32 3 Batik Hanny 18 Batik Imad 33 19 Batik Halus 34 4 Batik Salma* 5 Batik Hafiyan* 20 Batik Cirebonan Family 35 6 Wisma Batik 21 Batik Lisa 36 7 Batik Cirebonan 22 Batik Hadi 37 23 Batik KATURA * 38 8 Batik Asofa * 9 Batik Anira 24 Koperasi Batik Budi Tresna 39 40 10 Batik Ike 25 Batik Nofa * 11 Baitk Irna 26 Batik Aria 41 12 Batik Retno Rahayu 27 Batik Elfrisa 13 Batik Oman 28 Batik EB * 14 Batik Annur * 29 Kampung Wisata Batik * 15 Batik IBR * 30 Batik Selsa Keterangan : yang bertanda * adalah galeri yang banyak dikunjungi

Nama Galeri Batik Batik Nadine Batik Alega Batik Fresa Batik Herry Putra Batik Hilma Batik Khaeriyah Batik Karisma Patra Batik Rizky Batik Batik Mahkota * Batik Daffa *

4.6.4.2 Analisis Ruang dan Aktivitas Wisata Potensial Analisis ruang dan aktivitas wisata potensial ditentukan berdasarkan rencana pemerintah dan beberapa fasilitas lain yang berpotensi sebagai ruang dan aktivitas wisata (Gambar 57). Rencana pemerintah adalah membuat pasar batik di Desa Weru Lor yang lahannya masih dimiliki oleh pemerintah. Pasar Batik ini dibuat untuk menyetarakan galeri-galeri yang ada di sepanjang Jalan Trusmi agar galeri yang berada menjorok dalam desa tersebut dapat dikunjungi oleh pengunjung dan mempunyai persaingan yang sama dengan galeri yang berada di depan. Fasilitas lain yang berpotensi adalah jalur jalan yang dapat digunakan untuk melihat aktivitas penduduk Desa Trusmi yang sedang melakukan proses pembatikan dan mempelajari berbagai hal tentang Batik Trusmi. Selain itu, terdapat beberapa galeri yang belum dikembangkan sehingga pengunjung kurang mengetahui keberadaannya. Desa Trusmi Kulon dan Trusmi Wetan memiliki ruang wisata potensial 34 ruang. Desa Panembahan, Weru Kidul, dan Weru Lor memiliki ruang potensial 1-2 ruang. Desa Trusmi Kulon dan Desa Panembahan terdapat 1 jenis aktivitas wisata yaitu wisata belanja sedangkan Desa Trusmi Wetan terdapat lebih dari sama dengan dua jenis aktivitas wisata yaitu wisata belanja dan wisata budaya.

 

91  

Desa Weru Lor, Weru Kidul, dan Panembahan tidak memiliki aktivitas wisata. Desa Trusmi Kulon, Trusmi Wetan, dan Panembahan merupakan desa yang banyak dikunjungi wisatawan. Desa Weru Lor dan Weru Kidul sedikit didapat kunjungan wisatawan karena di desa ini hanya terdapat atraksi wisata yaitu arakarakkan welit dan pasar malam dengan waktu tertentu. Hasil analisis dari analisis ruang dan aktivitas wisata eksisting dan potensial menghasilkan ruang dan aktivitas wisata tinggi, rendah, dan sedang. Ruang dan aktivitas wisata tinggi berada di Desa Trusmi Wetan dan di Desa Trusmi Kulon, sedang pada Desa Panembahan, dan rendah di Desa Weru Lor dan Desa Weru Kidul. Gambar 58 merupakan hasil analisis dari analisis ruang dan aktivitas wisata. Hasil analisis yang diperoleh dalam bentuk peta spasial dan deskriptif. Hasil analisis peta spasial merupakan hasil overlay dari analisis-analisis spasial tersebut dan menghasilkan peta potensi wisata yang terdiri dari potensi tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan hasil analisis, potensi tinggi berada di Desa Trusmi Kulon dan Desa Trusmi Wetan. Potensi sedang yaitu Desa Panembahan. Potensi rendah yaitu Desa Weru Lor dan Desa Weru Kidul. Peta potensi kawasan Batik Trusmi dapat dilihat pada Gambar 59. Sedangkan untuk hasil analisis deskriptif disajikan pada Tabel 14.

