KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka

menjadi acuan teori dalam penelitian ini untuk ... dalam kerangka merebut dan merubah struktur kekuasaan ... melakukan penelitian identifikasi keluarg...

5 downloads 634 Views 317KB Size
43 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Kerangka Berpikir

Untuk menjelaskan kerangka penelitian ini, dimulai dari alasan penelitian ini dilakukan,

kemudian

mencoba

mencari

jawaban

secara

deduktif

untuk

mengungkapkannya, teori dasar yang menjadi analisis utama, kemudian penelitian secara induktif untuk memperoleh jawaban yang jelas akan masalah tersebut. Tantangan Keluarga dalam Masyarakat Fagan (1995) menyatakan bahwa elemen paling penting dari terbentuknya masyarakat yang aman adalah melalui komitmen perkawinan, dimana terbina hubungan kasih sayang orangtua dan anak, serta kemampuan anak mengadakan hubungan dengan anak lain, juga terjalinnya persahabatan yang kuat dan kerjasama antar anggota keluarga. Keluarga harus menjalankan fungsinya dengan sebaik mungkin agar pembentukan sumberdaya manusia berkualitas dapat tercapai. Seorang anak memerlukan perlindungan dari segala bahaya yang berasal dari lingkungannya setelah fase extra-uterine nya yang aman, dan hanya keluarga dapat mensosialisasikan individu sehingga menjadi individu yang otonom bebas dan emansipatif (Berger dan Berger, 1984). Tulisan Fagan (1995) juga telah memberikan bukti-bukti empiris tentang kehancuran masyarakat Amerika dan tingginya kejadian kriminalitas dalam masyarakat Amerika. Ia mengungkapkan dengan jelas permasalahan yang menyebabkan kondisi tersebut, yang dalam analisanya terjadi melalui beberapa tahap yaitu: (1) Perpecahan dalam keluarga di mana disorganisasi keluarga menyebabkan anak-anak kehilangan cinta kasih orang tua, sehingga sering terjadi depresi pada anak. Hal ini juga berhubungan dengan ketidakhadiran ayah dan ketiadaan otoritas dan disiplin yang juga menjadi sumber penyimpangan perilaku pada anak, (2) Melalui pengalaman diri dalam masyarakat, dimana anak mulai masuk sekolah dan bersosialisasi dengan teman sebaya dan masyarakat yang lebih luas. Adanya kegagalan dan rasa frustasi di sekolah, kurangnya peran sekolah serta tumbuhnya gang-gang baru yang membentuk anak menjadi anti sosial dan nakal, dan (3) Melalui

44 kejadian kriminalitas yang cenderung meningkat di kota-kota besar Amerika mulai era 80-an, yang ia percaya juga berkaitan dengan kekejaman dan kekerasan yang terjadi di dalam keluarga. Inilah pentingnya sebuah keluarga yang berfungsi untuk menjamin perkembangan anak. Menjaga keberlangsungan keluarga agar tetap bertahan dalam situasi yang sangat kompleks merupakan tantangan bagi setiap keluarga. Krysan, et.al. mengatakan bahwa landasan teoritis dari keluarga yang kuat adalah teori struktual fungsional karena seluruh anggota keluarga yang terdiri atas struktur ayah, ibu dan anak saling bekerja sama membentuk ikatan yang harmonis dengan menjalankan seluruh peran (fungsi) yang jelas untuk membentuk keluarga bahagia.

Keberlangsungan

pelaksanaan

fungsi

keluarga

keluarga.

tentunya

Parsons

sangat

ditentukan

memformulasikan

konsep

efektifitas functional

imperatives terutama dalam kaitannya dengan masalah kelangsungan hidup sistem sosial, termasuk keluarga. Parson meyakini bahwa perkembangan keluarga juga berarti berkaitan erat dengan perkembangan ke empat unsur fungsi (teori tindakan) agar dapat menjaga keberlangsungan keluarga yang disingkat dengan AGIL, yaitu: (1)

Fungsi adaptasi (adaptation)

(2)

Fungsi pencapaian tujuan (goal attainment)

(3)

Fungsi integrasi (integration)

