Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
STUDI FENOMENOLOGI: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HENTI JANTUNG DI SALAH SATU IGD RUMAH SAKIT TIPE A DI JAWA TIMUR Lestari Eko Darwati¹, Indah Winarni², Ali Haedar³ ¹Mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya ²Staf Pengajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya ³Staf Pengajar Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya ABSTRAK Latar belakang: Perawat dituntut melakukan pertolongan pada pasien henti jantung secara cepat dan tetap menjaga keprofesionalannya sebagai pemberi asuhan keperawatan. Namun, perawat yang bekerja di IGD merasa bekerja melebihi kapasitas dan tidak berdaya, kurang dihormati, tidak dihargai, mendapat tekanan moral, stres dan kelelahan. Hal tersebut berdampak pada kurangnya kualitas pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien henti jantung Tujuan: Mengeksplorasi pengalaman perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien henti jantung di IGD Desain: Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi interpretif Data dikumpulkan melalui indepth interview dan dianalisa dengan teknik analisis tematik (thematic analisis). Peneliti sebagai instrumen telah mewawancarai 7 perawat yang bekerja di IGD lebih dari 5 tahun dan memiliki pengalaman merawat pasien henti jantung. Hasil: Penelitian ini menghasilkan 7 tema, yaitu (1) perbedaan persepsi perawat tentang asuhan keperawatan, (2) mengalami krisis peran dalam menjalankan asuhan keperawatan, (3) merasa tidak adekuat dalam merumuskan diagnosa keperawatan, (4) mengalami hambatan dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan, (5) taat terhadap prosedur, (6) respon psikologis perawat, dan (7) harapan untuk optimalisasi asuhan keperawatan. Kesimpulan: Perawat merasa belum bisa melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien henti jantung di IGD secara optimal. Hambatannya adalah merasa melakukan pekerjaan yang tidak sesuai profesi, merasa sulit merumuskan diagnosa dan mengalami hambatan dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan. Perawat perlu memahami perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan. Pengetahuan perawat perlu ditingkatkan agar pelaksanaan asuhan keperawatan dapat lebih optimal. Kata kunci: asuhan keperawatan, henti jantung, IGD
moral, stres dan kelelahan ketika merawat
LATAR BELAKANG
banyak pasien dengan kondisi gawat darurat.4.
Pelaksanaan asuhan keperawatanpada Asuhan
Pelaksanaan asuhan keperawatan yang
keperawatan belum memenuhi prinsip-prinsip
optimal secara empiris menunjukkan efek yang
holistik¹. Hal ini tidak sesuai dengan tuntutan
positif baik bagi pasien maupun keluarga pasien
profesionalisme perawat, yaitu perawat harus
henti jantung. Asuhan keperawatanselama proses
merawat manusia secara utuh tidak terpisah
resusitasi pada pasien henti jantung dapat
antara fisik dengan psikologis, sosial, kultural,
meningkatkan
dan spiritualnya.²˒³. Hal tersebut terjadi karena
Penelitian
perawat IGD merasa bekerja melebihi kapasitas
asuhan keperawatan secara holistik seperti
mereka dan merasa tidak berdaya, kurang
menghadirkan keluarga atau orang tercinta
dihormati, tidak dihargai, mendapat tekanan
dalam ruang resusitasi dapat meningkatkan
pasien
di
IGD
belum
optimal.
30
keberhasilan
menunjukkan
bahwa
resusitasi.5 penerapan
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
semangat hidup bagi pasien henti jantung selama
lakukan kepada empat perawat IGD yang
proses resusitasi. Efek positif lain dari penerapan
masing-masing berinitial A, R, D dan S
keperawatan
dapat
menunjukkan bahwa asuhan keperawatan yang
menumbuhkan perasaan dihargai dan dihormati
dilakukan berfokus pada perawatan fisik, yaitu
akan nilai-nilai dari pasien dan keluarga pasien
upaya penyelamatan nyawa (life saving). Selain
kritis6.
itu, perawat juga tidak merumuskan diagnosa
holistik
adalah
Henti jantung merupakan suatu kondisi
keperawatan melainkan masalah keperawatan
berhentinya fungsi jantung secara mendadak
seperti gangguan oksigenasi dan gangguan
pada seseorang yang didiagnosa penyakit
hemodinamik. Intervensi keperawatan yang
jantung
dengan
diberikan pada pasien henti jantung juga hanya
hilangnya tanda-tanda sirkulasi. Henti jantung
berfokus pada intervensi fisik, yaitu resusitasi.
menjadi
Perawat
maupun
tidak,
ditandai 7
penyebab
utama
morbiditas
dan
juga
mengalami
dilema
ketika
mortalitas di rumah sakit.8Sekitar 1-5 dari 1.000
menghadapi keluarga pasien yang menginginkan
pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami
masuk untuk mendampingi pasien henti jantung.
serangan
Selain itu aspek pendokumentasian asuhan
jantung,
dan
ini
diperkirakan
memberikan kontribusi sebesar 80% terhadap
keperawatan
9
tingkat mortalitas di rumah sakit. Di US dan
menjadi
hal
yang
dirasa
menghambat pelaksanaan asuhan keperawatan.
Canada hampir 350.000 orang mengalami henti
Berdasarkan fenomena di atas, menjadi
jantung setiap tahunnya. Dari jumlah sebanyak
hal yang penting untuk dilakukan penelitian
itu setengahnya terjadi di rumah sakit.
10
mengenai
pengalaman
perawat
dalam
Perawat dituntut melakukan pertolongan
melakukan asuhan keperawatan pada pasien
pada pasien henti jantung secara cepat dan tetap
henti jantung di IGD. Selain itu, penelitian terkait
menjaga keprofesionalannya sebagai pemberi
pentingnya
asuhan keperawatan. Meskipun dokter dan
keperawatansecara pada pasien henti jantungdi
perawat berpedoman pada guidelines untuk
IGD pun masih jarang.
pelaksanaan
asuhan
menolong pasien henti jantung, namun ada hal
METODE
mendasar yang membedakan antara praktik kedokteran dan keperawatan. Perbedaan yang
Penelitian ini menggunakan desain
mendasar antara keduanya bahwa perawat
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
memberi caring (perawatan) sedangkan dokter
interpretif
adalah curing (pengobatan).2Watson (1997)
pengalaman perawat dalam merawat pasien henti
menekankan
keperawatan
jantung. Data dikumpulkan oleh peneliti melalui
seharusnya ‘perawatan-penyembuhan’ bukan
indepth interview dan dianalisa dengan teknik
‘diagnosis-penatalaksanaan
analisis tematik (thematic analisis).11
bahwa
fokus
medis’
yang
mengeksplorasi
makna
SITUS DAN INFORMAN
berfokus pada penyakit dan patologinya seperti paradigma kedokteran.
untuk
3
Situs penelitian ini di IGD salah satu
Studi pendahuluan di IGD salah satu
rumah sakit tipe A di Jawa Timur. Peneliti
rumah sakit tipe A di Jawa Timur pada tanggal
sebagai instrument telah mewawancarai 7
12 Maret 2015, dari wawancara yang peneliti
31
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
perawat yang berpengalaman kerja di IGD lebih
menyampaikan bahwa asuhan keperawatan
dari 5 tahun.
adalah proses mengasuh pasien yang diawali dengan pengumpulan data/pengkajian kemudian menentukan
HASIL
satu
mengalami krisis peran dalam
keperawatan,
merumuskan
mengalami
untuk
optimalisasi
partisipan
keperawatan pasien cardiac arrest kita melakukan asuhan keperawatan semuanya
terhadap prosedur, respon psikologis perawat, harapan
dimana
“Kalau selama ini ya di P1 itu asuhan
dalam
mendokumentasikan asuhan keperawatan, taat
dan
lain
kegiatan menyiapkan pasien dan tindakan dokter.
diagnosa
hambatan
pasrtisipan
mempersepsikan asuhan keperawatan adalah
menjalankan asuhan keperawatan, merasa tidak dalam
melakukan
Misinterpretasi juga ditemukan pada
yaitu perbedaan persepsi perawat tentang asuhan
adekuat
sampai
tindakan kepada pasien.
