FENOMENA BAHASA ALAY STUDI FENOMENOLOGI PADA

Download (Fenomena Bahasa Alay : Simbol Generasi Muda Masa Kini, http://jurnal.unair.ac .id ). Seperti contoh bahasa verbal yang mereka gunakan „Ciyu...

0 downloads 554 Views 371KB Size
FENOMENA BAHASA ALAY STUDI FENOMENOLOGI PADA MAHASISWA SURYA UNIVERSITY TAHUN AJARAN 2013/2014 Kahlil Gibran Arda Yassin Mahasiswa Program Studi Digital Communication Surya University 2013/2014

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana penting yang dimiliki manusia dalam berkomunikasi, berkerjasama, dan mengidentifikasikan diri. Menurut M.A.K. Halliday (dalam Sumarlam, 2013:1-3) bahasa memiliki fungsi perorangan (The Personal Function) memberi kesempatan pada pembicara untuk mengekspresikan perasaan, emosi pribadi, serta reaksi-reaksi yang mendalam. Fungsi instrumental (The Instrumental Function) menghasilkan kondisi-kondisi tertentu dan menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu. Regulasi (The Regulatory Function) mengatur peristiwa. Representasi (The Representational Function) membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan faktafakta dan pengetahuan, menjelaskan atau melaporkan realitas yang sebenarnya, sebagaimana yang dilihat ataupun dialami seseorang. Interaksi (The Interactional Function) menjamin dan memantapkan ketahanan dan keberlangsungan komunikasi serta menjalin interaksi sosial. Heuristik (The Heuristic Function) memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan mempelajari seluk-beluk lingkungannya. Dan yang terakhir Imajinatif (The Imaginative Function) sebagai pencipta sistem, gagasan, atau kisah yang imajinatif. Tanpa bahasa manusia tidak dapat mengekspresikan dirinya, tidak menyampaikan apa yang ingin dipikirkannya, tidak dapt berimajinasi, dan sebagainya. Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Bramantio., SS. M.Hum mengungkapkan Alay merupakan suatu fenomena yang terjadi pada sekelompok remaja minoritas dan memiliki karakteristik yang unik. Bahasa yang mereka gunakan terkadang 1

menyilaukan mata dan menyakiti telinga bagi masyarakat yang tidak terbiasa (Fenomena Bahasa Alay : Simbol Generasi Muda Masa Kini, http://jurnal.unair.ac.id ). Seperti contoh bahasa verbal yang mereka gunakan „Ciyus’, „Miapah’, dan lain sebagainya akan terus berkembang mengikuti arus berjalannya zaman hingga membentuk kosakata-kosakata serta istilah-istilah yang baru lagi, dan ikut memasuki ranah pergaulan sehari-hari masyarakat Indonesia. Membayangkan bagaimana Alay, ibarat membayangkan sebuah imagined communities (masyarakat terbayang). Ben Anderson menjelaskan, bahwa tidak peduli apakah sebuah masyarakat berbeda keyakinan, rasa dan suku, atau di antara mereka tidak akan pernah tahu dan mengenal satu dengan lainnya, tidak pernah bertatap muka, atau bahkan mungkin tidak pernah mendengar tentang mereka, namun mereka adalah sebuah satu komunitas (yang terbayang) (Anderson via Hadi, 2005:169). Jadi didalam pikiran seseorang yang menjadi bagian dari masyarakat itu, mereka hidup dalam sebuah bayangan tentang kebersamaan. Tidak ada yang tahu dengan pasti kapan komunitas „Alay’ terbentuk, dan bagaimana nama Alay diperoleh dan ditahbiskan sebagai label mereka. Booming Friendster dan Facebook mungkin bisa dilihat sebagai awal kelahiran mereka. Istilah Alay dimulai dari bahasa tulis atau SMS (Short Message Service) dari komunitas Alay yang susah untuk dibaca. Komunitas itu tidak pernah hadir dan menampilkan diri secara terang-terangan di dunia nyata, seperti layaknya kebiasaan kopi darat para cyberis dalam satu komunitas dunia maya. Di dalam situs jejaring sosial seperti Facebook, keberadaan Alay setidaknya bisa dideteksi lewat generalisasi perilaku yang berkaitan dengan pola Bahasa Alay. Yang pertama, kegemaran mereka untuk „perang dinding‟ dengan user Facebook yang lain. Kedua adalah pemakaian Bahasa Alay yang sulit dimengerti oleh user yang lain, karena Bahasa Alay mencampuradukkan antara huruf dengan simbol serta pemakaian tanda baca yang tak beraturan. Subandy Ibrahim mengatakan, Penguasaan bahasa gaul dianggap sebagai modal utama untuk bisa masuk dalam dunia yang diyakini membutuhkan orang-orang yang “pandai gaul“. Sedangkan seseorang yang tidak pandai bergaul kita kenal dengan kata kurang gaul. Sehingga dengan hanya bermodalkan keterampilan berbahasa gaul kita dapat menjadi bagian dari komunitas yang menamakan dirinya sebagai “anak gaul “ (Ibrahim, I. Subandy, 2007). Jadi Secara pengaruh bukan hanya pada terbentuknya