(4)

Fungsi latensi (latency) Konsep Parsons dapat juga melihat keluarga sebagai sistem interaksi kolektif

dan tingkat perilaku, merujuk pada persekutuan hidup (social community) dan ini dinilai sebagai inti sari struktur sosial yang fungsi utamanya adalah mengintegrasikan. Fungsi integratif ini setidaknya bisa ditunjukkan dalam dua hal: pertama, memberikan kriteria dan atau identitas keanggotaan dalam sistem sosial; kedua, menciptakan norma sosial yang mengatur hubungan individu dan subkolektif dalam sistem sosial. Fungsi adaptasi tersebut akan dilaksanakan dengan tujuan fungsi ekonomi, fungsi pencapaian tujuan akan dilaksanakan terkait dengan pemaksimalan potensi dalam keluarga untuk pencapaian tujuannnya, fungsi integrasi akan dilaksanakan membangun kebersamaan, komitmen, keeratan keluarga. fungsi integrasi bertujuan untuk untuk mempertahankan dan atau menegakkan pola dan struktur di dalam keluarga (Parsons, 1960:57). Fungsi adaptasi akan melaksanakan fungsi-fungsi ekonomi, misalnya melaksanakan produksi dan distribusi barang dan atau jasa. Subsistem ini juga akan

45 menghasilkan fasilitas-fasilitas atau alat-alat yang digunakan untuk mencapai tujuan keluarga. Fungsi pencapaian tujuan akan melaksanakan fungsi distribusi kekuasaan dan juga memonopoli penggunaan unsur paksaan yang sah (legalized power) dan juga akan bekerja untuk memaksimalkan potensi masyarakat untuk mencapai tujuan keluarga. Integrasi berkaitan erat dengan upaya keluarga mempertahankan tata cara dan keterpaduan antara komponen-komponen sistem yang saling berbeda pendapat, pandangan, dan kerangka moralitas untuk mendorong terbentuknya solidaritas sosial. Fungsi latensi menangani urusan pemeliharaan nilai-nilai dan norma-norma budaya yang berlaku dalam proses kehidupan berkeluarga terutama untuk tujuan kelestarian struktur keluarga. Subsistem pemeliharaan pola ini akan mamaksimalkan komitmen sosial, motivasi dan mengendalikan ketegangan perasaan-perasaan individu, sehingga mereka dapat melaksanakan dan berpartisipasi dengan baik dalam kehidupan sosial. Fungsi-fungsi keluarga

menurut Talcott Parsons

inilah akan

menjadi acuan teori dalam penelitian ini untuk melihat fungsi keluarga. Berdasarkan keterangan di atas, maka keluarga yang berfungsi dan keluarga yang tidak berfungsi didefinisikan pada Tabel 3. Tabel 3. Keluarga yang Berfungsi dan Tidak Berfungsi

1

2 3 4

5 6

7

Keluarga yang Berfungsi Memiliki kapasitas ekonomi keluarga Memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri di dalam keluarga Mampu melaksanakan kepemimpinan dalam keluarga Ada manajemen yang baik dalam keluarga

Berjalannya norma keluarga Terbinanya pola interaksi yang baik antara suami- istri – anak Terbangunnya kultur kebiasaan yang baik dalam keluarga bedasarkan nilai agama yang dianut

Keluarga yang Tidak Berfungsi Tidak mampu mengatasi masalah-masalah ekonomi keluarga Memiliki hambatan untuk mengembangkan diri Kesulitan untuk mendorong dan memotivasi keluarga Kesulitan dalam mengelola keuangan, mengatur dan mengawasi aktivitas anggota keluarga Tidak berjalannya norma keluarga Tidak terjadinya pola interaksi yang baik antara suami- istri – anak Tidak terbangunnya kebersamaan dalam keluarga

Pemberdayaan Keluarga Penanggulangan kemiskinan dengan basis pemberdayaan masyarakat pada dasarnya adalah usaha menanggulangi kemiskinan yang dimulai dengan aras mikro. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat lebih dimaknai sebagai proses penguatan kapasitas masyarakat mulai di aras komunitas lokal, mulai dari individu,

46 kelompok, hingga organisasi untuk sampai pada keupayaan menentukan pilihanpilihan yang dinilai dapat meningkatkan pemenuhan hajatnya, meskipun sebenarnya, pemahaman pemberdayaan beragam, mulai dari yang sangat strukturalis-radikal dalam kerangka merebut dan merubah struktur kekuasaan agar menghilangkan penindasan hingga pada pengertian yang menekankan proses berbagi kekuasaan antar pihak. Pemberdayaan pada dasarnya dapat dipahami oleh dua kecenderungan. Pertama, proses yang menekankan pada pemberian, pengalihan kekuasaan, kekuatan dan kemampuan kepada masyarakat agar individu-individu dalam masyarakat dapat meningkatkan kapasitas diri. Proses ini pada umumnya dilengkapi dengan upaya membangun aset materi guna mendukung kekuatan individu yang berlanjut dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan organisasi. Kedua, proses stimulisasi yang mendorong motivasi individu agar meningkat keupayaannnya melalui sebuah proses dialog (Harry Hikmat, 2004). Berdasarkan berbagai pemahaman pemberdayaan diperoleh beberapa aspek yang menjadi perhatiannya, yaitu: (1) Peningkatan peluang masyarakat dalam melakukan pilihan-pilihan, (2) Peningkatan derajat kebebasan seseorang atau masyarakat dalam mengembangkan hidupnya, (3) Peningkatan kapasitas masyarakat dalam penguasaan sumberdaya ekonomi, dan (4) Peningkatan posisi kewenangan dalam menentukan suatu pilihan. Artinya, pemberdayaan adalah sebuah proses yang memberi ruang kepada masyarakat untuk mengembangkan dirinya dalam kaitan partisipasi dalam berbagai hal, memperluas jaringan sosial, mencapai kemandirian, dan keadilan. Dengan demikian, pemberdayaan itu dapat dikatakan sebuah proses yang berjenjang mulai dari aras individu, keluarga, kelompok, organisasi hingga masyarakat yang lebih luas. Pemberdayaan mengenal beragam dimensi, mulai dari ekonomi, sosial, hingga politik. Komunitas yang telah berdaya selanjutnya diharapkan menjadi basis dalam proses pemberdayaan ke “arah masyarakat lebih atas”. Prosesnya mulai dari dimensi pemberdayaan ekonomi, sosial hingga politik. Oleh karena komunitas yang telah berdaya ini boleh jadi dapat menjadi pembangkit rasa percaya diri dari komunitas lain untuk mencoba berinisiatif mengambil keputusan dan bertanggungjawab atas tindakan sendiri. Dalam konteks pemberdayaan maka keluarga yang berdaya adalah keluarga yang mampu memenuhi kebutuhan pokok keluarga, mampu berinteraksi dengan baik

47 internal dan eksternal dengan nilai-nilai agama yang dianut serta memiliki motivasi untuk perubahan keluarga yang ditandai dengan kemapuan mengelola emosi dan terbangunnya kualitas spritual keluarga. Ciri-ciri dari keberdayaan memiliki kesamaan karakteristik keluarga sukses (successful families) dan keluarga sehat (healthy families). Krysan dkk (1990:2-3) melakukan penelitian identifikasi keluarga sehat, mengkaji komponen serta pemilihan pengukurannya. Kajian terhadap berbagai penelitian karakteristik keberdayaan keluarga menjelaskan komponennya terdiri dari komunikasi, dorongan berprestasi, komitmen keluarga, orientasi agama, hubungan sosial, kemampuan adaptasi, penghargaan. Nick Stinnet & Jhon (1985:29) merinci komponen kekuatan keluarga: komunikasi, komitmen keluarga, kualitas spritual, hubungan sosial, kemampuan menghadapi krisis, apresiasi. Judson Swihart (1988:75) menetapkan komponen kekuatan keluarga adalah komunikasi, komitmen keluarga, orientasi agama, hubungan sosial, kemampuan beradaptasi, kebebasan berekspresi, dorongan terhadap keluarga, peran yang jelas. Rincian komponen kekuatan dari berbagai pendapat dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komponen Kekuatan Keluarga menurut Krysan&Zill, Nick Stinnet&Jhon, Judson Swihart, dan Dalam Kajian Penelitian 1. Krysan & Zill