Penelitian ini menghasilkan 7 tema,
keperawatan,
intervensi
itu tindakan dokter”. (I2)
asuhan
“Ya itu, misalnya kalau mungkin persiapan
keperawatan.
itu
Tema 1: perbedaan persepsi perawat tentang
mungkin
kita
melakukan
asuhan
keperawatanpersiapan pasien kayak gitu
asuhan keperawatan
gitu, terus persiapan perawatan itu aja”.(I2)
Perbedaan persepsi perawat tentang
Persepsi lain juga disampaikan
asuhan keperawatan merupakan perbedaan cara
oleh partisipan yang menganggap bahwa
pandang perawat terhadap asuhan keperawatan.
asuhan keperawatan adalah sebuah proses
Perbedaan tersebut teridentifikasi dari empat sub
yang lama.
tema yaitu sesuai konsep, misinterpretasi,
“Kalau kita perawat ni ya di UGD kalau kita
proses yang lama, dan prinsip holistik mungkin
mengikuti perawat pasiennya itu mati, ya itu
tidak aplikatif.
makanya, kan kalau perawat kepanjangen
Ungakapan-ungkapan yang mendukung
gangguan
antara lain sebagai berikut:
rasa..gangguan
rasa
hehe…seharusnya di UGD tidak gitu,
“Asuhan keperawatan yang baik untuk pasien
lakukan! (menegaskan) pasien jelek gimana
cardiac arrest yang baik yaaa….memberikan
caranya keluar dari UGD stabil, pasien sesek
asuhan keperawatan secara holistik ya..kepada pasiennya”.(I1)
keluar dari UGD pasien tidak sesek, itu
“Pendataan ee anamnese yang benar dari awal
intinya! Masalah asuhanini..ni..ni..ni..nanti
sampai
itu”.(I7)
akhir…kemudian
dikerjakan
setelah
keperawatannya
itu
mulai
kan
“kalau kita di UGD gini kalau kita buat
dari
sebanyak itu keperawatan kayak evaluasi
perencanaan sampai ke tindakan”.(I6)
gini..gini..gini itu memang Askep,..” (I7)
Pernyataan tersebut sesuai dengan
Perawatan secara holistik juga mungkin
konsep asuhan keperawatan yaitu merawat
tidak bisa diberikan pada pasien henti
pasien secara baik dalam arti secara holistik.
jantung.
Persepsi yang sesuai konsep juga diungkapkan oleh
informan
ke-6
tersebut.
“Kalau
Perawat
perasaan
gimana
ya…hehehe
kayaknya memang agak susah penerapan itu
32
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
pada pasien yang tidak sadar eee…karena
Pernyataan informan ke-7 tersebut
kita dari segi pasiennya sendiri kita mungkin
menggambarkan bahwa perawat merasa apa
yang gak pernah KIE, hanya langsung
yang dilakukan menyimpang dari profesi.
tindakan. … beda kalau pada pasien yang
“…karena kita itu dituntut untuk istilahnya kalau
sadar memang mulai dari anamnese sampai
di luar itu paramedik,… (I7)
pengkajian sampai tindakan kan bisa kita
“…maksudnya karena sebagian besar kita di sini
terapkan ke pasien semuanya”. (I1)
dituntut bukan jadi perawat utuh…”. (I7)
“…kalau nggak sadar kan belum ada
“Ya selama ini mungkin kalau ada pasien
kebutuhan psikologisnya”.(I6)
cardiac arrest lebih banyak tindakan dokternya,
“…Kalau yang psikososial pasiennya jelas
kita paling cuman bantu RJP,…”.(I2)
nggak mungkin,…”. (I5)
Ungkapan
informan
ke-7
tersebut
Hal ini menunjukkan bahwa prinsip
menggambarkan bahwa perawat merasa apa
holistik mungkin tidak aplikatif untuk pasien
yang dilakukan menyimpang dari tugas profesi
henti jantung.
karena dituntut tidak menjadi perawat utuh,
Tema 2: mengalami krisis peran dalam
artinya
menjalankan asuhan keperawatan
pekerjaan-pekerjaan lain yang seharusnya tidak
Krisis peran diartikan sebagai kondisi
perawat
juga
harus
mengerjakan
menjadi tugas perawat.
dimana perawat merasa kehilangan perannya
Perawat juga merasa mengabaikan
sebagai pemberi asuhan keperawatan yang
asuhan
profesional.
disampaiakan oleh informan ke-2 dan 7 berikut
Beberapa
sub
tema
yang
keperawatan.
Ungakapan
tersebut
membangun tema ini antara lain merasa apa
ini:
yang dilakukan menyimpang dari tugas profesi,
“… kalau asuhan keperawatan sendiri tu
mengabaikan asuhan keperawatan, dan merasa
hampir terlupakan”.(I2)
tersisih.
“…Kalau Perawat merasa apa yang dilakukan
saya
ditanya
tentang
asuhan
keperawatan saya itu bingung walaupun saya ee
menyimpang dari tugas profesi:
apa ya ee di sini kalau saya…bener jujur ini...itu
“…aslinya gini, aslinya keperawatan itu di mana
saya gak fokus di situ…”. (I7)
sich?...apakah semua pasien yang kita pegang
“Lha itu, masalahnya di situ makanya saya
harus ada asuhan keperawatan? tapi di sini sek
bilang,
belum
keperawatan di IGD, di sini itu kita itu masih
ini
ya
(menggeleng-gelengkan
kepala)…”. (I7)
kalau
sampean
tanya
asuhan
belum jalan…”. (I7)
“…kalau perawat di Indonesia itu bagus-bagus
Banyaknya
yang
dilakukan
suruh nginfus, nyuntik, perawatnya nggak bisa,
mengabaikan asuhan keperawatan. Hal ini pula
untuk apa! karena di sana mungkin bukan
yang dirasakan perawat ketika bekerja dalam tim
tugasnya kita (menegaskan), kita megang syiring
resusitasi. Ada kalanya perawat merasatersisih
pump kalau di luar kita bisa-bisa walaupun bisa
dari lingkungan dokter.
33
menjadikan
harus
skilnya pinter-pinter dari pada di luar, di luar itu
tapi di luar ada yang bisa, ditanyain !”. (I7)
perawat
tindakan
perawat
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
“…kalau di situ sudah dengan dokternya dan
yang pas?” (sambil garuk-garuk kepala dan
COAS COASnya yang banyak ya sudah,
mengerutkan dahi). (I4)
lingkungan aja kita nggak masuk”. (I2)
Perawat dapat menentukan masalah
“…kadang 1 pasien dirubung banyak orang, nek
keperawatan namun tidak dapat merumuskan
wis gitu gak nyedek wis”.(I4)
diagnosa keperawatan.
Dari ungkapan informan ke-2 tersebut
“Kalau cardiac arrest itu ada dua, yang
mengandung maksud bahwa perawat merasakan
pertama sumbatan jalan napas ee gangguan
dirinya tidak termasuk kalangan dokter.
jalan napas keefektivan ya sama gangguan apa
“…bantu dokter masukkan obat, itu pun kadang
namanya
dokter yang melakukannya”.
(berfikir) out put apa mbak?” (I7) “…ada
Informan ke-2 menjelaskan bahwa
(menutup
mata)
bukunya
apa
namanya
sebenarnya
apabila perawat ikut menangani pasien henti
dipelajari…buku
jantung,
keperawatan…ada mbak cuman ndak tahu hihihi
tindakan-tindakan
yang
dilakukan
kumpulan
untuk diagnosa
merupakan tindakan invasif yang seharusnya
(tertawa)…dikasih suruh mempelajari”. (I4)
dilakukan oleh dokter seperti pemberian obat.
“…belum ada form resmi kita harus membuat
Akan tetapi, tindakan pemberian obat kadang
diagnosa keperawatan karena kadang-kadang
dilakukan oleh dokter sendiri. Hal ini menambah
temen-temen
perawat semakin merasa tersisih.
hubungannya dengan cardiac arrest ya, mbak?
Tema 3: Merasa tidak adekuat dalam
Harus review lagi hehehe (sambil tertawa). Perawat
merumuskan diagnosa keperawatan Merasa
tidak
adekuat
keberatan
dengan
selalu
…
bertanya
…ini
kembali
bagaimana menyusun kalimat diagnosa yang
dalam
merumuskan diagnosa keperawatan adalah
benar.
suatu pengalaman dimana
“Saya..begitu pasien cardiac arrest keluarnya
bahwa
diagnosa
perawat merasa
keperawatan
yang
langsung henti jantung, ketidakcukupan suplay
dirumuskannya tidak sesuai dengan ketentuan.
oksigen
Beberapa sub tema yang membangun tema ini
sudah..saya yang keluar di kepala saya cuma 2
antara lain, kurang pengetahuan, terbiasa
itu”. (I5)
menentukan masalah keperawatan, merasa
“..sumbatan jalan nafas seperti itu atau
tidak dituntut untuk merumuskan diagnose
mungkin…atau mungkin resiko kalau memang
keperawatan, dan lebih senang bila ada format
mungkin
yang simpel.
napas…”.(I1)
Sub
tema
kurang
maksudnya
belum
gangguan
ada
sirkulasi,
sumbatan
“…apa…emmm…apa….emmm…pola
pengetahuan
tergambar dari ungkapan informan berikut ini:
dari
“Ya kalau ABC tentunya tentang oksigenasi
dari…apa….hemodinamiknya
gangguan oksigenasi, yang disebabkan oleh
bagaimana…”.(I1)
mungkin gangguan di jantungnya atau bisa juga
breathingnya
Masalah-masalah
bagaimana,
yang
jalan
napas trus
mereka
kalau pasien syok itu syok kardiogenic kan
tentukan adalah masalah henti jantung, gangguan
akibat dari itu masalah di sirkulasinya itu
sirkulasi, sumbatan jalan napas, pola napas dan
hehe…(tertawa) gimana sich untuk kata-kata
gangguan hemodinamik.