2

bahasa-bahasa baru, namun membentuk dan mengubah sebuah Mindset (Cara Berpikir). Akan baik, jika hal tersebut berpengaruh positif, namun pada praktiknya justru memperburuk Mindset serta pemikiran masyarakat serat terutama remaja. Bahasa Alay secara umumnya berisikan kata-kata yang bernilai kejahatan berupa kata-kata hinaan, umpatan, cacian dan lain sebagainya yang disampaikan pada seseorang ataupun kelompok tertentu. Pada praktik awalnya sebenarnya Bahasa Alay hanya untuk unsur hiburan atau komedi semata, namun seiring berjalannya waktu membentuk suatu pemikiran buruk yang justru merusak masyarakat. Tak sepenuhnya Bahasa Alay berdampak buruk, Secara umum Bahasa Alaypun memiliki dampak positifnya dalam kehidupan, berupa sebagai media berekspresi bagi masyarakat, terutama kaum remaja yang memiliki kebutuhan dan keinginan untuk diperhatikan secara lebih, sehingga seringkalai mereka mencari cara untuk memperoleh perhatian dari pihak lain. Bahkan jika dipandang dan ditelaah dari sisi dinamika bahasa dan berbahasa, Bahasa alay juga merupakan variasi bahasa yang biasa terjadi di ranah kebahasaan apapun. Jadi untuk mengetahui Bagaimana cara Bahasa Alay itu sendiri mempengaruhi perilaku masyarakat yang dalam hal ini Mahasiswa Surya University sebagai objek dalan penelitian ini. Proses ilmiah yang terjadi berupa, proses berjalannya seperti langkah-langkah, faktor-faktor yang mempengaruhi dan hal lain yang terlibat didalamnya. Mencari tahu pengaruh-pengaruh apa saja serte perilaku apa yang tercipta yang disebabkan oleh pengaruh Bahasa Alay.

1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah umum dalam makalah ini adalah bagaimanakah fenomena Bahasa Alay mahasiswa Surya University Tahun Ajaran 2013/2014 yang dikupas secara sisi tradisi Phenomenological ? rumusan masalah khususnya adalah bagaimanakah fenomena bahasa alay terjadi dan mempengaruhi tatanan sosial serta pengaruh apa yang tercipta pada mahasiswa surya university tahun ajaran 2013/2014 ? 1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan Pembuatan Makalah 3

Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk menganalisis bagaimanakah fenomena Bahasa “Alay” yang terjadi pada mahasiswa Surya University, seperti proses berlangsungnya, faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta hal-hal lainya, lalu untuk mengukur sejauh mana mahasiswa Surya University terpengaruh oleh Bahasa “Alay”, serta apa sajakah perilaku yang tercipta akibat pengaruh dari Bahasa “Alay” yang terjadi pada Mahasiswa Surya University, dapat berupa Tingkah Laku, Bahasa ayng digunakan dalam berkomunikasi, serta Mindset (Cara Berpikir) pada objek kajian dalam penelitian ini yaitu Mahasiswa Surya University. 1.3.2. Manfaat Penulisan Makalah Adapun manfaat yang penulis ingin dan harapkan dari pembuatan Makalah ini adalah Pengetahuan serta Ilmu penulis dapat bertambah dengan mempelajari lebih dalam mengenai Apa itu Theory Phenomenological dalam Seven Tradition, yang diambil contoh berupa judul makalah “Fenomena Bahasa Alay pada mahasiswa Surya University”. Manfaat yang di inginkan penulis untuk pembaca dengan adanya Makalah ini yakni dapat membantu memberi manfaat bagi orang yang membaca, mempelajari, serta hal apapun yang dapat membantu memberi informasi mengenai pengaruh bahasa “Alay” terhadap perilaku seseorang, sebagaimana penulis mengambil Mahasiswa Surya University sebagai objek kajiannya.

1.4 Alasan Pemilihan Teori Fenomenologi Teori

Fenomenologi

diasumsikan

bahwa

orang

yang

secara

aktif

menginterpretasikan pengalaman mereka dan berusaha untuk memahami dunia dengan pengalaman pribadinya tersebut, (Stephen W. Little John dan Karen A Foss, 2011 : 57). Maka fenomena Bahasa „Alay’ dalam dimasukan dalam Tradisi Teori Fenomenologi, dikarenakan Bahasa „Alay’ sendiri saat ini telah menjadi sebuah hal yang hampir dialami, diketahui, didengar, dan terjadi di masyarakat Indonesia saat ini serta Serpong khususnya yang menjadi wilayah yang penulis bahas dalam penelitian ini, meskipun Fenomena Bahasa „Alay’ tidak secara langsung tiap-tiap pribadi melakukan serta menginterpretasikan dalam kehidupan mereka, namun karena esensi dari Bahasa „Alay’ sendiri telah masuk kedalam tatanan kehidupan bermasyarakat di Indonesia saat ini,

4

maka Fenomena ini sinkronisasi dengan teori yang peneliti ambil. Teknologi komunikasi yang bergerak sangat cepat dalam jalan tol cyberspace itu menyebabkan terjadinya impuls sosial budaya yang sangat beragam, saling tumpang tindih, dan pada akhirnya memicu proses pencampuradukan berbagai wacana nilai ke dalam wacana posmodernisme sebagai sebuah tindakan irasional, ekletik, dan pluralitas (Hadi,2005:85). Bila kita melihat mundur kebelakang awal mula dari berkembangnya Bahasa Alay adalah pada penggunaan Bahasa Verbal berupa kata-kata SMS yang awalnya bertujuan untuk mempersingkat kata yang ingin digunakan karena keterbatasan karakter yang harus digunakan, lalu mulai beranjak pada tulisan Status pada Media Sosial yang saat ini mulai banyak disalahgunakan oleh para penggunanya sendiri yang mulai tidak secara bijaksana dalam mengaplikasikanya. Fenomena ini yang kini tidak asing lagi di masyarakat Indonesia, hampir semua masyarakat pernah melihat, mengetahui, bahkan terlibat dalam perilaku yang disebabkan oleh Bahasa Alay, bahkan ada yang mungkin secara tidak sadar ikut dalam pergelutan Perilaku akibat penggunaan Bahasa Alay yang disebut Perilaku Alay. Robert Craig berpendapat bahwa “tradisi fenomenologis ditandai dengan komunikasi yang merupakan “experience of otherness”. Hal ini berarti bahwa seseorang mencoba untuk mencapai keaslian (authenticity) dengan menghilangkan bias dalam percakapan. Banyak fenomenologis percaya bahwa sistem keyakinan individu tidak boleh mempengaruhi berlangsungnya dialog, karena ini pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya bias dalam setiap komunikasi”. Fenomenologi yang mengambil sebuah esensi dari pengalaman pribadi seseorang yang dilihat dalam bentuk dialog. Ancaman timbul ketika, munculnya sebuah kesenjangan antara pandangan subjektif dalam proses seseorang dalam berkomunikasi dan menyampaikan sebuah informasi. Bukan hanya itu, bahkan pihak pendengar mempunyai konsep persepsei sendiri dalam menganggapi sesuatu hal, karena secara hirarki tiap individu manusia memiliki pola pemikiranya tersendiri. Disinilah tantangan besar yang harus dihadapi, diatasi, dan

ditanggulangi

untuk

membuat

sekecil-kecilnya

persentase

nilai

Subjektifitas yang timbul dalam proses pengiriman dan penerimaan informasi, hingga pada akhirnya akan tercipta sebuah informasi yang ilmiah yang menjadi titik acuan dalam proses penelitian selanjutnya.

