KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI

Inflasi tahunan Kota Palu pada triwulan II 2017, ... angka indeks 82 pada triwulan I menjadi 100 pada triwulan laporan. ... Kabupaten dan Kota) dan AP...

70 downloads 864 Views 6MB Size
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

AGUSTUS 2017

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGAH

i

Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. Misi Bank Indonesia 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung lokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

Kritik, saran, masukan dan komentar dapat disampaikan kepada : Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah Jl. Dr. Sam Ratulangi No.23 Palu Telp : 0451 - 421181 Fax : 0451 - 421180 Email : [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected] www.bi.go.id

ii

KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan YME, karena atas perkenan-Nya maka penyusunan buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Tengah Periode Agustus 2017 telah dapat kami selesaikan. Buku KEKR ini kami susun dengan tujuan untuk memberikan informasi kepada para pemangku kepentingan tentang perkembangan ekonomi dan keuangan di Sulawesi Tengah. Adapun ruang lingkup dari buku KEKR Provinsi Sulawesi Tengah ini meliputi kajian mengenai pertumbuhan ekonomi; keuangan pemerintah; inflasi; stabilitas keuangan daerah; pengembangan akses keuangan dan UMKM; penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah; ketenagakerjaan dan kesejahteraan; serta prospek perekonomian dan inflasi ke depan. Kami berharap informasi yang terangkum dalam buku KEKR ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pembuat kebijakan, kalangan akademisi, investor dan pelaku dunia usaha, serta masyarakat lainnya yang memiliki kepedulian dan perhatian terhadap perekonomian Sulawesi Tengah. Selanjutnya, pada kesempatan ini perkenankan kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berkenan membantu kami terutama dalam penyediaan data dan informasi untuk penyusunan buku kajian ini. Dalam

rangka

penyempurnaan

dan

peningkatan

kualitas

kajian

kedepan,

kami

mengharapkan saran, masukan dan tentunya update data dan informasi terkini dari seluruh

stakeholder. Buku kajian ini kami cetak dalam jumlah terbatas, dan untuk mendapatkan soft file dapat diunduh di http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Ekonomi_Regional/. Semoga Tuhan YME selalu meridhoi setiap upaya kita dalam berkontribusi untuk memajukan perekonomian di wilayah yang kita cintai ini. Terima kasih. Palu,

Agustus 2017

KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGAH Ttd Miyono Deputi Direktur

i

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH PERIODE AGUSTUS 2017 PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL Pertumbuhan ekonomi mengalami akselerasi pada triwulan II 2017 didorong perbaikan kinerja dari sektor pertanian, pertambangan dan industri pengolahan

Ritme pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2017 pertumbuhan mencapai 6,61% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 3,91% (yoy). Industri pengolahan terutama yang berasal dari peningkatan nilai tambah sektor pertambangan pada triwulan II 2017 menunjukkan kinerja yang meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini didorong oleh perbaikan kinerja ekspor seiring membaiknya kondisi ekonomi negara mitra dagang, terutama Tiongkok. Disisi lain, terdapat perbaikan produksi dari sisi sektor pertanian terutama pada sub sektor tanaman pangan dan sub sektor perkebunan, seiring dengan berakhirnya kondisi anomali cuaca El Nino dan La Nina. Produksi yang tersebar berpengaruh positif terhadap kenaikan pertumbuhan meski masih dalam skala yang terbatas. Pada tiwulan II 2017, output sektor industri pengolahan belum dapat menghasilkan ritme pertumbuhan yang sama dengan periode puncak sebagaimana yang terjadi pada triwulan II 2016. Kondisi produksi smelter baru di Kabupaten Morowali Utara yang belum optimal, dan belum selesainya pembangunan pabrik pengolahan amonia di Kabupaten Banggai merupakan beberapa faktor yang menyebabkan akselerasi pertumbuhan tidak setinggi periode sebelumnya. Pembangunan pabrik amonia diharapkan selesai pada November 2017 sehingga dapat memberikan tambahan peningkatan output industri pengolahan dan meningkatkan kontribusi ekspor terhadap perekonomian Sulteng pada triwulan IV 2017.

Tekanan inflasi Kota Palu mengalami peningkatan bila dibandingkan periode triwulan sebelumnya.

Inflasi tahunan Kota Palu pada triwulan II 2017, tercatat 5,23% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya 4,05% (yoy). Inflasi tahunan Kota Palu pada akhir triwulan II 2017 tercatat masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata inflasi selama 3 tahun terakhir yaitu 5,15%. Tekanan inflasi bulan Juni 2017 tersebut dapat dijelaskan dari dua sisi. Dari sisi demand, tekanan inflasi mengalami peningkatan terutama didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara akibat meningkatnya permintaan menjelang Idul Fitri. Selain itu juga muncul dari kelompok sandang seiring dengan meningkatnya permintaan sandang oleh masyarakat untuk merayakan lebaran. Sementara dari sisi supply, tekanan inflasi terutama didorong oleh kenaikan tarif listrik seiring dengan adanya kebijakan penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga 900 VA yang diberlakukan secara bertahap. Sementara itu, dari tekanan inflasi dari kelompok volatile foods cukup terkendali seiring dengan terjaganya pasokan komoditas khususnya dari sub kelompok ikan segar yang selama ini sering memberikan tekanan. Tekanan harga dari sisi penawaran relatif stabil dan lebih disebabkan oleh pasokan yang menurun. Tekanan sisi penawaran meningkat pada Mei 2017 yang diakibatkan meningkatnya permintaan masyarakat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri dan tingginya perdagangan antar daerah yang terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah. Tingginya permintaan terutama terjadi pada komoditas sub kelompok ikan

1

segar dan sub kelompok bumbu-bumbuan. Tercatat komoditas ikan cakalang mengalami kenaikan indeks harga mencapai 42,29% (mtm) dan memberikan andil inflasi 0,31% dan bawang putih mengalami kenaikan harga 29,93% (mtm) dengan andil inflasi sebesar 0,08%. Adanya panen raya di triwulan II mampu meredam tekanan inflasi dari sisi penawaran dengan tersedianya pasokan beras di Provinsi Sulawesi Tengah. Tekanan inflasi dari sisi penawaran yang cukup terkendali tidak lepas dari tindakan pengendalian yang telah dilakukan selama triwulan II 2017.

Stabilitas keuangan daerah masih tumbuh positif meskipun sektor rumah tangga dan korporasi mengalami tekanan dan tumbuh tidak sekuat periode sebelumnya

Stabilitas keuangan daerah secara umum tetap solid, baik di sektor Korporasi, sektor Rumah Tangga maupun sektor Perbankan. Ketahanan Korporasi pada triwulan II 2017 masih cukup baik, meski terdapat tekanan pada beberapa sektor utama perekonomian Sulawesi Tengah. Ketahanan korporasi diantaranya terlihat dari perkembangan kredit sektor utama di Sulawesi Tengah khususnya sektor Pertanian dan industri pengolahan yang tumbuh 20,96%(yoy) dan 23,74%(yoy). Walaupun demikian, perkembangan kredit sektor lainnya seperti pertambangan dan konstruksi menunjukkan perlambatan. Optimisme konsumen rumah tangga mengalami peningkatan pada periode laporan. Berdasarkan survei Konsumen Bank Indonesia, indikator tingkat penghasilan saat ini meningkat dari angka indeks 82 pada triwulan I menjadi 100 pada triwulan laporan. Ketahanan sektor rumah tangga masih cukup baik, didukung oleh tingkat pertumbuhan yang positif walaupun tidak setinggi periode sebelumnya tercermin dari masih terjaganya tren positif pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) selama triwulan laporan. Pada triwulan II 2017, kredit KPR mencapai Rp2,27 triliun atau tumbuh 10,20% (yoy); lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 9,87% (yoy). Fungsi intermediasi perbankan juga berjalan baik, dengan tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) mencapai 142%. Kredit yang disalurkan pada Juni 2017 tercatat tumbuh 9,15% (yoy), sedangkan simpanan masyarakat (Dana Pihak Ketiga/ DPK) mencapai Rp17,7 triliun atau tumbuh 3,86% (yoy). Keberpihakan perbankan terhadap UMKM juga tinggi, tercermin dari nilai kredit UMKM yang mencapai 34,20% dari total kredit perbankan.

Realisasi pendapatan APBD lebih tinggi dibandingkan realisasi belanja APBD

Dari aspek keuangan daerah, peran APBD (Provinsi, Kabupaten dan Kota) dan APBN dalam mendinamisasi perekonomian Sulteng perlu lebih dimeratakan, serta ditingkatkan penyalurannya di awal tahun anggaran agar dapat memberi dampak multiplier effect yang besar bagi perekonomian Sulteng. Realisasi APBD Provinsi Sulteng hingga akhir triwulan II 2017 mencapai Rp1.271,55 miliar atau 35,32% dari total anggaran yang tersedia sebesar Rp3.599,70 miliar. Persentase realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sulteng mengalami penurunan jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 36,48%. Sementara itu, realisasi belanja APBD Kabupaten dan Kota kami perkirakan mencapai 29,2% . Sedangkan realisasi belanja APBN yang dialokasikan di Sulteng mencapai Rp2.918,36 miliar atau 28,13% dari total pagu belanja Rp10.374,79 miliar. Perkembangan aliran uang masuk (inflow) ke Bank Indonesia Sulawesi Tengah pada triwulan laporan mengalami penurunan di sisi inflow tetapi mengalami peningkatan di sisi outflow jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Nominal outflow pada triwulan laporan mencapai Rp2,2 triliun, lebih tinggi dibandingkan outflow triwulan I 2017 sebesar Rp402,785 miliar. Sedangkan inflow justru mengalami penurunan menjadi Rp311,15 miliar dari Rp1 triliun di triwulan I 2017. Sesuai dengan tren tahun sebelumnya, nilai outflow selalu mengalami peningkatan di triwulan II yang didorong oleh meningkatnya pengeluaran masyarakat selama bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.

2

Pengangguran dan kemiskinan mengalami penurunan

Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah secara umum mengalami perkembangan positif dibandingkan tahun sebelumnya (periode Februari 2016). Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami penurunan dan mencapai 2,97% atau lebih rendah dibandingkan Februari 2016 yang mencapai 3,46%. Berdasarkan data yang dirilis oleh BPS, jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah pada Maret 2017 tercatat sebanyak 417.870 jiwa atau 14,14% dari seluruh penduduk Sulteng. Jumlah tersebut sedikit lebih tinggi dari posisi September 2016 yang tercatat 14,09%.

PROSPEK PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH Pertumbuhan Ekonomi pada Tw III 2017 dan triwulan IV 2017 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya

Memperhatikan kondisi perekonomian saat ini dan prospeknya ke depan, kami memproyeksikan perekonomian Sulteng pada triwulan III 2017 akan tumbuh di kisaran 7,2%-7,6% (yoy); sementara prospek perekonomian Sulteng secara keseluruhan 2017 diprediksikan masih cukup baik meski tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya, dengan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 7,7-8,1% (yoy). Kami optimis perkembangan konsumsi rumah tangga dan produksi sektor pertanian kami perkirakan meningkat. Optimisme pada sektor pertanian ini ditunjang dengan upaya positif dari pemerintah daerah khususnya dalam melakukan pembenahan kualitas bibit, metode tanam, serta perbaikan infrastruktur irigasi, jalan dan bandara, sehingga konektivitas antar daerah semakin baik. Di samping itu, sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan diperkirakan masih memberikan kontribusi yang cukup besar melalui produksi LNG dan nikel olahan, sehingga mampu memenuhi permintaan ekspor luar negeri dan menjadi penggerak perekonomian yang dominan dari sisi permintaan.

Tekanan Inflasi pada triwulan II dan III tahun 2017 diperkirakan mengalami peningkatan

Pada triwulan III 2017 tekanan inflasi diperkirakan sedikit mengalami peningkatan, namun melalui upaya penguatan koordinasi TPID dan peningkatan kerjasama antar daerah (antar Kab/Kota di Sulteng) diharapkan dapat mengendalikan dan menjaga pasokan maupun tingkat harga komoditas pangan strategis. Tekanan inflasi diperkirakan lebih dipengaruhi oleh harga kelompok administered prices yang diperkirakan mengalami peningkatan tarif angkutan udara sebagai dampak dari banyaknya event berskala Nasional dan Internasional di Sulawesi Tengah pada triwulan III 2017. Meningkatnya permintaan diharapkan dapat diimbangi dengan tambahan jadwal penerbangan oleh maskapai sehingga dampak peningkatan harga tarif angkutan udara bisa sedikit diredam. Potensi kenaikan harga minyak dunia kedepan diperkirakan juga berpotensi mendorong peningkatan harga bahan bakar rumah tangga. Dengan mempertimbangkan banyaknya tantangan yang dihadapi Sulteng, kami masih tetap optimis inflasi pada akhir 2017 akan dapat dikendalikan di kisaran 5,90-6,30% (yoy) , meski perkiraan ini jauh lebih tinggi dari inflasi tahun sebelumnya 1,49% (yoy). Angka proyeksi yang berada di batas angka maksimal tersebut, kami tetapkan setelah mempertimbangkan pengaruh dari kebijakan kenaikan tarif listrik pada Mei-Juni 2017 dan perkiraan kenaikan harga minyak dunia seiring dengan tanda-tanda membaiknya perekonomian global yang dapat berdampak pada kenaikan harga BBM di pasar global dan domestik. Selain itu, proyeksi juga telah mempertimbangkan potensi penurunan pasokan ikan segar pada Desember 2017 yang disebabkan siklus iklim yang berpengaruh pada gelombang air laut yang tinggi.

3

TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI SULAWESI TENGAH A. PDRB dan Inflasi Indikator

PDRB (%, yoy)

I

2014** II III IV I Ekonomi Makro Regional

2,32

1,76

6,60

9,51

2015** II III

16,49

15,09

IV

15,63

2016** II III

I

15,10

13,21

15,52

IV

2017 I

7,92

3,80

3,91

Berdasarkan Sektor 3,93

7,17

5,89

10,02

9,99

7,08

5,00

3,52

3,50

1,20

1,45

2,70

3,85

(25,62)

(32,21)

(15,69)

(24,93)

7,35

15,52

31,97

50,44

50,38

67,83

29,76

9,03

6,14

Industri Pengolahan

4,06

3,16

10,23

14,66

65,15

65,21

101,36

123,97

55,95

69,55

26,16

7,92

6,13

Pengadaan Listrik dan Gas

6,54

9,28

11,91

14,10

8,69

13,45

9,72

3,68

6,04

2,48

5,18

6,03

11,71

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian

5,92

7,18

9,66

10,52

10,51

9,41

4,33

2,72

2,41

3,39

1,80

5,73

5,37

Konstruksi

13,39

12,23

23,15

50,51

49,19

37,45

16,33

(4,54)

(5,03)

(5,77)

(3,79)

(3,20)

(0,50)

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

12,90

8,12

9,30

8,49

5,77

5,89

3,89

7,65

9,10

7,99

5,14

0,50

1,62

Transportasi dan Pergudangan

7,95

7,22

11,33

10,43

9,64

9,64

7,29

4,46

8,14

6,44

3,45

3,16

3,45

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

8,84

8,30

10,58

10,11

5,30

8,74

14,12

11,70

13,66

9,06

0,35

1,76

5,43

12,85

11,58

13,77

11,92

10,22

10,46

8,95

7,41

13,89

12,74

6,50

3,60

2,65

1,88

2,05

2,16

9,87

7,81

0,79

10,47

5,50

10,84

20,42

16,26

23,04

11,49

Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi

11,89

9,70

8,72

10,34

9,23

9,56

6,58

3,35

4,20

2,88

1,74

5,91

5,93

Jasa Perusahaan

8,17

6,84

5,88

2,33

2,43

2,54

5,15

5,20

5,23

4,87

4,15

4,38

4,30

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

9,06

7,92

9,24

10,85

9,52

9,86

8,07

6,77

5,44

12,24

4,74

3,68

4,76

Jasa Pendidikan

3,34

5,65

9,48

11,19

7,86

8,07

8,31

6,48

8,05

6,00

4,07

1,29

2,11

11,90

12,74

8,96

8,67

11,37

9,47

5,99

0,75

0,97

0,30

5,26

7,25

7,63

Jasa lainnya

7,80

9,24

11,05

12,26

9,91

9,69

9,07

7,78

7,28

6,32

4,51

4,85

4,77

Konsumsi Rumah Tangga + LNPRT

7,80

7,59

6,41

5,28

4,27

4,46

3,11

4,73

6,06

6,10

6,06

6,19

6,23

Konsumsi Pemerintah

5,32

3,35

3,69

6,96

8,57

6,06

11,94

7,78

2,51

3,42

(3,31)

(4,27)

(0,90)

Real Estate

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Berdasarkan Penggunaan

Investasi

17,18

13,68

22,25

23,42

16,84

21,84

14,68

17,66

9,83

3,12

9,01

9,48

(1,71)

Ekspor Luar Negeri

(29,00)

(53,30)

(19,17)

(13,22)

53,13

182,85

88,83

125,23

92,39

173,51

128,16

68,49

71,76

Impor Luar Negeri

(18,87)

2,52

40,98

31,64

87,97

127,90

216,46

556,12

326,14

354,18

115,05

8,30

81,34

Net Ekspor Antar Daerah

39,96

23,98

24,37

15,06

(11,75)

19,75

(8,31)

4,96

(3,12)

6,70

51,37

65,95

37,16

Ekspor Nilai Ekspor Non - Migas (USD Juta)

25

2

4

11

11

85

62

72

92

240

209

248

238

1.174

1

2

14

12

81

64

86

94

225

173

201

184

Nilai Impor Non-Migas (USD Juta)

6

24

77

124

114

163

235

301

124

269

211

535

233

Volume Impor Non-Migas (ribu ton)

9

16

56

171

73

115

364

372

233

569

515

548

262

111,45

113,64

115,12

120,21

117,34

120,46

121,29

125,22

124,42

125,53

126,24

127,09

129,46

7,85

10,27

5,40

8,85

5,28

6,00

5,36

4,17

6,03

4,21

4,08

1,49

4,05

Volume Ekspor Non-Migas (ribu ton)

Impor

Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Palu* Laju Inflasi Tahunan (%) Kota Palu

*Inflasi rebase 2007 ke 2012=100 **Angka sangat sementara

5

4

B. PERBANKAN 2015

RINCIAN

Tw 1

Tw 2

2016 Tw 3

Tw 4

Tw 1

Tw 2

2017 Tw 3

Tw 4

Tw 1

PERBANKAN Total Aset (Rp juta) DPK (Rp juta) Giro Deposito Tabungan Kredit (Rp juta) 1 Modal Kerja 2 Investasi 3 Konsumsi % NPL GROSS LDR Kredit UMKM (Rp juta) 1 Modal Kerja 2 Investasi 3 Konsumsi Kredit Mikro 1 Modal Kerja 2 Investasi 3 Konsumsi Kredit Kecil 1 Modal Kerja 2 Investasi 3 Konsumsi Kredit Menengah 1 Modal Kerja 2 Investasi 3 Konsumsi NPL UMKM gross

Total Aset (Rp juta) DPK (Rp juta) Deposito Tabungan Kredit (Rp juta) 1 Modal Kerja 2 Investasi 3 Konsumsi Rasio NPL gross (%)

24.646.847 14.563.966 3.614.000 3.774.144 7.175.822 19.074.523 6.435.939 2.182.732 10.455.852 2,15% 135,09% 6.814.442 5.447.842 1.366.600 1.755.754 1.348.520 407.234 2.363.729 1.803.100 560.629 2.694.960 2.296.222 398.737 4,12%

27.078.675 15.688.585 4.292.445 3.940.301 7.455.839 19.508.247 6.569.583 2.086.656 10.852.007 2,12% 128,16% 7.015.825 5.634.606 1.381.218 1.816.804 1.386.564 430.241 2.412.633 1.862.048 550.585

1.615.847 443.966 377.144 66.822 1.471.121 73.836 2.573 1.394.712 1,48%

1.811.699 466.831 396.914 69.917 1.601.472 75.364 2.332 1.523.776 1,25%

26.714.037 16.800.912 4.561.804 4.269.934 7.969.175 20.335.567 6.773.388 2.150.941 11.411.239 2,10% 124,77% 7.005.008 5.652.898 1.352.110 1.821.753 1.373.007 448.747 2.457.213 1.924.853 532.360 2.786.388 2.726.041 2.385.995 2.355.039 400.393 371.003 4,31% 4,43%

1.869.650 502.335 396.914 69.917 1.656.752 71.886 2.121 1.582.745 1,27%

Bank Umum: 24.810.161 26.543.932 16.328.854 16.673.667 2.372.232 3.931.000 4.492.611 4.538.384 9.464.012 8.204.282 20.971.321 21.339.000 6.873.042 7.001.000 2.173.648 2.166.000 11.924.630 12.172.000 1,94% 2,16% 133,03% 133,21% 7.428.232 7.346.739 5.950.276 5.861.921 1.477.957 1.484.818 2.158.362 2.316.900 1.608.144 1.745.116 550.218 571.784 2.518.560 2.552.966 1.971.693 1.992.657 546.867 560.310 2.751.309 2.476.873 2.370.438 2.124.148 380.871 352.725 4,51% 4,46%

27.287.094 17.059.294 4.051.677 3.984.980 9.022.637 21.894.812 7.213.911 2.220.493 12.460.408 2,27% 128,35% 7.346.739 5.861.921 1.484.818 2.257.308 1.677.514 579.794 2.640.214 2.068.106 572.108 2.716.011 2.299.968 416.043 4,60%

27.253.626 16.307.807 3.650.974 3.878.312 8.778.521 22.568.695 7.436.402 2.277.445 12.854.848 2,46% 138,39% 7.581.218 5.967.425 1.613.792 2.279.690 1.674.416 605.274 2.736.883 2.109.564 627.319 2.564.644 2.183.445 381.199 5,00%

27.149.075 16.064.386 2.184.628 4.231.226 9.648.532 23.228.222 7.609.160 2.238.310 13.380.752 2,67% 144,59% 7.945.458 6.307.013 1.638.445 2.518.933 1.833.658 685.275 2.940.362 2.361.696 578.666 2.486.164 2.111.660 374.504 4,52%

28.438.833 16.701.597 3.822.858 4.341.228 8.537.511 23.564.999 7.718.934 2.195.538 13.650.526 3,04% 141,09% 7.980.226 6.340.987 1.639.238 26 2.504.700 1.807.491 697.209 26

BPR (Data Maret 2017) 1.877.855 1.951.504 564.876 654.667 481.651 578.384 83.226 76.282 1.679.058 1.703.777 77.478 73.130 10.602 11.133 1.590.978 1.619.514 0,77% 0,89%

1.983.556 642.743 563.773 78.970 1.765.395 72.199 9.629 1.683.566 1,30%

2.062.360 652.416 573.797 78.619 1.789.959 74.186 11.463 1.704.309 1,20%

2.207.986 692.237 603.231 89.006 1.919.336 78.424 10.043 1.830.869 1,07%

2.291.692 813.485 727.579 85.907 2.005.383 82.990 10.079 1.912.313 1,04%

2.442.282 578.790 2.454.454 2.091.215 363.239 5,21%

6

5

C. Sistem Pembayaran 2015 Indikator Posisi Kas Gabungan (Miliar Rp) Inflow (Miliar Rp) Outflow (Miliar Rp)

I

II

2016 III

TOTAL

IV

I

II

2017 III

TOTAL

IV

I

1.583,30 1.006,52

1.615,09 312,70

1.577,25 947,70

1.020,59 213,17

1.020,59 2.480,09

1.604,38 1.154,60

1.541,90 261,75

1.432,69 955,47

1.531,68 310,05

1.531,68 1.527,27

2.055,41 1.022,59

430,33

1.258,99

1.808,20

1.816,19

5.313,71

329,37

1.901,53

984,69

1.766,29

4.652,51

402,78

244,34

166,30

294,22

167,63 872,49 Transaksi RTGS

231,43

169,51

195,12

132,82

497,45

251,96

9.946,72 17.006,15 1.498,56 38.137

15.830,04 22.232,19 1.493,85 38.368

14.712,76 19.310,64 1.776,48 42.348

4.444,40 44.933,92 10.302,60 68.851,58 2.180,57 6.949,46 43.800 162.653 Kliring Kredit

31.628,80 2.651,99 5.124

26.962,00 720,07 899

13.576,70 56,21 711

35.135,70 74,62 2.830

75.674,40 850,90 4.440

3.292,10 2.742,56 58.141

Nominal Kliring Kredit (Miliar Rp)

95,08

133,86

287,51

1.676,61

1.866,18

2.337,52

1.570,84

1.680,61

5.588,97

1.379,24

Volume Kliring Kredit (Lembar) RRH Nominal Kliring Kredit (Miliar Rp) RRH Volume Kliring Kredit (Lembar)

4.689 4,59 227

5.695 6,57 280

10.185 4,71 167

20.669 41.238 18,42 34,29 328 1.002 Kliring Debet

28.617 30,59 469

34.066 37,10 541

29.974 24,93 476

35.075 26,67 557

99.115 88,71 1.573

29.085 22,25 469

Nominal Kliring Debet (Miliar Rp) Volume Kliring Debet (Lembar) RRH Nominal Kliring Debet (Miliar Rp) RRH Volume Kliring Debet (Lembar)

1.403,48 33.448 68,05 1.619

1.359,99 32.673 66,94 1.608

1.488,97 32.163 24,41 527

1.020,41 5.272,85 23.131 121.415 16,20 175,60 367 4.121 Kliring Pengembalian

1.600,90 33.741 26,24 553

1.576,32 32.244 25,02 512

1.469,99 30.007 23,33 476

1.605,99 32.245 25,49 512

4.652,30 94.496 73,84 1.500

1.363,32 29.056 21,99 469

36,07

37,88

43,53

652,78

770,26

347,49

411,17

446,39

662,50

1.520,06

27,24

1.024

1.320

984

12.571

15.899

903

923

678

717

2.318

678

1,76

1,87

0,71

10,36

14,70

5,70

6,53

7,09

10,51

24,12

0,44

49

65

16

200

330

15

15

11

11

37

11

Pemusnahan Uang (Miliar Rp) Ingoing (Miliar Rp) Outgoing (Miliar Rp) Nominal Kliring (Miliar Rp) Volume Kliring (Lembar)

Nominal Kliring Pengembalian (Miliar Rp) Volume Kliring Pengembalian (Lembar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Miliar Rp) RRH Volume Kliring Pengembalian (Lembar)

1.160,16

Cek/BG Kosong Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Miliar Rp) Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Miliar Rp) RRH Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) RRH Nominal Cek/BG Kosong (%) RRH Volume Cek/BG Kosong (%)

7

6

28,10

29,51

39,60

644,45

741,66

25,82

29,98

40,20

37,58

107,76

22,21

886

1.061

848

12.104

14.899

751

766

578

592

1.936

560

1,36

1,45

0,65

10,23

13,69

0,42

0,48

0,64

0,64

1,76

0,36

43

53

1,87 2,32

0,02 0,03

14

192

302

2,23 2,00

29,55 2

33,67 6,35

12 0,97 14,66

12 4,20 85,20

9 72 81,3

9 50,36 20,92

31 126,56 106,12

9 0,81 0,96

I DAERAH

BAB BAB I I

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Jembatan Kuning, Provinsi Sulawesi Tengah



5,59%(yoy)

Nilai tambah yang dihasilkan dari komoditas nikel dan gas alam berpotensi meningkatkan output di tahun 2017 dan mendorong perekonomian Sulawesi Tengah



Pertumbuhan ekonomi pada periode laporan mengalami kenaikan dari triwulan sebelumnya dari 3,91% (yoy) menjadi 6,61% (yoy). Sektor pertanian, industri pengolahan dan pertambangan masih menjadi sumber pertumbuhan dari sisi

Sektor Pertanian 7,59%(yoy) Growth

Sektor Industri

dengan membaiknya iklim investasi dan kondisi keamanan yang semakin kondusif untuk menopang pertumbuhan investasi. Perkiraan pulihnya harga

0,52%

4.57%( yoy) Growth

memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Arah pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2017 diperkirakan positif seiring

0,91% Andil terhadap Pertumbuhan

Sektor Industri

penawaran. Sementara dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga dan ekspor



1,65%

Andil terhadap Pertumbuhan

Growth

Andil terhadap Pertumbuhan

Sektor Konstruksi 3,70%(yoy) Growth

USD709,8

juta

Realisasi PMA

Investasi

komoditas internasional di 2017 juga membawa optimisme lebih untuk tetap

6,96%(yoy)

menjaga tren positif pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah.

Growth

3,31% Andil terhadap Pertumbuhan

Konsumsi Rumah Tangga

8

Ritme pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2017 pertumbuhan mencapai 6,61% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 3,91% (yoy). Industri pengolahan terutama yang berasal dari peningkatan nilai tambah sektor pertambangan pada triwulan II 2017 menunjukkan kinerja yang meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini didorong oleh perbaikan kinerja ekspor seiring membaiknya kondisi ekonomi negara mitra dagang, terutama Tiongkok. Disisi lain, terdapat perbaikan produksi dari sisi sektor pertanian terutama pada sub sektor tanaman pangan dan sub sektor perkebunan, seiring dengan berakhirnya kondisi anomali cuaca El Nino dan La Nina. Produksi yang tersebar berpengaruh positif terhadap kenaikan pertumbuhan meski masih dalam skala yang terbatas. Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan dan Nominal PDRB (triwulanan) Sulawesi Tengah

Lonjakan signifikan pada output sektor industri pengolahan akibat peningkatan nilai tambah komoditas nikel dan gas alam yang terjadi pada 2015, mendorong terjadinya perubahan struktural pada perekonomian Sulawesi Tengah. Pada tiwulan II 2017, output sektor industri pengolahan belum dapat menghasilkan ritme pertumbuhan yang sama dengan periode puncak sebagaimana yang terjadi pada triwulan II 2016. Kondisi produksi smelter baru di Kabupaten Morowali Utara yang belum optimal, dan belum selesainya pembangunan pabrik pengolahan amonia di Kabupaten Banggai merupakan beberapa faktor yang menyebabkan akselerasi pertumbuhan tidak setinggi periode sebelumnya. Pembangunan pabrik amonia diharapkan selesai pada November 2017 sehingga dapat memberikan tambahan peningkatan output industri pengolahan dan meningkatkan kontribusi ekspor terhadap perekonomian Sulteng pada triwulan IV 2017.1 Sektor pertanian mulai pulih seiring dengan masa panen raya sehingga memberikan andil atau kontribusi yang cukup tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi Sulteng. Pertumbuhan sektor pertanian mencapai 5,59% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 3,85% (yoy). Meningkatnya perhatian dalam pengembangan sumber daya lokal, terutama produk ataupun komoditas sub sektor

1

Hasil liaison KPwBI Sulteng terhadap pelaku usaha industri pengolahan amonia

9

perkebunan berdampak terhadap meningkatnya luas lahan dan produktivitas. 2 Komoditas unggulan seperti cengkeh, kopi robusta dan kelapa sawit merupakan komoditas yang mengalami peningkatan produktivitas seiring dengan adanya kebijakan pengembangan komoditas unggulan. Optimisme juga didorong dari sub sektor tanaman pangan seiring dengan adanya panen raya padi di bulan April-Mei 2017. Periode puncak panen raya di Sulawesi Tengah mengalami pergeseran dari biasanya bulan Maret-April menjadi April-Mei karena pengaruh cuaca yang lebih didominasi oleh hujan. Selain itu, meningkatnya kontribusi sub sektor perikanan juga menjadi faktor pendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut ditopang dari meningkatnya output hasil-hasil ikan, udang dan gurita, serta ekspor yang meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan dari Hong Kong dan Amerika Serikat.3 Peranan sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan dan ekspor pada triwulan III 2017 diperkirakan meningkat dan masih menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah. Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2017 diperkirakan masih berada pada kisaran 7,2% - 7,6%. Optimisme ini ditopang oleh perkiraan tetap terjaganya aktivitas pertambangan nikel kadar rendah meski belum berproduksi secara optimal, sehingga masih akan menahan pertumbuhan sektor pertambangan Sulawesi Tengah. Sementara itu, optimisme industri pengolahan ditopang oleh optimalisasi kuota ekspor LNG yang sejalan dengan perkiraan meningkatnya harga jual LNG di 2017.4 Realisasi investasi dan penyelesaian konstruksi pabrik pengolahan amonia di Kabupaten Banggai dan stainless steel di Kabupaten Morowali diperkirakan juga turut menopang pertumbuhan pada triwulan mendatang. Pertumbuhan ekonomi 2017 diperkirakan lebih rendah dari pencapaian 2016. Pertumbuhan didorong oleh prospek sektor industri pengolahan dan pertambangan diperkirakan juga masih mampu memberikan kontribusi maksimal di 2017 seiring dengan harga komoditas internasional yang masih berpeluang meningkat di 2017, serta terealisasinya pengembangan Morowali Industrial Park 20172018 yang menargetkan pencapaian produksi stainless steel 3 juta ton per tahun. Selain itu, sektor pertanian termasuk diantaranya sub sektor perkebunan yang diyakini berada dalam kondisi yang lebih baik setelah kinerja pada 2016 mengalami penurunan sebagai dampak dari anomali cuaca El Nino dan

La Nina. Di samping itu, peningkatan produktivitas pangan melalui program Upaya Khusus (UPSUS) PAJALA diprediksi mampu memberi kontribusi dalam meningkatkan produksi komoditas padi, jagung, dan kedelai. Faktor pendorong pertumbuhan di sektor ini juga bersumber dari adanya dukungan program pengembangan infrastruktur pertanian dan konektivitas.

Hasil FGD dengan Dinas Perkebunan dan Peternakan Prov. Sulteng Hasil Liaison terhadap eksportir pada sub sektor perikanan 4 Japanese Crude Cocktail Prices diperkirakan tumbuh USD6,66 per juta Btu 2 3

10

1.1.

Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran

Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 masih ditopang oleh sektor pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan. Sektor pertambangan pada triwulan laporan mampu tumbuh 11,35% (yoy) dengan kontribusi 1,55% terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, andil sektor industri pengolahan terhadap pertumbuhan juga cukup tinggi mencapai 0,91%. Sektor pengolahan tumbuh dari 6,13% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 7,59% (yoy) di triwulan II 2017. Di sisi lain, sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor ekonomi utama Sulawesi Tengah tumbuh lebih tinggi dari periode sebelumnya, dari 3,85% (yoy) meningkat menjadi 5,59% (yoy), sehingga sektor ini menjadi penyumbang andil pertumbuhan ekonomi yang tertinggi di triwulan II 2017 yakni mencapai 1,65%. Grafik 1.2. Andil Pertumbuhan Ekonomi berdasarkan Sektor ADHK 2010

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tengah ADHK 2010 (SNA 2008) Indikator

2013*

2014**

2015

2015** 2015** 2016**

I

II

2016 III

IV

I

II

2017 III

IV

I

II

Ekonomi Makro Regional Berdasarkan Sektor

Nominal (Rp miliar)

Growth PDRB (%,yoy)

23.148

24.718

24.718

26.298

26.928

9,92

7,08

5,00

3,69

3,50

1,95

1,45

2,70

3,85

5,59

Pertambangan dan Penggalian

9.773

7.333

7.333

9.223

12.459

8,65

14,49

33,50

51,37

49,76

64,45

29,76

9,03

6,14

11,35

Industri Pengolahan

3.957

4.274

4.274

8.120

10.971

65,18

65,32

101,50

123,67

55,99

66,42

26,16

7,92

6,13

7,59

31

34

34

41

43

15,98

18,36

15,27

5,78

9,40

4,07

5,18

6,03

11,71

8,40

101

110

110

117

121

10,51

9,41

4,33

2,72

2,41

3,39

1,80

5,73

5,37

4,64

Konstruksi

7.001

8.791

8.791

10.636

10.343

47,12

38,53

16,33

(4,40)

(1,63)

(2,38)

(3,79)

(3,20)

(0,50)

4,57

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

6.756

7.407

7.407

7.860

8.285

5,02

5,15

2,90

6,82

8,68

7,85

5,14

0,50

1,62

4,65

Transportasi dan Pergudangan

2.818

3.079

3.079

3.317

3.485

9,91

9,64

7,29

4,46

7,55

6,44

3,45

3,16

3,45

7,41

363

397

397

437

463

5,30

8,74

14,12

11,70

13,66

9,06

0,35

1,76

5,43

6,88

Informasi dan Komunikasi

2.592

2.916

2.916

3.184

3.470

10,22

10,46

8,95

7,41

13,89

12,74

6,50

3,60

2,65

7,47

Jasa Keuangan dan Asuransi

1.604

1.668

1.668

1.760

2.070

7,81

0,79

10,47

5,50

10,80

20,42

16,26

23,04

11,49

8,14

Real Estate

1.398

1.540

1.540

1.649

1.716

9,23

9,56

6,58

3,35

4,95

3,62

1,74

5,91

5,93

6,22

194

205

205

213

223

2,43

2,54

5,15

5,20

5,23

4,87

4,15

4,38

4,30

5,68

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

4.125

4.509

4.509

4.892

5.193

9,52

9,86

8,07

6,77

5,44

10,98

4,74

3,68

4,76

4,88

Jasa Pendidikan

2.783

2.990

2.990

3.219

3.373

7,86

8,07

8,31

6,48

8,05

6,00

4,07

1,29

2,11

4,33

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

972

1.074

1.074

1.147

1.196

11,37

9,47

5,99

0,75

2,72

2,03

5,26

7,25

7,63

8,48

Jasa lainnya

575

634

634

691

731 91.071

9,91

9,69

9,07

7,78

7,28

6,32

4,51

4,85

4,77

3,70

68.192

71.678

71.678

82.803

91.071

16,39

15,01

15,65

15,11

13,56

15,56

7,91

3,80

3,91

6,61

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Jasa Perusahaan

TOTAL

Sumber : BPS Prov. Sulawesi Tengah

*Angka Sementara **Angka Sangat Sementara

1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 3,85% (yoy ), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 2,70% (yoy ). Faktor utama yang mendorong akselerasi pertumbuhan sektor pertanian adalah membaiknya produksi sub sektor tanaman pangan terutama padi dan jagung. 11

Perkembangan tersebut ditandai dengan tercapainya realisasi panen yang cukup tinggi pada periode bulan berjalan. Luas panen lahan pertanian padi mencapai 107.054 Ha dengan rata-rata produktivitas mencapai 48,11 Ku/Ha. Sementara itu, luas panen komoditas jagung mencapai 30.133 Ha dengan tingkat produktivitas mencapai 51,66 Ku/Ha. Hasil panen jagung pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan 90% menjadi 40 ton sebagai dampak dari bantuan teknis dan alat dari BPTP khusus dalam pengembangan metode penanaman jagung.5 Grafik 1.3.Laju Pertumbuhan dan Nominal Output (triwulanan) Sektor Pertanian

Upaya meningkatkan produktivitas terus dilakukan untuk mendorong peningkatan output. Pengembangan dan penerapan beberapa metode tanam baru yaitu : pendekatan tanam Jajar Legowo dan metode Hazton pada padi, serta pengembangan komoditas unggulan jagung dan kedelai dengan pengawalan dan pendampingan oleh petugas pertanian dan aparat TNI melalui UPSUS PAJALA. Program unggulan daerah tersebut dimaksudkan untuk mendorong peningkatan produksi. Dari sisi mikro, terdapat program pemberdayaan Poktan dan Gapoktan melalui pengembangan pertanian Organik (Padi) serta pengembangan Desa Mandiri Benih. Program-program tersebut dilakukan dalam rangka mendukung target peningkatan produktivitas komoditas padi yang ditargetkan di RPJMD 2016 2021 yang mengalami peningkatan dari 48,92 Ku/Ha menjadi 50,44 Ku/Ha. Grafik 1.4. Hasil Produksi Perikanan Tangkap PPI Donggala (Bulanan dan Triwulanan, Kg)

5

Hasil informasi liaison kepada salah satu Gapoktan

12

Tabel 1.2. Target RPJMD Sub Sektor Tanaman Pangan No.

