PELAYANAN KEPERAWATAN ISLAMI DI SUATU RUMAH SAKIT BANDA ACEH THE ISLAMIC NURSING SERVICE IN SOMETHING HOSPITAL BANDA ACEH Endang Sakinah1; Noraliyatun Jannah2 1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2 Bagian Keilmuan Keperawatan Manajemen Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh email:
[email protected]
ABSTRAK Tuntutan pelayanan komprehensif pada pasien mengharuskan perawat memberikan pelayanan keperawatan secara menyeluruh termasuk pada kebutuhan pelayanan islami. Pelayanan keperawatan islami terdiri dari berdoa sebelum bekerja, prosedur pendampingan shalat bagi pasien, prosedur memakaikan pakaian pasien, prosedur orientasi pasien baru, prosedur operan, prosedur hijab perawatan pasien, prosedur persiapan pulang, dan prosedur mendapatkan kunjungan rohaniawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelayanan Islami di suatu Rumah Sakit Banda Aceh (RSBA). Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain cross sectional study. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 12 sampai dengan 23 Juli 2016. Teknik pengambilan sampel yaitu total sampling dengan jumlah sampel 24 responden. Teknik penelitian dilakukan dengan mengobservasi pelayanan keperawatan islami berupa daftar pernyataan berbentuk checklist yang mengacu pada Standar Prosedur Pelaksanaan (SOP) pelayanan Islami di RSBA yang terdiri dari 53 item observasi. Metode analisis data menggunakan uji statistik univariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran pelaksanaan keperawatan islami di RSBA berada pada kategori kurang baik, dimana SOP tidak dilakukan dengan sempurna. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan rumah sakit dapat mengintensifkan suatu model ruang rawat inap islami sebagai percontohan pelaksanaan pelayanan islami sesuai dengan SOP. Kata Kunci: Pasien, Keperawatan Islami ABSTRACT Demands comprehensive service to patients requiring nurses provide nursing services as a whole, included the necessary of Islamic services. Islamic nursing service consist of prayers before work, assistance praying for patient procedures, wearing patient dress procedures, new patient orientation procedure, operant procedures, hijab patient treatment procedures, home preparation procedures, and obtain the islamic spiritual visit procedures. This research aims to find the description of Islamic services in description of the Islamic nursing service in woman inpatient room and surgicali inpatient room of Something Hospital Banda Aceh. This genre research is descriptive with study cross-sectional design. This research was conducted on 12th until July 23, 2016. The sampling technique is total sampling with a sample of 24 respondents. Technique of research conducted by observing the Islamic nursing services a list of shaped checklist statements that refer to Standard Operating Procedures (SOP) Islamic services in Something Hospital Banda Aceh that consist 53 observation items. Data analysis methods using univariate statistical test. The result showed that the description of implementation Islamic nursing at the Something Hospital of Banda Aceh are unfavorable category, where SOP isn’t done perfectly. Based on this research, expected the hospital could intensify a model Islamic inpatient room as a pattern implementation of Islamic services in accordance with SOP.