5

1.5 Kesimpulan Berdasarkan dari BAB Pendahuluan yang telah dibuat maka dapat disimpulkan bahwa, penelitian ini yang bertemakan “Fenomena Bahasa Alay suatu Komunitas”, yang diimplikasikan pada judul Fenomena Bahasa Alay pada mahasiswa Surya University. Dengan dilatarbelakangi untuk mengetahui apakah masyarakat atau seseorang yang dalam makalah ini diambil Mahasiswa Surya University sebagai objek kajian telah terpengaruh oleh Bahasa „Alay’ yang saat ini sedang tumbuh serta berkembang di masyarakat Indonesia, lalu untuk mengetahui Bagaimanakah Bahasa „Alay’ itu sendiri mempengaruhi objek kajian penelitian ini yaitu Mahasiswa Surya University dan yang terakhir untuk mengetahui dan mencari tahu bentuk perilakuperilaku apa saja yang tercipta akibat akibat

dari Bahasa „Alay’ serta pengaruh-

pengaruh apa saja yang mempengaruhinya itu sendiri. Bahasa „Alay’ secara langsung maupun tidak langsung telah banyak mempengaruhi manusia dalam berbagai hal seperti, Mindset (Cara Berpikir) masyarakat yang ada di Indonesia, tujuan awal dari Bahasa „Alay’ yang hanya untuk menghibur serta lawakan semata, kini mulai berubah arah haluanya menjadi sebuah trend atau gaya tersendiri. Masalah inilah yang ingin dicoba peneliti untuk diangkat menjadi tema dalam peneilitiannya, dengan ekspektasi besar dapat ditemukan, didapatkan, dan disimpulkan sebuah jawaban berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan. Dalam penilitian ini penulis mengambil Rumusan Masalah umum berupa untuk membahas mengenai apakah Apakah Mahasiswa Surya University telah terpengaruh perilakunya oleh Bahasa „Alay’ ? dan secara khusus berupa peneilit ingin mengetahui Bagaiamanakah Bahasa „Alay’ mempengaruhi Perilaku Mahasiswa Surya University ? lalu telah Sejauh Manakah Mahasiswa Surya University terpengaruh perilakunya oleh Bahasa „Alay’ ? dan yang terakhir untuk dapat diketahui bentuk-bentuk perilku apa saja yang tercipta pada Mahasiswa Surya University akibat pengaruh dari Bahasa „Alay’ ? Dengan menggunakan Theory Phenomenological dalam Seven Tradititon sebagai teori yang menjadi acuan dalam proses penelitian ini, diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan sebuah jawaban yang Objektif, Tepat dan Sesuai, Sistematis, serta Ilmiah berdasarkan dari Rumusan masalah yang telah diajukan.