34
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
Perawat juga merasa tidak dituntut
Ungkapan tersebut menggambarkan
untuk merumuskan diagnosa keperawatan.
bahwa perawat merasakan kerumitan dalam
Gambaran kondisi ini terdapat pada ungkapan
merumuskan diagnosa keperawatan.
informan berikut ini:
Tema
“Ini ya yang sering terlupa hehe (tertawa)
mendokumentasikan asuhan keperawatan
karena nggak ada formnya ya mbak di IGD, …”.
4:
Mengalami
Mengalami
(I4)
hambatan
hambatan
dalam
dalam
mendokumentasikan asuhan keperawatan
“Saya
ndak
pernah
memikir
diagnosa
dibangun dari beberapa sub tema, yaitu daftar
keperawatan hehehe..(tertawa)”. (I2)
isian kurang sesuai, daftar isian terlalu banyak,
“…belum ada form resmi kita harus membuat
menyita waktu, dan terlupa.
diagnosa keperawatan karena kadang-kadang
Daftar isian kurang sesuai yang
temen-temen keberatan …”. (I4)
dimaksud adalah tidak tersedianya daftar isian
Tidak
adanya
tuntutan
mengakibatkan
perawat
tidak
ini
khusus untuk asuhan keperawatan. Berikut
pernah
ungkapan informan yang menggambarkan hal
merumuskan diagnosa keperawatan. Sehingga,
tersebut:
perawat lupa bagaimana merumuskan diagnosa
“Kalau kita di UGD ini kan kita memang ini gak
keperawatan. Ada pula perawat yang tidak
membuat askep seperti di ruangan ya....kalau
pernah memikirkan diagnosa keperawatan.
kita di sini…(sambil mengambil salah satu
Perawat merasa bahwa merumuskan
dokumentasi pasien) nah..kalau di ruangan
diagnosa keperawatan adalah hal yang sulit
mungkin buat lengkap seperti itu ya…” (I1)
karena butuh proses berfikir yang lama.
“…akhirnya yang baru baru itu kan keluar itu
Diagnosa keperawatan bagi mereka adalah
sesek,
pekerjaan yang tidak sederhana. Sehingga
keseimbangan itu aja, maksudnya nyontreng
perawat lebih senang bila ada format yang
nanti tinggal evaluasinya, sebatas itu mbak…”.
simple. Seperti tergambarkan pada ungkapan
(I7)
informan berikut ini:
penurunan
Ungkapan
kesadaran,
informan
ke-7
gangguan
tersebut
“…untuk askep di UGD itu dibuatkan sudah ada
mengandung maksud bahwa format dokumentasi
diagnosanya eee renpranya, implementasi, trus
yang ada di IGD saat ini tidak ada lembar khusus
evaluasi…diagnosa
tinggal
untuk mendokumentasikan asuhan keperawatan.
mencentang… renpranya sudah ada tinggal
“…kalau dokumentasi itu pun nanti yang garap
mencentang tapi…dari keperawatan belum
bagian P3, ada P3 yang ngumpulkan dokumen
diturunkan..seperti itu”. (I1)
gitu, ya aslinya kita! cuma kita kadang
“…kalau
sudah
kata-katanya
ada,
memang
sama,
kelupaan…”. (I7)
ketidakevektifan jalan napas, di sini di ICU sama
Dari ungkapan informan tersebut dapat
tapi untuk gimana sich, ya itu mbak kalau kita di
diketahui bahwa dokumentasi tidak dikerjakan
UGD khusus UGD dulu kita itu ada Mas T kita
oleh perawat di P1 melainkan di P3. Karena
itu mau buat gimana sich caranya untuk bukan
perawat di P1 kadang terlupa mengisikannya.
menyimpelkan tapi biar simplebiar temen-temen
Hal senada juga diungkapkan oleh informan ke-
nyontreng aja”.(I7)
2 sebagai berikut:
35
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
“…kadang kalau kita sudah ke pasien kita lupa
“Kita malah semakin lama untuk memindahkan
notulennya. Semuanya ke pasien, yang notulen
pasien, harusnya 5 menit 10 menit itu sudah
lupa misalnya wis kayak gitu gitu,mbak. Kadang
selesai, tapi bisa setengah jam untuk menyiapkan
kalau kita ke pasien yo wis kita ke pasien, lupa
status harus lengkap…” (I4)
nulis apa aja yang sudah dimasukkan, kadang
“Pasien 1 itu kadang-kadang 15 sampe 30 menit
dokternya pun sama seperti itu, makanya kadang
kalau ini tu, buanyak mbak banyak! Makanya
maka sering lupa, kadang malah mahasiswa
kadang-kadang
yang melakukan kayak gitu hehehe (tertawa)”.
menangani sana (sambil menunjuk ke arah
(I2)
ruang P1) ini lho yang harus pindah sekarang Terlupa secara bahasa berarti tidak
teringat;
lalai.
menggambarkan
Ungkapan bahwa
perawat
kita
itu
tledor
masalah
harus dilengkapi, sampean kan nanti lihat
tersebut
buanyak dan tebal banget”. (I6)
yang
Waktu
untuk
menyelesaikan
menangani pasien henti jantung kadang lupa
dokumentasi dirasa lama bagi perawat.
mendokumentasikan apa-apa saja yang sudah
Tema 5: Taat terhadap prosedur
dikerjakan dan obat-obatan apa yang sudah
Taat terhadap prosedur artinya kepatuhan
diberikan kepada pasien. Selain terlupaperawat
perawat dalam melaksanakan setiap prosedur
merasa bahwa format yang ada daftar isiannya
penanganan pasien henti jantung. Perawat
terlalu banyak. Berikut ungkapan informan
melaksanakan prosedur pertolongan kepada
yang menyatakan hal tersebut:
pasien
“…form yang sekarang itu kan tambah tebal
guidelines yang ada, yaitu dari AHA 2010.
tambah banyak form yang harus diisi, awalnya
Seperti ungkapan informan berikut:
nggrundel males, mbak tapi ya karena tuntutan
“…pemasangan
sich, mbak sebenere…”. (I4)
pemasangan infus, monitor EKG nya, tanda-
“Status MRS nya itu kan harus diisi semua,
tanda vitalnya itu pakai itu masuk di ruang
tindakan apa yang sudah kita kerjakan tanda
resusitasi itu langsung bisa pasang alat monitor
tangani siapa yang ngerjakan tanda tangani,
langsung bisa pembacaan EKG nya, dan kateter,
kemudian ngisi ceck list karena harus transfer
NGT, pemberian obat-obatan resusitasi, apa itu..
ceck transfernya itu juga, kemudian yang sudah
melakukan ETT…”. (I3)
dikerjakan apa, banyak yang harus diisi karena
“…misalnya
sekarang statusnya semakin tebal harus diisi
hemodinamiknya masih bagus GCS nya bagus
lengkap, kalau tidak diisi lengkap kadang-
ternyata pada saat datang sudah cardiac arrest,
kadang dikembalikan di sini ini kurang ini
ya sudah, RJP dari depan langsung masuk
kurang…”. (I6)
diteruskan di sini kemudian pasang monitor kan
henti
jantung
datang
dengan
pemberian
katanya
mematuhi
oksigen,
rujukannya
Kedua informan tersebut mengungkapkan
dokternya ada di situ kan dokternya memberikan
hal serupa bahwa daftar isian pada dokumentasi
AP, pasang infuse, kasih oksigen, bagging, kita
terlalu banyak. Daftar isianartinya isi, isi
infusa 2 line…”. (I4)
dokumentasi yang dimaksud di sini adalah hal-
“Yang pertama tingkat kesadaran, nanti setelah
hal yang harus didokumentasikan.
pasiennya tidak sadar cek nadi, kalau nadinya tidak ada langsung masuk ke P1 trus RJP nya
36
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
langsung dimulai. Ilmu kan selalu berkembang
layaknya kita ngomong pada pasien yang sadar
kalau dulu cek nafas dulu kalau sekarang
tapi tanpa persetujuan ya atau tidak dan hal itu
langsung plek-plek-plek cek nadi nadi tidak ada
selalu kita lakukan.kayaknya ya mengalir aja
langsung dibawa ke P1 langsung di RJP atau
karena sudah terbiasa, mungkin alasan tepatnya
diRJP langsung di atas stracher”. (I5)
empati, NGT itu menyakitkan, mbak walupun
“…kalau pasien datang paling kalau pasien
kayak orang meninggal”. (I4)
cardiac arret kan kalau gak ada eee gak ada nadi
Komunikasi
kepada
pasien
henti
ya sudah itu kan paling gampang, tapi kalau
jantung tetap dilakukan yaitu komunikasi satu
prosedurnya kan kita respon dulu, respon dulu
arah. Hal tersebut didorong oleh rasa empati
tidak respon kita cek nadi kalau dari BLS nya,
kepada pasien.