INDIKATOR KINERJA

Kondisi Kinerja Awal RPJMD

TARGET RPJM 2017

2018

2019

2020

2021

Pertbh (%/thn)

Meningkatnya produktivitas dan mutu tanaman pangan (kuintal/ha) 1

PADI

48,57

48,92

49,30

49,68

50,06

50,44

0,76

2

JAGUNG

40,34

42,85

43,63

44,41

45,19

45,97

2,66

3

KEDELAI

18,71

19,81

20,72

21,63

22,54

23,46

4,63

4

KACANG TANAH

16,88

16,95

16,99

17,02

17,06

17,10

0,26

5

KACANG HIJAU

8,22

8,52

8,56

8,60

8,64

8,68

1,10

6

UBI KAYU

211,99

221,14

225,36

229,59

233,80

238,02

2,35

7

UBI JALAR

108,61

111,24

111,89

112,54

113,19

113,84

0,95

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Prov. Sulteng

Produksi perikanan tangkap sedikit mengalami peningkatan sehingga turut menopang laju pertumbuhan ekonomi sektor pertanian. Hasil tangkapan nelayan pada periode laporan mencapai 287.486 Kg, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 227.453 Kg atau meningkat 9,83% (yoy).6 Faktor cuaca yang cukup kondusif menyebabkan jumlah tangkapan ikan mengalami peningkatan. Di samping itu, meningkatnya permintaan ekspor dari negara Hong Kong dan Amerika Serikat untuk komoditas jenis ikan tuna, gurita, dan udang turut mendorong peningkatan hasil tangkapan 7. Permintaan ekspor tersebut selanjutnya direalisasikan dengan pengiriman langsung melalui pelabuhan Kab. Banggai yang merupakan salah satu daerah sentra eksportir perikanan. Mencermati perkembangan indikator yang terdapat di sektor pertanian, diperkirakan pada triwulan III 2017 pertumbuhan di sektor pertanian Sulawesi Tengah masih cenderung stabil. Risiko La Nina diprediksi sudah melemah dan periode panen diperkirakan masih berlangsung meski tidak merata di setiap sentra pertanian8. Walaupun demikian, optimise lebih tinggi tertahan oleh penurunan produksi sub sektor perkebunan yang telah mengalami panen pada triwulan sebelumnya.

Annual growth sektor pertanian diperkirakan masih positif di 2017. Meredanya anomali cuaca El Nino dan melemahnya La Nina diperkirakan mampu mendorong peningkatan produksi dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan produksi juga ditopang oleh adanya upaya peningkatan produktivitas melalui intensifikasi pemberian benih unggul bermutu, alsintan, dan subsidi pupuk. Beberapa program unggulan seperti perluasan areal tanam melalui optimalisasi lahan, cetak sawah baru, bantuan pompa/sumur/ledeng, dan konservasi diharapkan mampu mendukung sasaran produksi 2017 yang mencapai 1.268.986 ton. Peningkatan produksi pertanian juga ditopang oleh sub sektor perikanan melalui program Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN), yang akan mengembangkan klaster perikanan baru di wilayah timur. Klaster industri perikanan tangkap juga dikembangkan di Kabupaten Banggai yang didukung sub-klaster Kabupaten Bangkep dan Kabupaten Morowali. Diharapkan berbagai bentuk intervensi kebijakan pemerintah dari sisi penawaran tersebut dapat mendorong peningkatan sektor pertanian dan mampu mendukung target swasembada pangan nasional 2017.

Data Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Hasil informasi liaison kepada salah satu eksportir ikan. 8 Hasil FGD REKDA dan informasi BMKG Prov. Sulteng 6 7

13

1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor pertambangan mengalami akselerasi pertumbuhan pada triwulan II 2017. Peningkatan produksi sektor pertambangan pada triwulan II 2017 disebabkan oleh adanya peningkatan harga komoditas nikel di pasaran internasional di akhir triwulan II yang disertai perbaikan permintaan dari negara mitra dagang seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi Tiongkok. Hal ini menjadi faktor utama yang mendorong pertumbuhan sektor ini di triwulan II 2017 yang tumbuh 11,35% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya tumbuh 6,14% (yoy).

Grafik 1.5.Laju Pertumbuhan dan Nominal Output (triwulanan) Sektor Pertambangan

Grafik 1.6. Perkembangan Produksi Galian C Kabupaten Donggala

Percepatan yang terjadi pada sektor pertambangan juga terkonfirmasi oleh peningkatan kredit di sektor ini. Akselerasi output sektor pertambangan terlihat dari meningkatnya perkembangan kredit sektor pertambangan yang merupakan salah satu indikator utama sektor tersebut. Berdasarkan lokasi proyek kredit sektor pertambangan meningkat signifikan, sebesar 110,52% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami penurunan -23,94% (yoy). Kondisi tersebut tidak terlepas dari geliat kondisi usaha galian C di triwulan II 2017 yang meningkat dikarenakan mulai meningkatnya permintaan, yang dalam hal ini juga terkait dengan pengerjaan konstruksi proyekproyek pemerintah. Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Pertambangan di Sulawesi Tengah (Lokasi Proyek)

Grafik 1.8. Perkembangan Harga Nikel Ore Internasional (USD/Metric Ton)

14

Tracking pertumbuhan sektor pertambangan pada triwulan III 2017 diperkirakan masih tumbuh optimis dengan skala yang moderat. Optimisme tersebut

diperkirakan berasal dari perkiraan

membaiknya produksi smelter baru setelah periode uji coba dan adanya dampak positif kebijakan pemerintah yang mengizinkan ekspor nikel kadar rendah serta akselerasi pengerjaan proyek pemerintah, baik yang bersumber dari anggaran APBD maupun APBN. Sementara itu, untuk prediksi keseluruhan 2017, pertumbuhan sektor pertambangan diperkirakan meningkat yang disebabkan oleh terbukanya izin ekspor nikel mentah kadar rendah, serta adanya tambahan permintaan bahan baku dari pabrik pengolahan nikel yang baru beroperasi di 2017.

1.1.3. Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan mengalami akselerasi pertumbuhan, dan masih tetap menjadi salah satu mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah pada triwulan laporan. Industri pengolahan tumbuh 7,59% (yoy), sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 6,13% (yoy). Akselerasi pertumbuhan ekonomi disebabkan adanya tambahan output dari sektor industri pengolahan, diantaranya berasal dari smelter baru di Morowali Utara selain peningkatan

output dari Kawasan Industri (KI) Morowali. Grafik 1.9.Laju Pertumbuhan dan Nominal Output (triwulanan) Sektor Industri Pengolahan

Grafik 1.10.Perkembangan Kredit Industri Manufaktur

Pertumbuhan terbatas sektor industri pengolahan berjalan searah dengan perlambatan indeks pertumbuhan industri di Sulawesi Tengah yaitu indeks IBS Besar dan Sedang, serta IBS Mikro dan Kecil dari Badan Pusat Statistik. Kinerja industri manufaktur besar dan sedang mengalami perlambatan dari 6,42 poin menjadi 4,6 poin. Kondisi demikian juga terjadi pada manufaktur mikro dan kecil mengalami penurunan dari 10,63 poin pada triwulan I 2017 menjadi 2,72 poin pada periode laporan9. Beberapa kategori industri kecil yang tumbuh melambat adalah industri furnitur, industri barang logam bukan mesin dan peralatannya, serta industri makanan. Perlambatan kinerja pengolahan tersebut juga searah dengan penurunan kredit perbankan berdasarkan lokasi proyek yang mengalami penurunan -54,75% (yoy).

9Hasil

15

Survei BPS akhir Triwulan II 2017.

Grafik 1.11. Perkembangan Indeks Industri Mikro dan Kecil

Grafik 1.12. Perkembangan Indeks Industri Besar dan Sedang

Tabel 1.3 Pertumbuhan Usaha Industri Pengolahan Mikro dan Kecil Sulawesi Tengah Triwulan II 2017 No 1 2 3 4 5 6 7 8

Uraian Jenis Industri Industri Makanan Industri Minuman Industri Tekstil Industri Pakaian Jadi Industri Bahan kimia dan barang dari bahan kimia Industri Barang Galian bukan Logam Dasar Industri Barang Logam Bukan Mesin dan Peralatannya Industri Furniture Sumber : IBS Mikro BPS Prov. Sulawesi Tengah

Q2 - 16 Q3 - 16 Q4 - 16 Q1 - 17 Q2 - 17 (%, y-o-y) (%, y-o-y) (%, y-o-y) (%, y-o-y) (%, y-o-y) 19,7 1,87 37,2 15,88 14,68 41,59 8,58 20,88

11,83 -6,42 27,85 17,65 28,28 29,96 16,45 1,95

13,87 0,63 2,12 7,36 -16,03 -0,14 17,97 8,77

13,81 6,48 4,74 10,08 5,81 6,03 5,28 3,13

-1,01 48,95 -5,75 25,35 5,32 -9,62 12,60 6,41

Tracking pertumbuhan triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh dalam skala yang terbatas. Pertumbuhan sektor manufaktur masih ditopang oleh produksi LNG dan produksi NPI eksisting. Namun tambahan produksi dari output pabrik baru diperkirakan belum terealisasi, sehingga masih menahan laju pertambahan output. Tertahannya sektor pengolahan diperkirakan berasal dari kebijakan pemerintah yang kembali mengizinkan ekspor nikel kadar rendah. Bergesernya penyelesaian konstruksi pabrik pengolahan tersebut menyebabkan potensi produksi dan ekspor yang mencapai 700.000 ton per tahun masih menjadi output potensial yang belum terealisasi. Progress terakhir direncanakan akan mulai operasional produksinya pada November 2017. 10 Namun secara keseluruhan pertumbuhan sektor pengolahan di 2017 diperkirakan masih positif. Hal ini disebabkan adanya daya dukung dari tambahan kapasitas produksi smelter baru dan pabrik pengolahan amonia, yang diperkirakan berdampak pada peningkatan output industri pengolahan. 1.1.4. Pengadaan Listrik dan Gas. Secara sektoral, pengadaan listrik, dan gas mengalami deselerasi pertumbuhan. Sektor pengadaan listrik dan gas pada triwulan II 2017 mengalami perlambatan dibandingkan dengan periode triwulan sebelumnya, atau tumbuh 8,40% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 11,54% (yoy). Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya deselerasi pertumbuhan 10

Hasil liaison perusahaan pengolahan amonia di Sulawesi Tengah

16

sektor ini di antaranya adalah masih tertahannya rencana pembangunan fasilitas kelistrikan untuk menunjang kawasan industri Morowali dan juga Kawasan Ekonomi Khusus Palu yang akan direncanakan akan dilaunching oleh Presiden RI pada triwulan III 2017. Penyelesaian konstruksi smelter tahap II yang disertai dengan fasilitas PLTU 2x150 Mw diharapkan mampu menjaga optimisme dari sektor listrik dan gas. PLTU tersebut melengkapi fasilitas kelistrikan yang telah dibangun pada tahap pembangunan smelter yang pertama, yakni PLTU dengan kapasitas 2x65 Mw. Adanya tambahan fasilitas PLTU tersebut diharapkan mampu mendorong peningkatan output dari sektor pengadaan listrik, dan gas. Grafik 1.13. Laju Pertumbuhan dan Perkembangan Output sektor Listrik dan Gas Sulawesi Tengah

Grafik 1.14. Perkembangan Kredit Listrik, Gas dan Air di Sulawesi Tengah

Tracking pengadaan listrik dan gas triwulan III 2017 diperkirakan mengalami perlambatan. Kondisi tersebut diperkirakan berasal dari kondisi debit air PLTA yang memasuki periode peningkatan seiring dengan datangnya musim hujan sesuai dengan siklus tahunannya. Penambahan kapasitas listrik guna mendukung kebutuhan operasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu dan tambahan PLTU di Kawasan Industri yang baru akan dimulai diperkirakan belum memberikan andil pada peningkatan output sektor ini. 1.1.5. Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah dan Daur Ulang (PAPSLDU). Kinerja Sektor PAPSLDU pada triwulan II 2017 mengalami perlambatan. Sektor PAPSLDU tumbuh

Grafik 1.15.Laju Pertumbuhan dan Perkembangan Sektor PAPSLDU Sulawesi Tengah

4,64% (yoy), melambat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,37% (yoy). Perlambatan tersebut ditopang oleh rata-rata curah hujan yang juga masih terbatas, sehingga produksi serta volume air bersih yang tersalurkan relatif melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Tracking pertumbuhan pada triwulan III 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pembangunan SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum) yang mengalami kemunduran tahapan penyelesaian ke akibat carry over anggaran pembangunan infrastruktur multiyears pada 17

tahun sebelumnya. Hal demikian menyebabkan dampak peningkatan ketersediaan air baku belum dapat dirasakan di pertengahan tahun. Meskipun demikian, apabila penyelesaian proyek telah mencapai target pada 2017, maka permasalahan air bersih dapat dikurangi karena ketersediaan air baku untuk Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Sigi mengalami peningkatan dengan debit 2x300 liter per detik. Peningkatan tersebut diperkirakan mampu mendorong akselerasi sektoral yang lebih tinggi dari pencapaian 2016 yang tumbuh 6,08% (yoy).

1.1.6. Sektor Konstruksi Sektor konstruksi mengalami peningkatan pada triwulan laporan. Pada triwulan II 2017 sektor ini mengalami pertumbuhan 4,57% (yoy). Peningkatan kinerja sektor konstruksi pada triwulan laporan melanjutkan tren perbaikan yang juga terjadi pada triwulan sebelumnya tumbuh negatif mencapai 0,5% (yoy) dari

-3,20% (yoy). Peningkatan kinerja sektor bangunan pada triwulan laporan ini

dipengaruhi oleh masih berlangsungnya proses penyelesaian pembangunan smelter amonia dan pembangunan ferris wheel di baywalk Citraland senilai Rp 5 Milyar. Selain itu terdapat rencana pengembangan smelter di kawasan industri melalui pendirian fasilitas kelistrikan dengan kapasitas 2×350 megawatt. Khusus untuk kota Palu sendiri juga akan dibangun taman beramain dan hiburan dengan rencana anggaran yang cukup besar.11 Grafik 1.18. Laju Pertumbuhan dan Perkembangan kredit konstruksi di Sulteng

Periode puncak pembangunan pabrik industri pengolahan dan infrastruktur pendukung utama telah melewati tahap penyelesaian, sehingga pertumbuhan cenderung terbatas di sektor ini. Tanpa adanya pembangunan proyek lanjutan dengan nilai yang lebih besar maka pertumbuhan sektor konstruksi akan tertahan, dan jika tumbuh tidak akan setinggi pertumbuhan periode sebelumnya. Walaupun demikian, saat ini masih berlangsung proyek pembangunan pabrik stainless steel dan juga rencana pembangunan pabrik carbon steel di Kawasan Industri (KI) Morowali serta pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang diharapkan dapat menahan tekanan lebih dalam12.

11 Hasil FGD Dinas DPMPTSP Prov. Sulawesi Tengah. 12Hasil

Liaison KPw BI Sulteng dan Anekdotal Informasi

18

Grafik 1.19. Perkembangan Konsumsi Semen di Sulawesi Tengah

Beberapa Perusahaan masih melakukan proses konstruksinya. Walaupun secara umum proses pembangunan pabrik-pabrik berskala besar sudah mengalami penurunan, tetapi masih terdapat beberapa pembangunan proyek industri pengolahan walaupun dalam skala yang relatif terbatas. Pembangunan yang ada merupakan fase lanjutan dari pembangunan pabrik di Industri pengolahan ataupun infrastruktur pendukung pengolahan. Pembangunan yang masih berlangsung diantaranya adalah pabrik pupuk Amonia di Kabupaten Banggai. Pembangunan yang dimulai tahun 2015 tersebut dijadwalkan baru akan selesai pada akhir 2017. Pabrik tersebut dibangun di lahan seluas 192 hektar dengan investasi sebesar US$ 830 juta atau sekitar Rp 11,2 triliun. Bahan baku input diperoleh dari hasil produksi blok gas Senoro yang memiliki kapasitas 55 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Puncak konstruksi sendiri diperkirakan akan terjadi pada semester I 2017 dengan perkiraan total kebutuhan tenaga kerja mencapai 2.500 orang. Total kapasitas produksi pabrik pupuk amonia tersebut sebesar 700 ribu ton amonia per tahun. Walaupun demikian, terdapat beberapa hambatan dalam proses konstruksi diantaranya adalah hambatan sosial dari masyarakat lokal yang sering melakukan penutupan jalan. Hambatan tersebut mengakibatkan terlambatnya pembangunan jalan lingkar penghubung pabrik dan juga menghambat proses produksi perusahaan-perusahaan lain yang berada pada kawasan tersebut.13 Diharapkan dengan terealisasinya proses pembangunan pabrik tersebut mampu kembali memberikan efek positif kepada sektor konstruksi pada tahun 2017. Pembangunan lain yang diperkirakan masih memberikan dampak positif pada sektor konstruksi adalah tambahan turbin pada PLTA Poso yang diperkirakan baru akan selesai pada akhir 2017. Walaupun demikian, terdapat potensi penurunan aktivitas di sektor bangunan. Hal ini dikonfirmasi oleh salah satu indikator sektro konstruksi yaitu penjualan semen di Sulawesi Tengah. Penjualan semen pada akhir triwulan II 2017 mengalami kontraksi -36,52% (yoy) pada Juni 2017 menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mampu mencapai 5,20% (yoy). Secara sektoral, sektor konstruksi diperkirakan akan mengalami perlambatan pada triwulan III 2017. Pengaruh efek structural break yang perlahan-lahan mulai hilang dari komposisi output sektor konstruksi, menyebabkan outlook pertumbuhan diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Selain itu, walaupun masih terdapat tambahan konstruksi namun tidak

13Hasil

19

liaison KPw BI Sulteng terhadap perusahaan industri manufaktur pupuk di Kabupaten Banggai

setinggi periode sebelumnya yang didominasi pembangunan fisik pabrik. Pada periode laporan, pembangunan lebih banyak berbentuk perluasan pabrik, pembelian mesin instalasi pabrik atau pembangkit listrik dan bukan pembangunan pabrik secara utuh lagi. 1.1.7. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Sektor perdagangan mengalami akselerasi, dimana pertumbuhan sektoral tercatat 4,65% (yoy ) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 1,62% (yoy ). Meningkatnya pertumbuhan sektor perdagangan dipengaruhi oleh permintaan konsumen yang masih mengalami optimisme. Hal demikian dikonfirmasi oleh rata-rata tingkat keyakinan konsumen pada periode triwulan II 2017, yang masih optimis di level 124 poin. Perayaan HUT Sulteng dan Sulteng EXPO pada April 2017, serta hari besar keagamaan Ramadhan dan Idul Fitri juga mendorong konsumsi. Walaupun demikian, pertumbuhan di sektor perdagangan masih pada skala yang terbatas karena tertahan oleh adanya penurunan penyaluran kredit perdagangan. Kredit perdagangan yang memiliki pangsa sebesar 27%, terkontraksi -3,56% (yoy) pada periode laporan, atau lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang hanya terkontraksi sebesar -0,39% (yoy).

Tracking sektor perdagangan pada triwulan III 2017 diperkirakan lebih optimis dari periode laporan. Optimisme tersebut sejalan dengan adanya Event Festival Pesona Palu Nomoni, Pesona Tojo

Una-una serta Tour de Central Celebes yang diperkirakan mendorong aktivitas di sektor perdagangan. Grafik 1.20. Laju Pertumbuhan dan Perkembangan Nominal Output Sektor Perdagangan Sulawesi Tengah

Grafik 1.21.Laju Pertumbuhan Kredit Sektor Perdagangan Sulawesi Tengah

1.1.8. Sektor Transportasi dan Pergudangan Pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan pada triwulan II 2017 mengalami akselerasi. Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 7,41% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 3,45% (yoy). Peningkatan pertumbuhan sektor ini dikonfirmasi oleh perbaikan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) untuk sektor pengangkutan dari 1,89 poin pada triwulan I 2017 menjadi -0,89 poin pada periode laporan.14 Tren peningkatan tersebut membuat perkembangan kegiatan usaha transportasi mampu tumbuh akselerasi. Jika dilihat

14

Hasil SKDU Triwulan IV 2016 oleh KPw BI Sulawesi Tengah

20

dari dampaknya pada sektor lain, peningkatan sektor ini juga searah dengan pertumbuhan dari sektor perdagangan yang memberikan dampak pada meningkatnya pengiriman barang dan jasa baik dari darat, laut dan udara. Meskipun demikian dari sisi pembiayaan perbankan, outstanding kredit sektor angkutan berdasarkan lokasi proyek masih mengalami penurunan -30,69%(yoy) dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang mencapai -28,51%(yoy). Grafik 1.22. Laju Pertumbuhan dan Perkembangan nominal Output Sektor Transportasi & Pergudangan

Tracking sektor angkutan pada triwulan III 2017 diperkirakan masih optimis dengan tendensi

Grafik 1.23. Laju Perkembangan Dunia Usaha Sektor Transportasi

Grafik 1.24.Perkembangan Kredit Sektor Angkutan di Sulawesi Tengah

meningkat. Faktor pendorong utama peningkatan sektor

angkutan

peningkatan transportasi

tersebut

frekuensi seiring

adalah

perkiraan

penumpang

dengan

optimisme

moda dari

meningkatnya kegiatan ekonomi yang dipengaruhi oleh pelaksanaan beberapa event berskala nasional dan internasional.

1.1.9. Sektor Penyedia Akomodasi dan Makan Minum Sektor penyedia akomodasi dan makan minum pada triwulan II 2017 tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sektor penyedia akomodasi dan makan minum mengalami pertumbuhan 6,88% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 5,43% (yoy). Meningkatnya rata-rata tingkat hunian dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi pendorong akselerasi kinerja pertumbuhan sektor akomodasi dan makan-minum secara umum. Tingkat hunian yang relatif meningkat pada triwulan II 2017 disebabkan oleh dampak dari HUT Sulteng, Peringatan Haul Pesantren Al Khairat serta adanya agenda Pilkada serentak. Di samping itu, meningkatnya kunjungan wisata Pulau Togean seiring dengan mulai beroperasinya Bandara Tanjung Api Ampana juga turut menopang pertumbuhan sektor ini.15

15Hasil

21

FGD dengan Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Tengah

Tracking pada pertumbuhan sektor penyedia akomodasi dan makan minum diperkirakan optimis pada triwulan III 2017. Secara keseluruhan, prospek pertumbuhan ekonomi sektor penyedia akomodasi dan makan minum masih positif pada triwulan III 2017 yang ditopang oleh perayaan hari besar keagamaan Idul Adha dan event lainnya diharapkan berdampak positif terhadap kunjungan wisatawan. Sementara itu, optimisme terhadap pertumbuhan di 2017 diperkirakan terakselerasi seiring dengan berlangsungnya perhelatan Festival Kepulauan Togean pada Juli 2017, Festival Danau Poso pada Agustus 2017, kemudian pelaksanaan event sepeda nasional Tour De Central Celebes 2017 di September 2017. Pemda mengharapkan perhelatan Tour De Central Celebes 2017 mampu menyerap 1.500 peserta yang terdiri dari negara-negara ASEAN, Australia, dan Amerika, serta dari kawasan regional Sulawesi, ISSI dan peserta lokal Sulawesi Tengah. Selain itu, pada September 2017 juga diagendakan Festival Pesona Palu Nomoni dan pekan yang diperkirakan menyerap anggaran Rp2,8 miliar dan pekan teknologi yang rencananya akan dihadiri langsung oleh Presiden RI.16

Grafik 1.25. Laju Pertumbuhan dan Perkembangan Output Sektor Penyedia Akomodasi dan Makan Minum

Grafik 1.26. Laju Pertumbuhan Tingkat Hunian Kamar Hotel di Sulawesi Tengah

1.1.10. Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi Sektor jasa keuangan, dan asuransi pada triwulan II 2017 tumbuh 8,14% (yoy ) atau melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,54% (yoy ). Walaupun tidak setinggi pertumbuhan periode sebelumnya, kredit perbankan berdasarkan lokasi bank pada triwulan laporan masih mampu tumbuh 8,45% (yoy)17. Sementara itu, dari jumlah outstanding kredit bank umum berdasarkan lokasi bank secara nominal mencapai Rp23,30 triliun. Sementara itu, berdasarkan lokasi proyek, kredit perbankan hanya tumbuh 41.71% (yoy) sedikit menurun dari periode sebelumnya 45,51% (yoy), dengan outstanding kredit pada periode laporan mencapai Rp 31,03 triliun. Guna mendorong perbankan menyalurkan kredit, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan, menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) dan melonggarkan aturan LTV/FTV. Melalui serangkaian kebijakan ini diharapkan fungsi intermediasi perbankan akan semakin meningkat.

16

Anekdotal informasi PemProv Sulteng lebih rinci pada Bab 5

17Pembahasan

22

Grafik 1.27.Laju Pertumbuhan dan Nominal Output Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi Sulawesi Tengah

Grafik 1.28.Laju Pertumbuhan DPK dan Kredit Sulawesi Tengah (Lokasi Proyek)

Tracking pertumbuhan sektor jasa keuangan pada triwulan III 2017 diperkirakan masih akan tertahan. Meskipun respon kebijakan moneter yang terus-menerus dilonggarkan untuk mendukung pertumbuhan sektor riil, namun terdapat beberapa risiko yang juga perlu dicermati, yakni kecenderungan peningkatan non performing loan (NPL) di sektor-sektor ekonomi tertentu, serta faktor risiko eksternal yaitu potensi kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat dan Eropa, serta dampak kebijakan Donald Trump diperkirakan dapat mempengaruhi kenaikan suku bunga acuan domestik, untuk mengantisipasi adanya capital outflow. Grafik 1.29.Laju Pertumbuhan Kredit Sulawesi Tengah (Lokasi Bank)

Grafik 1.30.Laju Pertumbuhan dan Nominal Output Sektor Administrasi Pemerintahan, dan jaminan Sosial

1.1.11. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib Pada triwulan II 2017, kinerja sektor jasa yang terkait dengan pemerintah mengalami akselerasi atau tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib pada triwulan II 2017 tumbuh 4,88% (yoy) terakselerasi jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya 4,76% (yoy). Faktor yang mempengaruhi meningkatnya pertumbuhan sektor ini adalah mulai adanya realisasi anggaran belanja pegawai dan meningkatnya serapan untuk persiapan Pilkada serentak pada triwulan berjalan. Tracking arah pertumbuhan sektor jasa yang terkait dengan pemerintah pada triwulan III 2017 diperkirakan masih akan tumbuh lebih tinggi. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh realisasi proyek pemerintah seiring dengan mulai berjalannya proses pengadaan proyek-proyek pemerintah pada triwulan laporan.

23

1.1.12. Sektor Lainnya Kondisi sektor lainnya secara umum masih positif dan mengalami pertumbuhan lebih kuat dari triwulan sebelumnya. Beberapa sektor diantaranya sektor informasi dan komunikasi mengalami pertumbuhan dari 2,65% (yoy) menjadi 7,47% (yoy). Kondisi yang sama juga terjadi pada sektor jasa perusahaan, yang mengalami peningkatan dari 4,30% (yoy) menjadi 5,68% (yoy). Sementara sektor

real estate masih belum banyak berubah yakni hanya tumbuh 6,22% (yoy) pada triwulan II 2017 dari sebelumnya 5,93% (yoy). Tracking arah pertumbuhan pada triwulan III 2017 diperkirakan akan cenderung stabil mengingat pada sektor informasi dan komunikasi masih ekspansi jaringan 4G LTE dari salah satu provider yang diperkirakan mampu menciptakan pertumbuhan akseleratif pada sektor tersebut. Sementara itu, sektor real estate juga memiliki arah pertumbuhan yang lebih tinggi seiring dengan rencana pembangunan proyek perumahan rakyat. 1.2. Analisis PDRB Dari Sisi Permintaan Pada sisi permintaan, pertumbuhan tertinggi triwulan II 2017 terjadi pada komponen perdagangan internasional yang tumbuh tinggi mencapai 21,97% (yoy). Jika dilihat dari andilnya, pertumbuhan ekspor luar negeri menjadi penggerak utama pertumbuhan perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah dari sisi penggunaan dengan andil mencapai 5,30%. Pengeluaran konsumsi rumah tangga menempati urutan berikutnya dengan menyumbangkan andil pertumbuhan 3,31%, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 1,49% sedangkan impor luar negeri menyumbangkan andil pertumbuhan 0,40%. Sementara itu, Net ekspor antar daerah justru mengalami kontraksi -3,18%. Tabel 1.4. Pertumbuhan Tahunan ( yoy) PDRB Sulawesi Tengah Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Konstan 2010 Indikator

2014 I

II

III

2015* IV I II III Ekonomi Makro Regional

Berdasarkan Sektor

Konsumsi Rumah Tangga + LNPRT Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah

IV

I

2016** II III

IV

I

2017** II

PDRB (%,yoy) 7,80

7,59

6,42

5,28

4,27

4,46

3,11

4,73

6,01

6,06

6,06

6,19

6,23

7,09

5,32

3,35

3,68

6,96

8,57

6,06

11,94

7,78

2,51

3,42

-3,31

-4,27

-0,90

2,47

-14,96

-1,56

80,32

34,58

16,84

21,84

14,68

17,66

9,97

3,57

9,01

9,48

-1,71

3,70

-29,00

-53,30

-19,71

-13,26

53,13

182,85

88,83

125,23

92,39

173,51

128,16

68,49

71,76

21,97

-19,61

-0,08

41,90

31,74

87,97

127,90

216,46

556,12

326,14

354,18

115,05

8,30

81,34

9,46

17,64

11,64

19,39

17,71

-11,75

19,75

-8,31

4,96

-4,80

7,48

51,37

65,95

37,16

15,21

2,34 1,79 TOTAL *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Sulawesi Tengah

6,63

9,25

16,39

15,01

15,65

15,10

13,56

15,56

7,91

3,80

3,91

6,61

Grafik 1.31.Andil Pertumbuhan Ekonomi menurut Komponen Penggunaan di Sulawesi Tengah (%)

24

1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga dan LNPRT Konsumsi masyarakat terutama konsumsi rumah tangga masih tumbuh positif pada triwulan laporan. Konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 tumbuh 6,96% (yoy), sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,08% (yoy). Relatif meningkatnya pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga dipengaruhi pola konsumsi masyarakat yang cenderung meningkat pada periode hari besar keagamaan, Ramadhan dan Idul Fitri. Akselerasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut dikonfirmasi oleh hasil Survei Konsumen yang mencatatkan peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dari level 118 poin (rata-rata triwulan I 2017) menjadi 124 poin (rata-rata triwulan II 2017).18 Konsumsi rumah tangga yang meningkat ini diiringi dengan optimisme masyarakat yang masih berada pada level tinggi, sehingga komponen tersebut masih tetap mampu memberi andil terhadap perekonomian Sulawesi Tengah secara umum sebesar 3,31%. Grafik 1.32.Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga

Grafik 1.33.Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Di Sulawesi Tengah

Tracking pertumbuhan konsumsi pada triwulan III 2017 diperkirakan memiliki tendensi tumbuh lebih tinggi. Beberapa event dengan skala Nasional yang diselenggarakan di Provinsi Sulawesi Tengah seperti Festival Kepulauan Togean pada Juli, Festival Danau Poso pada Agustus dan juga pelaksanaan event sepeda nasional Tour De Central Celebes 2017 di September 2017 serta hari raya Idul Adha diperkirakan akan menjaga optimisme konsumsi. Hal ini sejalan dengan hasil Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Sulawesi Tengah triwulan III-2017 diperkirakan sebesar 107,39, meningkat dibandingkan ITK triwulan II-2017 yang sebesar 106,42.

Annual growth konsumsi sepanjang 2017 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari periode sebelumnya. Peningkatan konsumsi masyarakat pada 2017 diperkirakan akan didorong efek

multiplier perkembangan positif di sektor pertanian yang dalam hal ini memiliki pangsa terbesar pada PDRB Sulteng. Meskipun jika dilihat secara trend dari tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan sektor 18

Hasil Survei Konsumen KpwBI 2016 periode Juni 2017

25

ini cenderung terus menurun dikarenakan menurunnya kinerja sub sektor perkebunan, namun geliat sektor pertanian di triwulan I

II 2017 secara perlahan mulai kembali menumbuhkan optimisme. Hal

tersebut berdampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, mengingat sebagian besar penduduk Sulawesi Tengah bekerja di sektor ini. Positifnya pertumbuhan sektor pertanian ini seiring dengan tracking kondusifnya iklim 2017 pasca periode anomali El Nino dan La Nina pada tahun sebelumnya. Selain itu semakin membaiknya harga komoditas ekspor Sulawesi Tengah juga memberikan dampak positif pada peningkatan daya beli masyarakat secara umum. Peningkatan aktivitas, selain terjadi di sektor pertanian, diperkirakan juga terjadi di sektor pertambangan dan industri pengolahan seiring dengan meningkatnya kapasitas, sehingga diperkirakan berdampak positif terhadap pendapatan masyarakat, yang dengan demikian outlook sektor konsumsi diperkirakan juga tumbuh lebih tinggi di 2017. 1.2.2. Konsumsi Pemerintah Pada triwulan II 2017, konsumsi pemerintah mencatatkan peningkatan. Peningkatan konsumsi pemerintah mencapai 2,47% (yoy) yang didorong oleh meningkatnya capaian realisasi belanja, terutama realisasi APBD. Walaupun demikian, tingkat realisasi APBD yang pada akhir triwulan II 2017 baru mencapai 35,32% dirasakan masih belum optimal karena masih terdapat selisih target realisasi anggaran yang cukup tinggi. Kondisi demikian diantaranya dipengaruhi oleh adanya perubahan numenklatur pada beberapa instansi sehingga proses pengadaan mengalami penundaan. Grafik 1.34.Perkembangan Konsumsi Pemerintah

Pada triwulan III 2017, tracking realisasi belanja pemerintah Sulawesi Tengah diperkirakan memiliki tendensi meningkat. Kondisi demikian sesuai dengan historis tahun-tahun sebelumnya, dimana sebagian besar proses pengadaan telah selesai dilakukan pada triwulan III sehingga memungkinkan terdapat realisasi anggaran belanja modal yang cukup besar. 1.2.3. Investasi Investasi tumbuh lebih rendah jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Secara tahunan komponen investasi pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan 3,70% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif -1,71% (yoy). Meningkatnya kinerja investasi tercermin dari peningkatan komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

26

dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari -3.32% (yoy) menjadi 3,99% (yoy), sementara disisi lain, inventori mengalami perlambatan dari 19,20% (yoy) menjadi 0,57% (yoy). Grafik 1.35. Perkembangan PMTB Sulawesi Tengah

Grafik 1.36. Perkembangan Perubahan Inventori

Peningkatan investasi terutama dikarenakan penyelesaian smelter Amonia di Kabupaten Banggai serta pengerjaan proyek-proyek strategis pemerintah daerah19. Data investasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatatkan jumlah proyek investasi pada triwulan II 2017 sebanyak 122 proyek, dengan rincian 33 proyek diantaranya merupakan realisasi PMDN dan 89 proyek merupakan realisasi PMA. Total realisasi PMA pada triwulan II 2017 di Sulawesi Tengah tercatat sebesar USD709,8 juta; sedangkan total realisasi PMDN pada triwulan laporan mencapai Rp982,5miliar. Grafik 1.37.Perkembangan PMDN Sulawesi Tengah

Grafik 1.38.Perkembangan PMA Sulawesi Tengah

Komponen investasi pada triwulan III 2017 diperkirakan akan mengalami kontraksi. Telah selesainya proyek-proyek besar industri pengolahan yang menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan investasi, seperti smelter nikel maupun pabrik pengolahan amonia yang sudah akan beroperasi pada Tw IV 2017 akan berdampak pada pertumbuhan investasi. Rencana investasi penambahan PLTU dan fasilitas pendukung KEK Palu diperkirakan tidak memberikan dampak terlalu besar pada pertumbuhan ekonomi di triwulan III-2017. Pertumbuhan investasi tahunan 2017 diperkirakan masih positif walaupun diperkirakan tidak setinggi tahun sebelumnya. Adanya kebijakan perizinan ekspor nikel mentah kadar rendah, membuat beberapa perusahaan tambang

19Hasil

27

liaison dan press release perusahaan smelter di Kabupaten Morowali Utara

mengkaji ulang rencana pembangunan smelter yang direncanakan untuk dibangun di 2017 sehingga berisiko pada penundaan investasi lanjutan20. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa proyek lanjutan yang diperkirakan masih akan menyumbangkan nilai investasi yang cukup tinggi, diantaranya adalah pabrik ferronikel di Kawasan Industri Morowali yang telah mencapai tahap 80% dengan nilai investasi mencapai USD820 juta, dan pembangunan pembangkit listrik PLTA Poso I dengan perkiraan nilai investasi mencapai Rp2 triliun.21

1.2.4. Ekspor Luar Negeri Ekspor masih

mengalami pertumbuhan walaupun tidak

setinggi periode sebelumnya.

Pertumbuhan ekspor mencapai 21,97% (yoy) meskipun lebih rendah dibandingkan periode triwulan sebelumnya yang mencapai 71,76% (yoy). Akselerasi pertumbuhan ekspor dipengaruhi kondisi industri nikel seiring adanya tambahan produksi pada pabrik baru di Kabupaten Morowali Utara yang berkapasitas 100.000 ton per tahun. Jika dicermati lebih dalam, hal tersebut sejalan dengan pertumbuhan manufaktur Tiongkok sebagai mitra dagang Sulawesi Tengah pada triwulan laporan yang juga sedikit melambat, sebagaimana tercermin dari indeks manufaktur yang turun dari 51,3 poin menjadi 50,1 poin.22.

