PENGALAMAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR

i pengalaman perawat dalam melaksanakan standar prosedur operasional perawatan luka appendictomy di ruang mawar rsud dr. soediran mangun sumarso...

3 downloads 525 Views 487KB Size
PENGALAMAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PERAWATAN LUKA APPENDICTOMY DI RUANG MAWAR RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh : SUYANTI VERAWATI NIM: ST. 13 072

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 i

ii

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan semesta alam, karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul : ”Pengalaman perawat dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional Perawatan Luka Appendictomy di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri”. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa tanpa dorongan, bimbingan dan motivasi-motivasi dari berbagai pihak niscaya penulis tidak akan mampu menulis skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada : 1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si., selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kes., selaku Ketua Prodi SI Keperawatan yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada semua mahasiswanya. 3. Ibu Wahyuningsih Safitri, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku pembimbing utama, yang telah memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 4. Ibu Anis Nurhidayati, S.S.T.,M.Kes., selaku pembimbing pendamping, yang telah memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

iv

5. Ibu Happy Indri Hapsari, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku penguji yang telah memberikan koreksi, masukan dan arahannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 6. Bapak dan Ibu Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan segenap ilmu dan pengalamnnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 7. Informan yang telah bersedia untuk memberikan keterangan maupun penjelasan yang berkaitan dengan SPO perawatan luka sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 8. Keluargaku yang telah memberikan dukungan, doa, nasihat, kasih sayang dan semangat bagi penulis dalam mengerjakan skripsi ini. 9. Teman-teman ST13 yang telah memberikan dukungan dan bantuannya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tiada kata yang pantas penulis sampaikan, kecuali ucapan terima kasih yang tak terhingga serta iringan doa semoga amal baiknya mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Saran dan kritik Penulis harapkan agar nantinya skripsi ini menjadi lebih baik sehingga dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Surakarta,21 Agustus 2015

SuyantiVerawati NIM. ST. 13 072 v

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN SAMPUL .............................................................................

i

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................

ii

SURAT PERNYATAAN...........................................................................

iii

KATA PENGANTAR ...............................................................................

iv

DAFTAR ISI ............................................................................................

vi

DAFTAR TABEL......................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................

xi

ABSTRAK ABSTRACT BAB

BAB

I. PENDAHULUAN 2.1 Latar Belakang ................................................................

1

2.2 Rumusan Masalah .............................................................

4

2.3 Tujuan Penelitian .............................................................

4

2.4 Manfaat Penelitian ...........................................................

5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori .................................................................

6

2.1.1 Standar Prosedur Operasional (SPO) Perawatan Luka

8

2.1.2 Luka ......................................................................

8

2.1.3 Perawat ..................................................................

18

vi

2.1.4 Pengetahuan ..........................................................

20

2.1.5 Sikap .......................................................................

23

2.1.6 Tindakan .................................................................

25

2.1.7 Perilaku ..................................................................

27

2.1.8 Pengalaman ............................................................

30

2.2 Keaslian Penelitian............................................................

31

2.3 Kerangka Teori .................................................................

32

2.4 Fokus Penelitan .................................................................

32

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan RancanganPenelitian .......................................

33

3.2.. Waktu dan TempatPenelitian ...........................................

33

3.3.. Populasi dan Sampel ........................................................

34

3.4 . Instrumen dan ProsedurPengumpulan Data ....................

35

3.5.. Teknik Analisa Data ........................................................

39

3.6 Etika Penelitian ...............................................................

40

BAB IV. HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ............................................

42

4.2.. Gambaran Karakteristik Partisipan ..................................

45

4.3.. Hasil Penelitian ...............................................................

49

BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Menganalisa Pengalaman Perawat dalam Pelaksanaan SPO (Standar ProsedurOperasional) Perawatan Luka Appendictomy...................................................................

vii

59

5.1.1 Pengertian SPO .......................................................

59

5.1.2 Tujuan SPO..............................................................

61

5.1.3 Prinsip Perawatan Luka...........................................

63

5.2 Mengetahui Faktor Pendukung dalam Pelaksanaan SPO (Standar ProsedurOperasional) di lapangan ...................

64

5.2.1 Tindakan Perawatan Luka ...................................

64

5.2.1 Pelaksanaan SPO di Bangsal .................................. 65 5.3 Mengetahui Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan SPO(Standar ProsedurOperasional) ...................................... 66 5.3.1 Hambatan Teknik ................................................. 66 5.3.2 Keterbatasan Sarana dan Prasarana ...................... 68 5.4 Mengetahui Cara untuk Mengatasi Hambatan dari Perawatan Luka sesuai dengan Pelaksanaan

SPO

(Standar ProsedurOperasional) ........................................

70

5.4.1 Cara Perawatan Luka ...........................................

70

5.4.2 Tindakan Aseptik ..................................................

71

BAB VI. PENUTUP PENELITIAN 6.1 Kesimpulan .......................................................................

73

6.2.. Saran.................................................................................

74

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

viii

DAFTARTABEL

Nomor Tabel

Judul Tabel

Halaman

2.2

Keaslian Penelitian ..................................................................

31

4.1

Nama Kelas Perawatan ............................................................

44

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Gambar

Halaman

2.1

Kerangka Teori ........................................................................

32

2.2

Fokus Penelitian .......................................................................

32

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Surat Permohonan Ijin Penelitian

Lampiran

2. Surat Rekomendasi Litbang dan Iptek Kab. Wonogiri

Lampiran

3. Surat Nota Dinas Penelitian di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri

Lampiran

4. Surat Permohonan Menjadi Partisipan

Lampiran

5. Surat Persetujuan Menjadi Partisipan (Informed Consent)

Lampiran

6. Lembar Identitas Partisipan

Lampiran

7. Lembar Pedoman Wawancara

Lampiran

8. Lembar Observasi Luka

Lampiran

9. Analitik Tematik

Lampiran 10. Transkrip Wawancara Lampiran 11. Gambar Lampiran 12. Lembar Konsultasi Lampiran 13. Jadwal Penelitian

xi

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015

Suyanti Verawati Pengalaman Perawat dalam Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Perawatan Luka Appendictomy di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri

ABSTRAK

Kegiatan pelaksanaan tindakan keperawatan luka masih belum sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam SPO perawatan luka dan hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengalaman perawat dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO) perawatan luka appendictomy di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Jenis penelitian yang digunakan kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Partisipan yang digunakan 5 orang dengan teknik purposive sampling.Teknik analisis data yang digunakan dengan metode Colaizi. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan perawat dengan tema pengertian SPO, tujuan SPO, prinsip perawatan luka, pelaksanaan tindakan, hambatan teknik, keterbatasan sarana prasarana serta metode pelaksanaan. Kesimpulan dalam penelitian ini, pengalaman perawat dalam melaksanakan SPO belum sesuai karena keterbatasan bahan dan set medikasi

Kata kunci: Pengalaman perawat, standar prosedur operasional, perawatan luka. Daftar pustaka: 36 (2005 – 2014)

BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015

Suyanti Verawati Nurses’ Experience in the Implementation of the Standart Procedure Operatingof Appendictomy Wound Care at Room Mawar of Soediran Mangun Sumarso Lokal General Hospital of Wonogiri

ABSTRACT

The implentation of wound nursing intervensions is still not in compliance with the Standart ProcedureOperating (SPO), and this may lead to nosocomial infections. The objective of the research is to investigate nurses’ experience in the implementation of the SPO of appendictomy wound care at Room Mawar of Soediran Mangun Sumarso Lokal General of Wonogiri. The research used the qualitative phenomenological method. The samples of research were 5 persons. The were taken by using the purposive sampling technique. The data were analyzed by the using the Colaizi’s mehtod. The result of the research shows that there were several themes, namely : definition of SPO, objective of SPO, principles of wound care. Implementation of wound care,technical obstacles, limitation of facility and infrastructure, and implementation method. Thus, the nurses’experiencein the implementation of the SPO of appendictomy wound care was appropriate due to the limited materials and medication sets.

Keywords : nurses’ experience,SPO,wound care Reference : 36 (2005 - 2014)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia.Salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (WHO, 2010). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial antara lain kuman penyakit, sumber infeksi, perantara atau pembawa kuman, daya tahan tubuh, keadaan rumah sakit yang meliputi prosedur kerja, alat, hygiene, kebersihan, jumlah pasien, pemakaian antibiotik yang irrisional dan kontruksi rumah sakit (Darmadi, 2008). Pengendalian infeksi nosokomial menjadi demikian penting karena semakin canggihnya peralatan-peralatan rumah sakit, namun di sisi yang lain semua upaya pemeriksaan cenderung dilakukan dengan prosedur invasif. Perawat profesional yang bertugas di rumah sakit semakin diakui eksistensinya dalam setiap tatanan pelayanan kesehatan, sehingga dalam memberikan pelayanan secara interdependen tidak terlepas dari kepatuhan perawat dalam setiap prosedural yang bersifat invasif dan non invasif tersebut seperti halnya perawatan luka operasi (Setiyawati & Supratman, 2008). Adapun cara pencegahan infeksi nosokomial dapat dilakukan dengan cara tindakan perawatan luka post operasi maupun tindakan invasif lainnya yaitu melaksanakan perawatan luka secara benar (Lubis, 2004).

2

Prevalensi infeksi nosokomial di negara-negara berpendapatan tinggi berkisar antara 3,5% - 12%; sementara prevalensi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah berkisar antara 5,7% - 19,1% (Wikansari et al., 2012). Di Amerika sekitar 7% penduduk menjalani appendectomy dengan insidens 1,1/1000 penduduk pertahun, sedangkan di Negara-negara Barat sekitar 16%. Insidens appendiksitis di Indonesia menempati urutan tertinggi diantara kasus kegawatan abdomen lainnya yaitu sebesar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia (179.000 orang), hal ini terkait dengan diet serat yang kurang pada masyarakat modern (Taufik, 2011).Pembedahan diindikasikan jika terdiagnosa appendiksitis maka dilakukan tindakan operasi appendectomy secepat mungkin untuk mengurangi resiko perforasi. Adapun kasus appendectomy di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri pada bulan September sampai November 2014 ada 450 pasien bedah dan 70 orang (6,4%) menderita appendiksitis.. Faktor ketidakpatuhan dari perawat yaitu perawat yang melakukan perawatan luka post operasi ditunjukkan dengan belum menggunakan prosedur dengan benar. Dari ketidakpatuhan perawat melakukan perawatan luka yang tidak sesuai dengan SPO maka akan mengakibatkan terjadinya infeksi nosokomial (Djusmalinar & Andriani, 2010). Pengertian dari Standar Prosedur Operasional (SPO) perawatan luka operasi (jahit) adalah melakukan tindakan perawatan dengan mengganti balutan, membersihkan luka pada luka yang dijahit (Anonim, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Pamuji, dkk (2008), yang tidak patuh terhadap pelaksanaan semua SPO yaitu 7,7%.

