Faktor –Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Menyusui
Factors related to Exclusive Breastfeeding Practice
Asnani* Tafal**
Abstrak Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan padat apapun kecuali vitamin, mineral atau obat sampai usia 6 bulan. Cakupan ASI eksklusif belum memenuhi target. Penelitian ini untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Wundulako dengan desain cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku pemberian ASI eksklusif masih rendah (30,8%). Ada hubungan antara pendidikan, pekerjaan, sikap, penolong persalinan, tempat persalinan, promosi susu formula, dukungan petugas, dukungan keluarga dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. Sikap merupakan faktor yang paling berhubungan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif (OR=8,78). Diharapkan penerapan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui. Kata Kunci : Perilaku, ASI eksklusif Abstract Exclusive breastfeeding is giving only breast milk without any liquids or solids except for vitamins, minerals or medicines until the age of 6 months. Exclusive breastfeeding has not met the target coverage. This cross-sectional study is to determine factors associated with exclusive breastfeeding practice at Wundulako health center. The results showed that the exclusive breastfeeding practice is still low (30.8%).There is a relationship between education, employment, attitudes, birth attendant, place of delivery, promotion of infant formula, support health workes, family support foward exclusive breastfeeding practice. Attitude is the factor most associated with exclusive breastfeeding practice (OR =8.78). Ten Steps to Successful Breastfeeding is adrised to be applied. Keywords: Behavior, Exclusive Breastfeeding *Peminatan Kebidanan Komunitas Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (e-mail:
[email protected])
Faktor-Faktor..., Asnani, FKM UI, 2013
Pendahuluan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam menentukan derajat kesehatan suatu negara. Angka Kematian Bayi di Indonesia 34 kematian per 1000 kelahiran hidup adalah angka kematian bayi yang masih tertinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lain, seperti Philipina (24,98 per 1000 kelahiran hidup), Brunei Darussalam (13,5 per 1000 kelahiran hidup), dan Singapura(3,5 per 1000 kelahiran hidup). Target pemerintah dalam hal ini Kementrian Kesehatan pada tahun 2014 mampu menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dari 34 menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup. Di sisi lain, Indonesia juga memiliki komitmen untuk memenuhi target Millennium Development Goals (MDGs), khususnya penurunan AKB menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Depkes, 2011). Untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas bayi berbagai upaya telah dilakukan, antara lain pemberian ASI sedini mungkin dan ekslusif. Fakta membuktikan, bahwa pemberian ASI Ekslusif dapat mencegah 13 % kematian balita. Demikian juga dengan Inisiasi Menyusu Dini dapat menyelamatkan 22% kematian bayi baru lahir/neonatal (Depkes,2010). ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya (Roesli, 2000). Menurut WHO, setiap tahun 1 – 1 ½ juta bayi di dunia yang meninggal karena tidak diberi ASI ekslusif. Untuk melindungi, mempromosikan, dan memberi dukungan pada pemberian ASI, di Italia tahun 1990 WHO/UNICEF membuat Deklarasi Innocenti (Innocenti Declaration) yang turut juga ditandatangani oleh Indonesia. Pada tahun 1999 UNICEF bersama World Health Assembly (WHA) dan banyak negara lainnya memberikan rekomendasi terbaru dengan menetapkan jangka waktu pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan (Roesli, 2000). Menyusui adalah proses unik yang memberikan keuntungan tidak saja pada bayi dan ibu tetapi juga untuk keluarga, masyarakat dan lingkungan. Keuntungan ini termasuk kesehatan, nutrisi, perkembangan, psikologis, sosial, ekonomi dan lingkungan. Bagi bayi ASI dan disusui memberikan keuntungan dari sudut nutrisi, kesehatan pada umumnya sebab akan menurunkan secara bermakna resiko penyakit-
Faktor-Faktor..., Asnani, FKM UI, 2013