20 21

22

Grafik 1.39. Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sulawesi Tengah

Grafik 1.40. Ekspor non-migas Sulewesi Tengah (USD juta)

Grafik 1.41. Volume Muat Barang Pelabuhan Sulawesi Tengah

Grafik 1.42. Volume Kargo Keluar Di Bandara Mutiara Palu

CEO salah satu perusahaan tambang di Sulawesi Tengah Hasil Liaison KpwBI Sulteng terhadap salah satu perusahaan energi dil Sulawesi Tengah

Informasi data Bloomberg

28

Perlambatan pertumbuhan ekspor Sulawesi Tengah dipengaruhi oleh pengiriman hasil nonmigas. Kondisi tersebut, searah dengan indikator pertumbuhan kargo yang melambat sebesar -0,80% (yoy). Realisasi nilai ekspor komoditas besi dan baja Provinsi Sulawesi Tengah juga tercatat mengalami perlambatan dari 156,2% (yoy) senilai USD224,79 juta pada triwulan I 2017 menjadi 70,88% (yoy) dengan nominal USD395,6 juta pada triwulan II 2017. Negara tujuan ekspor utama Sulawesi Tengah masih ke Tiongkok. Tiongkok merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan pangsa mencapai 53% yang kemudian disusul oleh Jepang dan Korsel dengan persentase masing-masing 28% dan 14%. Ekspor Sulawesi Tengah ke Tiongkok didominasi oleh produk yang dihasilkan perusahaan smelter di Kawasan Industri Morowali, sementara ekspor ke Jepang dan Korsel didominasi oleh ekspor LNG dari Kabupaten Banggai dan produk turunnya. Grafik 1.43.Ekspor Bahan Bakar Mineral Sulawesi Tengah

Grafik 1.45. Perkembangan Kredit Ekspor di Sulawesi Tengah

29

Grafik. 1.44. Negara Tujuan Ekspor Komoditas Sulawesi Tengah

Grafik 1.46. Perkembangan Harga LNG (Japan Impor Contract Based)

Tracking

pertumbuhan

triwulan

ekspor

pada

1.47. Indeks PMI Manufaktur Jepang dan Tiongkok

III 2017 diperkirakan tumbuh

dengan bias ke atas dari arah proyeksi. Pertumbuhan ekspor ditopang oleh produksi LNG yang semakin optimal seiring dengan adanya peningkatan harga jual internasional. Di samping itu, terdapat juga tendensi optimisnya

aktivitas

industri

manufaktur

Jepang yang ditandai dengan stabilnya indeks optimisme sektor manufaktur Jepang menjadi pada level 52,7 poin.

Annual growth ekspor di 2017 diperkirakan masih tumbuh positif walaupun dengan skala yang terbatas. Relatif bergejolaknya harga komoditas nikel olahan dan adanya prediksi penurunan kinerja manufaktur Tiongkok di awal 2017 dapat menyebabkan perkembangan ekspor tidak sekuat tahun sebelumnya. Tabel 1.5. Perkembangan Nilai Ekspor Berdasarkan SITC 2 Digit Komoditas Utama Provinsi Sulawesi Tengah (Ribu USD) Tahun

2015

2016

2017

Bulan

Total Ekspor

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total Pangsa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total Pangsa 1 2 3 4 5 6 Total Pangsa

1.271 6.177 3.482 31.551 24.442 28.601 21.819 21.721 18.448 19.453 25.734 27.387 230.087 100% 31.603 1.079 61.248 84.787 66.499 89.219 44.192 71.944 92.911 70.119 74.196 103.921 791.719 100% 81.059 47.984 109.690 76.019 196.654 137.365 648.771 100%

Ikan,kerangkerangan,m oluska dan Olahannya 444 447 598 270 496 473 199 337 389 400 159 152 4.363 1,90% 234 311 170 325 226 81 195 401 97 204 422 872 3.537 0,45% 658 488 510 325 1.196 564 3.741 0,58%

Besi dan Baja 0 0 0 23.356 21.204 21.650 20.986 18.504 15.422 16.269 24.708 23.714 185.813 80,76% 28.722 0 58.422 80.849 65.545 85.098 43.762 70.870 90.140 69.550 68.951 101.636 763.546 96,44% 78.733 42.455 103.799 71.742 192.383 131.455 620.567 95,65%

Kopi, Teh, Coklat, rempahrempah 0 0 0 0 0 2.545 0 0 0 0 0 0 2.545 1,11% 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 59 0 59 0,01% 0 0 0 0 0 0 0 0,00%

Kayu dan Gabus 516 179 391 437 407 579 324 322 235 444 344 379 4.557 1,98% 268 503 433 527 229 688 132 371 296 285 378 346 4.455 0,56% 295 261 532 990 886 896 3.859 0,59%

Biji Logam Bahan Nabati Barangdan Sisa-sisa dan hewani barang Kayu Logam Lainnya dan Gabus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00% 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00% 0 0 0 0 0 0 0 0,00%

123 112 106 171 99 165 154 131 202 115 18 126 1.522 0,66% 26 35 34 47 39 44 32 58 15 59 345 406 1.139 0,14% 570 122 326 249 231 226 1.723 0,27%

89 64 95 30 19 70 52 48 16 46 0 26 555 0,24% 18 42 18 26 18 128 0 47 41 21 50 30 439 0,06% 45 54 50 20 26 26 221 0,03%

Lainnya 99 5.375 2.292 7.287 2.217 3.119 104 2.379 2.185 2.179 505 2.990 30.731 13,36% 2.335 189 2.172 3.013 442 3.180 71 197 2.323 0 3.991 630 18.542 2,34% 758 4.605 4.472 2.694 1.933 4.197 18.659 2,88%

Sumber : Bank Indonesia, diolah

30

1.2.5. Impor Luar Negeri Permintaan impor luar negeri mengalami deselerasi. Pertumbuhan permintaan impor luar negeri Sulawesi Tengah turun signifikan dari 81,34% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 9.46% (yoy) di triwulan II 2017. Barang utama yang mengalami penurunan impor pada triwulan laporan utamanya berupa barang yang termasuk golongan barang mesin (peralatan listrik), dan mesin (mesin umum dan pengolahan logam). Besarnya kebutuhan barang-barang modal (mesin/peralatan listrik dan mesin/pesawat mekanis) memiliki keterkaitan yang erat dengan masih berlangsungnya investasi pembangunan fisik/konstruksi di Sulawesi Tengah khususnya infrastruktur terkait industri pengolahan di Kabupaten Banggai, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Morowali Utara. Total impor non migas Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Komponen impor barang berupa mesin sebagian besar didatangkan dari kawasan Asia, terutama China. Hal tersebut merupakan salah satu dampak penanaman modal pembangunan smelter dimana mayoritas investor merupakan perusahaan yang berasal dari Tiongkok. Grafik 1.48. Volume Bongkar Barang Pelabuhan Sulawesi Tengah

Grafik 1.49.Perkembangan Jumlah Kargo Masuk di Bandara Mutiara Palu

Grafik 1.50.Negara Importir

Grafik 1.51.Perkembangan Kredit Impor

31

Tiongkok menjadi negara yang memiliki hubungan trade impor terbesar dengan Sulawesi Tengah. Adanya pengiriman bahan baku (barang modal) meliputi pesawat mekanik dan mesin-mesin listrik untuk kebutuhan pembangunan pabrik stainless steel di Kabupaten Morowali menjadi bukti ketergantungan industri pengolahan Sulawesi Tengah dengan Tiongkok. Ke depan, perusahaan Tiongkok juga berencana untuk mengembangkan Morowali Industrial Park meliputi pabrik industri pengolahan produk turunan smelter serta perusahaan energi dan pembangkit listrik. Khusus untuk pembangkit listrik akan masuk beberapa perusahaan listrik diantaranya dari PT Tsingshan group yang akan membangun pembangkit sebagai pendukung smelter-smelter yang ada di Sulawesi Tengah.23 Kedepan direncanakan kelebihan daya dari pembangkit-pembangkit tersebut akan dijual kepada masyarakat umum melalui PLN Sulawesi Tengah.

Tracking pertumbuhan impor pada triwulan III 2017 diperkirakan memiliki arah bias ke bawah dari proyeksi. Deselerasi impor didorong oleh perkembangan pembangunan pabrik industri pengolahan skala besar yang semakin mendekati target penyelesaian, terutama pabrik pengolahan amonia yang sudah akan Hal ini terjadi karena sebagian besar impor yang masuk ke Sulawesi Tengah sebagian besar berupa mesin dan alat-alat konstruksi. Selain itu, terdapat perusahaan smelter yang menunda pembangunan di 2017 seiring dengan adanya kebijakan pemerintah yang memperbolehkan ekspor nikel mentah kadar rendah. Tabel 1.6. Perkembangan Nilai Impor Berdasarkan SITC 2 Digit Provinsi Sulawesi Tengah (Ribu USD) Tahun

2015

2016

2017

Bulan

Total Impor

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total 1 2 3 4 5 6 Total

1.863 17.623 94.235 9.215 16.681 23.941 86.119 53.058 95.785 71.727 85.806 144.443 398.520 2.233 68.153 32.066 48.711 91.480 128.605 33.351 111.407 66.582 187.029 158.219 189.686 1.117.521 1.909 9.689 200.921 90.432 95.625 60.151 458.728

PLASTICS, NONPRIMARY FORM 0 0 0 0 0 0 18 41 4 2 0 0 66 0 0 0 37 5 0 0 114 0 1 25 0 183 5 0 0 0 5 38 64

NON METALIC MINERALS MFS 1.562 0 900 1.516 434 736 9.908 1.770 6.781 2.028 443 845 26.923 0 0 0 1.308 1.521 1.458 2.367 4.759 8.409 687 6.988 129 27.625 165 374 956 956 1 4.476 7.122

IRON AND STEEL 0 2.639 2.513 0 0 44 535 643 114 0 468 3 6.959 1.294 3.221 261 859 1.056 11.479 1.730 114 1.680 1.142 369 717 23.921 18 26 174 174 149 624 1.213

POWER MACH.SPE METALWO MANUFACT GENERAL ELECTRICAL SANITARY, PROF.,SCIENTI GENERATING CIAL FOR RKING URES OF INDUSTRIAL MACH., PLUMBING, FIC MACH. & PARTIC.IND MACHINER METAL NES MACH.&EQP APPARATUS FITTINGS &CONT.INST. EQP S Y 1 300 0 0 0 0 0 0 254 98 2.396 17 11.841 378 0 0 1.740 11.759 2.003 68 46.308 27.229 1.672 22 0 0 0 0 0 0 0 7.500 0 7.475 0 0 573 1.215 0 0 544 0 1.228 253 14.308 498 16 0 114 436 3.454 1.736 50.754 12.378 241 154 565 251 337 122 31.662 8.450 28 165 852 44.728 2.583 166 14.237 17.377 2.555 191 93 5.936 8.240 1.684 19.870 24.983 3 67 14 5.708 635 1.655 30.156 36.020 2.957 38 103 15.690 13.987 662 34.709 25.957 3.936 48 4.279 92.381 34.864 6.364 254.418 154.484 11.408 8.185 0 0 0 0 0 939 0 0 96 6 14.864 12.809 2.475 26.308 7.629 746 423 12 2.955 1.266 1 7.059 8.126 11.963 462 1.425 3.126 2 21.925 11.976 2.348 58 75 30 559 63 69.154 7.575 3.230 20 6.105 157 1.253 40.487 46.919 4.986 357 2 116 4 12.781 6 1.183 76 4.749 2 211 1.401 3.015 43 32.480 41.715 2.957 0 379 11.207 3.023 72 7.314 24.182 1.273 23 1.041 12.148 6.212 83.723 32.848 27.574 1.682 13 909 12.002 2.183 52.306 25.949 48.941 2.494 187 942 31.726 7.313 6.444 80.608 12.979 18.829 662 10.758 70.117 57.284 197.222 320.855 214.310 53.673 13.677 536 11 293 46 297 13 521 4 70 2.436 5 0 2.098 174 4.493 12 4.197 7.477 13.113 26.938 94.920 29.052 6.716 310 4.197 7.477 13.113 26.938 94.920 29.052 6.716 310 0 344 2.493 0 49.818 8.750 2.693 404 209 239 1.785 14.492 52.305 3.981 625 338 9.489 18.369 34.446 77.523 313.190 75.392 32.809 1.582

Sumber : Bank Indonesia, diolah

23 Hasil FGD Dinas DPMPTSP Prov. Sulawesi Tengah.

32

BAB II

KEUANGAN PEMERINTAH

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulteng menyerahkan cinderamata kepada Perwakilan Pemerintah Daerah dalam kegiatan Sosialisasi Implementasi Transaksi Penerimaan dan Pembayaran Secara Non Tunai Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala dan Kota Palu

Realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan laporan lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi belanja. Pencapaian realisasi belanja APBD pada triwulan ini juga tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Rata-rata progress pembangunan fisik di Kabupaten/Kota hingga akhir triwulan II

pendapatan 48,72% realisasi APBD

35,32% realisasi belanja APBD Rp1.040,12 miliar DPK Pemda

2017 hanya mencapai 30,39%, sehingga perlu lebih ditingkatkan kedepannya. Peningkatan anggaran pembangunan infrastruktur yang terdapat pada pos

23,05 %(Rp111,66 miliar)

APBN dan pada APBD Sulawesi Tengah, diharapkan dapat menurunkan

Realisasi Belanja Modal

kesenjangan ketersediaan infrastruktur dasar di Sulawesi Tengah. Sementara itu, realisasi penyaluran Anggaran Dana Desa yang mencapai 54,39% pada Triwulan II 2017 diharapkan dapat meningkatkan pemerataan pembangunan yang sifatnya bottom-up.

35

48,55 %(Rp443,94 miliar) Realisasi PAD

2.1. Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2017 Hingga akhir Triwulan II 2017 realisasi pendapatan daerah masih lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi belanja daerah. Realisasi pendapatan daerah Sulawesi Tengah mencapai Rp 1.749,74 miliar atau 48,72% dari pagu anggaran 2017 sebesar Rp3.591,486 miliar. Persentase nilai realisasi pendapatan pada triwulan II 2017 ini sedikit lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 47,95%. Peningkatan realisasi pendapatan dipengaruhi oleh meningkatnya realisasi PAD menjadi 48,55% dari capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya 48,43% serta pendapatan lain-lain PAD yang sah dari 8,45% menjadi 79,1%. Total realisasi belanja daerah mencapai Rp1.271,55 miliar atau 35,32% dari total anggaran yang tersedia sebesar Rp3.599,70 miliar. Persentase realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah mengalami penurunan jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 36,48%. Salah satu faktor penyebab menurunnya realisasi belanja pemerintah adalah perubahan numenklatur dan adanya peleburan ataupun perampingan kelembagaan dalam instasi daerah, sehingga membutuhkan lebih banyak waktu untuk mempersiapkan administrasi dan susunan anggaran di awal tahun. Grafik 2.1.Perkembangan Pendapatan dan Belanja Daerah

Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota) yang ditempatkan di Perbankan mengalami penurunan. Pada triwulan II 2017 DPK milik Pemerintah Daerah tercatat sebesar Rp1.040,12 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp3.193,73 miliar. Penurunan DPK terjadi dikarenakan adanya penundaan transfer dana dari pemerintah pusat karena melesetnya perkiraan penerimaan negara dari yang ditargetkan. Grafik 2.2.Perkembangan Dana Pihak Ketiga Pemda

36

2.1.1 Realisasi Pendapatan APBD Realisasi dana perimbangan menjadi komponen penopang utama penerimaan APBD di triwulan II 2017. Realisasi dana perimbangan tertinggi secara nominal didominasi oleh komponen Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp1.282miliar dengan tingkat realisasi mencapai 48,43%. Realisasi DAU pada triwulan laporan relatif stabil dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang juga mencapai 49,58% dengan total nominal sebesar Rp740,40 miliar. Peningkatan juga terjadi pada realisasi komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Retribusi Daerah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi komponen PAD mengalami peningkatan dari 41,77% menjadi 48,55%. Sementara itu, realisasi komponen Retribusi Daerah mengalami peningkatan dari 58,27% menjadi 70,92%. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Secara historis, Rasio Kemandirian Fiskal Sulawesi Tengah menunjukkan tingkat kemandirian yang baik dengan rata-rata pada 5 tahun terakhir mencapai 42,73 (mid-upper rank). Hasil tersebut menunjukkan bahwa sumber PAD Sulawesi Tengah mampu mengimbangi dana pendapatan daerah yang berasal dari sumber ekstern, misalnya : Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak Sumber Daya Alam, Dana Pusat Alokasi Umum dan Dana Pusat Alokasi Khusus. Namun berdasarkan perkembangan terkini (data sementara), terlihat kinerja rasio kemandirian masih berada di bawah rata-rata historisnya. Pada posisi terakhir, angka rasio kemandirian mencapai 34,00 atau masih berada di bawah angka rata-rata 5 tahun terakhir yang mencapai 42,73. Angka rasio kemandirian tersebut merupakan perbandingan nilai PAD di triwulan II 2017 yang mencapai Rp444 miliar terhadap nominal pendapatan-pendapatan lain yang mencapai Rp1.306 miliar.

Grafik 2.3.Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah per Triwulan II

37

Grafik 2.4.Perkembangan Tingkat Realisasi per Pos Pendapatan Daerah

Tabel 2.1. Rasio Kemandirian dan Derajat Kemandirian Fiskal 1 Tahun 2012 2013 2014 2015 2016* (Q I-16) 2016* (Q II-16) 2016* (Q III-16) 2016* (Q IV-16) 2017* (Q I-17) 2017* (Q II-17)

Rasio Derajat Desentralisasi Kemandirian Fiskal 55,25 29,81 57,11 31,07 51,05 28,19 57,00 30,78 27,91 21,82 36,09 26,41 40,57 28,86 41,99 29,57 26,29 20,82 34,00 25,37

Sumber : BPKAD Prov. Sulawesi Tengah, data diolah

*data sementara

Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) menggambarkan persentase campur tangan pemerintah pusat dalam pembangunan daerah dan menunjukkan tingkat kesiapan keuangan pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Semakin tinggi rasio Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF), maka semakin tinggi pula kemampuan keuangan daerah dalam mendukung otonomi daerah. Berdasarkan rata-rata data historis selama 5 tahun terakhir, DDF Sulawesi Tengah sebesar 27,27%; dengan demikian pada triwulan laporan, Derajat Desentralisasi Fiskal Sulawesi Tengah berada pada skala cukup (middle rank : 20,01

30,00). Sementara itu, perkembangan terkini DDF menunjukkan adanya

peningkatan dari posisi triwulan sebelumnya, yakni dari 20,82 poin pada triwulan I 2017 menjadi 25,37 poin pada triwulan II 2017. Adanya perbaikan manajemen fiskal daerah diharapkan mampu mendorong peningkatan kemandirian Pemerintah Daerah terutama dalam menggali potensi-potensi pendapatan asli daerahnya. Hal tersebut menjadi penting mengingat hampir semua Provinsi masih bergantung kepada dana transfer dari pemerintah pusat dalam menjalankan pemerintahan di daerah. Tabel 2.2. Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Rp juta

URAIAN

ANGGARAN

REALISASI SD TW II 2017

( % ) REALISASI

3.591.486,41

1.749.744,14

48,72%

PENDAPATAN ASLI DAERAH

914.431,69

443.939,84

48,55%

Pendapatan Pajak Daerah

782.619,05

351.722,42

44,94%

Retribusi Daerah

5.155,51

3.656,10

70,92%

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

21.657,99

18.478,97

85,32%

104.999,14

70.082,34

66,75%

2.646.828,12

1.281.894,83

48,43%

183.125,66

73.458,93

40,11%

Dana Alokasi Umum

1.493.238,03

740.397,16

49,58%

Dana Alokasi Khusus

970.464,43

468.038,74

48,23%

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH

30.226,60

23.909,47

79,10%

22.726,60

16.409,47

72,20%

7.500,00

7.500,00

100,00%

PENDAPATAN

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah DANA PERIMBANGAN Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak

Pendapatan Hibah Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus

Sumber : Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

1Skala

Rendah (0-10); Kurang (10,01-20,00); Cukup (20,01-30,00); Sedang (30,01-40,00); Baik (40,01-50,00); dan Sangat Baik (>50,00)

38

2.1.2 Realisasi Belanja APBD Realisasi belanja APBD Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan realisasi belanja periode yang sama tahun sebelumnya. Tingkat realisasi belanja daerah tertinggi berada pada komponen belanja tidak langsung yang mencapai 39,85% dengan nominal belanja sebesar Rp 857,3miliar. Secara relatif, pencapaian ini mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mampu mencapai 40,20% atau sebesar Rp666miliar. Walaupun demikian, tingkat realisasi belanja langsung tercatat 28,6% atau secara nominal sebesar Rp414,3 miliar lebih rendah dari periode sebelumnya yang mencapai 32,93% atau sebesar Rp572 miliar. Grafik 2.5.Perkembangan Realisasi Nominal Belanja

Grafik 2.6.Perkembangan Realisasi Persentase Belanja

Tabel 2.3. Realisasi Keuangan dan Fisik Tingkat Kabupaten/Kota Region

Jenis Progress Progress Fisik

Banggai Progress Keuangan Progress Fisik Bangkep Progress Keuangan Progress Fisik Bangla Progress Keuangan Progress Fisik Morowali Progress Keuangan Progress Fisik Morut Progress Keuangan Progress Fisik Tojun Progress Keuangan

Kategori Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi

Jun-16 50.00% 24.16% 40.56% 24.16% 47.09% 20.62% 52.78% 20.62% 40.00% 30.48% 38.00% 28.96% 62.50% 45.72% 58.40% 36.91% 50.00% 27.41% 45.00% 26.92% 33.00% 30.28% 50.00% 36.86%

Sep-16 80.00% 54.49% 69.14% 54.49% 85.39% 38.60% 83.64% 38.60% 75.00% 53,37% 73.00% 50,95% 83.90% 75.68% 83.21% 49.39% 80.00% 52,28% 75.00% 51,20% 75.00% 65.71% 80.00% 57.75%

Des-16 Mar-17 95,00% 20,00% 75,23% 7,78% 96,17% 20,00% 75,23% 7,27% 100,00% 27,39% 81,64% 5,63% 100,00% 27,39% 81,64% 5,63% 100,00% 20,00% 83,71% 3,84% 97,00% 20,00% 82,69% 3,50% 100,00% 14,35% 91,87% 2,31% 99,74% 29,11% 67,15% 14,10% 100,00% 15,00% 92,05% 8,20% 97,00% 13,00% 92,05% 7,84% 100,00% 16,00% 97,72% 11,28% 99,00% 19,00% 92,39% 12,05%

Jun-17 55,00% 34,58% 50,00% 33,42% 54,86% 25,43% 54,86% 25,43% 42,00% 19,09% 42,00% 18,72% 55,68% 50,28% 58,37% 33,33% 40,00% 37,41% 37,99% 37,41% 33,00% 31,78% 50,00% 38,81%

Region

Jenis Progress Progress Fisik

Poso Progress Keuangan Progress Fisik Sigi Progress Keuangan Progress Fisik Parimou Progress Keuangan Progress Fisik Toli Progress Keuangan Progress Fisik Palu Progress Keuangan Progress Fisik Donggala Progress Keuangan

Kategori Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi

Jun-16 44.00% 43.05% 43.00% 43.05% 45.26% 37.67% 32,96% 27,54% 50.00% 38.30% 45.00% 36.64% 50.00% 32.41% 45.00% 29.03% 55.00% 32.11% 54.90% 25.84% 50.00% 35.55% 45.00% 35.55%

Sep-16 74.00% 65,67% 73.00% 65,67% 85.31% 47.79% 69,84% 50,74% 80.00% 51.47% 75.00% 50.15% 80.00% 54.51% 75.00% 50.15% 83.00% 51.63% 82.22% 49.79% 80.00% 46.02% 75.00% 52,06%

Des-16 Mar-17 100,00% 11,00% 92,00% 8,80% 97,00% 10,00% 91,33% 8,80% 100,00% 26,17% 97,14% 11,70% 97,51% 15,07% 94,16% 4,27% 100,00% 12,00% 56,97% 7,31% 97,00% 10,00% 97,22% 7,31% 100,00% 18,00% 73,54% 9,62% 98,00% 14,79% 69,62% 9,14% 100,00% 20,81% 57,51% 13,56% 100,00% 20,81% 55,83% 9,87% 100,00% 20,00% 71,95% 8,72% 97,00% 20,00% 71,95% 8,72%

Jun-17 31,00% 29,00% 30,00% 29,07% 58,05% 20,45% 57,50% 19,94% 40,00% 28,00% 37,00% 27,31% 48,00% 23,74% 44,36% 23,69% 48,19% 30,10% 48,88% 28,45% 40,00% 34,84% 37,00% 34,84%

Sumber : Monev TEPRA

Dalam lingkup spasial, rata-rata progress fisik dan keuangan baru mencapai 29,8% dengan rincian rerata realisasi fisik sebesar 30,39% dan keuangan 29,2%. Kabupaten Tojo Una-una menjadi daerah dengan tingkat realisasi keuangan tertinggi dengan realisasi pada akhir triwulan II 2017 mencapai 38,81%. Sedangkan Kabupaten Banggai Laut menjadi daerah dengan tingkat realisasi 39

keuangan terendah hanya mencapai 18,72%. Relatif tingginya realisasi anggaran di Kabupaten Tojo Una-una didorong oleh adanya pembangunan infrastruktur dengan alokasi anggaran yang cukup besar, diantaranya adalah untuk pengadaan alat kesehatan gigi & laboratorium, pengadaan alat kesehatan kamar operasi & radiologi, pengadaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL), pembangunan lanjutan gedung rawat inap kelas 1 dan 2, belanja modal pengadaan alat peraga keterampilan maupun lanjutan pembangunan gedung kantor camat Ratolindo.2 Dimana proses pengadaan untuk pembangunan infrastruktur tersebut telah diselesaikan di triwulan II 2017, sehingga diperkirakan mampu mendorong tingkat realisasi keuangan yang relatif tinggi di akhir tahun. Dari sisi realisasi fisik per Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Morowali menjadi daerah dengan tingkat realisasi tertinggi. Tingkat realisasi fisik Kabupaten Morowali mencapai 50,28%, tingginya tingkat realisasi fisik di Kabupaten Morowali didukung oleh adanya perkembangan positif pembangunan Kampus Universitas Tadulako, Bandara Morowali dan infrastruktur pendukungnya, peningkatan jalan dan drainase yang proses pelelangannya telah selesai pada Triwulan I 2017 sehingga progress fisik dapat maksimal.3 Tabel 2.4. Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Rp juta URAIAN

REALISASI SD TW II 2017

ANGGARAN

( % ) REALISASI

BELANJA

3.599.701,59

1.271.555,88

35,32%

BELANJA TIDAK LANGSUNG

2.151.244,49

857.264,44

39,85%

1.277.264,51

460.707,10

36,07%

501.067,68

302.216,71

60,31%

1.000,00

276,50

27,65%

362.718,28

93.447,64

25,76%

Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa

6.694,02

616,48

9,21%

Belanja Tidak Terduga

2.500,00

0,00

0,00%

BELANJA LANGSUNG

1.448.457,10

414.291,45

28,60%

Belanja Pegawai Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa

Belanja Pegawai

128.346,01

44.902,88

34,99%

Belanja Barang dan Jasa

835.621,79

257.724,91

30,84%

Belanja Modal

484.489,30

111.663,66

23,05%

-8.215,18

478.188,26

PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH

55.415,18

77.436,67

139,74%

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya

55.415,18

70.515,11

127,25%

SURPLUS / DEFISIT PEMBIAYAAN DAERAH

0,00

0,00

0,00%

PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH

47.200,00

4.500,00

9,53%

Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah

47.200,00

0,00

0,00%

PEMBIAYAAN NETTO

8.215,18

70.515,11

858,35%

0,00

548.703,37

Penerimaan Piutang Daerah

SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN TAHUNAN

Sumber : Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

2

LPSE Kabupaten Morowali Kota Palu

3LPSE

40

2.2 Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah Realisasi belanja APBN di Sulawesi Tengah relatif stabil dari periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan laporan, jumlah total belanja APBN mencapai Rp2.918,36 miliar, dengan tingkat serapan anggaran 28,13% dari total pagu belanja Rp10.374,79 miliar. Tingkat realisasi belanja pada triwulan laporan tercatat sedikit meningkat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang waktu itu tercatat 25,44%. Grafik 2.7. Perkembangan Realisasi Serapan Belanja APBN periode 2012-2017

Grafik 2.8. Perkembangan Nominal Realisasi Belanja APBN di Sulawesi Tengah (triwulanan)

Dari sisi belanja, sebagian besar total belanja di triwulan II 2017 merupakan kontribusi dari belanja pegawai dengan jumlah nominal mencapai Rp927,39 miliar. Pada sisi belanja barang, tingkat realisasi dana APBN mencapai Rp815,28 miliar atau 34,37% dari total realisasi belanja APBN di triwulan laporan. Sementara itu, tingkat realisasi belanja modal masih cukup rendah yang mencapai Rp632,85miliar atau berada pada kisaran 24,91%. Tabel 2.5. Realisasi Belanja APBN NO

Jenis Belanja

1 'BELANJA PEGAWAI 2 'BELANJA BARANG 3 'BELANJA MODAL 4 'BELANJA BANTUAN SOSIAL 5 'DANA ALOKASI KHUSUS FISIK 6 'DANA DESA TOTAL

PAGU

REALISASI JAN

FEB

TW I MAR

Nominal

2.109,32 114,69 132,28 138,52 385,49 2.371,83 15,13 73,02 142,43 230,58 2.540,88 1,55 71,56 118,37 191,48 20,99 1.897,94 1.433,83 10.374,79 131,37

276,86

399,32

807,55

Rp Miliar

REALISASI %

MEI

JUN

159,14 177,37 134,05 1,69 14,63 313,38

228,28 222,57 201,55 0,90 194,40

7,78% 1.270,40 800,26

847,70

18,28% 9,72% 7,54% 0,00% 0,00% 0,00%

APR

TW II

154,49 184,77 105,77 0,12 553,24 272,02

Nominal

541,90 584,70 441,37 2,71 567,87 779,80

REALISASI SEM.I %

25,69% 24,65% 17,37% 12,93% 29,92% 54,39%

Nominal

%

927,39 815,28 632,85 2,71 567,87 779,80

43,97% 34,37% 24,91% 12,93% 29,92% 54,39%

2.918,36 28,13% 3.725,91

35,91%

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Sulteng

Anggaran Dana Desa (ADD) 2017 tahap pertama yang mengalami penundaan dari Maret kemudian bergeser ke April telah terealisasi dengan serapan sebesar Rp 779,0 miliar atau 54,39% dari total anggaran ADD 2017 Provinsi Sulawesi Tengah. Realisasi ADD 2017 diprioritaskan pada empat program prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), yaitu menentukan produk unggulan desa atau kawasan pedesaan, mengembangkan Badan Usaha Milik Desa, membangun sarana embung air desa dan membangun sarana olahraga desa. ---oOo--41

I DAERAH

BAB BABIIIIII. INFLASI DAERAH

Lahan Cabai Rawit di Kabupaten Tojo Una-Una



Inflasi triwulan II 2017 Kota Palu terjaga dengan baik, dan pada akhir Juni lalu mencatatkan angka 5,23% (yoy). Namun, angka ini masih sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi tahunan dalam tiga tahun terakhir yang hanya mencapai 5,15% (yoy).



Inflasi Kota Palu pada triwulan II 2017 lebih banyak didorong dari kelompok

administered

prices,

yang

merupakan

dampak

dari

meningkatnya permintaan masyarakat seiring dengan tibanya Ramadhan dan Idul Fitri. 

Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) akan terus memperkuat koordinasi kebijakan dan program kerjanya baik di level kabupaten/kota maupun di level Provinsi. Perwujudan program pengendalian inflasi dapat tercermin dari strategi 4K antara lain ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga

Kedepan, Bank Indonesia akan terus mencermati berbagai faktor risiko yang mempengaruhi inflasi baik yang bersumber dari kelompok volatile food maupun dari administered prices. Dalam rangka menjaga inflasi tetap berada pada sasaran yang ditetapkan, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah

barang dan jasa, kelancaran distribusi, dan komunikasi ekspektasi. 45

3.1. Perkembangan Inflasi Secara Umum di Kota Palu Inflasi tahunan Kota Palu pada triwulan II 2017, tercatat 5,23% (yoy ), lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya 4,05% (yoy ). Inflasi tahunan Kota Palu pada akhir triwulan II 2017 tercatat masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata inflasi selama 3 tahun terakhir yaitu 5,15%. Tekanan inflasi bulan Juni 2017 tersebut dapat dijelaskan dari dua sisi. Dari sisi demand, tekanan inflasi mengalami peningkatan terutama didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara akibat meningkatnya permintaan menjelang Idul Fitri. Selain itu juga muncul dari kelompok sandang seiring dengan meningkatnya permintaan sandang oleh masyarakat untuk merayakan lebaran. Sementara dari sisi supply, tekanan inflasi terutama didorong oleh kenaikan tarif listrik seiring dengan adanya kebijakan penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga 900 VA yang diberlakukan secara bertahap. Sementara itu, dari tekanan inflasi dari kelompok volatile

foods cukup terkendali seiring dengan terjaganya pasokan komoditas khususnya dari sub kelompok ikan segar yang selama ini sering memberikan tekanan. Grafik 3.1. Event Analysis Inflasi Kota Palu

Sumber: BPS (diolah)

Berdasarkan kelompok disagregasinya, tekanan inflasi terutama berasal dari kelompok

administered prices, khususnya kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar serta kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masing-masing mengalami inflasi 9,29% (yoy) dan 6,46% (yoy). Kenaikan inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas ini tidak terlepas dari dampak penyesuaian tarif oleh Pemerintah yaitu tarif listrik, biaya perpanjangan STNK dan bensin. Dari kelompok volatile foods, adanya kondisi cuaca buruk dan meningkatnya permintaan masyarakat selama Ramadhan dan Idul Fitri menjadi salah satu faktor penyebab peningkatan harga terutama dari sub kelompok ikan segar dan bumbu-bumbuan. Kelompok inflasi inti juga menunjukkan

46

adanya peningkatan harga namun cukup terkendali seiring dengan tibanya Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Sementara itu, peningkatan harga pada kelompok administered prices di bulan laporan berasal dari kenaikan tarif angkutan udara yang didorong oleh meningkatnya permintaan khususnya selama mudik menjelang hari raya Idul Fitri. Secara spasial, inflasi tahunan Kota Palu pada triwulan II 2017 berada di atas inflasi tahunan Nasional yaitu 4,37%. Dari 82 Kota yang dihitung inflasinya secara Nasional, 79 kota mencatatkan inflasi dan 3 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi secara Nasional terjadi di Kota Tual dengan realisasi inflasi bulanan 4,48% (mtm). Sementara itu, deflasi terdalam terjadi di Kota Singaraja dengan realisasi -1,76% (mtm). Inflasi bulanan Kota Palu sendiri menempati urutan ke-47 secara Nasional. Grafik 3.2. Perbandingan Inflasi Tahunan Beberapa Region di Indonesia Timur

Grafik 3.3. Perbandingan Inflasi Bulanan Kota Palu, Nasional, Sulampua dan KTI

Selama periode April-Juni 2017 rata-rata realisasi Inflasi bulanan Kota Palu tercatat 0,68% (mtm ). Rata-rata inflasi Kota Palu tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi Nasional pada triwulan yang sama yang mencapai 0,37% (mtm). Lebih tingginya inflasi Kota Palu disebabkan karena tekanan inflasi dari kelompok administered prices khususnya dari sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air serta transpor yang diakibatkan oleh dampak kenaikan tarif listrik dan peningkatan permintaan selama triwulan II 2017 menjelang Idul Fitri. Tekanan inflasi dari kelompok bahan makanan relatif terkendali selama triwulan laporan yang mengalami peningkatan harga 3,09% (yoy) dan memberikan andil 0,62%. Tekanan inflasi terutama berasal dari sub kelompok bumbu-bumbuan, sub kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya serta sub kelompok sayur-sayuran. Terkendalinya inflasi kelompok tersebut dikarenakan tersedianya pasokan bahan pangan dari sentra produksi di Sulawesi Tengah. Adanya panen raya beras yang sedang mencapai periode puncak pada bulan April-Mei 2017 menyebabkan peningkatan pasokan komoditas beras dan berdampak kepada penurunan indeks harga komoditas tersebut. Selain dari sub kelompok bumbu-bumbuan dan sub kelompok sayur-sayuran, tekanan inflasi juga disumbangkan oleh sub kelompok ikan segar. Pergerakan harga beberapa komoditas subkelompok ikan segar berfluktuasi, harga ikan segar pada April 2017 mengalami inflasi 1,30% (mtm) yang diakibatkan oleh kurangnya pasokan ikan dampak dari Siklon Tropis Ernie yang menyebabkan gelombang tinggi mencapai 1,25-2,25 meter. Ikan segar kembali mengalami peningkatan di Mei 2017 47

seiring meningkatnya permintaan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Ikan segar kembali mengalami deflasi di Juni 2017 sebesar -10,74%% (mtm) dengan terkendalinya permintaan masyarakat dan tersedianya pasokan di pasar. Hal ini terlihat dari komoditas ikan segar yang mengalami deflasi pada akhir triwulan II 2017 yaitu ikan cakalang -0,26%, ikan ekor kuning -0,21%, ikan layang -0,13%, ikan teri -0,04% dan ikan kembung -0,02%. Selain dikarenakan oleh kondisi cuaca, inflasi yang terjadi di kelompok bahan makanan juga disebabkan karena kurangnya pasokan akibat masih tingginya perdagangan antar wilayah yang terjadi di Sulawesi Tengah dan masih bergantungnya Sulawesi Tengah dengan komoditas impor terutama bawang putih. Perdagangan antar wilayah untuk komoditas sub kelompok bumbu-bumbuan dan sub kelompok ikan segar ke Kalimantan menjadi penyebab lain dari . Beberapa tindakan telah diambil di antaranya langkah yang diambil oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah dengan tidak memberikan lagi rekomendasi untuk melakukan perdagangan antar pulau dan juga telah diatur mekanisme perizinan untuk membongkar hasil tangkapan ikan di pelabuhan pangkalan yang ditetapkan 1. Selain itu, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura juga mulai menambah luas tanam tanaman pangan dengan memanfaatkan lahan tidur untuk menjamin ketersediaan pasokan di Provinsi Sulawesi Tengah.2 Tabel 3.1. Komoditas Penyumbang (Andil) Inflasi/Deflasi terbesar Bulan April-Juni 2017 April 2017 (Inflasi) Tarif Listrik Ikan Cakalang Seng Tomat Buah Ayam Hidup Besi Beton Pemeliharaan/Service Tomat Sayur Ikan Kembung Ikan Layang