 

 

92  

 

92

 

 

93

 

                                 

93

 

 

94

                                         

94

 

  95  

Tabel 13 Analisis dan Sintesis No 1

2

Data Aspek Sejarah a. Sejarah Kawasan

Analisis Potensi

Kendala

Memiliki toponimi yang jelas

Belum ada bukti yang otentik sehingga banyak versi

b. Sejarah Batik di kawasan Trusmi

Mempunyai alur sejarah yang jelas

c. Sejarah Perkembangan Batik di kawasan Trusmi

Mempunyai alur sejarah yang jelas

Masih ada yang belum mengetahui tentang sejarah batik di kawasan ini Tidak ada bukti otentik perkembangan batik dari masa ke masa

d. Elemen Sejarah Kawasan

Situs masih terawat dengan baik

Di dalam kawasan banyak masyarakat sekitar yang memintaminta uang receh kepada pengunjung

Akses menuju kawasan mudah dengan angkutan dan kendaraan pribadi

Sirkulasi jalan yang sempit dengan kendaraan yang banyak

Aspek Fisik-Biofisik a. Aksesibilitas dan Jalur Sirkulasi

Sintesis Pemanfaatan Potensi dan Pemecahan Kendala Meskipun memiliki banyak versi namun mengerucut pada satu kesamaan dan mempertahankan karakter desa sesuai dengan toponiminya Memberikan informasi pengunjung tentang asal-usul batik di kawasan ini Memberikan infromasi pengunjung tentang perkembangan batik di kawasan ini dan menggali batik dari masa ke masa sebagai daya tarik Situs dijadikan sebagai daya tarik pengunjung

Mempertahankan akses menuju tapak dan mengembangkan jalur sirkulasi pada tapak agar pengunjung merasa nyaman di dalam tapak

b. Jenis Tanah dan Topografi

Kawasan yang relatif datar

Pengunjung dapat berjalan kaki mengelilingi kawasan

c. Tata Guna Lahan

Masih terdapat lahan terbuka dan kosong

Mengembangkan lahan terbuka sebagai area interpretasi dan welcome area menuju kawasan

d. Iklim

Memiliki iklim yang nyaman

d. Kualitas Visual

Borrowed landscape Gunung Ciremai

Akibat kurangnya peneduh menjadi panas Tertutup oleh pasar dan kurangnya karakter desa batik pada kawasan

Diperlukan vegetasi peneduh Dikembangkan dengan axis untuk melihat gunung tersebut dan ditambah desain sesuatu yang berhubungan dengan batik

95

 

96

 

 

Tabel 14 Lanjutan No No

Data e. Elemen Fisik/Struktur Bangunan dan Arsitektur f. Fasilitas g. Vegetasi

h. Hidrologi 3

4

Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi a. Keadaan Penduduk dan Ekonomi b. Aktivitas Budaya

Kendala

Masih terdapat bangunan dengan arsitektur yang unik dan terawat Memiliki vegetasi yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat dan memiliki vegetasi penguat identitas Sebagai pengairan

Kurangnya fasilitas wisata Pada jalan kawasan Batik Trusmi vegetasinya sedikit memiliki vegetasi sebagai fungsi estetika Sungai yang sudah menjadi pembuangan sampah Pendidikan yang rendah

c. Keinginan Masyarakat dan Pengunjung

Banyak aktivitas budaya yang masih dijalankan Kawasan harus dilestarikan dengan budaya yang masih dijaga

Kurang ruang untuk menikmati dan sudah jarang dimainkan Fasilitas wisata yang masih kurang