6

2. LANDASAN TEORI 2.1 Theory Phenemenological Seven Tradition Asumsi pada teori-teori tradisi Fenomenologi menyatakan bahwa orang-orang secara aktif menginterpretasikan pengalaman-pengalamanya dan mencoba untuk dapat memahami dunia dengan menggunakan pengalaman pribadinya, menurut James A Handerson (dalam Stephen W. Little John dan Karen A Foss, 2011 : 57). Anderson menganalogikan mengenai fenomena langit pada malam hari yang terbentang luas, gelap, dan bertabur bintang. Timbul pertanyaan mengenai apa makna dari cahaya, kecepatan, waktu, kejadian, energi, pergerakan, serta jarak pada langit ketika malam hari. Untuk menjawab itu kita mungkin dapat memperluas pengalaman dengan menggunakan teleskop serta membandingkan jarak dan waktu berdasarkan astronomi dengan benda yang dekat dari rumah. Proses dalam mengetahui dengan pengalaman langsung merupakan kajian secara garis besar dalam tradisi Fenomenologi. Fenomenologi merupakan cara yang digunakan manusia untuk memahami dunia melalui pengalaman langsung, dengan mengacu pada istilah phenomenom yang berarti benda kejadian atau kondisi yang dilihat. Maurice Merleau-Ponty menuliskan bahwa “semua pengetahuan akan dunia bahkan pengetahuan ilmiahnya diperolah dari beberapa pengalaman akan dunia.” Sedangkan Stanley Deetz menyimpulkan tiga prinsip dasar fenomenologi. Pertama, pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar seseorang dan akan mengetahui dunia ketika saling terhubung. Kedua, makna benda terdiri atas kekuatan benda dalam kehidupan seseorang. Terakhir, bahasa merupakan kendaraan makna (dalam Stephen W. Little John dan Karen A Foss, 2011 : 57). Proses interpretasi penting bagi kebanyakan pemikiran fenomenologis. Interpretasi merupakan proses penentuan makna dengan pengalaman dan proses aktif pikiran serta tindakan kreatif dalam mengklarifikasikan pengalaman pribadi. Interpretasi melibatkan maju mundurnya antara mengalami kejadian atau situasi dan menentukan maknanya, bergerak dari khusus menuju ke umum dan kembali menuju ke khusus, yang dikenal dengan istilah Hermeneutic Circle (Stephen W. Little John dan Karen A Foss, 2011 : 58).

7

Tradisi fenomenologi terbagi menjadi tiga kajian diantaranya fenomenologi klasik, fenomenologi persepsi, fenomenologi hermeneutic. Edmund Husserl selama pertengahan abad 20 mencobe mengembangkan metode yang meyakinkan kebenaran melalui kesadaran yang berfokus, yang biasanya dihubungkan dengan konsep Fenomenologi klasik. Pendapat Husserl dalam fenomenologis sangat objektif; dunia dapat dialami tanpa harus membawa kategori pribadi seseorang agar terpusat pada proses. Berbeda dengan Husserl yang menganggap pengalaman objektif, Maurice Marleau-Ponty dan ahli lain menganggap pengalaman itu subjektif dan merupakan bentuk yang penting dari sebuah pengetahuan dan dihubungkan dengan Fenomenologi Persepsi.

Cabang

ketiga

fenomenologi

hermeneutic,

hamper

mirip

dengan

fenomenologi persepsi namun tradisi lebih luas dan dalam bentuk penerapan yang lebih lengkap pada komunikasi. Menurut Heidegger, hal terpenting dalam adalah pengalaman alami yang tak terelakan terjadi dengan hanya tinggal di dunia. Konsekuensinya, tradisi fenomenologi ini yang menyatukan pengalaman dengan interaksi bahasa dan sosial tentunya sesuai dengan kajian komunikasi. Secara umum tradisi fenomenologi menjelaskan bahwa seseorang tidak dapat menginterpretasikan sesuatu dengan sadar hanya dengan melihat dan memikirkanya. Pemahaman yang sesungguhnya datang dari analisis yang cermat terhadap sistem efek (Stephen W. Little John dan Karen A Foss, 2011 : 59).

2.2 Theory Hans Georg Gadamer Individu tidak berdiri secara terpisah dari segala sesuatu untuk menganalisis dan menafsirkan; justru, ia menafsirkan secara alami sebagai bagian dari keberadaan kita sehari-hari, ungkat Gadamer (dalam Stephen W. Little John dan Karen A Foss, 2011 : 198). Pengalaman seseorang akan dunia yang kita tafsirkan terjalin sangat erat dan sebenarnya merupakan sesuatu yang sama. Prinsip utama dari teori ini adalah „seseorang selalu memahami pengalaman dari sudut pandang perkiraan atau asumsi‟. Pengalaman, sejarah, dan tradisi memberi kita cara-cara memahami segala sesuatu serta kita tak dapat memisahkan diri dari kerangka interpretative tersebut. Pengamatan,