kalau baru nadinya itu tidak teraba nah berarti
Selain
komunikasi
kepada
pasien,
itu namanya cardiac arrest kita RJP seperti itu
perawat juga berkomunikasi kepada pihak
sampai 5 siklus…samapi 30 menit itu..selain
keluarga. Berikut ungkapan informan ke-4 dan
itu..kalau kita di dalem kita maen obat, selain
informan pertama:
BLS nanti ada ECG resus…”.(I7)
“Misalkan untuk memasang kateter itu ada
Selain mentaati guidelines, perawat
formnya setuju atau tidak itu juga ada formnya
juga menyampaikan hak-hak pasien dan
lagi informed consentnya walaupun di gawat
keluarga. Berikut pernyataan informan yang
darurat, formulir persetujuan kayak gitu”. (I4)
menggambarkan ketaatannya pada prosedur:
“…tapi kalau tetap bersi keras kita tidak bisa
“Selama ini ya ke pasiennya langsung tindakan
apa-apa,
itu, terus..eee…kita mungkin harus memfasilitasi
memasangkan
privasi pasien juga, kita tutup klambunya”. (I1)
keluarganya,
“…kita coba untuk perawatannya kita sesuaikan
informed consent penolakan kepada pasien dan
dengan Pak Kiyainya laki-laki, lha yang untuk
keluarganya suruh tanda tangan”. (I1)
tindakan yang sekiranya privasi ya kita cari
kita
tidak karena
ya
kita
mungkin yang
berhak
lebih
berhak
tinggal memberikan
Informed consent disediakan sebagai
perawat yang laki-laki, kayak masang kateter,
wujud penghormatan terhadap hak keluarga.
kayak gitu”. (I4)
Wujud
ketaatan
perawat
terhadap
“Kalau pasien nggak sadar itu ya mesti kita
prosedur
kasih penjelasan walaupun pasien ndak sadar
dalam bentuk KIE (Komunikasi, Informasi dan
kayak reflek kayak sudah di alam bawah sadar,
Edukasi)
mau nyuntik juga gitu-Bu, suntik! (sambil
pernyataan informan pertama dan ke-5 berikut
memperagakan seolah-olah memegang jarum
ini:
suntik) padahal pasien nggak sadar”. (I5)
“…tapi kalau pasiennya jelek, posisi melakukan
Perawat melakukan hal itu secara rutin
adalah
kepada
menyampaikan
keluarga
informasi
pasien.
Seperti
RJP, posisi melakukan tindakan, gak sadar pasti
karena sudah terbiasa melakukannya, sehingga
kita KIE di sampingnya pasien”. (I1)
tidak lupa. Hal senada juga diungkapkan oleh
“Kalau pasiennya….eh keluarganya…kalau ada
informan ke-4 berikut ini:
penolakan dari keluarga ya tetep kita jelaskan
“Walaupun pasiennnya
tidak
sadar tidak
resikonya apa, kalau tidak dilakukan itu
mendengar tetep kita komunikasikan, seperti
37
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
resikonya
apa
kalau
dilakukan
itu
ISSN : 1907 - 3887
bagaimana perubahannya, ada perubahannya
keuntungannya apa”.(I1)
atau tidak, kalau ada perubahannya ya kita
“Kalau saya patokan saya yang penting sudah
lanjutkan untuk memberikan obat-obatan yang
melakukan sesuai SOP nya…ya sudah nanti
lainnya misalnya drip dopamine. Tapi kalau
tinggal memberikan penjelasan, tapi kalau
selama resusitasi setengah jam obat-obatan,
keluarga nggak mau menerima ya sudah saya
CPR itu gak ada respon, kita lihat reflek pupil
sudah sesuai dengan ini nanti mungkin akan
bagaimana untuk menentukan mati batang otak
dibantu dengan tes gitu”. (I5)
atau tidak, jadi batas waktunya itu setengah jam”. (I4)
Ketaatan perawat terhadap prosedur juga ditunjukkan dengan menjelaskan atau
“Evaluasinya itu yang jelas nadi, frekuensi
memberi informasi secara terbuka kepada
pernapasan,
keluarga pasien tentang berbagai hal. Seperti
oksimetrinya itu kalau pasien henti jantung”.
pernyataan informan berikut ini:
(I5)
“Terutama
tentang
kondisi
pasien
yang
sama
kita
lihat
monitor
Tema 6: Respon psikologis perawat
pasti…kemudian yang kedua tentang tindakan
Respon psikologis perawat adalah
yang sudah kita lakukan di sini, kemudian yang
munculnya berbagai macam respon psikologis
terakhir pasti tentang prognosis ke depannya”.
yang menyertai perawat selama bekerja di IGD
(I1)
dan selama melakukan asuhan keperawatan pada
“Proses ke depannya bagaimana, kemudian
pasien henti jantung. Terbentuknya tema ini dari
rencana eee…. penggunaan fasilitas apa saja
6 sub tema, yaitu respon senang, capek tidak
yang mungkin nantinya diperlukan …misalkan
menjadi hambatan, termotivasi untuk menolong,
….eee harus eee…pasang ventilator atau pasang
dan perkembangan respon psikologis.
apa harus ke ruangan apa gitu”. (I1)
Perawat
merasakan
ketertarikan
“Kalau seperti itu keluarganya tidak kita
terhadap
fasilitasi di dalam dulu, kita pasti suruh keluar
mengenai perasaaan perawat tersebut:
dulu
suruh
“Perasaan awal-awalnya seneng banget karena
menenangkan, misalkan pasiennya sudah selesai
kerjanya tidak monoton, kalau di ruangan
semuanya baru keluarganya kita panggil lagi ke
merawat pasien seperti injeksi, masang infus itu
dalam … apa lagi itu istrinya atau suaminya dia
kan monotan ya, bikin askep, kalau di IGD kan
jelas harus mendapatkan KIE....(I1)
nggak…ada seninya kalau menurut saya”. (I4)
dan
keluarga
yang
lain
pekerjaannya.
Berikut
pernyataan
“Itu cuma dijabarkan dengan dua kata saja,
Perawat menjelaskan kepada keluarga tentang berbagai hal yang dibutuhkan keluarga.
senang
Perawat juga taat memantau pasien.
dan
menarik…yang
kedua
nggak
boring”. (I5)
Pemantauan yang dilakukan adalah memantau
Perasan
senang
lain
yang
juga
perubahan hemodinamik pasien setelah diberi
menyertai perawat selama bekerja di IGD adalah
obat-obatan emergensi apakah ada perbaikan
perasaan bangga. Perawat merasa lebih pandai
kondisi atau sebaliknya pasien memburuk
dari perawat-perawat lain yang tidak bekerja di
“…terus diobservasi selama pemberian itu
IGD.
bagaimana selama setengah jam resusitasi itu
38
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
“…yang ketiga update ilmunya cepet, terus saya
“kalau menangani pasien cardiac arrest, kita
itu merasanya lebih pinter. Maksudnya eeee
sebagai perawat semua medis di sini sebisa
disinikan ada banyak kegiatan tu, magang
mungkin kalau pas intinya gini, kalau pasien
mahasiswa, pelatihan,update-update ilmunya
datang jelek datang ke IGD apapun itu harapan
lebih cepet”. (I5)
kita keluar dari UGD itu baik, baik itu istilahnya
“…ketiga kita bekerja sambil belajar kalau di
balik, kan cardiac arrest dia eee apa namanya ee
sini karena apa, ya itu tadi di sini kan rumah
nadinya to akan balik lagi, istilahnya terdeteksi
sakit besar rumah sakit pendidikan, ilmu selalu
nadinya paling gak gitu dulu”. (I7)
update nah itu makanya sukanya saya di situ”.
Respon psikologis lain yang dirasakan
(I7)
perawat adalah capek. Namun, capek tidak
“Tapi lama kelamaan pasien henti nafas henti
menjadi hambatan bagi perawat dalam bekerja
jantung itu ya lama- lama biasa aja, kita lebih
menangani
tenang. … tapi kalau pertama-pertama memang
menangani pasien yang lain di P1.
bingung wah gimana ya saya harus ngapaian?