penyakit acut dan chronis, juga dari sudut tumbuh kembang serta psiko-social (Soetjiningsih, 1997). Selain itu, menurut Roesli (2000), awal keuntungan dari memberikan ASI ekslusif dapat menjalin ikatan kasih sayang yang mesra antara ibu dan bayi. Bagi bayi tidak ada pemberian yang lebih berharga dari ASI. Hanya seorang ibu yang dapat memberikan makanan terbaik bagi bayinya. ASI tak ternilai harganya, selain meningkatkan kesehatan dan kepandaian secara optimal, ASI juga membuat anak potensial memiliki emosi yang stabil, spiritual yang matang, serta memiliki perkembangan sosial yang baik. Angka kejadian dan lama menyusui di seluruh dunia masih saja lebih rendah dari yang kita harapkan. Berdasarkan data WHO, cakupan ASI ekslusif masih rendah untuk negara berkembang dan negara miskin. Cakupan ASI ekslusif di beberapa negara berkembang dan miskin pada tahun 2004, seperti di Sub Sahara Afrika sebesar 32%, Asia Utara 47%, Afrika tengah 38%, dan Afrika Barat 22%. Hal ini menunjukkan hanya 36% kelahiran bayi di dunia yang mendapat ASI ekslusif pada tahun 2004. Mendapatkan ASI merupakan salah satu hak azasi bayi yang harus dipenuhi. Di Indonesia penggalakan penggunaan ASI sudah mulai dicanangkan pada tanggal 22 Desember 1990 dan dituangkan dalam PP NOMOR 33 TAHUN 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif. Meskipun telah dilegalkan secara hukum tetapi ASI ekslusif masih menjadi salah satu masalah kesehatan di indonesia. Berdasarkan Data Survey Demografi dan Kesehatan tahun 2007, hanya 32% anak umur kurang dari 6 bulan mendapatkan ASI Ekslusif, mengalami penurunan sebesar 8% dibandingkan tahun 2002-2003 sebesar 40%. Menurut hasil RISKESDAS 2010 pada bayi umur 5 bulan persentase menyusui ekslusif hanya 15,3%. Dalam profil kesehatan Indonesia tahun 2009, terlihat bahwa cakupan pemberian ASI Ekslusif pada bayi 0-5 bulan di Indonesia menunjukkan penurunan dari 62,2% (2007) menjadi 56,2% (2008). Sedangakan cakupan pemberian ASI pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6% pada tahun 2007 menjadi 24,3% pada tahu 2008. Di propinsi Sulawesi Tenggara sendiri dari 21,5% yang memberi ASI hanya 0,7% yang dilakukan secara ekslusif. Penurunan persentase
Faktor-Faktor..., Asnani, FKM UI, 2013
pemberian ASI ekslusif dapat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia pada masa yang akan datang dan berdampak pada status kesehatan masyarakat. Menyusui, khususnya secara ekslusif merupakan cara pemberian makan bayi yang alamiah. Namun, sering kali ibu-ibu kurang mendapatkan informasi bahkan sering kali mendapat informasi yang salah tentang manfaat ASI Ekslusif, tentang bagaimana cara menyusui yang benar dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran dalam menyusui bayinya. Menurut Davis (Soetjiningsih, 1997), kebijakan institusi yang tidak menyokong serta nasehat petugas kesehatan yang bertentangan dan menghambat fisiologi laktasi adalah pencetus berakhirnya proses menyusui. Dwyner dalam Soetjiningsih, menambahkan bahwa ketidakacuan petugas kesehatan serta program instansi pemerintah yang tidak terarah dan tidak mendukung adalah salahsatu penyebab utama penurunan penggunaan ASI. Jumlah produksi ASI yang kurang tampaknya menjadi alasan utama para ibu untuk tidak memberikan ASI secara ekslusif (Roesli,2000). Rendahnya cakupan ASI ekslusif dilatarbelakangi oleh berbagai faktor. Menurut Soetjiningsih (1997), antaralain perubahan sosial budaya (ibu bekerja, meniru orang dan merasa ketinggalan zaman jika menyusui), faktor psikologis (takut kehilangan daya tarik dan tekanan batin), faktor fisik ibu (ibu sakit), faktor petugas kesehatan, meningkatnya promosi susu kaleng, dan penerangan yang salah tentang penggantian ASI dengan susu kaleng. Menurut Sudaryat Suraatmaja dalam Soetjiningsih, penurunan pemberian ASI atau penggunaan air susu ibu di negara berkembang atau di pedesaan terjadi karena adanya kecendrungan dari masyarakat untuk meniru sesuatu yang dianggapnya modern yang datang dari negara yang telah maju atau yang datang dari kota besar. Berdasarkan hasil penelitian Yovsyah (2009), frekuensi ibu yang tidak memberikan ASI dini masih tinggi, dukungan keluarga dan perilaku penolong persalinan berhubungan dengan pemberian ASI segera pada bayi baru lahir. Dalam penelitian Helda (2008), dikatakan bahwa pemberian ASI yang masih rendah disebabkan oleh pengaruh penggunaan susu formula akibat promosi susu formula yang gencar. Masalahnya belum ada sanksi yang jelas, sehingga banyak pelanggaran kode etik pemasaran susu formula. Pelanggaran terhadap kebijakan pemasaran susu formula tersebut, berupa pemberian susu formula ke fasilitas kesehatan. Bahkan
Faktor-Faktor..., Asnani, FKM UI, 2013
disinyalir ada kerja sama antara produsen susu formula dan fasilitas kesehatan. Akibatnya, bayi yang baru lahir langsung diperkenalkan dengan susu formula bukan dengan ASI yang mempunyai banyak manfaat. Meskipun Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan tentang ASI ekslusif, Namun di kota besar banyak terlihat ibu memberikan susu botol padapada menyusui bayinya. Sementara di Pedesaan, bayi berumur satu bulan sudah diberi pisang. Dari penelitian terhadap ibu disekitar Jabotabek (1995), diperoleh fakta bahwa yang mendapat ASI ekslusif hanya 5% padahal 98% ibu-ibu tersebut menyusui (Roesli, 2000). Hasil penelitian Amraeni dan Amiruddin (2010), di Kendari Sulawesi Tenggara, pada
karakteristik ibu, umur
dan tingkat pendidikan berpengaruh
terhadap pemberian ASI. Kabupaten Kolaka yang merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Sulawesi Tenggara memiliki cakupan ASI ekslusif yang masih sangat rendah. Cakupan ASI eksklusif Kabupaten Kolaka tahun 2009 adalah 32% dan mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 22,2%. Walaupun mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 48,9% akan tetapi belum mencapai target nasional 80%. Di Puskesmas Wundulako, sebagai puskesmas yang letaknya dekat dengan ibukota Kabupaten Kolaka pada tahun 2010 memiliki cakupan ASI ekslusif 26,2% lebih rendah jika dibandingkan dengan Puskesmas Tanggetada sebesar 27,5%. Tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 20,3%, Cakupan tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan yaitu 67% (Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka, 2009, 2010, 2011). Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pemberian ASI ekslusif di wilayah Puskesmas Wundulako Kabupaten Kolaka. ASI eksklusif Definisi WHO yangmenyebutkan ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa cairan atau makanan padat apapun kecuali vitamin, mineral atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia 6 bulan. UNICEF bersama World Health Assembly (WHA) memberikan rekomendasi jangka waktu pemberian ASI ekslusif selam 6 bulan. Yang di maksud dengan Pemberian ASI ekslusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh,
Faktor-Faktor..., Asnani, FKM UI, 2013
air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Roesli, 2000). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui SK Menkes No. 450/Men.Kes/SK/IV/2004 tanggal 7 April 2004 pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Dalam rekomendasi tersebut, dijelaskan bahwa untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan yang optimal, bayi harus diberi ASI eksklusif selama 6 bulan pertama. Pelaksanaan ketentuan Pemberian ASI sudah tercantum dalam UU Kesehatan No 36/2009, Pasal 128 ayat (1) yang isinya “Setiap bayi berhak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan kecuali atas indikasi medis”. Pengaturan mengenai pemberian ASI ekslusif juga diatur dalam Peraturan Pemerintah RI N0 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu eksklusif. Manfaat ASI ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. Dengan tatalaksana menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan. Bayi yang baru secara alamiah mendapat imunoglobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya melalui ari-ari. Namun kadar zat ini akan cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak sehingga mencapai kadar protektif pada waktu berusia sekitar 9 sampai 12 bulan. Pada saat kadar zat kekebalan bawaan menurun sedangkan yang dibentuk oleh badan bayi belum mencukupi makaakan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi. Kesenjangan akan hilang apabila bayi diberi ASI, karena ASI adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, parasit, dan jamur.Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu mature. Zat kekebalan yang terdapat pada ASI antara lain akan melindungi bayi dari penyakit diare. ASI juga akan menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi.Bayi ASI ekslusif ternyata akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang
Faktor-Faktor..., Asnani, FKM UI, 2013
tidak mendapat ASI ekslusif. Anak yang sehat tentu akan lebih berkembang kepandaiannya dibanding anak yang sering sakit terutama bila sakitnya berat. ASI Ekslusif Meningkatkan Jalinan Kasih Sayang. Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena menyusu akan merasakan kasih sayang ibunya. Ia juga akan merasa aman karena masih dapat mendengar detak jantung ibunya yang telah ia kenal sejak dalam kandungan. Perasan terlindung dan disayangi inilah yang akan membentuk kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual yang baik. Manfaat ASI bagi Ibu dapat mencegah perdarahan pasca melahirkan. Perangsangan pada payudara ibu oleh isapan bayi akan diteruskan ke otak dan ke kelenjar hipofisis yang akan merangsang terbentuknya hormon oksitosin. Oksitosin membantu mengkontraksikan kandungan dan mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan. Mempercepat pengecilan kandungan. Sewaktu menyusui terasa perut ibu mulas yang menandakan kandungan berkontraksi dengan demikian pengecilan kandungan terjadi lebih cepat. Mengurangi terjadinya anemia. Menyusui ekslusif akan menunda masa subur yang artinya menunda haid. Penundaan haid dan berkurangnya perdarahan pasca persalinan akan mengurangi angka kejadian anemia kekurangan besi. Dapat digunakan sebagai metode KB sementara. Menyusui secara ekslusif dapat menjarangkan kehamilan. Manfaat bagi Negara adalah Penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan menyusui serta biaya menyiapakan susu. Penghematan untuk biaya sakit terutama sakit muntah-mencret dan sakit saluran nafas. Penghematan obatobatan, tenaga, dan sarana kesehatan. Menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk membangun negara. Langkah awal untuk mengurangi bahkan menghindari kemungkinan terjadinya generasi yang hilang khususnya bagi indonesia. Metode Lokasi penelitian bertempat di wilayah kerja Puskesmas Wundulako Kabupaten
Kolaka.
Penelitian
ini
kuantitatif
jenis
survey
menggunakan
rancangancross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki bayi usia 7-12 bulan yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Wundulako Kabupaten Kolaka.
Faktor-Faktor..., Asnani, FKM UI, 2013
Sampel penelitian ini didapat dengan kriteria inklusi ibu-ibu yang memiliki bayi usia 7-12 bulan dan bersama-sama berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Wundulako serta bersedia diwawancarai. Sampel diambil dengan cara terlebih dahulu membuat daftar nama seluruh ibu yang mempunyai bayi umur 7-12 bulan yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Wundulako. Karena hanya terdapat 240 ibu yang mempunyai bayi umur 7-12 bulan, maka tekhnik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. Pengumpulan data primer tentang umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, promosi susu formula, dukungan keluarga, dukungan petugas dan perilaku pemberian ASI ekslusif dilakukan dengan metoda wawancara dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Analisis data dilakukan secara bertahap. Analisis univariat untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian untuk menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase tiap variabel. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel dependen dan independen. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-Square / Continuity Correction. Keputusan digunakan derajat kepercayaan 95% (α = 5%). Bila nilai p < 0,05 maka uji statistik bermakna (signifikan) dan bila nilai p lebih dari 0,05 maka perhitungan statistiknya tidak bermakna. Untuk mengetahui derajat / kekuatan hubungan dilihat dari nilai OR. Analisis multivariat dilakukan dengan menghubungkan variabel dependen dengan menggunakan regresi logistik ganda. Hasil Karakteristik Responden Sebagian besar responden (69,2%) tidak memberikan ASI eksklusif dan ini lebih banyak dibandingkan yang memberikan ASI eksklusif (30,8%).