8

pemikiran, dan pemahaman tidak selalu benar-benar objektif; semuanya diwarnai oleh pengalaman kita dan sejarah bukanlah untuk dipisahkan dari masa kini. Bagi Gadamer, penafsiran kejadian-kejadian dan objek-objek historis, termasuk naskah-naskah dipertinggi oleh jarak sejarahnya. Ungkapnya, pemahaman sebuah naskah melibatkan penglihatan pada makna-makna yang menyokong naskah tersebut dalam sebuah tradisi dan terpisah dari maksud pelaku komunikasi yang sebenarnya. Dengan demikian, naskah-naskah dari masa lalu menjadi sezaman dengan kita dan berbicara pada kita dalam masa kita. Makna yang didapatkan dari naskah merupakan hasil dari pembicaraan antara makna saat ini dan semua yang ditanamkan dalam bahasa naskah tersebut (dalam Stephen W. Little John dan Karen A Foss, 2011 : 198). Akhirnya, Gadamer yakin bahwa pengalaman sudah menjadi sifat linguistic. Pengalaman tidak dapat dipisahkan dari bahasa. Sudat pandang tradisi yang memandang dunia terletak pada kata-kata. Gambaran ini berbeda dari pendangan structural bahasa yang memandang bahasa sebagai sebuah alat bantu yang berubah-ubah untuk mengungkapkan dan mengarahkan pada realitas yang objektif. Pandanganyapun berbeda dengan gagasan interaksionis yang nyatakan bahasa dan makna diciptakan melalui interaksi social.

3. Pembahasan 3.1 Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi dan mendukung Berlangsungnya Fenomena Bahasa Alay pada mahasiswa Surya University tahun ajaran 2013/2014 Fenomena bahasa Alay yang terjadi pada mahasiswa Surya university Tahun Ajaran 2013/2014 merupakan fenomena umum hampir umum terjadi di Indonesia dan hampir memasuki semua kalangan dan lapisan. Bahasa Alay itu sendiri merupakan bahasa yang suatu orang atau komunitas gunakan, yang terkadang menyilaukan mata dan menyakiti telinga bagi masyarakat yang tidak terbiasa mendengarnya (Bramantio, 2011). Tidak ada yang tahu dengan pasti kapan komunitas „Alay’ terbentuk, dan bagaimana nama Alay diperoleh dan ditahbiskan sebagai label mereka, yang dalam hal ini kami ambil Mahasiswa Surya University Tahun Ajaran 2013/2014, Karena fenomena ini bukan sesuatu yang konkret dan dapat diperhatikan secara langsung serta 9

tak

terikat

ruang

dan

waktu.

Sehingga,

sulit

untuk

memperhatikan

dan

mengkronologikanya, kita hanya bisa melihat gejala ataupun hasil atau akibat yang terbentuk akibat perkembanganya. Karena sulit untuk memperhatikan perkembanganya serta kapan dimulainya fenomena ini, maka untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi serta mendukungnyapun akan cukup sulit. Namun bukan berarti tidak mungkin, karena para ahli telah melakukan penelitian secara umum mengenai faktorfaktor pemicunya dan kurang lebih hal tersebut sama dengan yang terjadi pada mahasiswa surya University Tahun Ajaran 2013/2014. Penggunaan sosial media dan SMS disinyalir merupakan tonggak awal berkembangnya bahasa Alay. Facebook, Twitter, dsb sebagai bentuk dari konvergensi media telah mengubah alur komunikasi individu sehingga menimbulkan istilah „mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat‟. Penggunaan konten isi pada media sosial yang bebas pada akhirnya membentuk pola penulisan bahasa yang baru yang akhirnya kini membentuk bahasa Alay. Penulisan kata yang ingin cepat dan praktis sehingga membentuk pola baru yang menyingkat kata-kata yang digunakan Namun akhirnya berubah menjadi sebuah gaya menulis yang terus dikembangkan dan akhirnya berubah menjadi tulisan alay yang dikenal saat ini. Melalui SMS pun tidak jauh berbeda, berawal dari hasrat ingin cepat dan praktis dalam menulis pesan akhirnya berubah menjadi sebuah gaya baru penulisan yang dikembangkan dengan dasar psikologi seseorang dan diikuti oleh individu yang lainnya. Tuntutan gelar anak gaul, merupakan istilah yang saya gunakan untuk mendeskripsikan latar belakang dari seseorang yang ingin menggunakan bahasa baik verbal maupun non verbal yang disebut alay tersebut. Anggapan yang timbul bahwa sesuatu yang dilakukan atau digandrungi oleh orang banyak merupakan sesuatu yang harus pula individu lain ikuti agar disebut tidak ketinggalan zaman dan disebut gaul. Pada akhirnya hal tersebut membentuk Mindset (cara berpikir) untuk seseorang seperti yang disampaikan Subandhy Ibrahim bahwa Penguasaan bahasa gaul dianggap sebagai modal utama untuk bisa masuk dalam dunia yang diyakini membutuhkan orang-orang yang “pandai gaul“. Sedangkan seseorang yang tidak pandai bergaul kita kenal dengan kata kurang gaul. Sehingga dengan hanya bermodalkan keterampilan berbahasa gaul kita dapat menjadi bagian dari komunitas yang menamakan dirinya sebagai “anak gaul “(Ibrahim, I. Subandy, 2007).