0,30% 0,11% 0,08% 0,05% 0,03% 0,03% 0,02% 0,02% 0,02% 0,02%

Mei 2017 (Inflasi) Ikan Cakalang Ikan Bakar Ikan Ekor Kuning Ikan Selar Tarif Listrik Bawang Putih Ikan Layang Ayam Goreng Tarif Angkutan Udara Jeruk Nipis

0,31% 0,12% 0,1% 0,1% 0,09% 0,08% 0,07% 0,06% 0,06% 0,06%

Juni 2017 (Inflasi) Tarif Angkutan Udara Tarif Listrik Tomat Buah Cabai Rawit Telur Ayam Ras Bayam Ikan Kakap Merah Kacang Panjang Kangkung Beras

0,54% 0,28% 0,11% 0,05% 0,04% 0,04% 0,03% 0,03% 0,03% 0,03%

pasar

Sumber : BPS Prov. Sulawesi Tengah

3.2 Tekanan Inflasi Sisi Penawaran Tekanan harga dari sisi penawaran relatif stabil dan lebih disebabkan oleh pasokan yang menurun. Tekanan sisi penawaran meningkat pada Mei 2017 yang diakibatkan meningkatnya permintaan masyarakat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri dan tingginya perdagangan antar daerah yang terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah. Tingginya permintaan terutama terjadi pada komoditas sub kelompok ikan segar dan sub kelompok bumbu-bumbuan. Tercatat komoditas ikan cakalang mengalami kenaikan indeks harga mencapai 42,29% ( mtm) dan memberikan andil inflasi 0,31% dan bawang putih mengalami kenaikan harga 29,93% (mtm) dengan andil inflasi sebesar 0,08%. Adanya

1 Hasil Rapat Koordinasi Terbatas TPID Provinsi Sulawesi Tengah 2 Hasil Rapat Evaluasi TPID Provinsi Sulawesi Tengah

48

panen raya di triwulan II mampu meredam tekanan inflasi dari sisi penawaran dengan tersedianya pasokan beras di Provinsi Sulawesi Tengah. Kondisi cuaca Provinsi Sulawesi Tengah selama triwulan II juga cenderung stabil. Hal ini sejalan dengan analisis dan prakiraan hujan yang dilakukan oleh BMKG Provinsi Sulawesi Tengah. Sifat hujan di Provinsi Sulawesi Tengah untuk bulan April 2017 secara umum adalah Atas Normal (AN) dengan intensitas curah hujan berkisar antara 43-362 mm. Kondisi cuaca di Mei 2017 dan Juni 2017 secara umum tercatat Normal hingga Atas Normal dengan intensitas hujan masing-masing 51-201 mm dan 101-301 mm. 3 Curah hujan tertinggi terjadi di wilayah Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Poso.4 Tekanan inflasi dari sisi penawaran yang cukup terkendali tidak lepas dari tindakan pengendalian yang telah dilakukan selama triwulan II 2017. Adanya program BULOG dalam menjaga ketersediaan pangan di Sulawesi Tengah menjadi salah satu faktor penahan tekanan inflasi dari sisi penawaran. Kerja Sama Operasional telah dilakukan BULOG dengan memberdayakan pengecer sebagai penjual untuk menjual komoditas sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh Pemerintah. Khusus untuk komoditas gula, BULOG menurunkan harga beli pengecer kepada dengan syarat pengecer dan RPK yang telah ditunjuk oleh BULOG akan dilakukan sistem konsinyasi (titip jual). Selain itu, Gerakan Stabilisasi Pangan yang dilakukan menjelang Ramadhan selama 2 minggu di beberapa daerah seperti Luwuk, Poso dan Tolitoli juga menjadi faktor penahan laju inflasi di triwulan laporan. Terkait dengan stok bahan pangan, BULOG telah menjamin ketersediaan bahan pangan seperti beras di mana BULOG akan terus melakukan penyerapan beras dan komoditas bawang merah dengan melakukan kerjasama dengan petani di Kota Palu dan Enrekang, Sulawesi Selatan serta menjamin ketersediaan komoditas gula.5 Adanya program

Rumah Pangan Kita

menjadi faktor

lain dalam menahan tekanan inflasi dari sisi penawaran. Sebaran outlet Rumah Pangan Kita (RPK) di seluruh Kabupaten/Kota Sulawesi Tengah telah mencapai 330 gerai unit, dimana Kota Palu memiliki jumlah gerai terbanyak yang mencapai 72 unit; Kabupaten Poso mencapai 55 unit dan terbanyak ketiga adalah Kabupaten Toli-toli dengan 45 unit. Gerai tersebut mampu berkontribusi dalam menyediakan sembako murah bagi masyarakat dan menjadi salah satu program unggulan TPID Sulteng selain intervensi melalui pasar murah dan sidak penimbunan barang. Komoditas utama yang diperdagangkan melalui RPK adalah komoditas beras dan gula pasir. Relatif terkendalinya inflasi pada triwulan II 2017 juga dipengaruhi kondisi surplus pada beberapa komoditas strategis. Stok komoditas beras yang bertahan hingga Oktober 2017 dan pada Mei 2017, stok beras di Kota Palu tercatat surplus sebesar 6.327 ton. Komoditas gula juga mengalami surplus dan tersedia hingga September 2017.6

Laporan BMKG Prakiraan Hujan “Analisa Hujan & SPI Desember 2016. Prakiraan Hujan Februari, Maret, April 2017” Laporan BMKG Prakiraan Hujan Mei, Juni, Juli 2017 “Kondisi Dinamika Atmosfer Analisa Hujan Maret 2017 Informasi Kekeringan (SPI) 5 Hasil HLM TPID Provinsi Sulawesi Tengah 6 Hasil HLM TPID Provinsi Sulawesi Tengah 3 4

49

3.3. Tekanan Inflasi Sisi Permintaan Dari sisi demand, terdapat indikasi peningkatan permintaan masyarakat yang tercermin dari meningkatnya tekanan inflasi inti dan meningkatnya Indeks Keyakinan Konsumen di triwulan II 2017. Secara umum Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)7 masih jauh berada di level optimis (di atas 100), yakni 141 poin pada Juni 2017 meningkat dari posisi sebelumnya di level 113 poin. Hal ini menunjukkan bahwa optimisme masyarakat masih relatif tinggi. Dari indikator lain terlihat tekanan inflasi inti di Kota Palu relatif terkendali, dari semula 3,45% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 3,62% (yoy) pada triwulan II 2017. Inflasi inti pada bulan laporan tercatat 3,62% (yoy) lebih tinggi dari triwulan yang sama tahun sebelumnya yang hanya mencapai 3,29% (yoy). Kondisi tersebut menyebabkan inflasi inti hanya menyumbangkan andil inflasi tahunan relatif rendah yakni 2,87%, lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 2,31%. Kenaikan indikator tersebut menggambarkan meningkatnya konsumsi masyarakat terutama dalam menyambut Ramadhan dan Idul Fitri 2017. Tekanan dari sisi permintaan juga disebabkan oleh peningkatan konsumsi masyarakat pada barang-barang tahan lama. Barang tahan lama masuk dalam kelompok tersier yang merupakan komoditas di luar kebutuhan pokok masyarakat. Peningkatan konsumsi terhadap barang tahan lama tersebut menjadi salah satu indikator bahwa keinginan masyarakat dalam berinvestasi sedikit meningkat. Berdasarkan survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia pada bulan Juni 2017, terjadi peningkatan indeks konsumsi terhadap barang tahan lama dari 101,67 poin di triwulan I 2017 menjadi 118,67 poin di triwulan II 2017. Tingkat penghasilan masyarakat pada triwulan laporan mengalami peningkatan. Indeks tingkat penghasilan mengalami peningkatan dari 90 poin di tiwulan I 2017 menjadi 92,67 poin pada triwulan II 2017. Mencermati kedua indikator tersebut, terlihat bahwa tingkat konsumsi masyarakat meningkat baik untuk kebutuhan pokok maupun untuk investasi. Walaupun demikian, masyarakat juga masih menggunakan dana yang tersedia untuk kegiatan saving. Kondisi demikian terkonfirmasi dari meningkatnya indeks ekspektasi jumlah tabungan masyarakat yang naik dari 83,57 poin di triwulan I 2017 menjadi 151,28 poin di triwulan II 2017. Peningkatan

saving tersebut tampaknya sejalan dengan ekspektasi masyarakat terhadap peningkatan suku bunga, yang terlihat dari peningkatan indeks ekspektasi suku bunga tabungan dari 100 poin di triwulan I 2017 menjadi 102 poin pada triwulan II 2017.8

7Survei

8

Konsumen KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah Periode Juni 2017

Survei Konsumen KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah Periode Juni 2017

50

3.4. Indeks Keyakinan Konsumen, dan Indeks Ekspektasi Konsumen

3.5. Indeks Penghasilan, Kondisi Ekonomi, dan Konsumsi Barang Tahan Lama

z

3.4. Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Jika dilihat berdasarkan kelompoknya, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menjadi salah satu penyumbang inflasi tertinggi pada triwulan Laporan. Sementara itu inflasi dari kelompok bahan makanan relatif terjaga. Pada triwulan II 2017 kelompok transportasi khususnya angkutan udara menyumbangkan andil yang cukup tinggi terhadap inflasi. Sementara kelompok bahan makanan yang pada periode sebelumnya menjadi kelompok yang cukup signifikan dalam mendorong inflasi, relatif terjaga harganya bahkan mampu menyumbang deflasi -0,15% secara

month to month atau sebesar 0,62% secara year on year. Walaupun terdapat tekanan inflasi dari kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, namun secara umum tekanan inflasi tahunan dan bulanan berdasarkan kelompok barang relatif terjaga dengan baik. Grafik 3.6. Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Palu Menurut Kelompok Komoditas

51

Tabel 3.3. Perbandingan Inflasi Tahunan per Kelompok Komoditas (%)

KELOMPOK KOMODITAS Umum Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Bahan Bakar dan Gas Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

mtm

Jun-17 ytd

yoy

0,76 -0,74 0,05 1,12 0,49 0,39 0,25 3,10

3,94 1,48 1,68 8,51 0,99 1,44 0,29 6,52

5,23 3,09 3,05 9,29 3,31 3,06 4,80 6,46

Andil Inflasi 0,76 -0,15 0,011 0,265 0,027 0,016 0,016 0,570

Sumber : BPS

Tekanan inflasi kelompok bahan makanan relatif terkendali, sehingga menahan tekanan inflasi Kota Palu pada akhir triwulan II 2017. Penurunan realisasi inflasi kelompok bahan makanan pada akhir triwulan II 2017 didorong oleh turunnya tekanan pada sub-kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya serta sub kelompok daging dan hasil-hasilnya yang mengalami deflasi secara tahunan. Deflasi dari sub kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya dikarenakan tersedianya pasokan beras seiring dengan masa puncak panen raya di triwulan II 2017 sedangkan dari sub kelompok daging dan hasil-hasilnya dikarenakan adanya tambahan suplai terutama dari peternak yang berada di Sulawesi Tengah. Komoditas lain yang mengalami deflasi dari sub kelompok tersebut adalah beras 0,75% (yoy) dan daging ayam ras -17,20% (yoy). Sub kelompok lain yang menahan tekanan inflasi di triwulan laporan adalah sub kelompok ikan segar. Terjadinya penurunan harga tersebut ditopang oleh stabilnya suplai ikan segar seiring dengan kondusifnya cuaca di Sulawesi Tengah di akhir triwulan II 2017. Sub kelompok ikan segar mengalami deflasi sebesar 1,99% (mtm) dari triwulan sebelumnya yang tercatatat 10,48% (mtm). Komoditas yang mengalami penurunan harga dari sub kelompok tersebut adalah ikan ekor kuning -10,37% dengan andil -0,06% dan ikan kembung -6,38% dengan andil -0,03%. Tekanan inflasi sub kelompok kacang-kacangan juga cukup terkendali. Tekanan inflasi sub kelompok tersebut pada triwulan II mengalami penurunan menjadi 1,95% ( yoy) dari 3,67% (yoy) pada triwulan sebelumnya Beberapa komoditas yang mengalami penurunan, harga adalah kacang hijau dan kacang tanah.

52

Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Bahan Makanan (%)

KELOMPOK/SUBKELOMPOK Bahan Makanan Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya Daging dan Hasil-hasilnya Ikan Segar Ikan Diawetkan Telur, Susu dan Hasil-hasilnya Sayur-sayuran Kacang - kacangan Buah - buahan Bumbu - bumbuan Lemak dan Minyak Bahan Makanan Lainnya

Grafik 3.7 .Perkembangan Harga Bumbu-bumbuan

mtm -0,74 0,72 1,60 -10,74 -2,91 2,02 18,06 0,37 7,92 -0,21 -0,01 0,09

Jun-17 ytd 1,48 -2,21 -1,69 1,12 8,19 -0,04 15,50 2,75 14,07 2,97 1,57 1,61

yoy 3,09 -0,06 1,58 1,99 8,95 -3,13 13,75 1,95 1,59 13,44 6,66 9,90

Grafik 3. 8. Perkembangan Harga Ikan Segar

Sumber : BPS

Pada kelompok makanan jadi, rokok dan tembakau di akhir triwulan II 2017 secara umum mengalami peningkatan harga. Sub-kelompok tembakau dan minuman beralkohol mencatatkan inflasi tertinggi 8,24% (yoy) dengan andil 0,39%. Sub-kelompok makanan jadi juga mencatatkan infasi 1,98% (yoy) dengan andil 0,28%, dimana komoditas ikan bakar dan ayam goreng masingmasing memberikan andil inflasi 0,13% dan 0,08%. Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau (%)

KELOMPOK/SUBKELOMPOK Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Makanan Jadi Minuman yang Tidak Beralkohol Tembakau dan Minuman Beralkohol

mtm 0,05 0,00 -0,46 0,51

Jun-17 ytd 1,68 1,66 0,56 2,45

yoy 3,05 1,98 0,46 8,24

Sumber: BPS

Meningkatnya tarif listrik menjadi salah satu faktor pendorong inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada akhir triwulan II 2017 mengalami peningkatan harga cukup tinggi hingg 54,65% (yoy). Komoditas yang menjadi penyebab utama adalah komoditas tarif listrik yang menyumbangkan inflasi 2,23%. Di sisi lain, terdapat juga peningkatan harga pada komoditas pasir dengan inflasi mencapai 53

9,09% (yoy) dengan andil 0,05%. Komoditas sewa rumah juga menjadi komoditas dengan inflasi tinggi dari kelompok ini dengan peningkatan harga 7,86% (yoy) dan andil 0,23%. Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar (%)

KELOMPOK/SUBKELOMPOK Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Biaya Tempat Tinggal Bahan Bakar, Penerangan dan Air Perlengkapan Rumahtangga Penyelenggaraan Rumahtangga

mtm 1,12 -0,14 5,15 0,00 0,09

Jun-17 ytd 8,51 3,81 26,61 0,00 0,68

yoy 9,29 3,79 33,69 0,18 1,81

Sumber: BPS

Kelompok sandang mengalami peningkatan harga pada akhir triwulan II 2017 Laju inflasi kelompok sandang tercatat 3,31% (yoy) dengan andil inflasi mencapai 0,18%. Konsumsi sandang laki-laki menjadi sub-kelompok yang mengalami inflasi tertinggi mencapai 4,08% (yoy) dengan andil 0,06%. Komoditas komoditas kemeja panjang katun dan baju kaos tanpa kerah menjadi komoditas penyumbang inflasi tertinggi masing-masing mencapai 0,03 dan 0,02%. Sementara dari sisi sub-kelompok sandang wanita dan sub-kelompok sandang anak, masing-masing mengalami peningkatan indeks 2,65% (yoy) dan 3,32% (yoy), sehingga masing-masing menyumbangkan inflasi 0,04%. Peningkatan harga dari komoditas Sandang disebabkan karena meningkatnya permintaan khususnya pada saat perayaan hari raya besar keagamaan terutama Hari Raya Idul Fitri. Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Sandang (%)

KELOMPOK/SUBKELOMPOK Sandang Sandang Laki-laki Sandang Wanita Sandang Anak-anak Barang Pribadi dan Sandang Lain

mtm 0,49 0,04 -0,11 2,11 0,19

Jun-17 ytd 0,99 -0,20 1,28 2,67 0,56

yoy 3,31 4,08 2,65 3,32 3,09

Sumber: BPS

Tabel 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan (%)

KELOMPOK/SUBKELOMPOK Kesehatan Jasa Kesehatan Obat-obatan Jasa Perawatan Jasmani Perawatan Jasmani dan Kosmetika

mtm 0,39 0,00 0,64 0,00 0,61

Jun-17 ytd 1,44 0,11 1,44 0,00 2,53

yoy 3,06 0,11 4,10 0,00 5,15

Sumber: BPS

Kelompok kesehatan mengalami inflasi 3,06% (mtm ) dengan andil inflasi 0,12%. Andil kelompok kesehatan disumbangkan oleh sub-kelompok obat-obatan dan perawatan jasmani dan kosmetika. Pada sub-kelompok perawatan jasmani dan kosmetika didorong oleh peningkatan harga komoditas sabun mandi, parfum dan bedak yang masing-masing memberikan andil sebesar 0,03%, 0,02% dan 0,01%. Sementara itu, inflasi dari sub-kelompok obat-obatan didorong oleh peningkatan 54

harga pada komoditas obat dengan resep dan obat gosok yang masing-masing menyumbang inflasi dengan angka 0,01% terhadap inflasi tahunan. Tabel 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga (%)

KELOMPOK/SUBKELOMPOK Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Jasa Pendidikan Kursus-kursus/Pelatihan Perlengkapan/Peralatan Pendidikan Rekreasi Olahraga

mtm 0,25 0,00 0,00 1,98 0,00 0,00

Jun-17 ytd 0,29 0,00 2,78 1,54 0,00 0,00

yoy 4,80 7,66 2,78 1,87 -3,58 0,47

Sumber : BPS

Jasa pendidikan terutama biaya akademi/perguruan tinggi menjadi pendorong utama inflasi dari kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga. Secara tahunan, tekanan inflasi kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mencapai 4,80% (yoy) dan pada akhir triwulan II 2018 menyumbang inflasi 0,30%. Komoditas utama penyumbang inflasi berasal dari sub kelompok jasa pendidikan khususnya dari komoditas biaya akademisi/perguruan tinggi, sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang masing-masing memberikan andil 0,15%, 0,12% dan 0,025%. Sedangkan dari sub kelompok olahraga, inflasi disumbangkan oleh komoditas sepatu olahraga pria dengan andil 0,001%. Inflasi yang terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan didorong oleh peningkatan tarif angkutan udara. Pada triwulan laporankelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami inflasi 6,46% (yoy) dengan inflasi dari tarif angkutan udara 8,10% (yoy) dengan andil 0,28%. Selain angkutan udara, meningkatnya tarif pulsa ponsel 11,95% (yoy) dengan andil 0,25% juga turut menjadi pendorong tekanan terhadap inflasi tahunan dari kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Peningkatan tarif angkutan udara didorong oleh meningkatnya permintaan masyarakat pada saat Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, sementara kenaikan tarif pulsa ponsel didorong dengan semakin mudahnya masyarakat untuk memperoleh ponsel dengan harga yang terjangkau dan stabilnya sinyal 4G di Kota Palu sehingga permintaan akan tarif pulsa ponsel ikut meningkat. Penundaan penurunan tarif interkoneksi 2017 yang direncanakan di triwulan I 2017, turut mempengaruhi peningkatan harga dari komoditas tarif pulsa ponsel. Tabel 3.10.Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan (%)

KELOMPOK/SUBKELOMPOK Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Transpor Komunikasi dan Pengiriman Sarana dan Penunjang Transpor Jasa Keuangan

mtm 3,10 4,44 0,00 0,00 0,00

Jun-17 ytd 6,52 6,44 2,48 16,35 0,00

yoy 6,46 4,80 6,42 22,61 0,00

Sumber: BPS

55

3.5. Disagregasi Inflasi

a. Volatile food Kelompok volatile food mencatatkan inflasi 0,02% (mtm ) atau 3,02% ( yoy ) pada akhir triwulan II 2017. Inflasi volatile food cukup terkendali yang tercermin dari adanya penurunan harga pada komoditas ikan cakalang, ikan ekor kuning, ikan ekor layang, bawang putih, bawang merah dan jeruk ikan kembung di akhir triwulan II 2017. Komoditas ikan cakalang mengalami penurunan indeks harga mencapai 28,31% (mtm) dan memberikan andil inflasi -0,26%. Ikan ekor kuning mengalami penurunan harga 27,96% dan memberikan andil inflasi sebesar -0,21%. Beberapa komoditas yang menyumbangkan inflasi dari kelompok volatile food adalah tomat buah dan cabai rawit. Berdasarkan hasil SPH, harga rata-rata tomat buah di pasar tradisional mengalami peningkatan yakni dari Rp5.393,- per Kg pada triwulan I 2017 menjadi Rp8.615,- per Kg pada triwulan II 2017 atau mengalami peningkatan harga sebesar 60%. Begitu juga dengan komoditas cabai rawit yang mengalami peningkatan harga di akhir triwulan II 2017. Sementara itu, peningkatan harga tomat buah yang terpantau di pasar modern juga mengalami peningkatan yakni dari Rp10.229,- per Kg menjadi Rp15.100,- per Kg pada triwulan laporan. Perbedaan harga komoditas di pasar tradisional dan modern disebabkan adanya perbedaan kemasan, dimana harga komoditas beras di pasar modern lebih mahal karena telah dikemas dengan baik untuk memenuhi preferensi konsumen dengan tingkat pendapatan menengah ke atas.

b. Administered Prices Kelompok administered prices mengalami peningkatan laju inflasi 3,94% (mtm ) dari bulan sebelumnya atau secara tahunan mencatatkan inflasi 11,50% (yoy). Salah satu komoditas yang mengalami tekanan selama triwulan II 2017 adalah tarif listrik dan tarif angkutan udara. Tarif listrik mengalami kenaikan indeks 7,39% (mtm) atau 54,65% (yoy). Kenaikan indeks harga tidak terlepas dari adanya dampak kebijakan penyesuaian tarif pada konsumen golongan tarif listrik dengan daya 900 VA. Adanya penyesuaian tarif tersebut menyebabkan pelanggan dengan daya 900 VA akan dipisahkan menjadi rumah tangga mampu dan rumah tangga miskin seiring dengan kebijakan Pemerintah Pusat untuk memberikan subsidi tepat sasaran. Implikasi kebijakan tersebut menyebabkan 18,9 juta pelanggan listrik 900 VA9 yang masuk dalam kategori Rumah Tangga Mampu (RTM) di Sulawesi Tengah akan mengalami pencabutan subsidi secara bertahap yang dimulai sejak 1 Januari 2017. Sementara jumlah masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi miskin dan rentan miskin golongan 900 VA hanya sebanyak 4,1 juta. Tarif angkutan udara mengalami kenaikan indeks 18,13% (mtm) atau 8,10% (yoy), serta menyumbangkan andil inflasi 0,28% terhadap inflasi tahunan dan 0,64% terhadap inflasi bulanan. Peningkatan tarif angkutan udara dipengaruhi oleh adanya peningkatan arus penumpang terkait dengan acara Kongres Nasional PMII yang dibuka langsung oleh Presiden RI dan seiring berlangsungnya perayaan terkait Ramadhan dan Idul Fitri. 9

Data TNP2K

56

c. Core Inflation Inflasi kelompok inti mengalami kenaikan indeks 3,62% (yoy ) dan 0,03% (mtm ). Beberapa komoditas pada kelompok inti yang mengalami kenaikan harga diantaranya adalah mobil 4,69% (yoy) dengan andil 0,10% terhadap inflasi tahunan, pemeliharaan/servis 19,36% (yoy) dengan andil 0,11% terhadap inflasi tahunan, dan sandang laki-laki yang meningkat 4,08% (yoy) dengan andil 0,06% terhadap inflasi tahunan. Peningkatan komoditas inti, terutama mobil dan pemeliharaan/servis berhubungan dengan aktivitas arus mudik masyarakat antar daerah melalui darat, dimana permintaan untuk kebutuhan perbaikan dan pemeliharaan kendaraan mengalami peningkatan karena sebagian besar masyarakat membutuhkan komoditas tersebut guna menjamin keamanan dan kenyamanan dalam perjalanan mudik.

3.9. Inflasi berdasarkan Kelompok-Disagregasi

3.6. Prospek Inflasi (Tracking Triwulan III 2017) Memasuki awal triwulan III 2017, Kota Palu mengalami penurunan inflasi seiring dengan berakhirnya Ramadhan dan Idul Fitri. Inflasi yang terjadi pada Juli 2017 mencapai 0,05% (mtm), sedangkan inflasi tahunan di Kota Palu berada pada 4,87% (yoy). Penurunan inflasi Kota Palu pada awal triwulan III dipengaruhi oleh menurunnya permintaan masyarakat terutama dari kelompok

administered prices yaitu tarif angkutan udara sebesar -10,30% (mtm) dan memberikan andil sebesar -0,36%. Penurunan tarif angkutan udara dipengaruhi oleh turunnya permintaan pasca Hari Raya Idul Fitri seiring dengan berakhirnya musim mudik. Hal ini sejalan dengan Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan Bank Indonesia terutama untuk komoditas angkutan udara low fare yang rata-rata mengalami penurunan -24,74%. Dampak kenaikan tarif listrik yang sebelumnya menjadi komoditas penyumbang inflasi utama dari kelompok administered prices, dampaknya sudah berkurang sehingga tidak mengalami perubahan harga di Juli 2017. Komoditas lainnya yang mendorong penurunan inflasi Juli 2017 adalah sepeda motor dan kendaraan carter yang masing-masing mengalami penurunan indeks mencapai -2,53% (mtm), dan -14,53% (mtm). Penurunan ini juga tidak lepas dari dampak berakhirnya tahun ajaran baru serta Ramadhan dan Idul Fitri. Walaupun kelompok inti secara umum relatif stabil, namun

kelompok sandang justru 57

mengalami kenaikan harga dengan andil inflasi di Juli 2017 sebesar 0,12%. Sub kelompok utama penyumbang inflasi adalah sandang anak-anak dan sandang wanita yang masing-masing mengalami peningkatan harga sebesar

0,71% (mtm) dan 0,14% (mtm). Kenaikan sandang anak-anak

disebabkan karena meningkatnya permintaan terkait dengan libur sekolah dan persiapan tahun ajaran baru bagi pelajar di Sulawesi Tengah Tekanan inflasi kelompok volatile food cukup terkendali, walaupun secara umum masih mengalami peningkatan indeks harga dalam skala terbatas mencapai 0,01% (mtm) atau 1,05% (yoy) . Inflasi dari kelompok volatile food disebabkan oleh peningkatan harga dari komoditas bawang merah, ikan ekor kuning, tomat buah, ikan layang dan ikan cakalang. Komoditas bawang merah mengalami peningkatan indeks harga mencapai 36,77% (mtm) dengan andil inflasi 0,16% dan Ikan ekor kuning mengalami peningkatan harga 25,38% dengan memberikan andil inflasi sebesar 0,14%. Berdasarkan perkembangan terkini tersebut, diperkirakan arah pergerakan inflasi pada akhir triwulan III 2017 akan meningkat. Hari Raya Idul Adha diperkirakan akan memberikan tekanan inflasi kepada kelompok administered prices seiring dengan libur panjang Idul Adha dan kelompok

volatile foods di triwulan III 2017 terutama untuk komoditas kelompok bahan makanan. Kondisi cuaca buruk dapat menyebabkan terjadinya gagal panen yang diperkirakan terjadi di akhir triwulan III. dMenjelang awal triwulan IV 2017, diperkirakan juga akan memberikan tekanan kepada komoditas kelompok volatile foods. Fenomena perdagangan antar wilayah yang sering terjadi di Sulawesi Tengah juga dapat berdampak pada turunnya persediaan pasokan di Sulawesi Tengah. Adanya event Nasional yang akan diselenggarakan di Sulawesi Tengah selama triwulan III 2017 seperti balap sepeda Internasional tours de celebes, HUT RI 2017, dan acara Teknologi Tepat Guna diperkirakan akan memberikan tekanan inflasi

dari sisi permintaan di Sulawesi Tengah

sepertiTeknologi Tepat Guna. Acara Teknologi Tepat Guna di Kabupaten Parigi Moutong tersebut direncanakan akan dibuka langsung oleh Presiden RI, dan diperkirakan akan dihadiri sekitar 7.000 tamu undangan. Ke depan, inflasi akan tetap diarahkan berada pada sasaran inflasi 2017, yaitu 4±1% (yoy). Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi perlu terus diperkuat terutama dalam menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian administered prices, sehingga sejalan dengan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh Pemerintah, dan risiko kenaikan harga volatile food. 3.7. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sepanjang triwulan II 2017, telah dilaksanakan beberapa kegiatan untuk memperkuat koordinasi dan inovasi program TPID Provinsi Sulawesi Tengah diantaranya adalah : 1. Pada tanggal 15 Mei 2017, TPID Provinsi Sulawesi Tengah melaksanakan High Level Meeting (HLM) TPID sebagai persiapan TPID dalam mengantisipasi inflasi menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Adapun HLM dibuka langsung oleh Ketua TPID Provinsi Sulawesi Tengah dengan hasil dari pertemuan tersebut adalah sebagai berikut :

58

a. Butir-butir hasil HLM i.

Inflasi Provinsi Sulawesi Tengah pada April 2017 tercatat 0,46% (mtm) atau 5,09% (yoy). Realisasi inflasi bulanan tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan April 2016 yang mengalami deflasi 5,08%(yoy) atau -0,53% (mtm). Realisasi inflasi tahunan relatif sama dengan posisi yang sama tahun lalu yang mencapai 5,08% (yoy). Sedangkan secara ytd, laju inflasi Provinsi Sulawesi Tengah mencapai 2,34% (ytd), yang berarti di atas inflasi Nasional dan Sulampua masing-masing 1,28% (ytd) dan 1,62% (ytd).

ii.

Tingginya inflasi diperkirakan berasal dari kelompok Administered Prices (AP). Hal ini tidak terlepas dari dampak kebijakan kenaikan tarif listrik oleh Pemerintah secara berkala sejak Januari 2017.

iii.

Inflasi dihitung berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK). Survei Biaya Hidup (SBH)yang dilakukan BPS untuk perhitungan inflasi Sulawesi Tengah hanya dilakukan di Kota Palu. SBH dimaksudkan untuk mendapatkan komoditas yang biasa dikonsumsi masyarakat dan bobotnya terhadap total pengeluaran rumah tangga. Untuk Kabupaten lain yang belum di survei SBH, dalam menghitung inflasinya dapat menggunakan pendekatan sister city dengan menggunakan SBH (Kota Palu). Kedepan BPS diharapkan melakukan penghitungan kota inflasi lain selain kota Palu sebagai contoh kota Banggai, Poso atau Toli-toli.

iv.

Pada kelompok Volatile Food (VF) Beberapa komoditas yang sering memicu inflasi sehingga perlu mendapat perhatian menjelang Ramadhan dan Idul Fitri adalah beras, ikan cakalang, ikan selar, cabai rawit dan daging ayam.

v.

Terkait dengan stok bahan pangan : a) Stok beras Sulawesi Tengah akan bertahan hingga Oktober 2017. b) Stok gula akan tersedia hingga 4 bulan ke depan. c) Untuk bawang putih akan dilakukan impor sebesar 23 ton dan akan dijual di bawah harga pasar. d) Untuk bawang merah, telah dilakukan kerjasama dengan petani di Enrekang Sulawesi Selatan untuk menyediakan bawang selama Gerakan Stabilisasi Harga. e) Untuk cabai, terdapat potensi siap panen sebanyak 4.500 batang cabai di Tolai dan telah dilakukan panen perdana.

vi.

Terkait dengan stok BBM dan LPG 3 kg: a) Per tanggal 15 Mei 2017, BBM mencapai ketahanan stok 14 hari ke depan. Pola ketahanan stok untuk setiap periode akan terus dipertahankan. b) Per tanggal 15 Mei 2017, LPG 3 kg mencapai ketahanan stok 5 hari ke depan. Pola ketahanan stok untuk setiap periode akan terus dipertahankan.

59

c) Realisasi penjualan LPG 3 kg Januari-April sebanyak 1.100.000 tabung. Pertamina akan mempersiapkan 1.300.000 tabung (peningkatan 19%) untuk menjamin stok Mei-Juni. vii.

Bulog akan melaksanakan Gerakan Stabilisasi Harga pada tanggal 17 Mei 2017 selama 2 minggu. Sementara itu, Polda juga telah membentuk Tim Satgas Pangan dan telah menyusun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengendalian harga termasuk kegiatan sidak bersama ke pasar.

viii.

Akan dicanangkan program BBM 1 harga di 3 kabupaten yaitu Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Tojo Una-Una tepatnya di Togean dan Kabupaten Sigi.

b. Rekomendasi i.

Diharapkan BUMN terutama perbankan dapat menyalurkan CSR sebagai bentuk subsidi harga komoditas-komoditas utama penyumbang inflasi di Provinsi Sulawesi Tengah. CSR juga dapat diberikan dalam bentuk insentif kepada pengecer yang bersedia melakukan penjualan komoditas sesuai dengan harga Pemerintah.

ii.

TPID Provinsi Sulawesi Tengah diharapkan dapat meyakinkan masyarakat akan program pengendalian harga yang dilakukan oleh TPID untuk menjaga ekspektasi inflasi masyarakat.

iii.

Bagi Kabupaten yang ingin melakukan perhitungan inflasi di wilayahnya, sementara belum terdapat Survei Biaya Hidup (SBH) oleh BPS, dapat dilakukan dengan menggunakan bobot inflasi kota Palu sebagai permulaan sebelum melakukan penghitungan SBH sendiri.

iv.

Untuk perhitungan inflasi Nasional, kedepan diharapkan tidak hanya dilakukan di Kota Palu, akan tetapi juga di Kota lain agar lebih menggambarkan inflasi Sulteng yang lebih utuh.

v.

Bila dipandang perlu, TPID Provinsi Sulawesi Tengah dapat merumuskan strategi baru untuk mengendalikan inflasi.

vi.

Dinas Perhubungan perlu melakukan penambahan penerbangan (extra flight), untuk mengantisipasi melonjaknya penumpang pada saat Lebaran.

vii.

Dinas Perhubungan diharapkan dapat melakukan pemeriksaan perpindahan barang yang menjadi komoditas perdagangan dan Balai Karantina diharapkan dapat mendata pengiriman barang perdagangan yang masuk maupun keluar dari dan ke wilayah kerjanya.

viii.

Melakukan edukasi kepada masyarakat untuk tidak melakukan konsumsi secara berlebihan terutama pada saat Ramadhan hingga Idul Fitri, serta menginformasikan kepada masyarakat bahwa ketersediaan pasokan pangan mencukupi.

ix.

Perlu dilakukan sidak ke beberapa lokasi pasar dan gudang, guna memastikan tidak ada pihak-pihak yang menimbun barang. Polda dan KPPU serta instansi terkait dapat

60

bekerjasama untuk mengatasi distribusi barang dan permasalahan tidak bekerjanya pasar secara sempurna. x.

Perlunya menambah luas tanam di Kabupaten penyangga untuk meningkatkan produksi diantaranya beras dan kentang, guna menjaga ketersediaan pangan di Sulawesi Tengah.

2. Pada Mei 2017, TPID Kota Palu melaksanakan Rapat Koordinasi TPID Kota Palu dengan KPw BI Provinsi Sulawesi Tengah pada tanggal 24 Mei 2017. Rapat dilaksanakan dalam rangka mengkoordinasikan langkah-langkah dalam mengantisipasi kenaikan harga menjelang Ramadhan di Kota Palu. Adapun hasil dari pertemuan tersebut adalah sebagai berikut : a. Butir-butir hasil Rapat i.

Rapat dilaksanakan dalam rangka mengkoordinasikan langkah mengantisipasi kenaikan harga menjelang Ramadhan di Kota Palu.

ii.

Inflasi bersumber dari 2 sisi yaitu sisi demand yang dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan masyarakat dan sisi supply yang dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan dan rantai distribusi.

iii.

Inflasi Kota Palu April 2017 tercatat 0,46% (mtm) dan 5,09% (yoy) dengan komoditas penyumbang inflasi utama dari kelompok administered prices yaitu kenaikan tarif listrik.

iv.

Beberapa tindakan yang dilakukan TPID Sulawesi Tengah dalam mengendalikan inflasi menjelang Ramadhan adalah menggelar pasar murah yang dilakukan selama 2 minggu oleh Bulog. Selain itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Tengah juga menggelar pasar murah pada 23-24 Mei 2017, yang disubsidi oleh BI. Direncanakan seminggu sebelum Lebaran, Disperindag Provinsi Sulawesi Tengah bekerjasama dengan BI juga akan menggelar pasar murah lagi.

v.

Untuk menjaga kontinuitas produksi bahan pangan, BI turut membantu pengendalian inflasi dengan mengembangkan klaster di beberapa wilayah sentra produksi bahan pangan Sulawesi Tengah (Kabupaten Sigi, Parigi dan Donggala).

vi.

Secara umum beberapa komoditas tercatat surplus, namun dikarenakan terjadi perdagangan antar daerah ke provinsi lain yang defisit maka pasokan bahan pangan di Kota Palu juga menjadi berkurang.

vii.

Harga komoditas penting selama 3 minggu terakhir terpantau stabil. Bawang merah dan cabai rawit merah mengalami penurunan harga. Komoditas daging ayam ras terpantau cukup dan akan terus mendapatkan pasokan dari peternak lokal Palu.

viii.

Ketersediaan stok beras Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan sebesar 2,3 ton dan akan dilakukan penambahan 5 ton di Juni 2017. Stok yang tersedia akan digunakan untuk intervensi pasar ketika terjadi kerawanan pangan.

ix.

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Palu sedang melakukan survei kekuatan pasokan daerah penyangga dan akan dikaitkan dengan permintaan akan masing61

masing komoditas pangan strategis, sehingga Pemkot Palu dapat memperkirakan kebutuhan dan ketersediaan pasokan yang tersedia selama Ramadhan dan Idul Fitri. x.

Bank Indonesia akan melakukan survei ke area pertanian yang terdapat di daerah Bayoge dalam rangka mendukung pengembangan produksi hortikultura.

b. Rekomendasi i.

Perlu menjadi perhatian bersama khususnya untuk komoditas bawang putih, mengingat pasokan untuk komoditas tersebut masih mengandalkan impor.

ii.

Perlu dilakukan penambahan jadwal penerbangan untuk mengantisipasi lonjakan penumpang angkutan udara pada Ramadhan dan Idul Fitri, agar harga tiket pesawat tidak naik tajam.

iii.

Melakukan himbauan kepada masyarakat baik melalui media cetak dan elektronik untuk tidak berbelanja berlebihan dan meyakinkan masyarakat bahwa pasokan kebutuhan pokok masih tercukupi.

iv.

