FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN YANG MEMPENGARUHI

Download Faktor-faktor Determinan yang Mempengaruhi Implementasi Program. Jaminan Kesehatan Bali .... teoritis adalah pengembangan kajian kebijakan ...

0 downloads 575 Views 83KB Size
Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

Faktor-faktor Determinan yang Mempengaruhi Implementasi Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara di RSUD Wangaya Denpasar Dewa Putu Agung Purwitayana1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga

Abstract Health is one of the basic needs of human life that is absolute. Health care has become the most important issue in Indonesia. health is not guaranteed is the impact of poverty so that there are still many poor people who have yet to get a proper health facility. To resolve this issue of Bali government programs through health care giver JKBM. One of them is RSUD Wangaya Denpasar as establishments providing health services in the programme is JKBM healthcare establishments have the satisfaction index of high society in the city of Denpasar. However, in the implementation, there is still the problem of the lack of facilities and the withdrawal of funding. The discussion paper emphasizes how JKBM program implementation and the factors that affect the implementation of the programme carried out by RSUD Wangaya Denpasar. The background behind this paper based on empirical facts which still constraints in implementing the programme Key words: implementation, proggrame, health care benefit

Pendahuluan Upaya untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat yang dilakukan secara berkelanjutan dengan tujuan untuk mewujudkan demokrasi, keadilan sosial, perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia serta supremasi hokum merupakan sebuah tujuan yang mulia dari sebuah pembangunan (Ariadi Septi dan Sudarso, 2006:1). Hal tersebut diperlukan sebuah langkah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan kehidupan masyarakat yang layak dan bermartabat serta memberikan perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan dasar yang meliputi: sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan lapangan kerja serta mewujudkan otonomi daerah dalam rangka pembangunan daerah dan pemerataan pertumbuhan.. Semua hal tersebut dapat terwujud dengan upaya meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat. Pembangunan di Indonesia mencakup pembangunan di segala bidang termasuk kesehatan. Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan agar semua lapisan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, leluasa dan murah. Dengan upaya tersebut diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang baik. Pembangunan dalam bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan taraf hidup, kecerdasan, serta kesejahteraan pada umumnya. Hal ini dapat dicapai dengan memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, bermutu dan terjangkau sesuai dengan misi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan Indonesia sehat. Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu negara sangat mempengaruhi derajat kesehatan penduduknya dan secara timbal balik berkaitan erat pula dengan kemampuan untuk mengembangkan pelayanan kesehatan atau kegiatan-kegiatan lain di

sektor kesehatan. Kebijakan di bidang kesehatan dan pelaksanannya akan sangat dipengaruhi oleh pertimbangan ekonomi secara makro, sebaliknya derajat kesehatan suatu penduduk akan berpengaruh pula terhadap perkembangan dan pembangunan ekonomi. Oleh sebab itu program kesehatan hendaknya dipandang sebagai suatu bagian dari strategi yang menyeluruh untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 Pasal 28 H dan UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Kedua Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa kesehatan adalah hak fundamental setiap penduduk dan setiap penduduk berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat (2) UUD Tahun 1945 juga menyatakan bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan ayat (3) menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak. Untuk menindaklanjutinya, pemerintah pun kemudian membentuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Semenjak diberlakukannya otonomi daerah melalui Undang-Undang (UU) no.22 dan UU no.25/1999 dan disempurnakan oleh UU no.32/2004 tentang Pemerintahan daerah bab IV pasal 22 yaitu dalam menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan dan 27

1. Korespondensi Dewa Putu Agung Purwitayana, Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga, Jl Airlangga 4-6 Surabaya

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

mengembangkan sistem jaminan sosial, serta UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah membawa perubahan kepada semua bidang pembanguanan tidak terkecuali kesehatan. Menurut Mardiasmo (2002:13) perubahan pada bidang kesehatan secara garis besar terdiri dari dua hal yaitu: 1) perubahan dalam sistem dan proses organisasional yang terdiri dari pembangunan kebijakan kesehatan (health policy development), kebutuhan perhitungan dan informasi (calculation needs and information ), perencanaan dan alokasi sumber daya (planning and resource allocation), pembiayaan dan manajemen sumber daya manusia (human resources planning ang management), koordinasi antarsektoral (intersectoral coordination) dan patisipasi masyarakat (public participation)); 2) keadilan, efisiensi dan kualitas pelayanan Pemerintah Provinsi Bali merupakan salah satu Provinsi yang ada di Indonesia yang telah melaksanakan sistem jaminan sosial di bidang kesehatan dengan baik dan merasakan pentingnya peran pemerintah daerah untuk memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat sebagai bentuk kepedulian dan kosistensinya fungsi regulator dan penyedia biaya. Pemerintah provinsi Bali melakukan inovasi dalam pembiayaan kesehatan yaitu biaya kesehatan untuk program kesehatan promotif dan preventif dibiayai oleh subsidi pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan pengalihan subsidi kepada rumah sakit dan Puskesmas, dan dikelola oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali melalui programnya yang dikenal dengan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM). Sejalan dengan pelaksanaan jaminan kesehatan pada tingkat pemerintah daerah, Pemerintah Provinsi Bali pada tahun 2010 melaksanakan Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM). Program ini diperuntukkan bagi penduduk Bali yang tidak mempunyai jaminan kesehatan, yang mana berdasarkan pedoman penyelenggaraan Program JKBM diketahui bahwa sekitar lebih dari 72,12 persen penduduk Bali belum tercakup dalam jaminan kesehatan (Pedoman Program JKBM, 2010: 1). Rincian gambaran penduduk Bali berdasarkan ada tidaknya jaminan kesehatan tercantum dalam pedoman program JKBM yaitu, Askes PNS sebesar 9,46%, Askes komersial sebesar 0,32%, Jamkesmas sebesar 15,29%, ASABRI sebesar 0,27%,dan Jamsostek sebesar 2,53% sehingga dari 3.516.000 penduduk propinsi Bali, yang memiliki jaminan kesehatan hanya sebesar 27,88% ata sebanyak 980.114 orang. Dalam pelaksanaanya, program Jaminan Kesehatan Bali Mandara mengadakan suatu kontrak dengan pemberi pelayanan kesehatan (PPK), sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan kesehatannya. Selain itu masyarakat tidak dibebani biaya dalam 28

memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dasar karena biaya ditanggung Pemerintah Provinsi bersama Kabupaten/Kota melalui sistem asuransi dimana premi yang seharusnya dibayarkan masyarakat, dalam hal ini ditanggung oleh pemerintah. (http://www.diskes.baliprov.go.id/informasi/2010/10/ja minan-kesehatan-bali-mandara-jkbm) Akan tetapi, sampai saat ini belum semua penduduk dapat menikmati pelayanan kesehatan dasar yang sumber biayanya berasal dari Pemerintah Provinsi Bali dan Kabupaten/ Kota tersebut. Hal itu dikarenakan masih banyak masyarakat yang belum mengetahui informasi yang tepat mengenai JKBM, sehingga masyarakat tidak mengetahui layanan apa saja yang diberikan melalui program JKBM. Seperti halnya Made yang menunggu kakaknya menjalani rawat inap karena penyakit diabetes di Rumah sakit Wangaya. Kakaknya merupakan peserta program JKBM. Namun made harus membayar obat dari Rumah sakit walaupun rawat inap gratis. Karena sudah jutaan rupiah yang sudah dihabiskan sehingga Made terpaksa pulang karena tidak sanggup membayar obat lagi. Made pun merasa dibohongi karena program JKBM yang ia ketahui adalah program jaminan kesehatan gratis bagi masyarakat pemiliki KTP Bali (http://www.cybertokoh.com/index.php?option=com_c ontent&task=blogcategory&id=30&Itemid=90&limit= 9&limitstart=18). Jadi pihak rumah sakit Wangaya masih melakukan pungutan biaya kesehatan kepada pasien peserta program JKBM. Lain halnya dengan Nengah Nerati warga Desa Darmasaba merupakan peserta program JKBM. Nengah mengalami keluhan dengan kandungannya dan dibawa oleh ayahnya ke RSUD Badung. Saat di IRD, petugas RS menginformasikan jika dokter berhalangan hadir saat itu. maka Nengah nerati pun dirujuk ke RSUD Wangaya oleh petugas tersebut. ketika sampai di sana, pihak RS Wangaya mengaku tidak pernah dihubungi oleh RSUD Badung perihal pasien Neriati. Tragisnya lagi, dengan alasan kamar penuh, RS Wangaya pun menolak Neriati (http://balipost.com/mediadetail.php?module=detailber ita&kid=10&id=40888). Hal ini disebabkan karena adanya miskomunikasi antara pihak RSUD Badung dengan RSUD wangaya. Dengan adanya kejadian itu mengakibatkan menambahnya masalah dalam pengimplementasian program JKBM. RSUD Wangaya adalah salah satu rumah sakit di Kota Denpasar yang telah menerapkan program Jaminan Kesehatan Bali Mandara sejak januari 2010. Adapun visi yang diusungnya adalah menjadikan Rumah Sakit berwawasan budaya dengan pelayanan yang bermutu dengan memberikan pelayanan kesehatan yang profesional dan bermutu serta terjangkau semua lapisan masyarakat (http://www.wangayahospital.com/visimisi/?/feed/&lan g=en). Dari uraian tersebut menggambarkan bahwa, permasalahan dalam penelitian ini terletak pada pelaksanaan program JKBM di RSUD Wangaya. Dengan demikian maka fokus dan lokus penelitian ini

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

adalah implementasi program JKBM di RSUD Wangaya. Dengan meletakkan fokus dan lokus tersebut, akan dapat memberikan penjelasan atas masalah pelaksanaan program JKBM dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam implementasi program JKBM di RSUD Wangaya. Dalam studi Administrasi Negara kajian tentang impelementasi merupakan suatu kajian yang termasuk dalam kajian analisa kebijakan. Dengan mempelajari tentang implemetasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiaran yang terjadi setelah proses pengesahan atau legislasi kebijakan publik, baik itu usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa. Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi program JKBM di RSUD Wangaya dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi program JKBM di RSUD Wangaya Denpasar. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan Implementasi program JKBM di RSUDA Wangaya dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi program JKBM di RSUD Wangaya Denpasar. Manfaat penelitian ini secara praktis adalah memberikan solusi bagi permasalahan dama pengimplementasian program jaminan kesehatan di RSUD Wangaya. Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah pengembangan kajian kebijakan publik.

Kebijakan Publik Banyak sekali definisi tentang kebijakan publik yang dikemukakan oleh para ahli. Definisi-definisi tersebut seringkali berbeda antara yang satu dengan yang lain, hal ini disebabkan karena kebanyakan penggunaan definisi tersebut dipengaruhi oleh masalah yang dikaji. Kebijakan merupakan kata yang sangat dikenal sehari-hari oleh masyarakat. Kata kebijakan mempunyai konotasi yang berbeda dengan kebijaksanaan. Kebijaksanaan berasal dari kata wisdom yang pelaksanaanya membutuhkan pertimbanganpertimbanga lebih jauh. Kebijakan berasal dari kata policy yang pelaksanaannya mencakup peraturanperaturan didalamnya yang sangat berkaitan dengan proses politik (Irfan Islamy, 1997: 13). United Nation (1975) mengkonsepsikan kebijaksanaan sebagai “suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana” (Solichin Abdul Wahab, 2008: 2). Pembangunan kesehatan yang dicanangkan berdasarkan sistem Kesehatan Nasional bertujuan agar tercapainya pelayanan yang berkeadilan, merata, terjangkau, dan sesuai dengan kebutuhan. Potensi masyarakat, baik sumberdaya kesehatannya (dokter, para medis), maupun masyarakat yang akan dilayani, tidak kalah pentingnya untuk menunjang terlaksana