“Perasaannya kalau di sini tu…kalau sukanya tu
Pasienne gek-gek selak gimana nanti jangan-
aslinya kita tergantung dari kita, mbak kalau di
jangan tidak tertolong. Yang penting kita
sini tu emang kalau dibilang capek ya capek,
berusaha masalah tertolong tidak tertolong lebih
emang harus dituntut kamu harus kuat fisik”.
ikhlas daripada yang dulu”.(I5)
(I7)
Perkembangan
psikologis
perawat
pasien
Respon
henti
lain
jantung
yang
maupun
juga
turut
tergambar dari ungkapan informan ke-5 tersebut.
berkontribusi dalam menangani pasien henti
Ketika
jantung adalah perasaan tidak tega.
awal
bekerja
perawat
mengalami
kebingungan. Lama-kelamaan perawat tidak lagi
“…istilahnya itu nggak mentolo melihat pasien
merasa khawatir melainkan lebih rela walaupun
gagal atau meninggal, apalagi itu saya kenal ya
pasien tidak tertolong.
jadi kayak keluarga sendiri”. (I3) “NGT itu menyakitkan, mbak walupun kayak
Perasaan lain yang muncul adalah perasaan termotivasi untuk menolong.
orang meninggal, melakukan dengan kasar pada
“Menurut saya apa yang diajarkan di pelatihan
jenazah kan merasa kasihan ya walaupun kalau
memang beda dengan apa yang di lapangan.
orang meninggal…pencabutan alat juga harus
Maksudnya beda ternyata menurut teorinya
hati-hati kayak gitu. Jadi, ada rasa empati gitu,
tidak bisa dipertahankan, ternyata dengan
ikut merasakan”. (I4)
tindakan RJP banyak juga yang terselamatkan,
“Kalau
mbak selama cardiac arrest tidak lebih dari 5
penyakitnya,
menit bisa terselamatkan juga sampek pasiennya
psikologis”.(I5)
pindah masuk ke ruangan jantung”.(I4)
“..ya kasian! Apalagi kalau pasien cardiac
“Selain jadi perawat, di IGD kita dituntut
arrest yang masih muda, kadang juga sebagai
sebagai asisten istilahnya mitra soalnya kita
tulang punggung keluarga” (I6)
dituntut sebagai ee kamu harus bisa lho main
Tema 7: Harapan untuk optimalisai asuhan
kayak obat-obatan dosisnya berapa istilahnya
keperawatan
sub spesialis ya tertawa) …”.(I7)
39
dokter
biasanya
kalau
kita
berfokus lebih
pada
memainkan
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
Harapan untuk optimalisasi asuhan
keperawatan yang lebih maksudnya simple tapi
keperawatan adalah suatu keinginan perawat
bukan menyimpelkan ya jadi eee terfokus, mbak.
terhadap
asuhan
Terfokus maksudnya gini, kalau kita buat
keperawatan pada pasien henti jantung di IGD.
sebanyak itu keperawatan kayak evaluasi
Beberapa sub tema yang membangun tema ini
panjang lebar itu efektifkah di UGD?... “. (I7)
antara lain tersedianya obat di dalam IGD,
“…kalau seandainya di luar kan pake elektronik
tersedianya sistem dokumentasi simple &
tinggal pencet tut..tut…tut..tut sudah ada semua,
menyeluruh dengan komputer, belajar bahasa
kalau di sini kan masih manual hehehe
dan kultur Madura, dan pelatihan untuk
(tertawa)”. (I7)
peningkatan
kualitas
menenangkan keluarga pasien.
Harapan
lain
yang
muncul
dari
Sub tema tersedianya obat di dalam
informan yaitu belajar bahasa dan kultur
IGD didapatkan dari pernyataan informan ke-4
Madura. Perawat mengharapkan hal ini sebab
yang menyatakan bahwa obat-batan tidak
mereka menemui kesulitan ketika ada pasien
disediakan di dalam IGD melainkan di apotek.
henti jantung yang berasal dari daerah Madura.
Berikut pernyataan tersebut:
Seperti diungkapkan oleh informan sebagai
“Nek obat-obatan kan ngambilnya harus di
berikut:
apotek, harusnya kan disediakan di sini tapi
“Kalau budaya itu mungkin lebih ke..mungkin
karena di sini banyak orang jadi inventarisnya
kalau Suku Madura itu ada beberapa orang yang
susah, sekarang dipusatkan di apotek, jadi kalau
sama sekali gak bisa bahasa Indonesia juga
ada pasien masuk kita lari ambil ke apotek”. (I4)
ada…itu dari keluarga pasien kita panggil temen
Harapan yang lain adalah tersedianya
kita yang bisa gitu hehehe..(tertawa)..iya gitu
sistem dokumentasi simple & menyeluruh
dulu pernah ada”.(I1)
dengan komputer. Dokumentasi yang dirasa
“Pernah kadang kayak gitu ndak nerima denial
belum
gitu’! Biasanya kan kayak gitu kan orang-orang
efektif
mendorong
perawat
memilikikeinginan besar akan adanya suatu
Madura hehe (tertawa) mesti gitu, mbak”. (I2)
sistem dokumentasi yang mudah dikerjakan dan
“Sering, mbak. Dokter-dokternya bilang itu dari
tidak menyita banyak waktu. Seperti ungkapan
Madura,
informan berikut ini:
dokternya ndak paham, untungnya kita punya
“Emmm….dokumentasi ! karena kita mungkin
temen dari Madura itu banyak, jadi bisa jadi
nasional kita belum punya asuhan keperawatan
translaterhehehe..(tertawa)
yang betul-betul ciamik supaya spesifik IGD, kan
penerjemahnya”.(I4)
mesti sebagian besar literature yang kita peroleh
“Ada.
itu kan mesti asuhan keperawatan ruangan, yang
menggerombol, kalau ada yang sakit di dalem
emergency itu kan nggak ada, sehingga kita
nggak mau ikut aturan gitu, mbak. Disuruh 1 aja
ngadop…”. (I5)
yang di dalem ndak mau ngotot minta semuanya
“Harapannya asuhan keperawatn itu..khusus
masuk ke dalam…”.(I4)
asuhan keperawatan cardiac arrest itu sebisa
“Naahh…aspek budaya itu yang..kita kalau saya
mungkin optimal sebisa mungkin ada di UGD
lho ya..kalau saya amati secara pribadi di
khususnya, harapan saya itu ada asuhan
tempat ini cuman mencover cultur Jawa sama
40
jadi keluarganya ngomong apa,
Orang
sana
itu
karakteristiknya
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
Madura aja kayaknya. Kalau Madura Madura
penjelasannya
banget itu mesti hambatan bahasa sehingga
ngedheminya itu butuh ekstra. (I5)
komunikasinya ndak efektif.(I5) Beberapa menggambarkan tantangan
Ungkapan
ungkapan bahwa
tersendiri
bahasa
bagi
tu
perawat
butuh
-
ekstra,
ngedhem-
ungkapan
tersebut
tersebut
mencerminkan bahwa perawat membutuhkan
menjadi
pelatihan
ketika
untuk
menenangkan
keluarga
pasien.
menghadapi keluarga pasien henti jantung yang
“…Jadi, selama ini kita hanya memfasilitasi
berasal dari Daerah Madura.
keluarga untuk mendoakan di telinga pasien
“Karena kita di sini mengkover bahasa Jawa,
gitu…gitu..(sambil menunjuk ke arah pasien)”.
Madura, Indonesia…kalau ndak tahu bahasanya
(I1)
kan kita sulit misalkan memberi ketenangan
“Iya…bimbingan
ibaratnya mau membuka pintu tapi nggak ada
kesulitan orangnya…orangnya yang bertugas
kuncinya kan sulit”. (I5)
sebagai bimroh ini siapa? … Di situ memang ada
rohani,
tapi..waktu
itu
Ungkapan tersebut menggambarkan
panduannya tapi karena di sini belum ditunjuk
bahwa bahasa menjadi kunci bagi terwujudnya
siapa timnya diharapkan dengan buku itu kita
komunikasi yang efektif antara perawat dengan
bisa mendampingi keluarga”. (I1)
pasien dan keluarga pasien.
“Kalau di sini mungkin juga harus butuh banyak
Perawat
juga
kadang
mengalami
orang ya untuk itu karena pasien kita di ruangan
kesulitan dalam upaya menenangkan keluarga
juga banyak atau mungkin ditunjuk perorangan
pasien henti jantung. Kesulitan tersebut terjadi
yang ada di ruangan masing-masing ditunjuk
ketika keluarga pasien mengalami respon
orang untuk melakukan bimroh itu”. (I1)
berduka pada saat pasien meninggal.
Upaya
menenangkan pasien dapat
“Pernah, mbak malah nambah-nambahi pasien
dilakukan pula dengan bimbingan rohani seperti
hehe..(tertawa), akhirnya kan malah dibopong
diungkapkan informan pertama tersebut. Namun,
dibawa ke brankar dan kita titipkan di p3
kondisi yang ada sekarang tidak ada petugas
sementara aja hehe (tertawa)”. (I4)
khusus untuk itu. Perawat juga menyadari bahwa
“Keluarga kita suruh untuk menyelesaikan
ketrampilan ini juga
proses pendaftaran … nanti ndak ngribeti, ndak
Perawat seharusnya mampu untuk melakukan
semapot ndek kono”. (I4)
manajemen penenangan keluarga.
dibutuhkan
perawat.