Pasar murah yang dilakukan oleh Bulog diharapkan tidak hanya dilaksanakan selama 2 minggu tetapi dapat diperpanjang waktunya.

v.

Menggalakkan kegiatan gerakan menanam tanaman pangan di pekarangan rumah atau pinggiran gang/lorong untuk mengurangi tekanan inflasi khususnya komoditas cabai.

vi.

Melakukan sidak kepada distributor untuk mencegah penimbunan stok dan menindak secara tegas pihak-pihak yang mempermainkan harga.

vii.

Menggunakan lumbung pangan yang dimiliki oleh Pemkot Palu menjadi salah satu RPK Bulog.

viii.

Perlunya perbaikan fasilitas umum khususnya pasar di Kota Palu, agar pasokan komoditas yang masuk ke Kota Palu dapat tertampung dengan baik.

3. Pada Juni 2017 telah dilaksanakan kegiatan Tim Pengendalian Inflasi Daerah yaitu Rapat Koordinasi Terbatas TPID Provinsi Sulawesi Tengah. Rapat Koordinasi Terbatas dilaksanakan pada tanggal 19 Juni 2017 dengan tujuan membahas tingginya inflasi Sulawesi Tengah periode Mei 2017 dan antisipasi yang diambil untuk mengendalikan inflasi ke depannya. Adapun hasil dari pertemuan tersebut adalah sebagai berikut : c. Butir-butir hasil Rapat i.

TPID Provinsi Sulawesi Tengah telah mengambil tindakan dalam mengantisipasi kenaikan harga menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Rapat koordinasi terbatas dilakukan sebagai tindak lanjut untuk mengevaluasi tindakan yang telah diambil TPID dan juga sekaligus menentukan langkah-langkah strategis selanjutnya dalam pengendalian inflasi Sulawesi Tengah.

ii.

Pemerintah telah mengambil tindakan pengendalian inflasi sebelum Ramadhan tiba, di antaranya yaitu penetapan HET, penetapan satgas pangan POLDA, gerakan stabilisasi pangan dan pendirian RPK oleh Bulog. Selain itu, telah dilaksanakan pasar murah oleh 62

beberapa instansi, dan TPID juga melakukan pemantauan langsung ke pasar-pasar di Kota Palu. Selain itu TPID juga menghimbau masyarakat untuk tidak berbelanja secara berlebihan, yang dilakukan melalui beberapa media di antaranya melalui billboard, radio dan televisi. iii.

Untuk mengatasi kenaikan harga juga dilakukan intervensi langsung ke pasar dengan mengumpulkan pedagang-pedagang yang mau berkomitmen untuk menjual barang sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini dilakukan untuk memotong jalur distribusi yang cukup panjang.

iv.

Inflasi pada komoditas ikan, disebabkan berkurangnya pasokan yang disebabkan adanya perdagangan antar daerah terutama ke Kalimantan.

v.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah tidak memberikan lagi rekomendasi untuk melakukan perdagangan antar pulau dan juga telah diatur mekanisme perizinan untuk membongkar hasil tangkapan ikan di pelabuhan pangkalan yang ditetapkan.

vi.

Inflasi ytd Provinsi Sulawesi Tengah telah mencapai 3,16% dan merupakan inflasi tertinggi selama 5 tahun terakhir. Sejak tahun 2014, pola inflasi Sulawesi Tengah mulai berubah sehingga sulit memprediksi pergerakan inflasi di Sulawesi Tengah.

vii.

Kebijakan pemerintah pusat (tarif listrik, STNK) merupakan salah satu faktor yang memberikan dampak terhadap tingginya tekanan inflasi Sulawesi Tengah.

viii.

Untuk menjamin kebenaran data yang dikumpulkan, BPS membentuk tim evaluasi harga yang melakukan perbandingan harga dengan instansi lain salah satunya Disperindag sebagai salah satu langkah kehati-hatian BPS dalam melakukan penghitungan inflasi Sulawesi Tengah.

ix.

Masing-masing komoditas yang menjadi penghitungan inflasi memiliki bobot tersendiri,

dimana bobot

tersebut

dievaluasi secara

periodik.

Inflasi bukan

perbandingan harga yang tinggi dan rendah namun memperhatikan berapa besar perubahan harganya. d. Rekomendasi i.

TPID Provinsi Sulawesi Tengah perlu untuk memperhatikan beberapa komoditas yang akan mengalami kenaikan harga yaitu tarif listrik, tarif angkutan udara dan tahun ajaran baru sekolah.

ii.

BPS Provinsi Sulawesi Tengah perlu memperhatikan kembali pembobotan beberapa komoditas penting di Sulawesi Tengah khususnya dari kelompok ikan segar.

iii.

TPID perlu untuk mencari komoditas substitusi dari kelompok ikan segar laut untuk menekan ketergantungan masyarakat akan kebutuhan ikan air laut.

iv.

TPID Provinsi Sulteng perlu untuk memberikan himbauan kepada nelayan untuk lebih mengutamakan menjual tangkapan di pasar lokal sebelum menjual ke provinsi lain.

63

4. Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Tengah juga melaksanakan Rapat Evaluasi TPID Provinsi Sulawesi Tengah pada tanggal 14 Juli 2017. Rapat dilaksanakan untuk mengevaluasi kegiatan pengendalian inflasi selama semester I 2017 dan membahas kegiatan pengendalian inflasi yang akan dilakukan selama semester II 2017. Adapun hasil dari pertemuan tersebut adalah sebagai berikut : a. TPID perlu memperhatikan beberapa hal yaitu upaya perbaikan tata niaga, penyimpanan dan distribusi komoditas pangan, serta isu perdagangan antar daerah. Selain itu, perlu untuk melakukan pemetaan daerah produksi di Sulawesi Tengah, dan menghimbau pedagang untuk melakukan pemenuhan kebutuhan untuk Provinsi Sulteng terlebih dahulu sebelum melakukan perdagangan antar daerah. Disamping itu perlu juga untuk membuat MoU sebagai payung hukum dalam perdagangan antar daerah. b. Pemprov Sulawesi Tengah akan berkoordinasi dengan perusahaan maskapai penerbangan untuk menambah jumlah penerbangan dari/ke Palu. TPID juga perlu mengusulkan pemberlakuan ceiling price atau batas tertinggi dari harga tiket pesawat udara pada Rakornas yang akan diselenggarakan tanggal 27 Juli 2017. c. TPID akan berkoordinasi dengan Hiswana Migas untuk mengusulkan agar dapat ditetapkan 1 (satu) harga untuk LPG 3 kg. Disamping itu Pemprov Sulawesi Tengah perlu mengontrol/sidak ke pangkalan LPG 3 kg guna memberikan efek jera terkait dengan permainan harga dan penimbunan LPG 3 kg yang sering terjadi. d. Pada semester II, Bulog akan tetap melakukan kegiatan pasar murah dan turun langsung ke pasar untuk mengendalikan harga komoditas. e. Untuk

menambah

pasokan,

Dinas

Tanaman

Pangan

dan

Hortikultura

sedang

mengembangkan tanaman tomat dan bawang merah dengan memanfaatkan lahan tidur. f.

Disperindag Sulteng perlu untuk mulai mengembangkan program hilirisasi agar pada saat produksi komoditas melimpah dapat diserap sehingga harganya tidak jatuh.

g. TPID Provinsi Sulawesi Tengah perlu menjaga stok komoditas ikan dengan membangun infrastruktur pendukung. Selain itu juga perlu membudidayakan ikan air tawar sebagai komoditas alternatif atau substitusi terutama di saat pasokan ikan laut berkurang. 5. Selain koordinasi yang dilakukan antar anggota TPID di Provinsi Sulawesi Tengah, TPID Provinsi Sulawesi Tengah juga turut aktif dalam kegiatan koordinasi kebijakan pengendalian inflasi dengan TPID di Kawasan Timur Indonesia melalui Rapat Koordinasi Wilayah TPID KTI pada tanggal 6-7 Juni 2017. Dari pertemuan tersebut, terdapat 3 (tiga) hal yang akan disampaikan di Rapat Koordinasi Nasional TPID yaitu : a. Penguatan kelembagaan TPID, baik melalui upaya pembentukan TPID di beberapa Kabupaten/Kota yang belum ada TPID-nya, maupun melalui penerbitan Peraturan Presiden yang mengatur struktur dan mekanisme kelembagaan TPI, Pokjanas TPID dan TPID. b. Penguatan kerangka Kerjasama Antar Daerah (KAD) melalui:

64

i.

Pemasukan KAD dalam perencanaan wilayah, RPJPD, RPJMD dan Renstra SKPD serta dalam penyusunan RAPBD

ii.

Penerbitan instruksi kementerian terkait

iii.

Penyusunan roadmap KAD dalam mendukung pengendalian inflasi daerah

c. Pembahasan dan evaluasi bersama dengan BPS mengenai metode perhitungan inflasi tarif angkutan udara antara lain; kemungkinan pengklasifikasian/pencacahan tarif angkutan udara seperti halnya komoditas beras (kualitas rendah, medium premium) sehingga indeks tarif angkutan udara yang muncul merupakan angka weighted indeks dari keseluruhan klasifikasi angkutan udara. Selain itu, perlu adanya penambahan frekuensi penerbangan serta dukungan operasional bandara 24 jam untuk merespon tingginya permintaan jelang hari besar keagamaan/hari libur nasional/hari libur sekolah. Hasil yang diperoleh dalam Rakorwil tersebut kemudian ditindaklanjuti lebih lanjut dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi pada 27 Juli 2017 yang dibuka oleh Presiden RI. 6. Bank Indonesia dan TPID Provinsi Sulawesi Tengah juga telah mengambil langkah-langkah antisipasi inflasi menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri yaitu: a. BI Sulteng telah melakukan upaya moral suasion berupa himbauan melalui radio yang disiarkan melalui RRI Sulteng. Rekaman himbauan tersebut disiarkan secara off-air selama Ramadhan berlangsung. b. BI Sulteng bersama TPID melaksanakan Talkshow membahas kesiapan TPID selama Ramadhan dan Idul Fitri yang disiarkan secara langsung oleh TVRI Sulteng pada 1 Juni 2017, dengan menghadirkan beberapa narasumber dari anggota TPID, yakni BI, Kepala Disperindag, Kepala Bulog, dan Ketua Majelis Ulama Indonesia Sulteng. c. BI Sulteng memasang iklan layanan masyarakat agar berbelanja bijak dengan mengusung TPID ada, Stok di tempattempat strategis di Kota. d. TPID melalui Bulog juga menyenggarakan Gerakan Stabilisasi Harga Pangan selama dua minggu yang dimulai pada tanggal 17 Mei 2017. e. TPID juga telah menyelenggarakan pasar murah yang dilaksanakan pada tanggal 23 Mei - 24 Mei 2017. Selanjutnya pada tanggal 16 - 17 Juni 2017 akan digelar pasar murah kedua. BI turut berkontribusi pada kegiatan pasar murah tersebut. f. Polda Sulteng juga telah membentuk Tim Satgas Pangan dan telah menyusun langkahlangkah pengendalian harga. g. Pada tanggal 30 Mei 2017, BI Sulteng bersama-sama dengan Pemerintah Provinsi Sulteng melakukan sidak ke pasar tradisional Masomba. Selanjutnya pada 1 Juli 2017, BI Sulteng bersama-sama dengan Walikota Palu dan KPPU melakukan sidak ke pasar Inpres Manonda. h. TPID melalui Dinas Perhubungan akan segera menyurati maskapai penerbangan untuk menambah jumlah penerbangan (extra flight) sebagai bentuk mengantisipasi potensi meningkatnya permintaan transportasi angkutan udara menjelang hari raya lebaran.

65

---oOo---

66

BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Wisuda Inkubator Bisnis UMKM “Bina Tanantovea” dan Seminar peningkatan kapasitas kepada UMKM Kota Palu



Kinerja korporasi di Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 secara umum masih terjaga dengan baik, namun

Stabilitas Keuangan Daerah

perlu antisipasi terkait potensi risiko melambatnya ekonomi global dan turunnya daya beli masyarakat. 

Kinerja sektor rumah tangga secara umum juga cukup baik yang tercermin dari masih positifnya pertumbuhan kredit konsumsi dan nilai IKK yang masih tinggi. Kondisi kredit perumahan maupun kendaraan bermotor secara umum masih cukup positif dengan tingkat NPL yang masih terjaga.



Perbankan perlu mencermati penurunan kualitas kredit motor di Banggai, dan kredit sektor perumahan di kota Palu dan Morowali.

Stabilitas keuangan daerah secara umum tetap solid, baik di sektor Korporasi, sektor Rumah Tangga maupun sektor Perbankan RASIO

NPL

3,13% 7-Day Repo Rate

4,75%

GROWTH

GROWTH O

O KREDIT

9,15% Deposit Facility

Lending Facility

DPK

5% 4,00% 5,50%

Bank Indonesia 7 Day Reverse Repo Rate digunakan sebagai suku bunga kebijakan baru sebagai pengganti BI rate dan berlaku efektif pada 20 Juli 2017.

Bank Indonesia akan terus berupaya menjaga stabilitas makroekonomi di tengah ketidakpastian global, dan menjaga 67 pertumbuhan ekonomi melalui implementasi kebijakan makroprudensial yang akomodatif

Secara keseluruhan kondisi stabilitas keuangan daerah baik di sektor korporasi, rumah tangga maupun perbankan terjaga dengan baik. Meskipun demikian, terdapat beberapa sumber kerentanan yang perlu menjadi perhatian bagi Stabilitas Keuangan Daerah di Sulawesi Tengah. Perlambatan perekonomian global yang telah dirasakan sejak tahun 2016 memberikan tekanan cukup besar pada sektor korporasi di Sulawesi Tengah. Selain itu, ketahanan rumah tangga juga mengalami tekanan walaupun secara umum masih terjaga. Menurunnya daya beli seiring dengan turunnya kemampuan konsumsi masyarakat diperkirakan memberikan tekanan pada sektor rumah tangga. NPL motor yang pada tahun 2016 cukup tinggi mulai menunjukkan perbaikan pada tahun 2017 dengan rasio NPL yang turun hingga di bawah 5% membaik dari periode sebelumnya. Walaupun pada triwulan II 2017 terdapat beberapa potensi risiko pada stabilitas keuangan khususnya dari sektor korporasi akan tetapi semakin kondusifnya inflasi dan suku bunga domestik, diharapkan mampu menahan penurunan kualitas kredit sehingga masih berada dalam batas aman. 4.1. Ketahanan Sektor Korporasi dan Rumah Tangga Ketahanan korporasi dan rumah tangga merupakan salah satu komponen penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi dan mencegah terjadinya risiko sistemik pada sistem keuangan. Ketahanan korporasi merupakan indikator kemungkinan risiko terjadi kegagalan bayar dari sektor korporasi yang dapat berdampak pada kegagalan di sektor-sektor yang lain khususnya sektor rumah tangga dan perbankan di suatu daerah. Sementara itu ketahanan rumah tangga merupakan indikator dari kemampuan bayar masyarakat terhadap semua kewajibannya di perbankan. Dengan demikian dalam melakukan assesmen terhadap sektor keuangan menjadi sangat penting melihat kondisi ketahanan rumah tangga karena akan menentukan aliran uang baik kepada perbankan maupun perekonomian secara riil. Jika ketahanan sektor korporasi dan ketahanan rumah tangga cukup baik maka stabilitas keuangan daerah akan terjaga dengan baik. Peranan ketahanan korporasi sangatlah penting, karena kegagalan dalam sektor korporasi dapat merambat kepada sektor rumah tangga melalui turunnya income masyarakat sehingga dapat berdampak pada kegagalan sistem keuangan secara umum yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas pertumbuhan ekonomi secara riil pada suatu daerah. Apabila kemampuan bayar masyarakat menurun maka akan berujung pada kegagalan bayar rumah tangga terhadap kewajibannya yang dapat berdampak pada sektor perbankan dan sektor lainnya sehingga akan merambat pada sistem keuangan secara umum. Kegagalan sistem keuangan di suatu daerah dapat berdampak sistemik (menular) pada daerah lainnya karena adanya keterkaitan antara sistem keuangan dan perbankan antar daerah. Oleh karena itu, kegagalan sistem keuangan harus dihindari, agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga baik. 4.1.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi Perkembangan perekonomian yang tumbuh tidak sekuat periode sebelumnya menjadi perhatian utama dari sisi korporasi. Walaupun kondisi perekonomian pada triwulan laporan tumbuh lebih tinggi

68

jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun secara umum pertumbuhan dari sektor utama masih belum setinggi pertumbuhan pada tahun 2014 dan 2015. Kondisi ini disebabkan karena output dari sektor pertambangan dan industri pengolahan yang merupakan salah satu sektor unggulan Sulawesi Tengah tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan dibandingkan dengan output yang dihasilkan pada periode sebelumnya. Selain itu, harga komoditas internasional khususnya dari sektor pertambangan walaupun sempat mengalami perbaikan pada awal triwulan I 2017, namun kembali turun pada triwulan laporan (grafik 4.1). Kondisi ini menimbulkan adanya tekanan pada ketahanan sektor korporasi di triwulan laporan.

Grafik 4.1. Perkembangan Harga Komoditas 5 bln terakhir

Sumber kerentanan lainnya adalah adanya anomali cuaca yang diprediksi masih berlanjut hingga Juni 2017. Kondisi cuaca yang tidak menentu menjadi salah satu risiko bagi pelaku usaha yang bergerak di sektor pertanian. Peralihan pola dari EL Nino yang bersifat kering ke iklim basah La Nina, menyebabkan beberapa daerah sentra produksi pertanian mengalami gagal panen akibat banjir. Terjadinya gagal panen menyebabkan turunnya keuntungan baik bagi perusahaan yang bergerak di bidang pertanian mengalami penurunan keuntungan, sehingga dapat berdampak pada penurunan kualitas kredit mereka di perbankan. Selain itu dampak banjir pada lahan pertanian yang dimiliki perorangan juga dapat menimbulkan kerugian dan gagal bayar khususnya jika modal yang mereka pergunakan ketika melakukan tanam padi diperoleh melalui hutang kepada perbankan atau lembaga pembiayaan. Cuaca yang kurang mendukung selain berdampak pada tanaman pertanian juga pada tanaman perkebunan khususnya cengkeh dan coklat yang juga banyak dimiliki masyarakat Sulawesi Tengah. Turunnya keuntungan dari petani komoditas pangan maupun perkebunan dapat menjadi faktor yang mempengaruhi ketahanan keuangan karena 50% penduduk Sulawesi Tengah bekerja di sektor pertanian. Prediksi meningkatnya harga minyak dunia diperkirakan dapat mendorong struktur biaya korporasi mengalami peningkatan. Pengaruh perkiraan kenaikan harga minyak dunia pada tahun 2017 juga dapat mendorong peningkatan biaya produksi korporasi. Meningkatnya harga minyak dunia juga diprediksi akan disertai dengan adanya risiko pelemahan nilai rupiah, kondisi tersebut dapat mengubah

69

rencana investasi dari perusahaan-perusahaan smelter yang selama ini banyak mengimpor barang-barang modal. 4.1.2. Ketahanan Sektor Korporasi Ketahanan Korporasi pada triwulan II 2017 masih cukup baik, meski terdapat tekanan pada beberapa sektor utama perekonomian Sulawesi Tengah. Ketahanan korporasi diantaranya terlihat dari perkembangan kredit sektor utama di Sulawesi Tengah khususnya sektor Pertanian dan industri pengolahan yang tumbuh 20,96%(yoy) dan 23,74%(yoy). Walaupun demikian, perkembangan kredit sektor lainnya seperti pertambangan dan konstruksi menunjukkan perlambatan. Tabel 4.1. Persepsi Akses Kredit dan Kondisi Keuangan Dunia Usaha

Akses Kredit Kondisi keuangan perusahaan berdasarkan likuiditas Kondisi keuangan perusahaan berdasarkan rentabilitas

2017

2016 Q 2 2016

Persepsi Dunia Usaha

Q 2 2017

Q 1 2017

Baik

Cukup

Buruk

Baik

Cukup

Buruk

Baik

20.00% 34.43% 22.95%

40.00% 59.02% 72.13%

40.00% 6.56% 4.92%

15.38% 41.38% 44.83%

69.23% 48.28% 46.55%

15.38% 10.34% 8.62%

16.67% 36.84% 42.11%

Cukup 66.67% 54.39% 50.88%

Buruk 16.67% 8.77% 7.02%

Sumber : SKDU KPwBI Provinsi Sulawesi Tengah

Overview kualitas penyaluran kredit perbankan pada sektor utama perekonomian Sulawesi Tengah masih cukup terjaga walaupun di beberapa sektor perlu mendapatkan perhatian lebih. Rasio NPL kredit korporasi di Sulawesi Tengah secara umum mencapai 3,29% masih jauh di bawah batas aman NPL kredit sebesar 5%. Walaupun demikian, NPL kredit korporasi pada triwulan laporan lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang tercatat 2,67%. Penurunan kualitas kredit terjadi pada semua sektor utama pada triwulan laporan khususnya pada sektor konstruksi yang pada triwulan laporan memiliki NPL 12,54%. Sektor lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah sektor perdagangan yang memiliki NPL cukup tinggi tercatat 6,61%. Kondisi ini patut dicermati perkembangannya ke depan, karena meningkatnya NPL merupakan indikasi dari turunnya ketahanan sektor korporasi pada triwulan II 2017. Walaupun demikian secara umum, kondisi keuangan perusahaan mulai menunjukkan perbaikan pada triwulan lapoan. Hal ini terlihat dari kondisi keuangan perusahaan berdasarkan likuiditas pada kondisi buruk yang turun dari 10,34% pada triwulan I 2017 menjadi hanya 8,77% pada triwulan laporan. Selain itu,kondisi keuangan perusahaan berdasarakan rentabilitas pada kondisi buruk yang juga menunjukkan penurunan dari 8,62% pada triwulan I 2017 menjadi 7,02%pada triwulan laporan. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba masih cukup terjaga dan sedikit lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya (Tabel 4.1).1

1

Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha KPwBI Sulteng Triwulan II 2017

70

4.3. Indikator Harga Saham ESSA

4.2. Indikator Harga Saham DKFT

Sumber : Bloomberg

Kualitas kredit korporasi di sektor industri pengolahan masih terjaga walaupun mengalami penurunan pada triwulan II 2017. Pada triwulan II 2017 kualitas kredit pada Industri pengolahan mengalami penurunan dari 3,99% pada triwulan I 2017 menjadi 4,86% pada triwulan laporan. Walaupun demikian, turunnya kualitas kredit ini dikompenasasi oleh masih tumbuhnya penyaluran kredit pada sektor tersebut. Pada triwulan laporan, kredit ke sektor pengolahan masih tumbuh tinggi 23,74% lebih tinggi dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya 14,03%. Pada triwulan berikutnya diperkirakan keuntungan perusahaan masih terjaga sehingga diharapkan tingkat NPL akan mengalami perbaikan. Hal ini searah dengan indikator harga saham nikel dan amonia yang mulai menunjukkan perbaikan (Grafik 4.2 dan 4.3).

Tabel 4.2. Perkembangan Kredit Bank Umum Per Sektor Miliar rupiah

Keterangan

2014

2015

2016

2017

Tw2 18,018 844 67 75 251 8 527 5,234

Tw3 18,545 878 68 102 221 33 545 5,265

Tw4 19,048 940 71 99 210 34 526 5,355

Tw1 19,075 989 84 96 210 34 495 5,512

Tw 2 19,931 1,034 88 99 213 35 573 5,668

Tw 3 20,336 1,061 93 105 214 35 616 5,598

Tw 4 20,971 1,101 100 102 222 34 563 5,743

Tw 1 21,338 1,150 106 100 230 35 503 5,886

Tw 2 22,411 1,200 113 102 243 35 644 6,219

Tw 3 22,569 1,210 111 103 243 34 646 6,173

Tw 4 23,228 1,262 115 100 251 36 639 6,289

Tw 1 23,565 1,315 119 96 262 33 587 6,441

Tw II 24,305 1,452 123 88 301 17 619 6,565

Penyediaan Akomodasi dan Penyed. Makan Minum

279

280

287

282

271

269

268

271

289

284

289

300

298

Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi Perantara Keuangan

155 281

154 268

160 254

154 248

153 290

151 299

154 277

151 255

152 231

147 215

152 191

138 123

140 109

Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan

146

147

151

155

178

173

169

164

167

169

177

173

176

1 13 17 224 21 78 9,796

1 12 17 253 23 35 10,221

1 11 19 257 25 45 10,584

1 11 22 259 26 23 10,456

1 11 22 254 28 8 11,004

1 10 23 243 27 8 11,411

1 9 22 249 26 7 11,925

1 11 22 249 22 9 12,172

1 11 21 285 22 16 12,662

0 10 20 323 21 4 12,855

0 11 21 292 20 3 13,381

0 10 21 275 20 2 13,651

0 11 23 281 19 11 14,074

Kredit-Sektor Ekonomi Pertanian, Perburuan dan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jamsos Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga Kegiatan yang belum jelas batasannya Penerima Kredit bukan Lapangan Usaha

Sumber : Bank Indonesia

71

Grafik 4.4. Perkembangan Kredit Sektor Utama

Grafik 4.5. NPL Sektor Utama Perbankan

Ketahanan kredit korporasi sektor konstruksi semakin melemah yang tercermin dari rasio NPL yang telah melampaui batas aman 5%. Melemahnya ketahanan korporasi sektor konstruksi ditandai dengan Rasio NPL yang mencapai 12,54% jauh lebih tinggi dari tingkat NPL periode sebelumnya yang mencapai 11,12%.Kondisi ini patut menjadi perhatian utama khususnya dampaknya pada ketahanan sektor korporasi secara umum. Selain itu pelaku usaha pembiayaan diharapkan agar tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit ke sektor ini untuk mengurangi kemungkinan terjadinya risiko yang lebih dalam. Walaupun demikian, diharapkan kedepan kredit sektor ini dapat tumbuh mengingat positifnya pergerakan PDRB dari sektor konstruksi yang pada triwulan laporan tumbuh positif sebesar 4,6%. Pertumbuhan sektor konstruksi berasal dari investasi baru di Sulwesi Tengah khususnya dari sektor pengolahan. Perkembangan kredit pada sektor pertanian di triwulan laporan lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya. Sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif pada triwulan laporan mencapai 20,96% yang dipengaruhi kondisi pertumbuhan output sektor pertanian yang juga mengalami peningkatan karena kondisi panen raya. Hal ini juga mendorong rendahnya NPL pada triwulan laporan yakni sebesar 2,11% berada jauh dibawah batas aman 5%. Kredit perbankan pada sektor pertanian pada triwulan ini juga terakselerasi mencapai 20,96% (yoy). Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan kredit dari petani yang akan memulai menanam lagi khususnya memasuki musim tanam baru ataupun digunakan untuk kredit bibit tanaman palawija sebelum sawah kembali ditanami padi kembali. Kredit sektor perdagangan tumbuh melambat disertai dengan perubahan rasio NPL yang melewati batas aman 5%. Pertumbuhan kredit sedikit mengalami perlambatan dari 9,42% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 5,56% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara NPL pada triwulan laporan mencapai 6,61% sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 6,05%. Perlambatan penyaluran kredit pada triwulan II 2017 lebih banyak didorong turunnya permintaan masyarakat yang pada akhirnya berdampak pada turunnya aktivitas perdagangan secara umum. Banyaknya banjir dan buruknya cuaca pada triwulan II 2017 membuat banyak petani yang mengalami gagal panen sehingga menurunkan

72

pedapatan mereka. Turunnya pendapatan juga memberikan dampak pada turunnya aktivitas konsumsi yang pada akhirnya memberikan dampak pada turunnya kinerja sektor perdagangan pada triwulan laporan. a. Asesmen Sektor Pertanian Kabupaten/Kota Penyaluran Kredit Korporasi secara Kabupaten/Kota di sektor Pertanian cukup positif selama triwulan laporan. Jika dilihat secara spasial per kabupaten/kota, pertumbuhan kredit sektor pertanian tertinggi terjadi di Kabupaten Toli-Toli dengan pertumbuhan mencapai 76,66%(qtq) dan Kota Palu mencapai 19,90%(qtq). Yang perlu menjadi perhatian adalah pertumbuhan kredit di Kabupaten Morowali yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar -15,59%(qtq) pada triwulan II 2017. Hal ini cukup dipahami mengingat pesatnya pertumbuhan industri pengolahan di kawasan industri Morowali yang menyebabkan prospek sektor pertanian menjadi semakin pesimis .

Share perkembangan kredit korporasi pertanian tertinggi masih berada di Kabupaten Banggai. Kabupaten Banggai masih memiliki pangsa penyaluran kredit pertanian tertinggi yang mencapai 28,39% dari seluruh kredit yang disalurkan pada sektor pertanian di Sulawesi Tengah. Penyaluran kredit terbesar berikutnya terdapat pada kota Palu dengan share sebesar 25,60% dan kabupaten Parigi Moutong dengan share sebesar 22,01%. Tingginya share kredit pertanian di Kabupaten Banggai disebabkan karena penyaluran yang cukup tinggi pada tanaman sawit yang pada triwulan laporan mencapai Rp 253,01 milliar. Perkebunan sawit sendiri menjadi salah satu tanaman perkebunan yang cukup populer karena hasilnya yang cukup banyak dengan perawatan yang relatif mudah. Tabel 4.3. NPL Kabupaten/Kota Untuk Sektor Pertanian Region

2015/Mar

2015/Jun

2015/Sep

2015/Dec

2016/Mar

2016/Jun

2016/Sep

2016/Des

2017/Mar

2017/Jun

Sulawesi Tengah

2.13%

2.20%

2.02%

1.77%

2.32%

2.45%

2.24%

1.72%

1.98%

2.11%

Kab. Poso

3.39%

3.06%

3.04%

2.42%

3.41%

3.30%

2.66%

2.27%

3.16%

3.69%

Kab. Banggai

0.32%

0.41%

0.34%

0.27%

0.30%

0.24%

0.23%

0.25%

0.39%

0.98%

Kab. Toli-Toli

2.88%

3.20%

3.71%

1.53%

2.39%

2.26%

1.98%

1.58%

3.21%

2.17%

Kab. Morowali

6.03%

6.64%

5.84%

5.65%

6.67%

6.84%

11.82%

10.91%

11.01%

12.71%

Kab. Parimou

0.83%

0.73%

0.80%

0.67%

0.85%

0.96%

0.79%

0.51%

0.81%

1.14%

Kota Palu

3.81%

4.26%

3.73%

3.77%

4.98%

5.79%

5.71%

4.21%

3.82%

3.02%

Sumber : Bank Indonesia

Kualitas Kredit korporasi pada sektor Pertanian secara spasial relatif terjaga. Walaupun penyaluran kredit pertanian cukup tinggi namun tingkat NPL kredit di sektor tersebut relatif terjaga, tercermin dari tingkat NPL dari hampir setiap daerah dari sektor ini yang berada dibawah level 5%. Namun demikian, NPL pada Kabupaten Morowali masih cukup tinggi yang mencapai 12,71% lebih tinggi dari NPL periode sebelumnya yang hanya mencapai 11,01%. NPL Kabupaten Morowali juga jauh di atas batas aman kredit sebesar 5% dari total kredit yang disalurkan. Selain Kabupaten Morowali, kabupaten lainnya di Sulawesi Tengah tercatat masih terjaga dibawah batas aman kredit 5%. Rendahnya kualitas kredit di Morowali selain didorong oleh cuaca yang kurang mendukung yang mengakibatkan banjir juga disebabkan karena banyaknya alih fungsi lahan khususnya dari areal pertanian subur menjadi perluasan tambang.

73

b. Asesmen Sektor Perdagangan Kabupaten/Kota Perkembangan penyaluran kredit korporasi dari sektor perdagangan tumbuh cukup baik. Walaupun demikian, meningkatnya rasio NPL korporasi pada sektor ini perlu mendapatkan perhatian. NPL korporasi sektor perdagangan pada triwulan II 2017 berada pada 6,61% meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,05%. Tingkat NPL yang berada di atas batas aman pada sektor perdagangan perlu mendapatkan perhatian lebih khususnya dari pelaku usaha sektor perdagangan dan lembaga perbankan. Tingginya NPL pada triwulan laporan dibarengi dengan melambatnya pertumbuhan kredit perdagangan yang tercatat 5,56%(yoy), atau turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 9,42%(yoy). Melemahnya kredit dan NPL sektor perdagangan terkait dengan turunnya pendapatan masyarakat karena cuaca buruk pada areal pertanian. Selain itu belum pulihnya harga komoditas pertanian pada pasar internasional juga menjadi faktor lain yang menahan pertumbuhan sektor perdagangan secara umum. Secara spasial per kabupaten/kota, kredit korporasi perdagangan di Sulawesi Tengah masih tumbuh cukup positif. Pada sektor perdagangan terjadi pertumbuhan positif di hampir semua kabupaten/kota di Sulawesi Tengah. Pada triwulan II 2017 pertumbuhan kredit tertinggi terjadi di Kabupaten Parigi Moutong yang mencapai 30,26% (yoy). Pertumbuhan di Parigi ini melebihi pertumbuhan kredit korporasi perdagangan di Sulawesi Tengah yang hanya mencapai 14,38% (yoy). Tingginya pertumbuhan kredit perdagangan di Parigi disebabkan karena mulai tumbuhnya wilayah Parigi Moutong sebagai perlintasan dari Sulawesi Tengah bagian timur ke bagian barat. Mulai tumbuhnya kota Parigi membuat transaksi perdagangan mengalami peningkatan yang terlihat dari tumbuhnya sub sektor Perdagangan khususnya yang berhubungan dengan Makanan, Minuman, dan Tembakau Lainnya. Kabupaten lain yang mengalami pertumbuhan kredit cukup baik pada triwulan laporan adalah Kabupaten Toli Toli dan Kabupaten Parigi Moutong yang tumbuh masing-masing mencapai 15,36% (yoy), dan 31,27% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit di kota Palu sendiri yang sebelumnya mengalami perlambatan -0.06% (yoy) mulai menunjukkan perbaikan dengan mengalami pertumbuhan positif mencapai 5,67% (yoy). Positifnya pertumbuhan kredit di Kota Palu didorong oleh pertumbuhan pada kredit konsumsi khususnya yang terkait dengan pembelian sepeda motor. Jika dilihat berdasarkan kontribusi kredit korporasi sektor perdagangan pada kabupaten/kota, Kota Palu masih memiliki share yang dominan. Kota Palu pada triwulan II 2017 masih menjadi wilayah dengan pangsa tertinggi sebesar 59,40%. Kondisi ini menunjukkan bahwa Kota Palu sebagai ibukota Provinsi masih menjadi tumpuan utama aktivitas ekonomi dan perdagangan masyarakat Sulawesi Tengah. Penyaluran kredit perdagangan terbesar berikutnya terdapat di kabupaten Banggai dengan

share mencapai 14,85% dan disusul oleh Kabupaten Toli-toli dengan share 11,14%. Tingginya share kedua Kabupaten/kota tersebut menunjukkan bahwa kegiatan perdagangan secara umum masih terpusat pada beberapa daerah tertentu. Secara spasial kualitas kredit sektor perdagangan di Sulawesi Tengah masih relatif stabil dengan kecenderungan meningkat. NPL sektor perdagangan Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 mencapai

74

6,61% sedikit meningkat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,05%. Jika dilihat secara spasial, NPL tertinggi terjadi di Kota Palu yang mencapai 8,48% yang pada periode sebelumnya 7,88%. Kabupaten lain yang memiliki rasio kualitas kredit diatas batas aman 5% adalah Poso, Banggai, dan Morowali dengan NPL mencapai 5,41%, 5,10% dan 5,13%. Perlambatan kegiatan ekonomi secara umum menyebabkan kondisi usaha perusahaan perdagangan sedikit mengalami penurunan karena masyarakat cenderung menahan pembelian sehingga berdampak pada turunnya keuntungan perusahaan perdagangan di Sulawesi Tengah. Tabel 4.4. NPL Kabupaten/Kota Untuk Sektor Perdagangan Region Sulawesi Tengah Kab. Poso Kab. Banggai Kab. Toli-Toli Kab. Morowali Kab. Parimou Kota Palu

2015/Jun

2015/Sep

2015/Dec

2016/Mar

2016/Jun

2016/Sep

2016/Des

2017/Mar

2017/Jun

4.03% 5.13% 2.55% 1.83% 12.70% 3.32% 4.57%

4.20% 4.69% 2.59% 2.25% 13.24% 3.33% 4.83%

4.12% 3.95% 2.17% 1.40% 11.58% 2.41% 5.14%

4.40% 3.78% 2.36% 1.89% 12.68% 2.58% 5.51%

4.64% 4.40% 3.56% 2.08% 11.87% 2.30% 5.57%

4.74% 4.01% 4.54% 2.17% 8.12% 2.21% 5.62%

6.04% 4.59% 4.01% 2.51% 5.29% 1.09% 7.85%

6.05% 5.84% 3.75% 2.42% 4.56% 1.44% 7.88%

6.61% 5.41% 5.10% 2.48% 5.13% 1.88% 8.48%

Sumber : Bank Indonesia

4.1.3. Sumber Kerentanan Sektor Rumah Tangga Optimisme konsumen rumah tangga mengalami peningkatan pada periode laporan. Dominasi konsumsi rumah tangga sangat penting dalam perekonomian Sulawesi Tengah, karena pangsa konsumsi rumah tangga mencapai 47,6% dari total kegiatan perekonomian. Berdasarkan survei Konsumen Bank Indonesia, indikator tingkat penghasilan saat ini meningkat dari angka indeks 82 pada triwulan I menjadi 100 pada triwulan laporan. Indikator penting lainnya yang juga mengalami peningkatan adalah indeks ketersediaan lapangan kerja yang naik dari 79 menjadi 163 pada triwulan laporan dan indeks ekspektasi penghasilan (6 bulan akan datang) yang naik dari 124 menjadi 154 pada triwulan laporan. Naiknya optimisme pada konsumen ini menjadi salah satu faktor pendorong bagi akselerasi konsumsi rumah tangga pada triwulan Laporan. Berdasarkan hasil survei konsumen, tingkat penghasilan selama triwulan II (periode April-Juni) mulai mengalami peningkatan. Indeks penghasilan tertinggi selama triwulan laporan terjadi di bulan Juni dengan indeks 100. Grafik 4.6. Pangsa dan Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga

Grafik 4.7. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen

75

Grafik 4.8. Perkembangan Komponen Konsumsi Konsumen

Grafik 4.9. Perkembangan Komponen Ekspektasi Konsumen

Dari sisi ekspektasi konsumen, komponen pembentuk ekspektasi konsumen tetap terjaga pada level optimis. Terjaganya optimisme ekspektasi konsumen terkait dengan adanya perkiraan peningkatan konsumsi masyarakat pada triwulan II 2017 seiring dengan datangnya Ramadan dan Lebaran. Secara umum indeks konsumsi mengalami peningkatan dan ekspektasi penghasilan kedepan masih meningkat dengan angka Indeks diatas 100. Adanya peningkatan UMP yang mencapai 8,25% (yoy) atau sebesar Rp 137.775,00 serta terjaganya ekspektasi penghasilan pada level optimis diharapkan mampu mendorong ketahanan sektor rumah tangga pada level positif. Optimisme konsumsi juga didorong oleh masuknya hari raya Lebaran pada triwulan II 2017. Konsumsi masyarakat diharapkan lebih kuat sehingga mampu menopang ketahanan stabilitas keuangan daerah di Sulawesi Tengah hingga akhir tahun. 4.1.4. Ketahanan Sektor Rumah Tangga Ketahanan sektor rumah tangga masih cukup baik, didukung oleh tingkat pertumbuhan yang positif walaupun tidak setinggi periode sebelumnya. Pasar properti di Sulawesi Tengah berkembang cukup baik yang terlihat dari masih terjaganya tren positif pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Ruko selama triwulan laporan. Pada triwulan II 2017, kredit KPR mencapai Rp2,27 triliun atau tumbuh 10,20% (yoy); lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 9,87% (yoy). Sementara itu kredit pemilikan ruko tercatat hanya sebesar Rp287,04 milliar mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp302,12 milliar. Berdasarkan tipe KPR, pada triwulan II 2017 KPR tipe 22 s.d 70 berkembang paling cepat dengan tingkat pertumbuhan 13,57% (yoy) dengan nominal kredit Rp1,32 triliun sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 13,70% (yoy). Sementara itu, KPR tipe >70 mengalami pertumbuhan mencapai 8,82%(yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang hanya 0,93% (yoy). KPR s.d tipe 21 juga mengalami pertumbuhan 4,12% (yoy) walaupun lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 7,49% (yoy). Pesatnya pertumbuhan KPR ini terkait dengan semakin meningkatnya kegiatan ekonomi dan meningkatnya pendapatan masyarakat di Sulawesi Tengah. Perekonomian yang semakin maju secara perlahan mendorong daya beli masyarakat khususnya pada pasar properti.