pelayanan kesehatan yang didambakan oleh masyarakat yaitu pelayanan kesehatan yang terjangkau dan bermutu. Adapun masalah kesehatan yang dihadapi dewasa ini, seperti, rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin, masih rendahnya kualitas, kuantitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan, merupakan tantangan-tantangan nyata yang dihadapi selama era otonomi daerah ini. Selain itu, pelayanan kesehatan juga dihadapkan pada rendahnya kondisi kesehatan lingkungan, serta masalah pendanaan kesehatan. Untuk mengatasi permasalahan di bidang pelayanan kesehatan tersebut, salah satunya bisa dilakukan dengan memberikan jaminan kesehatan yaitu suatu program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Pada dasarnya suatu kebijakan publik, yang dioperasionalisasikan kedalam sebuah program, dibuat untuk memecahkan masalah-masalah publik yang muncul di masyarakat. Program JKBM merupakan bentuk kebijakan kesehatan yang berfokus pada pemberian pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu. Adapun tujuan yang diharapkan dari program JKBM yaitu meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan efisien bagi seluruh peserta JKBM (Pedoman JKBM, 2010: 3). Pemerintah Provinsi Bali melalui program Jaminan Kesehatan Bali Mandara memberikan pelayanan kesehatan secara gratis bagi setiap masyarakat bali yang belum memilik jaminan kesehatan dengan persyaratan dan mekanisme berobat yang mudah. Dengan adanya program JKBM ini diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan pemerintah propinsi Bali dalam meningkatkan taraf kesehatan masayarakat. Implementasi Kebijakan Implementasi berasal sebuah kata kerja “implement” dalam bahasa Inggris dan dibendakan menjadi ”implementation” yang bermakna menjalankan/ melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan atau sudah ditetapkan sebelumnya. Implementasi merupakan proses pengambilan keputusan secara terus-menerus oleh berbagai aktor, sebagai hasil yang mutlak ditentukan oleh isi program, yang diupayakan serta tergantung interaksi para pengambil keputusan didalam konteks politik administrasinya. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik ada dua pilihan langkah yang ada yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut (Riant Nugroho, 2009:494).

29

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Lester dan Stewart Jr menjelaskan bahwa implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (Leo Agustino, 2008:139). Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih. Laster dan Stewart juga menyatakan bahwa implementasi merupakan sebuah fenomena kompleks yang dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output), maupun sebagai suatu dampak (outcome). Implementasi sebagai suatu proses, yaitu serangkaian tindakan yang ditujukan agar keputusan yang dibuat oleh pemerintah dapat dijalankan. Implementasi juga dapat diartikan dalam konteks keluaran, yaitu sejauh mana tujuan-tujuan yang telah direncanakan telah terlaksana. Sedangkan implementasi sebagai dampak, mempunyai makna bahwa telah ada perubahan yang bisa diukur berkaitan dengan kebijakan yang dijalankan (Budi Winarno, 2007:114). Pemerintah Propinsi Bali bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten/kota menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) pada 1 Januari2010 berdasarkan Peraturan Gubernur Bali No. 6 Tahun 2010 dan telah diperbaharui melalui Peraturan Gubernur Bali No. 22 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program JKBM.Program JKBM ini merupakan program pemerintah daerah Bali di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu layanan kesehatan. Dengan program ini diharapkan dapat meningkatnya cakupan masyarakat Bali yang mendapatkan pelayanan kesehatan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat Bali. Sesuai dengan pedoman pelaksanaan program JKBM tahun 2010, pemberian pelayanan kesehatan kepada peserta JKBM dilaksanakan oleh rumah sakit yang telah ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan pasien JKBM. Salah satu rumah sakit pemerintah provinsi Bali yang ditetapkan sebagai pelaksana program JKBM adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya Denpasar Implementasi program meliputi antarusaha mentransformasikan keputusan kedalam tindakan operasional. Melalui visi menjadi Rumah sakit yang berwawasan budaya dengan pelayanan bermutu, RSUD Wangaya sebagai rumah sakit pelaksana program JKBM memiliki tugas untuk memberikan tindakan-tindakan pelayanan medis kepada peserta JKBM. Salain tindakan-tindakan pelayanan medis, RSUD Wangaya juga memberikan sarana-sarana yang mendukung akses dan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien JKBM. Dari uraian di atas maka dalam penelitian ini, implementasi program JKBM didefinisikan sebagai serangkaian tindakan medis yang dilakukan oleh rumah sakit rujukan JKBM serta memberikan saranasarana yang dapat mendukung peningkatan akses dan mutu layanan kesehatan kepada peserta JKBM.

