KANDUNGAN NUTRISI HASIL FERMENTASI KULIT KOPI (STUDI KASUS

KANDUNGAN NUTRISI HASIL FERMENTASI KULIT KOPI (STUDI KASUS DESA AIR MELES BAWAH KECAMATAN CURUP TIMUR) Zul Efendi dan Linda Harta BPTP Bengkulu, Jl Ir...

8 downloads 864 Views 149KB Size
KANDUNGAN NUTRISI HASIL FERMENTASI KULIT KOPI (STUDI KASUS DESA AIR MELES BAWAH KECAMATAN CURUP TIMUR) Zul Efendi dan Linda Harta BPTP Bengkulu, Jl Irian Km 6,5 Kota Bengkulu 38119 Email : [email protected]

ABSTRAK Kopi adalah salah satu tanaman yang menghasilkan limbah sampingan dalam proses pengolahannya yakni kulit kopi. Limbah kulit kopi belum dimanfaatkan secara optimal misalnya untuk pakan ternak. Ketidaktahuan peternak akan kandungan kulit kopi menjadi salah satu penyebab tidak dimanfaatkannya kulit kopi sebagai pakan ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan peternak mengenai pemanfaatan kulit kopi sebagai pakan ternak dan kandungan nutrisi kulit kopi setelah mengalami pengolahan secara fermentasi. Penelitian merupakan bagian dari kegiatan Pengkajian Integrasi Tanaman Kopi dengan Ternak Sapi di Desa Air Meles Bawah Kecamatan Curup Timur Kabupaten Rejang Lebong pada tahun 2013. Penelitian ini melibatkan 41 orang responden yang terdiri dari 18 orang petani kooperator dan 23 orang petani peternak non kooperator. Pengetahuan peternak mengenai pemanfaatan kulit kopi sebagai pakan ternak diuji dengan melakukan wawancara dengan panduan kuesioner sedangkan peningkatan kandungan nutrisi kulit kopi hasil fermentasi diuji dengan melakukan uji proksimat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar peternak sudah mengetahui kulit kopi dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak namun hanya peternak kooperator yang memberikan kulit kopi dari hasil fermentasi. Kandungan nutrisi hasil fermentasi kulit kopi di Desa Air Meles Bawah antara lain protein kasar 12,87%, serat kasar 42,09% dan energy metabolisme 3830 kkal/kg Kata kunci: kulit kopi, pakan ternak, kandungan nutrisi, pengolahan

PENDAHULUAN Usaha peternakan sapi saat ini memiliki kendala yaitu terbatasnya pakan baik itu rumput maupun konsentrat. Peternak sering mengeluh karena mahalnya harga pakan yang sering tidak sesuai dengan harga bahan baku. Disamping itu upaya untuk penanaman tanaman makanan ternak baik itu bahan baku untuk konsetrat maupun hijauan sering mengalami kendala baik itu untuk harga dedak padi dan keterbatasan lahan yang akan digunakan untuk menaman rumput. Oleh karena itu salah satu alternatif untuk penyediaan pakan yang murah adalah melalui pemanfaatan limbah baik itu limbah pertanian maupun perkebunan salah satunya limbah tanaman kopi ketersediaannya tidak bersaing dengan manusia. Kopi termasuk tanaman yang menghasilkan limbah hasil sampingan yang cukup besar dari hasil pengolahan. Limbah sampinhan tersebut berupa kulit kopi yang jumlahnya berkisar antara 50 60 persen dari hasil panen. Bila hasil panen sebanyak 1000kg kopi segar berkulit, maka yang menjadi biji kopi sekitar 400-500kg dan sisanya adalah hasil sampingan berupa kulit kopi. Limbah kulit kopi belum dimanfaatkan petani secara optimal. Padahal kulit kopi bisa dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan pupuk kompos (Puslitkoka, 2005) dan bisa digunakan sebagai pakan karena kulit kopi mempunyai kecernaan protein sebesar 65% dan 51,4% untuk kulit biji (Azmi dan Gunawan, 2006). Kulit kopi cukup potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia baik itu ruminansia kecil maupun ruminansia besar. Kandungan nutrisi kulit kopi non fermentasi seperti protein kasar sebesar 8,49%,(Hasil analisa proksimat Balitnak, 2013) relatif sebanding dengan kandungan zat nutrisi rumput.Kulit kopi diberikan langsung dalam bentuk basah, kadar air yang cukup tinggi sehingga mudah rusak dan kurang disukai ternak. Namun selain itu tingginya kandungan serat kasar dan adanya kandungan tanin, cafein dan lignin pada kulit kopi non fermentasi yang dapat mengganggu pencernaan ternak jika diberikan dalam jumlah banyak. Salah satu cara untuk meminimalkan faktor pembatas tersebut, kulit kopi diolah terlebih dahulu sebelum diberikan kepada ternak. Salah satu proses pengolahan yang dapat dilakukan adalah teknologi fermentasi. Fermentasi merupakan salah satu teknologi merubah pakan menjadi meningkat kandungan nutrisinya (protein dan energy) dan disukai ternak karena adanya aroma wangi dari hasil fermentasi (Sapienza dan Bolsen, 1993). Menurut Umiyasih et al (2005) bahwa peningkatan kualitas nutrisi pada kulit kopi melalui pengecilan partikel dan fermentasi secara nyata dapat meningkatkan protein kasar, menurunkan serat kasar dan TDN. Manfaat melakukan fermentasi adalah meningkatkan daya cerna