76

Grafik 4.10. Perkembangan Kredit Properti

Grafik 4.11. Perkembangan Kredit KPR Berdasarkan Tipe

Ketahanan sektor rumah tangga masih cukup bagus yang tercermin dari nilai NPL perumahan yang cukup baik. Rasio kredit bermasalah kredit kepemilikan rumah pada triwulan II 2017 cukup terjaga dengan total NPL masih di bawah 5%. NPL KPR tertinggi sebesar 2,29% pada KPR rumah tipe 21 s.d. 70. Sementara itu, rasio NPL KPR tipe < 21 tercatat 2,14% dan KPR tipe >70 memiliki NPL terendah 2,28%. Meskipun masih terjaga, namun relatif meningkatnya NPL KPR perumahan didorong oleh perlambatan perekonomian yang berdampak pada turunnya pendapatan masyarakat secara umum. Grafik 4.12. Perkembangan NPL gross Sektor Rumah Tangga

Grafik 4.13. Pertumbuhan Kredit Sektor Rumah Tangga

Peningkatan NPL terjadi pada kredit kepemilikan mobil dan multiguna yang meningkat pada triwulan II 2017. Pada triwulan laporan terjadi peningkatan NPL pada mobil roda 4 yang meningkat dari 0,49% pada triwulan I 2017 menjadi 0,94% pada triwulan laporan. Belum pulihnya perekonomian sejak turunnya harga komoditas memberikan dampak pada turunnya kemampuan bayar pada kendaraan roda 4 di Sulawesi Tengah. Selain itu penurunan kualitas NPL juga terjadi pada kredit multiguna yang turun dari triwulan I 2017 pada 0,52% menjadi 0,66% pada triwulan laporan. Walapun demikian turunnya NPL pada kredit kepemilikian motor cukup mampu menahan turunnya kualitas NPL sektor rumah tangga secara umum. NPL kredit kepemilikian motor turun dari 3,57% pada triwulan I 2017 menjadi 3,53% pada triwulan laporan. Turunnya NPL kredit kepemilikian motor merupakan hal yang cukup menggembirakan karena tingginya NPL pada sektor ini sempat menjadi perhatian serius dari Walikota

77

Palu. Pada triwulan laporan, perusahaan pembiayaan dan perbankan telah bekerja secara aktif dalam mendorong penurunan NPL sehingga kembali menurunkan NPL dibawah batas indikatif 5%. a. Asesmen Kredit Mobil dan Motor Kabupaten/Kota Asesmen spasial kredit mobil dan motor mengarah pada daerah yang dominan dalam menyalurkan kredit, yakni Kota Palu. Secara besaran pangsa kredit, Kota Palu masih mendominasi tingkat penyaluran kredit Motor dan Mobil yakni masing-masing sebesar 77,69% dan 93,09% sedikit turun dibandingkan triwulan I 2017 dengan share masing-masing sebesar 82,84% dan 93,54%. Turunnya share kredit Mobil dan Motor di kota Palu dan meningkatnya share di Kabupaten kota merupakan hal yang positif karena menunjukkan mulai meratanya perkembangan perekonomian di Kabupaten/kota di Sulawesi Tengah. Perkembangan pemukiman dan pengembangan Kota intra Kabupaten melalui pembangunan jalan-jalan baru menjadi faktor pendorong meningkatnya tingkat penjualan mobil dan motor untuk memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat. Masih terpusatnya perkembangan kredit di Kota Palu disebabkan karena pusat perekonomian, pemukiman dan kegiatan masyarakat masih terpusat di Kota Palu dan sekitarnya. Diharapakan kedepan akan terbentuk pusat-pusat perekonomian baru seperti kota Poso, Luwuk dan Toli-toli sehingga aktivitas perdagangan masyarakat dapat lebih merata. Grafik 4.14. Pangsa Kredit Motor Spasial

Grafik 4.16. NPL Kredit Motor Palu, Banggai, dan Sulteng

Grafik 4.15. Pangsa Kredit Mobil Spasial

Grafik 4.17. NPL Kredit Mobil Palu, Banggai, dan Sulteng

78

Ketahanan rumah tangga masih terjaga dan mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya yang terlihat dari turunnya NPL motor. Ditengah melambatnya tingkat penyaluran kredit motor, namun kualitas kredit motor di kota Palu masih terjaga. NPL motor kota Palu mengalami peningkatan dari 3,82% pada triwulan I 2017 menjadi 3,94% pada triwulan laporan. NPL motor yang cukup tinggi pada triwulan II 2017 secara spasial terjadi di Kabupaten Banggai 10,30% dengan share kredit motor 4,62%. Masih terbatasnya ruang ekspansi kredit motor khususnya di Kabupaten/kota di Sulawesi Tengah dan adanya peningkatan NPL harus lebih dicermati ke depan agar ketahanan sektor rumah tangga dapat terjaga. Walaupun NPL motor cukup tinggi, namun Kualitas NPL kredit mobil cukup terjaga pada tingkat yang sangat baik. Rasio NPL kredit mobil cukup terjaga, dimana rasio NPL berada jauh di bawah batas aman yakni hanya mencapai 0,94% pada periode laporan. Jika dilihat secara spasial, rasio NPL tertinggi terdapat di Kabupaten Morowali dengan rasio NPL mencapai 5,12% dengan share kredit mobil sebesar 1,50%. Sementara Kota Palu memiliki market share tertinggi sebesar 93,09%, dengan rasio NPL yang relatif rendah yaitu 0,93%. Share kredit mobil dari perbankan di kabupaten/kota lainnya cukup rendah seperti pada Kabupaten Banggai hanya sebesar 2,67% dan Kabupaten Poso sebesar 1,43%. b. Asesmen Kredit Rumah Kabupaten/Kota Perkembangan kredit perumahan di berbagai daerah Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah menunjukkan perkembangan yang relatif baik (positif). Jika dilihat berdasarkan tipe, NPL kredit perumahan tipe <21 di Kota Palu dan Kabupaten Toli-Toli sudah diatas batas aman kredit dengan masing-masing rasio NPL mencapai 6,17% dan 4,11%. NPL perumahan di Kota Palu dan Kabupaten ToliToli merupakan pinjaman pihak swasta dengan jangka waktu kredit di atas 60 bulan (jangka panjang), dimana secara nominal jumlah NPL Kota Palu mencapai Rp11,17 miliar; sedangkan jumlah kredit NPL di Kabupaten Toli-Toli sebesar Rp338,16 juta. Share kredit rumah tipe <21 terbesar justru terjadi di Kabupaten Banggai dengan share 55,92% yang diikuti oleh share di Kota Palu sebesar 30,28% dan Kabupaten Poso dengan share sebesar 11,95%. Tabel 4.5. NPL Kabupaten/Kota Untuk Kredit Rumah Tipe <21 Region

2015/Mar

2016/Mar

2016/Jun

2016/Sep

2016/Dec

2017/Mar

2017/Jun

Sulawesi Tengah Kab. Poso Kab. Banggai Kab. Toli-Toli Kota Palu

1.31% 1.31% 0.31% 2.41% 1.94%

1.44% 0.78% 0.47% 4.65% 2.50%

1.74% 0.92% 0.44% 3.84% 3.58%

2.06% 0.82% 0.27% 4.12% 4.83%

1.98% 0.31% 0.20% 5.18% 5.17%

2.44% 0.28% 0.30% 5.73% 6.69%

2.14% 0.01% 0.38% 4.11% 6.17%

Sumber : Bank Indonesia

Kabupaten Morowali memiliki NPL kredit perumahan tipe 22 s.d. 70 tertinggi pada triwulan laporan. NPL kredit perumahan tipe 22 s.d. 70 mencapai Rp171,46 juta dengan share sebesar 0,14%. Meskipun demikian, secara umum perkembangan NPL Kabupaten/Kota lain relatif terjaga untuk kategori kredit perumahan tipe 22 s.d. 70. Kota Palu yang merupakan daerah dengan market share terbesar mencapai 89,21% pada triwulan laporan mengalami penurunan rasio NPL rumah tipe 22 s.d. 71 dari 79

2,54% menjadi 2,43%. Namun pada kredit perumahan tipe >70, Kota Palu mengalami peningkatan rasio NPL dari 1,61% menjadi 2,43%. Untuk rumah tipe >70 Kabupaten Parimou perlu mendapatkan perhatian karena NPL pada perumahan tipe >70 mengalami peningkatan dari 4,36% pada triwulan laporan menjadi 4,55% pada triwulan I 2017. Meningkatnya NPL rumah tipe >70 di Parimou disebabkan karena turunnya aktivitas ekonomi karena panen yang kurang maksimal pada triwulan laporan. Tabel 4.6. NPL Kredit Rumah Tipe 21 s.d. 70 Region Sulawesi Tengah Kab. Poso Kab. Banggai Kab. Toli-Toli Kab. Morowali Kab. Parimou Kota Palu

2015/Mar

2016/Mar

2016/Jun

2016/Sep

2016/Dec

2017/Mar

2017/Jun

2.94% 3.24% 1.21% 5.20% 0.00% 0.18% 3.17%

2.16% 0.92% 0.00% 2.83% 0.00% 0.54% 2.32%

1.61% 1.94% 0.00% 2.51% 7.09% 0.55% 1.65%

2.19% 2.13% 0.00% 2.44% 7.68% 0.57% 2.31%

1.76% 1.48% 0.00% 2.33% 8.73% 0.32% 1.85%

2.37% 1.29% 0.09% 2.50% 8.89% 0.35% 2.54%

2.29% 1.85% 0.07% 2.54% 8.99% 0.48% 2.43%

Tabel 4.7. NPL Kredit Rumah Tipe > 70 Region

2015/Mar

2016/Mar

2016/Jun

2016/Sep

2016/Dec

2017/Mar

2017/Jun

Sulawesi Tengah 1.84% Kab. Toli-Toli 1.96% Kab. Parimou 2.63% Kota Palu 1.79% Sumber : Bank Indonesia

1.75% 0.52% 2.68% 1.83%

1.60% 0.53% 2.64% 1.67%

1.82% 1.59% 2.68% 1.94%

1.47% 1.71% 2.61% 1.51%

1.62% 1.76% 4.36% 1.61%

2.28% 1.97% 4.55% 2.43%

4.2. Kredit UMKM UMKM merupakan salah satu pilar pendukung pembangunan yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup banyak. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) telah membuktikan diri sebagai kelompok pelaku usaha yang tahan terhadap krisis ekonomi sehingga perlu terus ditingkatkan perkembangannya. Untuk meningkatkan kinerja usaha, UMKM sangat membutuhkan dukungan pembiayaan dari perbankan maupun lembaga pembiayaan lainnya. Pada triwulan II 2017, penyaluran kredit untuk UMKM oleh bank umum di Sulawesi Tengah tumbuh 9,19%(yoy) atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 8,62%(yoy). Share kredit UMKM di perbankan pada triwulan II 2017 mencapai 34,20%; relatif lebih tinggi dari kondisi share triwulan sebelumnya sebesar 33,86%. Pangsa kredit UMKM didominasi oleh kredit kecil dengan pangsa 40,45%, yang diikuti oleh kredit mikro dengan pangsa 32,96% dan 31,22% untuk pangsa kredit usaha menengah.

80

Grafik 4.18. Pertumbuhan Kredit UMKM

Grafik 4.19. Perkembangan NPL UMKM Spasial

Dari sisi spasial, Kota Palu masih memiliki market share terbesar yang mencapai 51,81% dari total kredit UMKM di Sulawesi Tengah. Tingkat pertumbuhan kredit UMKM tertinggi pada triwulan laporan terjadi di Kabupaten Kepulauan Banggai yang mencapai 165,99% (yoy). Dari sisi Rasio NPL, Kabupaten Morowali memiliki rasio NPL UMKM yang cukup tinggi mencapai 10,74%. Selain Kabupaten Morowali, rasio NPL UMKM yang cukup tinggi juga terjadi di Kabupaten Banggai dan Kota Palu dengan rasio NPL UMKM masing-masing sebesar 9,52% dan 6,31%. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk pelaku usaha di Sulawesi Tengah berdasarkan lokasi bank sampai dengan triwulan laporan masih mengalami akselerasi positif. Total outstanding KUR pada triwulan II 2017 mencapai Rp1,36 trilliun, atau tumbuh 253,64% (yoy). Jika dilihat secara sektoral, sektor ekonomi yang paling banyak menyerap KUR adalah sektor perdagangan besar dan eceran dengan porsi mencapai 50,52%, diikuti sektor pertanian, perburuan dan kehutanan dengan share 32,77% dan sektor industri pengolahan dengan porsi 4,68%. Jika dilihat secara spatial wilayah lokasi bank, penyaluran KUR masih terpusat di beberapa Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah. Berdasarkan lokasi bank, penyaluran KUR di Sulawesi Tengah terpusat di Kota Palu dengan share 46,5%, diikuti oleh Kabupaten Parigi Moutong dengan share sebesar 15,39%, dan Kabupaten Banggai dengan share sebesar 14,13% berada diposisi ketiga. Penyaluran KUR masih didominasi oleh debitur dari sektor perdagangan yang secara umum berkembang lebih pesat di daerah-daerah pusat perdagangan seperti kota Palu, Poso dan Luwuk. Total outstanding KUR di Kota Palu sebesar Rp634,73 miliar dengan tingkat NPL mencapai 1,96%. Kabupaten/Kota yang memiliki tingat rasio NPL tertinggi untuk KUR adalah Kabupaten Banggai yang mencapai 2,36%. Selain di Banggai, NPL tertinggi di Sulawesi Tengah berada di Kabupaten Toli-toli yang mencapai 2,26%. Meskipun demikian, secara umum tingkat kredit macet penyaluran KUR di Sulawesi Tengah masih cukup terjaga dengan tingkat NPL total sebesar 1,91% sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2017 pada 1,71% dan masih jauh di bawah batas aman NPL sebesar 5%.

81

Grafik 4.20. Pangsa KUR berdasarkan Sektor

Grafik 4.21. Pangsa UMKM Spasial

Bank Indonesia dan pemerintah terus mendorong meningkatnya penyaluran kredit kepada UMKM. Dalam rangka mendorong penyaluran kredit produktif khususnya kepada UMKM, Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No.14/22/PBI/2012 yang mengharuskan perbankan untuk menyalurkan minimal 20% dari total kreditnya ke sektor UMKM di tahun 2018. Tahapan implementasi ketentuan tersebut telah dimulai sejak tahun 2013 dimana Bank wajib memenuhi target penyaluran kredit kepada UMKM sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Bisnis masing-masing bank. Tabel 4.8. NPL KUR Spasial

Region

Sulawesi Tengah Kab. Poso Kab. Banggai Kab. Toli-Toli Kab. Morowali Kab. Parimou Kota Palu

Outstanding KUR Mar-17 (Rp Miliar) 1,363.83 167.86 192.70 158.62 0.01 209.92 634.73

Pangsa KUR Jun-17 100.00% 12.31% 14.13% 11.63% 0.00% 15.39% 46.54%

NPL Jun-16

Pertumbuhan NPL Des-16 NPL Jun-17 Kredit Jun-17 (%, yoy)

4.68% 10.43% 3.73% 1.26% 18.32% 2.64% 5.44%

2.14% 9.59% 1.80% 1.35% 44.56% 0.94% 2.25%

1.91% 2.26% 2.36% 2.08% 51.57% 0.96% 1.96%

253.64% 826.61% 155.05% 261.11% -97.48% 711.10% 186.10%

Sumber : Bank Indonesia

4.3. Perkembangan Indikator Umum Perbankan 4.3.1. Kinerja Perbankan di Sulawesi Tengah (Bank Umum dan BPR) Kinerja perbankan Sulawesi Tengah pada triwulan laporan masih cukup baik walaupun tidak sekuat pertumbuhan sebelumnya. Pada triwulan II 2017, total aset perbankan di Sulawesi Tengah tercatat sebesar Rp31,725 triliun atau tumbuh sebesar 3,24%(qtq). Secara tahunan aset perbankan juga mengalami peningkatan sebesar 8,38% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan ini juga diikuti dengan pertumbuhan kredit sebesar 9,15% (yoy), dan pertumbuhan DPK sebesar 5% (yoy).

82

Grafik 4.22. Perkembangan DPK menurut Jenis Simpanan

Grafik 4.23. Perkembangan kredit Menurut Jenis

Kredit perbankan tumbuh terakselerasi. Pertumbuhan kredit pada triwulan II 2017 mencapai 9,15% (yoy), sedikit lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 10,97% (yoy). Perkembangan BI 7-

days Repo Rate yang berada pada angka 4,75% diharapkan tetap mampu menjaga pertumbuhan kredit di tengah perlambatan kondisi perekonomian secara umum. Dampak penerapan kebijakan tersebut terlihat dari pertumbuhan kredit yang masih mengalami pertumbuhan. BI menjaga 7-days Repo Rate berdasarakan RDG Mei 2017 pada angka 4,75% dan tetap dipertahankannya suku bunga kebijakan pada angka tersebut diharapkan mampu tetap menjaga pertumbuhan kredit untuk menopang sektor riil, sehingga perekonomian Sulawesi Tengah kembali kepada momentum akselerasinya. Rasio penyaluran kredit terhadap penghimpunan dana (LDR) perbankan Sulawesi Tengah tercatat cukup tinggi. Rasio LDR perbankan Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 sebesar 142% sedikit lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mampu mencapai 146%. LDR bank Umum dan BPR pada triwulan laporan juga tercatat cukup tinggi pada 137% dan 239%. Walaupun penyaluran tersebut cukup tinggi namun perlu diimbangi dengan prinsip kehati-hatian untuk mencegah risiko meningkatnya NPL baik Bank Umum maupun BPR. Tingginya LDR ini juga merupakan salah satu indikator bahwa wilayah Sulawesi Tengah masih dalam fase bertumbuh sehingga masih membutuhkan penyerapan kredit yang cukup tinggi. Rasio NPL-gross perbankan pada akhir triwulan II 2017 tercatat masih cukup positif dengan angka dibawah 5%. NPL-gross perbankan Sulawesi Tengah tercatat sebesar 3,13% dimana rasio tersebut sedikit meningkat dibandingkan dengan rasio triwulan I 2017 sebesar 2,89%. Walaupun terdapat peningkatan penyaluran kredit, namun peningkatan NPL perlu diperhatikan sehingga mampu menambah kualitas intermediasi perbankan di Sulawesi Tengah. Selain itu, rendahnya NPL diharapkan juga dapat menunjang keamanan perbankan dalam lingkup makroprudensial.

83

Tabel 4.9. Perkembangan Indikator Perbankan di Sulawesi Tengah No

RINCIAN

Tw 2

2014 Tw 3

2015 Tw 4

Tw 1

Tw 2

Tw 3

Tw 4

Tw 1

2016 Tw 2 Tw 3

Tw 4

Tw 1

2017 Tw 2

1 Total Aset Total Aset - Bank Umum Total Aset - BPR

23,051 21,622 1,429

23,634 22,166 1,468

23,287 21,753 1,535

24,647 23,031 1,616

27,079 25,267 1,812

28,584 26,714 1,870

26,688 24,810 1,878

28,495 26,543 1,952

29,271 27,287 1,984

29,316 27,254 2,062

29,356 27,149 2,207

30,731 28,439 2,292

31,725 29,272 2,453

2 Dana Pihak Ketiga DPK - Bank Umum DPK - BPR

13,041 12,676 365

13,395 13,027 368

13,350 12,938 412

14,564 14,120 444

15,689 15,222 467

16,801 16,299 502

16,329 15,764 565

16,674 16,019 655

17,702 17,059 643

16,960 16,308 652

16,756 16,064 692

17,515 16,702 813

18,588 17,718 870

3 Kredit yang diberikan Kredit - Bank Umum Kredit - BPR

19,287 18,018 1,270

19,841 18,545 1,295

20,385 19,048 1,337

20,546 19,075 1,471

21,110 19,508 1,601

21,992 20,336 1,657

22,650 20,971 1,679

23,043 21,339 1,704

24,176 22,411 1,765

24,359 22,569 1,790

25,147 23,228 1,919

25,570 23,565 2,005

26,388 24,305 2,083

4 Loan to Deposit Ratio (LDR) LDR - Bank Umum LDR - BPR

148% 142% 348%

148% 142% 352%

153% 147% 324%

141% 135% 331%

135% 128% 343%

131% 125% 330%

139% 133% 297%

138% 133% 260%

137% 131% 274%

144% 138% 274%

150% 145% 277%

146% 141% 247%

142% 137% 239%

5 Non Performing Loan (NPL) NPL - Bank Umum NPL - BPR

2.05% 2.11% 1.20%

2.13% 2.20% 1.25%

1.81% 1.85% 1.18%

2.10% 2.15% 1.43%

2.05% 2.12% 1.25%

2.04% 2.10% 1.27%

1.86% 1.94% 0.77%

2.06% 2.16% 0.94%

2.16% 2.27% 1.30%

2.28% 2.46% 1.20%

2.55% 2.67% 1.07%

2.89% 3.04% 1.04%

3.13% 3.29% 1.31%

Sumber : Bank Indonesia

4.3.2. Kinerja Bank Umum Kinerja Bank Umum di Sulawesi Tengah mengalami peningkatan dengan risiko kredit yang masih terkendali. Kondisi tersebut tercermin dari beberapa indikator kinerja perbankan seperti penyaluran kredit dan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum yang masih tetap mengalami pertumbuhan. Jumlah DPK yang dihimpun Bank Umum sampai dengan triwulan laporan tercatat sebesar Rp17,7 triliun atau mengalami pertumbuhan 3,86% (yoy), pertumbuhan tersebut sedikit lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 4,26% (yoy). Sementara itu, kredit yang disalurkan bank umum tercatat sebesar Rp24,30 triliun atau tumbuh 8,45% (yoy) sedikit lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 10,43% (yoy). Rasio Loan to Deposits (LDR) Bank Umum pada triwulan laporan masih cukup tinggi dan mencapai 137%. Tingginya LDR ini mencerminkan bahwa kredit yang disalurkan oleh perbankan di Sulawesi Tengah tidak hanya menggunakan DPK yang dihimpun dari masyarakat Sulawesi Tengah saja, tetapi diperkirakan juga menggunakan pinjaman antar bank, baik dari cabang lain maupun dari luar wilayah Sulawesi Tengah. a. Penghimpunan Dana Masyarakat pada Bank Umum Pada triwulan laporan perkembangan simpanan masyarakat masih cukup positif. DPK Bank Umum Sulawesi Tengah tumbuh sebesar 3,86%(yoy), sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan DPK triwulan sebelumnya yang mencapai 4,26%(yoy). Pertumbuhan DPK Bank Umum didorong oleh pertumbuhan Deposito dan Tabungan yang masing-masing tumbuh 13,47%(yoy) dan 0,16%(yoy). Pertumbuhan Deposito pada triwulan laporan melebihi pertumbuhan periode sebelumnya yang hanya tumbuh 9,63%(yoy). Tumbuhnya deposito pada bank umum sejalan dengan kondisi perekonomian yang mengalami perlambatan pada triwulan laporan. Masyarakat cenderung beralih kepada deposito karena peluang investasi lain dirasa kurang menguntungkan sehingga menyimpan dananya pada simpanan jangka menengah-panjang yang memberikan keuntungan lebih besar.

84

Sementara itu pertumbuhan tabungan pada triwulan II 2017 masih lebih rendah jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai 5,04%(yoy). Tabel 4.10. Perkembangan Indikator Kinerja Bank Umum Provinsi Sulawesi Tengah Miliar rupiah (kecuali dinyatakan dalam satuan lain)

Keterangan Total Aset Dana Pihak Ketiga Giro Deposito Tabungan Kredit (Jenis Penggunaan) Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR (%) NPL NPL Gross

II 21,622 12,676 3,478 2,335 6,863 18,018 6,079 2,142 9,796 142.14 379.38 2.11%

2014 III 22,166 13,027 3,278 2,604 7,146 18,545 6,169 2,155 10,221 142.36 407.12 2.20%

2015 IV 21,753 12,938 1,871 3,101 7,965 19,048 6,279 2,186 10,584 147.23 353.31 1.85%

I 23,031 14,120 3,614 3,397 7,109 19,075 6,436 2,183 10,456 135.09 409.44 2.15%

II 25,267 15,222 4,292 3,543 7,386 19,508 6,570 2,087 10,852 128.16 413.56 2.12%

III 26,714 16,299 4,562 3,844 7,893 20,336 6,773 2,151 11,411 124.77 427.78 2.10%

IV 24,810 15,764 2,372 4,011 9,381 20,971 6,873 2,174 11,925 133.03 407.79 1.94%

I 26,543 16,019 3,931 3,960 8,128 21,339 7,001 2,166 12,172 133.21 460.03 2.16%

2016 II 27,287 17,059 4,052 3,985 9,023 22,411 7,457 2,293 12,662 131.37 511 2.28%

III 27,254 16,308 3,651 3,878 8,779 22,569 7,436 2,277 12,855 138.39 555.17 2.46%

IV 27,149 16,064 2,185 4,231 9,649 23,228 7,609 2,238 13,381 144.59 620.57 2.67%

2017 I 28,439 16,702 3,823 4,341 8,538 23,565 7,719 2,196 13,651 141.09 717.40 3.04%

II 29,272 17,718 4,159 4,522 9,037 24,305 8,116 2,116 14,074 137.18 799.78 3.29%

Sumber : Cognos Bank Indonesia

Grafik 4.24. Perkembangan DPK Bank Umum

Grafik 4.25 . Pangsa DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan

Berdasarkan data Juni 2017, jumlah rekening simpanan masyarakat di Bank Umum mengalami peningkatan. Tercatat jumlah rekening pada triwulan II 2017 sebanyak 1.946.133 rekening di perbankan Sulawesi Tengah. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Sulawesi Tengah berdasarkan data BPS yang mencapai 2,79 juta orang, maka rasio jumlah masyarakat menabung mencapai 69,87%. Dengan perbandingan sederhana, diperkirakan bahwa lebih dari setengah jumlah penduduk Sulawesi Tengah sudah memiliki tabungan pada Bank Umum. Berdasarkan wilayah, rasio jumlah masyarakat menabung tertinggi berada di Poso dengan rasio 128% yang diikuti oleh Kabupaten Toli-Toli dan sekitarnya dengan rasio 88% dan Kota Palu dengan rasio 90%. Angka rasio yang berada di atas 100% diperkirakan karena terdapat nasabah yang memiliki 2 atau lebih rekening di perbankan. Walaupun demikian, peran perbankan dalam meningkatkan inklusi keuangan khususnya di daerah terpencil masih perlu terus ditingkatkan. Rasio rekening perjumlah penduduk terendah terjadi di Kabupaten Banggai Kepulaun dan kabupaten Buol yang masing-masing sebesar 7% dan 15%. Masih rendahnya tingkat rasio per jumlah penduduk disebabkan oleh faktor geografis dan infrastruktur jaringan kantor bank yang masih terbatas. Terbatasnya SDM perbankan yang memiliki kapabilitas untuk melakukan analisis kredit produktif juga menjadi faktor penghambat lainnya dalam penyaluran kredit produktif. Tingginya prosentase selisih antara rasio kredit dan simpanan per jumlah penduduk juga perlu mendapatkan perhatian. Rendahnya

85

rasio tersebut merupakan indikator dari pemahaman masyarakat mengenai perbankan dan tingkat literasi perbankan. Grafik 4.26. Rasio Rekening Simpanan Pada Bank Umum Terhadap Jumlah Penduduk

b. Penyaluran Kredit Bank Umum Berdasarkan kelompoknya penyaluran kredit Bank Umum masih didominasi oleh Bank Persero Nasional. Penyaluran kredit Bank Umum sampai akhir triwulan II 2017 mencapai Rp24,30 triliun atau tumbuh 8,45% (yoy) atau lebih tinggi jika dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya sebesar Rp23,56 triliun. Jika dilihat berdasarkan kelompoknya, penyaluran kredit pada triwulan laporan didominasi oleh kelompok bank persero yang memiliki pangsa sebesar 76%. Pertumbuhan tertinggi perbankan daerah pada triwulan II 2017 terjadi pada Bank Swasta Nasional Bank Pemerintah Daerah yang tumbuh 13,2%(yoy) diikuti oleh pertumbuhan Bank Persero sebesar 11,8%(yoy), sedangkan bank swasta nasional hanya tumbuh sebesar 5,53%(yoy). Pada triwulan laporan, Kredit Konsumsi masih memiliki pangsa pasar terbesar. Kredit konsumsi tumbuh sebesar 11,15%(yoy), sedikit lebih rendah daripada pertumbuhan triwulan I 2017 yang mencapai 12,15%(yoy). Masih tumbuhnya kredit konsumsi, juga diikuti oleh pertumbuhan kredit modal kerja sebesar 8,84%(yoy). Sedangkan kredit Investasi telah mengalami pertumbuhan negatif yakni mencapai -7,71%(yoy). Berdasarkan jenis penggunaan, market share penyaluran kredit di Sulawesi Tengah masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan pangsa sebesar 57,9%. Share terbesar kedua berdasarkan jenis penggunaan adalah kredit modal kerja dengan pangsa sebesar 33,39%. Sementara itu, kredit investasi memiliki pangsa terendah hanya sebesar 8,71%. Masih rendahnya pangsa kredit investasi menjadi tantangan besar perbankan di Sulawesi Tengah untuk terus memberikan daya dorong tambahan bagi sektor riil yang diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi secara umum. Pembiayaan investasi diharapkan dapat ditingkatkan outstanding-nya, mengingat besarnya potensi ekonomi di Sulawesi Tengah terutama di sektor pertanian dan perdagangan.

86

Tabel 4.11.Jumlah Kredit Berdasarkan Jenis Bank (Rp-Miliar) Periode Jun-13 Sep-13 Dec-13 Mar-14 Jun-14 Sep-14 Dec-14 Mar-15 Jun-15 Sep-15 Dec-15 Mar-16 Jun-16 Sep-16 Dec-16 Mar-17 Jun-17 Sumber :Bank Indonesia

Bank Persero

Bank Swasta Nasional

Bank Pemerintah Daerah

11,185.06 11,663.63 12,060.41 12,313.03 12,758.96 13,028.76 13,404.14 13,744.42 14,047.49 14,706.60 15,262.69 15,547.26 15,982.21 16,530.23 17,025.56 17,350.93 17,874.29

3,346.21 3,404.71 3,462.91 3,482.19 3,600.65 3,575.02 3,605.59 3,598.90 3,508.73 3,533.04 3,450.40 3,414.41 3,414.89 3,459.74 3,564.38 3,535.72 3,603.69

920.78 1,076.66 1,169.71 1,363.55 1,658.06 1,941.53 2,038.57 1,731.19 1,952.03 2,095.92 2,258.23 2,376.52 2,497.71 2,578.73 2,638.28 2,678.35 2,827.32

Grafik 4.27. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 4.28. Pangsa Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 4.29. Rasio Rekening Kredit Pada Bank Umum Terhadap Jumlah Penduduk

87

4.3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Perkembangan Indikator BPR hingga akhir triwulan laporan masih cukup baik. Jika dilihat berdasarkan jaringan kantor, jumlah kantor BPR di Sulawesi Tengah pada triwulan laporan dibandingkan dengan periode sebelumnya tidak mengalami perubahan. Total aset BPR hingga akhir triwulan II 2017 mencapai Rp2,45 triliun atau tumbuh 23,68%(yoy) dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Secara umum aset BPR memiliki pangsa 7,73% terhadap total aset perbankan Sulawesi Tengah. Pertumbuhan aset tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan DPK BPR yang meningkat 35,39%(yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I 2017 yang mencapai 24,26%(yoy). Penyaluran kredit juga mengalami pertumbuhan sebesar 17,99% (yoy) menjadi sebesar Rp2,08 trilyun pada triwulan laporan. Pertumbuhan kredit BPR pada triwulan II 2017 juga lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 17,70% (yoy). Jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun BPR pada triwulan laporan mengalami peningkatan. Secara nominal DPK BPR pada triwulan II 2017 sebesar Rp870,23 miliar mengalami peningkatan sebesar 17,52% dari triwulan sebelumnya sebesar Rp692,24 miliar. Komposisi dana pihak ketiga BPR masih tetap didominasi deposito dengan pangsa sebesar 96,65%. Sementara itu, simpanan dalam bentuk tabungan memiliki pangsa sebesar 9,65%. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa sebagian besar masyarakat masih memilih BPR sebagai tempat untuk menyimpan dana jangka menengah dan panjang dengan harapan imbal jasa yang lebih tinggi. Grafik 4.30. Perkembangan Aset BPR di Sulawesi Tengah

Pada sisi aktiva, jumlah kredit yang disalurkan BPR mengalami pertumbuhan positif dengan NPL yang masih terjaga. Total kredit yang disalurkan oleh BPR pada triwulan II 2017 sebesar Rp2,08 triliun, atau tumbuh 17,99%(yoy). Pertumbuhan kredit pada triwulan laporan lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 17,70% (yoy). Pertumbuhan kredit pada triwulan IiI 2017 masih didorong oleh pertumbuhan kredit konsumsi mencapai 17,86%(yoy) dengan pangsa 98,95%. Sementara itu, jenis kredit lainnya seperti kredit investasi pada triwulan II 2017 mulai tumbuh positif sebesar 3,59%(yoy) dengan pangsa sebesar 0,5%. Kredit modal kerja memiliki pangsa 4,52%, dari total penyaluran kredit perbankan berdasarkan jenis penggunaan, dan pada triwulan laporan 88

mampu tumbuh tinggi mencapai 22,83% jauh diatas triwulan sebelumnya yang hanya 13,48 (yoy). Kualitas kredit BPR juga masih berada pada koridor yang positif dengan rasio Non Performing Loans

(NPLs) gross sebesar 1,31% sedikit mengalami penurunan kualitas dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 1,04%.

Grafik 4.31. Perkembangan DPK BPR Menurut Jenis Simpanan

Grafik 4.32. Perkembangan Kredit BPR Menurut Jenis Penggunaan

Dalam menjalankan fungsi intermediasi, BPR di Sulawesi Tengah memiliki kinerja yang cukup baik, tercermin dari rasio Loan to Deposits (LDR) yang masih cukup tinggi. LDR BPR pada periode laporan tercatat 239% sedikit lebih rendah dibandingkan dengan LDR triwulan I 2017 yang mencapai 247%. Masih tingginya nilai LDR tersebut menunjukkan bahwa penyaluran kredit jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan BPR dalam melakukan penghimpunan Dana Pihak Ketiga dari masyarakat. Hal ini disebabkan keterbatasan sumber dana membuat BPR membutuhkan sumber dana dari bank umum baik melalui skema linkage programme (channelling dan executing) maupun dana lainnya. Berdasarkan lokasinya, terlihat bahwa keberadaan BPR di Sulawesi Tengah masih belum tersebar merata di seluruh wilayah kabupaten. Lokasi BPR di Sulawesi Tengah hanya tersebar di 4 lokasi utama, yaitu Kabupaten Parigi Moutong, Kota Palu, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Poso. Konsentrasi lokasi bank hanya pada beberapa wilayah tertentu menjadi salah satu indikasi masih belum optimalnya akses masyarakat terhadap jasa perbankan.

89

Tabel 4.12. Jumlah Kantor Pusat dan Cabang BPR di Sulawesi Tengah (belum termasuk daerah pemekaran)

Provinsi Sulawesi Tengah 1. Kab. Banggai Kepulauan 2. Kab. Buol 3. Kab. Donggala 4. Kab. Morowali 5. Kab. Parigi Moutong 6. Kab. Parimo/Banggai 7. Kab. Poso 8. Kab. Tojo Una-Una 9. Kab. Toli-Toli 10. Kota Palu 11. Kab./Kota Lainnya Total

Kantor Pusat Cabang 0 3 0 1 0 1 0 4 3 2 1 2 1 2 0 1 0 1 4 0 0 0 9 17

Jumlah 3 1 1 4 5 3 3 1 1 4 0 26

Sumber: Bank Indonesia

4.3.4. Kinerja Bank Umum Syariah Pada triwulan II 2017 Aset dan DPK perbankan syariah masih mengalami pertumbuhan. Aset perbankan syariah pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp1,29 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 10,64%(qtq), dimana pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar Rp1,17 miliar. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya aset perbankan syariah pada periode laporan tumbuh 7,97%(yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 1,80%(yoy). Sementara itu, DPK perbankan syariah kembali mengalami pertumbuhan negatif yakni 2,30%(yoy) setelah di triwulan sebelumnya positif yakni 6,17%(yoy). Penurunan jumlah DPK pada triwulan laporan terutama didorong oleh penurunan tabungan dan giro perbankan Syariah yang mencapai -4,38%(yoy) dan -8,45%(yoy). Namun disisi lain pertumbuhan deposito syariah dinilai cukup positif, tercermin dari pertumbuhan pada periode laporan yang mencapai 11,52%(yoy). Kondisi tersebut mencerminkan bahwa sebagian besar masyarakat masih memilih bank syariah sebagai tempat untuk menyimpan dana jangka menengah dan panjang dengan harapan imbal jasa yang lebih tinggi. Tumbuhnya deposito syariah merupakan salah satu bukti suksesnya kampanye gencar dari perbankan syariah di Sulawesi Tengah khususnya tentang menyadarkan masyarakat terkait dengan riba yang melekat pada bunga perbankan. Meskipun demikian, pertumbuhan deposito syariah tidak diikuti dengan pertumbuhan tabungan dan giro yang tumbuh negatif -4,38%(yoy) dan -8,45%(yoy) setelah di triwulan sebelumnya tercatat tumbuh positif 6,19%(yoy) dan 26,68%(yoy).