30

Faktor-Faktor Implementasi Program JKBM Setelah mengulas tantang model-model implementasi program maka, dalam penelitian ini akan melihat terdapat lima variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik, lima variabel tersebut meliputi sumber daya, komunikasi, struktur birokrasi, disposisi, dan dukungan kelompok sasaran. Penentuan lima variabel ini didasari atas relevansi permasalahan yang selama ini muncul dalam fenomena pelaksanaan program JKBM. Dengan demikian sumberdaya, komunikasi, struktur birokrasi dan disposisi serta dyukungan kelompok sasaran memiliki kemampuan untuk dioperasionalkan dengan fenomena permasalahan yang muncul dan menjadi satu kesatuan yang utuh serta komprehensif dalam menganalisis implementasi kebijakan. Dengan dasar tersebut maka faktor-faktor pada implementasi kebijakan program JKBM, antara lain sumberdaya, disposisi, struktur birokrasi,komunikasi, dan dukungan kelompok sasaran. Selanjutnya masingmasing variabel yang telah dipilih untuk mengkaji permasalahan tersebut akan diuraikan lebih rinci di bawah ini. 1.)Sumberdaya. Sumberdaya memegang peranan penting dalam implementasi kebijakan. Sebagus apapun suatu kebijakan jika tidak didukung oleh sumber daya yang mencukupi akan sulit untuk diimplementasikan. Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsistensi, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Dalam merancang sebuah kebijakan agar dapat sesuai dengan konteks lingkungannya, memerlukan perkiraan sumberdaya. Dengan demikian yang dimaksud dengan sumberdaya disini adalah input atau peralatan yang sesuai dengan kebutuhan lingkungan kebijakan. Dalam operasionalisasinya sumberdaya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetap perlu dipadukan dengan keselarasan dan dapat saling menunjang. Sumberdaya merupakan variabel yang mendukung implementasi kebijakan secara langsung. Menurut Van Meter dan Van Horn, keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung pada kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia, dalam artian sejauh mana sumberdaya yang ada dapat memadai dan dioptimalkan sesuai tuntutan kebutuhan yang ada (Leo Agustino, 2008:142). Maka sumberdaya sangat penting bagi pelaksanaan sebuah kebijakan. Sumberdaya tersebut haruslah diperhitungkan untuk mencapai tujuan sesuai kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sumberdaya dalam implementasi JKBM ini akan memodifikasi dari pendapat Edward serta Van Meter dan Van Horn. Dari Edward akan dilihat dari sumberdaya staf dan sumberdaya fisik atau fasilitas. Dari Van Meter dan Van Horn akan mengambil sumberdaya finansial atau dana. Sehingga dalam penelitian ini yang dimaksud dengan sumberdaya dapat dikategorikan dalam sumberdaya staf, sumber daya fisik (fasilitas), dan sumberdaya finansial(dana).

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

Faktor yang kedua adalah disposisi. Setiap program baru pada hakekatnya membutuhkan pelaksana-pelaksana yang memiliki hasrat kuat dan memiliki komitmen yang tinggi untuk melaksanakan tugasnya sehingga mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Apalagi jika kebijakan yang diselengarakan mendapat reaksi penolakanatau keberatan dari kelompok sasaran untuk mematuhinya, maka aparat pelaksana yang langsung berhadapan dengan kelompok sasaran memegang peranan yang sangat penting. Disamping faktor obyektif yang harus dimiliki birokrasi pelaksana, yaitu komunikasi dan sumber daya, ada faktor subyektif yaitu disposisi/ kemauan/sikap para pelaksana kebijakan juga mempengaruhi proses implementasi suatu kebijakan. Kemauan dan komitmen para aparat pelaksana dalam menjalankan tugasnya berpengaruh pada keberhasilan pelaksanaan suatu kebijakan. Realitasnya pelaksana memiliki kekuasaan yang besar untuk melaksanakan kebijakan sesuai dengan metodenya sendiri. Dalam proses implementasi Sikap atau watak para pelaksana merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijaksanaan. Apabila pelaksanaan kebijakan ingin berjalan efektif. Para pelaksana tidak hanya harus tahu apa yang harus dikerjakan dan tidak pula hanya mempunyai kemampuan untuk melaksanakan kebijakan. Tetapi para pelaksana harus mempunyai keinginan yang kuat untuk melaksanakan sebuah kebijaksanaan” (Leo Agustino, 2008:152). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap pelaksana adalah kemauan atau niat para pelaksana untuk melaksanakan kebijakan. Hal ini sejalan dengan dengan Meter dan Horn yang mengartikan sikap atau watak pelaksana sebagai motivasi psikologis para pelaksana untuk melaksanakan kebijakan. Kesediaan dan kemauan para pelaksana ini dipengaruhi oleh tiga unsur. Pertama adalah kognisi (tingkat pengetahuan dan pemahaman) mereka akan kebijakan. Kedua, arah respon mereka terhadap kebijakan. Ketiga, intensitas respon mereka terhadap kebijakan tersebut. Ketiga unsur ini dapat digunakan untuk melihat disposisi yang dimiliki oleh para pelaksana. Jika ketiga hal tersebut menunjukkan arah positif maka tingkat kesediaan untuk melaksanakan kebijakan akan tinggi, dan begitu pula sebaliknya. Faktor yang ketiga adalah struktur birokrasi. Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. salah satu aspek dari struktur yang penting dari setiap organiasasi adalah adanya prosedur operasi yang standar atau yang biasa disebut SOP (standatr operating procedures). Struktur organisasi yang terlalu panjang akan melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Hal ini akan menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel (Subarsono, 2005:92).