dan palatabilitas, meningkatkan kandungan protein, menurunkan kandungan serat kasar dan menurunkan kandungan tannin. Salah satu yang mempengaruh konsumsi adalah palatabilitas (tingkat kesukaan ternak) jenis makanan yang diberikan (Charray et al,1992). Ternak sangat menyukai fermentasi kulit kopi hal ini mungkin disebabkan karena aroma fermentasi yang disukai ternak. Morand-fher (2003) menyatakan faktor penting berasal dari makanan yang mempengaruhi konsumsi adalah aroma dari bahan makanan itu sendiri, ternak dapat saja menolak bahan makanan yang diberikan tanpa merasakan terlebih dahulu, karena tidak menyukai aromanya. Rejang lebong merupakan salah satu penghasil kopi terbesar di Propinsi Bengkulu. Pada tahun 2010, luas tanaman kopi Robusta mencapai 16.014 ha dengan produksi 6.534,00 ton atau 445 kg/ha dan kopi Arabika mencapai 1.915 ha dengan produksi 2.609,28 ton atau 1.711 kg/ha (BPS, 2011) dan luas perkebunan kopi rakyat di Provinsi Bengkulu untuk tanaman kopi Robusta mencapai 83.656 ha dengan produksi 48.981,93 ton atau 714,28 kg/ha dan kopi Arabika mencapai 6.598 ha dengan produksi 6.409,33 ton atau 1.530,40 kg/ha (BPS, 2011). Wulandari (2013) menyatakan bahwa kulit kopi di kabupaten Rejang Lebong khususnya di Desa Blitar Muka pada musim panen kopi di penggilingan kopi bisa mencapai 1 ton/hari. Umumnya kulit kopi ini terbuang dan sebagian kecil saja yang sudah dijadikan pupuk maupun pakan ternak. Dari produksi kopi tersebut artinya limbah yang dihasilkan cukup besar, bahkan menurut salah satu daerah penghasil kopi di Kabupaten Rejang Lebong yaitu Desa Air Meles Bawah Kecamatan CurupTimur. Luas area perkebunan kopi di desa ini mencapai 103 ha atau 38,15% dari luas wilayah desa secara keseluruhan (Anonimous,2012). Selama ini belum banyak dilakukan penelitian pengetahuan peternak mengenai kulit kopi dan kandungan nutrisi kulit kopi hasil fermentasi khususnya kulit kopi dari Desa Air Meles Bawah Kecamatan CurupTimur. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan peternak mengenai pemanfaatan kulit kopi sebagai pakan ternak dan kandungan nutrisi kulit kopi setelah mengalami pengolahan secara fermentasi dari Desa Air Meles Bawah Kecamatan CurupTimur.