3

Upaya mengantisipasi dan mencegah terjadinya infeksi perlu dilakukan pengkajian dari awal kemudian pengkajian ulang secara berkala mengenai risiko pasien, termasuk risiko potensial yang berhubungan dengan jadwal pemberian obat serta mengambil tindakan untuk mengurangi semua risiko yang telah diidentifikasikan tersebut (Darmadi, 2008). Hasil studi pendahuluan dengan observasi tentang kegiatan pelaksanaan tindakan keperawatan luka yang dilaksanakan pada tanggal 4 sampai dengan 8 Desember 2014 di Ruang Mawar terhadap Standar Prosedur Operasional perawatan luka pada 10 perawat, menunjukkan beberapa hal yang masih belum dilakukan perawat sesuai dengan prosedur yang ditetapkan antara lain tidak membasahi plester dengan alkohol sebanyak 3 orang, pada saat melakukan tindakan mengganti balutan luka perawat tidak menyiapkan dan tidak menggunakan perlak dan pengalas, karena jumlah alat kurang sebanyak 2 orang, pada saat membersihkan luka tidak semuanya membersihkan sekitar luka dan bekas plester sebanyak 1 orang, tidak semua perawat membersihkan luka dengan mengunakan cairan NaCl sebanyak 1 orang, tidak semua perawat melakukan kompres betadin pada luka sebanyak 2 orang, dan tidak semua terpasang plester pada seluruh tepi kassa (4 sisi) yaitu sebanyak 1 orang. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu diadakan penelitian dengan judul

“Pengalaman

Perawat

dalam

Melaksanakan

Standar

Prosedur

Operasional Perawatan Luka Appendictomy di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri”.

4

1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengalaman perawat dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO) perawatan luka appendictomy di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri?”.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman perawat dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO) perawatan luka appendictomy di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. 1.3.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pengalaman perawat dalam pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional) perawatan luka appendictomy. 2. Mengetahui faktor pendukung dalam pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional) di lapangan. 3. Mengetahui faktor penghambat dalam pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional). 4. Mengetahui cara untuk mengatasi hambatan dari perawatan luka sesuai dengan SPO (Standar Prosedur Operasional). .

5

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini diantaranya: 1.4.1 Bagi Rumah Sakit Sebagai masukan Manajemen Rumah Sakit untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dalam hal ini keperawatan dan tindakan rumah sakit dalam rangka menanggulangi terjadinya infeksi nosokomial diantaranya dengan pelaksanaan Standar Prosedur Operasional (SPO) pada pasien yang menjalani perawatan luka yang benar. 1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai referensi atau sumber pustaka tentang pengalaman perawat dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO) perawatan luka appendictomy di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam proses belajar mengajar. 1.4.3 Bagi Peneliti Lain Penelitian ini dapat menjadi acuan oleh peneliti lain untuk meneliti tentang pengalaman perawat dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO) perawatan luka appendictomy. 1.4.4 Bagi Peneliti Peneliti mendapatkan data yang lebih mendalam tentang penerapan Standar Prosedur Operasional (SPO) perawatan luka appendictomy.

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1 Standar Prosedur Operasional (SPO) Perawatan Luka 1. Pengertian SPO Perawatan Luka Suatu

standar/pedoman

tertulis

yang

dipergunakan

untuk

mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Standar operasional prosedur merupakan tata cara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu (Perry dan Potter, 2005). SPO Perawatan Luka adalah melakukan tindakan perawatan : menggunakan balutan, membersihkan luka pada luka yang dijahit (SPO Rumah Sakit dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri, 2014). 2. Tujuan SPO Tujuan SPO antara lain (SPO Rumah Sakit dr. Soediran Mangun Soemarso, 2014) : a. Petugas / pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas / pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja. b. Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi c. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas/ pegawai terkait. d. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya. 6

7

e. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi. Adapun tujuan Standar Prosedur Operasional perawatan luka adalah : a. Mencegah infeksi b. Membantu penyembuhan luka. 3. SPO di Rumah Sakit Standar Prosedur Operasional di RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Kabupaten Wonogiri sebagaimana disebutkan pada SPO perawatan luka No. Dokumen: 04-068.2 – p – 104, dapat dijelaskan langkah-langkah dalam perawatan luka, yaitu : a. Tahap pra interaksi 1) Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada 2) Mencuci tangan 3) Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar b. Tahap orientasi 1) Memberikan salam dan menyapa nama pasien 2) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien 3) Menanyakan

persetujuan/kesiapan

pasien

sebelum

dilakukan c. Tahap kerja 1) Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas. 2) Membuka peralatan 3) Memakai sarung tangan

kegiatan

8

4) Membasahi plester dengan alkohol/wash bensin dan buka dengan menggunakan pinset. 5) Membuka balutan lapis terluar 6) Membersihkan sekitar luka dan bekas plester 7) Membuka balutan lapis dalam 8) Menekan kedua tepi luka (sepanjang luka). 9) Membersihkan luka dengan menggunakan cairan NaCl 10) Mendesinfeksi luka dengan iodine povidone 11) Membilas dengan menggunakan cairan NaCl 12) Melakukan kompres betadin pada luka/memberi obat/menutup dengan kassa steril. 13) Memasang plester pada seluruh tepi kassa (4 sisi). d. Tahap Terminasi 1) Melakukan evaluasi tindakan 2) Berpamitan dengan klien 3) Membereskan alat-alat 4) Mencuci tangan 5) Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan. 2.1.2. Luka 1. Pengertian Luka Luka adalah hilangnya atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat, 2007). Luka juga didefinisikan rusaknya struktur dan

9

fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Perry Potter, 2005). 2. Klasifikasi Luka Luka

sering

digambarkan

berdasarkan

bagaimana

cara

mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka (Taylor cit Ismail, 2008). a. Berdasarkan tingkat kontaminasi 1) Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah tak terinfeksi dan tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih menghasilkan luka tertutup jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka 1%-5%. 2) Clean-contaminedWounds

(luka

bersih

terkontaminasi),

merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka 3% - 11%. 3) Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna, pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%. 4) Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.

10

b. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka 1) Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit. 2) Stadium II : Luka “Partial Thickness” yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal. 3) Stadium III : Luka “Full Thickness”

yaitu hilangnya kulit

keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. 4) Stadium IV: Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas. c. Berdasarkan waktu penyembuhan luka 1) Luka akut yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati. 2) Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

11

3. Proses Penyembuhan Luka Proses fisiologis penyembuhan luka menurut Morison (2004), dapat dibagi ke dalam 4 fase utama: a. Fase inflamasi akut terhadap cedera : mencakup hemostatis, pelepasan histamin dan mediator lain dari sel-sel yang rusak, dan migrasi sel darah putih (leukosit polimorfonuklear dan makrofag) ke tempat yang rusak tersebut. Durasi fase 0-3 hari. b. Fase destruktif : Pembersihan jaringan yang mati dan yang mengalami devitalisasi oleh leukosit polimorvonuklear dan makrofag. Durasi fase 1-6 hari. c. Fase proliferatif : pada saat pembuluh darah baru, yang diperkuat oleh jaringan ikat, menginfiltrasi luka. Durasi fase 3-24 hari. d. Fase

maturasi:

mencakup

re-epitelisasi,

konstraksi

luka

dan

reorganisasi jaringan ikat. Durasi fase 24-365 hari. Sedangkan menurut Smeltzer dan Bare (2007), penyembuhan dibagi dalam 3 (tiga) fase: 1) Inflamatori juga disebut faselag atau eksudatif Terbentuk bekuan darah, luka menjadi edema, debris dari jaringan yang rusak dan bekuan darah difagositosis. Waktu 1 – 4 hari. 2) Proliferatif juga disebut fasefibroblastik atau jaringan ikat Terbentuk kolagen, terbentuk jaringan granulasi dan kekuatan tegangan luka meningkat. Waktu 5 – 20 hari.

12

3) Maturasi

juga

disebut

fasediferensiasi,

resorptif,

remodelingatauplateuFibroblas meninggalkan luka, kekuatan tegangan luka meningkat, serat-serat kolagen disusun kembali dan dikuatkan untuk mengurangi ukuran jaringan parut. Waktu 21 hari

sampai

sebulan atau bahkan tahunan. 4. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Menurut Gitarja dan Hardian (2006), penyembuhan luka bedah melibatkan interaksi antara intrinsik dan ekstrinsik faktor, yaitu: a. Intrinsik Faktor yang mempengaruhi diantaranya usia, kondisi saat ini (penyakit, obat), status nutrisi, oksigenisasi dan perfusi jaringan. b. Ekstrinsik Persiapan fisik sebelum operasi, jenis pembedahan, teknik operasi merupakan faktor yang penting dalam penyembuhan luka akut operasi. Persiapan operasi seperti pencukuran dapat mempengaruhi resiko terjadinya infeksi pada luka operasi begitu juga lama rawat sebelum operasi. Pada intraoperatif, jenis operasi, lamanya operasi, teknik jahitan mempengaruhi resiko infeksi dan proses penyembuhan luka. Pada post operasi stress yang berhubungan dengan operasi dapat mempengaruhi

proses

penyembuhan

luka

seperti

oksigenisasi,

thermoregulasi, kondisi luka yang lembab, petugas kesehatan yang tidak bekerja sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik serta penggunaan sterilitas.

alat-alat

kesehatan

yang tidak memenuhi standar

13

5. Perawatan Luka Perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk merawat luka agar dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membran mukosa atau jaringan lain, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit. Serangkaian kegiatan itu meliputi pembersihan luka, memasang balutan, mengganti balutan, pengisian (packing) luka, memfiksasi balutan, tindakan pemberian rasa nyaman yang meliputi membersihkan kulit dan daerah drainase, irigasi, pembuangan drainase, pemasangan perban (Bryant, 2007). Perawatan luka dapat didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan pada luka bedah yang bergranulasi, sesuai kebijakan rumah sakit, yang terdiri atas membersihkan, mengompres luka dan membalut luka (Anonim, 2013).Perawatan luka dibagi menjadi dua, yaitu perawatan luka bersih dan perawatan luka kotor. a. Perawatan luka bersih Perawatan luka bersih dilakukan pada luka bedah yang bergranulasi, sesuai kebijakan rumah sakit, yang terdiri atas membersihkan, mengompres luka dan membalut luka. Tujuan dari perawatan luka bersih adalah menjaga luka dari trauma, mencegah kontaminasi

mikroorganisme,

mengkaji

penyembuhan

luka,

mempercepat penyembuhan luka, dengan teknik moist/lembab, dan mencegah perdarahan serta mengobsori drainase (Anonim, 2013).