Keywords: Patient, Islamic Nursing
1
PENDAHULUAN Pelayanan Kesehatan Islami merupakan segala bentuk pengelolaan kegiatan asuhan medik dan asuhan keperawatan yang dibingkai dengan kaidahkaidah Islam. Praktik pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan bagian kecil dari pelajaran dan pengalaman akhlak (Lamsudin, 2002). Keperawatan memandang manusia sebagai makhluk yang unik dan kompleks yang terdiri dari berbagai dimensi. Dimensi yang komprehensif pada manusia ini meliputi dimensi biologis (fisik), psikologis, sosial dan spiritual. Yang mana antara satu dimensi dengan dimensi yang lainnya saling berhubungan (Potter & Perry, 2005). Sebagai tenaga kesehatan yang profesional, perawat mempunyai kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan/asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu pasien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik. Dan dalam memenuhi kebutuhan dasar pasien, perawat perlu memiliki pengetahuan yang lebih untuk memberikan pelayanan, terlebih dalam memberikan pelayanan yang Islami pada pasien (Hamid, 2008). Dari hasil penelitian Sukowati (2014) petugas pelayanan rawat jalan dan rawat inap RST dr Asmir Salatiga menganggap pelayanan islami ini diperlukan karena dengan pelayananan islami kualitas pelayanan rumah sakit menjadi lebih baik dan dapat mempercapat proses kesembuhan pasien. Ditambah lagi terdapat nilai ibadah dalam pelayanan yang bertanggung jawab dan amanah saat menjalankan tugas pelayanan terhadap pasien. Berdasarkan Surat Ketetapan (SK) DIR NOMOR : 820 / 092 / 2015 tentang Pelayanan Islami di RSBA ada 8 SOP Pelayanan Islami yang telah di tetapkan yaitu: (1) perawat berdoa sebelum bekerja, (2) pendampingan shalat bagi pasien, (3) memakaikan pakaian pasien yang akan di kirim ke kamar operasi atau untuk pemeriksaan penunjang, (4) orientasi pasien
baru, (5) operan jaga/timbang terima, (6) hijab perawatan pasien, (7) persiapan pasien pulang, dan (8) tata cara mendapatkan kunjungan rohaniawan. Dalam praktik, seharusnya SOP yang telah di buat menjadi acuan perawat dalam bekerja. Namun dari hasil wawancara yang dilakukan di ruang rawat inap penyakit dalam wanita dan ruang rawat inap saraf di dapatkan, perawat mengatakan bahwa pelayanan Islami sesuai dengan SOP belum sepenuhnya di jalankan, karena mereka menganggap pelayanan Islami ini baru diterapkan. Untuk pendampingan shalat, biasanya keluarga pasien yang membantu dan untuk pengingat waktu shalat telah di pasang speaker penanda waktu shalat di setiap ruangan. Kemudian mengenai kunjungan rohaniawan ke setiap ruang rawat telah rutin di lakukan. RSBA merupakan pioner dalam melaksanakan Pelayanan Islami. Belum ada penelitian terkait yang menggambarkan tentang praktik keperawatan Islami di Aceh. Sehingga peneliti ingin melihat pelaksanaan SOP Pelayanan Islami di RSBA. Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang Pelaksanaan Pelayanan Islami di Suatu Rumah Sakit Banda Aceh. METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif, dengan desain penelitian cross sectional study melalui observasi. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di ruang rawat inap wanita dan ruang bedah wanita rawat RSBA, yang berjumlah 24 orang. Sampel dalam penelitian ini merupakan bagian dari populasi target yang akan diteliti secara langsung yang berjumlah 24 orang.
2
HASIL Pengumpulan data dilakukan pada 12 Juli-23 Juli 2016 di ruang rawat inap bedah wanitadan ruang rawat inap wanita RSBA. Data Demografi Responden Data yang diperoleh berdasarkan observasi terhadap 24 responden adalah sebagai berikut: Tabel 1. Distribusi Frekuensi Data Demografi Perawat (n=24) No 1
2
3
Data Demografi Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Umur (Depkes, 2009) : Remaja Akhir (17-25 tahun) Dewasa Awal (26-35 tahun) Dewasa Akhir (36-45 tahun Status Pernikahan Menikah Belum Menikah
Frekuensi
Persentase
3 21
12,5 87,5
3
12,3
20
83,3
1
4,2
16 8
66,7 33,3
4
Pendidikan : D-III Kep 10 58,3 Ners 14 41,7 Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat berusia 26-35 tahun (dewasa awal) sebanyak 20 perawat (83,3%), sebagian besar jenis kelamin perawat yaitu perempuan sebanyak 21 perawat (87,5%). Mayoritas berada pada status menikah sebanyak sebanyak 16 perawat (66,7%) dan sebahagian besar pendidikan berada pada jenjang Ners sebanyak 14 sebanyak (58,3%). Analisa Univariat Pelayanan keperawatan islami terdiri dari sembilan subvariabel yaitu perawat berdoa sebelum bekerja, pendampingan shalat bagi pasien, memakaikan pakaian pasien yang akan di kirim ke kamar operasi
atau untuk pemeriksaan penunjang, orientasi pasien baru, operan jaga/timbang terim, hijab perawatan pasien, persiapan pasien pulang, dan tata cara mendapatkan kunjungan rohaniawan. Masing-masing responden dikategorikan berdasarkan kriteria baik apabila dilaksanakan 75%-100%, cukup 60%-74% dan kurang baik 0%-60% seperti pada tabel 2 di bawah ini: Tabel 2. Distribusi Frekuensi Gambaran Pelayanan Keperawatan Islami (n=24) Pelaksanaan Frekuensi Presentase Pelayanan Islami Baik 6 25 Cukup 16 66,7 Kurang Baik 2 8,3 Berdasarkan tabel 2 didapatkan hasil bahwa pelayanan keperawatan Islami oleh 16 perawat dilaksanakan sesuai dengan SOP (66,7%). Berdasarkan hasil pengolahan data subvariabel perawat berdoa sebelum bekerja dikatakan baik jika dilaksanakan 75%-100%, cukup 60%-74% dan kurang baik 0%-60% seperti pada tabel 3 di bawah ini: Tabel 3. Distribusi Frekuensi Perawat Berdoa Sebelum Bekerja (n=24) Kategori Frekuensi Persentase Baik 13 54,2 Kurang Baik 11 45,8 Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa pelayanan keperawatan isalmi ditinjau dari pelaksanaan perawat berdoa sebelum bekerja oleh 13 orang perawat dilaksanakan sesuai dengan SOP (54,2%). Berdasarkan hasil pengolahan data subvariabel pendampingan shalat bagi pasien dikatakan baik jika dilaksanakan 75%100%, cukup 60%-74% dan kurang baik 0%60% seperti pada tabel 4 di bawah ini:
3
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pendampingan Shalat Bagi Pasien (n=24) Kategori Frekuensi Persentase Kurang Baik