“… kalau nggak paham mesti kadang-kadang
PEMBAHASAN
malah merepotkan kita mw RJP diganduli “kok digenjoti?” gitu”.(I5) “…kita
harus
Perawat yang bekerja di IGD memiliki nyiapkan
keluarganya,
persepsi yang berbeda-beda terhadap asuhan
menyiapkan keluarganya supaya eee keluarga
keperawatan. Persepsi individu dapat berbeda,
itu pasien macem-macem ada yang ruwet ada
sebab stimulus yang diterima oleh masing-
yang gampang. Kalau pas gampang enak, tapi
masing individu tidak sama. Penerimaan respon
kalau pas yang ruwet begitu naa itu memang
tersebut
harus butuh ekstra apa namanya..eee..ngasih
individu itu sendiri. Perasaan, kemampuan
akan
berbeda
bergantung
respon
berfikir, pengalaman-pengalaman yang dimiliki
41
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
individu
pun
tidak
sama,
maka
dalam
ISSN : 1907 - 3887
IGD dan perawat menganggap sebagai hal yang
mempersepsikan sesuatu stimulus akan berbeda
tidak terpisahkan. Sehingga
antar individu satu dengan individu lain.12 Dari
dianggapadalah sesuatu yang menarik.14
penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa
multitasking
Diantara tugas yang banyak tersebut
perbedaan cara pandang adalah suatu hal yang
adalah
tindakan-tindakan
invasive
seperti
wajar terjadi.
memasang infus dan menyuntik obat. UU
Beberapa perawat memandang asuhan
Keperawatan pasal 29 ayat 1 huruf e yang
keperawatan sebagai suatu kegiatan mengasuh
menyebutkan bahwa “dalam menyelenggarakan
pasien yang dimulai dari pengkajian sampai
praktik keperawatan, perawat bertugas sebagai
dengan evaluasi dengan memperhatikan prinsip-
pelaksana
prinsip keutuhan dimensi manusia yang disebut
wewenang”. Tugas yang sebenarnya adalah
dengan
diperoleh
sebagaimana tercantum dalam UU No. 38 tahun
berdasarkan pengetahuan mereka yang mereka
2014 tentang Keperawatan pasal 29 ayat 1 huruf
dapatkan saat menempuh pendidikan
a disebutkan bahwa perawat bertugas sebagai
holistik.
Hal
Pandangan
Betty
dijelaskan dalam pasal 32 ayat 1 bahwa
Newman dalam konsep holism-nya, yaitu
pelimpahan wewenang hanya dapat diberikan
manusia adalah satu kesatuan utuh yang terdiri
secara tertulis oleh tenaga medis kepada perawat.
bio-psiko-sosio-cultural-spiritual.13
Tata laksana pasien henti jantung
Penerapan prinsip-prinsip holistik pada pasien di
diperlukan ketrampilan pemasangan infus secara
telah
dengan
pelimpahan
pemberi Asuhan Keperawatan. Lebih lanjut
dari
sesuai
berdasarkan
konsep
sebagaimana
ini
ini
tugas
dijelaskan
oleh
IGD menjadi kendala tersendiri bagi perawat.
4
cepat
untuk
memasukkan
obat-oabatan
Sehingga perawat memiliki persepsi bahwa
emergensi. Selain itu juga CPR harus dilakukan
penerapan prinsip-prinsip holistik tidak bisa
selama siklus penanganan henti jantung dan
diaplikasikan pada pasien henti jantung karena
obat-obatan
pasien dalam keadaan tidak sadar. Perawat
epinephrine intra vena, atau amiodarone jika
menyampaikan bahwa ada satu kebutuhan yang
VT/VF sulit diterapi.15 Ini tidak hanya menjadi
tidak dimiliki oleh pasien henti jantung, yaitu
tugas dokter, namun juga menjadi tugas perawat
kebutuhan psikologis.
yang memiliki kompetensi ACLS. Bagi perawat
diberikan
3-5
menit,
yaitu
Asuhan keperawatan juga dipersepsikan
yang belum memiliki sertifikat kompetensi
sebagai suatu yang merepotkan bagi perawat
tersebut mungkin tidak memiliki keberanian
sendiri. Persepsi merepotkan ini timbul karena
untuk
perawat merasa harus melakukan banyak hal di
menjadi modal bagi perawat untuk berkolaborasi
IGD sehingga merasa direpotkan jika harus
dengan dokter. Informan yang memiliki perasaan
melakukan setiap tahap proses keperawatan yang
tersisih dan merasa tugasnya hanya membantu
memerlukan waktu yang lama.
dokter adalah perawat yang belum memiliki
melakukannya.
Kompetensi
ACLS
Hal tersebut bertolak belakang dengan
sertifikat ACLS dan berpendidikan D3, serta
persepsi perawat di Swedia. Seperti penelitian
pengalaman kerja kurang dari 10 tahun. Jenjang
yang dilakukan oleh Forsberg HH bahwa
pendidikan yang masih rendah dibanding dokter
pekerjaan yang banyak merupakan bagian dari
yang
42
berpendidikan
spesialis
menambah
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
perasaan tersisih karena kompetensi yang
Diagnosis keperawatan itu sendiri tidak
dimiliki juga jauh berbeda. Sehingga perasaan
sebatas
mengklasifikasikan
tetapi
harus
tersisih muncul pada diri perawat sebagai
didokumentasikan dengan cara yang dapat
manifestasi kehilangan peran sebagai pemberi
dimengerti oleh rekan-rekan dan anggota tim
asuhan keperawatan.
kesehatan lainnya.18 Hal ini tidak dapat dilakukan
Ketidakadekuatan perumusan diagnosa
oleh perawat di IGD sebab tidak ada tuntutan
keperawatan adalah ketidakmampuan perawat
untuk menulis diagnosa keperawatan dalam
menentukan
sesuai
dokumentasi pasien. hal ini pulalah yang
dengan panduan yang ada. Dalam pelaksanaan
menjadikan perawat akhirnya menjadi lupa
standar asuhan keperawatan perawat harus
dengan diagnosa keperawatan.
diagnosa
keperawatan
melaksanakn kelima proses keperawatan yaitu
Sistem layanan di IGD berbeda dengan
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi,
di ruang rawat inap. Di IGD dituntut memberikan
dan evaluasi. Dan diagnosa keperawatan yang
pelayanan yang serba cepat, dalam situasi ini
dirumuskan harus spesifik dan dilengkapi
dibutuhkan perekaman data/pencatatan yang
dengan etiologi untuk menetapkan intervensi
akurat terlebih ketika pasien membutuhkan
yang sesuai.16 Hasil penelitian ini menunjukkan
resusitasi, tentu setiap menit bahkan detik
bahwa
kondisi pasien cepat berubah dan hal ini
ada
kelemahan
perawat
dalam
merumuskan diagnosa keperawatan.
membutuhkan cara khusus dalam mencatat setiap perubahan dan terapi tersebut.19
Tidak adekuatnya perumusan diagnosa keperawatan
ini
terjadi
oleh
banyak
Pencatatan atau dokumentasi untuk
kemungkinan. Diantaranya dari hasil wawancara
pasien henti jantung di IGD tidak hanya
ditemukan bahwa perawat lupa dengan kalimat
dilakukan pada saat pasien masuk, namun juga
diagnose keperawatan yang benar. Hal ini terjadi
berlangsung seiring dengan proses resusitasi. Hal
karena perawat tidak terbiasa melakukannya.
esensi yang lain yang seharusnya dicatat saat
Sesuatu yang tidak pernah dikerjakan akan
pasien datang di IGD adalah mengenai hasil-
menajadikan seseorang lupa dengan sesuatu itu.
hasil pemeriksaan awal, meliputi keluhan utama,
Sebaliknya apabila sering melakukan, maka akan
penggolongan triage, dan intervensi apa yang
terbiasa dan cenderung ingat. Kebiasaan yang
sudah dilakukan selama di rumah atau tempat
dilakukan perawat adalah menetapkan masalah
serangan
tanpa merumuskan diagnosa.
jantung
transportasi.
Merumuskan diagnosa
maupun
selama
proses
20
keperawatan
Dokumentasi merupakan perwujudan
yang benar menuntut keterampilan berpikir
kerja perawat di manapun bekerja, baik di IGD
kritis, pengetahuan ilmiah, keterampilan sosial
maupun
dan pengetahuan multi-sisi tentang pasien dan
Dokumentasi yang tidak efektif ditemukan
situasinya.17 Jika hal ini tidak dimiliki oleh
dalam penelitian ini sebagai tema ke 4. Masalah
perawat,
mengalami
ketidakefektivan dokumentasi merupakan hal
kesulitan terus menerus dalam merumuskan
penting di IGD. Penerimaan pasien di IGD
diagnose keperawatan.
merupakan cerminan pelayanan suatu rumah
maka
perawat
akan
di
pelayanan
kesehatan
lainnya.
sakit. Sehingga di IGD membutuhkan pelayanan
43
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
yang prima. Pasien dan keluarga akan menilai
yaitu berkomunikasi kepada keluarga. Hal ini
pelayanan sejak pertama kali mereka diterima
sesuai dengan konsep caring dari Kristen M.
dan dilayani di sana. Mereka akan puas jika
Swanson bahwa ada enabling. Enabling berarti
pelayanan di IGD cepat dan tidak bertele-tele.
kemampuan untuk memfasilitasi orang lain
Tuntutan-tuntutan pasien semacam itu juga harus
untuk melalui sebuah transisi kehidupan dengan
didukung dengan sistem pelayanan yang baik
memberikan informasi, penjelasan, dukungan,
pula. Sistem yang baik meliputi berbagai hal dan
memahami perasaan, mencarikan sebuah solusi
sistem pendokumentasian tidak kalah pentingnya
alternative, serta memberi umpan balik terhadap
dan bahkan menjadi kegiatan yang sangat
apa yang diberikan kepada sesama. Hal ini
penting karena berkaitan dengan aspek legal.
dilakukan
Ketidakefektivan
dokumentasi
ini
perawat
IGD
dengan
memberi
informasi secara terbuka dan juga KIE kepada
merupakan hal yang terjadi juga di banyak rumah
keluarga pasien.
sakit di Indonesia. Namun, hingga kini, masih
Ketaatan yang lain adalah melakukan
banyak rumah sakit di Indonesia yang belum
pemantauan kepada pasien. Perawat IGD harus
menemukan solusi yang tepat. Informan dalam
melakukan evaluasi yang terkait dengan tingkat
penelitian
keefektivan intervensi yang telah diberikan
ini
menemui
kendala
dalam
menyelesaikan dokumentasi yang banyak dan
dengan
tebal. Hal ini menjadi kendala tersendiri bagi
hemodinamik, suara napas, pulse oximetry serta
perawat
asuhan
frekuensi nadi dan irama jantung. Hal yang
keperawatan pada pasien henti jantung di IGD.
menjadi pendorong bagi perawat untuk tetap
Sebab, penggunaan waktu yang cukup lama
konsisten terhadap prosedur adalah dorongan
untuk
untuk melayani pasien dan keluarga dengan
untuk
melaksanakan
menyelesaikan
dokumentasi
telah
tingkat
memperhatikan pasien.