METODOLOGI Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan Pengkajian Integrasi Tanaman Kopi dengan Ternak Sapi di Kabupaten Rejang Lebong yang dilaksanakan oleh BPTP Bengkulu pada tahun 2013. Penelitian dilakukan di Desa Air Meles Bawah Kecamatan Curup Timur Kabupaten Rejang Lebong. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut terdapat kelompok peternakyang menggunakan kulit kopi sebagai pakan ternak dan tersedianya limbah kulit kopi. Jumlah peternak yang dilibatkan dalam penelitia ini berjumlah 41 orang yang terdiri dari 18 orang petani peternak kooperator dan 23 orang peternak non kooperator. Peningkatan kandungan nutrisi kulit kopi hasil fermentasi diuji dengan melakukan uji proksimatselanjutnya data dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengetahuan Peternak Terhadap Kulit Kopi Peternak di Desa Air Meles Bawah Kecamatan Curup Timur secara umum telah mengetahui bahwa kulit kopi dapat diberikan sebagai pakan ternak sapi terutama peternak kooperator. Namun walaupun sudah mengetahui peternak kooperator yang sudah memberikan kulit kopi kepada ternaknya hanya 61,10% sedangkan peternak non kooperator hanya 13,4%. Pemberian kulit kopi kepada ternak yang sudah difermentasi hanya 55,56% dari peternak yang sudah memberikan kulit kopi keternaknya sedangkan peternak non kooperator 0%. Masih sedikitnya peternak kooperator yang melakukan fermentasi kulit kopi disebabkan karena peternak menghadapi kendala yaitu mahalnya harga biodecomposer dan ketersediaanya terbatas. Sedangkan pengetahuan cara pengolahan kulit kopi dengan fermentasi untuk peternak kooperator hanya 61,11% sedangkan non kooperator 8,69%. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 1.

Table 1. Pengetahuan peternak terhadap pemanfaatan kulit kopi sebagai pakan ternak di Desa Air Meles Bawah Kecamatan Curup Timur. No

Uraian Kooperator

1

2

3

Pengetahuan kulit kopi dapat diberikan sebagai pakan ternak sapi a. Tahu b. Tidak tahu Aplikasi pemberian kulit kopi sebagai pakan ternak sapi a. Pernah b. Tidak pernah Kulit kopi yang diberikan : a. Tidak difermentasi b. Sudah difermentasi Pengetahuan cara pengolahan kulit kopi dengan fermentasi a. Tahu b. Tidak tahu

Persentase (%) Non Koopeator

100,00 0,00

39,13 60,86

61,10 38,90

13,04 86,95

44,41 55,56

100 0

61,11 38,89

8,69 91,31

Sumber : data primer diolah 2013.

Masih adanya peternak kooperator yang belum tahu proses penggolahan fermentasi kulit kopi hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat pendidikan. Sudarta (2005) menyatakan bahwa dalam akselerasi pembangunan pertanian, pengetahuan individu pertanian mempunyai arti penting, karena pengetahuan dapat mempertinggi kemampuan dalam mengadopsi teknologi baru di bidang pertanian. Jika pengetahuan tinggi dan individu bersikap positif terhadap suatu teknologi baru di bidang pertanian, maka penerapan teknologi tersebut akan menjadi lebih sempurna, yang pada akhirnya akan memberikan hasil secara lebih memuaskan baik secara kuantitas maupun kualitas. Syafruddin (2006) menyatakan bahwa setiap individu memiliki kemampuan berbeda untuk mengembangkan pengetahuan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik individu tersebut. Tiap karakter yang melekat pada individu akan membentuk kepribadian dan orientasi perilaku tersendiri dengan cara yang berbeda pula.

Proses Fermentasi Kulit Kopi Proses fermentasi kulit kopi dapat dilihat pada gambar 1. Kulit kopi ditimbang

Siapkan biodecomposer, gula merah, urea Larutkan biodecomposer, gula merah dan urea

Hamparkan kulit kopi di atas terpal Siram kulit kopi dengan biodecomposer, urea, gula merah Kulit kopi diaduk sampai rata

Dikumpulkan membentuk gundukan kemudian ditutup rapat dengan terpal Simpan selama 3 minggu

Fermentasi yang sudah jadi diangin-angikan Berikan pada ternak bisa dicampur dengan bahan pakan lainnya sebagai konsentrat

Dalam pembuatan fermentasi kulit kopi dibutuhkan ruangan yang nyaman artinya terhindar dari sinar matahari langsung dan hujan. Kulit kopi yang digunakan adalah yang masih baru dan kering, Penggunaan molasses diganti dengan menggunakan gula merah. Gula merupakan substrat bagi bakteri penghasil asam laktat yang akan menghasilkan asam yang berfungsi sebagai pengawet bahan yang akan difermentasikan (KHAN et al, 2004).