Sebanyak 88
responden (36,7%) berumur lebih dari 30 tahun dan 152 responden (63,3%) berumur ≤30 tahun. 160 (63,3%) responden berpendidikan tinggi dan 80 (36,7%) responden berpendidikan rendah. Responden yang tidak bekerja sebesar 196 (81,7%) responden dan lebih banyak dibandingkan dengan responden yang bekerja yang hanya 44 (18,3%). responden yang memiliki kategori pengetahuan baik sebesar 188 (78,3%), dan lebih tinggi dibandingkan yang berpengetahuan kurang yang hanya 52 (21,7%). Responden yang memiliki sikap positif sebanyak 196 (81,7%) dan yang memiliki sikap negatif sebanyak 44 (18,3%). 204 (85%) responden persalinannya ditolong
Faktor-Faktor..., Asnani, FKM UI, 2013
oleh tenaga kesehatan dan hanya 36 (15%) responden yang ditolong persalinanya oleh dukun. 198 (82,5%) responden sudah bersalin di fasilitas kesehatan dan masih terdapat 42(17,5%) responden yang bersalin bukan di fasilitas kesehatan. Responden yang memperoleh dukungan petugas sebesar 204 (85 %) dan yang kurang mendapat dukungan petugas yaitu sebesar 36 (15%). Responden yang memperoleh dukungan keluarga sebesar 164 (68,3 %) dan yang kurang mendapat dukungan keluarga yaitu sebesar 76 (31,7%). Variabel yang berhubungan dengan ASI eksklusif Tidak ada hubungan antara umur dengan pemberian ASI eksklusif. Hubungan pendidikan dengan pemberian ASI eksklusif, berdasarkan uji statistik yang dilakukan diperoleh p = 0,01 (p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. Selain itu dari analisis diperoleh nilai OR = 2,27 yang artinya ibu yang berpendidikan tinggi mempunyai peluang 2,27 kali untuk memberikan ASI eksklusif dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah. Ada hubungan yang bermakna antara ibu yang bekerja dan tidak bekerja dengan pemberian ASI eksklusif dengan nilai p = 0,01 (p < 0,05 ). Hubungan pengetahuan dengan pemberian ASI eksklusif, berdasarkan
uji statistik yang
dilakukan diperoleh p = 0,06 (p >0,05) hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif Dari hasil uji stastistik hubungan sikap dengan pemberian ASI eksklusif didapatkan nilai p = 0,00 (p < 0,05), yang artinya bahwa ada hubungan yang bermakna antara ibu yang mempunyai sikap negatif dan sikap positif terhadap ASI eksklusif dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. Dari analisis juga diperoleh nilai OR = 12, 19 yang artinya ibu yang mempunyai sikap negatif mempunyai peluang 12,19 kali untuk tidak memberikan ASI eksklusif dibandingkan ibu yang mempunyai sikap positif terhadap ASI eksklusif. Hubungan penolong persalinan
dengan pemberian ASI eksklusif
berhubungan secara signifikan dengan nilai p = 0,00 ( p < 0,05). Hasil uji statistik tempat persalinan dengan pemberian ASI eksklusif diperoleh nilai p = 0,00, hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan bermakna antara tempat persalinan dan
Faktor-Faktor..., Asnani, FKM UI, 2013
perilaku pemberian ASI eksklusif. Terdapat hubungan bermakna antara perilaku pemberian ASI eksklusif dengan promosi susu formula dengan hasil uji statistik nilai p = 0,00 (p < 0,05). Hubungan dukungan petugas dengan pemberian ASI eksklusif berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p =0,001(p<0,05), artinya ada hubungan bermakna antara ibu yang mendapatkan dukunga petugas dan kurang mendapatkan dukungan petugas dengan periliku pemberian ASI eksklusif . Dari analisis juga diperoleh nilai OR = 9,27 yang artinya ibu yang kurang mendapat dukungan petugas mempunyai peluang 9,27 kali untuk tidak memberikan ASI eksklusif dibandingkan ibu yang mendapat dukungan petugas. Ada hubungan bermakna antara ibu yang mendapatkan dukungan keluarga baik dan dukungan keluarga kurang dengan pemberian ASI eksklusif dengan hasil uji statistik nilai p=0,00 (p<0,05. Dari analisis diperoleh nilai OR=13,40 yang artinya ibu yang kurang mendapat dukungan keluarga mempunyai peluang 13,40 kali untuk tidak memberikan ASI eksklusif di bandingkan ibu yang mendapatkan dukungan keluarga baik. Faktor Dominan Adapun variabel yang paling berhubungan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif adalah sikap dengan OR = 8,78. Pembahasan Proporsi ibu yang memberikan ASI eksklusif hanya sebesar 30,8% yang artinya sebagian besar bayi (69,2%) telah mendapatkan minuman/makanan selain ASI, obat dan vitamin sebelum usia 6 bulan. Rendahnya cakupan perilaku pemberian ASI eksklusif pada penelitian ini kemungkinan karena pemberian makanan yang terlalu dini ataupun pemberian cairan lain selain ASI seperti air putih setelah menyusui, madu dan susu formula. Dari sebagian besar hasil penelitian yang dilakukan yang berkaitan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif masih jauh lebih rendah dari target yang ditentukan oleh Kementrian Kesehatan yaitu sebesar 80%. Hal ini dikarenakan dalam mendapatkan informasi mengenai perilaku pemberian ASI eksklusif masih kurang.
Faktor-Faktor..., Asnani, FKM UI, 2013
Hasil analisis hubungan antara umur dan perilaku pemberian ASI eksklusif diperoleh bahwa ada 22 (25%) ibu yang berumur tua (>30 tahun) yang memberikan ASI eksklusif dan ada 52 (34,2%) ibu yang berumur muda (≤ 30 tahun) yang memberikan ASI eksklusif . Dari hasil ini maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara antara ibu yang berumur muda ≤ 30 tahun dengan ibu yang berumur lebih tua >30 tahun dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. Hal ini kemungkinan terkait dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki ibu tentang ASI eksklusif. Ibu yang berumur lebih tua kemungkinan telah memiliki pengetahuan dan pengalaman menyusui eksklusif sebelumnya. Sehingga promosi kesehatan tentang ASI eksklusif terutama pada usia muda sangat penting diberikan agar dengan potensi fisik yang dimilikinya dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan proporsi antara ibu yang berpendidikan rendah dengan ibu yang berpendidikan tinggi, dimana ibu yang berpendidikan rendah berpeluang 2 kali lebih besar untuk tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya dibanding ibu yang berpendidikan tinggi. Tingkat pendidikan berhubungan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pengetahuan yang dimiliki juga akan semakin tinggi dan ibu yang berpendidikan tinggi mempunyai akses yang lebih untuk mendapatkan informasi tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi. Hal ini didukung oleh Green (1980) dalam Notoadmojo (2010), dimana tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan khususnya dalam pembentukan perilaku, semakin tinggi tingkat kecerdasan seseorang tentang sesuatu hal akan semakin matang pertimbangan seseorang untuk mengambil sebuah keputusan. Dari analisis hubungan antara pekerjaan dan perilaku pemberian ASI eksklusif, didapatkan ASI eksklusif pada ibu yang tidak bekerja 34,7% dibandingkan pada ibu yang bekerja 13,6%. Maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi kejadian perilaku pemberian ASI eksklusif antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja. Hal ini dimungkinkan karena ibu yang bekerja terkendala dengan jadwal kerja, cuti hamil dan melahirkan yang ada. Sedangkan ibu yang tidak bekerja biasanya adalah ibu rumah tangga yang memiliki lebih banyak waktu untuk
Faktor-Faktor..., Asnani, FKM UI, 2013
mengurus dan menyusui banyinya. Soetjiningsih (1997), juga menyatakan bahwa terdapat kecendrungan meningkatnya ibu yang tidak memberikan ASI pada bayi yang disebabkan karena ibu bekerja terutama di kota besar. Menurut Prasetyono (2009), ibu-ibu di kota besar yang mempunyai kegiatan komersial aktif misalnya bekerja di kantor/pabrik/pekerjaan lain di luar rumah lebih memilih memberikan susu formula pada anaknya karena lebih menguntungkan dan tidak membuang waktu hanya untuk menyusui anaknya di rumah. Hasil analisis univariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak yaitu sebesar 78,3% bila dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan kurang yang hanya21,7%. Hasil analisi bivariat ditemukan 34% responden yang berpengetahua baik berperilaku memberikan ASI eksklusif, angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang mempunyai pengetahuan kurang yang hanya 19,2%. Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa pengetahuan merupakan unsur yang sangat penting bagi terbentuknya perilaku seseorang, dan pengetahuan merupakan langkah awal dari pembuatan keputusan seseorang yang pada akhirnya akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang diperolehnya. Hal ini mengindikasikan bahwa ibu yang berpengetahuan kurang akan menghasilkan perilaku buruk dalam pemberian ASI eksklusif. Untuk itu perlu ada peningkatan pengetahuan pada ibu-ibu oleh para petugas kesehatan baik melalui kegiatan posyandu maupun kegiatan lainnya. Hasil uji statistik didapatkan p = 0,060, artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan perilaku pemberian ASI eksklusif. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Barina (2011) di Puskesmas Kelapa Gading yang menyatakan ada perbedaan proporsi antara kejadian perilaku pemberian ASI eksklusif antara ibu yang berpengetahuan baik dengan ibu yang berpengetahuan kurang.Tetapi hasil dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudjaroh (2012) di Puskesmas Bangun Galih Kabupaten Tegal dengan p= 0,555. Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan responden yang mempunyai sikap positif terhadap perilaku pemberian ASI adalah 81,7% dan yang mempunyai sikap negatif yaitu 18,3%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa 36,7% ibu yang bersikap positif dan 4,5% ibu yang bersikap negatif memberika ASI eksklusif.