14

Persiapan alat yang digunakan antara lain : Bak instrument steril yang berisi (Sarung tangan steril, pinset anatomis dua buah, pinset cirurgis satu buah, gunting luka, kassa steril, depfess, dan lidi kapas), korentang dan tempatnya, kom steril, normal saline, salep perangsang pertumbuhan jaringan sesuai resep dokter, gunting perban, plester, bengkok dua buah, alkohol 70% dan perlak pengalas (Anonim, 2013). Adapun prosedur pelaksanaan dari perawatan luka bersih adalah sebagai berikut : (Morison, 2007) 1) Fase orientasi a) Memberi salam/menyapa klien b) Memperkenalkan diri c) Menjelaskan tujuan tindakan d) Menanyakan kesiapan pasien 2) Fase kerja a) Mencuci tangan b) Mengatur posisi hingga luka terlihat jelas c) Memasang perlak dan pengalas d) Membuka peralatan e) Mendekatkan bengkok f) Membuka plester dengan alkohol g) Membuka balutan h) Membersihkan sekitar luka dan sisa plester

15

i) Memakai sarung tangan steril j) Menekan sekitar luka untuk mengetahui ada tidaknya pus k) Membersihkan luka dengan cairan NaCl/aquabidest steril, dengan memperhatikan prinsip steril. l) Mengeringkan luka dengan kassa steril m) Melakukan oles obat topikal terapi/dressing yang sesuai dengan kondisi luka. n) Menutup luka o) Melepas sarung tangan, dan p) Mencuci tangan 3) Fase terminasi a) Mengevaluasi tindakan b) Menyampaikan rencana tindak lanjut c) Berpamitan d) Dokumentasi

b. Perawatan luka kotor Perawatan luka kotor dilakukan pada luka bedah yang memerlukan debridemen atau jika balutan kotor akibat adanya rembesan, sesuai kebijakan rumah sakit.Perawatan luka kotor meliputi tindakan membersihkan, debridemen, mengompres, dan membalut luka (Anonim, 2013). Tujuan dari perawatan luka kotor antara lain : Menjaga luka dari trauma, mengkaji kondisi luka, mencegah kontaminasi mikro-

16

organisme, meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis pasien, mengkaji penyembuhan luka, mempercepat penyembuhan luka dengan teknik lembab (moist), mencegah perdarahan, dan mengabsorpsi drainase dan debris luka (Morison, 2007). Persiapan alat yang digunakan dalam perawatan luka kotor antara lain : Bak instrument steril yang berisi (sarung tangan steril, pinset anatomis dua buah, pinset cirurgis satu buah, gunting luka, kassa steril, depress, dan lidi kapas), korentang dan tempatnya, kom steril, normal saline, terapi toipical sesuai resep dokter, gunting perban, plester, bengkok dua buah, alkohol 70%, dan perlak pengalas (Anonim, 2013). Adapun prosedur pelaksanaannya dari pada perawatan luka kotor sebagai berikut : (Morison, 2007) 1) Fase orientasi a) Memberi salam/menyapa klien b) Memperkenalkan diri c) Menjelaskan tujuan tindakan d) Menjelaskan langkah prosedur e) Menanyakan kesiapan pasien 2) Fase kerja a) Mencuci tangan b) Mengatur posisi hingga luka terlihat jelas c) Memasang perlak dan pengalas d) Membuka peralatan

17

e) Mendekatkan bengkok f) Membuka plester dengan alkohol g) Membuka balutan h) Membersihkan sekitar luka dan sisa plester i) Memakai sarung tangan steril j) Menginspeksi luka k) Membersihkan luka dengan cairan NaCl/aquabidest steril, dengan memperhatikan prinsip steril. l) Mengeringkan luka dengan kassa steril m) Melakukan debridemen atau nekrotomi n) Membersihkan luka dengan cairan NaCl/aquabidest steril, dengan memperhatikan prinsip steril. o) Melakukan oles obat topikal terapi/dressing yang sesuai dengan kondisi luka. p) Menutup luka q) Melepas sarung tangan, dan r) Mencuci tangan 3) Fase terminasi a) Mengevaluasi tindakan b) Menyampaikan rencana tindak lanjut c) Berpamitan d) Dokumentasi

18

2.1.3 Perawat 1. Pengertian Perawat Berdasarkan Undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, perawat diartikan sebagai orang yang memiliki kemampuan dan kewenangan dalam melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan perawatan (Asmadi, 2008). Perawat adalah seseorang yang membantu individu yang sehat maupun sakit, dari lahir sampai meninggal agar dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari secara mandiri, dengan menggunakan kekuatan, kemauan, atau pengetahuan yang dimiliki seorang perawat (Henderson dalam Suparhutar, 2008) Menurut Internasional Council Nursingmengatakan perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di Negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, serta pelayanan terhadap pasien (Nursalam, 2008). 2. Peran utama perawat Peran utama perawat professional adalah memberikan asuhan keperawatan kepada manusia (sebagai objek utama kajian filsafat ilmu keperawatan: ontologism) yang meliputi (Nursalam, 2008) : a. Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan dan kebutuhan klien b. Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi masalah keperawatan, mulai dari pemeriksaan fisik, psikis dan spiritual

19

c. Memberikan asuhan keperawatan kepada klien (klien, keluarga, dan masyarakat) mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Pelayanan yang diberikan oleh perawat harus dapat mengatasi masalah-masalah fisik, psikis dan sosial spiritual pada klien dengan fokus utama merubah perilaku klien (pengetahuan, sikap dan ketrampilannya) dalam mengatasi masalah kesehatan sehingga klien dapat mandiri (Nursalam, 2008). 3. Standar Praktek Keperawatan Standar praktek keperawatan meliputi pengkajian, perumusan diagnosis keperawatan, intervensi dan evaluasi (Nursalam, 2008). a. Pengkajian Pengkajian pertama meliputi pengumpulan data tentang perilaku klien sebagai suatu sistem adaptif yang berhubungan dengan masing-masing model adaptasi: adaptasi, fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan ketergantungan. Oleh karena itu, pengkajian pertama diartikan sebagai pengkajian perilaku, yaitu pengkajian klien terhadap masing-masing model adaptasi secara sistematik dan holistik. Pelaksanaan pengkajian dan pencatatan pada empat model adaptif akan memberikan gambaran keadaan klien kepada tim kesehatan yang lain. b. Perumusan diagnosis keperawatan Diagnosis keperawatan adalah respons individu terhadap rangsangan yang timbul dari diri sendiri maupun dari luar. Sifat diagnosis keperawatan adalah berorientasi pada kebutuhan dasar

20

manusia, menggambarkan respons individu terhadap proses kondisi dan situasi sakit dan berubah bila respons individu juga berubah. c. Intervensi keperawatan Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah atau memanipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual.Pelaksanaannya juga ditujukan kepada kemampuan klien dalam menggunakan koping secara luas, supaya stimulasi secara keseluruhan dapat terjadi pada klien.Tujuan intervensi keperawatan adalah mencapai kondisi yang optimal dengan menggunakan koping yang konstruktif.Tujuan jangka panjang harus dapat menggambarkan penyelesaian masalah adaptif dan ketersediaan energi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.Tujuan jangka pendek mengidentifikasi harapan perilaku klien setelah manipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual. d. Evaluasi Penilaian terakhir proses keperawatan didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu.

2.1.4 Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Menurut Sunaryo (2004), pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensori khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, hal ini terjadi setelah

21

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu.

Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan indrawi.Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Meliono, 2007). 2. Tingkatan Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu : a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengigat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut dengan benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, mengimplementasikan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi atau sesuatu yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

22

d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam satu bentuk keseluruhan

yang baru, atau dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini

didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan

sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan (Sukanto, 2007) yaitu : a. Tingkat pendidikan, pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal baru tersebut. b.Informasi, seseorang mempunyai sumber informasi lebih

akan

mempunyai pengetahuan lebih luas. Informasi diartikan sebagai suatu

23

teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Sedangkan informasi sendiri mencakup data, teks, image, suara, kode, program komputer, databaseyang diteruskan melalui komunikasi. Seseorang dengan sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. c. Budaya, tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan. d. Pengalaman, sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal. e. Sosial ekonomi, tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi akan menambah tingkat pengetahuan. Adapun

pengukuran

pengetahuan

dapat

dilakukan

dengan

wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan domain di atas (Notoatmodjo, 2010).

2.1.5 Sikap 1. Pengertian Sikap Sikap merupakan reaksi pada individu terhadap stimulus yang berkaitan dengan kesediaan individu dalam melakukan sesuatu yang baik

24

maupun tidak baik, senang maupun tidak senang (Notoatmodjo, 2010).Sikap menurut Budiman dan Riyanto (2013) yaitu mencerminkan gagasan individu untuk mengemukakan pendapat, bertindak secara terus menerus.Dapat disimpulkan sikap atau attitude merupakan respon individu terhadap stimulus dalam berpendapat, melakukan suatu hal secara berkelanjutan.Adapun 3 komponen sikap yaitu kepercayaan ide dan konsep terhadap obyek, kehidupan emosional/evaluasi suatu obyek, dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen tersebut sebagai penentu pembentukan sikap yang seutuhnya. Sikap dapat bersifat positif maupun negatif.Sikap bersifat positif ditandai dengan bertindak seperti mendekati, menyukai, dan mengharapkan obyek tertentu, sedangan sikap bersifat negatif ditandai dengan menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai obyek tertentu. 2. Tingkat sikap Tingkat sikap menurut Notoatmodjo (2010) antara lain : menerima (receiving) merupakan mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan misalnya bersedia dan peduli terhadap penyuluhan tentang diit diabetes melitus, menanggapi (reponding) diartikan memberikan jawaban apabila diberikan pertanyaan dan menyelesaikan tugas yang diberikan misalnya melakukan diit diabetes melitus sesuai yang direkomendasikan oleh pelayan kesehatan, menghargai(valuing) yaitu memberikan penghargaan positif dari subyek kepada suatu obyek, selain itu mempengaruhi orang lain untuk merespon misalnya seorang penderita diabetes melitus

25

mengajak orang lain untuk membahas terkait diit yang dianjurkan bagi penderita diabetes melitus,

dan tanggung jawab (responsible)artinya

individu yang sudah melakukan sesuatu sesuai yang dipercayai sehinga bersedia menanggung akibat segala sesuatu yang telah diambil misalnya penderita diabetes melitus melaksanakan diit yan diperbolehkan meskipun menghindari dan membatasi makanan dan minuman yang mereka sukai. 3. Faktor yang mempengaruh sikap Faktor yang mempengaruhi sikap menurut Azwar (2007) antara lain pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap, pengaruh kebudayaan yang kental di masyarakat, media masa atau sumber informasi, lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta pengaruh faktor emosional. 4. Cara mengukur sikap Cara pengukuran sikap dapat dilakukan dengan langsung maupun tidak langsung.Secara langsung dapat dinyatakan menurut argumen dan pernyataan yang diungkapkan responden terkait suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan memberikan pernyataan-pernyataan hipotesis setelah itu responden menyatakan argumen dengan menjawab setuju maupun tidak setuju (Budiman dan Riyanto, 2013)

2.1.6 Tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overtbehaviour). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara

26

lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya suami atau istri, orang tua atau mertua sangat penting untuk mendukung praktik (Notoatmodjo, 2010). Tingkatan-tingkatan tindakan menurut Notoatmodjo (2010), antara lain : 1. Persepsi (Perception). Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama. 2. Respon Terpimpin (GuidedRespons) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua. 3. Mekanisme (Mecanism) Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. 4. Adaptasi (Adaptation) Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.

27

2.1.7

Perilaku

1. Pengertian Perilaku Perilaku dari sudut biologi adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004). Robert Kwick dalam Sarwono (2009) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organismyang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. 2. Pengertian Perilaku Dalam berperilaku seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (Sunaryo, 2004): a. Faktor genetik atau endogen, merupakan konsepsi dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan perilaku. Faktor genetik berasal dari dalam diri individu , antara lain : 1) Jenis ras, setiap ras mempunyai pengaruh terhadap perilaku yang spesifik, saling berbeda satu sama yang lainnya. 2) Jenis kelamin, perilaku pria atas dasar pertimbangan rasional atau akal sedangkan pada wanita atas dasar emosional. 3) Sifat fisik, perilaku individu akan berbeda-beda sesuai dengan sifat fisiknya. 4) Sifat kepribadian, merupakan manifestasi dari kepribadian yang dimiliki sebagai perpaduan dari faktor genetik dengan lingkungan.

28

5) Bakat pembawaan, merupakan interaksi antara faktor genetik dengan lingkungan serta tergantung adanya kesempatan untuk pengembangan. 6) Intelegensi,

merupakan

kemampuan

untuk

berpikir

dalam

mempengaruhi perilaku. b. Faktor dari luar individu atau faktor eksogen, faktor ini juga berpengaruh dalam terbentuknya perilaku individu antara lain: 1) Faktor lingkungan, merupakan lahan untuk perkembangan perilaku. 2) Pendidikan, proses dan kegiatan pendidikan pada dasarnya melibatkan perilaku individu maupun kelompok. 3) Agama, merupakan keyakinan hidup yang masuk ke dalam kontruksi kepribadian seseorang yang berpengaruh dalam perilaku individu. 4) Sosial ekonomi, salah satu yang berpengaruh terhadap perilaku adalah lingkungan sosial ekonomi yang merupakan sarana untuk terpenuhinya fasilitas. 5) Kebudayaan, hasil dari kebudayaan yaitu kesenian, adat istiadat atau peradaban manusia mempunyai peranan pada terbentuknya perilaku. Perilaku merupakan seperangkat perbuatan/tindakan seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang diyakini. Perilaku manusia pada dasarnya terdiri atas komponen pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan

29

keterampilan (psikomotor). Dalam konteks ini, setiap perbuatan seseorang dalam merespon sesuatu pastilah terkonseptualisasi dari ketiga ranah ini. Perbuatan seseorang atau respon seseorang didasari oleh seberapa jauh pengetahuannya terhadap rangsang tersebut, bagaimana perasaan dan penerimaannya, dan seberapa besar keterampilannya dalam melaksanakan atau melakukan perbuatan yang diharapkan (Mubarak, 2011). Menurut Wawan dan Dewi (2010), sebagian

besar

perilaku

manusia dalah operating respon. Untuk mementuk jenis respon atau perilaku perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yuang disebut operating

conditioning.

Prosedur

pembentukan

perilaku

dalam

operatingconditioning ini menurut Skinner adalah sebagai berikut : b. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk. c. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponenkomponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud. Dengan menggunakan secara unit komponen-komponen itu sebagai tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi

reinforcer

atau

hadiah

untuk

masing-masing

komponen tersebut. d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun. Apabila komponen pertama telah

30

dilakukan maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini terbentuk dilakukan komponen (perilaku) yang kedua, diberi hadiah (komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi), demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu selanjutnya dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk (Wawan dan Dewi, 2010).

2.1.8

Pengalaman Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), pengalaman

diartikan sesuatu yang pernah (dijalani, dirasai, ditanggung). Pengalaman kata dasarnya ”alami” yang artinya mengalami, melakoni, menempuh, menemui, mengarungi,

menghadapi,

menyeberangi,

menanggung,

mendapat,

menyelami, mengenyam, menikmati, dan merasakan (Endarmoko, 2006). Menurut Notoatmodjo (2010), pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan dan merupakan suatu cara memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman ialah apa yang didapat mengenai keahlian pekerjaan di bidang tertentu atau masa kerja, lama seseorang bekerja pada bidang tertentu berkaitan dengan usia. Sebab dengan masa kerja yang panjang secara tidak sadar seseorang akan belajar bidang yang telah ditekuni. Menurut Martoyo (2009), berpendapat bahwa mereka yang berusia lebih tua umumnya bertanggungjawab, disiplin, tertib, berhati-hati, bermoral .

31

Dapat dikatakan bahwa seorang yang pada mulanya belum mempunyai pengalaman kerja, kemudian secara berangsur-angsur akan mempunyai pengalaman kerja sesuai dengan berjalannya waktu dan apa yang telah dikerjakan. Suatu perusahaan akan cenderung memilih tenaga kerja yang berpengalaman daripada yang tidak berpengalaman. Hal ini disebabkan mereka yang berpengalaman lebih berkualitas dalam melaksanakan pekerjaan, sekaligus tanggung jawab yang diberikan perusahaan dapat dikerjakan

sesuai

dengan

ketentuan

atau

permintaan

perusahaan

(Notoatmodjo, 2010). 2.2. Keaslian Penelitian Tabel 2.1. Keaslian Penelitian No Nama Peneliti 1 Wijayanti, dkk (2013)

2

Pamuji, dkk (2013)

Judul Hubungan Motivasi dengan Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam Melaksanakan Perawatan Luka Post Operasi Sesuai dengan SOP Di RSUD Batang. Hubungan pengetahuan perawat tentang standar SPO dengan kepatuhan perawat terhadap pelaksanaan SPO profesi pelayanan keperawatan di instalasi bedah RSUD Purbalingga.

Metode Jenis penelitian deskriptik analitik dengan rancangan cross sectional. Alat analisis yang digunakan ChiSquare

Hasil Ada hubungan motivasi dengan kepatuhan perawat pelaksana dalam melaksanakan perawatan luka post operasi sesuai dengan SOP di RSUD Batang.

Jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Alat analisis yang digunakan dengan deskriptif kuantitatif dengan satuan persen-tase (%) dan analisis chi-square.

Ada hubungan antara pengetahuan SPO dengan kepatuhan pelaksanaan SPO yang bersifat positip yaitu tingkat pengetahuan perawat yang tinggi diikuti dengan tingkat kepatuhan yang tinggi pula.

32

2.3 Kerangka Teori Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan : 1. Tingkat Pendidikan 2. Informasi 3. Budaya 4. Pengalaman 5. Sosial Ekonomi Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku : 1. Internal a. Jenis ras b. Jenis kelamin c. Sifat fisik d. Sifat kepribadian e. Bakat pembawaan f. Intelegensi 2. Eksternal a. Faktor lingkungan b. Pendidikan c. Agama d. Sosial ekonomi e. Kebudayaan

- Pengetahuan - Sikap - Tindakan

Perilaku

Pengalaman Perawat

SOP Perawatan Luka

Gambar 2.1. Kerangka Teori Sumber: Notoatmodjo (2010), Nursalam (2008), dan Sunaryo (2004).

2.4. Fokus Penelitian

Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan SPO Perawatan Luka

Pengalaman

Pelaksanaan SPO Perawatan Luka

Cara untuk Mengatasi Hambatanhambatan

Gambar 2.2. Fokus Penelitian

33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi (Moleong, 2011). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lainnya secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2011). Tujuan rancangan penelitian fenomenologi adalah menggali pengalaman hidup seseorang (Streubert & Carpenter, 2003). Pada tahap ini peneliti membuat narasi yang mendalam serta luas tentang fenomena perawat dalam memberikan perawatan luka dan tujuannya adalah mengkomunikasikan makna dan arti dari pengalaman perawat dalam penanganan perawat dalam memberikan perawatan luka menurut SPO.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakandi Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 23 - 26 Februari 2015

dan

pada

tanggal

4

33

-

5

Mei

2015.

3.3 Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti (Setiadi, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bekerja di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso sebanyak 10 orang.

2. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006).Sampel atau informan dalam penelitian ini diambil sebanyak 1-10 orang hingga tercapai saturasi (Afiyani, 2013).Jumlah partisipan pada penilitian ini sebanyak 5 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan dan kriteria tertentu, sehingga data yang diperoleh lebih representatif dengan melakukan proses penelitian yang kompeten dibidangnya (Sugiyono, 2010). Kriteria inklusi : a. Berpendidikan minimal D-III b. Tidak sedang dalam kondisi cuti c. Pengalaman kerja minimal 1 tahun

35

3.4 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data 3.4.1 Instrumen Pada penelitian ini digunakan dua macam instrumen yaitu instrumen inti dan instrumen penunjang, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Instrumen Inti Peneliti merupakan instrumen kunci pada penelitian ini. Peneliti sebagai instrumen inti berusaha untuk meningkatkan kemampuan diri dalam melakukan wawancara mendalam. Usaha yang dilakukan berlatih wawancara terlebih dahulu sebelum pengambilan data kepada partisipan. Pada saat latihan wawancara peneliti berusaha responsive dan luwes dalam berkomunikasi. Keterampilan wawancara kemudian terus diperbaiki seiring dengan seringnya melakukan wawancara pada partisipan berikutnya. 2. Instrumen Penunjang Alat bantu dalam pengumpulan data yang digunakan yaitu pedoman wawancara, lembar alat pengumpul data demografi (meliputi inisial, umur, jenis kelamin dan pendidikan), lembar observasi, catatan lapangan berupa alat tulis (buku dan bolpoin), serta smartphone yang dilengkapi program voicerecorder, dengan memorycard berkapasitas 2 gigabite yang mampu merekam kurang lebih 2 jam yang bertujuan untuk mempermudah peneliti membuat transkrip wawancara dan kamera.

3.4.2 ProsedurPengumpulan Data

36

Peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam (in depth interview) dengan jenis pertanyaan tidak berstruktur terhadap partisipan untuk menggali pengalaman perawat dalam melaksanakan Stándar Prosedur Operasional (SPO) perawatan luka appendictomy di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Adapun proses pengumpulan data terdiri dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap terminasi. 1. Fase Persiapan Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menyelesaikan ujian proposal dan diperbolehkan melakukan pengambilan data di lapangan. Peneliti mengurus surat ijin pengambilan data yang dikeluarkan oleh Program Studi S1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta kepada KESBANGPOL, Bappeda, Dinkes dan Direktur RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri selanjutnya setelah mendapatkan ijin melakukan studi pendahuluan surat tembusan dari KESBANGPOL surat diserahkan kepada kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Wonogiri supaya mendapatkan perijinan, setelah mendapatkan perijinan dari BAPPEDA tahap selanjutnya surat tembusan dari BAPPEDA diserahkan kepada Direktur RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri setelah mendapatkan persetujuan dari Direktur RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso tembusan tersebut diberikan kepada kepala Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso supaya dapat mengambil data tentang perawat. Partisipan yang memenuhi kriteria inklusi kemudian

37

diberikan penjelasan dan memberikan inform consent untuk menjadi responden penelitian terkait. 2. Fase Pelaksanaan (Kerja) Pada tahap pelaksanaan ini terdiri dari : a.Wawancara mendalam Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif adalah berupa manusia yang dalam posisi sebagai narasumber atau informan. Informasi dari sumber data ini dikumpulkan dengan teknik wawancara, dalam penelitian kualitatif khususnya dilakukan dalam

bentuk

depthinterviewing)

yang yaitu

disebut

wawancara

wawancara

yang

mendalam dilakukan

(inuntuk

menemukan permasalahan secara lebih terbuka di mana informan yang diwawancarai diminta pendapat dan ide-idenya, peneliti mencatat apa yang dikemukakan oleh informan (Sigoyono, 2010). Dalam wawancara penulis menggunakan waktu 30-45 menit. Pedoman wawancara yang digunakan Peneliti sebagai berikut : 1. Apa yang anda ketahui tentang SPO perawatan luka? 2. Apa tujuan dari pelaksanaan SPO perawatan luka di lapangan? 3. Bagaimana cara anda agar tujuan SPO perawatan luka tercapai? 4. Apa yang mendorong anda melaksanakan SPO perawatan luka? 5. Apa dampak bagi pasien apabila tidak dilaksanakan perawatan luka sesuai dengan SPO perawatan luka?

38

6. Apa hambatan dalam melaksanakan perawatan luka, kenapa tidak sesuai dengan SPO perawatan luka? 7. Bagaimana cara mengatasi hambatan dari perawatan luka yang tidak sesuai dengan SPO perawatan luka? b. Observasi Di dalam melakukan observasi, penulis bertemu langsung dengan

partisipan

menanyakan

kesediaannya

untuk

menjadi

partisipan dalam penelitian yang Peneliti lakukan. Setelah setuju kemudian Peneliti membawa lembar observasi dan mengamati apa yang dilakukan perawat dalam perawatan luka appendictomy. c. Dokumentasi Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan mempelajari catatan-catatan mengenai suatu data. Dokumen tertulis merupakan sumber data yang memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif(Supomo, 2006). Sumber data dan dokumen pada penelitian ini diperoleh dari buku dan jurnal yang membahas pengalaman perawat dalam dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO) perawatan luka appendictomy di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Data dari sumber tersebut kemudian dianalisis sehingga dapat memperkuat hasil penelitian peneliti.

39

3. Fase terminasi Tahap terakhir dalam pengumpulan data dilakukan terminasi dengan melakukan validasi terhadap data yang ditemukan kepada partisipan. Setelah semua data divalidasi dan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh partisipan, maka dilakukan terminasi dan ucapan terima kasih karena telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini dan menyampaikan bahwa proses penelitian telah selesai.

3.5 Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi deskriptif dengan metode Colaizzi (Polit dan Beck, 2006).Peneliti memilih metode Colaizi karena metode ini memberikan langkah-langkah yang sederhana, jelas dan rinci. Teknik ini sangat efektif digunakan, karena dengan metode ini fenomena-fenomena dapat terungkap dengan jelas sesuai dengan makna-makna yang didapat, adapun langkah-langkah analisa data adalah sebagai berikut : 1.

Peneliti menggambarkan fenomena dari pengalaman hidup partisipan yang diteliti.

2.

Peneliti mengumpulkan gambaran fenomena partisipan

3.

Peneliti membaca semua protokol atau transkrip untuk mendapatkan perasaan

yang sesuai

dari partisipan. Kemudian mengidentifikasi

pernyataan partisipan yang relevan. Serta membaca transkrip secara berulang-ulang hingga ditemukan kata kunci dari pernyataan-pernyataan.

40

4.

Kemudian peneliti mencari makna dan dirumuskan ke dalam tema. a. Merujuk kelompok tema ke dalam transkrip dan protokol asli untuk memvalidasi. b. Memperhatikan perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain dan mengindari perbedaan diantara kelompok tema tersebut.

5. Peneliti mengintegrasikan hasil ke dalam deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti. 6. Merumuskan deskriptif lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai pernyataan tegas dan diidentifikasi kembali. 7. Kembali kepada partisipan untuk langkah validasi akhir/verifikasi tematema segera setelah proses verbatim dilakukan dan peneliti tidak mendapatkan data tambahan baru selama verifikasi.

3.6 Etika Penelitian Menurut Hidayat (2007), masalah etika dalam keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan akan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi penelitian harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian.Prinsip etika dalam penelitian ini meliputi: 1. Informed Consent (lembar persetujuan menjadi responden) Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent ini diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberi lembar persetujuan untuk

41

menjadi responden. Hal ini bertujuan agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui dampak yang ditimbulkan.. 2. Anonimity (tanpa nama) Identitas responden tidak perlu dicantumkan pada lembar pengumpulan data, cukup menggunakan kode pada masing-masing lembar pengumpulan data. 3. Confidentialty (kerahasiaan) Kerahasian informasi dari responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian

42

BAB IV HASIL PENELITIAN

Pada bab ini menguraikan hasil penelitian tentang pengalaman perawat dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO) perawatan luka appendictomy di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Kemudian dibahas berdasarkan literatur.Hasil penelitian diuraikan menjadi 3 (tiga) bagian.Bagian pertama menjelaskan tentang gambaran lokasi penelitian.Kedua menjelaskan tentang karakteristik partisipan yang terlibat secara langsung dalam penelitian dengan singkat dan bagian ketiga menguraikan hasil tematik tentang pengalaman partisipan.

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri adalah rumah sakit milik pemerintah Kabupaten Wonogiri, yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani No 40 Wonogiri dengan luas 45,330 m². RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri berdiri sejak tahun 1956 dengan status rumah sakit tipe D. Tahun 1996 statusnya berubah menjadi tipe B Non Pendidikan atas dasar Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No : 544/Menkes/SK/VI/1996, tanggal 5 Juli 1996.

42

43

Fungsi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri adalah memberikan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis, pelayanan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pelayanan administrasi umum dan keuangan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor: 2 Tahun 2001, susunan organisasi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri terdiri dari kepala, sekretariat, bidang pelayanan medik, bidang penunjang medik, bidang bina program, bidang keuangan dan beberapa instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit, instalasi pemulasaraan jenazah.

RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri mempunyai falsafah : “Terciptanya kepuasan penggunaan RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri merupakan kebahagiaan kami”. Moto RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri yaitu “Melayani dengan Hati” sedangkan Visinya adalah “Rumah Sakit unggulan yang diminati masyarakat”. Adapun misi yang dimiliki RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri antara lain :

1. Meningkatkan dan mengembangkan kompetensi sumber daya manusia yang sesuai dengan standar kompetensi unggulan, 2. Meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan sesuai dengan standart mutu pelayanan dan tuntutan kebutuhan masyarakat. 3. Memberikan pelayanan yang bermutu, efisien, efektif, adil dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat,

44

4. Mengelola keuangan secara rasional dan proporsional dalam rangka efektivitas dan efisiensi dengan penerapan sistem akuntabilitas publik yang bisa dipertanggungjawabkan secara profesional. Pelayanan pasien di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri terbagi menjadi 2 pelayanan yaitu pelayanan pasien rawat jalan dan pelayanan rawat inap. Jumlah tempat tidur yang ada di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri terdiri dari 252 tempat tidur yang terdistribusi dalam 5 kelas perawatan. RuangMawar yang ada di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri terdiri 10 perawat dengan kapasitas pasien 25 orang, dimana pasien yang dirawat di Ruang Mawar merupakan pasien bedah.

Distribusi tempat tidur dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.1. Nama Kelas Perawatan dan Jumlah Tempat Tidur di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri Kelas Perawatan

Jumlah Tempat Tidur

Paviliun

28

VIP

17

Kelas I

72

Kelas II

73

Kelas III

62

Jumlah

252

Sumber: RSUD dr. Soediran M.S Wonogiri, 2015.

45

4.2 Gambaran Karakteristik Partisipan

Penelitian ini dilakukan terhadap 5 perawat di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri, dengan kriteria : 4.2.1 Partisipan 1 (P01) Ny. P usia 39 tahun, pendidikan terakhir D3 Keperawatan dan pengalaman kerja selama 15 tahun. Partisipan pernah bekerja di RS Swasta yang ada di Jakarta selama 6 tahun.Ny. P menceritakan bahwa masuk kerja pertama kali di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri tahun 2007 sebelum di Ruang Mawar, beliau bekerja pertama kali di Ruang Wijaya Kusuma 2 tahun kemudian rotasi ke Ruang Kenangan selama 3 tahun yang terakhir di Ruang Mawar pada tahun 2003 sampai sekarang. Wawancara pertama dilakukan pada tanggal 23 Februari jam 19.00-19.30 WIB di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso. Jarak partisipan dengan peneliti 1 meter.Posisi partisipan dan penulis saling berhadapan.Sikap partisipan santai dan menatap wajah Peneliti. Di dalam ruangan terdapat jam dinding, kipas dan komputer serta rak status pasien. 4.2.2 Partisipan 2 (P02) Sdr. P usia 30 tahun, pendidikan terakhir D3 Keperawatan dan pengalaman kerja selama 5 tahun. Partisipan pernah bekerja di salah satu Puskesmas di Sukoharjo karena partisipan memang beralamatkan perbatasan Sukoharjo dan Wonogiri.Partisipan mengaku jauh dari RSUD Sukoharjo. Kemudian partisipan mengikuti CPNS di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2010

46

dan ditempatkan di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Partisipan semenjak orientasi sampai sekarang bekerja di Ruang Mawar. Wawancara pertama dilakukan pada tanggal 24 Februari jam 18.30-19.00 WIB. Wawancara dilakukan di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso. Jarak partisipan dengan peneliti 1 meter.Posisi partisipan dan peneliti saling berhadapan di meja ruang perawat.Sikap partisipan sangat ramah dan menghormati setiap pertanyaan dari peneliti pada saat itu. Di dalam ruangan terdapat jam dinding, kipas angin dan komputer serta rak status pasien. 4.2.3 Partisipan 3 (P03) Ny. Y usia 35 tahun, pendidikan terakhir D3 Keperawatan. Partisipan setelah lulus langsung mendaftar pegawai di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri pada tahun 2007, sebelum di Ruang Mawar beliau bekerja pertama kali di Ruang Anyelir selama 2 tahun kemudian rotasi ke ruang Dahlia selama 4 tahun yang terakhir di Ruang Mawar pada tahun 2013 sampai sekarang. Hingga saat ini partisipan mengaku belum menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) namun bila ada tes perekrutan PNS partisipan akan mengikuti CPNS. Wawancara pertama dilakukan pada tanggal 26 Februari jam 19.00-19.45 WIB. Wawancara dilakukan di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso. Jarak partisipan dengan peneliti 1 meter.Posisi partisipan dan peneliti saling berhadapan di meja ruang perawat dan partisipan menjawab sambil memperhatikan pertanyaan peneliti.Sikap partisipan santai, ramah dan menatap

47

wajah Peneliti. Di dalam ruangan terdapat jam dinding, kipas angin dan komputer serta rak status pasien. 4.2.4 Partisipan 4 (P04) Tn. I usia 37 tahun, pendidikan terakhir D3 Keperawatan dan pengalaman kerja selama 14 tahun di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Partisipan setelah lulus dari D3 Keperawatan langsung mendaftar pegawai di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri setelah beberapa bulan bekerja di sana partisipan mengikuti Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan kebetulan di tempatkan di RSUD, hingga saat ini sudah bekerja selama 14 tahun di RSUD. Partisipan juga mengatakan bahwa saat ini sedang melanjutkan pendidikan Sarjana Keperawatan (S-1) di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Surakarta. Tn I menceritakan bahwa masuk kerja pertamakali di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri tahun 2001 sebelum di Ruang Mawar, beliau bekerja pertama kali di Ruang Anyelir selama 3 tahun kemudian rotasi ke Ruang Anggrek selama 5 tahun yang terakhir di Ruang Mawar pada tahun 2010 sampai sekarang. Wawancara pertama dilakukan pada tanggal 5 Juni jam 19.00-19.45 WIB. Wawancara dilakukan di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso. Jarak partisipan dengan peneliti 1 meter.Posisi partisipan dan peneliti saling berhadapan di meja ruang perawat dan partisipan menjawab sambil memperhatikan pertanyaan peneliti.Sikap partisipan santai, ramah dan menatap wajah Peneliti. Di dalam ruangan terdapat jam dinding, kipas angin dan komputer serta rak status pasien.

