RISER RIA & MOAN (DJONI)-3 - JURNAL TEKNIK KIMIA

Download 16. Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008. PENGARUH WAKTU EKSTRAKSI DAN UKURAN. PARTIKEL TERHADAP BERAT OLEORESIN JAHE  ...

0 downloads 395 Views 87KB Size
PENGARUH WAKTU EKSTRAKSI DAN UKURAN PARTIKEL TERHADAP BERAT OLEORESIN JAHE YANG DIPEROLEH DALAM BERBAGAI JUMLAH PELARUT ORGANIK (METHANOL) M. Djoni Bustan, Ria Febriyani dan Halomoan Pakpahan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Unsri

Abstrak Salah satu keunggulan hasil pengolahan jahe adalah oleoresin. Oleoresin biasanya digunakan dalam industri makanan sebagai penambah cita rasa masakan, juga digunakan dalam pengobatan. Oleoresin didapat dari ekstraksi bubuk jahe dengan menggunakan pelarut organik (methanol). Untuk mendapatkan oleoresin jahe dapat dilakukan dengan proses ekstraksi. Hasil dari ekstraksi jahe merah kemudian didistilasi untuk memisahkan pelarut yang masih bercampur dengan bubuk jahe. Proses distilasi dilakukan pada temperature 700C untuk pelarut methanol,fungsinya adalah untuk mengkondensasikan filtrate oleoresin. Tujuannya adalah untuk menguapkan dan mengambil kembali methanol yang masih bercampur dengan oleoresin jahe. Variable yang digunakan pada penelitian ini adalah ukuran partikel bubuk jahe (125 µm (115 mesh), 250 µm (60 mesh)), volume pelarut (80ml, 120 ml, 160 ml) dan juga lamanya waktu ekstraksi (3, 3½, 4, 4½, 5jam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi, maka rendemen oleoresin yang dihasilkan akan semakin menurun. Hasil oleoresin terbesar (1,9188 gram) diperoleh pada waktu ekstraksi 3 jam, volume pelarut 160 ml, dan ukuran partikel 125 µm (115 mesh). Kata kunci : jahe, oleoresin, ekstraksi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia telah lama dikenal sebagai negara penghasil rempah-rempah yang sangat berguna sebagai pemberi cita rasa atau bumbu. Selain itu banyak digunakan sebagai jamu dan kosmetik serta dalam dunia kesehatan. Sifat tersebut disebabkan kandungan zat aktif aromatis didalamnya yang apabila diekstrak dengan pelarut tertentu akan menghasilkan oleoresin. Oleoresin merupakan campuran antara resin dan minyak atsiri yang dapat diekstrak dari berbagai jenis rempah. Baik rempah yang berasal dari buah, biji, daun kulit maupun rimpang, misalnya pada tanaman jahe. Jahe mengandung komponen minyak menguap ( volatile oil ) yang biasa disebut minyak atsiri, merupakan komponen pemberi bau yang khas. Selain itu jahe mengandung minyak yang tidak menguap ( non volatile oil ) yang biasa disebut oleoresin, 16

merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Komponen non volatile jahe merupakan senyawa fenol dengan rantai karbon samping yang terdiri dari tujuh atau lebih atom karbon seperti gingerol, gingerdiols, gingersdiones, dihidrogengerdiones, shogaol. Penelitian mengenai pengambilan oleoresin jahe dengan proses ekstraksi dan distilasi, sebelumnya telah dilakukan oleh Djubaidah (1986) dan Erwin Firmanza & M. Isa Samudra (2004). Djubaidah (1986) melakukan penelitian pengambilan oleoresin menggunakan bubuk jahe dengan kehalusan 20-60 mesh, dengan berat bahan dasar 50 gr untuk tiap sampelnya dengan menggunakan pelarut etanol dan etilen dikhlorida. Dari hasil penelitiannya diperoleh rendemen oleoresin yang paling baik sebesar 12,52%, dengan kondisi lama ekstraksi 2 jam dan kehalusan bubuk 20 mesh, menggunakan pelarut etanol. Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

Sedangkan Erwin Firmanza & M. Isa Samudra (2004), melakukan penelitian pengambilan oleoresin menggunakan bubuk jahe dengan kehalusan 20-40 mesh, dengan berat bahan dasar 20 gr untuk tiap sampelnya dan menggunakan pelarut etanol dan aseton. Dari hasil penelitiannya diperoleh rendemen oleoresin yang paling baik sebesar 9,15 %, dengan kondisi lama ekstraksi 1,5 jam dan kehalusan bubuk jahe 40 mesh, menggunakan pelarut etanol. Berdasarkan penelitian yang telah ada tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pengambilan oleoresin dengan kehalusan bubuk jahe 60-115 mesh, menggunakan pelarut metanol. 1.2.

Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya variabel mana yang paling berperan dan berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan, sehingga perlu dilakukan pengoptimasian terhadap variabel tersebut. 1.3.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari suatu sistem dengan mencari tahu variabel mana yang paling berperan dan berpengaruh dalam proses pengolahan jahe melalui metode ekstraksi, dalam hal ini untuk mendapatkan oleoresin jahe, dengan memvariasikan variabel : • Lama waktu ekstraksi • Ukuran partikel atau kehalusan bubuk jahe • Jenis dan volume pelarut metanol yang digunakan II. Fundamental 2.1. Sejarah Penelitian Penelitian mengenai pengambilan oleoresin jahe sebelumnya telah dilakukan oleh Djubaidah (1986) dan Erwin Firmanza & M. Isa Samudra (2004). Djubaidah (1986), melakukan percobaan pengambilan oleoresin dengan cara sebagai berikut. Bubuk jahe dengan kehalusan 20-60 mesh sebanyak 50 gr dimasukkan ke dalam labu ekstraksi dan ditambah 150 ml pelarut. Kedua bahan ini diekstrak dengan menggunakan pengaduk magnet selama 2, 4 dan 6 jam. Hasil ini disaringdan pelarutnya diuapkan dengan menggunakan rotary extractor, sehingga yang tertinggal hanyalah oleoresin kasar. Dari ekstraksi ini didapatkan oleoresin yang pekat. Oleoresin yang didapatkan dari ekstraksi pertama, terlihat bahwa pelarut etilen diklorida dengan kehalusan bubuk 40 mesh dan lama ekstraksi 2 jam didapatkan oleoresin Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

yang paling baik, yaitu 8,14%. Sementara sisa ekstraksi pertama dimasukkan kembali dalam labu dan dicampur 150 ml pelarut. Perlakuan selanjutnya seperti di atas. Dari total oleoresin yang didapat, pelarut etanol dengan kehalusan bubuk 20 mesh selama 2 jam didapatkan 12,52% oleoresin. Dari pelarut etilen diklorida dan etanol, etanol merupakan pelarut terbaik pada percobaan ini. Sedangkan Erwin Firmanza & M. Isa Samudra (2004), melakukan penelitian pengambilan oleoresin dengan menggunakan pelarut organik berupa aseton dan etanol, dengan kehalusan bubuk jahe 20-40 mesh. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengekstrak bubuk jahe seberat 20 gr dengan menggunakan variasi waktu (1½, 2, 2½, 3, 3½) dan ratio pelarut terhadap bahan dasar (1 : 3, 1 : 5, dan 1 : 10). Hasil ekstrak yang didapat kemudian diuapkan kembali dengan proses distilasi, dengan tujuan untuk mengambil kembali pelarut yang masih bercampur sehingga oleoresin yang diperoleh lebih pekat. Hasil rendemen terbesar diperoleh pada kondisi lama waktu ekstraksi 1,5 jam, dengan kehalusan bubuk jahe 40 mesh dan ratio pelarut terhadap bahan dasar 1 : 3 menggunakan pelarut etanol, yaitu sebesar 9,15 % (1,83 gr). 2.2.

Ekstraksi Solid-Liquid Operasi ekstraksi solid-liquid dapat dilakukan dengan cara mengontakkan padatan dan pelarut sehingga diperoleh larutan yang diinginkan yang kemudian dipisahkan dari padatan sisanya. Pada saat pengontakkan terjadi, mekanisme yang berlangsung adalah peristiwa pelarutan dan difusi. Pelarutan merupakan peristiwa penguraian suatu molekul zat menjadi komponennya, baik berupa molekul-molekul, atom-atom maupun ion-ion, karena pengaruh pelarut cair yang melingkupinya. Partikel-partikel yang terlarutka ini berkumpul dipermukaan antara (interface) padatan dan terlarut. Bila peristiwa pelarutan masih terus berlangsung, maka terjadi difusi partikel-partikel zat terlarut dari lapisan antara fase menembus lapisan permukaan pelarut dan masuk kedalam badan pelarut dimana zat terdistribusikan merata. Jadi difusi terjadi di fase padat diikuti difusi ke fase cair. Peristiwa ini terus berlangsung 17

sehingga keadaan setimbang tercapai. (Bird et,al, 1980). Dengan larutan di atas dapat disebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi operasi ekstraksi solid-liquid, antara lain : 1) Faktor Jumlah Pelarut Semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan, maka semakin banyak pula hasil yang didapatkan, sebab : - Distribusi partikel dalam pelarut semakin menyebar, sehingga memperluas permukaan kontak. - Perbedaan konsentrasi solute dalam pelarut dan padatan semakin besar sehingga fraksi molar bertambah. Juga dapat dipilih pelarut yang mudah dipisahkan dari zat terlarut untuk dapat digunakn kembali. Oleh karena itu, pelarut biasanya dipilih bertitik didih rendah tetapi tetap diatas temperatur operasi ekstraksi. (Mc Cabe, 1983). 2) Faktor Temperatur Operasi Hubungan kecepatan pelarutan dengan temperature ditunjukkan dengan persamaan Arrhenius (Smith, 1981)