90

Grafik 4.33. Perkembangan Aset Perbankan Syariah

Sya

Pembiayaan investasi perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Pada triwulan laporan, pembiayaan perbankan syariah mengalami pertumbuhan 19,19% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 13,99% (yoy). Peningkatan pembiayaan pada triwulan laporan didorong oleh pertumbuhan pembiayaan konsumsi sebesar 25,80% (yoy), dan pertumbuhan pembiayaan modal kerja sebesar 11,65% (yoy). Meskipun demikian, kondisi pembiayaan investasi masih mengalami penurunan sebesar -6,86% (yoy) setelah sebelumnya mampu tumbuh 10,22%(yoy).

Grafik 4.34. Perkembangan DPK Bank Syariah Menurut Jenis Simpanan

Grafik 4.35. Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah Menurut Jenis Penggunaan

Simpanan masyarakat diperbankan syariah pada triwulan II 2017 menunjukan perlambatan. DPK tahunan perbankan Syariah pada periode laporan mengalami penurunan -2,30% setelah sebelumnya tumbuh 6,17%(yoy). Hingga akhir triwulan II 2017 masih belum terdapat BPR Syariah di Sulawesi Tengah, sehingga perlu lebih didorong pengembangan BPR syariah di Sulawesi Tengah. --- o0o ---

91

BAB VI PERKEMBANGAN SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN



Nominal transaksi uang tunai di Sulawesi Tengah pada triwulan laporan mengalami penurunan di sisi inflow tetapi mengalami peningkatan di sisi outflow jika dibandingkan triwulan sebelumnya.



Jumlah temuan yang diragukan keasliannya di Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.



Pertumbuhan RTGS dan kliring cenderung mengalami penurunan pada triwulan laporan.

36 LEMBAR

D

Rp1.838,88 miliar

108 LEMBAR

TEMUAN UANG PALSU

(net outflow)

NET INFLOW-OUTFLOW

*Data yang digunakan adalah total kliring kredit dan kliring debet Provinsi Sulawesi Tengah

76

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran 6.1.1. Transaksi Keuangan Secara Tunai a. Perkembangan Uang Kartal ( Inflow/Outflow ) Nominal transaksi uang tunai di Sulawesi Tengah pada triwulan laporan mengalami penurunan di sisi inflow tetapi mengalami peningkatan di sisi outflow jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Nominal outflow pada triwulan laporan mencapai Rp2,2 triliun, lebih tinggi dibandingkan outflow triwulan I 2017 sebesar Rp402,785 miliar. Sedangkan inflow justru mengalami penurunan menjadi Rp311,15 miliar dari Rp1 triliun di triwulan I 2017. Sesuai dengan tren tahun sebelumnya, nilai outflow selalu mengalami peningkatan di triwulan II yang didorong oleh meningkatnya pengeluaran masyarakat selama bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Grafik 6.1. Perkembangan Inflow- Outflow Uang Tunai

Pertumbuhan tahunan inflow tercatat meningkat 19% (yoy ) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -11% (yoy ). Inflow aliran uang di Sulawesi Tengah secara triwulanan mengalami penurunan dari sebesar Rp 1 triliun menjadi sebesar Rp 311,15 miliar. Berbeda dengan kondisi inflow, pertumbuhan outflow pada triwulan laporan mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 13,07% (yoy).

Apabila dibandingkan antara angka inflow dan

outflow pada triwulan II 2017 maka akan diperoleh net outflow sebesar Rp1.838,88 miliar. Melalui kegiatan perkasan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah secara rutin melakukan penarikan uang lusuh sebagai wujud dari kebijakan clean money policy untuk memenuhi kebutuhan uang layak edar di masyarakat. Pada triwulan II 2017, jumlah uang kertas yang dimusnahkan mencapai Rp138,51 miliar atau menurun sebesar 16% (yoy). Posisi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penarikan uang lusuh triwulan sebelumnya sebesar Rp251,96 miliar. Pada triwulan laporan, uang pecahan Rp2.000,- merupakan pecahan yang paling banyak dimusnahkan, diikuti dengan pecahan Rp5.000,- dan Rp50.000,-.

*Data yang digunakan adalah total kliring kredit dan kliring debet Provinsi Sulawesi Tengah

77

Grafik 6.2. Rasio Pemusnahan UTLE Terhadap Inflow

Grafik 6.3. Perkembangan Persentase Pecahan Uang Yang Dimusnahkan

b. Perkembangan Uang Yang Diragukan Keasliannya Jumlah temuan yang diragukan keasliannya di Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Melalui laporan perbankan dan masyarakat KPw BI Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017 menemukan 145 lembar uang yang diragukan keasliannya dengan Rp50.000,00 sebagai pecahan terbanyak1. Temuan ini meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya terdapat 65 lembar uang palsu senilai 4.150.000 rupiah. Agar ciri-ciri keaslian uang Rupiah lebih diketahui oleh masyarakat luas, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah secara rutin melakukan sosialisasi keaslian uang Rupiah kepada berbagai lapisan masyarakat termasuk sosialisasi cara memperlakukan uang Rupiah dengan baik. Selama triwulan II tahun 2017, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah telah melaksanakan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah kepada stakeholders di berbagai bidang. Selama triwulan II telah dilakukan kegiatan sosialisasi di beberapa wilayah yaitu : Tabel 6.1. Sosialisasi CIKUR di Provinsi Sulawesi Tengah

No. Waktu 1 6-9 April 2017 2 7-13 Mei 2017 3 08-Mei-17 4 23-24 Mei 2017

1

Lokasi Peserta Instansi Pemkab, Perbankan dan Pelaku Usaha Poso ASN dan Perbankan dan Pelaku Usaha Banggai Laut SDIT Al-Fahmi Palu Kepala Desa dan Masyarakat Sausu Torono Parigi

Temuan uang palsu yang dilaporkan tersebut tidak termasuk uang palsu yang ditemukan oleh pihak kepolisian.

*Data yang digunakan adalah total kliring kredit dan kliring debet Provinsi Sulawesi Tengah

78

Tabel 6.2. Perkembangan Uang Palsu Yang Ditemukan (dalam lembar) Pecahan Mata Uang (Nominal)

2011

2012

Rp100.000 Rp50.000 Rp20.000 Rp10.000 Rp5.000

43 38 1 0 0

Jumlah

82

2014

2013

2015

2016

2017

90 95 1 0 0

Tw I 18 43 1 0 0

Tw II 18 18 2 0 0

Tw III 25 17 0 0 0

Tw IV 10 6 0 0 0

Tw I 9 11 0 0 0

Tw II 13 23 0 0 0

Tw III 91 18 0 0 0

Tw IV 19 10 0 0 0

Tw I 89 31 1 0 2

Tw II 32 25 1 0 0

Tw III 17 20 0 0 0

Tw IV 4 6 0 0 0

Tw I 9 10 0 0 0

Tw II 32 28 0 0 0

Tw III 115 72 1 0 0

Tw IV 28 8 0 0 0

Tw I 18 47 0 0 0

Tw II 36 108 0 0 1

186

62

38

42

16

20

36

109

29

123

58

37

10

19

60

188

36

65

145

Sumber : KPw BI Prov. Sulawesi Tengah

c. Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi Aliran perkasan selama periode laporan dari sisi inflow didominasi oleh pecahan Rp2.000,sedangkan dari sisi outflow didominasi oleh pecahan Rp100.000,-. Dari sisi inflow, pada triwulan II 2017, jumlah lembar uang kertas denominasi Rp2.000,- mencapai 2,2 juta lembar atau 22,34% dari total seluruh uang kertas yang masuk ke perbankan. Sementara itu di sisi outflow, denominasi Rp100.000,tercatat sebanyak 14,5 juta lembar atau 34,90% dari total seluruh uang kertas yang keluar dari perbankan. Sementara itu, khusus untuk uang logam, pecahan Rp500,- mendominasi dari sisi inflow dan pecahan Rp1.000,- mendominasi dari sisi outflow. Tabel 6.3. Pangsa Denominasi Uang Inflow Pecahan 100.000 50.000 20.000 10.000 5.000 2.000 1.000 Jlh. Uang Kertas 1.000 500 200 100 50 25 Jlh. Uang Logam Juml. UK + UL

I 19,63% 31,80% 5,44% 7,94% 12,63% 15,45% 7,11% 95,39% 2,27% 52,63% 18,83% 21,97% 4,30% 0,00% 4,61% 100,00%

2013 II III 15,06% 23,75% 25,14% 31,65% 6,58% 3,17% 10,89% 9,78% 15,94% 14,91% 18,41% 13,09% 7,98% 3,65% 92,96% 95,02% 6,26% 26,81% 46,62% 36,05% 17,54% 11,05% 21,66% 17,35% 7,92% 8,73% 0,00% 0,00% 7,04% 4,98% 100,00% 100,00%

IV 11,20% 21,62% 7,02% 14,14% 19,49% 19,68% 6,85% 95,97% 18,52% 33,65% 15,34% 22,73% 9,66% 0,10% 4,03% 100,00%

I 25,94% 33,57% 5,13% 8,02% 9,81% 13,92% 3,61% 95,98% 18,29% 38,82% 6,62% 17,54% 18,72% 0,01% 4,02% 100,00%

2014 II III 15,45% 14,95% 23,84% 17,34% 6,42% 8,27% 11,92% 13,50% 16,70% 19,20% 18,87% 20,99% 6,82% 5,76% 95,83% 17,99% 19,10% 16,24% 44,76% 49,76% 12,06% 6,17% 16,51% 9,90% 7,57% 17,94% 0,00% 0,00% 4,17% 82,01% 100,00% 100,00%

IV 15,52% 22,82% 7,12% 12,07% 17,03% 20,23% 5,21% 95,21% 10,79% 49,12% 14,14% 12,15% 13,60% 0,20% 4,79% 100,00%

I 31,25% 28,28% 4,91% 8,17% 10,96% 13,53% 2,90% 98,29% 5,35% 46,33% 13,01% 32,56% 2,75% 0,00% 1,71% 100,00%

2015 II III 18,33% 30,02% 25,29% 39,23% 6,41% 4,26% 11,22% 6,81% 15,41% 8,32% 18,38% 9,45% 4,95% 1,92% 98,13% 99,46% 0,11% 0,08% 69,28% 96,41% 10,99% 0,35% 19,19% 3,14% 0,21% 0,02% 0,23% 0,00% 1,87% 0,54% 100,00% 100,00%

2016 IV I II III 17,77% 29,28% 11,92% 27,23% 7,55% 40,95% 23,91% 40,68% 8,52% 3,91% 8,20% 4,95% 13,45% 6,29% 11,82% 7,40% 22,03% 8,24% 16,30% 9,24% 25,91% 9,85% 22,19% 9,45% 4,78% 1,48% 5,66% 1,05% 99,94% 99,95% 99,77% 99,96% 29,93% 0,40% 9,38% 3,16% 35,98% 16,48% 18,76% 27,40% 1,54% 12,53% 23,45% 21,64% 31,64% 66,39% 46,90% 36,38% 0,90% 4,19% 1,50% 2,64% 0,00% 0,00% 0,00% 8,77% 0,06% 0,05% 0,23% 0,04% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%

IV 11,04% 23,61% 8,18% 13,08% 16,40% 24,44% 3,26% 99,16% 7,52% 9,86% 16,51% 62,00% 4,11% 0,00% 0,84% 100,00%

2017 I II 27,13% 16,79% 34,77% 21,16% 4,98% 7,74% 7,94% 11,81% 11,08% 17,48% 12,56% 22,34% 1,55% 2,67% 99,85% 98,04% 12,70% 11,11% 16,81% 33,33% 31,26% 25,25% 39,19% 30,30% 0,03% 0,00% 0,00% 0,00% 0,15% 1,96% 100,00% 100,00%

Sumber : KPw BI Prov. Sulawesi Tengah

*Data yang digunakan adalah total kliring kredit dan kliring debet Provinsi Sulawesi Tengah

79

Tabel 6.4. Pangsa Denominasi Uang Outflow Pecahan 100.000 50.000 20.000 10.000 5.000 2.000 1.000 Jlh. Uang Kertas 1.000 500 200 100 50 25 Jlh. Uang Logam Juml. UK + UL

I 15,28% 28,42% 7,32% 10,25% 15,80% 14,55% 8,39% 92,85% 9,51% 34,63% 29,33% 22,14% 4,38% 0,00% 7,15% 100,00%

2013 II III 27,45% 27,50% 36,81% 33,40% 4,19% 1,08% 7,81% 9,86% 11,12% 13,99% 12,14% 13,91% 0,49% 0,26% 93,56% 92,08% 32,56% 43,37% 25,31% 20,01% 19,56% 15,73% 16,68% 16,09% 5,88% 4,80% 0,00% 0,00% 6,44% 7,92% 100,00% 100,00%

IV 31,81% 34,88% 4,17% 6,87% 8,89% 9,49% 3,89% 94,45% 35,54% 22,27% 19,94% 18,95% 3,30% 0,00% 5,55% 100,00%

I 24,41% 27,99% 6,37% 8,52% 11,82% 15,49% 5,39% 90,72% 35,06% 26,33% 13,14% 15,40% 10,07% 0,00% 9,28% 100,00%

2014 II III 32,15% 31,84% 29,34% 29,27% 4,93% 4,84% 7,50% 6,59% 9,61% 10,54% 11,63% 13,33% 4,83% 3,58% 92,83% 24,40% 33,89% 36,06% 24,55% 27,83% 17,92% 16,15% 19,13% 4,13% 4,52% 15,83% 0,00% 0,00% 7,17% 75,60% 100,00% 100,00%

IV 38,99% 30,23% 4,29% 6,63% 8,61% 10,18% 1,07% 94,95% 35,92% 19,82% 19,94% 19,25% 5,08% 0,00% 5,05% 100,00%

I 23,16% 24,98% 6,84% 10,33% 13,78% 16,85% 4,06% 92,53% 9,59% 31,76% 28,33% 29,46% 0,86% 0,00% 7,47% 100,00%

2015 II III 32,53% 32,08% 35,00% 41,86% 4,31% 3,18% 7,39% 5,28% 8,95% 7,46% 10,81% 9,60% 1,02% 0,53% 96,86% 95,95% 44,71% 30,49% 11,66% 24,68% 18,70% 24,75% 24,93% 20,09% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 3,14% 4,05% 100,00% 100,00%

2016 IV I II III 32,62% 21,54% 30,32% 32,45% 42,47% 27,52% 32,06% 42,50% 3,59% 6,42% 4,80% 3,34% 5,54% 11,18% 8,07% 4,76% 6,61% 15,25% 10,92% 7,63% 9,12% 17,86% 13,77% 9,20% 0,05% 0,23% 0,06% 0,12% 93,45% 81,89% 93,55% 92,21% 36,45% 41,07% 40,41% 43,87% 24,21% 29,24% 21,46% 26,80% 18,36% 14,71% 19,81% 14,00% 20,98% 14,98% 18,32% 15,33% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 6,55% 18,11% 6,45% 7,79% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%

IV 35,89% 32,50% 4,21% 6,80% 8,77% 11,63% 0,20% 92,05% 44,28% 27,85% 16,30% 11,57% 0,00% 0,00% 7,95% 100,00%

2017 I II 27,69% 34,90% 20,86% 28,19% 7,73% 4,40% 10,62% 7,29% 14,44% 10,29% 15,71% 13,75% 2,95% 1,18% 89,22% 95,97% 42,51% 42,14% 28,92% 25,97% 13,65% 14,24% 14,92% 17,65% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 10,78% 4,03% 100,00% 100,00%

Sumber : KPw BI Prov. Sulawesi Tengah

6.1.2. Transaksi Keuangan Secara Non Tunai Transaksi keuangan secara non tunai mencakup transaksi yang menggunakan BI-Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Seperti halnya daerah lain, transaksi RTGS (outgoing) lebih dominan digunakan di Provinsi Sulawesi Tengah bila dibandingkan dengan sistem kliring. Grafik 6.4.

Perkembangan Transaksi Non Tunai di Sulawesi Tengah

Grafik 6.5.

Pangsa Nominal Transaksi RTGS ( Outgoing) dan Kliring Provinsi Sulawesi Tengah

Sumber : KPw BI Prov. Sulteng

Pertumbuhan RTGS dan kliring cenderung mengalami penurunan pada triwulan laporan. Nominal kliring pada triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp2,2 triliun dengan jumlah warkat yang dikliringkan sebanyak 51.937 lembar. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,72 triliun dengan jumlah warkat sebanyak 57.463 lembar. Jumlah rata-rata lembar kliring perhari selama triwulan II 2017 sebanyak 865,62 lembar lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebanyak 957,72 lembar. Secara umum transaksi Kliring pada triwulan II 2017 lebih rendah jika dibandingkan dengan transaksi kliring pada triwulan I 2017.* *Data yang digunakan adalah total kliring kredit dan kliring debet Provinsi Sulawesi Tengah

80

Pertumbuhan nominal transaksi pembayaran non tunai melalui sistem Bank Indonesia Real Time

Gross Settlement (BI-RTGS) Generasi 2 pada triwulan II 2017 mengalami penurunan dari sisi outgoing sedangkan data dari transaksi sisi ingoing di sistem RTGS Generasi 2 belum tersedia. Dana keluar (outgoing) melalui RTGS pada triwulan II tahun 2017 tercatat sebesar Rp2,3 triliun, menurun sebesar 12,50% dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun sebelumnya. Sejak tanggal 16 November 2015, Bank Indonesia telah memberlakukan BI-RTGS II adapun batas minimal nominal yang dapat ditransaksikan adalah sebesar Rp500 juta/transaksi sedangkan nilai nominal untuk transaksi melalui Sistem Kliring Nasinal Bank Indonesia (SKNBI), tidak lagi dibatasi sehingga dapat bernilai lebih Rp500 juta/transaksi. Grafik 6.6. Perkembangan Nominal dan Jumlah Warkat Kliring Prov. Sulawesi Tengah

Grafik 6.7. Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sulawesi Tengah

Tabel 6.4. Perkembangan RTGS Provinsi Sulawesi Tengah Keterangan

2014 I

II

2015 III

IV

I

II

2016 III

IV

I

II

2017 III

IV

I

II

Nominal RTGS Ingoing (Miliar Rp) 13.018,66 17.227,05 17.913,98 Nominal RTGS Outgoing (Miliar Rp)

8.741,30

9.946,72 15.830,04

14.712,8

4.444,4

-

-

-

-

-

-

16.938,50 20.437,70 24.274,05 20.260,32 17.006,15 22.232,19 19.310,64

10.302,6

3.163,0

2.696,2

1.357,6

3.513,6

3.292,1

2.359,1

Net Outgoing (Miliar Rp) Pert. RTGS Ingoing (yoy)

3.920

3.211

6.360

11.519

7059.43

10.987

4.597,88

5.858

-

-

-

-

-

-

67,17%

203,13%

118,45%

-33,56%

-23,60%

-8,11%

-17,87%

-49,16%

-

-

-

-

-

-

Pert. RTGS Outgoing (yoy)

59,12%

148,48%

131,60%

38,43%

0.40%

8,78%

-20,45%

-49,15%

-81,40%

-87,87%

-92,97%

-65,90%

4,08%

-12,50%

Sumber : KPw BI Prov. Sulawesi Tengah

Pada triwulan II 2017 peredaran cek dan bilyet giro kosong mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun dari sisi peredaran warkat. Cek dan Bilyet Giro (BG) kosong yang dikliringkan pada triwulan laporan tercatat sebanyak 549 lembar dengan nominal sebesar Rp17,20 miliar. Persentase ratarata harian nominal Cek/BG yang ditolak pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 0,77% dari total Cek/BG. Kondisi ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan triwulan I 2017 dimana cek/BG yang ditolak sebesar 0,81% untuk rata-rata harian nominal Cek/BG. Dalam waktu mendatang, transaksi non tunai oleh masyarakat diharapkan dapat lebih meningkat penggunaannya. Transaksi non tunai diharapkan dapat mengurangi risiko tindakan kejahatan seperti perampokan, pencurian dan terhindar dari uang palsu. --- o0o --*Data yang digunakan adalah total kliring kredit dan kliring debet Provinsi Sulawesi Tengah

81

I DAERAH

BAB VI

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN

Kelompok Tani Suka Maju dan Kelompok Merta Sari di Desa Tolai Kabupaten Parimo



Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah secara umum tumbuh positif. Hal ini terlihat dari jumlah angkatan kerja yang meningkat dan

Tingkat kemiskinan mengalami sedikit peningkatan seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada awal tahun 2017.



(orang)

Jumlah yang Bekerja

diikuti oleh menurunnya tingkat pengangguran terbuka. 

1.510.782

Gini rasio Sulteng sedikit membaik dari 0,362 di Maret 2016 menjadi

46.317

(orang)

Pengangguran

0,355 di Maret 2017. Akan tetapi masih mengalami peningkatan jika

413.150

dibandingkan dengan September 2016 yang sebesar 0,347 

Nilai tukar petani (NTP) Sulawesi Tengah masih berada di bawah NTP Nasional.

Untuk

itu

perlu

upaya

lebih

dalam

Penduduk Miskin

meningkatkan

pemberdayaan petani, baik melalui program ekstensifikasi maupun intensifikasi, serta meningkatkan daya tawar petani melalui perbaikan kelembagaan.

(orang)

95,36 Nilai Tukar Petani

90

6.1. Ketenagakerjaan Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah secara umum mengalami perkembangan positif dibandingkan

semester

sebelumnya

(periode

Agustus

2016).

Pada

triwulan

berjalan,

perkembangannya juga masih menunjukkan tren yang positif. Jumlah angkatan kerja pada Februari 2017 mencapai 1,56 juta orang atau lebih tinggi dibandingkan periode Agustus 2016 yang tercatat sebanyak 1,51 juta orang ataupun periode Februari 2016 yang hanya mencapai 1,49 juta orang. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) meningkat menjadi 73,87% dari posisi sebelumnya 72,28%. Kondisi ini menyebabkan jumlah penganggur (data Februari 2017) mencapai 46.317 atau menurun dibandingkan periode Agustus 2016 sebesar 49.702 ataupun periode Februari 2016 sebesar 51.697 orang. Peningkatan jumlah angkatan kerja yang disertai dengan penurunan jumlah pengangguran menyebabkan terjadinya penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari 3,29% pada Agustus 2016 menjadi 2,97% pada periode Februari 2017. Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Menurut Jenis Kegiatan Utama Jenis Kegiatan Utama 1. Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran 2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 3. Tingkat Pengangguran Terbuka 4. Pekerja Tidak Penuh Setengah Penganggur Paruh Waktu

2013*) 2014**) Februari Agustus Februari Agustus 1.396.799 1.293.332 1.427.819 1.342.615 1.359.843 1.239.122 1.386.103 1.293.226 36.956 54.210 41.716 49.389 71,40 65,56 71,79 66,76 2,65 4,19 2,92 3,68 518.333 575.833 508.418 498.641 141.983 148.815 140.543 129.537 376.350 427.018 367.875 369.104

2015**) 2016**) Februari Agustus Februari Agustus 1.426.527 1.384.235 1.494.757 1.509.505 1.383.919 1.327.418 1.443.060 1.459.803 42.608 56.817 51.697 49.702 70,21 67,51 72,20 72,28 2,99 4,10 3,46 3,29 554.038 492.184 533.537 472 413 171.311 149.355 168.967 144 277 382.727 342.829 364.570 472 413

2017**) Februari 1.557.099 1.510.782 46.317 73,87 2,97 595.452 150.499 444.953

Sumber : BPS Prov. Sulawesi Tengah

Grafik 6.1. Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama

Grafik 6.2. Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Kerja Utama

Berdasarkan lapangan kerja utama, jumlah tenaga kerja sektor industri dan pertanian mengalami peningkatan. Jumlah tenaga kerja sektor industri mengalami peningkatan dari 76.733 pekerja pada Februari 2016 menjadi 93.209 pekerja pada Februari 2017, peningkatan tingkat penyerapan tenaga kerja disebabkan oleh masih adanya perekrutan oleh perusahaan smelter di Morowali Utara yang telah mulai beroperasi. Pada triwulan IV 2017, penyerapan tenaga kerja diprediksi akan kembali meningkat karena masih terdapat lowongan pekerjaan yang masih akan

91

dibuka secara bergelombang seiring dengan adanya rencana penyelesaian pabrik pengolahan amonia pada bulan November 2017.1 Sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja lebih tinggi dibanding periode sebelumnya. Jumlah tenaga kerja sektor pertanian mengalami peningkatan dari 630.176 pekerja di Februari 2016 menjadi 709.540 pekerja pada Februari 2017. Kondisi tersebut didorong oleh mulai pulihnya kegiatan usaha pertanian seiring dengan berakhirnya periode anomali cuaca El Nino dan La Nina yang sempat menurunkan produksi pertanian beberapa periode sebelumnya. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja sektor pertanian juga tercermin dari meningkatnya luas tanam periode masa tanam OktoberMaret yang mencapai 124.395 Ha. Pencapaian luas tanam tersebut meningkat 109,94% atau naik 11.246 Ha dibandingkan masa tanam Oktober

Maret 2016.2

Menurut tingkat pendidikannya, penyerapan tenaga kerja Sulawesi Tengah pada Februari 2017 masih didominasi oleh pekerja berpendidikan rendah. Jumlah angkatan kerja yang bekerja berdasarkan tingkat pendidikan SD ke bawah tercatat sebanyak 691.307 orang, sedangkan SMP berjumlah 275.357 orang dan SMA sebanyak 271.030 orang. Jumlah pekerja yang berpendidikan DI/II/III memiliki jumlah paling sedikit yakni sebanyak 35.089 orang. Hal ini menunjukkan bahwa struktur ketenagakerjaan Sulteng masih belum memiliki fundamental yang kuat, karena masih didominasi oleh tenaga kerja dengan pendidikan menengah ke bawah. Kondisi ini perlu lebih disikapi serius oleh pemerintah daerah, sehingga ke depan dapat lebih ditingkatkan investasi pada kualitas dan kuantitas tenaga terdidik sehingga mampu bersaing dalam lingkup Nasional maupun regional ASEAN. Pentingnya peningkatan kualitas tenaga kerja juga disebabkan karena pasar tenaga kerja Indonesia harus bersaing dengan tenaga kerja regional seiring dengan adanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Jenis Kegiatan Utama 1. SD Ke Bawah 2. SMP 3. SMA 4. SMK 5. Diploma I/II/III 6. Universitas Jumlah

2013*) 2014**) 2015**) 2016**) Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus 694.683 600.885 678.621 643.854 641.225 629.499 669.469 652.876 223.334 212.120 237.823 219.401 264.842 231.003 263.204 270.624 206.295 210.384 246.422 213.722 247.275 237.707 245.050 259.311 84.806 77.600 82.264 73.858 93.061 83.642 112.990 98.655 44.086 37.497 39.626 35.488 29.437 29.360 37.460 45.913 106.639 100.636 101.347 106.903 108.079 116.207 114.887 132.424

2017**) Februari 691.307 275.357 271.030 112.424 35.089 125.575

1.359.843 1.239.122 1.386.103 1.293.226 1.383.919 1.327.418 1.443.060

1.510.782

1.459.803

Sumber : BPS Sulawesi Tengah

Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Tengah masih didominasi oleh masyarakat yang bekerja di sektor informal. Dari tujuh kategori status pekerjaan utama, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sedangkan sisanya termasuk pekerja informal. Pada bulan Februari 2017 masyarakat Sulawesi Tengah yang bekerja pada kegiatan formal sebanyak 477.124 orang (31,58%), sedangkan yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak

1

Hasil Liaison KPw BI Sulawesi Tengah terhadap perusahaan industri pengolahan di Kab. Banggai

2

Hasil FGD Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah

92

1.033.658 orang (68,42%). Kemajuan perekonomian Sulawesi Tengah dan semakin terbukanya peluang pasar kerja untuk sektor industri pengolahan diperkirakan akan semakin memperbesar kesempatan kerja masyarakat Sulawesi Tengah di sektor formal. Pembangunan sumber daya manusia sendiri merupakan prioritas utama dalam RPJMD 2016-2021 membuat Pemerintah Daerah dapat lebih meningkatkan kontribusinya dalam membangun sumber daya manusia lokal yang mampu bersaing di pasar kerja modern yang bersifat borderless. Hal ini disebabkan karena saat ini informasi lowongan pekerjaan tanpa melalui perantara dan batas negara karena diperoleh melalui teknologi informasi khususnya internet. Grafik 6.3. Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan

TPT tertinggi di Sulawesi Tengah terdapat pada kelompok angkatan kerja dengan tingkat pendidikan SMA yang mencapai 5,33%, diikuti SMK mencapai 5,12%, dan SMP mencapai 2,65%. Jika melihat data di atas (Grafik 7.3), tenaga kerja Sulawesi Tengah banyak terserap pada sektor-sektor yang kurang membutuhkan keterampilan tinggi. Pemerintah daerah diharapkan mendorong peningkatan penciptaan lapangan kerja khususnya bagi tenaga kerja terdidik, sehingga meningkatkan motivasi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan tinggi. Pemerintah daerah juga diharapkan lebih mendorong lulusan Sekolah Menengah Kejuruan untuk lebih berani dan kreatif menjadi wirausaha sehingga dapat mendorong penciptaan lapangan kerja baru. Perbankan dan lembaga keuangan lain juga diharapkan dapat memberikan bantuan dengan menyediakan kredit modal kerja sebagai bantuan start up pada penciptaan wirausaha baru. Outlook dunia usaha yang akhir-akhir ini cenderung stagnan membutuhkan dukungan wirausaha-wirausaha baru untuk menciptakan inovasi dunia usaha dan mengembangkan industri kreatif yang kompetitif. Hal ini juga didukung oleh masih terbukanya peluang pasar pada industri kreatif tidak hanya pada level Nasional tetapi pada level Internasional. Tingkat UMP tahun 2017 ditetapkan sebesar Rp1.807.775,00 meningkat 8,25% dari tahun sebelumnya. Peningkatan UMP diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat, terutama

93

bagi masyarakat yang bekerja di sektor formal. Peningkatan UMP juga diharapkan mampu meningkatkan daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar. Meskipun demikian, pihak pemerintah masih harus melakukan pengawasan terhadap implementasi kebijakan UMP tersebut, sehingga upah yang diberikan oleh perusahaan yang berada di Sulawesi Tengah minimal sesuai dengan besaran UMP yang ditetapkan. Grafik 6.4. Perkembangan Tingkat UMP Sulawesi Tengah dan Inflasi Kota Palu

Grafik 6.5. Perkembangan UMP dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL)

6.2. Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah pada Maret 2017 tercatat sebanyak 417.870 jiwa atau 14,14% dari seluruh penduduk Sulteng. Jumlah tersebut sedikit lebih tinggi dari posisi September 2016 yang tercatat 14,09%. Dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulawesi Tengah terus mengalami penurunan yang mengindikasikan bahwa program jangka menengah pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah sudah memberikan dampak positif terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Sulawesi Tengah. Namun demikian, pergerakan grafik penurunan angka yang cukup rigid dalam tiga tahun terakhir mengindikasikan bahwa upaya-upaya pengentasan kemiskinan masih harus ditingkatkan. Persentase angka kemiskinan masih berada pada kisaran 14% (Lihat Grafik 5.6). Tingkat kemiskinan di Sulawesi Tengah tercatat masih lebih tinggi dibandingkan tingkat kemiskinan Nasional yang hanya tercatat 10,64%. Upaya pengentasan kemiskinan yang dijalankan di Sulawesi Tengah diharapkan dapat ditingkatkan terutama pada daerah pedesaan yang memiliki jumlah dan persentase penduduk miskin lebih tinggi (grafik 6.10). Tingkat kemiskinan diharapkan dapat menurun seiring dengan adanya peningkatan alokasi Anggaran Dana Desa (ADD) untuk Sulawesi Tengah pada 2017 yang meningkat Rp210 miliar, sehingga total ADD 2017 mencapai Rp 1,43 triliun. Alokasi ADD juga diharapkan mendorong proses pembangunan Indonesia dari daerah pinggiran dengan memperkuat ekonomi di daerah pedesaan.

94

Tabel 6.3. Perkembangan Penduduk Miskin Di Sulawesi Tengah (Rilis Maret 2017)

Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 (Mar) 2014 (Sep) 2015 (Mar) 2015 (Sep) 2016 (Mar) 2016 (Sep) 2017 (Mar)

Penduduk Miskin 557.400 524.700 489.840 474.990 433.660 410.980 400.410 392.650 387.060 421.630 406.340 420.520 413.150 417.870

Persentase 22,42 20,75 18,98 18,07 16,04 14,94 14,32 13,93 13,61 14,66 14,07 14,45 14,09 14,14

Sumber : BPS Sulawesi Tengah, data Susenas diolah

Berdasarkan lokasi tempat tinggalnya, jumlah penduduk miskin Sulawesi Tengah sedikit mengalami penurunan baik di pedesaan maupun perkotaan jika dibandingkan periode sebelumnya. Jumlah penduduk miskin di pedesaan pada Maret 2017 mengalami peningkatan dari 15,48% menjadi 15,54%. Begitupula dengan penduduk miskin di kota yang juga mengalami peningkatan dari 10,07% menjadi 10,16%. Peningkatan kemiskinan yang terjadi seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi ini diharapkan mengalami perbaikan seiring adanya realisasi pembangunan khususnya yang berasal dari proyek ADD. Melalui pengembangan pedesaan maka diharapkan dapat terwujud suatu pola pembangunan inklusif yang dapat lebih mendorong peningkatan pendapatan masyarakat secara riil dan dalam jangka panjang sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan secara umum. Grafik 6.6. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Tengah

Grafik 6.7. Persentase Penduduk Miskin Menurut Lokasi Tinggal Sulawesi Tengah

95

Apabila ditinjau dengan tingkat Garis Kemiskinan (GKM), maka GKM menunjukkan adanya perubahan yang berfluktuatif mengikuti tingkat inflasi. GKM pada Maret 2017 sebesar Rp391.763 per kapita/bulan. GKM tersebut mengalami peningkatan dari periode survei sebelumnya, yakni September 2016 atau tumbuh 2,35% (ctc). Pertumbuhan GKM per semester tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan semester sebelumnya yang hanya meningkat 1,89% (ctc). Percepatan growth tersebut mengikuti peningkatan tekanan inflasi yakni dari 1,46% (ctc) menjadi 2,55% (ctc). Grafik 6.8. Indeks Kedalaman Kemiskinan

Grafik 6.9. Indeks Keparahan Kemiskinan Sulawesi Tengah

Grafik 6.10. Garis Kemiskinan dan Inflasi

Grafik 6.11. Perkembangan Garis Kemiskinan Provinsi Sulawesi Tengah 2007-2014

GKM Provinsi Sulawesi Tengah sebagian besar terdiri atas komponen makanan dengan share mencapai 76% dan komponen non-makanan mencapai 24%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk menekan angka kemiskinan, pemerintah daerah perlu lebih meningkatkan upaya-upaya untuk menjaga stabilitas harga, terutama barang-barang kebutuhan pokok yang banyak dikonsumsi masyarakat miskin. Dalam hal ini, peran aktif Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dalam menjaga kestabilan harga menjadi penting dan perlu untuk terus ditingkatkan.

96

6.3. Perkembangan Nilai Tukar Petani Sulteng Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Juni 2017 berada pada level 93,84 poin; menurun -6,26% (yoy ) dan -0,13% ( mtm ). Hal ini menggambarkan bahwa harga barang yang diterima petani masih lebih rendah dibandingkan dengan harga barang yang harus mereka bayar untuk dikonsumsi. Jika dibandingkan petani di provinsi lain yang berada di pulau Sulawesi, Maluku dan Papua, petani di Sulawesi Tengah memiliki NTP terendah ke-dua setelah Sulawesi Utara. Nilai NTP Sulawesi Tengah tersebut juga masih berada di bawah Nasional yang mencapai 100,53 poin. Program-program untuk meningkatkan produksi pertanian baik melalui kegiatan intensifikasi maupun ekstensifikasi diharapkan dapat terus ditingkatkan, sehingga dapat memberikan nilai tambah yang lebih bagi petani baik untuk tanaman pangan maupun perkebunan. Hal lain yang dapat dilakukan adalah lebih memperkuat kelembagaan petani sehingga meningkatkan posisi tawar petani pada saat akan menjual produk yang dihasilkan. Sosialisasi dan pemanfaatan dari PIHPS Sulawesi Tengah dapat terus didorong sehingga dapat memberikan informasi harga dan pasokan yang akurat bagi petani sehingga dapat meningkatkan daya tawar ketika berhadapan dengan tengkulak.

Grafik 6.12.Perkembangan NTP Sulteng per Sub Sektor

Grafik 6.13. Perbandingan NTP Sulteng dan NTP Sulampua-Nasional

--oOo--

97

I DAERAH

BABVI VII. PROSPEK PEREKONOMIAN BAB

DAERAH

Konferensi Pers Peluang dan Tantangan Ekonomi Sulawesi Tengah bersama wartawan di Kota Palu

Prospek Pertumbuhan Ekonomi 

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan II 2017

Kontribusi industri pengolahan diperkirakan meningkat

dan triwulan III 2017 diperkirakan masih tumbuh meningkat lebih tinggi

h sebelumnya. dari periode 

LNG

Tekanan inflasi tahunan Kota Palu pada triwulan III 2017 diperkirakan akan mengalami penurunan karena turunnya permintaan setelah Hari Ramadan

dan

Lebaran.

Walaupun

demikian

perlu

diwaspadai

Curah hujan tinggi

Sektor pertanian masih tumbuh terbatas

peningkatan harga dari sisi Supply khususnya berasal dari subkelompok

Amonia

Realisasi Investasi Masih tinggi

Potensi MJO

Tekanan Inflasi

ikan segar, bumbu-bumbuan dan sayuran karena cuaca. 

Smelter

Secara tahunan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah di akhir 2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,9% - 6,3% (yoy). Sementara pada triwulan III diperkirakan pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy).