48

4.2.5 Partisipan 5 (P05) Tn. M usia 42 tahun, pendidikan terakhir D3 Keperawatan dan pengalaman kerja selama 17 tahun di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Partisipan pernah bekerja di Puskesmas menjadi pegawai honor 1 tahun dan menjadi pegawai tetapkurang lebih 10 tahun. Kemudian mengikuti CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) setelah itu beliau diterima Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ditetapkan di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Partisipan bekerja sejak tahun 1998 sebelum di Ruang Mawar, beliau bekerja pertama kali di Ruang Dahlia 3 tahun rotasi ke Ruang Anyelir selama 5 tahun, kemudian ke Ruang Teratai selama 7 tahun dan yang terakhir di Ruang Mawar pada tahun 2013 sampai sekarang. Wawancara pertama dilakukan pada tanggal 6 Juni jam 18.30-19.00 WIB. Wawancara dilakukan di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso. Jarak partisipan dengan peneliti 1 meter.Posisi partisipan dan peneliti saling berhadapan di meja ruang perawat dan partisipan menjawab sambil memperhatikan pertanyaan peneliti.Sikap partisipan santai tapi serius menjawab pertanyaan yang diberikan peneliti. Di dalam ruangan terdapat jam dinding, kipas angin dan komputer serta rak status pasien.

49

4.3 Hasil Penelitian

Dalam hasil penelitian ini dijelaskan mengenai kategori yang kemudian akan dijelaskan tentang tema-tema yang telah didapatkan dan terindentifikasi dari hasil wawancara dan observasi.

4.3.1 Menganalisa pengalaman perawat dalam pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional) perawatan luka appendictomy 4.3.1.1 Pengertian SPO Hasil penelitian pada partisipan dari pertanyaan tentang menganalisa pengalaman perawat dalam pelaksanaan

SPO

(Standar

Prosedur Operasional) perawatan luka appendictomy didapatkan tema Pengertian SPO dengan 2 kategori : 1). Aturan, 2). Standar. Kategori yang telah didapatkan adalah pernyataan dari partisipan pada saat menjawab pertanyaan dari partisipan. Berikut adalah ungkapan dari partisipan.

1.

Aturan Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan 1, 2, dan 4 tentang pengertian dari SPO. Pernyataan partisipan tersebut merupakan salah satu kenyataan yang dapat dilihat oleh peneliti saat melakukan penelitian partisipan.

50

Hal ini didukung oleh pernyataan partisipan sebagai berikut : ”.. Ya ... sebuah aturan yang dibuat untuk melaksanakan suatu tindakan dalam hal ini merawat luka pasien (P01). ”... Emm ... SPO itu kan Standar Prosedur Operasional berarti sebuah aturan yang digunakan untuk mengatur sesuatu, ya. Mbak (P02).” ”... SPO, Standar Prosedur Operasional. Standar berarti aturan ya, ... Bu...” (P04). 2.

Standar Kategori ini ditemukan dari partisipan ke 3 dan ke 5 yang mengartikan

bahwa

SPO

adalah

sebuah

standar.

Partisipan

menyatakan ini dengan menjawab pertanyaan dari partisipan. Berikut ini pernyataan partisipan : ”...SPO. Standar Prosedur Operasional, standar berarti sebuah aturan yang dibuat untuk melaksanakan suatu tindakan..” (P3). ”... Sebuah standar atau aturan yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan dalam hal ini merawat luka pasien...” (P05) 4.3.1.2 Tujuan SPO Hasil penelitian pada partisipan dari pertanyaan tentang menganalisa pengalaman

perawat

dalam

pelaksanaan

SPO

(Standar

ProsedurOperasional) perawatan luka appendictomy didapatkan tema Tujuan SPO dengan 2 kategori : 1). Pencegahan infeksi, 2).Penyembuhan luka.Kategori yang telah didapatkan adalah pernyataan dari partisipan pada saat menjawab pertanyaan dari partisipan. Berikut adalah ungkapan dari partisipan.

51

1. Pencegahan Infeksi Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan 1, 3, dan 4 tentang pencegahan infeksi. Pernyataan partisipan tersebut merupakan salah satu kenyataan yang dapat dilihat oleh peneliti saat melakukan penelitian partisipan. Hal in di dukung oleh pernyataan partisipan sebagai berikut : ”....Jika melakukan sesuai dengan SPO harapannya bisa mencegah teradinya infeksi...” (P01). ”... Sebenarnya tujuan sama yaitu mencegah terjadinya infeksi dan membantu penyembuhan luka...”. (P03) ”... Kalau menurut saya tujuan tindakan dari SPO adalah mencegah terjadinya infeksi...”. (P04)

2. Penyembuhan Luka Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang tujuan SPO perawatan luka yaitu membantu penyembuhan luka. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan 2 dan 5 yang mengatakan bahwa tujuan SPO perawatan luka adalah untuk membantu penyembuhan luka. Berikut ini adalah ungkapan partisipan: ”....Tujuannya mungkin sama penyembuhan luka...” (P02).

yang

pasti

untuk

membantu

”.... Tujuannya untuk membantu proses penyembuhan luka...”. (P05)

52

4.3.1.3 Prinsip Perawatan Luka Hasil penelitian ini didapat faktor pendukung dalam perawatan luka dan

dari partisipan yang menjawab pertanyaan tentang menganalisa

pengalaman perawat dalam pelaksanaan

SPO

(Standar Prosedur

Operasional) perawatan luka appendictomy didapatkan tema prinsip perawatan luka dengan

kategori : Prinsip steril. Kategori yang telah

didapatkan adalah pernyataan dari partisipan pada saat menjawab pertanyaan dari partisipan. Berikut adalah ungkapan dari partisipan. 1. Prinsip Steril Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang prinsip perawatan luka sesuai dengan SPO perawatan luka. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan 1,2, 3, 4 dan 5 yang mengatakan bahwa prinsip perawatan luka sesuai SPO perawatan luka adalah prinsip steril. Berikut ini adalah ungkapan partisipan: ”....Selama kita melaksanakan prinsip steril tujuan pelaksanaan SPO perawatan luka tercapai...” (P01). ”....Prinsip saya kalau medikasi, saya berusaha melakukan sesuai teori berarti alat saya usahakan selalu steril...” (P02). ”... Diruangan ini diusahakan selalu menggunakan prinsip steril dalam pelaksanaan perawatan luka...”. (P03) ”... Selama kita melaksanakan prinsip steril tujuan pelaksanaan SPO perawatan luka tercapai...”. (P04)

53

”... Kami di sini berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan perawatan luka dengan prinsip steril, ...”. (P05) 4.3.2 Mengetahui faktor pendukung dalam pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional) di lapangan

4.3.2.1 Pelaksanaan Tindakan

Hasil penelitian partisipan dari pertanyaan tentang mengetahui faktor pendukung dalam pelaksanaan

SPO

(Standar Prosedur

Operasional) di lapangan adalah ditemukan tema Pelaksanaan tindakan dengan 2 kategori : 1). Tindakan Perawatan luka dan 2). Pelasanaan SPO. Kategori yang telah didapatkan adalah pernyataan dari partisipan pada saat menjawab pertanyaan dari partisipan. Berikut adalah ungkapan dari partisipan.

1. Tindakan Perawatan luka Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang tindakan perawatan luka. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan 1,2, dan 3. Berikut ini adalah ungkapan partisipan: ”...Kalau SPO itu jarang di praktikkan di sini, yang penting dilakukan tindakannya...” (P1) ”... Ya ... di bangsal sini SPOperawatan luka pelaksanaannya jarang dilakukan. he he ... (sambil tertawa malu-malu)...” (P02). ”...Perawatan luka jarangdipraktekkan sesuai dengan teori yang penting tindakanne, Bu. Sambil tersenyum...” (P03).

54

2

Alasan Pelaksanaan SPO

Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang alasan pelaksanaan SPO. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan 4 dan 5. Berikut ini adalah kalimat atau pernyataan dari partisipan : ”... Kalau SPO perawatan luka pada intinya melihat situasi dan kondisi aja, kalau segala sesuatu harus sesuai dengan teori pekerjaan tidak akan pernah selesai dan tidak dapat memenuhi kebutuhan pasien lainnya...” (P04). ”... Kami di sini melakukan SPO perawatan luka diusahakan sesuai dengan teori tapi biasanya kami bisa melakukan sesuai dengan teori jika perawatan luka operasinya sedikit...” (P05).

4.3.3 Mengetahui faktor penghambat dalam pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional)

4.3.3.1 Hambatan Teknik Hasil penelitian ini didapat dari partisipan yang menjawab pertanyaan

peneliti dari tema hambatan teknik ditemukan kategori

sebagai berikut Infeksi nosokomial. Kategori yang telah didapatkan adalah pernyataan dari partisipan pada saat menjawab pertanyaan dari Peneliti. 1. Infeksi Nosokomial

55

Hasil penelitian ini didapatkan partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang dampak apabila tidak dilaksanakan perawatan luka sesuai dengan SPO. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan 1,2,3,4 dan 5 yang mengatakan bahwa infeksi nosokomial lebih tinggi jika tidak dilaksanakan perawatan luka sesuai dengan SPO. Berikut ini adalah ungkapan partisipan:

”....Resiko terjadinya infeksi nosokomial lebih tinggi misalnya ada tanda-tanda peradangan (kemerahan atau ada pus yang keluar walaupun cuma sedikit) hal ini disebabkan alat yang dipakai bergantian sehingga resiko penularan kuman tinggi...” (P01). ”... Memang di sini resiko terjadinya infeksi nosokomial agak tinggi, mbak ...”. (P02). ”Hem .... ya memang di Ruang Mawar sini resiko terjadinya infeksi nosokomial tinggi. Kalau saya pribadi memahami hal ini karena faktor lingkungan. Ibu sendiri tahukan lokasi ruangannya, pasien berdekatan cuma dibatasi tirai....” (P03) ”... biasanya ada tanda-tanda terjadinya infeksi nosokomial misalnya sekitar luka ada kemerahan...”. (P04) ”... Kami menyadari bahwa jika kita dalam perawatan luka tidak sesuai dengan SPO (Standar Prosedur Operasional), maka resiko terjadinya infeksi nosokomial tinggi, terlebih bagi pasien yang masa penyembuhannya melakukan makanan pantang yang artinya makan protein hewaninya dibatasi...” (P05).

4.3.3.2 Keterbatasan Sarana dan Prasarana Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan Peneliti tentang keterbatasan sarana dan prasara.Dari pernyataan partisipan telah ditemukan kategori sebagai berikut, yaitu : 1)

56

Keterbatasan bahan, dan 2) Set medikasi. Kategori tersebut akan diuraikan sendiri-sendiri. Berikut adalah ungkapan kalimat dari partisipan tersebut : 1.

Keterbatasan bahan Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang keterbatasan sarana dan prasarana dalam perawatan luka sesuai dengan SPO perawatan luka. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan 1, 3 dan4 yang mengatakan bahwa hambatan dari perawatan luka sesuai SPO perawatan luka adalah keterbatasan sarana dan prasarana. Berikut ini adalah ungkapan partisipan: ”....Keterbatasan bahan yang dibutuhkan, kita sebagai perawat berusaha memanfaatkan bahan yang ada...” (P01). ”... Karena keterbatasan bahanperawatan luka, kami berusaha mengunakan bahan yang ada...”. (P03)

”... Di Ruangan ini bahan yang dibutuhkan terbatas misalnya kasa, plester, dan betadini...”. (P04) 2.

Set Medikasi Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang set medikasi. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan 2 dan 5 yang mengatakan bahwa hambatan dari perawatan luka sesuai SPO perawatan luka adalah keterbatasan alat set medikasi. Berikut ini adalah ungkapan partisipan: ”....Di ruangan ini hanya ada 3 set medikasi Mbak. Jenengan tau sendiri to?...” (P02). ”... Di sini peralatan cuma ada 3 set mediasi ...”. (P05)

57

4.3.4 Mengetahui cara untuk mengatasi hambatan dari perawatan luka sesuai dengan pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional)

4.3.2.1 Metode Pelaksanaan Tindakan Hasil penelitian partisipan dari pertanyaan tentang mengetahui cara untuk mengatasi hambatan dari perawatan luka sesuai dengan pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional) dengan tema metode pelaksanaan tindakan dengan 2 kategori : 1) cara perawatan luka, 2)tindakan aseptik. Kategori yang telah didapatkan adalah pernyataan dari partisipan pada saat menjawab pertanyaan dari partisipan. Berikut adalah ungkapan dari partisipan. 1. Cara Perawatan Luka Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan peneliti tentang tindakan perawatan luka. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan 1,2,dan 4. Berikut ini adalah ungkapan partisipan: ......Di ruang ini perawatan luka di mulai dari pasien luka bersih ke luka kotor (P1) Ya... Dimulai perawatan luka operasi yang tidak ada tanda-tanda peradangan ke luka yang ada nanahnya (P2) ........Perawatan di mulai dari luka post operasi yang bersih ke luka kotor (P4)

58

2. Tindakan Aseptik Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang tindakan

aseptik.. Kategori ini

didapatkan dari pernyataan partisipan 3 dan 5. Berikut ini adalah ungkapan partisipan: .....Kami memsterilkan alat dengan menggunakan peralatan yang ada, misalnya alkohol 70 % (P3) .......Alat yang sudah kita gunakan dibersihkan dengan alkohol 70 % untuk mensterilkan alat medikasi (P5)

59

BAB V PEMBAHASAN

Dalam pembahasan hasil penelitian ini dijelaskan mengenai kategori yang kemudian akan dijelaskan tentang tema-tema yang telah didapatkan dan terindentifikasi dari hasil wawancara dan observasi serta diuraikan beberapa teori yang mendukung serta hasil penelitian dari peneliti terdahulu untuk memperkuat hasil penelitian ini. 5.1

Menganalisa pengalaman perawat dalam pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional) perawatan luka appendictomy

5.1.1 Pengertian SPO 1. Aturan Bagi partisipan aturanmewakili dari pengertian SPO. Ada juga partisipan yang mengatakan bahwa SPO adalah aturan baku. Aturan baku yang merupakan aturan yang sudah dibuat dan harus dilaksanakan tetapi pada kenyataannya yang ada aturan baku itu hanyalah sebuah tulisan

yang

dibuat

dan

dibiarkan

begitu

saja

tanpa

harus

melaksanakannya. Ada salah satu partisipan yang mengatakan bahwa standar

berarti

aturan.

Dalam

pelaksanaannya

partisipan

yang

mengatakan demikian juga tidak melaksanakan SPO sesuai dengan standar atau aturan yang yang telahdibuat.

60

Menurut Perry dan Potter (2005), SPO adalah Suatu aturan atau pedoman yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Standar operasional 59

prosedur merupakan tata cara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. Selain itu, menurut Setyarini (2013), SPO adalah suatu standar/pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. SPO merupakan tatacara atau tahapan

yang dibakukan dan

yang harus dilalui

untuk

menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. 2 Standar Pernyataann yang dikemukakan pada Partisipan (P4) dan Partisipan (P5) yang menyatakan bahwa SPO merupakan standar atau aturan baku yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan dalam hal ini adalah tindakan luka pasien. Menurut teori dari Perry dan Potter (2005) bahwa pengertian SPO adalah standar atau pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Menurut Poerwodarminto (2003), menjelaskan bahwa standar diartikan sebagai ukuran tertentu yang dijadikan patokan. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa Standar Prosedur Operasional (SPO) merupakan tata cara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu.

61

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dihasilkan tanggapan seperti di atas bahwa kebanyakan partisipan mengetahui SPO itu adalah sebuah aturan padahal dalam teori yang telah dikemukakan Perry dan Potter (2005) di atas menyatakan bahwa SPO itu tidak hanya sebuah aturan saja.

5.1.2 Tujuan SPO 1. Pencegahan Infeksi Tujuan SPO diantaranya adalah pencegahan infeksi. Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang tujuan SPO perawatan luka. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan yang mengatakan bahwa tujuan SPO perawatan luka adalah mencegah terjadinya infeksi. Dari ungkapan partisipan tujuan dari SPO perawatan luka post operasi salah satunya adalah mencegah terjadinya infeksi. Dari hasil observasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa yang partisipan lakukan perawatan luka post operasi tersebut untuk menegah terjadinya infeksi khususnya infeksi nosokomial. Luka merupakan hilangnya atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat, 2007). Perawatan luka bersih dilakukan pada luka bedah yang bergranulasi, sesuai kebijakan rumah sakit, yang terdiri atas membersihkan, mengompres luka dan membalut luka. Tujuan dari

62

peraatan luka bersih adalah kontaminasi

menjaga luka dari trauma, mencegah

mikroorganisme,

mengkaji

penyembuhan

luka,

mempercepat penyembuhan luka, dengan teknik moist/lembab, dan mencegah perdarahan serta mengobsori drainase (Brunner dan Suddarth, 2005). 2. Penyembuhan Luka Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang tujuan SPO perawatan luka yaitu membantu penyembuhan luka. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan yang mengatakan bahwa tujuan SPO perawatan luka adalah untuk membantu penyembuhan luka. Dari ungkapan partisipan tujuan dari SPO perawatan luka post operasi salah satunya adalah membantu penyembuhan luka. Dari hasil observasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa yang partisipan lakukan perawatan luka post operasi tersebut untuk membantu penyembuhan luka khususnya luka post operasi. Menurut Morison (2007), tujuan dari perawatan luka kotor antara lain menjaga luka dari trauma, mengkaji kondisi luka, mencegah kontaminasi mikro-organisme, meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis

pasien,

mengkaji

penyembuhan

luka,

mem-percepat

penyembuhan luka dengan teknik lembab (moist), mencegah perdarahan, dan mengabsorpsi drainase dan debris luka.

63

5.1.3 Prinsip Perawatan Luka 1. Prinsip Steril Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang prinsip perawatan luka sesuai dengan SPO perawatan luka. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan yang mengatakan bahwa prinsip perawatan luka sesuai SPO perawatan luka adalah prinsip steril. Dari ungkapan partisipan agar tujuan dari SPO perawatan luka post operasi tercapai adalah dengan prinsip steril. Dari hasil observasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa yang partisipan lakukan perawatan luka post operasi tersebut untuk berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga prinsip steril. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Gitarja dan Hardian (2006), penyembuhan luka bedah melibatkan interaksi antara ekstrinsik dan intrinsik faktor. Faktor instrinsik adalah faktor yang mempengaruhi diantaranya usia, kondisi saat ini (penyakit, obat), status nutrisi, oksigenisasi dan perfusi jaringan. Adapun faktor ekstrinsik diantaranya persiapan fisik sebelum operasi, jenis pembedahan, teknik operasi merupakan faktor yang penting dalam penyembuhan luka akut operasi. Persiapan operasi seperti pencukuran dapat mempengaruhi resiko terjadinya infeksi pada luka operasi begitu juga lama rawat sebelum operasi. Pada intraoperatif, jenis operasi, lamanya operasi, teknik jahitan

64

mempengaruhi resiko infeksi dan proses penyembuhan luka. Pada post operasi stress yang berhubungan dengan operasi dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka seperti oksigenisasi, thermoregulasi, kondisi luka yang lembab, petugas kesehatan yang tidak bekerja sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik serta penggunaan

alat-alat kesehatan

yang tidak memenuhi standar sterilitas.

5.2

Mengetahui faktor pendukung dalam

pelaksanaan SPO (Standar

Prosedur Operasional) di lapangan

1. Tindakan Perawatan Luka

Hasil

penelitian

pada

partisipan

dari

pertanyaan

tentang

pelaksanaan tindakan perawatan luka di bangsal jarang menggunakan SPO perawatan luka yang sudah di berlakukan di RS tersebut. Hal ini ada yang menganggap yang penting tindakannya. Tindakan perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk merawat luka agar dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membran mukosa atau jaringan lain, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit. Serangkaian kegiatan itu meliputi pembersihan luka, memasang balutan, mengganti balutan, pengisian (packing) luka, memfiksasi balutan, tindakan pemberian rasa nyaman yang meliputi membersihkan kulit dan daerah drainase, irigasi, pembuangan

65

drainase, pemasangan perban (Bryant, 2007). Perawatan luka juga sebagai tindakan yang dilakukan pada luka bedah yang bergranulasi, sesuai kebijakan rumah sakit, yang terdiri atas membersihkan, mengompres luka dan membalut luka (Brunner dan Suddarth, 2005).

2. Pelaksanaan SPO di Bangsal Standar prosedur operasional merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu (Perry dan Potter, 2005). Partisipan menyatakan jarang mempraktekkan SPO yang ada, di samping itu partisipan juga menyebutkan dalam pernyataannya jika semua sesuai dengan teori semua tindakan tidakakan selesai dan kebutuhan pasien tidak terpenuhi seutuhnya. Berdasarkan

penelitian

yang

dilakukan

oleh

Nurulhuda

(2013)

menyebutkan bahwa 64% perawat di RSUD Pasar Rebo tidak selalu menerapkan seluruh prosedur universal precautions. Berdasarkan hasil penelitain didapatkan juga bahwa partisipan belum berfikir tentang pelaksanaan yang harus sesuai SPO untuk memenuhi kebutuhan pasien karena di sisi lain partisipan masih ketakutan akan semua tugas yang tidak akan terselesaikan.

66

5.3

Mengetahui faktor penghambat dalam pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional)

5.3.1 Hambatan Teknik 1. Infeksi Nosokomial Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang dampak apabila tidak dilaksanakan perawatan luka sesuai dengan SPO. Dari ungkapan partisipan banyak dari penyebab jika perawatan luka operasi tidak dilakukan menurut SPO, salah satunya adalah infeksi nosokomial lebih tinggi. Dari hasil observasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa yang partisipan lakukan perawatan luka post operasi tersebut untuk menghindari meningkatnya infeksi nosokomial yang lebih tinggi atau banyak lagi. Infeksi

nosokomial

merupakan

suatu

infeksi

yang

diperoleh/dialami pasien selama dirawat di rumah sakit.Infeksi nosokomial terjadi karena adanya transmisi mikroba patogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya.Akibat lainnya yang juga cukup merugikan adalah hari rawat penderita yang bertambah, beban biaya menjadi semakin besar, serta merupakan bukti bahwa manajemen pelayanan medis rumah sakit kurang bermutu (Darmadi, 2008).Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (PPIRS) sangat penting karena menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit.Apalagi akhir-akhir ini muncul berbagai penyakit infeksi baru (new

67

emerging, emerging diseases dan re-emerging diseases) (Depkes RI, 2007). Di samping itu, menurut Bunner dan Suddath (2005) bahwa keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial pada tindakan perawatan luka post operasi maupun tindakan invasif lainnya bukanlah ditentukan oleh

canggihnya

peralatan

yang

ada,

tetapi

ditentukan

oleh

kesempurnaan petugas dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien secara benar, karena sumber bakteri Infeksi Luka Operasi (ILO) atau Surgical Site Infection (SSI) dapat berasal dari pasien, perawat dan tim, lingkungan, dan termasuk juga instrumentasi. Kebutuhan untuk pengendalian infeksi nosokomial akan semakin meningkat terlebih lagi dalam keadaan sosial ekonomi yang kurang menguntungkan seperti yang tengah dihadapi Indonesia saat ini. Indikasi rawat pasien akan semakin ketat, pasien akan datang dalam keadaan yang semakin parah, sehingga perlu perawatan yang lebih lama yang juga berarti pasien dapat memerlukan tindakan invasif yang lebih banyak. Secara keseluruhan berarti daya tahan pasien lebih rendah dan pasien cenderung untuk mengalami berbagai tindakan invasif yang akan memudahkan masuknya mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial.

68

5.3.2 Keterbatasan Sarana Dan Prasarana

1. Keterbatasan Bahan Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang keterbatasan bahan dalam perawatan luka. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan yang mengatakan bahwa hambatan dari perawatan luka sesuai SPO perawatan luka adalah keterbatasan bahan misalnya kasa, plester dan betadin.Bahan yang diperlukan dalam perawatan luka yaitu sarung tangan, kapas, larutan antiseptik, balutan dan resep (Brunner and Suddarth, 2002). Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Sadiman dan Ridwan (2009) menjelaskan bahwa faktor yang menghambat kelancaran operasi Sectio Caesarea diantaranya adalah tersedianya peralatan pembedahan yang ada dan juga ada tidaknya infeksi yang menyertainya. Dari hasil observasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa yang partisipan lakukan perawatan luka post operasi tersebut untuk berusaha mengatasi hambatan adalah dengan meminta bahan pada seksi pengadaan rumah sakit. Seperti apa yang sudah dikemukakan di tinjauan pustaka pada bab sebelumnya bahwa persiapan bahan yang digunakan antara lain : Bak instrument steril yang berisi (Sarung tangan steril, pinset anatomis dua buah, pinset cirurgis satu buah, gunting luka, kassa steril, depfess, dan lidi kapas), korentang dan tempatnya, kom steril, normal saline, salep perangsang pertumbuhan jaringan sesuai

69

resep dokter, gunting perban, plester, bengkok dua buah, alkohol 70% dan perlak pengalas.

2. Set Medikasi Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang keterbatasan alat set medikasi dalam perawatan luka sesuai dengan SPO perawatan luka. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan yang mengatakan bahwa hambatan dari perawatan luka sesuai SPO perawatan luka adalah keterbatasan alat set medikasi. Menurut Setiyawati (2008), faktor ekstrinsik yang mempengaruhi faktor terjadinya infeksi pasca pembedahan yang berupa faktor ketidakpatuhan dari perawat yang melakukan perawatan luka post operasi ditunjukkan dengan belum menggunakan prosedur dengan benar, misalnya melakukan perawatan luka post operasi dengan 1 set medikasi digunakan untuk pasien secara bersama-sama (banyak pasien), perawat tidak mencuci tangan sebelum melakukan tindakan medikasi, perawat tidak memperhatikan teknik steril seperti tidak memakai sarung tangan steril saat medikasi. Hasil observasi yang dilakukan di Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Pendidikan terhadap kegiatan perawatan luka belum sepenuhnya dilaksanakan berdasarkan SPO, misalnya belum menggunakan sarung tangan steril untuk tiap satu pasien, belum menggunakan pinset untuk satu pasien, dan tidak menggunakan masker padahal dari segi kecukupan

70

peralatan tersedia sesuai kebutuhan. Tindakan perawatan luka juga kegiatan desinfeksi luka tidak dilakukan dengan cara mengusap satu arah. Disamping itu tidak ada penghargaan maupun sanksi terkait ketaatan perawat dalam melakukan tindakan keperwatan yang sesuai SPO (Depkes, 2008).

5.4

Mengetahui cara untuk mengatasi hambatan dari perawatan luka sesuai dengan pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional) 5.4.1. Metode Pelaksanaan Tindakan 1. Cara Perawatan Luka Dari hasil observasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa yang partisipan dalam melakukan perawatan luka post operasi tersebut untuk berusaha mengatasi hambatan adalah dengan memulai perawatan luka dari pasien luka bersih ke pasien luka kotor. Perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk merawat luka agar dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membran mukosa atau jaringan lain, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit. Serangkaian kegiatan itu meliputi pembersihan luka, memasang balutan, mengganti balutan, pengisian (packing) luka, memfiksasi balutan, tindakan pemberian rasa nyaman yang meliputi membersihkan kulit dan daerah drainase, irigasi, pembuangan drainase, pemasangan perban (Bryant, 2007).

71

Tujuan perawatan luka adalah untuk memberikan lingkungan yang sesuai untuk penyembuhan luka, mengimobilisasi luka, melindungi luka dari cedera mekanik dan untuk hemostatis.Untuk mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan sarung tangan steril dan balutan yang kotor tidak dilepaskan dengan tangan telanjang (Brunner & Suddath, 2002).

2. Tindakan Aseptik Hasil observasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa yang partisipanlakukan dalam perawatan luka post operasi tersebut untuk berusaha mengatasi resiko tertularnya penyakit, alat disterilkan dengan cara dimasukkan ke dalam alkohol. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Mariana dan Baharuddin (2014) menyebutkan bahwa teknik perawatan yang digunakan

adalah

dengan

mengggunakan

NaCl

0,9%

dengan

memperhatikan teknik aseptic. Balutan pertama diganti setelah hari ke 45, hal tersebut sesuai dengan teori manajemen perawatan luka terbaru, dimana balutan pertama diganti setelah 4-5 hari dengan rasional hari ke 4 fase inflamasi telah selesai. Menurut Dorland (2005), fase inflamasi ini akan berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira–kira hari kelima. Tindakan aseptik dilakukan untuk mengurangi inflamasi, sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan,

72

penyebukan

sel

radang,

disertai

vasodilatasi

setempat

yang

menyebabkan udem dan pembengkakan.Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor) (Dorland, 2005).

73

BAB VI PENUTUP

5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian ini adalah : 5. Pengetahuan perawat tentang Pelaksanaan SPO Perawatan luka Pengetahuan perawat tentang pelaksanaan SPO perawatan luka didapatkan tema pengertian SPO dengan kategori aturan dan standar, tujuan SPO dengan kategori pencegahan infeksi dan penyembuhan luka, serta prinsip perawatan luka dengan kategori prinsip steril. 6. Faktor pendukung dalam pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional) di lapangan Faktor pendukung dalam pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional) di lapangan didapatkan tema pelaksanaan tindakan dengan kategori tindakan perawatan luka dan pelaksanaan SPO. 7. Faktor penghambat dalam pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional). Faktor penghambat dalam pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional) dengan tema hambatan teknik dengan kategori infeksi nosokomial, keterbatasan sarana prasarana dengan kategori keterbatasan alat dan set medikasi. 8. Cara untuk mengatasi hambatan dari perawatan luka sesuai dengan SPO (Standar Prosedur Operasional).

73

74

Cara untuk mengatasi hambatan dari perawatan luka sesuai dengan SPO (Standar Prosedur Operasional) didapatkan tema metode pelaksanaan tindakan dengan kategori cara perawatan luka dan tindakan aseptif.

5.2 Saran Hasil penelitian yang telah disimpulkan di atas, maka dapat diberikan saran-saran begi : 1. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan untuk managemen di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri dalam meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan pada pasien khususnya pasien operasi appendictomy. 2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan acuan bagi pendidikan tentang gambaran umum pengalaman perawat dalam melaksanakan standar operasional prosedur perawatan luka sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam proses belajar mengajar 3. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini dapat menjadi acuan oleh peneliti lain untuk meneliti tentang faktor yang mepengaruhi perawat dalam pelaksanaan SPO perawatan luka.

DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, Y dan Rachmawati I, N. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Riset Keperawatan. Jakarta: Rajawali. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Tinjauan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Asmadi (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC Bryant, (2007). Acute & Crhonic Wounds.Current Management Consepts. USA. St. Missouri, Mosby Elsevier. Darmadi. (2008). Infeksi Nosokomial Problematika, dan Pengendaliannya. Jakarta : Salemba Medika. Djusmalinar & Andriani.(2010). Gambaran Motivasi Perawat dalam Implementasi Perawatan Luka Post Operasi sesuai Standar Operasional Prosedur di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Akademi Kesehatan Sapta Bakti Bengkulu. Endarmoko, E. (2006). Tesaurus Bahasa Indonesia.Jakarta : PT Gramedia Gitarja, WS. (2008). Perawatan Luka Diabetes. Wocare Indonesia. Bogor. Hidayat, Alimul. (2007). Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Ismail. (2008). Luka dan Perawatannya. Surabaya: AUP. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005). Jakarta: Balai Pustaka. KemenKes RI. 2011. Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2011. Lubis, Chairuddin P., (2004). Infeksi Nosokomial Pada Neonatus. Bagian Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.Diunduh dari http://library.usu.ac.id/download/fk/anak-chairuddin3.pdf. Martoyo. 2009. Teori Motivasi Dalam Manajemen SDM (online) http://elqorni.wordpress.com/2009/03/21/teori-motivasi-dalam-manajemensdm/ (04 Maret 2015) Meliono, I, dkk. (2007). MPKT modul 1. Jakarta: Lembang penerbitan FEUI.

35

Mubarak, W., (2011).Promosi Kesehatan untuk Kebidanan. Jakarta. Selemba Medika. Moleong. (2011). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakaya Morison, M.J. (2007). Manajemen Luka. Jakarta: EGC. Murti, B. (2006). Prinsip dan metode riset epidemiologi. Edisi Kedua, Jilid Pertama. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Info Medika. Pamuji, T, Asrin, dan Kamaludin, R. (2008). Hubungan Pengetahuan tentang Standar Prosedur Opersional (SPO) dengan Kepatuhan terhadap Pelaksanaan SPO Profesi Pelayanan Keperawatan di Rawat Ionap RSUD Purbalingga. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Suplemen No. 1, 2014.

Perawat Perawat Instalasi Vol. 28,

Perry & Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktek. Edisi ke 4. Jakarta. EGC. Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Setiyawati dan Supratman. (2008). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kepatuhan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Luka Operasi di Ruang Rawat Inap RSUD DR. Moewardi. Setyarini, Elizabeth Ari, dan Lusiana Lina Herlina. 2013. Kepatuhan Perawat Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pencegahan Pasien Resiko Jatuh di Gedung Yosep 3 Dago dan Surya Kencana Rumah Sakit Borromeus. Jurnal Kesehatan. STIKes Santo Borromeus. Sjamsudihidajat. (2007). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC. Sunaryo.(2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Sukanto, (2004).Organisasi Perusahaan, Teori Struktur dan Perilaku. Yogyakarta: BPFE Universitas Gajah Mada. Sutopo. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitas dan R&D. Bandung: Alfabeta.

36

Smeltzer, S. C. dan B. G. Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC. Taufik.(2011). Pendahuluan Karya Ilmiah Appendiktomi, http://bluesteam47.blogspot.com /2011/06/pendahuluan-ktiappendiktomi.html, diperoleh tanggal 1 Desember 214. WHO. (2010). Low Birth Weight : Country, Regional, and Global Estimates. New York : Unicef-WHO. Wawan dan Dewi.(2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia.Yogyakarta : Nuha Medika. Wikansari, Nurvita, dkk. (2012). Pemeriksaan Total Kuman Udara dan Staphylococcus aureus di Ruang Rawat Inap RS X Kota Semarang.Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012.