Peranan lembaga atau institusi sebagai birokrasi pelaksana dalam proses implementasi tidak dapat dilepaskan, karena ketika suatu kebijakan telah diputuskan, maka dibutuhkan sistem untuk melaksanakan kebijakan tersebut, sistem inilah yang oleh Victor Thompson dalam Miftah Thoha disebut sebagai birokrasi. ”Karena posisinya yang strategis, mempunyai keahlian dan ketrampilan yang profesional dalam fungsi dan mekanisme antara perencanaan dan pelaksanaan kebijakan erat sekali, maka peranan birokrasi dalam kebijakan negara sangat menentukan”. Variabel komunikasi adalah faktor keempat dalam implementasi kebijakan mempunyai peranan yang besar. Implementasi kebijakan mensyaratkan bahwa isi kebijakan (standar atau ukuran kebijakan dan tujuan) harus dimengerti oleh individu-individu yang bertanggung jawab untuk mencapai keberhasilan. Dengan mengerti dan memahaminya, para pelaksana selanjutnya akan tahu apa yang menjadi tanggungjawabnya. Karena tanpa adanya tanggungjawab dari para pelaksana kebijakan, akan banyak menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dari standar, tujuan, dan sasaran kebijakan. Oleh karena itu perlu adanya pemahaman bagi para pelaksana agar mereka mengerti, jelas, dan memahami apa yang telah ditetapkan. Dalam lingkup implementasi kebijakan publik, Joko Widodo mengemukakan bahwa komunikasi kebijakan merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy maker) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors) (Joko Widodo, 2007: 97). Menurut Van Mater dan Van Horn, komunikasi adalah penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa yang menjadi standar dan tujuan kebijakan. Karena prospek implementasi kebijakan yang efektif sangat ditentukan oleh kejelasan standar dan tujuan kebijakan, dan dikomunikasikan kepada para pelaksana kebijakan secara akurat dan konsisten. George C. Edward III menyatakan bahwa dalam implementasi yang efektif, tidak sekedar dengan suatu petunjuk yang jelas, tetapi yang lebih penting adalah adanya konsistensi komunikasi dari atas ke bawah, dalam arti arus komunikasi yang terjadi harus jelas dan tegas. Yang lebih penting lagi harus adanya ketepatan dan keakuratan informasi kebijakan, sehingga para pelaksana dapat mengetahui dengan jelas tujuan yang ingin dicapai dari implementasi kebijakan tersebut, dan mereka dapat mengetahui dengan tegas dan jelas apa yang seharusnya mereka lakukan (Joko Widodo, 2007: 199). Faktor yang kelima adalah dukungan kelompok sasaran. Secara umum dukungan kelompok sasaran pada kebijakan publik disebabkan dari dua hal yaitu lingkungan kebijakan dan permasalahan dalam implementasi kebijakan. lingkungan kebijakan dapat memberikan input yang berupa dukungan dan tututan terhadap sebuah sistem politik. Kemudian para aktor dalam sistem politik akan memproses atau mengonversi input tersebut menjadi output yang 31

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

berwujud kebijakan. Kebijakan tersebut akan diterima oleh masyarakat, selanjutnya masyarakat akan memberikan umpan balik dalam bentuk dukungan atau bahkan penolakan kebijakan tersebut. apabila kebijakan tersebut memberikan insentif, maka masyarakat akan mendukung kebijakan tersebut akan tetapi jika kebijakan tersebut tidak memberikan insentif atau bahkan dis-insentif maka akan ada penolakan terhadap kebijakan tersebut (Subarsono, 2005:17). Dengan demikian maka dukungan kelompok sasaran pada kebijakan publik dapat dilihat dari sebarapa besar manfaat kebijakan untuk kelompok sasaran. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, tipe penelitian deskriptif yakni menggambarkan suatu fenomena sosial, Teknik penentuan informan : Purposive Sampling dimana informan yang dipilih merupakan pihak yang dianggap paling mengetahui dan memahami tentang permasalahan dalam penelitian ini. Kemudian dilanjutkan dengan Snowball Samplin. dimana pemilihan informan lanjutan dalam rangka penggalian data untuk mendapatkan variasi dan kedalaman informasi diperoleh atas dasar rujukan atau rekomendasi dari key informan. tipe penelitian kualitatif deskriptif, metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi, Pemeriksaaan keabsahan data pada penelitian ini digunakan teknik triangulasi sumber data, teknik analisis menggunakan teknik analisis data kualitatif mengikuti Miles dan Huberman. Analisis ini terdiri dari tiga alur yaitu: (a) reduksi data, yang diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan, (b) Penyajian data dilakukan dengan menggunakan bentuk teks naratif, (c) penarikan kesimpulan. Data yang diperoleh dilakukan pemaparan serta interpretasi secara mendalam.

Implementasi Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara di RSUD Wangaya Kota Denpasar Implementasi program JKBM ini merupakan serangkaian tindakan medis yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit rujukan pasien JKBM serta memberikan sarana-sarana yang dapat mendukung peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan kepada peserta JKBM. Di RSUD Wangaya, Program ini telah diimplementasikan sejak tahun 2010. Program Jaminan kesehatan Bali Mandara dilaksanakan pada januari 2010. Berdasarkan peraturan gubernur No. 22 tahun 2011 Program JKBM memiliki berbagai prosedur program JKBM, salah satunya adalah persyaratan peserta JKBM. Dalam pelaksanaan program JKBM, peserta harus memiliki persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemerintah provinsi Bali sebelum mendapatkan layanan kesehatan dari pihak 32