Perawat
Meskipun demikian, perawat tetap
tetap
keprofesionalannya
berusaha
menjaga
dapat
memberi
agar
pelayanan kepada pasien dan keluarga dengan
standar yang ada. Standar dimaksud di sini
baik. Ini adalah wujud dari Being with, yaitu
diantaranya
terhadap
respon emosional untuk berbagi dan saling
guidelines dari AHA tahun 2010. Upaya
merasakan arti pengalamn hidup.22 Perawat
penyelamatan pasien ditujukan untuk mencegah
memahami bahwa setiap pasien yang datang ke
berhentinya fungsi jantung karena jika otak tidak
IGD
mendapatkan aliran darah, maka oksigen juga
memperoleh
pertolongan
tidak
permasalahan
kesehatan
adalah
sesuai
status
dengan
akan
pekerjaannya
kesadaran,
baik.21
mengurangi waktu bagi perawat untuk lebih
melaksanakan
melihat
kesesuaian
terpebuhi.
Hal
ini
dapat
memiliki
tujuan
yang
sama
karena yang
yaitu suatu sedang
15
dialaminya. Hal ini lah yang menjadi penggerak
Ketaatan terhadap prosedur yang ada juga
perawat untuk tetap konsisten atau taat terhadap
penting bagi sebuah pekerjaan.
prosedur yang ada.
mengakibatkan
Hal
kematian
ini
otak
permanen.
menggambarkan
suatu
Dalam kondisi
komitmen yang kuat dari perawat untuk tetap
dijalaninya
melaksanakan tugas-tugasnya. Ketaatan lainnya
prosedur yang ada termasuk menjaga privasi. Hal
44
dengan
kelelahanpun tetap
tetap
memperhatikan
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
ini muncul dari diri perawat dimana perawat juga
merupakan tantangan tersendiri bagi perawat.
berusaha menempatkan diri sebagai pasien yang
Perawat memandanng bahwa rasa capek adalah
memiliki rasa malu. Ini juga perwujudan dari
konsekuensi bekerja di IGD. Hal ini juga
caring. Dalam konteks caring
terkandung
dipengaruhi oleh respon senang perawat yang
makna holistik, yaitu memandang manusia
menyukai pekerjaannya. Seseorang yang senang
sebagai individu yang unik, utuh dan dinamis
dengan pekerjaannya, maka seseorang tersebut
dimana perawat siap dan selalu ada untuk
akan cenderung menikmati pekerjaan. Lebih-
mendampingi pasien tidak hanya secara fisik
lebih
tetapi juga secara emosional.22 Dalam konteks
menyertainya.
asuhan keperawatan pada pasien henti jantung, perawat
bertanggungjawab
ada
perasaan
bangga
yang
juga
Harapan perawat secara umum adalah
memberikan
optimalisai pelaksanaan asuhan keperawatan.
pelayanan secara holistik baik kepada pasien
Salah satu harapan tersebut adalah tersedianya
maupun keluarga pasien. Menjaga privasi pasien
obat di dalam IGD. Situasi gawat darurat
adalah salah satu aspek holistik yang terkait
membutuhkan akses pengambilan obat secara
dengan aspek psikologis pasien.
cepat. Namun, pada situs penelitian ini, perawat
Respon psikologis lain yang muncul
harus berlari menuju apotek yang terletak di luar
pada diri perawat adalah motivasi untuk
ruang P1 untuk mengambil obat ketika ada
menolong. Itu diwujudkan dengan melakukan
pasien hrnti jantung. Meskipun perawat bisa
tindakan-tindakan perawat seperti RJP. Tindakan
melakukannya, tetapi akan lebih efektif jika
perawat adalah wujud dari doing for dan
akses pengambilan obat mudah. Meskipun jarak
enabling pada struktur caring Kristen M.
antara ruang P1 dengan apotek tidak terlalu jauh,
Swanson. Doing for merupakan tindakan yang
namun hal ini akan mengurangi waktu perawat
dilakukan dengan usaha semaksimal mungkin
beberapa menit untuk melakukan tindakan lain
untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Dalam
yang lebih bermanfaat bagi pasien.
hal ini hasil yang diharapkan perawat adalah
Perawat
juga
berharap
mendapat
berhasilnya pertolongan pasien henti jantung.
pelatihan menenangkan keluarga pasien. Ujung
Dimana kriteria keberhasilan tindakannya adalah
dari upaya menenangkan keluarga pasien adalah
munculnya nadi dan pernapasan pada pasien.
kepuasan keluarga. Respon-respon yang cukup
Motivasi
membuat
perawat
untuk
memberikan
panik
merupakan
hal
yang
pertolongan pada pasien henti jantung juga
berkontribusi menyebabkan tidak optimalnya
dipengaruhi oleh perasaan iba/kasihan. Hal ini
asuhan keperawatan.Jika dalam situasi ini
sesuai dengan konsep caring dimana cara
perawat mampu melayani dengan komunikasi
perawat
yang baik, maka pasien dan keluarga akan puas.20
mengasuh
seseorang
pasien
mengandung
atau
nilai
merawat dan
rasa
Tetapi
tanggungjawab dan komitmen personal.22
tidak
mudah
untuk
melaksanakan hal itu, desakan waktu yang begitu
Rasa capek tidak menjadi hambatan
singkat kadang kala komunikasi menjadi kurang
bagi perawat untuk tetap berusaha melayani
efektif. Komunikasi secara verbal dan non verbal
pasien dan keluarga dengan baik. Namun, justru
yang tidak efektif kepada pasien diakibatkan
kebutuhan akan tenaga yang lebih tersebut
karena perawat IGD mengalami ketegangan.23
45
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
Penyelamatan
nyawa
dan
ISSN : 1907 - 3887
upaya-upaya
menarik adalah semuanya menjadi lebih seragam
menenangkan keluarga merupakan tugas-tugas
atau terstandar dan selalu cocok dengan
yang tidak bisa dielakkan oleh perawat di IGD.
kebijakan yang ditentukan oleh rumah sakit.25
Oleh sebab itu diperlukan suatu pelatihan khusus
Keprofesionalan antar profesi pun juga
bagi perawat agar dapat melakukan manajemen
dapat terbantuk dengan metode komputerisasi.
penenangan keluarga pasien.
Baik dokter, perawat maupun tenaga yang lain
Upaya menenangkan keluarga pasien
akan menginput data pasien di computer,
diperlukan komunikasi yang efektif. Namun,
sehingga segala informasi tentang pasien dapat
dalam hal ini perawat mengalami hambatan
terekam dengan baik. Siapapun yang terlibat
bahasa terutama pasien yang berasal dari daerah
dapat
Madura. Bahasa menjadi kunci komunikasi
pencatatannya pun lebih rapid an sistematis. Hal
interpersonal. Berbica adalah modalitas dasar
tersebut akan mendukung komunikasi yang
komunikasi di dalam semua kultur. Masalah
efektif antara dokter dengan perawat, antara
komunikasi sering terjadi karena perbedaan
perawat dengan teman sejawat, dan antar profesi
bahasa, dalam situasi antar budaya perbedaan ini
yang lainnya yang turut mengelola pasien
dapat menimbulkan masalah. Namun, penelitian
trauma. Terlebih di IGD, maka kecepatan analisa
ini
menjadi prioritas.
menemukan
bahwa
perawat
tidak
menempatkan bahasa sebagai sebuah hambatan
adanya
kesempatan
dokumen
tersebut
dan
IMPLIKASI KEPERAWATAN
melainkan tantangan. Oleh sebab itu perawat mengharapkan
membuka
Dihasilkannya
tema-tema
dalam
belajar
penelitian ini memberikan gambaran umum
bahasa dan kultur Madura yang difasilitasi oleh
pelaksanaan asuhan keperawatan pad pasien
pihak rumah sakit.
henti jantung di IGD. Di dalamnya termasuk
Harapan perawat yang lain adalah
kesulitan perawat dan respon-respon psikologis
tersedianya sistem dokumentasi yang simpel dan
serta
efektif dengan komputer. Penggunaan komputer
keperawatan. Sehingga, hasil penelitian ini
sebagai metode pendokumentasian telah banyak
memiliki kontribusi untuk mengembangkan
digunakan di negara-negara maju. Diantaranya,
keilmuan terkait aplikasi penerapan tahap-tahap
Amerika, Australia, Jerman, Inggris, Kanada,
proses keperawatan pada setting gawat darurat.