Aspek Wisata a. Jumlah dan Karakter Pengunjung

Pengunjung berasal dari luar dan dalam negeri

c. Jenis dan Kondisi Objek Wisata Aspek Pengelolaan Lanskap

Selain berbelanja batik, pengunjung melakukan ziarah pada waktu tertentu, dan melakukan ritual tradisi desa tersebut Beberapa galeri sudah memiliki fasililtas wisata yang memadai Sudah ada dukungan dan tindakan pemerintah untuk mengurangi terjadinya kesenjangan

Sintesis Pemanfaatan Potensi dan Pemecahan Kendala Menjadi daya tarik pengunjung

Banyak jumlah penduduk produktif

b. Aktivitas Pengunjung

5

Analisis Potensi

Perlu ditambahkan fasilitas wisata Mempertahankan vegetasi keramat dan penguat identitas serta perlu adanya vegetasi sebagai fungsi estetika dalam penataan vegetasi pada tapak Membersihkan sungai agar lebih baik Memberikan pengetahuan untuk berpartisipasi langsung dalam kegiatan wisata Membuat ruang untuk menikmati   Adanya tindakan pelestarian dan daya dukung kawasan agar dapat menampung pengunjung dan kegiatan wisata bisa efektif

Kegiatan yang sama pada tempat yang sama sehingga terjadi penumpukkan pengunjung

Memberikan informasi tentang sejarah dan budaya yang berada di kawasan kepada masyarakat setempat dan mancanegara Mengembangkan lahan kosong sebagai tempat atraksi wisata dan mempertahankan aktivitas budaya

Beberapa galeri belum memiliki fasililtas wisata yang memadai Kurangnya kerjasama pengelola dengan masyarakat sekitar untuk mengembangkan kawasan

Membuat fasilitas wisata yang memadai untuk kawasan ini Adanya realisasi dalam mengembangkan kawasan dan memberdayakan masyarakat asli dalam pengelolaan kawasan

96

 

97  

4.7

Sintesis Dari hasil peta komposit, diperlukan adanya ruang-ruang yang dapat

memberikan kenyamanan bagi pengunjung untuk mengeksplorasi dirinya menjelajahi kawasan Trusmi. Berdasarkan hasil analisis, maka kawasan perencanaan terbagi menjadi dua zona wisata, yaitu zona pengembangan wisata, zona budaya tinggi. Zona pengembangan wisata meliputi Desa Weru Lor, Desa Weru Kidul, dan Desa Panembahan. Desa Weru Lor dan Weru Kidul termasuk dalam ruang potensi rendah namun, desa ini memiliki fasilitas pendukung wisata yang tinggi. Desa Weru Lor terdapat lahan yang dapat digunakan untuk lahan parkir yang memadai agar pengunjung nyaman memarkirkan kendaraannya dan welcome area dengan gerbang utama menuju kawasan Batik Trusmi. Selain itu, merupakan lahan yang direncanakan pemerintah Kabupaten Cirebon. Area ini dapat dikembangkan sebagai ruang pelayanan. Desa Weru Kidul dan Panembahan dapat dijadikan jalur alternatif keluar masuk dari kawasan Batik Trusmi. Zona pengembangan wisata dapat dikembangkan dengan konsep yang menunjang dan mendukung kawasan Batik Trusmi. Zona budaya tinggi meliputi Desa Trusmi Kulon dan Desa Trusmi Wetan. Desa Trusmi Kulon dan Trusmi Wetan memiliki ruang budaya dan sejarah tinggi, potensi daya tarik objek dan atraksi wisata tinggi, fasilitas pendukung wisata sedang, ruang dan aktivitas wisata tinggi sehingga dapat dikembangkan sebagai ruang wisata belanja batik dan ruang wisata sejarah serta budaya batik. Konsep awal dari kawasan Batik Trusmi adalah wisata belanja batik di Kabupaten Cirebon. Namun, setelah melalui tahap analisis di desa inilah awal dari batik itu muncul di Kabupaten Cirebon dan merupakan desa yang masih memiliki adat dan tradisi yang masih dijalankan hingga sekarang. Oleh karena itu, diusulkan konsep dasar yaitu mengeksplorasi budaya dan eksotika Batik Trusmi yang ada sebagai daya tarik wisata dengan mempertimbangkan kenyamanan wisatawan. Mengeksplorasi budaya dengan mendapatkan pengetahuan tentang sejarah kawasan ini, sedangkan eksotika Batik Trusmi adalah mengapresiasikan setelah mengetahui budaya dan sejarahnya. Kawasan Batik Trusmi yang tidak hanya menghadirkan wisata belanja batik, namun dibalik itu ada sebuah sejarah dan budaya yang unik sehingga dapat dijadikan daya tarik wisata yang menarik.  

 

98  

Dari konsep dasar tersebut, untuk implementasinya dijabarkan dalam pengembangan konsep sebagai konsep ruang, aktivitas dan fasilitas wisata, sirkulasi, dan tata hijau. Berikut adalah penjabaran dari pengembangan konsep :  

1. Konsep Ruang Untuk mengeksplorasi budaya dan sejarah serta mengapresiasikan eksotika Batik Trusmi di kawasan Batik Trusmi yang berada di beberapa tempat, diperlukan adanya ruang-ruang yang bisa mengakomodir hal tersebut. Oleh karena itu, ruang yang direncanakan di kawasan Batik Trusmi dibagi menjadi tiga ruang (Gambar 60), yaitu : 1.

Ruang inti objek dan atraksi wisata pada zona budaya tinggi

2.

Ruang pelayanan pada zona pengembangan wisata

3.

Ruang Transisi  Ruang inti objek dan atraksi wisata terbagi menjadi dua yaitu ruang wisata

belanja batik dan ruang wisata sejarah dan budaya batik. Ruang wisata belanja batik yaitu ruang yang berisi galeri-galeri batik yang sudah ada. Sedangkan untuk ruang wisata sejarah dan budaya adalah area Ki Buyut Trusmi dan area yang masih dominan digunakan masyarakat untuk membuat batik di rumahnya. Ruang transisi adalah ruang penghubung antara ruang pengembangan dengan ruang objek wisata inti tanpa mengganggu fungsi masing-masing dari ruang tersebut. Ruang transisi ditandai dengan adanya tempat pangkalan dokar untuk memasuki kawasan Batik Trusmi. Ruang pelayanan berupa welcome area, rest area, parkir, panggung budaya, information centre, kios cinderamata, tempat kuliner, dan pasar batik.

Gambar 60 Konsep ruang

 

99  

2. Konsep Aktivitas dan Fasilitas Wisata Dalam mengeksplorasi budaya dan mengapresiasikan eksotika Batik Trusmi aktivitas diarahkan pada interaksi langsung dengan masyarakat yang membuat batik di desa ini dan mempelajari tentang berbagai hal Batik Trusmi serta melihat berbagai tradisi serta kesenian di Desa Trusmi. Tradisi yang berupa ritual-ritual berlangsung dengan waktu tertentu, tidak diadakan setiap hari. Tak hanya menikmati, pengunjung juga dapat berinteraksi dan mencoba langsung membuat batik. Berbagai fasilitas wisata didesain dengan menggunakan pola batik dan berhubungan dengan pembuatan batik dalam mengapresiasikan eksotika Batik Trusmi, seperti alat yang digunakan saat membuat batik dan motif batik. Kawasan Batik Trusmi dihadirkan dengan desain yang menonjolkan bahwa kawasan tersebut adalah kawasan batik. Elemen hardscape akan dibuat dengan mengikuti pola batik dan menambahkan beberapa elemen yang merupakan peralatan untuk membatik.