Faktor-Faktor..., Asnani, FKM UI, 2013
Dengan mempunyai sikap positif, tentunya ibu-bu di wilayah kerja Puskesmas Wundulako diharapkan berperilaku baik dalam pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan analisis multivariat, sikap merupakan variabel yang paling besar hubungannya dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. Ibu yang mempunyai sikap positif terhadap ASI eksklusif berpeluang 8 kali lebih besar untuk memberikan ASI secara eksklusif dibanding ibu yang bersikap negatif terhadap ASI eksklusif. Penelitian yang dilakukan Faisal (2011), juga menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara sikap ibu dan perilaku pemberian ASI eksklusif. Dalam penelitian ini sebanyak 85% responden persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan dan 74 (36,3%) diantaranya memberikan ASI secara eksklusif sedangkan responden yang melahirkan kepada non kesehatan tidak ada satupun yang berperilaku memberikan ASI eksklusif. Sehingga dari hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan proporsi antara responden yang memberikan ASI eksklusif dengan responden yang tidak memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya. Dari hasil analisis hubungan antara tempat persalinan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif diperoleh hasil sebagian besar responden yaitu 82,5% bersalin di fasilitas kesehatan, 74 diantaranya atau 37,4% ibu yang melahirkan di fasilitas kesehatan memberikan ASI eksklusif dan ibu yang melahirkan bukan di fasilitas kesehatan, tidak ada satupun yang memberikan ASI eksklusif. Setelah dilakukan uji statistik diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tempat persalinan dan perilaku pemberian ASI eksklusif. Menurut Soetjiningsih (1997), kesuksesan menyusui diantaranya ditentukan oleh tempat persalinan karena tidak jarang rumah sakit yang memberikan susu formula kepada bayi baru lahir. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden yaitu 76,7% pernah mendapatkan promosi susu formula. Dari hasil uji statistik, responden yang pernah mendapatkan promosi susu formula hanya 21,7% yang memberikan ASI eksklusif sedangkan yang tidak mendapat promosi terdapat 60,7% yang memberikan ASI eksklusif dengan nilai p=0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi antara ibu yang mendapatkan promosi susu formula dengan ibu yang tidak mendapatkan promosi susu formula dalam hal pemberian ASI secara eksklusif
Faktor-Faktor..., Asnani, FKM UI, 2013
kepada bayi mereka. Selain itu ibu yang tidak pernah mendapatkan promosi susu formula berpeluang 5,56 kali lebih besar memberikan ASI eksklusif dibandingkan ibu yang pernah mendapatkan promosi susu formula. Hasil analisis bivariat dalam penelitian ini menunjukkan p= 0,001, hal ini berarti ada hubungan yang bermakna antara dukungan petugas kesehatan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. Dengan demikian membuktikan hipotesis yang menyatakan responden yang mendapatkan dukungan petugas kesehatan 9 kali berpeluang untuk berperilaku memberikan ASI eksklusif. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Rubinem (2012) yang dilakukan di Puskesmas Srondol yang menyatakan ada hubungan yang bermaknan antara dukungan petugas kesehatan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. Hasil analisis hubungan antara dukungan keluarga dan perilaku pemberian ASI eksklusif diperoleh ada 4 (5,3%) ibu yang kurang mendapat dukungan keluarga yang memberikan ASI eksklusif dan terdapat 70(42,7%) ibu yang mendapat dukungan keluarga baik yang memberikan ASI secara eksklusif. Hasil uji statistik diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dan perilaku pemberian ASI eksklusif dengan OR = 13,40 yang artinya ibu yang mendapat dukungan keluarga berpeluang 13 kali untuk memberikan ASI secara eksklusif dibanding dengan ibu yang kurang mendapatkan dukunagn keluarga. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya dukungan keluarga terutama suami pada istri terutama saat menyusui sangat berpengaruh terhadap kelancaran pengeluaran ASI. Dukungan suami dapat memberikan rangsangan psikologis yang positif bagi produktifitas ASI karena suami akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (let down reflex). Kesimpulan Hasil penelitian disimpulkan bahwa, sebagian besar ibu tidak memberikan ASI eksklusif. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif adalah sikap dimana ibu yang bersikap positif lebih berpeluang untuk memberikan ASI secara eksklusif daripada ibu yang mempunyai sikap negatif terhadap ASI eksklusif.