Prancis. Sebagai contoh END-IT (Emergency
Beberapa
harapan
perawat
Nurse
kontribusi
untuk
perbaikan
Department–Improvement
Tool)
di
persepsi
perawat
tentang
juga pola
Pennsylvania, Computer-Based Patient Record,
keperawatan di IGD.
dan Wearable Auto-Event-Recording of Medical
KETERBATASAN PENELITIAN
asuhan
memiliki asuhan
Nursing Automatic System for Auto-Supervision.
Penelitian ini memiliki keterbatasan,
Negara-negara tersebut telah merasakan manfaat
yaitu peneliti tidak mengeksplorasi terkait
dari
alat
faktor-faktor yang mempengaruhi tercapainya
Diantara manfaat
kondisi well being pasien, dalam hal ini adalah
menggunakan
komputer
dokumentasi keperawatan.
24
sebagai
yang mereka rasakan antara lain, pekerjaan
tercapainya
menjadi
waktu
Spontaneous Circulation). Selain itu, penelitian
menulis, kesalahan dapat dicegah, dan yang
ini hanya dilakukan terbatas di satu rumah sakit
lebih
mudah,
menghemat
46
kondisi
ROSC
(Return
Of
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
yang tentunya memiliki perbedaan karakteristik
Perawat
IGD
diharapkan
dan budaya dengan rumah sakit yang lainnya.
meningkatkan
Sehingga hasilnya mungkin tidak dapat dijadikan
merumuskan
gambaran kondisi IGD pada umumnya di
pelaksanaan asuhan keperawatan dapat lebih
Indonesia.
optimal. Perlu
KESIMPULAN
pengalaman
Keseluruhan
proses
pengetahuan
perlu
diagnosa
keperawatan
dilakukan perawat
bagaimana
penelitian
dalam
dan
terkait
melaksanakan
asuhan
asuhan keperawatan pada pasien henti jantung di
keperawatan pada pasien henti jantung yang
IGD yang berfokus pada eksplorasi pengalaman
dilakukan oleh perawat IGD dapat dikatakan
keberhasilan hingga tercapai kondisi well being
belum optimal. Belum optimalnya pelaksanaan
pada pasien henti jantung.
asuhan keperawatan ini dapat dilihat dari adanya krisis
peran
dalam
melaksanakan
keperawatan,
adanya
perasaan
merumuskan
diagnosa
asuhan
tidak
keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
bisa
1.
secara
adekuat, dan adanya hambatan perawat dalam mendokumentasikan
asuhan
keperawatan. 2.
Meskipun demikian perawat tetap berusaha menjalankan pekerjaannya sesuai prosedur yang ada, yaitu melakukan tindakan resusitasi sesuai
3.
dengan guidelines. Perawat juga memberikan hak-hak pasien dan keluarga.
4.
SARAN Pihak
rumah
sakit
diharapkan
menyusun suatu formula dokumentasi asuhan keperawatan yang cocok diaplikasikan di IGD
5.
dan merepresentasikan asuhan keperawatan; diharapkan pula pihak rumah sakit membuat suatu
sistem
pendokumentasian
berbasis
komputer untuk memudahkan dokumentasi
6.
sehingga perawat dapat fokus melaksanakan asuhan keperawatan. Peningkatan kompetensi perawat perlu difasilitasi oleh pihak rumah sakit, dalam hal ini
7.
adalah pelatihan ACLS bagi perawat di P1 yang belum memiliki sertifikat kompetensi ACLS. Selain itu diharapkan ada pelatihan khusus untuk
8.
manajemen menenangkan keluarga pasien
47
Nystrom, M. (2002). Inadequate nursing care in an emergency care unit in Sweden. Lack of a holistic perspective. Journal of holistic nursing, 20(4), 403-417. Parker, M. E., & Smith, M. C. (Eds.). (2010). Nursing theories & nursing practice (3 ed.). Philadelphia, USA: F.A Davis Company. Fawcett (Ed.). (2002). The Nurse Theorist: 21st Century Update-Jean Watson. Nursing Science Quarterly (Vol. 15). Mary, K., & Maura, D. (2008). Working in an Overcrowded Accident and Emergency Department: Nurses' Narratives. Australian Journal of Advanced Nursing, Vol. 25, No. 2, 2127. Yana, C., Weia, L., & Hua-rongb, W. (2011). The Application of Asuhan keperawatan Optimization during Cardiopulmonary Resuscitation. Medical & Pharmaceutical Journal of Chinese People’s Liberation Army. Dezra E. J., Theresa M.A., Cathie G.E., Angela C.P., Jorie K.D., Ellen T., Amy C.O. (2001). Family Presence During Invasive Procedures and Resuscitation: Hearing the Voice of the Patient. American Journal of Nursing Leong B, in Ooi, S., & Manning, P. (Eds.). (2015). Guided to the essentials in emergency medicine (second ed.): National University Hospital, Singapore. Sandroni, C., Nolan, J., Cavallaro, F., & Antonelli, M. ( 2007 ). In-hospital CA:
Vol X Nomor 4 Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
incidence, prognosis and possible measures to improve survival. Intensive Care Med, 33, 237-245. Thom T, H. N., Rosamond W, Howard VJ, et al. (2006). American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Heart disease and stroke statistics: 2006 update: a report from the American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee. . Circulation 2010, 113, e85-151. Nichol G, T. E., Callaway CW, Hedges J, Powell JL, Aufderheide TP, Rea T, Lowe R, Brown T, Dreyer J, Idris A, Stiell I. (2008). Regional variation in out-of-hospital CA incidence and outcome. JAMA, 300, 1423-1431. Braun and Clarke. (2006). Using thematic analysis in psychology. Qualitative Research in Psychology, 3 (2). pp. 77-101. ISSN 1478-0887 Braun MJ. (2008). The Structures of Perception: An Ecological Perspective. Kritike. Vol. 2. pp. 123-144 ISSN 19087330 Kozier, E.B, Erb, G. L, et. All. Fundamental of Nursing: Concept, Process and Practice.5 th ed. California: Addison-Wesley Publ. 1995. Leach. (2008). Planning: a necessary step in clinical care. Journal of Clinical Nursing Vol. 17. p. 1728– 1734 Forsberg, H.H, Athlin A.M., U.T. (2015). Nurses’ perceptions of multitasking in the emergency department:Effective, fun and unproblematic (at least for me)– aqualitative study. International Emergency Nursing, 23, 59-64. Neumar, R. W., Otto, C. W., Link, M. S., Kronick, S. L., Shuster, M., Callaway, C. W., et al. (2011). Adult Advanced Cardiovascular Life Support 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010, 122:S729-S767. Müller-Staub, M., I, N., M.A, L., & T, v. A. (2006). Nursing Diagnoses, interventions and outcomes application and impact on nursing practice: systematic review. Journal of Advanced Nursing, 36(5), 514-531. Gouveia, D. B. G. K., & M, d. G. O. C. (2012). Theoretical model of critical
ISSN : 1907 - 3887
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
48
thinking in diagnostic processes in nursing. Online Brazilian Journal of Nursing, 11(2). Paans, W., Nieweg, R. M. B., Schans, C. P. v. d., & W, S. (2011). Factors influencing the prevalence and accuracy of nursing diagnoses. Journal of Clinical Nursing, 20, 2386-2403. Blair, W., & Smith, B. (2012). Nursing Documentation: Frameworks and barriers. Nursing Documentation, 41(2). Berg, G. M., Spaeth, D., Lippoldt, D., Sook, C., & Burdsal, C. (2012). Trauma Patient Perceptions Of Nursing Care.Journal of Trauma Nursing, 19(2). Jordan K.S. (2000). Emergency Nursing Care Curriculum. Fifth Edition. Saunders Company. USA. p 356-358 Tomey, A. M & Alligood, M. R.,. (Eds.). (2010). Nursing Theorist and Their Work (7 ed.). Missouri: Mosby Elsevier. Wiman, E., & Wikblad, K. (2003). Caring and uncaring encounters in nursing an emergency department. Journal of Clinical Nursing, 13(Issues in clinical nursing), 422-429. Probst, C., Paffrath, T., Krettek, C., & Pape, H. C. (2006). Comparative Update on Documentation of Trauma in Seven National Registries. European Journal of Trauma 32. Krogh, G. V., & Naden, D. (2008). A Nursing Spesific Model Of EPR Documentation : Organizational and Professional Requirement. Journal of Nursing Scholarship, 40(1), 68.