24
100
Berdasarkan tabel 4 didapatkan hasil bahwa pelaksanaan pendampingan shalat bagi pasien oleh 24 orang perawat berada pada kategori kurang baik, tidak dilaksanakan sesuai dengan SOP (100%). Berdasarkan hasil pengolahan data subvariabel memakaikan pakaian pasien yang akan dikirim ke kamar operasi atau untuk pemeriksaan penunjang dikatakan baik jika dilaksanakan 75%-100%, cukup 60%-74% dan kurang baik 0%-60% seperti pada tabel 4 di bawah ini: Tabel 5. Distribusi Frekuensi Memakaikan Pakaian Pasien yang Akan Dikirim ke Kamar Operasi atau Untuk Pemeriksaan Penunjang (n=24) Kategori Frekuensi Persentase Baik
24
100
Berdasarkan tabel 5 didapatkan hasil bahwa pelaksanaan memakaikan pakaian pada pasien yang akan di kirim ke kamar operasi atau untuk pemeriksaan penunjang oleh 24 perawat berada pada kategori baik, dilaksanakan sesuai dengan SOP (100%). Berdasarkan hasil pengolahan data subvariabel orientasi pasien baru dikatakan baik jika dilaksanakan 75%-100%, cukup 60%-74% dan kurang baik 0%-60% seperti pada tabel 4 di bawah ini: Tabel 6. Distribusi Frekuensi Orientasi Pasien Baru (n=24) Kategori Frekuensi Persentase Baik 5 20,8 Kurang Baik 19 79,2 Berdasarkan tabel 6 didapatkan hasil bahwa pelaksanaan orientasi pasien baru oleh 19 perawat berada pada kategori kurang
baik, tidak dilaksanakan sesuai dengan SOP (79,2%). Berdasarkan hasil pengolahan data subvariabel operan jaga/timbang terima dikatakan baik jika dilaksanakan 75%-100%, cukup 60%-74% dan kurang baik 0%-60% seperti pada tabel 4 di bawah ini: Tabel 7. Distribusi Frekuensi Operan Jaga/Timbang Terima Pelayanan Islami (n=24) Kategori Frekuensi Persentase Baik Cukup Kurang Baik
16 6 2
66,7 25 8,3
Berdasarkan tabel 7 didapatkan hasil bahwa pelaksanaan operan jaga/timbang terima oleh 16 perawat berada pada kategori baik, dilaksanakan sesuai dengan SOP (66,7%). Berdasarkan hasil pengolahan data subvariabel hijab perawatan pasien dikatakan baik jika dilaksanakan 75%-100%, cukup 60%-74% dan kurang baik 0%-60% seperti pada tabel 4 di bawah ini: Tabel 8. Distribusi Frekuensi Hijab Perawatan Pasien (n=24) Kategori Frekuensi Persentase Baik Cukup
23 1
95,8 4,2
Berdasarkan tabel 8 didapatkan hasil bahwa pelaksanaan hijab perawatan pasien oleh 23 perawat berada pada kategori baik, dilaksanakan sesuai dengan SOP (95,8%). Berdasarkan hasil pengolahan data subvariabel persiapan pasien pulang dikatakan baik jika dilaksanakan 75%-100%, cukup 60%-74% dan kurang baik 0%-60% seperti pada tabel 4 di bawah ini:
4
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Persiapan Pasien Pulang (n=24) Kategori Frekuensi Persentase Baik 3 12,5 Cukup 20 83,3 Kurang Baik 1 4,2 Berdasarkan tabel 9 didapatkan hasil bahwa pelaksanaan persiapan pasien pulang oleh 20 perawat berada pada kategori cukup, dilaksakan tidak sesuai dengan SOP (83,3%). PEMBAHASAN Pelaksanaan Pelayanan Keperawatan Islami Pelayanan Islami yang diberikan perawat sesuai dengan SOP yang berlaku di rumah sakit merupakan sebuah perilaku yang harus terbiasa dilaksanakan sehingga SOP ini dapat dianggap baik. Pelayanan Islami merupakan pelayanan di mana perawat mampu melihat pasien bukan hanya dari segi fisik, psikologis dan sosialnya namun juga spiritual. Penerapan proses keperawatan dari perspektif kebutuhan spiritual pasien tidak sederhana karena keberhasilan dalam memberikan perawatan spiritual adalah mendapatkan pemahaman dimensi spiritual pasien (Perry & Potter, 2005). Penelitian kasih (2010) tentang pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien di ruang rawat bedah dan ruang rawat inap penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Menurut peneliti ada beberapa faktor yang menyebabkan SOP pelayanan Islami ini belum dilaksanakan dengan baik. Faktor pertama adalah kurangnya motivasi perawat dalam melakukan SOP Pelayanan Islami. Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, terlihat bahwa perawat masih belum maksimal dalam melakukan SOP pelayanan Islami yang telah diterapkan di rumah sakit. Padahal menurut wawancara dengan kepala pelayanan Islami RSBA, perawat telah diberikan pelatihan tentang SOP ini. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Badi’ah, Mendri, Ratna &
Hendarsih (2009), didapatkan hasil bahwa secara umum faktor motivasi mempunyai hubungan yang kuat, bila motivasi meningkat maka kinerja perawat akan meningkat. Penelitian lainnya yang dilaksanakan oleh Herisman (2006), menyatakan bahwa ada hubungan antara motivasi dengan kinerja karyawan, dimana motivasi dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Hal lain yang menyebabkan kurangnya SOP pelayanan Islami ini dilaksanakan dengan baik adalah tidak ada evalusi yang dilakukan oleh pihak pelayanan Islami terhadap SOP yang sudah setahun lebih diterapkan. Pihak rumah sakit seharusnya dapat mengevaluasi sejauh mana SOP yang baru diterapkan ini dijalankan oleh semua pihak yang terlibat dalam melayani pasien, khususnya di ruang rawat inap. Sehingga kekurangan yang didapatkan di lapangan diketahui dengan cepat dan dicari solusinya. Sehingga SOP ini dapat dilaksanakan dengan baik terutama oleh perawat. Selain itu kepala ruang juga turut memberikan kontribusinya kepada perawat pelaksana disetiap ruangan dengan memberikan motivasi dan mengingatkan perawat untuk menjalankan SOP yang sudah diterapkan. Perawat berdoa sebelum bekerja Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar perawat yaitu 39 orang (54,2%) mempersepsikan bahwa pelaksanaan SOP berdoa sebelum bekerja baik untuk dilakukan. perawat yang bekerja selalu memulai berdoa disetiap pergantian shift pagi dan malam. Hal ini terlihat ketika akan memulai operan jaga, kepala ruang tampak menyuruh perawat berkumpul dan melakukan doa bersama. Namun, dalam praktiknya tidak setiap saat kepala ruang memimpin doa dengan suara keras, perawat hanya berdoa dengan mengangkat tangan dan menundukkan kepala. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan SOP yang dituliskan.
5
Berdoa merupakan hal penting yang harus dilaksanakan sebelum melakukan tindakan. Apapun tindakannya kita harus berdoa untuk meminta dan berserah diri kepada Allah agar diberikan kemudahan dalam melakukan tindakan (Mayasari & Elmiyasna, 2011). Berdoa tidak harus dipimpin atau dengan suara yang keras. Menurut asumsi peneliti, yang dimaksud dengan memimpin doa dalam SOP ini adalah untuk mengajak semua perawat berdoa bersama-sama agar di beri kemudahan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasiennya. Mengingat pekerjaan yang perawat lakukan bukanlah terhadap benda, namun kepada manusia yang juga sama-sama ciptaan Allah. Pendampingan Shalat Bagi Pasien Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pelaksanaan pendampingan shalat bagi pasien di ruang rawat inap wanita dan ruang rawat inap bedah wanita RSBA berada pada kategori kurang baik (100%). Pendampingan shalat pada pasien yang dimaksudkan adalah perawat mengingatkan waktu shalat pada pasien, menanyakan apakah pasien membutuhkan pendampingan shalat atau pendampingan untuk bersuci sebelum shalat (berwudhu). Pendampingan shalat atau bersuci yang diharapkan adalah perawat dapat mengajarkan pasien atau keluarga yang tidak mengetahui sehingga ibadah mereka terutama pasien tetap terjalankan walaupun sedang sakit. Hasil observasi peneliti didapatkan bahwa perawat tidak pernah mengingatkan waktu shalat kepada pasien, ketika adzan perawat yang bertugas masih melakukan perawatan pada pasien yang membutuhkan perawatan. Ditambah lagi dengan sound system yang biasa digunakan untuk memperdengarkan ayat-ayat suci Al-quran atau pengingat waktu shalat rusak. Disetiap dinding tempat tidur pasien telah ditempelkan tata cara shalat bagi orang sakit sehingga mudah untuk dipelajari tanpa ada perawat. Menurut Inggriane (2009), tindakan keperawatan dalam asuhan keperawatan
spiritual salah satunya memberikan bimbingan ibadah terhadap pasien untuk mencapai kesejahteraan pasien sehingga pasien tidak mengalami distres spiritual. Bimbingan yang diberikan berupa mengingatkan, memberikan penyuluhan, dan membimbing langsung ibadah pasien, tindakan tersebut di sebut tarekat merupakan metode bimbingan perawat terhadap pasien dengan kanker serviks dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhannya (Kemp, 2009). Memakaikan pakaian pada pasien yang akan di kirim ke kamar operasi atau akan melakukan pemeriksaan penunjang Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pelaksanaan SOP memakaikan pakaian pada pasien yang akan di kirim ke kamar operasi atau akan melakukan pemeriksaan penunjang di ruang rawat inap wanita dan ruang rawat inap bedah wanita RSBA berada pada kategori baik (100%). Pasien-pasien yang akan keluar dari ruang rawat inap baik yang akan melakukan operasi atau pemeriksaan penunjang diharuskan menggunakan jilbab atau penutup kepala dan penutup badan jika pasien tidak memakai pakaian. Dari hasil observasi didapatkan bahwa perawat mengingatkan dan memakaikan penutup kepala pada pasien yang akan melakukan pemeriksaan penunjang dan yang akan di kirim ke kamar operasi. Perawat biasanya mengingatkan pasien secara langsung atau pada keluarga yang mendampingi pasien. Hal ini dilakukan agar pasien dan keluarga tetap menjaga aurat saat keluar dari ruangan. Fachruddin (1991) juga menjelaskan bahwa fungsi pertama dan utama dari pakaian adalah sebagai penutup aurat. Aurat adalah bagian tubuh yang perlu ditutup atau bagian tubuh yang tidak boleh terlihat oleh umum. Menurut ajaran Islam, bagian tubuh yang perlu ditutup itu jelas dan tegas batasbatasnya; pada laki-laki mulai dari pusar sampai lutut, sedangkan pada perempuan 6
adalah semua anggota tubuh kecuali wajah, dan tangan sampai pergelangan. Orientasi pasien baru Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan orientasi pasien baru di ruang rawat inap wanita dan ruang rawat inap bedah wanita RSBA berada pada kategori kurang baik (79,2%). Dari hasil observasi peneliti didapatkan bahwa pasien baru yang masuk ke ruang rawat inap kebanyakan berasal dari UGD. Sehingga ketika pasien masuk ke ruangan, perawat hanya menunggu di nurse station dan keluarga pasien yang membawa dokumen untuk dicek kelengkapannya oleh perawat, setelah itu perawat mengantarkan pasien ke tempat tidurnya tanpa menjelaskan apapun. Interaksi awal yang dilaksanakan antara keluarga pasien dan perawat jarang sekali dimulai dengan mengucapkan salam, namun langsung kepada pokok pembicaraan. Untuk peraturan rumah sakit tidak ada yang ditempel di dalam ruangan, dan waktu-waktu membesuk pasien telah diumumkan di sound system informasi yang dipasang oleh pihak rumah sakit. Dari hasil penelitian Asmirajanti (2016) menyatakan bahwa orientasi pada pasien baru belum dilaksanakan secara optimal karena hanya sebanyak 55,89% perawat yang melakukan orientasi pasien sesuai dengan protap yang ada di ruangan. Kebanyakan perawat hanya memperkenalkan nama dan mengorientasikan tempat secara optimal tanpa memberitahukan tata tertib mengenai jumlah penunggu pasien dan jam kunjungan pasien. Pasien tidak diorientasikan pada petugas jaga dampaknya pasien sering tidak mengenal siapa yang bertugas saat itu untuk dimintai bantuan. Operan jaga/timbang terima Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan operan jaga/timbang terima di ruang rawat inap wanita dan ruang rawat inap bedah wanita RSBA berada pada kategori baik (66,7%).