10

Jika faktor-faktor tersebut dihubungkan dengan objek bahasan mahasiswa Surya University Tahun Ajaran 2013/2014. Maka, dapat disimpulkan bahwa fenomena bahasa alay bukan begitu saja serta merta tercipta di lingkungan mahasiswa surya university melainkan tiap-tiap individu masing diantaranya telah membawa dari luar dan akhirnya di interaksikan satu sama lainya. Jadi, dianggap tiap individu mahasiswa Surya University memeliki bakat alay yang dibawa sejak awal perkembangan bahasa alay sendiri. Terkadang seseorang tidak dapat memungkiri bahwa dirinya terlibat dalam pergulatan fenomena bahasa alay dan telah iku terjangkit fenomena tersebut. Namun tak selamanya Bahasa Alay berdampak buruk, Secara umum bahasa alaypun memiliki dampak positifnya dalam kehidupan, berupa sebagai media berekspresi bagi masyarakat, terutama kaum remaja yang memiliki kebutuhan dan keinginan untuk diperhatikan secara lebih, sehingga seringkalai mereka mencari cara untuk memperoleh perhatian dari pihak lain. Bahkan jika dipandang dan ditelaah dari sisi dinamika bahasa dan berbahasa, Bahasa alay juga merupakan variasi bahasa yang biasa terjadi di ranah kebahasaan apapun. Maka, penggunaan yang baik dan tepat akan memberikan dampak positif bagi fenomena ini sendiri. Jika dihubungkan dengan asumsi tradisi fenomenologi yang menyebutkan „orang-orang secara aktif menginterpretasikan pengalaman-pengalamanya dan mencoba untuk dapat memahami dunia dengan menggunakan pengalaman pribadinya‟. Jadi, pengalaman masing-masing mahasiswa terhadap bahasa alay itu sendiri akan membentuk pemahaman bagi tiap masing individu. Pengalaman tiap individu yang berbeda akan membentuk konstruksi pemahaman tersendiri berdasarkan sudut pandang yang ia gunakan terhadap suatu hal, yang jika dalam hal ini fenomena bahasa alay. Dan jika menurut prinsip teorinya Theory Hans Georg Gadamer yang menyebutkan „seseorang selalu memahami pengalaman dari sudut pandang perkiraan atau asumsi‟. Dari pengalaman, sejarah, dan tradisi memberi kita cara-cara memahami segala sesuatu serta kita tak dapat memisahkan diri dari kerangka interpretative tersebut. pemahaman sebuah naskah melibatkan penglihatan pada makna-makna yang menyokong naskah tersebut dalam sebuah tradisi dan terpisah dari maksud pelaku komunikasi yang sebenarnya (dalam Stephen W. Little John dan Karen A Foss, 2011 : 198). Berdasarkan konsep teori tersebut maka catatan-catatan SMS, tulisan pada media social, ataupun kata-kata gaul yang dianggap sebagai tonggak perkembangan bahasa alay dalam teori

11

ini dianggap sebagai sebuah naskah atau artefak yang tiap individu memiliki hasil pemaknaan masing-masing tergantung pada tingkat kognitif, pengetahuan, serta pemikiran mengenai bahasa alay itu sendiri. Dalam teori ini seseorang dianggap dapat berkomunikasi dengan naskah-naskah tersebut dalam artian tiap seseorang dapat memaknai berbeda-beda suatu hal meskipun isinya sama, karena itu mahasiswa Surya Univeristy Tahun Ajaran 2013/2014 memiliki cara pengintrepetasian yang berbeda satu sama lainnya terhadap bahasa alay tersebut.