3. Konsep Sirkulasi Kawasan Batik Trusmi merupakan kawasan yang penuh dengan kendaraan. Selain kawasan Batik Trusmi terdapat pasar tradisional, pasar kue, dan kawasan ini berada di perempatan jalan. Hal ini juga dipacu dengan lebar jalan yang hanya 3meter. Jalan desa yang dilewati oleh berbagai macam kendaraan, seperti dokar, becak, mobil, motor, dan sepeda. Sirkulasi yang dibuat adalah sirkulasi umum dan khusus wisata. Sirkulasi umum adalah sirkulasi yang digunakan oleh masyarakat Desa Trusmi dalam melakukan seluruh kegiatannya. Sedangkan sirkulasi khusus wisata adalah sirkulasi yang digunakan untuk wisatawan yang datang ke daerah kawasan Batik Trusmi. Sirkulasi umum ditujukan langsung menuju ruang inti. Sedangkan sirkulasi khusus wisata (Gambar 61) harus memasuki ruang pengembangan terlebih dahulu sebelum memasuki ruang inti. Sirkulasi khusus wisata untuk dokar yang telah disediakan. Pada kegiatan budaya yang berlangsung pada waktu tertentu sirkulasi yang digunakan sama dengan sirkulasi yang lain. Oleh karena itu, perlu adanya sirkulasi isidental. Sirkulasi isidental berlaku untuk kegiatan budaya yang

 

100  

dilakukan pada waktu tertentu digunakan sistem satu arah. Sistem ini dibuat agar tidak ada penumpukan kendaraaan di dalam kawasan Batik Trusmi.

Gambar 61 Konsep sirkulasi khusus wisata 4. Konsep Tata Hijau Konsep tata hijau ini meliputi penataan vegetasi yang akan ditujukan untuk fungsi penguat identitas, estetika, peneduh, dan pergola. Fungsi vegetasi sebagai penguat identitas diberikan untuk mengeksplorasi budaya Batik Trusmi dengan menghadirkan tanaman yang ada kaitannya dengan keberadaan Batik Trusmi. Fungsi vegetasi estetika, peneduh, dan pergola diberikan untuk mengapresiasikan eksotika Batik Trusmi dengan bermacam warna-warni bunga yang dihasilkan. Pada ruang pelayanan, lebih diutamakan vegetasi penguat identitas agar pengunjung lebih mengetahui bahwa kawasan ini memiliki vegetasi sebagai ciri khas kawasan ini. Pada ruang transisi lebih ditekankan pada vegetasi estetika dan pergola. Sedangkan pada ruang inti objek dan atraksi wisata digunakan vegetasi penguat identitas, estetika dan pergola. Tabel 14 menyajikan fungsi vegetasi yang akan digunakan di setiap ruang. Tabel 14 Vegetasi yang digunakan pada setiap ruang No

Fungsi

Ruang

Vegetasi

Inti Objek dan Atraksi Wisata

1

Penguat identitas



2

Estetika



3

Peneduh

4

Pergola

Transisi

Pelayanan √



√ √







 

101  

Dari hasil pengembangan konsep tersebut, diusulkan rencana blok (block plan). Dalam rencana blok (block plan) terdapat zona pengembangan wisata (Desa Weru Lor, Weru Kidul, dan Panembahan) dan zona budaya tinggi (Desa Trusmi Kulon dan Trusmi Wetan) dibagi lagi berbagai ruang. Pada zona pengembangan wisata terdapat ruang pelayanan dan ruang transisi serta ruang inti atraksi wisata yang berlangsung pada waktu tertentu. Dalam zona pengembangan wisata terlihat adanya ruang inti objek dan atraksi wisata yang berada di luar zona budaya tinggi, yaitu berada di Desa Panembahan. Zona budaya tinggi terdapat ruang inti objek dan atraksi wisata serta ruang transisi. Sirkulasi yang dibuat terdiri dari sirkulasi pejalan kaki, sirkulasi kendaraan beroda dua dan empat serta dokar (angkutan tradisional). Pada zona budaya tinggi terdapat sirkulasi satu arah agar tidak terjadi penumpukkan pengguna jalan. jalur alternatif disediakan mengelilingi desa. Namun, dengan tidak membuang-buang waktu tanpa pengalaman/pengetahuan yang didapat. Rencana blok (block plan) dapat dilihat pada Gambar 62. Berdasarkan rencana blok (block plan) tersebut dibuat perencanaan lanskap dalam bentuk landscape plan.

 

102  

                       

102

 

103  

4.8

Perencanaan Lanskap

4.8.1

Rencana Tata Ruang, Aktivitas dan Fasilitas Wisata Rencana ruang yang dicapai terbagi atas tiga, yaitu ruang pelayanan, ruang

transisi, dan ruang inti objek dan atraksi wisata. Luas pada ruang inti inti objek dan atraksi wisata 7.1 ha, ruang transisi 0.4 ha, dan ruang pelayanan 4.4 ha. Ruang transisi dan ruang pelayanan diharapkan akan mendukung ruang inti objek wisata tanpa mengganggu fungsi-fungsi ruang tersebut. Ruang inti objek dan atraksi wisata tidak mengalami banyak perubahan untuk menjaga keasliannya. Ruang pelayanan yang dibagi lagi menjadi beberapa ruang dengan peruntukkan luas lahan ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15 Luas tata ruang pada ruang pelayanan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Ruang Welcome area Panggung Budaya Pasar Batik Parkir Tempat makan Tempat cinderamata Toilet Information centre Shelter Total

Luas (ha) 0.5 0.1 1.2 0.606 0.25 0.25 0.005 0.04 0.04 2.991

Luas ruang pelayanan adalah 4.4 ha dengan luas terbangun 2.991, sisanya merupakan jalan dan lahan terbuka. Perhitungan daya dukung bertujuan untuk mempertahankan kelestarian, keberadaan atau optimisasi manfaat dari suatu sumber daya alam, sumberdaya lanskap, dan lingkungan (Nurisjah, Pramukanto, Wibowo 2003). Perhitungan daya dukung memerlukan faktor luas, jam kunjungan yang diperkenankan, dan rata-rata waktu kunjungan. Faktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 16. Sedangkan perhitungan daya dukung dan total pengunjung setiap ruang pada kawasan Batik Trusmi dapat dilihat pada Tabel 17.

 

104  

Tabel 16

Luas, jam kunjungan yang diperkenankan, dan rata-rata waktu

kunjungan No 1 2 3

Jam kunjungan yang diperkenankan (jam per hari) 1 5 5

Luas (m2)

Ruang Area pasar malam Area panggung jimat Galeri batik

9377.38 10099.36 201.57

Rata-rata waktu kunjungan (jam per hari) 1 2 2

Tabel 17 Daya dukung dan total pengunjung setiap ruang No.

Ruang

Daya Dukung

Total pengunjung yang

(orang)

diperkenankan (orang/hari)

5.937

14.843

365

365

3.661

9.153

1

Inti Objek dan Atraksi Wisata

2

Transisi

3

Pelayanan

4

Galeri batik

100

250

5

Area pasar malam

781

781

6

Area panggung jimat

841

2104

Ruang pelayanan merupakan ruang yang pertama kali dimasuki oleh pengunjung. Pada ruang pelayanan pengunjung yang membawa kendaraan akan memarkirkan kendaraannya terlebih dahulu. Pengunjung dapat mendapatkan informasi di information centre tentang kegiatan apa yang akan berlangsung pada hari tersebut. Dari information centre pengunjung dapat menuju ke panggung budaya yang sudah disediakan. Pengunjung juga dapat menuju langsung ke dalam pasar batik yang berisi kumpulan dari berbagai galeri di kawasan Batik Trusmi. Di samping pasar batik terdapat tempat makan yang menyediakan masakan khas Cirebon, tempat souvenir, pangakalan dokar dan toilet. Memasuki kawasan Batik Trusmi

pengunjung

menggunakan

dokar.

Dengan

menggunakan

dokar

pengunjung dibawa menuju ruang inti. Tindakan ini akan mengurangi padatnya kendaraan yang masuk dan keberadaan area Keramat Ki Buyut Trusmi dapat terlindungi dan terjaga. Aktivitas dan fasilitas dilihat pada Tabel 18. Sirkulasi yang baik akan lebih baik jika didukung oleh street furniture yang sesuai. Sehingga membuat kesan yang khas kepada pengunjung saat memasuki kawasan batik tersebut. Street furniture yang akan digunakan lebih

 

105  

dominan menggunakan desain yang berhubungan dengan pola dan alat yang digunakan untuk membatik, seperti pada lampu jalan, kap lampu, gerbang masuk, shelter dokar, pedestrian, papan informasi, dan singage. Tabel 18 Rencana aktivitas dan fasilitas wisata No 1

Ruang

Aktivitas

Fasilitas

Ruang Pelayanan (43934,56 m2 / 36,74%) • Ruang Penerimaan

memarkir mobil,

welcome area,

menonton atraksi

parking area,

budaya,duduk-duduk,

rest area, panggung

mengobrol, makan-makan

budaya, toilet,

membeli souvenir,

pos satpam, tempat sampah, penanda arah, penanda tempat, souvenir, Information centre, tempat makan,

2

Ruang Transisi 2

(4384,83 m / 3,67%)

menunggu dokar,

pangkalan dokar,

jalan-jalan,

shelter dokar,

Melihat motif-motif batik

tempat sampah, jalur pedestrian, penanda tempat, penanda arah

3

Ruang Inti Objek dan Atraksi Wisata (71247,92 m2 / 59,59%) • Ruang Wisata Belanja Batik

berbelanja batik,

galeri batik,

belajar membuat batik

tempat duduk, tempat sampah, penanda tempat, penanda arah,

• Ruang Wisata Sejarah dan Budaya

melihat ritual-ritual,

papan interpretasi,

melihat bangunan

tempat sampah,

bersejarah melihat,

tempat duduk,

kehidupan masyarakat,

penanda tempat,

berfoto

penanda arah,

 

106  

4.8.2

Rencana Tata Hijau Rencana tata hijau yang dibuat terbagi di tiga ruang. Pada ruang tersebut

akan ditata vegetasi yang dapat memberikan nilai estetika dan kenyamanan kepada pengunjung. Pada ruang transisi dan sepanjang jalan yang merupakan tempat galeri tersebut penataan vegetasi lebih kepada tanaman gantung, planter box atau tanaman hias dalam pot, dan pergola yang terbuat dari tanaman merambat. Tanaman merambat yang akan digunakan adalah tanaman merambat yang tidak memiliki buah, perawatan yang tidak terlalu susah, dan tahan terhadap panas. Rencana vegetasi yang akan digunakan tersaji dalam Tabel 19. Tabel 19 Rencana vegetasi yang digunakan Fungsi No

1

Vegetasi Penguat

Ruang Inti objek dan atraksi wisata

Transisi

√ 

Pelayanan √

identitas

Contoh Vegetasi

Mangga (Mangifera indica) Pohon Jambe (Areca pumila)

2

Estetika

√ 





Pilodendron (Philodendron sp) Begonia Stepanot (Stephanotis sp) Alamanda (Alamanda sp)

3

Peneduh



Flamboyan (Delonix regia)

4

Pergola

√ 





Thunbergia sp

Sumber vegetasi : Lestari dan Kencana (2008) dan pengamatan langsung

4.8.3 Rencana Jalur Sirkulasi Wisata Jalur wisata yang dibuat adalah mengelilingi kawasan Batik Trusmi menggunakan dokar. Agar kawasan ini dapat lebih mudah dalam pergerakannya. Selain menggunakan dokar, pengunjung juga dapat berjalan kaki dengan

 