Timbang terima pasien setiap pergantian shift dilaksanakan oleh perawat yang bertugas, namun tidak sempurna dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hal tersebut dilaksanakan dengan sangat baik ketika perawat shift pagi dan shift malam melakukan timbang terima dihadiri oleh kepala ruang. Dari hasil observasi peneliti, timbang terima dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, dan semua perawat berkeliling ruangan pasien untuk memperkenalkan perawat yang baru serta menanyakan keluhan yang masih dirasakan pasien. Menurut asumsi peneliti dilaksanakannya operan jaga/timbang terima pasien dengan baik saat pergantian shift setelah tiga kali observasi disebabkan karena perawat sadar akan pentinganya operan jaga yang dilakukan, walaupun tidak semua perawat mampu mekukannya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hal tersebut terjadi karena pada saat melakukan operan/timbang terima ada beberapa prosedur yang tidak dilaksanakan dan dilaksanakan tidak sempurna, sedangkan timbang terima harus dilaksanakan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nursalam (2009) yang mengatakan bahwa timbang terima pasien harus dilaksanakan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas, dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilaksanakan atau belum dan perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna. Timbang terima dilaksanakan oleh perawat primer keperawatan kepada perawat primer (penanggung jawab) dinas sore atau dinas malam secara tertulis dan lisan. Hijab perawatan pasien Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pelaksanaan
dapat hijab 7
perawatan pasien terima di ruang rawat inap wanita dan ruang rawat inap bedah wanita RSBA berada pada kategori baik ( 95,8%). Peneliti mengasumsikan dilaksanakannya dengan baik pelaksanaan hijab perawatan pasien ini dikarenakan perawat telah memahami pentingnya menjaga batasan saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda jenis kelamin dengan perawat. Aceh merupakan daerah yang menerapkan otonomi daerah tentang Syariat Islam, terlebih dengan Kota Banda Aceh yang dicanangkan menjadi Kota Madani. Islam telah mengatur bagaimana interaksi yang diperbolehkan pria dan wanita yang bukan suami istri. Menjaga hukum yang telah ditetapkan dalam Islam, terkhusus pada batasan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya yaitu menutup aurat (menjaga hijab), menundukkan pandangan, tidak bersentuhan dan tidak berdua-duaan. Untuk tindakan keperawatan yang melanggar hukum-hukum tersebut, maka Islam membolehkannya hanya didasarkan pada kondisi darurat saja (tidak ada alternatif lain). Namun akan lebih baik jika perawat memberikan tindakan keperawatan kepada pasien yang sejenis dengannya yaitu perawat perempuan dengan pasien perempuan dan perawat laki-laki dengan pasien laki-laki (Sukowati, 2014). Persiapan pasien pulang Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan persiapan pasien pulang di ruang rawat inap wanita dan ruang rawat inap bedah wanita RSBA berada pada kategori cukup (83,3%). Dari hasil observasi yang peneliti lakukan terlihat bahwa perawat belum melakukan SOP ini dengan baik. Perawat hanya melayani dan mempersiapkan dokumendokumen penting milik pasien yang berada di nurse station. Perawat hanya memberitahu kepada pasien bahwa pasien sudah diperbolehkan pulang, namun jarang perawat
yang berdoa untuk kesembuhan pasien secara bersama-sama dengan keluarga. Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh (Natasia, Andriani dan Koeswo, 2009) di Rumah Sakit Umum Gambiran Kediri, tentang hubungan antara faktor motivasi dan supervisi dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian discharge planning dengan hasil penelitian didapatkan sebesar 56,8% perawat menyatakan bahwa supervisi yang dilaksanakan oleh kepala ruang kepada perawat pelaksana masih kurang. Supervisi perawat berhubungan dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian discharge planning (p=0,000). Semakin baik supervisi yang dilaksanakan maka pendokumentasian discharge planning yang dihasilkan semakin lengkap. Tata cara mendapatkan kunjungan rohaniawan Khusus untuk variabel ini peneliti tidak melakukan observasi pada perawat, namun pada rohaniawan yang bertugas setiap minggunya untuk mengunjungi ruangan rawat inap. Dari hasil wawancara dengan kepala pelayanan Islami RSBA, pihak pelayanan Islami telah membuat jadwal kunjungan rohaniawan