Administered Prices diperkirakan meningkat

Curah hujan diperkirakan masih tinggi sebagai dampak gelombang madden julian oscillation

Puasa dan Lebaran diperkirakan meningkatkan tekanan harga pada kelompok bumbu-bumbuan dan komoditas angkutan udara, serta tekanan inflasi pada triwulan II 2017.

98

7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan III 2017 dan triwulan IV 2017 diperkirakan

masih

mengalami

akselerasi

lebih

tinggi

dibandingkan

dengan

triwulan

sebelumnya. Arah pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2017 diperkirakan masih berada pada level optimis. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III diperkirakan berada pada kisaran 7,2% - 7,6%. Adapun faktor-faktor pendukung pertumbuhan diantaranya diperkirakan berasal dari peningkatan konsumsi seiring dengan perayaan Idul Adha dan event-event berskala internasional di Sulawesi Tengah. Selain itu pertumbuhan juga masih didorong oleh optimisme dari sektor pengolahan dan ekspor. Sedangkan pada triwulan IV 2017, perekonomian Sulteng diperkirakan tumbuh pada kisaran 13,10%

-

13,5%

yang

didukung

diantaranya dari perkiraan meningkatnya

Grafik 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi

belanja pemerintah dan hasil panen di sektor fiskal

pertanian. tersebut,

Dorongan juga

stimulus

didukung

oleh

adanya optimisme konsumsi masyarakat seiring dengan adanya perayaan Natal dan

Tahun

baru.

Masih

positifnya

proyeksi pertumbuhan ekonomi triwulan III dan IV diantaranya juga didukung oleh meningkatnya output dari pertambangan dan industri pengolahan khususnya untuk komoditas LNG dan nickel pig iron (NPI) dan pabrik pengolahan amonia. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah secara tahunan diperkirakan berada pada kisaran 7,7% - 8,1% (yoy). Secara sektoral, terdapat beberapa sektor yang diperkirakan menjadi sumber optimisme pertumbuhan ekonomi. Salah satu sektor tersebut adalah industri pengolahan yang diperkirakan masih mengalami pertumbuhan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Walaupun tidak setinggi periode sebelumnya, namun perkembangan sektor ini pada 2017 diperkirakan masih positif. Hal tersebut diperkirakan berasal dari pabrik pengolahan nikel (Smelter) di Kabupaten Morowali yang pada tahun 2017 ini akan beroperasi secara optimal. Selain itu, pabrik pengolahan amonia di Kabupaten Banggai (PT Panca Amara) pada akhir tahun diperkirakan sudah melakukan ekspor sehingga output dari sektor pengolahan masih tetap positif1. Optimisme juga berasal dari sektor listrik, air dan gas yang pada tahun 2017 hingga awal 2018 masih terus tumbuh positif. Rencana pembangunan pabrik listrik dilakukan oleh perusahaan yang berada di Kawasan Industri Morowali dan Kawasan Industri Palu untuk memasok listrik pada pabrik pengolahan yang berada di wilayah tersebut2. Optimisme dari sektor listrik juga berasal dari penambahan turbin pada PLTA Poso I di

1

Hasil FGD Dinas DPMPTSP Prov. Sulawesi Tengah.

2 Anekdotal information

99

Kabupaten Poso. Apabila pembangkit tersebut beroperasi penuh maka defisit listrik di Sulawesi Tengah diperkirakan akan berakhir. Optimisme pertumbuhan ekonomi juga berasal dari sektor pertanian khususnya sub sektor tanaman pangan dan perkebunan yang diperkirakan masih menjadi salah satu mesin penggerak pertumbuhan. Pada akhir triwulan III 2017 diperkirakan tanaman pangan masih tumbuh positif seiring dengan adanya panen padi kedua untuk tanaman pangan khususnya padi. Kondisi ini diperkirakan masih menjaga optimisme pertumbuhan ekonomi khususnya dari sektor pertanian. Selain itu, pada bulan September diperkirakan akan ada panen kakao yang biasanya pada bulan Mei dan September. Adanya panen kakao diperkirakan akan menjaga optimisme sektor pertanian pada triwulan III 2017 mengingat sumbangan dari subsektor tanaman perkebunan pada PDRB Sulawesi Tengah mencapai 12,02% dari total PDRB. Dari sisi permintaan, diperkirakan kegiatan ekspor luar negeri masih optimis walaupun tidak tumbuh sekuat periode sebelumnya. Mulai pulihnya harga komoditas internasional dan mulai optimisnya perekonomian negara mitra ekspor utama seperti Jepang diperkirakan akan memberikan dampak pada perkembangan perekonomian Sulawesi Tengah. PMI Jepang tumbuh cukup positif dan berada pada angka positif 52,4 stabil dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya. Sementara itu Tiongkok masih optimis walaupun nilai indeks manufaktur mengalami penurunan menjadi 50,4% lebih rendah daripada triwulan I 2017 yang mencapai 51,2%. Ekspor nikel dan LNG diperkirakan menjadi penggerak utama optimisme ekspor pada triwulan depan. Diharapkan optimisme tersebut semakin menguat sehingga mampu menjaga demand ekspor hingga akhir tahun 2017.

Negara Dunia India Tiongkok Amerika Eropa Jepang

Tabel 7.1. Outlook Perekonomian Dunia Proyeksi 2017 Proyeksi 2015 2016 Mei Jun 2018 3.1 3.1 3.7 3.8 3.9 7.3 7.6 7.3 7.3 7.6 6.9 6.6 6.6 6.6 6.2 2.5 1.6 2.1 2.2 2.4 1.5 1.7 1.7 1.6 1.6 0.6 0.5 1.4 1.4 1.1

Sumber : Bank Indonesia

100

Perkembangan harga komoditas diperkirakan mulai membaik pada tahun 2017. Indeks harga nikel pada semester II 2017 diperkirakan meningkat 20,4% (yoy). Sedangkan perkiraan peningkatan di akhir tahun 2017 akan mencapai 12,3% (yoy)3. Outlook pemulihan harga komoditas nikel tersebut selain menjadi faktor pendorong peningkatan aktivitas sektor pertambangan juga diperkirakan dapat memberikan dampak yang positif pada industri pengolahan. Optimisme peningkatan harga diperkirakan juga berasal dari LNG (Henry Hub Prices Index) yang diperkirakan sedikit meningkat pada pertengahan tahun 2017. Peningkatan harga tersebut diperkirakan menjadi faktor positif yang mampu menahan turunnya perekonomian Sulawesi Tengah pada triwulan II dan III 2017. Grafik 7.3. Perkembangan BI Rate dan Suku Bunga Kredit Bank Umum di Sulawesi Tengah

7.4. Proyeksi Harga Jual LNG ( Henry Hub Prices Index )

Grafik 7.5. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen

Grafik 7.6. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen

Dari konteks moneter, kebijakan Bank Indonesia melalui pelonggaran GWM dan penurunan suku bunga acuan diharapkan dapat terus mendorong optimisme sektor riil. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 19/6/PBI/2017 tanggal 18 April 2017 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam rupiah dan valas yang mulai berlaku pada 1 Juli 2017 diharapkan mampu

3

Index mundi

101

memberikan fleksibilitas dalam penggunaan likuiditas pada perbankan. Berdasarakan RDG terakhir tingkat BI 7-day Reverse Repo Rate masih ditahan pada angka 4,75%. Keputusan untuk menahan suku bunga acuan ini, diharapkan mampu meningkatkan outstanding

kredit sektoral. Stabilnya

tingkat suku bunga acuan diharapkan dapat memacu konsumsi masyarakat hingga akhir tahun 2017. Tingkat konsumsi rumah tangga diharapkan masih menjadi penggerak perekonomian khususnya dari sisi permintaan domestik. Hal ini searah dengan optimisme yang terlihat dari nilai IKK yang pada triwulan III 2017 mengalami peningkatan. Posisi indeks rencana pembelian barang tahan lama (Grafik 7.7) yang berada pada angka 108,82 atau tumbuh 1,1%(qtq) diharapkan dapat menjaga tingkat konsumsi masyarakat secara umum. Indeks rencana pembelian barang tahan lama diatas 100 menunjukkan bahwa konsumen masih memiliki kelebihan anggaran untuk melakukan pembelian barang tersier. Selain itu, optimisme konsumsi juga terlihat dari perkiraan pendapatan rumah tangga mendatang yang masih tumbuh 0,8%(qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya4. Grafik 7.7. Perkiraan Indeks Tendensi Konsumen

Secara keseluruhan perekonomian Sulawesi Tengah pada 2017 diperkirakan masih bertumbuh walaupun tidak setinggi tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih didorong oleh sektor pertambangan pengolahan dan pertanian. Faktor lain yang mendorong perekonomian diperkirakan

berasal dari

mulai bergeraknya konsumsi pemerintah

terkait

dengan

mulai

direalisasikannya proyek-proyek pemerintah pada triwulan III 2017. Kegiatan konsumsi masyarakat juga diperkirakan masih positif yang didorong oleh pembelian barang dan jasa khususnya terkait dengan Hari Raya Idul Adha. Selain itu optimisme konsumsi diperkirakan berasal dari meningkatnya pengeluaran masyarakat karena adanya beberapa event berskala Nasional dan Internasional di Sulawesi Tengah. Sebagai contoh adalah Festival Kepulauan Togean, Festival Danau Poso, dan Festival Pesona Palu Nomoni yang dirangkaikan dengan pekan teknologi Nasional yang rencananya akan dihadiri oleh Presiden Jokowi. Selain itu juga terdapat event sepeda internasional Tour De Central

Celebes 2017 yang diperkirakan akan menyerap 1.500 peserta dari negara-negara ASEAN, Australia, dan Amerika, serta peserta lokal dari seluruh Indonesia. Secara sektoral banyaknya event tersebut juga akan memberikan dampak pada sektor perdagangan, Akomodasi dan juga transportasi di Sulawesi Tengah.

4 Hasil Survei Konsumen Desember 2016 KPw BI Sulawesi Tengah

102

Walaupun demikian, terdapat beberapa faktor yang perlu diwaspadai selama tahun 2017 diantaranya adalah masih belum stabilnya kondisi cuaca di Sulawesi Tengah sebagai dampak lanjutan dari ancaman La Nina yang bersifat basah. Hujan yang terus menerus ini berdampak pada areal pertanian dan perkebunan karena berpotensi mengurangi output. Bagi tanaman pangan hujan membuat padi terendam sehingga busuk dan gagal panen. Sementara itu bagi tanaman perkebunan, hujan yang terus menerus juga dapat mengurangi output khususnya pada tanaman coklat karena membuat tanaman tidak bisa dijemur dan berjamur karena kurang panas. Untuk perkebunan kelapa sawit hujan yang terus menerus juga menurunkan kualitas dari buah sawit secara keseluruhan karena terlalu banyak air. Curah hujan yang cukup tinggi juga membuat nelayan tidak bisa melaut yang berdampak pada turunnya output sektor perikanan secara umum. Selesainya proyek-proyek konstruksi berskala besar juga menjadi hal yang perlu mendapatkan perhatian karena berkurangnya kebutuhan tenaga kerja dalam proyek tersebut. Berkurangnya tenaga kerja diperkirakan akan berdampak pada meningkatnya pengangguran yang juga akan memberikan dampak pada turunnya kemampuan konsumsi masyarakat di Sulawesi Tengah. Pemerintah daerah diharapkan mampu menjaga kondisi tersebut dengan memanfaatkan tenaga kerja dari sektor konstruksi tersebut pada bidang yang lain. 7.2. Prospek Inflasi Pada triwulan III 2017 Inflasi Kota Palu diperkirakan berada pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy ). Inflasi tersebut diperkirakan masih lebih tinggi dibandingkan perkiraan inflasi triwulan II 2017 yang berada pada kisaran 5 % - 5,4% (yoy). Tekanan inflasi diperkirakan dipengaruhi oleh harga kelompok

administered prices terkait dengan masih adanya kemungkinan peningkatan harga bahan bakar. Kenaikan harga bahan bakar dapat memberikan efek berantai dan dapat mendorong peningkatan yang ekstrem pada inflasi Sulawesi Tengah. Perlu ditunggu komitmen pemerintah yang tidak akan meningkatkan harga bahan bakar hingga akhir tahun. Faktor lain yang memberikan dampak pada kelompok administered prices adalah kemungkinan meningkatnya tarif angkutan udara sebagai dampak dari banyaknya event berskala Nasional dan Internasional di Sulawesi Tengah pada triwulan III 2017. Meningkatnya permintaan diharapkan dapat diimbangi dengan tambahan jadwal penerbangan oleh maskapai sehingga dampak peningkatan harga tarif angkutan udara bisa sedikit diredam. Meningkatnya harga dari komoditas angkutan udara diperkirakan juga sebagai dampak dari Hari Raya Idul Adha yang dapat meningkatkan permintaan akan komoditas tersebut. Dari kelompok inti diperkirakan akan terdapat tekanan dari kelompok sandang khususnya terakit dengan meningkatnya permintaan masyarakat. Pada triwulan III 2017 terdapat potensi peningkatan dari kelompok volatile

food, khususnya dari kelompok bahan makanan khususnya dari barang-barang kebutuhan pokok seperti bawang merah, cabe merah, gula dan minyak goreng. Peningkatan harga dari komoditas tersebut didorong oleh adanya Hari Raya Idul Adha yang membuat konsumsi masyarakat mengalami peningkatan secara umum. Komoditas kelompok volatile food lain yang perlu mendapatkan perhatian berasal dari sub kelompok ikan segar yang akan mengalami peningkatan harga karena turunnya 103

Grafik 7.8. Proyeksi Inflasi Kota Palu (%, yoy)

frekuensi melaut terkait dengan cuaca buruk. Cuaca buruk yang disertai dengan hujan deras diperkirakan akan terjadi pada bulan September hingga Desember 2017. Nelayan di Sulawesi Tengah lebih banyak didominasi nelayan tradisional yang hanya menggunakan perahu dan peralatan sederhana dalam melaut. Ombak tinggi dan gelombang besar diperkirakan akan mengurangi frekuensi melaut dari nelayan tradisional sehingga dapat berdampak pada kurangnya pasokan. Namun upaya dan antisipasi inflasi oleh TPID diharakan dapat menjaga ekspektasi dan pasokan komoditas kebutuhan pokok masyarakat. Upaya terus dilakukan khususnya menjelang hari raya Idul Adha dimana TPID bekerjasama dengan Dinas Perindustrian dan BULOG melakukan operasi pasar untuk menjaga pasokan dan menekan harga. Selain itu, upaya kuat dari satgas pangan yang terus berkoordinasi dengan TPID diharapkan dapat menjaga kebutuhan pasokan pangan khusunya yang terkait dengan penimbunan dan penipuan produk. TPID Sulawesi Tengah bersama dengan dinas perindustrian terus menggalakkan gerakan menanam cabe di masyarakat untuk menambah pasokan khususnya dengan memanfaatkan lahan kurang produktif dan halaman rumah. Upaya lain juga dilakukan diantaranya bekerjasasama dengan dinas perikanan dan kelautan yaitu gerakan makan ikan air tawar untuk mengurangi konsumsi ikan air laut khusunya ketika pasokan ikan air laut berkurang. Tingkat curah hujan di Sulawesi Tengah pada triwulan III diperkirakan masih relatif tinggi. Tingginya curah hujan diperkirakan sebagai dampak dari La Nina yang membawa karakter basah sebagaimana kondisi triwulan sebelumnya. Curah hujan yang tinggi dikhawatirkan dapat mengakibatkan banjir yang dapat mengurangi pasokan tanaman pangan khususnya dari subkelompok sayuran dan bumbu-bumbuan. Komoditas yang dikawatirkan akan terkena dampak adalah bawang merah, tomat dan cabai merah. Komoditas-komoditas tersebut merupakan tanaman yang tidak tahan air dapat mengalami gagal panen apabila terkena hujan terus menerus.

April



Mei

-

Juni

Grafik 7.9. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Tengah (Sumber : BMKG Sulteng)

104

Pada sisi penawaran, tekanan inflasi khususnya berasal dari kelompok volatile foods karena faktor cuaca dan perdagangan antar daerah. Maraknya perdagangan antar daerah khususnya ke pulau Kalimantan (Balikapapan), Gorontalo, Manado dan Sulawesi Selatan masih menjadi masalah yang perlu dipecahkan karena membuat pasokan menjadi berkurang. Walaupun banyak komoditas yang mengalami surplus, namun tingginya harga komoditas tersebut di propinsi sekitar yang jauh lebih tinggi dari harga di Kota Palu membuat banyak komoditas dari Sulawesi Tengah mengalir keluar daerah. Perlu adanya kerjasama antar daerah yang kuat khususnya terkait dengan jumlah pasokan dan permintaan yang dibutuhkan masing-masing daerah sehingga daerah penghasil dapat menentukan jumlah pasokan yang dibutuhkan. Database kebutuhan pokok yang baik juga sangat diperlukan khususnya yang didorong oleh pasokan data dari PIHPS masing-masing provinsi. Diharapkan kedepan penanganan akan kebutuhan komoditas ini mampu dipecahkan bersama baik pada sisi Regional maupun Nasional. Grafik 7.10. Perkembangan Indeks Perubahan Harga Umum 3 bulan yang akan datang

Pada sisi permintaan, tekanan inflasi diperkirakan sedikit meningkat seiring dengan Idul Qurban dan curah hujan yang tinggi. Permintaan akan kebutuhan barang konsumsi diperkirakan akan mengalami peningkatan pada triwulan III 2017 seiring dengan adanya Idul Adha. Komoditas yang diperkirakan akan mengalami peningkatan berasal dari kelompok inti dan volatile foods. Dari kelompok inti meningkatnya permintaan diperkirakan terjadi pada komoditas pakaian jadi seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat. Komoditas lainnya yang diperkirakan meningkat berasal dari kelompok bahan makanan dan makanan jadi. Meningkatnya harga dari kelompok bahan makanan bersumber berkurangnya pasokan khususnya pada komoditas cabai dan bawang merah sebagai akibat dari cuaca buruk. Dari kelompok administered prices komoditas yang diperkirakan akan meningkat adalah angkutan udara seiring dengan meningkatnya frekuensi lalu-lintas barang dan manusia pada menjelang Idul Adha dan event-event besar berskala Nasional maupun Internasional.

105

Grafik 9.12. Perkembangan Prediksi harga Emas (USD/Troy)

Grafik 9.11. PerkembanganPrediksi Crude Oil Price (USD/Barel) Date

Forecast

Error

Date

Apr-17 Mei-17 Jun-17 Jul-17 Ags-17 Sep-17 Oct-17

50,96 46,3 49,3 51,3 53,2 52,2 50,1

±0.0 ±2.4 ±3.2 ±3.8 ±4.4 ±4.8 ±5.2

Apr-17 Mei-17 Jun-17 Jul-17 Ags-17 Sep-17 Okt-17

Forecast Value 1266 1235 1256 1240 1277 1305 1313

Sumber : Forecast.org

Sumber : Forecast.org

-oOo-

106

Error ±0 ±20 ±27 ±32 ±36 ±40 ±43

BOKS #1 . PERKEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI MOROWALI

Arahan Presiden Jokowi yang berjanji akan lebih memperhatikan perkembangan Kawasan Timur Indonesia, ditindaklanjuti Kementerian Perindustrian dengan pembangunan kawasan industri (KI) di luar Pulau Jawa. Pembangunan kawasan-kawasan industri tersebut dilakukan dengan pendekatan Indonesia sentris dalam rangka mengurangi kesenjangan sekaligus mewujudkan visi Presiden membangun dari pinggiran. Pemerintah pusat juga memberikan insentif bagi industri yang mau berinvestasi di kawasan seperti pembebasan bea masuk atas impor mesin dan atau barang dan bahan keperluan industri, PPh penanaman modal, pengurangan PPh Badan dan pembebasan PPN atas impor. Ke-14 kawasan industri yang tengah dikembangkan adalah Sei Mangkei (CPO&Karet), Kuala Tanjung (Alumina), Landak (Feronikel), Palu (Rotan), Bitung (Agro & Logistik), Buli, Haltim (Fferonikel), Teluk Bintuni (Petrokimia), Tanggamus (Perkapalan), Ketapang (Alumina), Jorong (Feronikel), Batulicin (Feronikel), Bantaeng (Feronikel), Koonawe (Feronikel), dan Morowali (Feronikel). Dari 14 KI ini, yang sudah beroperasi di Sei Mangkei, Bantaeng, dan Morowali.

Gambaran Umum Kawasan Industri (KI) Morowali KI Morowali merupakan salah satu prioritas dalam program pengembangan basis industri logam di Indonesia. Berdiri di atas lahan seluas 2.000 hektare, kawasan industri terpadu ini mampu menarik investasi senilai Rp 78 triliun dan menciptakan tenaga kerja langsung sekitar 26 ribu orang, dan tidak langsung sebanyak 80 ribu orang. Keberadaan industri di kawasan ini juga diharapkan dapat memberikan efek berganda bagi perekonomian daerah dan nasional, melalui hilirisasi mineral. Kawasan Industri Morowali juga telah mengekspor produk smelter sebesar US$990 juta atau sekitar Rp 13 triliun pada 2016. Dari jumlah tersebut, kawasan industri ini berkontribusi pada penerimaan negara sekitar Rp 1,7 triliun. Selain itu, KI Morowali juga memberikan sumbangan pada penerimaan negara melalui setoran pajak sebesar Rp 1,7 triliun dengan nilai investasi sebesar US$3,9 miliar. Investasi tersebut memberikan sumbangan pada Produk Domestik Bruto (PDB) Sulawesi Tengah sebesar Rp 97,8 triliun pada 2016. Diperkirakan penerimaan negara yang berasal dari setoran pajak tahun 2018 akan meningkat menjadi Rp 2,5 triliun.

Investasi di KI Morowali Nilai investasi yang ditanamkan di KI Morowali saat ini lebih dari US$3.9 miliar atau Rp51,9 triliun, dari total keseluruhannya sebesar US$6 miliar (Gambar 1). Realisasi investasi tersebut akan diwujudkan dalam bentuk 10 pabrik dan berbagai fasilitas pendukung. Hingga Triwulan II 2017, masih terdapat tambahan rencana investasi yang sekarang masih dalam proses negosiasi dengan investor dari Eropa untuk pembangunan pabrik smelter feronikel. Perkiraan nilai investasi yang akan ditanamkan antara US$ 630 juta hingga US$ 800 juta. Selain dari Eropa terdapat negara Asia lain yang akan menanamkan investasinya yaitu China. Telah dilakukan penandatangan MoU antara Tsingshan Group dan Delong Group dengan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) terkait pembangunan pabrik carbon steel di kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah dengan kapasitas mencapai 3,5 juta ton per tahun dan total nilai investasi sebesar US$980 juta atau sekitar Rp12,8 triliun. Perusahaan China lain yang menanamkan investasinya adalah Tsingshan Group. Perusahaan tersebut bersama Bintang Delapan Group dan PT Indonesia Morowali Industrial Park telah menandatangani MoU tentang kerjasama pembangunan pembangkit tenaga listrik di KI Morowali dengan kapasitas 2×350 megawatt dan total nilai investasi sebesar USD650 juta atau sekitar Rp8,77 triliun. Hingga kuartal I 2017, investasi di kawasan industri ini telah mencapai US$2,6 miliar dengan produksi ferronikel sebanyak 11 juta ton dan total pendapatan US$1,2 miliar. Kinerja ini menjadikan Kab. Morowali sebagai Kab/Kota dengan realisasi nominal investasi tertinggi di Sulawesi Tengah pada Tw I-2017.

Tabel 1. Realisasi Investasi Per Kab/Kota di Sulawesi Tengah

Gambar 1. Rencana Investasi KI Morowali

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Sulawesi Tengah

Ketenagakerjaan KI Morowali diperkirakan akan menjadi salah satu kawasan industri yang menyerap banyak tenaga kerja lokal. Hingga Desember 2016, kebutuhan tenaga kerja pelaksana di kawasan industri tersebut sudah mencapai 11.257 orang dan tenaga kerja level supervisor sebanyak 1.577 orang. Diproyeksikan pada tahap kedua 2017-2020 penambahan kebutuhan tenaga kerja pelaksana mencapai 10.800 orang dan tenaga kerja supervisor mencapai 1.620 orang.

Tenaga kerja asing (TKA) tetap dibutuhkan mengingat teknologi yang dipakai di industri smelter dibawa langsung oleh investor negara asal. Diperlukan proses transfer of knowledge melalui pelatihan dan pendampingan oleh tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia (TKI). Seperti dalam pembuatan konstruksi, pemasangan mesin, serta proses produksi. TKA di industri smelter ini hanya bersifat sementara dan dibutuhkan pada saat pembangunan proyek. Pada masa konstruksi, perbandingannya untuk TKI 60 persen dan TKA 40 persen. Sedangkan, ketika masa produksi, pada tahun pertama untuk TKI 65 persen dan TKA 35 persen. Sedangkan, ketika masa produksi, pada tahun pertama untuk TKI 65 persen dan TKA 35 persen. Setelah masa konstruksi selesai TKA tersebut akan kembali ke negaranya dan untuk pekerjaan tahap berikutnya dan akan diganti dengan TKI sesuai dengan skill proses pekerjaan selanjutnya. Bahkan pada tahun kelima perusahaan beroperasi, dipastikan proporsi TKI menjadi 85 persen dan TKA 15 persen (sumber : Kemenperin). Beberapa industri smelter juga bekerja sama dengan Kemenperin dan perguruan tinggi melalui program pelatihan dan pendidikan vokasi. Dari tahun 2015-2017, Pusdiklat Industri Kemenperin telah menyiapkan SDM sektor industri smelter sebanyak 1.200 orang diantaranya melalui pembangunan Politeknik Industri Logam Morowali Berbasis Kompetensi yang memiliki konsep kurikulum link and match dengan industri.

Perkembangan KI Morowali Hingga akhir Triwulan I 2017 telah di Kawasan Industri Morowali sendiri telah beroperasi industri smelter pengolahan ferronikel yang dilakukan oleh PT Sulawesi Mining Investment yang berkapasitas 300.000 ton per tahun sejak Januari 2015. Pabrik ini juga didukung oleh satu unit PLTU dengan kapasitas 2x65 mw. Pada tahun 2015, perusahaan telah menghasilkan nickel pig iron (NPI) sebanyak 215.784,11 ton / tahun. Selanjutnya, sejak Januari 2016, juga beroperasi industri smelter feronikel PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry dengan kapasitas 600.000 ton per tahun yang juga didukung oleh satu unit PLTU berkapasitas 2x150 mMW. Pada awal 2016, perusahaan mencatatkan produksi sebanyak 193.806 ton. Selain itu, terdapat pula industri smelter ferronikel PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel dengan target kapasitas 600.000 ton / tahun dan pabrik stainless steel dengan kapasitas 1 juta ton / tahun yang tahap pembangunannya saat ini baru mencapai 60%. Smelter lain yang masih dalam tahap pembangunan adalah PT Indonesia Ruipu Nickel and Chrome dan PT Broly Nickel Industry Pabrik Hidrometalurgi. Khusus untuk Broly Nickel memiliki kapasitas 2.000 ton / tahun, dan akan dikembangkan menjadi 8.000 ton / tahun apabila prospeknya cukup baik. Proyek baru di kawasan industri Morowali yang dilaksanakan pada tahun 2017-2018, antara lain pabrik stainless steel PT Sulawesi Mining Investment dengan kapasitas produksi stainless steel sebesar satu juta ton per tahun dengan nilai investasi mencapai US$62 juta dan didukung PLTU dengan kapasitas 2×350 MW senilai US$500 juta. Selain itu, juga dibangun bandara khusus untuk menunjang aktivitas di Kawasan Industri Morowali yang direncanakan akan dimulai tahun ini dan ditargetkan akan rampung pada tahun 2018.

Tantangan dan Kendala Perkembangan pembangunan smelter dan proses hilirisasi industri bahan dasar mineral merupakan konsekuensi positif dari pemberlakuan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Undang-Undang No.4/2009 mewajibkan perusahaan pemegang izin pertambangan melakukan aktivitas pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Pasca berakhirnya relaksasi ekspor konsentrat (mineral yang sudah diolah tetapi belum sampai tahap pemurnian) per 11 Januari 2017, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017), Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2017 (Permen ESDM 5/2017), dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017 (Permen ESDM 6/2017). Aturan-aturan baru ini membuka kembali keran ekspor beberapa komoditas mineral mentah (ore) yang sebelumnya ditutup pada 11 Januari 2014. Permen ESDM 5/2017 ini membuka peluang ekspor bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7% (kadar rendah) yang tidak terserap oleh smelter di dalam negeri. Pembukaan kembali ekspor bijih nikel ini membingungkan investor, dan kontadiktif dengan visi pemerintah yang sudah tertuang dalam UU Nomor 4 Tahun 2010 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba), yaitu hilirisasi mineral di dalam negeri. Kebijakan hilirisasi mineral yang tidak konsisten ini membuat kepercayaan investor goyah. Tsingshan Group sebagai contoh perusahaan yang dirugikan oleh pembukaan ekspor bijih nikel kadar rendah menunda rencana investasi smelter yang rencananya akan dibangun di KI Morowali. Pabrik smelter nikel kadar rendah tersebut merupakan smelter yang memproses mineral berkadar nikel 1% hingga 1,2% menjadi nickel pig iron (NPI) berkadar nikel 2% dengan kapasitas produksi 500.000 ton / tahun. Keputusan pemerintah memberikan peluang ekspor nikel kadar rendah tidak hanya menyebabkan penundaan pembangunan smelter kadar rendah namun juga berdampak dalam jangka panjang. Ekspor nikel kadar rendah dapat menghidupkan kembali pabrik pengolahan dan pemurnian di Tiongkok yang berhenti berproduksi karena kekurangan pasokan, termasuk pabrik milik induk usaha Tsingshan di Tiongkok. Fasilitas pengolahan di Morowali sendiri saat ini sudah mengolah sekitar 9 juta ton nikel mentah per tahun. Kapasitas tersebut memberikan hak bagi produsen di Morowali untuk mengekspor hingga 6,3 juta ton nikel mentah berkadar 1,7% setiap tahun. Jika nikel mentah bisa diekspor, maka perusahaan tidak perlu lagi repot-repot bangun smelter. Bahan baku tinggal dikirim kembali ke Tiongkok karena di sana sudah terdapat pabrik yang menganggur. Hal ini membuat investasi pada pabrik pengolahan smelter tidak diperlukan lagi. Jika hal tersebut berlanjut, maka dapat berpotensi mendorong perlambatan perekonomian Sulawesi Tengah. Pada tahun 2016, industri pengolahan nikel memberikan kontribusi pada penerimaan negara sekitar Rp 1,7 triliun. Investasi tersebut juga menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) Sulawesi Tengah sebesar Rp 97,8 triliun pada 2016 dan apabila tidak jadi dilakukan maka akan dikhawatirkan akan memberikan dampak pada turunnya pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah.

BOKS #2 Perkembangan Inflasi Provinsi Sulawesi Tengah Perkembangan Terkini Inflasi Kota Palu Pada triwulan II 2017 inflasi Sulawesi Tengah (Kota Palu) per Juni 2017 masing-masing mencapai 0,76% (mtm), 3,94% (ytd) dan 5,23% (yoy). Tekanan inflasi tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan akhir triwulan I 2017 yang hanya mengalami inflasi sebesar 0,25% (mtm) dan 4,05% (yoy). Secara tahunan, inflasi Kota Palu tersebut juga tercatat masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata selama 3 tahun terakhir yaitu 5,15% (yoy). Tekanan inflasi Juni 2017 terutama didorong dari peningkatan harga komoditas kelompok administered prices khususnya tarif angkutan udara akibat meningkatnya permintaan menjelang Idul Fitri. Selain itu, juga terdapat peningkatan harga dari kelompok inti (core) khususnya sandang seiring dengan meningkatnya permintaan sandang oleh masyarakat untuk merayakan Lebaran. Kelompok volatile foods pada akhir triwulan II 2017 cukup terjaga bahkan mengalami penurunan harga seiring dengan tercukupinya pasokan komoditas darisub kelompok ikan segar yang selama ini sering memberikan tekanan. Tekanan Inflasi selama semester I 2017 bersumber dari Administered Prices Tekanan inflasi Kota Palu secara kumulatif (ytd) hingga triwulan II mencapai 3,94% (ytd). Laju inflasi tersebut tercatat lebih tinggi bila dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2016 yaitu sebesar 0,25% (ytd). Komoditas yang menjadi penyumbang utama inflasi ytd di Kota Palu hingga Juni 2017 di antaranya adalah tarif listrik dengan andil 1,93%, angkutan udara 0,69%, cabai rawit 0,48%, biaya perpanjangan STNK 0,41% dan sewa rumah 0,20%. Sedangkan berdasarkan sub kelompoknya, yang memberikan andil inflasi tertinggi adalah sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air 1,70%, transpor 0,87%, biaya tempat tinggal 0,55% serta sarana dan penunjang transpor 0,29%. Grafik 1. Andil Komoditas Penyumbang Inflasi Palu (y td)

Grafik 2. Andil Sub Kelompok Penyumbang Inflasi Palu (y td)

Begitu juga dengan inflasi tahunan (yoy) Kota Palu yang tercatat lebih tinggi bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2016. Inflasi yoy Kota Palu mengalami peningkatan dari 4,21% di Juni 2016 menjadi 5,23% di Juni 2017. Adapun komoditas utama yang memberikan andil inflasi tahunan Kota Palu adalah tarif listrik 2,23%, cabai

BOKS #2 rawit 0,56%, biaya perpanjangan STNK 0,41%, angkutan udara 0,28% dan tarif pulsa ponsel 0,25%. Tidak jauh berbeda dengan inflasi tahun kalender, sub kelompok yang memberikan andil inflasi tahunan adalah sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air 1,94%, transpor 0,64%, sarana dan penunjang transpor 0,40%, tembakau dan minuman beralkohol 0,39% dan pendidikan 0,32%. Grafik 3. Andil Komoditas Penyumbang Inflasi Palu (yoy)

Grafik 4. Andil Sub Kelompok Penyumbang Inflasi Palu (yoy)

Komoditas penyumbang inflasi Kota Palu baik secara ytd ataupun yoy, lebih banyak disumbangkan oleh komoditas kelompok administered prices. Berdasarkan disagregasinya, kelompok administered prices mengalami kenaikan indeks harga sebesar 10,36% (ytd) dan 11,50 (yoy). Inflasi ini jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2016 yaitu masing-masing sebesar 1,16% (ytd) dan 3,06% (yoy). Grafik 5. Disagregasi Inflasi Kota Palu

Grafik 6. Disagregasi Andil Inflasi Kota Palu

Tekanan inflasi dari kelompok administered prices tidak lepas dari kebijakan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah di awal tahun 2017. Pemerintah menetapkan kenaikan tarif listrik kepada konsumen golongan tarif listrik dengan daya 900 VA. Penyesuaian tarif menyebabkan pelanggan dengan daya 900 VA akan dipisahkan menjadi rumah tangga mampu dan rumah tangga miskin seiring dengan kebijakan Pemerintah Pusat untuk memberikan subsidi tepat sasaran. Kebijakan tersebut berdampak kepada dicabutnya subsidi 18,9 juta pelanggan listrik 900 VA secara bertahap yang masuk ke dalam golongan Rumah Tangga Mampu sementara jumlah masyarakat yang berhak

BOKS #2 mendapatkan subsidi miskin dan rentan miskin golongan 900 VA hanya 4,1 juta pelanggan. Selain itu, kebijakan tarif Pemerintah juga ditetapkan untuk tarif BBM dan tarif perpanjangan STNK. Kenaikan tarif BBM sebesar 300/liter dilakukan untuk menyesuaikan harga kondisi minyak mentah dunia yang mengalami kenaikan harga. Begitu juga dengan biaya perpanjangan STNK yang mengalami penyesuaian harga setelah mempertimbangkan kenaikan harga pembuatan STNK yang meningkat. Meningkatnya tekanan inflasi dari kelompok administered prices juga disebabkan oleh adanya kenaikan indeks harga komoditas tarif angkutan udara terutama di bulan Mei dan Juni 2017. Meningkatnya permintaan masyarakat akan angkutan udara terkait dengan event nasional yaitu Kongres Nasional PMII yang dibuka langsung oleh Presiden RI dan tibanya bulan Ramadhan (musim mudik) yang menyebabkan kenaikan harga pada komoditas tersebut. Tabel 1. Disagregasi Inflasi Sulawesi Tengah 2017 INFLASI

Core Inflation Volatile Foods Administ ered Prices Inflasi Sulawesi Tengah

mtm ytd yoy mtm ytd yoy mtm ytd yoy mtm ytd yoy

2017 1 0,91 0,91 3,06 1,53 1,53 4,04 0,76 2,31 2,98 1,32 1,32 3,26

2 0,53 1,45 3,46 -1,40 0,12 3,76 0,98 3,56 5,84 0,29 1,61 4,19

3 0,06 1,51 3,45 0,54 0,66 2,55 0,95 3,98 6,46 0,25 1,86 4,05

4 0,36 1,87 3,88 -0,37 0,29 3,33 1,19 5,45 9,68 0,46 2,32 5,09

5 0,39 2,26 4,12 0,97 1,27 2,50 1,20 6,43 9,41 0,81 3,16 5,10

6 0,03 2,30 3,62 0,02 1,29 3,02 3,94 10,36 11,50 0,76 3,94 5,23

Pengendalian Inflasi oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sulawesi Tengah Kebijakan pemerintah dalam menyesuaikan tarif di tahun 2017 berdampak kepada tekanan inflasi Kota Palu triwulan II 2017. TPID Provinsi Sulawesi Tengah telah mengantisipasi tingginya inflasi Sulawesi Tengah melalui pengendalian inflasi kelompok volatile foods. Langkah-langkah pengendalian inflasi telah dilaksanakan oleh TPID Provinsi Sulawesi Tengah terutama pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Pengendalian tersebut berdampak kepada penurunan tekanan inflasi kelompok volatile foods di akhir triwulan II 2017 menjadi 0,02% (mtm) dari 0,97% (mtm) di bulan Mei 2017. Begitu juga dengan pengendalian inflasi kelompok administered prices, TPID juga telah mengusulkan untuk berkoordinasi dengan perusahaan maskapai penerbangan dan untuk menambah jumlah penerbangan dari dan ke Palu serta mengusulkan untuk memberlakukan ceiling price atau batas tertinggi dari harga tiket pesawat. Kedua usulan tersebut diharapkan dapat menahan laju inflasi Provinsi Sulawesi Tengah dari kelompok administered prices. Ke depannya, TPID Provinsi Sulawesi Tengah akan terus memperkuat koordinasi dan kerjasama antar anggota dan bersinergi dalam mengambil langkah-langkah pengendalian inflasi sehingga inflasi akhir tahun Provinsi Sulawesi Tengah tetap berada did alam koridor inflasi Nasional yaitu pada kisaran 4±1.