107  

menggunakan jalur yang sudah disediakan. Pada jalur pejalan kaki disediakan juga tempat duduk agar pengunjung tidak merasakan lelah yang berkepanjangan. Pengunjung dapat istirahat dengan melihat aktivitas masyarakat Desa Trusmi dan berbagai motif-motif batik yang terdapat pada dinding-dingidng bangunan di samping jalur pedestrian. Berbagai fasilitas penanda yang dapat mempermudah mobilitas pengunjung tanpa bingung arah. Kendaraan yang memasuki kawasan ini berupa bus, mobil, dan motor. Untuk bus, harus masuk melalui gerbang utama. Jalur sirkulasi wisata yang dibuat menjadi 3 alternatif. Alternatif ini berdasarkan sirkulasi yang mampu memberikan pengalaman/pengetahuan pada pengunjung walau dengan gerbang masuk yang berbeda. Alternatif pertama adalah melalui gerbang utama (main gate) kawasan Batik Trusmi untuk kendaraan bus, mobil, dan motor. Khusus untuk bus harus masuk dari gerbang ini dikarenakan pada gerbang ini terdapat area parkir yang luas untuk bus berhenti. Pengunjung akan disambut dengan gerbang utama yang memberikan karakter kuat kawasan batik tersebut. Terdapat information centre yang dapat diakses dengan mudah oleh pengunjung dengan panggung budaya yang berada di tengah area. Selain panggung budaya, terdapat pasar batik, tempat souvenir, dan kuliner yang dengan mudah pengunjung dapat membeli batik tanpa harus masuk ke dalam desa. Dengan menggunakan dokar pengunjung akan diarahkan menuju tempat pembuatan batik dan berinteraksi dengan masyarakat serta memberi pengetahuan tentang asal-usul batik di kawasan ini, mengenal situs peninggalan jaman dulu dan melihat atraksi wisata yang diselenggarakan. Alternatif kedua adalah memberikan kebebasan kepada pengunjung yang sudah mengetahui kawasan ini untuk langsung memasuki kawasan batik untuk membeli batik. Selain membeli batik, pengunjung juga dapat melihat masyarakat sekitar yang sedang melakukan proses membatik di rumah-rumahnya. Alternatif ketiga adalah memasuki kawasan yang memiliki galeri batik dengan fasad rumah mewah. Setelah itu pengunjung dapat melihat kegiatan membatik oleh masyarakat sekitar. Jalur sirkulasi wisata disajikan pada Gambar 63.    

 

 

    108                                    

108

 

109  

4.8.4 Rencana Perjalanan Wisata Perjalanan wisata diharapkan dapat menunjang perekonomian di kawasan Batik Trusmi dengan melibatkan peranan langsung masyarakatnya. Perjalanan wisata ini dikemas dalam 2 paket. Paket ini akan ditawarkan saat pengunjung akan memasuki area kawasan Batik Trusmi. Paket pertama adalah dari gerbang pertama membawa pengunjung ke area Keramat Ki Buyut Trusmi untuk mengetahui sejarah dan budaya kawasan Batik Trusmi. Setelah itu mengajak pengunjung ke area pemukiman masyarakat sekitar yang masih membuat batik di rumahnya. berakhir di galeri-galeri batik yang berada di sepanjang Jalan Trusmi. Sedangkan untuk paket kedua dari gerbang kedua, pengunjung akan diajak untuk mengelilingi pemukiman masyarakat Trusmi membuat batik. Setelah itu memberikan informasi tentang sejarah dan budaya kawasan Batik Trusmi dan berakhir pada area galeri batik.

4.8.5 Rencana Lanskap Rencana lanskap adalah produk hasil akhir dari penelitian ini. Produk berupa gambar landscape plan Lanskap Wisata Kawasan Budaya Batik Trusmi Cirebon. Landscape plan disajikan pada Gambar 64 dengan gambar potongan dan ilustrasi suasana pada Gambar 65.                    

 

 

110                                          

110

 

 

111  

     

111