setiap minggunya ke setiap ruang rawat inap. Jadwal tersebut telah diberikan ke masing-masing ruang rawat inap. Rohaniawan yang telah berkunjung wajib mengisi absen yang telah disediakan di ruang rawat sebagai bukti mereka hadir ke ruangan. Dari hasil observasi peneliti, kunjungan rohaniawan rutin dilakukan setiap minggunya. Setiap ruangan mendapatkan sekali kunjungan. Rohaniawan akan berkunjung ke setiap tempat tidur pasien untuk menanyakan kabar, memberikan nasihat dan mendoakan pasien agar diberikan kesembuhan oleh Allah. Selain itu rohaniawan dapat datang di luar jadwal kunjungan jika pasien membutuhkan. Pasien melaporakan kepada perawat dan perawat akan segera meminta pihak pelayanan Islami
8
untuk menyediakan rohaniawan bagi pasien tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa bimbingan rohani Islam dijadikan sebagai salah satu sarana penyembuhan penyakit, karena pendekatan teologis atau agama merupakan pendekatan yang humanistik, untuk itu bimbingan rohani Islam di rumah sakit sangat diperlukan agar individu/pasien bisa menyadari akan fitrahnya sebagai mahluk ciptaan Allah swt dan mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (Saputra, 2015). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan keperawatan islami di Rumah Sakit Banda Aceh berada pada kategori cukup baik. Peran perawat agar lebih meningkatkan keterampilan dalam melaksanakan pelayanan islami dengan arahan dan bimbingan kepala ruang dan bagi kepala ruang selaku supervisor agar lebih berkala melaksanakan supervisi agar lebih meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Untuk pemecahan masalah keperawatan agar dapat menerapkan sistem pelayanan yang memuaskan bagi pasien dengan menggunakan pelayanan keperawatan secara islami. Untuk peneliti selanjutnya agar dapat meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelayanan keperawatan islami dengan metode dan cara ukur yang berbeda. REFERENSI Asmirajanti, Mira. (2016). Gambaran pelaksanaan tindakan keperawatan menerima pasien baru, orientasi pasien baru, pemenuhan nutrisi melalui ngt dan memberikan obat melalui nebulizer di Ruang Lukmanul Hakim Rumah Sakit Al Ihsan Bandung. Jakarta Barat: Fikes Universitas Esa Unggul. Badi’ah, A., Mendri, N.K., Ratna, W., & Hendarsih, S. (2009). Hubungan Motivasi Perawat dengan Kinerja
Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Daerah Panembahan Senopati Bantul Tahun 2008, Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, vol. 12 No. 02 Juni. Hamid, A. Y. S. (2008). Bunga rampai asuhan keperawatan kesehatan Jiwa. Jakarta:EGC. Herisman. (2006). Hubungan Persepsi dan Motivasi Kerja Pegawai Administrasi dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Pada Pengadilan Negeri Bengkulu Kemp, Charles. (2009). Terminal illness: a guide to nursing care (terj.), nike budhi subekti, klien sakit terminal: seri asuhan keperawatan. Jakarta: EGC. Lamsudin, Rusdi. (2012). Nilai-nilai islam dalam pelayanan kesehatan. Yogyakarta: Gema Muhammadiyah. Mayasari, F., & Elmiyasna, K. (2011). Gambaran keefektifan timbang terima (operan) di ruang kelas i irna non bedah (penyakit dalam) Rsup Dr. M. Djamil Padang. Padang:Stikes Mercusaktijaya. Natasia, N., Andarini, Sri., & Koeswo M. (2014). Hubungan antara faktor motivasi dan supervisi dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian discharge planning di RSUD Gambiran Kota Kediri. Malang: Universitas Brawijaya Nursalam. (2009). Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Fundamental of nursing: Fundamental keperawatan. Jakarta: EGC. Pribadi, Ulung. (2012). Nilai nilai agama dan pelayanan public.Tesis Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah.
9
Priharjo, Robert. (2008). Konsep dan perspektif praktik keperawatan profesional. Jakarta: EGC. Rohmani, T. (2011). Hubungan antara pelayanan keperawatan bernuansa islami dengan kepuasan pasien rawat inap di rs pku muhammadiyah Surakarta. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sukowati, Bambang. (2014). Penerapan nilai nilai akhlak islami pada kegiatan pelayanan kesehatan oleh tenaga medis terhadap pasien rawat jalan dan pasien rawat inap di RST dr Asmir Salatiga. Salatiga: STAIN Salatiga. Saputra, A. N. (2015). Peran bimbingan rohani islam dalam menangani kecemasan pasien cacat fisik korban kecelakaan (studi kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran, Kabupaten Semarang). Semarang: Universitas Islam Wali Songo.
10