Faktor-Faktor..., Asnani, FKM UI, 2013
Daftar Pustaka 1.
Amraeni, Yunita dan Amiruddin, Ridwan. Immediate Breastfeeding Dan
Pemberian
Kolostrum Pada ProgramASI ekslusif di Kendari 2010. Jurnal Kedokteran Indonesia 2011, vol 12, No.7, Juli 2011: 464 – 468 2.
Amalia, Linda dan Yovsyah. Pemberian ASI Segera pada Bayi Baru Lahir. Jurnal Kesmas Nasional. Vol.3, No.4, Februari 2009 : 171- 175
3.
Depkes. Manajemen laktasi, Dirjen Binkesmas Direktorat Gizi Masyarakat: Jakarta: 2005.
4.
Dinkes Kab.Kolaka. Profil kesehatan Kabupaten Kolaka: Kolaka: 2010, 2012.
5.
Fikawati, Sandra dan Syafiq, Ahmad. Kajian implementasi dan kebijakan ASI ekslusif dan Inisiasi Menyusu Dini di Indonesia. Makara Kesehatan, Vol.14, No.1, Juni 2010 : 17 – 24
6.
Green. L.W&Kreuter, M. Health program planning an educational and ecological approach: 2005.
7.
Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta (2008), Bedah ASI. Balai penerbit FKUI, Jakarta
8.
Kurniati ,Nia. Menyusui pada ibu HIV . Indonesia Menyusui, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.
9.
Kemenkes. Informasi tentang pemberian ASI melalui radio. Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Jakarta: 2011.
10. Kemenkes. Rencana aksi akselerasi pemberian ASI eksklusif 2012-2014. Ditjend Bina Gizi dan KIA Direktorat Bina Gizi. Jakarta: 2011. 11. Mulyani, Nenny Sri. Menyusui pada ibu penderita hepatitis B. Indonesia Menyusui. Ikatan Dokter Anak Indinesia. Jakarta 2010. 12. Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu perilaku kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta: 2010. 13. Pudjadi, Solihin. Ilmu gizi klinis pada anak, balai penerbit FKUI : Jakarta: 1997. 14. Roesli, Utami. Mengenal ASI ekslusif, Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta: 2000. 15. Sihadi dan Djaiman, sri. Pencapaian Pemberian ASI sampai Dua Tahun di Indonesia. Buletin penelitian sistem kesehatan. Vol.11, no. 4, Oktober 2008 : 383 – 38 16. Suradi, Rulina dan Roesli, Utami. Manfaat ASI dan Menyusui, balai penerbit FKUI. Jakarta: 2008. 17. Susiloretni, KA; et al.. Efektivitas promosi multilevel ASI eksklusif di pedesaan Jawa. Kemenkes RI. Jakarta: 2010. 18. Suradi, Rulina et al. Indonesia Menyusui. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.
Faktor-Faktor..., Asnani, FKM UI, 2013
19. Soetjiningsih. ASI petunjuk untuk tenaga kesehatan, penerbit buku kedokteran ECG. Jakarta: 1997.
Faktor-Faktor..., Asnani, FKM UI, 2013
Faktor-Faktor..., Asnani, FKM UI, 2013