3.Judson Swihart

Kajian Penelitian

Komunikasi Komitmen keluarga

2. Nick Stinnet & Jhon Komunikasi Komitmen

Komunikasi Komitmen keluarga

Orientasi agama Hubungan sosial

Kualitas spiritual Hubungan sosial

Orientasi agama Hubungan sosial

Kemampuan adaptasi

Kemampuan menghadapi krisis Apresiasi

Peran jelas

Kemampuan beradaptasi Kebebasan berekspresi Dorongan terhadap keluarga Peran yang jelas

Komunikasi Komitmen terhadap keluarga Kualitas keberagamaan Hubungan dan interaksi dengan lingkungan Kemampuan menghadapi masalah Kemampuan mengelola emosi Motivasi untuk perubahan keluarga Pemenuhan kebutuhan pokok

Waktu kebersamaan

Waktu kebersamaan

Penghargaan Dorongan berprestasi

Apabila dirangkum keberdayaan itu menjadi kondisi dinamis keluarga yang ditunjukkan pada kemampuan keluarga dalam pemenuhan dan mengatasi masalahmasalah kebutuhan pokok keluarga, mampu membangun interaksi dengan lingkungan internal keluarga (yang tercermin lewat komunikasi yang positif, menjaga komitmen keluarga) dan interaksi dengan di luar lingkungan keluarga yang didasari nilai-nilai

48 agama yang dianut, memiliki motivasi untuk memperbaiki keluarga yang ditandai kemampuan mengatasi emosi dan didukung oleh kualitas spritual keluarga. Berdasarkan keterangan di atas, maka keluarga yang berdaya dan keluarga yang tidak berdaya didefinisikan pada Tabel 5. Tabel 5. Keluarga yang Berdaya dan Tidak Berdaya Keluarga yang Berdaya Memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan fisik keluarga (sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan)

Keluarga yang Tidak Berdaya Memiliki keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan fisik keluarga (sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan)

2

Memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sosial keluarga yang ditandai dengan terbangunnya interaksi/ huibungan yang harmonis di dalam keluarga (yang tercermin lewat komunikasi yang positif dan saling bekerjasama dalam membangun komitmen keluarga) dan di luar lingkungan dkeluarga didasari nilai-nilai agama yang dianut

Memiliki keterbatasan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sosial (hubungan yang kurang harmonis di dalam keluarga, kurang bekerjasama dalam membangun komitmen keluarga

3

Memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan psikologis keluarga yang ditandai Memiliki motivasi untuk memperbaiki kondisi keluarga yang ditandai dengan kemampuan mengelola emosi, dan dukungan kualitas spritual keluarga

Memiliki keterbatasan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan psikologis, kurang motivasi untuk memperbaiki kondisi keluarga, ketidakstabilan emosi, kualitas spiritual yang belum baik

1

Lingkungan Pelaksanaan fungsi keluarga tentunya juga dipengaruhi oleh lingkungan, yang dianggap sebagai faktor eksternal yang memberikan kontribusi baik secara positif maupun negatif dalam mempengaruhi perilaku anggota keluarga. Lawrence Green (1980) mengatakan, perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor pokok: (1) Faktor predisposisi (predisposing factors), yakni faktor pencetus timbulnya perilaku seperti pikiran dan motivasi untuk berperilaku yang meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan keyakinan, nilai dan persepsi yang berhubungan dengan motivasi individu untuk berperilaku. (2) Faktor-faktor yang mendukung (enabling factors), yakni faktor yang mendukung timbulnya perilaku sehingga motivasi atau pikiran menjadi kenyataan, termasuk di dalamnya adalah lingkungan fisik dan sumber-sumber yang ada di masyarakat. (3) Faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors), yakni

49 faktor yang merupakan sumber pembentukan perilaku yang berasal dari orang lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku, seperti keluarga, teman, guru atau petugas kesehatan. Faktor lingkungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah akses terhadap informasi atau media informasi, isu keluarga di lingkungan tempat kerja, dan kondisi lingkungan tempat tinggal. Akses Terhadap Informasi Kaye (1997:59) mengemukakan bahwa untuk mampu mengenali inti permasalahan yang sebenarnya, kita dituntut untuk memperoleh informasi lebih banyak. Informasi merupakan bahan mentah untuk menjadi pengetahuan, dan pengetahuan sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia (Slamet, 2001). Di sisi lain, informasi juga merupakan unsur yang penting bagi terbentuknya persepsi dalam diri seseorang terhadap objek, stimulus yang diterimanya. Dalam penyuluhan, informasi yang tepat disajikan adalah informasi yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakat, yakni informasi yang bermakna dengan ciri-ciri (Asngari, 2001): (1) Secara ekonomis menguntungkan, (2) Secara teknis memungkinkan dapat dilaksanakan, (3) Secara sosial psikologis dapat diterima sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang ada di masyarakat, dan (4) Sesuai dengan kebijakan pemerintah Informasi yang bermakna tentang suatu objek, diharapkan dapat membentuk persepsi yang positif dalam membentuk diri seseorang. Persepsi sendiri merupakan proses awal bagi manusia untuk memberi tanggapan (respons) atas stimulus yang diterimanya melalui panca indera. Sarwono (1997) mengemukakan bahwa persepsi merupakan proses pencarian informasi untuk dipahami dengan menggunakan indera, sedang untuk memahami diperlukan kesadaran atau kognisi. Sesuai dengan paparan di atas maka dapat digambarkan dalam alur pikir dan proses penelitian keberdayaan keluarga pada Gambar 2, sedangkan pola hubungan antar variabel yang digunakan disajikan pada Gambar 3.

50 Analisis Deduktif —Pendidikan Suami —Pendidikan Istri —Tingkat pendapatan Keluarga —Usia Suami Menikah —Usia Istri Menikah —Jumlah Anak —Jumlah Tanggungan —Motivasi Pernikahan —Persepsi peran orang tua —Gaya Hidup Keluarga

Kajian Teori Hasil Pengamatan Masukan dari para ahli

Lingkungan Internal Keluarga

Analisis Deduktif

Keluarga yang berfungsi

—Memiliki kapasitas ekonomi keluarga —Memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri —Mampu melaksanakan kepemimpinan dalam keluarga —Ada manajemen yang baik dalam keluarga —Berjalannya norma keluarga —Terbinanya pola interaksi yang baik antara suami- istri - anak —Terbangunnya kultur kebiasaan yang baik dalam keluarga bedasarkan nilai agama yang dianut

Kualitas SDM

Keluarga yang tidak Berfungsi

—Tidak mampu mengatasi masalah-masalah ekonomi keluarga, —Memiliki hambatan untuk mengembangkan diri, —Kesulitan untuk mendorong dan memotivasi keluarga, —Kesulitan dalam mengelola keuangan, —mengatur dan mengawasi aktivitas anggota keluarga, —Tidak berjalannya norma keluarga, —Tidak terjadinya

Keluarga yang berdaya Mampu memenuhi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis keluarga

Keluarga yang tidak berdaya Tidak Mampu memenuhi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis keluarga

pola interaksi yang baik antara suami- istri – anak Tidak terbangunnya kebersamaan dalam keluarga

Penyuluhan Paradigma Lama - Sekedar menyampaikan informasi - Top Down Planning - Non partisipatif - Bersifat monologis, abstrak, dan verbal - Ketergantungan terhadap penyuluhan - Cara : Ceramah, Presentasi tulisan atau gambar, Tanya Jawab Penyuluhan Paradigma Baru - Penyuluhan keluarga merupakan proses perubahan perlaku keluarga- Bottom Up Planning - Partisipatif - Bersifat dialogis, nyata, dan terapan - Sustainability (Perubahan yang berkelanjutan) - Cara : Diskusi kelompok, Simulasi, Demonstrasi, Praktek Kerja, Kunjungan lapangan

Lingkungan Eksternal Keluarga Analisis Induktif X2.1 Isu Keluarga di Tempat Kerja X2.2 Kondisi lingkungan tempat tinggal X2.3 Akses terhadap informasi

Gambar 2. Alur Pikir dan Proses Penelitian Keberdayaan Keluarga

-Pengujian Hipotesis - Survei -Wawancara mendalam - Uji Statistik

Strategi Penyuluhan Pemberdayaan Keluarga

Meningkatkan Kualitas karakteristik keluarga

Peningkatan Fungsi AGIL dalam Keluarga

Keberdayaan Keluarga

Gambar 3. Pola Hubungan Antar Variabel dalam Penelitian Keberdayaan Keluarga di Perkotaan dan Pedesaan: Kasus Kecamatan Duren Sawit dan Kecamatan Jasinga

Karakteristik Keluarga: X1.1 Tingkat Pendidikan Suami Responden X1.2 Tingkat Pendidikan Responden X1.3 Tingkat Pendapatan Keluarga X1.4 Usia Suami Responden Ketika Menikah X1.5 Usia Responden Ketika Menikah X1.6 Jumlah Anak X1.7 Jumlah Tanggungan X1.8 Motivasi Pernikahan X1.9 Persepsi Peran Orang Tua X1.10 Gaya Hidup Keluarga

Fungsi Keluarga : Y1.1 Adaptasi • Kapasitas ekonomi Keluarga • Kapasitas Pengembangan diri dalam Keluarga Y1.2 Pencapaian Tujuan • Kepemimpinan dalam keluarga • Manajemen Keluarga Y1.3 Integrasi • Norma Keluarga • Komunikasi dalam keluarga • Pola hubungan suami-istri • Pola hubungan antar anak • Pola perlakuan orangtua-anak Y1.4 Latensi • Sosialisisasi Nilai • Kualitas Pelaksanaan Nilai

Lingkungan X2.1 Isu Keluarga di Tempat Kerja X2.2 Kondisi Lingkungan TempatTinggal X2.3 Akses terhadap informasi

Keberdayaan Keluarga (Y2) • • •

Tingkat kemampuan pemenuhan kebutuhan fisik keluarga Tingkat kemampuan pemenuhan kebutuhan sosial keluarga Tingkat kemampuan pemenuhan kebutuhan psikologis keluarga

52 Hipotesis Penelitian Mengacu pada pola hubungan antar variabel pada Gambar 3, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: (1) Karaktersitik keluarga (tingkat pendidikan suami responden, tingkat pendidikan responden, tingkat pendapatan keluarga, usia suami menikah, usia istri menikah, jumlah anak, jumlah tanggungan, motivasi pernikahan, persepsi peran orang tua, gaya hidup) dan lingkungan (kondisi lingkungan tempat tinggal, isu keluarga di lingkungan tempat kerja, dan akses terhadap informasi)

berpengaruh nyata

terhadap pelaksanaan fungsi AGIL dalam keluarga (fungsi adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, dan latensi). (2) Karaktersitik keluarga (tingkat pendidikan suami responden, tingkat pendidikan responden, tingkat pendapatan keluarga, usia suami menikah, usia istri menikah, jumlah anak, jumlah tanggungan, motivasi pernikahan, persepsi peran orang tua, gaya hidup), lingkungan (kondisi lingkungan tempat tinggal, isu keluarga di lingkungan tempat kerja, dan akses terhadap informasi), dan fungsi AGIL dalam keluarga (fungsi adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, dan latensi) berpengaruh nyata terhadap keberdayaan keluarga. (3) Terdapat perbedaan yang nyata antara karaktersitik keluarga (tingkat pendidikan suami responden, tingkat pendidikan responden, tingkat pendapatan keluarga, usia suami menikah, usia istri menikah, jumlah anak, jumlah tanggungan, motivasi pernikahan, persepsi peran orang tua, gaya hidup), lingkungan (kondisi lingkungan tempat tinggal, isu keluarga di lingkungan tempat kerja, dan akses terhadap informasi), fungsi AGIL keluarga (fungsi adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, dan latensi), dan keberdayaan keluarga di perkotaan dan pedesaan.