K = Ae − Ea / RT Harga Ea, energi aktivasi pelarut selalu positif, sehingga kecepatan pelarut selalu bertambah dengan menaiknya temperature (Treyball, 1979) 3) Faktor Ukuran Partikel Operasi ekstraksi solid-liquid akan berlangsung dengan lebih baik bila diameter partikel diperkecil. Pengecilan ukuran ini akan memperluas permukaan kontak. Begitu pula hambatan difusinya menjadi kecil sehingga laju difusinya bertambah (Treyball, 1979). Pengecilan ukuran ini juga bertujuan menghancurkan matriks inert pengotor yang melingkupi zat terlarut. Namun demikian, tidak diketahui ukuran partikel terlalu halus karena semakin halus padatan partikel maka akan semakin mahal biaya operasi dan semakin sulit dalam pemisahan sehingga sulit untuk diperoleh larutan ekstrak yang murni. (Mc Cabe, 1983) 4) Faktor Waktu Kontak Waktu kontak antara zat pelarut dengan partikelpartikel solid pada operasi solid-liquid dipengaruhi tempertur operasi, jenis pelarut dan ukuran partikel. Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap berikut : 18

1.

2.

3.

Pencampuran bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya saling kontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa secara difusi pada bidang antar muka bahan ekstraksi dengan pelarut. Dengan demikian terjadi pelarutan ekstrak. Memisahkan larutan ekstrak dan raffinate, yang sering dilakukan dengan cara penjernihan atau filtrasi. Mengisolasi ekstrak dari larutan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut, umumnya dilakukan dengan menguapkan pelarut. Dalam hal-hal tertentu, larutan ekstrak dapat langsung diolah setelah dipekatkan.

Untuk mendapatkan oleoresin dari jahe merah dilakukan cara ekstraksi. Pada garis besarnya, proses ekstraksi tersebut berlangsung sebagai berikut : bubuk atau tepung jahe merah diekstraksi dengan bahan pelarut yang mudah menguap. Dari hasil ekstraksi bahan pelarutnya (solvent) dipisahkan dengan cara distilasi. Cairan yang tertinggal adalah oleoresin. Oleoresin dari jahe merah ini diperoleh melalui dua proses, yaitu : a)

Proses ekstraksi secara langsung Tepung atau bubuk jahe merah dimasukkan ke dalam labu ekstraksi sehingga bahan terendam dalam pelarut. Hasil ekstraksi disaring pada kondisi vakum untuk mencegah kerusakan gingerol yang merupakan komponen pemberi rasa utama dalam oleoresin jahe merah. Setelah itu baru didistilasi untuk memisahkan bahan pelarut dengan bubuk jahe merah. Dalam tahap terakhir ini, seluruh bahan sudah terpisahkan dan tinggal oleoresinnya. b) Proses bertahap Bubuk jahe merah dimasukkan ke dalam ruangan penyulingan. Hasil minyak atsiri ditampung dalam kemasan, sedangkan ampas penyulingan dijemur untuk menurunkan kadar airnya. Selanjutnya ampas diproses untuk diperoleh resinnya dengan proses ekstraksi secara langsung. Hasil resin kemudian dicampur dengan minyak atsiri dan diperoleh oleoresin yang kadar minyak atsirinya dapat diatur tinggi rendahnya. Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

2.3.

Jahe Jahe (Zingiber officinalis), adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Rimpangnya berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa dominan pedas disebabkan senyawa keton bernama zingeron. Jahe termasuk suku Zingiberaceae (temutemuan). Nama ilmiah jahe diberikan oleh William Roxburgh dari kata Yunani zingiberi, dari bahasa Sansekerta, singaberi. Klasifikasi ilmiah tanaman jahe Kerajaan : Tumbuhan Filum : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber Spesies : Zingiber officinale Batang jahe merupakan batang semu dengan tinggi 30 hingga 100 cm. Akarnya berbentuk rimpang dengan daging kar berwarna kuning hingga kemerahan dengan warna menyengat. Daun menyirip dengan panjang 15 hingga 23 mm dan panjang 8 hingga 15 mm. Tangkai daun berbulu halus. Bunga jahe tumbuh dari dalam tanah berbentuk bulat telur dengan panjang 3,5 hingga 5 cm dan lebar 1,5 hingga 1,75 cm. Gagang bunga bersisik sebanyak 5 hingga 7 buah. Bunga berwarna hijau kekuningan. Bibir bunga dan kepala putik ungu. Tangkai putik berjumlah dua. 2.3.1.