rumah sakit. Persyaratan-persyaratan administrasi yang digunakan untuk peserta JKBM hanya untuk membedakan pada proses pembiayaan pengklaiman. Sementara untuk layanan kesehatan yang diberikan pada dasarnya sama dengan layanan yang diberikan oleh masyarakat lainnya. Dalam pelaksanaan program JKBM juga terdapat pelayanan kesehatan yang dibatasi dan tidak dijamin. Hal ini dikarenakan anggaran yang terbatas dan ada beberapa diagnosa lain yang dijamin oleh jaminan kesehatan yang lain. Berdasarkan pernyataan di atas maka terdapat beberapa diagnosa penyakit yang tidak dijamin oleh program JKBM itu sendiri. Berikut adalah penyakit-penyakit yang tidak dijamin oleh program JKBM sesuai dengan peraturan gubernur no.22 tahun 2011 pasal 10 adalah: 1) Pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan, 2) Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika, 3)General check up, 4) Prothesis gigi tiruan, 5) Operasi jantung, 6) Pengobatan alternatif (antara lain akupuntur, pengobatan tradisional) dan pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah, 6) Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapatkan keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi, 7) Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam, 8) Pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti sosial, 9) Pelayanan kesehatan canggih (kedokteran nuklir, transplantasi organ), 10) Pembersihan karang gigi dan usaha meratakan gigi, 11) Ketergantungan obat-obatan, 12) Obat di luar formularum obat program Jamkesmas tahun 2008, 13) Sirkumsisi dan Anti Retro Viral (ARV), 14) Cacat bawaan, 15) Biaya autopsi atau biaya visum, 16) Kanker dan Chemoterapi, 17) Kecelakaan lalu lintas, 18) Percobaan bunuh diri Berdasarkan pernyataan dari prosedur tentang adanya diagnosa yang tidak dijamin oleh program JKBM di atas, maka peneliti membandingkan dengan apa yang menjadi tujuan dari program JKBM itu adalah tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Dari perbandingan pernyataan tersebut maka derajat kesehatan masyarakat yang memiliki penyakit yang tidak dijamin oleh program JKBM dapat dipertanyakan sehingga tidak sesuai dengan tujuan yang telah tersirat dalam program JKBM. Program Jaminan kesehatan Bali Mandara yang terdapat di RSUD Wangaya digagas dan ditetapkan oleh pemerintah propinsi Bali dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan Propinsi sehingga ruang lingkup program JKBM bersifat Daerah. Sebagai pihak rumah sakit, RSUD Wangaya yang ditunjuk sebagai salah satu institusi pemerintah yang melaksanakan program Jaminan Kesehatan Bali Mandara memiliki peran sebagai penyedia layanan bagi seluruh peserta JKBM. RSUD Wangaya merupakan Rumah Sakit pemerintah daerah yang memiliki peran sebagai penyedia layanan dalam implementasi program JKBM. Selain memiliki peran sebagai pemberi pelayanan,

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

berkaitan dengan program jaminan kesehatan Bali Mandara ini RSUD Wangaya juga berfungsi sebagai verifikasi kepesertaan peserta JKBM. Berdasarkan fungsi verifikasi peserta. pelaksana program JKBM di RSUD Wangaya terdiri dari verifikasi kepesertaan di loket (IRJ dan IRNA/IGD), pelayanan kesehatan di poliklinik, dan verifikasi klaim peserta tahap akhir. Pada verifikasi tahap pertama, pasien harus mengurus surat administrasi kepesertaan di loket pendaftaran (IRJ dan/atau IRNA/IGD). Faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara Sumberdaya merupakan salah satu factor yang penting bagi implementasi program JKBM. Suatu program tidak berjalan dengan baik tanpa adanya sumberdaya yang memadai. Program yang baik pula tidak bisa efektif jika sumberdaya yang baik tidak dimiliki oleh aparat pelaksana program. Berdasarkan pernyataan dari narasumber dapat digambarkan bahwa dari segi kuantitas atau jumlah staf yang dimiliki oleh RSUD Wangaya dalam melaksanakan program JKBM ini masih kurang mencukupi, masih banyak petugas administrasi maupun petugas medis yang mengalami kewalahan dalam menyelesaikan tugasnya. Jumlah pasien yang tidak sebanding dengan banyaknya jumlah petugas di loket baik itu di IRJ, IRNA, maupun IGD memberikan dampak pada ketidakmaksimalan layanan kesehatan yang diberikan dalam implementasi program JKBM di RSUD Wangaya. Jika dilihat dari segi kualitas staf yang dimiliki oleh RSUD Wangaya tersebut sudah cukup memadai. Para staf baik itu tenaga medis dan non medis memiliki tingkat pendidikan, keahlian dan merupakan tenaga terdidik yang sesuai dengan bidang pekerjaannya masing-masing. Dalam mencapai kualitas sumberdaya staf yang optimal, peneliti menemukan adanya kesalahan dari aparat pelaksana dalam penyampaian diagnosa dan syarat administrasi pasien yang belum lengkap untuk diklaim sebagai peserta JKBM. Hal tersebut mengakibatkan sering kali pihak rumah sakit yang menjadi pihak yang harus bertanggung jawab sehingga tidak bisa diklaim ke dalam program JKBM yang di ajukan ke Unit Pelaksana Teknis Jaminan Kesehatan Masyarakat Bali (UPT JKMB). Dalam implementasi program, faktor pendanaan sangatlah krusial. Faktor pendanaan merupakan salah satu yang menentukan bahwa kebijakan itu berjalan atau tidak. Hal itu berlaku juga terhadap program JKBM itu sendiri. Dari ulasan tersebut diketahui bahwa untuk menjalankan program JKBM dibutuhkan sejumlah dana yang diperoleh dari pemerintah daerah propinsi dan kota dalam hal ini adalah APBD Propinsi dan APBD Kota Denpasar. Sumberdaya fisik disini dapat diartikan sebagai input yang berupa peralatan serta fasilitas pendukung dalam pelaksanaan program JKBM yang dimiliki oleh RSUD Wangaya selaku pelaksana

program. Secara umum fasilitas fisik untuk mendukung pelaksanaan program JKBM di RSUD Wangaya masih belum memadai. Hal ini terlihat adanya belum maksimalnya ketersediaan kamar tidur sebagai fasilitas di ruang perawatan pasien dan kurang optimalnya komputerisasi di bagian loket dan si ruangan administrasi menjadi salah satu contoh ketidakcukupan fasilitas yang ada di Rumah Sakit sehingga mempengaruhi pelaksanaan program JKBM itu sendiri di RSUD Wangaya. Faktor kedua dalam implementasi program JKBM adalah struktur birokrasi. Struktur birokrasi dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Bali Mandara terdiri dari Tim Koordinasi dan Tim pengelola program Jaminan Kesehatan Bali Mandara tingkat propinsi dan kabupaten/kota, dan pelaksana verifikasi di PPK yang ditetapkan. Hal tersebut tercantum dalam buku pedoman pelaksanaan program JKBM yang setiap struktur organisasinya memiliki peran yang penting dalam mengimplementasikan suatu program atau kebijakan jaminan kesehatan yang telah direncanakan. Dari pernyataan tersebut dapat digambarkan bahwa dalam mengimplementasikan program JKBM terdapat tiga struktur, yang pertama adalah tim koordinasi, tim pengelola dan tim verifikasi. Berdasarkan ketentuan tersebut maka RSUD Wangaya merupakan termasuk dalam tim verifikasi sebagai pemberi pelayanan kesehatan. Faktor kedua dalam implementasi program JKBM adalah komunikasi. Komunikasi memiliki peranan yang besar dalam mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu program. Dengan adanya komunikasi yang benar maka para pelaksana program dapat mengerti tentang isi dari program yang dibuat, sehingga dapat menghindari terjadinya kesalahan dalam pelaksanaannya. Implementasi program JKBM pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan untuk menjalankan keputusan yang telah dirumuskan oleh pembuat kebijakan. Agar implementasi berjalan baik, maka komunikasi sangat diperlukan untuk mengalirkan perintah, petunjuk, serta arahan mengenai pelaksanaan program. Implementasi program JKBM selain memerlukan peran sumberdaya, struktur birokrasi, dan komunikasi, maka faktor disposisi atau sikap pelaksana juga menjadi hal yang penting. Dari pernyataan dari narasumber menyatakan bahwa aparat pelaksana program Jaminan Kesehatan Bali Mandara memiliki komitmen terhadap pelaksanaan program yang meliputi kepatuhan dan tanggung jawab aparat pelaksana program JKBM. Disposisi para aparat pelaksana program JKBM di RSUD Wangaya dapat dikatakan cukup baik. Dari uraian tersebut diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar aparat pelaksana beranggapan program JKBM merupakan program yang baik dan mendapat tanggapan positif dari aparat pelaksana kebijakan tersebut.

33

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

Setiap program kebijakan publik selalau selalu berhubungan dengan kelompok masyarakat tertentu yang dijadikan sebagai sasaran kebijakan. Dukungan kelompok sasaran akan memiliki pengaruh pada implementasi program kebijakan publik. Pada uraian sebelumnya telah dibahas tentang sasaran dari Program JKBM, yaitu masyarakat yang memiliki KTP Bali dan belum memiliki jaminan sosial yang telah terdaftar sebagai peserta JKBM. Dari penyataan-pernyataan narasumber terlihat adanya dukungan dan keluhan dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Bali Mandara di RSUD Wangaya. Pola dukungan yang digambarkan dalam hal ini adalah berkaitan dengan tujuan program yang dirasa baik bagi peserta program JKBM. Tidak hanya itu, bentuk kemudahan akses kepesertaan dan pelayanan di Rumah Sakit dijadikan bentuk dukungan kelompok sasaran dalam implementasi program jaminan kesehatan Bali Mandara di RSUD Wangaya. Tidak hanya dukungan positif yang dilontarkan kelompok sasaran, dalam implementasi program JKBM ini juga terdapat keluhan yang dirasa oleh peserta JKBM. keluhan yang terjadi terdapat pada lamanya waktu yang harus diterima untuk mendapatkan pelayanan baik itu dari loket maupun pelayanan medis di poliklinik dan terbatasnya ketersediaan fasilitas kamar tidur kelas 3 bagi peserta JKBM yang merupakan pasien rawat inap di RSUD Wangaya. Keterbatasan ketersediaan fasilitas kamar tidur kelas 3 ini mengharuskan peserta JKBM untuk menjadi pasiem umum dahulu untuk mendapai fasilitas kamar tidur kelas 3 yang harus mengeluarkan biaya. Berkaitan dengan hal-hal yang terjadi dalam implementasi program Jaminan Kesehatan Bali Mandara di RSUD Wangaya di atas dapat menjadi modal dalam perbaikan program oleh aparat pelaksana program Jaminan Kesehatan Bali Mandara. Kesimpulan Berdasarkan data yang telah ditemukan dilapangan, dapat disimpulkan bahwa Program JKBM di RSUD Wangaya adalah Program Jaminan kesehatan yang diselenggarakan olah pemerintah propinsi Bali dan pemerintah Kota Denpasar. Sasaran dari program JKBM ini adalah seluruh masyarakat Bali yang tidak memiliki jaminan kesehatan sebelumnya. Secara umum pasien JKBM mendapatkan pelayanan JKBM jika telah memenuhi persyaratan yaitu membawa KTP propinsi Bali, kartu keluarga dan Surat Keterangan Tidak Memiliki Jaminan Kesehatan dari Kepala desa setempat. Disamping itu juga prosedur program JKBM yang membatasi jaminan atas beberapa pelayanan kesehatan menjadi permasalahan bagi beberapa pasien, sehingga pasien yang menderita penyakit yang tidak dijamin seperti kecelakaan, Operasi Jantung, Kanker, dan lain-lain harus mengeluarkan biaya tambahan. Pelayanan kesehatan tersebut tidak dijamin dikarenakan keterbatasan anggaran sharing yang dimiliki pemerintah propinsi Bali dan Kabupaten/Kota. Hal ini kurang sejalan dengan tujuan yang tersurat dari 34

program JKBM yaitu meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat propinsi Bali agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Untuk mengatasi hal tersebut dalam implementasinya aparat pelaksana program JKBM di RSUD Wangaya memberikan penjelasan kepada pasien tentang pembiayaan tambahan yang harus dikeluarkan oleh peserta JKBM. Kurangnya staf membuat petugas rumah sakit harus bekerja maksimal untuk melayani pasien yang jauh lebih banyak dari aparat pelaksana program. Hal ini dapat dilihat aparat pelaksana yang bertugas di loket pendaftaran baik itu IRJ, IRNA dan IGD. Khusus untuk loket pendaftaran di IRJ, seringkali terjadi antrian panjang yang disebabkan loket JKBM hanya tersedia hanya dua loket. Selain itu, kurangnya fasilitas fisik baik itu fasilitas kamar tidur kelas 3 sehingga seringkali pasien dirugikan karena harus membayar biaya rawat inap di kelas di atasnya, yang seharusnya tidak perlu jika saja kamar kelas 3 tersedia bagi mereka. Kurangnya persediaan obat sehingga peserta JKBM masih harus membeli obat di luar yang seharusnya diberikan secara gratis Proses komunikasi antar aparat pelaksana program baik vertical maupun horizontal telah jelas dilaksanakan. Hal ini secara garis besar dilakukan melalui rapat yang dilakukan oleh pihak Dinas Kesehatan Propinsi Bali dengan pihak RSUD Wangaya sebagai aparat pelaksana program JKBM. Di sisi lain proses legalitas komunikasi program dilakukan melalui surat edaran dari dinas kesehatan propinsi Bali secara tertulis disampaikan ke tiap bagian aparat pelaksana. Namun, kejelasan komunikasi antara aparat pelaksana dengan peserta masih kurang, dimana adanya peserta yang belum memahami tentang program JKBM tersebut. Implementasi program JKBM telah berjalan sesuai dengan SOP yang ditentukan. Struktur Organisasi yang berpengaruh terhadap pelaksana program di RSUD Wangaya adalah Struktur dan SOP verifikasi kepesertaan dan Pengklaiman pembayaran layanan medis. Dalam implementasi Program JKBM Mandara terdapat tiga tingkatan verifikasi : pertama, verifikasi kepesertaan tahap awal di loket pendaftaran baik itu di IRJ, IRNA, maupun di IGD., Kedua, verifikasi pelayanan kesehatan oleh tim medis, serta verifikasi pengklaiman peserta JKBM tahap akhir oleh verifikator independen. Walau kedua tahap verifikasi telah dilakukan cukup baik sebagai bukti iktikad baik RS untuk mendukung Program JKBM, namun pada tahap ke 3 seringkali tidak lolos. Untuk pembiayaan program, masih saja ada pengklaiman peserta JKBM yang tidak lolos verifikasi ke UPT JKMB oleh verifikator JKBM sehingga merugikan rumah sakit sebagai pemberi layanan karena rumah sakit sendiri yang menanggung pembiayaan program baik itu obat maupun fasilitas medis.

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

Untuk disposisi secara umum telah mampu untuk mendorong semangat dan sifat pelaksana untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik, sehingga implementasi program JKBM di RSUD Wangaya masih dapat berjalan. Hal ini terbukti dengan kesedian RS untuk bersikap fleksibel dalam prosedur menangani pasien yang membutuhkan perawatan segera bagi yang belum memiliki kartu JKBM dengan memberikan kesempatan mengurus kepertaan JKBM selama 2 hari. Dukungan kelompok sasaran dalam implementasi program JKBM di RSUD Wangaya dibagi menjadi dua hal yaitu dukungan peserta JKBM terhadap lingkungan program dan persepsi peserta terhadap permasalahan yang terjadi dalam implementasi program JKBM. Dukungan kelompok sasaran mengenai lingkungan program JKBM secara garis besar telah merasakan manfaat serta sosialisasi yang dilaksanakan dirasa baik oleh kelompok sasaran. akan tetapi pada saat implementasi di RSUD Wangaya, dukungan kelompok sasaran pada program JKBM menurun sehingga kelompok sasaran mengharapkan agar program JKBM diimplementasikan dengan adanya perubahan seperti lancarnya antrian administrasi dan adanya penambahan kamar kelas 3 bagi peserta JKBM. Dari lima faktor tersebut terdapat dua faktor dominan yang mempengaruhi implementasi program JKBM di RSUD Wangaya yaitu faktor sumber daya dan dukungan kelompok sasaran.

Nugroho,Riant. 2009. Public Policy. Jakarta : PT Elex Media Komputindo Subarsono, Ag. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Wahyuni, Rochyati. 2011. Implementasi & Evaluasi kebijakan publik. PT Revka Petra Media. Winarno,Budi. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta : Media Pressindo Widodo, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik. Malang : Bayumedia Publishing http://www.diskes.baliprov.go.id/informasi/2010/10/ jaminan-kesehatan-bali-mandara-jkbm http://www.cybertokoh.com/index.php?option=com_ content&task=blogcategory&id=30&Itemid=90 &limit=9&limitstart=18 http://www.wangayahospital.com/visimisi/?/feed/&lang=en diakses 16 April 2012 http://balipost.com/mediadetail.php?module=detailb erita&kid=10&id=40888 diakses 16 April 2012

Daftar Pustaka Abdul Wahab, Solichin. 2005. Analisis Kebijaksanaan : Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta. Ariadi Septi dan Sudarso (ed), Penyusunan Rencana Kebijakan Program Peningkatan Kualitas Kesehatan Masyarakat Kabupaten Blitar Tahun 2006-2011, Lutfansah, Surabaya, 2006 Islamy, Irfan. 1997. Prinsip-prinsip perumusan kebijakan negara. Jakarta : PT Bumi Aksara Jakarta Mardiasmo, Andi. 2002. Otonomi & manajemen keuangan daerah, Edisi Pertama. Yogyakarta: Penerbit Andi

35