Kandungan Nutrisi Hasil Fermentasi Kulit Kopi Kandungan nutrisi berbagai bahan pakan dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Hasil Analisis Laboratorium Terhadap Kulit Kopi Fermentasi, jerami padi dan rumput gajah. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Uraian Bahan Kering (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Protein Kasar (%) Kadar Abu (%) Kadar air (%) Energi (kkal) Ca (%) P (%)

Kulit Kopi Fermentasi Kepahiang*

36,18 11,31 18,63 18,18 3087 2,09 0,47

Kulit Kopi Fermentasi Rejang Lebong* 0,73 42,09 12,87 7,25 12,16 3830 0,58 0,12

Jerami padi fermentasi**

Rumput Gajah***

2,460 9,700 9,089 1,950 9,975 -

2,5 31,2 10,1 10,1 -

Keterangan: *Hasil analisis Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor 2013 ** Ulfah et al, 2013 *** Hartadi et al (1980)

Kandungan Protein Kasar. Apabila dilihat dari Tabel 2. Hasil Analisis Laboratorium Terhadap kulit kopi fermentasi, maka kandungan Protein Kasar (PK) yang tertinggi adalah terdapat pada kulit kopi fermentasi yang berasal kabupaten Rejang Lebong dengan persentase kandungan sebesar 12,87% dari bahan kering, kemudian disusul oleh kulit kopi yang difermentasi yang berasal dari Kepahiang dengan kandungan sebesar 11,31% dari bahan kering, apabila merujuk dengan kandungan protein kasar yang terdapat di daerah Jawa Timur, maka kulit kopi yang berasal dari Rejang Lebong dan Kepahiang masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa Timur dengan kandungan Protein Kasar hanya sebesar 8,40% (BPTP Malang, 2010). Dilihat dari kandungan protein kasar pada kulit kopi yang terdapat di tiga daerah maka untuk kulit kopi yang berasal dari daerah Rejang Lebong dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk campuran bahan pakan sumber energi bagi ternak besar. Kandungan protein kasar kulit kopi bila dibandingkan dengan jerami padi fermentasi yang terdapat pada Tabel 2, maka hasilnya masih lebih tinggi dari kandungan kulit kopi yaitu 12,87% dengan jerami padi fermentasi yang hanya 9,08%. Sebuah potensi pakan ternak yang besar apabila ingin digali dan didalami kulit kopi ini terutama di dua kabupaten yaitu Kepahiang dan Rejang Lebong, bahkan kandungannya pun masih di atas kandungan hijauan pakan ternak rumut gajah seperti pada Tabel 2. Kandungan Serat Kasar. Batasan maksimal suatu bahan pakan di antaranya adalah serat kasar, semakin tinggi kandungan serat kasar maka daya cerna bahan pakan tersebut semakin berkurang dan sebaliknya. Pada analisis laboratorium yang dilakukan pada penelitian ini (Tabel 2) menunjukan bahwa kulit kopi yang difermentasi yang berasal dari Rejang Lebong mengandung serat kasar sebesar 42,09% sedangkan kandungan kulit kopi yang difermentasi berasal dari Kepahiang sebesar 36,18% dari bahan kering. Selisih kandungan serat kasar antara kulit kopi yang berasal dari Kepahiang dan rejang lebong sebanyak ± 6%. Perbedaan ini sangat tinggi jika dilihat pada satu jenis bahan pakan yang sama. Menurut Harjono (2013), bahwa yang menyebabkan perbedaan kandungan analisis proksimat suatu bahan pakan dalam satu jenis bahan pakan diantaranya karena pengaruh intensitas cahaya matahari, intensitas sinar matahari lebih panjang akan menyebabkan tanaman cepat mengalami penuaan, dinding sel akan lebih banyak yang nantinya akan menjadikan kandungan serat kasar lebih tinggi. Jika melihat tingginya kandungan serat kasar yang terdapat di Kabupaten Rejang Lebong maka intensitas cahaya matahari yang lebih terdapat di Kabupaten Rejang Lebong. Kandungan serat kasar yang cukup tinggi pada fermentasi kulit kopi yang berada dikabupaten Rejang Lebong bukanlah hal yang mutlak sebagai penghalang bahwa kulit kopi tidak dapat digunakan sebagai bahan pakan tapi untuk solusi yang lebih tepat adalah dengan memformulasikan bahan pakan ini dengan bahan pakan sumber kosentrat yang lainnya.