Minyak Atsiri jahe Minyak atsiri merupakan campuran senyawa organik mudah menguap (volatile), tidak larut dalam air dan mempunyai bau yang khas. Minyak atsiri jahe hanya terdapat dalam rhizoma jahe, sedangkan dalam daunnya tidak ada. Minyak atsiri pada jahe merah menyebabkan bau harum khas jahe. Minyak itu diperoleh atau diisolasi dengan destilasi uap dari bubuk jahe merah kering. Ekstrak minyak atsiri jahe merah berbentuk cairan kental, berbau harum tetapi tidak memiliki komponen-komponen pembentuk rasa khas jahe, karena senyawa-senyawa tersebut tidak didestilasi. Oleh karena itu, dalam penggunaannya, minyak atsiri biasanya ditambah dengan oleoresin. Minyak atsiri jahe merah dapat diekstrak bersama-sama dengan ”fixed oil”atau senyawa lainnya menggunakan pelarut organik. Hasil ekstraksinya disebut oleoresin yang terdiri dari campuran ”fixed oil” resin, minyak atsiri dan beberapa komponen lain. Jahe yang telah dikeringkan mengandung ”fixed oil” sekitar 3 – 4 % yang terdiri Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

dari gingerol, shagaol, resin dan lain-lain yang menyebabkan rasa pedas. Kandungan minyak atsiri dalam jahe merah kering sekitar 1 – 3 persen dan biasanya berbeda-beda pada berbagai daerah penghasil. Komponen utama minyak atsiri jahe merah yang menyebabkan bau harum adalah zingiberen dan zingiberol. Zingiberen merupakan seskuiterpen hidrokarbon dengan rumus C12H24, sedangkan zingiberol merupakan seskuiterpen alkohol dengan rumus C15H25O. Komponen volatile minyak atsisri jahe terdiri dari seskuiterpen, monoterpen dan monoterpen teroksidasi. Sedangkan komponen minor minyak atsiri jahe antara lain bisabolene, curcumene, camphene, citral, cineol, borneol, linaoll, dan methylheptenone. 2.3.2. Oleoresin jahe merah Oleoresin terdiri dari dua kata yaitu oleo yang berarti minyak dan resin yang berarti damar, maka oleoresin dapat diartikan sebagai minyak damar. Komponen kimia yang terkandung dalam oleoresin terbentuk dari unsur Carbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Ketiga unsur tersebut berbentuk persenyawaan alkohol misalnya Borneol (C7H12O), Linaleol (C10H12O), Eugenol (C10H12O2) ; persenyawaan aldehid, misalnya kumal dehida (C10H12O) ; persenyawaan keton misalnya piperitone (C10H16O) ; persenyawaan ester seperti benzoat ; persenyawaan eter seperti safrole (C10H12O2). Oleoresin digunakan sebagai bahan penyedap makanan dan minuman yang memiliki karekteristik rasa dan aroma sama dengan rempah-rempah aslinya. Oleoresin merupakan campuran antara resin dan minyak atsiri yang didapatkan melalui ekstraksi berbagai rempah-rempah, baik rempah-rempah dari daun, buah, biji maupun rimpang. Oleoresin adalah salah satu senyawa yang dikandung jahe yang bisa diambil. Bentuk olahan jahe berupa oleoresin ini memiliki banyak kelebihan. Misalnya; (1) Bahan dapat distandarisasi dengan tepat. Terutama flavor dan warnanya, sehingga kualitas produk akhir dapat terkontrol, (2) Bahan lebih homogen dan lebih mudah ditangani, (3) Bahan bebas enzim lipase, bakteri, kotoran atau bahan asing dan (4) bahan mudah didispersikan secara merata ke 19

dalam bahan pangan. Selain itu, keuntungan komparatif yang dapat diperoleh adalah biaya produksi lebih rendah dengan adanya pengurangan biaya angkut bahan baku. Satu kilogram oleoresin sama dengan 28 kg jahe dengan kandungan dan citarasa yang sama . III. Metodologi Penelitian 3.1. Variabel yang Diteliti Dalam penelitian ini, pengamatan yang kami lakukan secara umum terbagi 2, yaitu : aspek kualitatif dan aspek kuantitatif Pada pengamatan aspek kualitatif ini variabel yang akan diamati berupa perubahanperubahan yang terjadi selama proses ekstraksi jahe, yaitu : 1. Warna larutan oleoresin dan ampas bubuk jahe yang dihasilkan setelah proses ekstraksi. 2. Aroma oleoresin dan ampas bubuk jahe yang terekstrak oleh pelarut metanol. Sedangkan dalam aspek kuantitatif akan diamati pengaruh variabel-variabel proses seperti : ukuran partikel atau kehalusan bubuk jahe, volume pelarut dan lama waktu ekstraksi. Dari penelitian ini dapat dilihat bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap rendemen oleoresin yang dihasilkan. 3.2.

Deskripsi Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini dilakukan dengan dua metode yaitu ekstraksi dan distilasi. Dan kemudian dilanjutkan dengan Uji laboratoris. Metode ekstraksi dengan pelarut menguap pada penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu : 1) Tahap preparasi bahan baku dengan menimbang sampel bubuk jahe seberat 20 gram, mengukur volume pelarut metanol sebesar 80 ml, 120 ml dan 160 ml. 2) Tahap penguapan pelarut methanol yang disebabkan oleh pemanasan dengan menggunakan heating mantle. 3) Tahap kondensasi pelarut methanol menggunakan suatu alat kondensor dengan media air pendingin. 4) Tahap ekstraksi yang bertujuan untuk mengambil oleoresin jahe. Metode destilasi dengan pemisahan pelarut metanol dan oleoresin berdasarkan perbedaan titik didih terdiri dari : 1) Tahap penguapan pelarut metanol yang disebabkan oleh pemanasan dengan menggunakan heating mantle. 20

2) Tahap kondensasi pelarut metanol menggunakan suatu alat kondensor dengan media air pendingin. 3.2.1. Metode Ekstraksi 3.2.1.1. Tahap Preparasi Bahan Baku Tahap ini merupakan proses awal yang dilakukan untuk mempersiapkan bahan baku sebelum dimasukkan dalam soklet ekstraktor. Jahe merah pertama dicuci dan dibersihkan terlebih dahulu, kemudian diiris tipis-tipis dan dikeringkan dengan sinar matahari selama 3 hari. Jahe kemudian dihaluskan dan diayak dengan menggunakan mesh berukuran 60 dan 115 mesh. Bubuk jahe yang telah diayak kemudian ditimbang sebanyak 20 gram untuk masing-masing sampel. Bubuk yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam soklet ekstraktor. Untuk tahap preparasi pelarut methanol dilakukan variasi volume pelarut masing-masing 80 ml, 120 ml, dan 160 ml. Pelarut metanol yang telah diukur volumenya dimasukkan ke dalam labu distilasi. 3.2.1.2. Tahap Penguapan Pelarut Mula-mula set temperatur heating mantel. Pada saat bubble point pelarut metanol tercapai, maka pelarut metanol akan teruapkan dan naik ke atas melalui soklet ekstraktor menuju ke kondensor. Temperatur di dalam labu distilasi dijaga konstan ± 70 oC. 3.2.1.3. Tahap Kondensasi Pelarut Proses ini bertujuan untuk mengkondensasi uap metanol menjadi liquid jenuh sehingga dapat berpenetrasi ke dalam bubuk jahe. Air pendingin yang dialirkan oleh pompa menuju kondensor akan mengkondensasikan metanol yang teruapkan. Metanol liquid akan jatuh ke dalam soklet ekstraktor yang berisi bubuk jahe. 3.2.1.4. Tahap Ekstraksi Pada tahap ini, uap metanol yang berpenetrasi ke dalam soklet ekstaktor yang berisi bubuk jahe mengekstrak solute yang terkandung di dalam bubuk jahe sehingga didapatkan ekstrak oleoresin jahe. Kemudian ekstrak oleoresin yang didapatkan pada proses di atas akan menetes kembali ke dalam labu distilasi. Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

3.2.2. Metode Distilasi 3.2.2.1.Tahap Penguapan Pelarut Tahap ini bertujuan untuk memisahkan oleoresin yang didapat dari pelarut metanol. Mulamula set temperatur heating mantle, karena metanol memiliki titik didih yang lebih rendah dibandingkan oleoresin yang dihasilkan dari proses ekstraksi maka pelarut metanol tersebut menguap ke atas. Temperatur di dalam labu distilasi dijaga konstan ± 70 oC. 3.2.2.2.Tahap Kondensasi Pelarut Proses ini bertujuan untuk mengkondensasi uap metanol menjadi liquid jenuh. Air pendingin yang dialirkan oleh pompa menuju kondensor akan mengkondensasikan metanol yang teruapkan. Metanol liquid keluar melalui kondensor dan menjadi residu. Sedangkan oleoresin yang berada di dalam labu distilasi menjadi destilat (zat yang akan diambil). Preparasi Bahan Baku

penelitian yang dilakukan terlihat bahwa di awal penelitian warna bubuk jahe adalah putih kekuningan dan warna metanol adalah bening. Setelah mengalami proses ekstraksi warna bubuk jahe menjadi krem kekuningan dan warna larutan adalah bening kekuningan. Setelah proses destilasi, warna larutan yang dihasilkan berubah menjadi kecoklatan. Semakin banyak volume pelarut dan semakin lama waktu ekstraksi yang digunakan maka semakin pekat warna yang dihasilkan. 4.1.2. Aroma Aroma atau bau khas yang timbul dari oleoresin jahe berasal dari senyawa zingiberen dan zingiberol. Senyawa ini memberikan aroma harum. Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa semakin besar volume pelarut dan waktu ekstraksi yang digunkan maka baunya akan semakin menusuk. Perbedaan tingkat kesegaran ini diakibatkan perbedaan kadar zingiberen dan zingiberol yang dihasilkan. 4.2.

Proses Ekstraksi

Proses Distilasi

Bungkil Jahe

Residu

Produk (Oleoresin) Gambar 3.1. Blok Diagram Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini diamati dua aspek meliputi analisa kualitatif dan aspek kuntitatif. Aspek kualitatif ini mengamati fenomena fisik oleoresin jahe yang dihasilkan. Fenomena fisik tersebut meliputi warna dan aroma oleoresin yang dihasilkan. Sedangkan analisa kuantitatif menyangkut hal-hal yang dapat diukur seperti persentase rendemen yang dihasilkan untuk setiap volume pelarut dan ukuran partikel atau kehalusan bubuk jahe yang digunakan. 4.1. 4.1.1.

Aspek Kualitatif Warna Aspek kualitatif ini mengindikasikan kandungan zat yang terdapat dalam oleoresin. Dari Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

Aspek Kuntitatif Bungkilaspek bubuk jahe Dalam kuantitatif ini akan diamati pengaruh volume pelarut, ukuran partikel bubuk jahe dan lama waktu ekstraksi. Residuini dapat dilihat bagaimana Dari penelitian pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap rendemen yang dihasilkan. 4.2.1. Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Berat Oleoresin (Gram) pada Berbagai Volume Pelarut Organik (Methanol). Pada hasil pengamatan dan grafik antara waktu ekstraksi terhadap berat oleoresin pada berbagai jumlah pelarut organik (methanol) menghasilkan rendemen oleoresin yang cenderung menurun. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu ekstraksi, maka jumlah rendemen oleoresin yang dapat diikat oleh pelarut organik (methanol) semakin sedikit, yang disebabkan karena menguapnya sebagian kandungan minyak atsiri (volatil oil) sehingga berat oleoresin yang didapat cenderung menurun. Pada grafik 4.1 dan 4.2 ditunjukkan hubungan pengaruh waktu ekstraksi terhadap berat oleoresin yang dihasilkan pada berbagai jumlah pelarut organik (methanol) dengan ukuran partikel 125 µm (115 mesh) dan 250 µm (60 mesh). 21

Pada grafik 4.1 terlihat jelas bahwa ekstraksi dengan ukuran partikel 125 µm (115 mesh) bubuk jahe dengan jumlah pelarut organik (methanol) sebanyak 160 ml, dan waktu ekstraksi 3 jam, menghasilkan berat oleoresin yang paling banyak, yaitu sebesat 1,9188 gram. Berat oleoresin cenderung menurun seiring pertambahan waktu ekstraksi. Kondisi operasi yang lain (jumlah pelarut organik dan pertambahan waktu ekstraksi) memberikan hasil yang cenderung menurun. Untuk jumlah pelarut organik (methanol) 120 ml, menghasilkan rendemen terbesar 1,8265 gram dengan waktu ekstraksi 3,5 jam. Sedangkan untuk jumlah pelarut organik (methanol) 80 ml, rendemen terbesar 1,4233 gram dengan waktu ekstraksi 3 jam. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada table 4.1 dan grafik 4.1. Pada grafik 4.2 terlihat jelas bahwa ekstraksi dengan ukuran partikel 250 µm (60 mesh) bubuk jahe, dengan jumlah pelarut organik (methanol) sebanyak 160 ml, dan waktu ekstraksi 3,5 jam, menghasilkan berat oleoresin yang paling banyak, yaitu sebesar 1,8244 gram. Berat oleoresin cenderung menurun seiring dengan pertambahan waktu. Kondisi operasi yang lain (jumlah pelarut organik dan pertambahan waktu ekstraksi) memberikan hasil yang cenderung menurun. Untuk jumlah pelarut organik (methanol) 120 ml, menghasilkan rendemen terbesar 1,6405 gram dengan waktu ekstraksi 3 jam. Sedangkan untuk

jumlah pelarut organik (methanol) 80 ml, rendemen terbesar 1,6081 gram dengan waktu ekstraksi 3 jam. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada table 4.2 dan grafik 4.2. Bila diamati secara keseluruhan untuk ukuran partikel 125 µm (115 mesh) dan 250 µm (60 mesh), rendemen oleoresin terbanyak yang dihasilkan sebesar 1,9188 gram dengan luas permukaan 125 µm (115 mesh), dengan jumlah pelarut organik 160 ml, dan waktu ekstraksi 3 jam. Berat oleoresin yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh jumlah pelarut organik (methanol) yang digunakan untuk ekstraksi. Dari table 4.1 dan 4.2 terlihat secara umum bahwa berat oleoresin akan cenderung meningkat dengan bertambahnya jumlah pelarut yang digunakan. Selain itu, berat oleoresin yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh ukuran partikel bubuk jahe, dimana bubuk jahe yang lebih halus (125 µm (115 mesh)) memberikan hasil yang lebih besar dibanding bubuk jahe yang lebih kasar (250 µm (60 mesh)). Hal ini disebabkan karena ukuran partikel yang lebih halus (125 µm (115 mesh)) memudahkan pelarut organik (methanol) untuk berpenetrasi mengikat oleoresin dengan jumlah yang lebih banyak.

berat oleoresin (gram)

2.5 2 80 ml methanol

1.5

120 ml methanol 1

160 ml methanol

0.5 0 0

2

4

6

waktu (jam)

Grafik 4.1. Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Berat Oleoresin pada Berbagai Volume Pelarut Organik untuk Ukuran Partikel 125 µm (115 Mesh)

22

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

berat oleoresin (gram)

2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0

80 m methanoll 120 ml methanol 160 ml methanol

0

2

4

6

waktu (jam)

indeks bias

Grafik 4.2. Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Berat Oleoresin pada Berbagai Volume Pelarut Organik untuk Ukuran Partikel 250 µm (60 Mesh) Dari Grafik 4.1 dan 4.2 dapat ditarik kesimpulan kandungan uap air yang terikat pada oleoresin bahwa kondisi yang baik untuk proses ekstraksi semakin banyak sehingga menyebabkan terjadi pada jumlah pelarut 160 ml, dengan waktu oleoresin lebih jernih dan pekat seiring dengan bertambahnya waktu ekstraksi. ekstraksi 3 jam, dan ukuran partikel 125 µm (115 Pada grafik 4.3. dan 4.4. mesh), yaitu sebesar 1,9188 gram. Penambahan jumlah pelarut selanjutnya tidak terlalu berpengaruh diperlihatkan hubungan pengaruh waktu terhadap oleoresin yang dihasilkan. ekstraksi terhadap indeks bias pada berbagai jumlah pelarut organik (methanol) dengan ukuran partikel 125 µm (115 mesh) dan 250 4.2.2. Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap µm (60 mesh). Hasil yang memberikan indeks Indeks Bias pada Berbagai Volume Pelarut bias terbesar 1,4987, diperoleh pada ekstraksi Organik (Methanol) dengan waktu 5 jam, jumlah pelarut organik Dari hasil pengamatan dan grafik yang ada, 80 ml, dan ukuran partikel 125 µm (115 terlihat jelas bahwa semakin lama waktu ekstraksi, maka indeks bias akan semakin besar pada berbagai mesh). jumlah pelarut organik. Hal ini disebabkan 1.51 1.5 1.49 1.48 1.47 1.46 1.45 1.44 1.43 1.42 1.41

80 ml methanol 120 ml methanol 160 ml methanol

0

2

4

6

waktu (jam)

Grafik 4.3. Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Indeks Bias pada Berbagai Volume Pelarut Organik untuk Ukuran Partikel 125 µm (115 Mesh)

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

23

1.5

indeks bias

1.49 1.48

80 ml methanol

1.47

120 ml methanol 160 ml methanol

1.46 1.45 1.44 0

2

4

6

waktu (jam)

Grafik 4.4. Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Indeks Bias pada Berbagai Volume Pelarut Organik untuk Ukuran Partikel 250 µm (60 Mesh) Pada grafik 4.5. dan 4.6. diperlihatkan hubungan pengaruh waktu ekstraksi terhadap berat jenis pada berbagai jumlah pelarut organik (methanol) dengan ukuran partikel 125 µm (115 mesh) dan 250 µm (60 mesh). Hasil yang memberikan berat jenis terbesar 1,0012, diperoleh pada ekstraksi 4,5 jam, dengan jumlah pelarut 160 ml dan ukuran partikel 125 µm (115 mesh).

berat jenis

4.2.3. Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Berat Jenis pada Berbagai Jumlah Pelarut Organik (Methanol) Dari hasil pengamatan dan grafik yang ada, terlihat bahwa semakin lama waktu ekstraksi, maka berat jenis oleoresin cenderung semakin besar pada berbagai jumlah pelarut organik. Hal ini disebabkan karena kandungan pelarut pada oleoresin menguap, sehingga pelarut dalam oleoresin berkurang dan menyebabkan oleoresin lebih jernih, pekat dan kental dan diperoleh berat jenis yang cenderung membesar seiring dengan bertambhanya waktu eksraksi. 1.01 1 0.99 0.98 0.97 0.96 0.95 0.94 0.93 0.92 0.91

80 ml methanol 120 ml methanol 160 ml methanol

0

2

4

6

waktu (jam)

Grafik 4.5. Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Berat Jenis pada Berbagai Volume Pelarut Organik untuk Ukuran Partikel 125 µm (115 Mesh)

24

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

0.99 0.98 berat jenis

0.97 0.96

80 ml methanol

0.95

120 ml methanol

0.94

160 ml methanol

0.93 0.92 0.91 0

2

4

6

waktu (jam)

Grafik 4.6. Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Berat Jenis pada Berbagai Volume Pelarut Organik untuk Ukuran Partikel 250 µm (60 Mesh)

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kondisi yang baik pada ekstraksi jahe merah yaitu ekstraksi pada waktu 3 jam, dengan jumlah pelarut 160 ml, ukuran partikel 125 µm (115 mesh). Rendemen oleoresin yang dihasilkan seberat 1,9188 gram. 2. Perlakuan terhadap waktu ekstraksi, perbandingan jumlah pelarut organik terhadap berat bahan dasar, ukuran partikel, dan jenis pelarut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap rendemen oleoresin yang dihasilkan. 3. Pada ukuran partikel yang lebih kecil 125 µm (115 mesh) rendemen oleoresin yang didapat semakin besar, karena ukuran partikel yang lebih halus dapat memudahkan pelarut untuk berpenetrasi mengikat oleoresin dalam jumlah yang lebih banyak. 4. Semakin lama waktu ekstraksi, maka berat oleoresin akan semakin menurun, karena semakin lamanya waktu ekstraksi, mengakibatkan jumlah rendemen oleoresin yang dapat diikat oleh pelarut organik semakin sedikit dikarenakan menguapnya sebagian minyak atsiri dari jahe merah tersebut. Berat oleoresin terbesar yang dihasilkan adalah 1,9188 gram. 5. Semakin besar volume pelarut metanol yang digunakan terhadap berat bahan dasar, maka rendemen oleoresin yang dihasilkan akan Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

6.

7.

5.2.

semakin besar, hal ini dikarenakan semakin banyak pelarut yang berpenetrasi ke dalam bubuk jahe, yang memperbesar permukaan kontak. Dengan bertambahnya waktu ekstraksi, maka harga indeks bias oleoresin yang dihasilkan akan semakin besar, hal ini dikarenakan kandungan uap air semakin banyak. Indeks bias terbesar yaitu 1,4987, diperoleh pada ekstraksi 5 jam, dengan jumlah pelarut (methanol) 80 ml, dan ukuran partikel 125 µm (115 mesh). Semakin lama waktu ekstraksi, maka berat jenis oleoresin akan semakin besar. Hal ini dikarenakan banyaknya kandungan oleoresin yang menguap sehingga oleoresin menjadi lebih kental. Berat jenis oleoresin terbesar yaitu 1,0012, diperoleh pada ekstraksi 4,5 jam, dengan jumlah pelarut (methanol) 160 ml, dan ukuran partikel 125 µm (115 mesh). Saran

Hasil penelitian hanya mencakup variabel-variabel yang terbatas, oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mutu oleoresin yang dihasilkan. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, disarankan untuk menggunakan variasi variabel yang lebih signifikan untuk mengamati rendemen oleoresin yang didapat terhadap faktor-faktor 25

yang mempengaruhinya, seperti variasi pelarut organik lainnya (Etanol, Heksana, Isopropil alkohol, Aseton, Etilen diklorida, dan lain-lain), ukuran partikel, metode ekstraksinya, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses ekstraksi.

DAFTAR PUSTAKA Afriastini, J.J., Indo Indo AB.D. Madjo, “ Bertanam Jahe”, Penebar Swadaya, Jakarta, 1989. , Departemen Pertanian Balai Informasi Pertanian, “ Budidaya Jahe”, Sumsel, 1990. Anonymous, “Jahe Sebagai Salah Satu Komoditi Ekspor”, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1988. Fessenden and Fessenden, Kimia Organik, Jilid II, Erlangga, Jakarta, 1995. Hariyanto, P.B dan Indo AB.D. Madjo, “Jahe Kerabat, Budidaya, Pengolahan dan Prospek Bisnisnya”, Penebar Swadaya, Jakarta, 1990. Hart H. , Organic Chemistry, a short course, sixth edition. Hougthom Mifflin Co, 1990. Koswara,S., “Jahe dan hasil Olahan”, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995. Murhananto, P.B. dan F.B. Paimin, “Budidaya pengolahan perdagangan jahe”. Penebar Swadaya, Jakarta, 1991. Santoso, H.B., “jahe”, penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1990.

26

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008