4. Penutup 4.1 Kesimpulan Fenomena bahasa Alay yang terjadi pada mahasiswa Surya university Tahun Ajaran 2013/2014 merupakan fenomena umum hampir umum terjadi di Indonesia dan hampir memasuki semua kalangan dan lapisan. Bahasa Alay itu sendiri merupakan bahasa yang suatu orang atau komunitas gunakan, yang terkadang menyilaukan mata dan menyakiti telinga bagi masyarakat yang tidak terbiasa mendengarnya (Bramantio, 2011). Unsur yang menjadi tolak ukur mengenai fenomena bahasa alay pada mahasiswa surya university tahun ajaran 2013/2014 adalah faktor-faktor serta perkembanganya. Hasil analisis menunjukan faktor yang menyebabkan perkembangan bahasa alay adalah diawali penggunaan tulisan pada status sosial media, dan pesan SMS, serta Tuntutan gelar anak gaul yang mengubah cara berpikir mengenai sesuatu yang dilakukan atau digandrungi oleh orang banyak merupakan sesuatu yang harus pula individu lain ikuti agar disebut tidak ketinggalan zaman dan disebut gaul. Namun, keterangan lain menambahkan bahwa fenomena bahasa alay bukan begitu saja serta merta tercipta di lingkungan mahasiswa surya university melainkan tiap-tiap individu masing diantaranya telah membawa dari luar dan akhirnya di interaksikan satu sama lainya. Jadi, dianggap tiap individu mahasiswa Surya University memeliki bakat alay yang dibawa sejak awal perkembangan bahasa alay sendiri.

12

4.2 Saran Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, penulis menyarankan pada mahasiswa Surya University Tahun Ajaran 2013/2014 untuk menyaring informasi yang didapatkan dan tidak terpengaruh sisi buruk dari fenomena bahasa alay yang terjadi. Agar mahasiswa tidak terpengaruh, dapat dimulai dengan tidak meniru tingkah laku, ucapan, maupun perbuatan yang mengindikasi perilaku buruk akibat bahasa alay.

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Astar. (2005). Matinya Dunia Cyberspace: Kritik Humanis MARK SLOUKA Terhadap Jagat Maya. Yogyakarta, LkiS.

Ibrahim, Idi Subandy. 2007. Budaya Populer Sebagai Komunikasi. Yogyakarta: Penerbit Jalasutra

Jurnal Berita News Universitas Airlangga. (2011). Fenomena Bahasa Alay : Simbol Generasi Muda Masa Kini. Surabaya

Jurnal Komunikator, (2011). Meng-Alay Dalam Dunia Maya : Disorder Bahasa Dalam Cyberspace.http://www.umy.ac.id/fakultas-ilmu-sosial-ilmu-politik/wpcontent/uploads/2011/07/JurKom-MEI-2011-Final-ind.pdf.

13

Jurnal S3 UGM. Nasrullah, Rully. (2011). KONSTRUKSI IDENTITAS MELALUI BAHASA ALAY DI DUNIA VIRTUAL. http://adionggo.pbworks.com/f/Konstruksi+Identitas+Virtual+Alay.pdf

Littlejohn,Stephen W dan Karen A. Foss (2008) Theories of Human Communication, Ninth Edition. Thomson Wadsworth,

Slouka, Mark. (1999). Ruang yang Hilang: Pandangan Humanis Tentang Budaya Cyberspace Yang Merisaukan. Bandung, Mizan.

Sumarlam. (2010). Pembinaan dan pengembangan bahasa dan budaya. Semarang

14