Kandungan Energi Metabolisme. dalam berproduksi serta bereproduksi untuk ternak ruminansia, dibutuhkan sejumlah energi yang dibutuhkan. salah satu sumber energi dapat diperoleh dalam suatu bahan pakan. Tinggi rendahnya energi metabolisme pada pakan sangat menentukan kualitas pakan tersebut. Pada analisis laboratorium kulit kopi yang difermentasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan energi metabolisme kulit kopi yang difermentasi berasal dari Rejang Lebong sebesar 3830 Kcal/kg sedangkan kulit yang berasal dari kepahiayang sebesar 3080 Kcal/kg. Apabila dilihat kandungan energi metabolismenya bahwa kulit kopi yang berasal dari Rejang Lebong merupakan suatu potensi yang besar untuk sumber bahan energi pakan ternak. Kandungan energi metabolimenya lebih dari energi metabolisme yang terdapat pada Jangung yang hanya 3340 Kcal/Kg, (Wahyu, 1992). Melihat Tabel 2, maka kulit kopi yang difermentasi dapat memberikan suatu refrensi baru bagi petani bahwa kulit kopi memilki potensi yang besar dan secara khusus untuk kopi yang berasal Rejang Lebong memiliki protein kasar lebih tinggi serta energi metabolisme juga lebih tinggi dibandingkan dengan kulit kopi fermentasi yang lainnya.

KESIMPULAN 1. Sebagian besar peternak sudah mengetahui kulit kopi dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak namun hanya peternak kooperator yang memberikan kulit kopi dari hasil fermentasi yaitu sekitar 55,56%. 2. Kandungan nutrisi hasil fermentasi kulit kopi di Desa Air Meles Bawah antara lain protein kasar 12,87%, serat kasar 42,09% dan energy metabolisme 3830 kkal/kg.

DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 2012. Profil Desa Air Meles Bawah Kecamatan Curup Timur Kabupaten Rejang Lebong. Azmi dan Gunawan, 200. Hasil-hasil Penelitian Sistem Integrasi Ternak-Tanaman. Prosiding Lokakarya Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian, Balai Besar Pengkajian ddan Pengembangan Teknologi Pertanian, Balitbang Pertanian bekerja sama dengan Universitas Bengkulu. Halaman 91-95. Badan Pusat Statistik Propinsi Bengkulu 2011, Bengkulu Dalam Angka. BPTP Malang. 2010.Tabel kandungan nutrisi bahan rasum pakan. BBPP. Batu Malang Jawa Timur. Charraym, J.,J.M. Humbert and J.Levif. 1992. Manual of Sheep Production in the Humid Tropic of Africa. CAB International. Wallingford, UK. Harjono, M. 2013. Kajian Produksi sorgum yang ditanam di area silvopastural di gunung Kidul Jogyakarta. Disertasi. UGM. Hartadi, H., Reksohadiprodjo, S., Lebdosukojo, S., tillman, A. 1980. Tabel-Tabel Dari Komposisi Bahan Makanan Ternak Untuk Indonesia. UGM. Jogyakarta. Khan, M.A., M. Sarwar and M.M.S. Khan. 2004. Feeding Value of Urea Treated Corncobs Ensiled With or without Enzzose (corn Dextrose) for Lactating crossbred Cows. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 8:1093-1097. Morand-fehr, P.2003.Dieatary Choices of Goats at the Trough. Small Rum. Res. 49:231-239 Puslitkoka, 2005. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka, Jakarta. Sapienza, D.A and K.K. Bolsen. 1993. Teknologi Silase (Penanaman, Pembuatan dan Pemberiannya pada Ternak). Diterjemahkan oleh: Martoyondo Rini, B.S Sudarta, W. 2005. Pengetahuan dan Sikap Petani Terhadap Pengendalian Hama Tanaman Terpadu (Online). http: //ejournal .unud. ac.id/ abstrak / (6)%20soca-sudarta-pks%20pht(2).pdf diakses 30 Desember 2009. Syafruddin, dkk. 2006. Hubungan Sejumlah Karakteristik Petani Mete dengan Pengetahuan Mereka dalam Usahatani Mete di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Jurnal Penyuluhan Juni 2006, Vol. 2 No.2. Ulfah T.A dan Warsita. 2013. Peningkatan Nilai Gizi Jerami Padi Sebagai Pakan Ternak Melaluo Proses Pengolahan. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi. Umiyasih, U.,D.E. Wahyono, Mariyono, D. Pamungkas, Y.N. Anggraeny, N.H. Krishna dan I-W. Mathius. 2006. Penelitian Nutrisi Mendukung Pengembangan Usaha Coww Calf Operation Untuk Menghasilkan Bakalan. Laporan Akhir T.A. 2005. Loka Penelitian Sapi Potong, Grati, Pasuruan (Unpublished). Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wulandari.A. W., 2013. Pemanfaatan Limbah Kulit Kopi sebagai Pakan Sapi Potong di Kabupaten Rejang Lebong. Panduan Ekspose dan Kumpulan Abstrak Seminar Nasional Inovasi Ramah Lingkungan, Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian.