Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 75-80
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA MATEMATIKA BERBASIS MASALAH
Ike Suci Pariska1, Sri Elniati2, Syafriandi3 1 2,3
FMIPA UNP .Email:
[email protected] Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP Abstract
In mathematics learning the use of student work sheet is still limited. In addition the learning of mathematics in schools is still not effective. For it is necessary to develop a problem-based worksheets to engage students in active learning mathematics. This study used a developmental research 4-D that has been modified. Result of the validation and testing of the problem based worksheets developed shows that student work sheet is valid, practical, and effective at. Keywords: student work sheet, problem based learning, validity, practicality, effectivity
PENDAHULUAN Matematika adalah salah satu mata pelajaran pokok yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan. Dalam KTSP (Depdiknas, 2006) tujuan pembelajaran matematika, yaitu: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Untuk mencapai tujuan pembelajaran di atas, pembelajaran matematika harus interaktif,
menyenangkan, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 mengenai standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, dijelaskan bahwa kegiatan pembelajaran meliputi 3 tahap yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti pembelajaran, mengajukan pertanyaanpertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari, menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai, dan menyampaikan cakupan materi serta penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus. Kegiatan inti merupakan tahapan pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran,
75
yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Dalam kegiatan penutup guru bersamasama dengan peserta didik atau sendiri membuat rangkuman pelajaran, melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara dan terprogram, memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran, merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik, menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Untuk menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan standar proses, perlu digunakan suatu Lembar Kerja Siswa (LKS) yang mengoptimalkan kegiatan pembelajaran. LKS merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang berisikan petunjuk, daftar tugas, dan bimbingan melakukan kegiatan. LKS yang baik harus mampu mendorong partisipasi aktif peserta didik, dan mengembangkan budaya membaca dan menulis. Selain itu LKS juga disusun memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran. Penggunaan LKS diharapkan meningkatkan kemandirian siswa dalam belaajar, percaya diri, disiplin, bertanggung jawab, dan dapat mengambil keputusan. LKS juga dapat dimanfaatkan pada tahap penanaman konsep atau pada tahap lanjutan dari penanaman konsep. Pemanfaatan lembar kerja pada tahap pemahaman konsep berarti LKS dimanfaatkan untuk mempelajari suatu topik dengan maksud memperdalam pengetahuan tentang topik yang telah dipelajari pada tahap sebelumnya yaitu penanaman konsep. Namun, kenyataan yang ditemui dilapangan menunjukkan penggunaan LKS dalam pembelajaran di beberapa sekolah masih terbatas. Hal ini ditunjukkan dari observasi yang dilakukan, dalam pembelajaran matematika guru tidak menggunakan LKS. Hal ini dikarenakan guru belum merancang sendiri LKS yang mampu mengakomodasi kebutuhan siswa untuk belajar lebih aktif, sehingga mereka hanya menggunakan
buku yang menjadi pegangan siswa. Padahal penggunaan LKS dapat meningkatan efektifitas pembelajaran matematika di kelas. Berdasarkan hasil pengamatan, juga tampak bahwa pembelajaran matematika di kelas belum efektif. Hal ini disebabkan oleh guru belum menerapkan pendekatan pembelajaran yang tepat, penggunaan media, dan sumber belajar yang masih terbatas. Secara umum pembelajaran matematika di jenjang SMP/MTs memberi penekanan pada penataan nalar, kemampuan pemecahan masalah, serta mengkomunikasikan ide, dan keterampilan menerapkan matematika. Guru bertanggung jawab membuat peserta didik untuk meningkatkan minat, motivasi, serta tertarik dan merubah persepsi peserta didik tersebut terhadap matematika, sehingga tujuan pembelajaran matematika tercapai sebagaimana mestinya. Cara yang dapat dilakukan yaitu dengan pengembangan perangkat pembelajaran seperti RPP, bahan ajar, media pembelajaran, dan buku siswa. Salah satu contoh bahan ajar yang sering digunakan guru adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). Dalam pembelajaran matematika, LKS banyak digunakan untuk memancing aktivitas belajar peserta didik. Melalui LKS peserta didik merasa diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas dan merasa harus mengerjakannya, terlebih lagi jika guru memberikan perhatian penuh terhadap hasil pekerjaan mereka, sehingga peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran. Sebagaimana pendapat Tim Instruktur Pemantapan Kerja Guru (PKG), menyatakan bahwa “salah satu cara membuat peserta didik aktif adalah dengan menggunakan LKS” (Sanjaya: 2011). Hal ini sejalan dengan peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses dimana peserta didik harus terlibat aktif dalam pembelajaran. Mengembangkan LKS sangatlah penting. Dengan menggunakan LKS diharapkan pembelajaran lebih terarah dan dapat membantu siswa mengimplementasikan pengetahuan yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan LKS menjadi sedemikian rupa.
76
Salah satunya yaitu dengan menerapkan karakteristik pembelajaran berbasis masalah dalam penyajian materi LKS. Pembelajaran berbasis masalah menurut Wena (2011:91) merupakan suatu strategi pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahanpermasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan. Ronis (2009:97) menyatakan bahwa cara terbaik bagi guru untuk membekali siswa dengan kemampuan dan sikap yang dibutuhkan dalam pembelajaran adalah melalui problem based learning dan inquiry learning. Belajar berdasarkan masalah atau problem based learning (PBL) adalah suatu kegiatan pembelajaran yang diawali dari masalah-masalah yang ditemukan dalam lingkungan pekerjaan. Pembelajaran berbasis masalah adalah jenis organisasi kelas yang diperlukan guna mendukung pendekatan konstruktivis untuk mengajar dan belajar. Savoie dan Hughes (dalam Wena, 2011:91) menyatakan bahwa strategi belajar berbasis masalah memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: (1) Belajar dimulai dengan suatu permasalahan; (2) Permasalahan yang diberikan harus berhubungan dengan dunia nyata siswa; (3) Mengorganisasikan pembelajaran di seputar permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu; (4) Memberikan tanggung jawab siswa yang besar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri; (5) Mendorong kerjasama dengan menciptakan belajar tim; (6) Berharap semua siswa untuk menunjukkan hasil belajar mereka melalui produk atau kinerja. Pembelajaran berbasis masalah dilandasi teori konstruktivis. Pembelajaran dimulai dengan menyajikan masalah nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama siswa, guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan, guru memberi contoh mengenai penggunaan keterampilan, dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa.
Melalui pembelajaran berbasis masalah, materi pelajaran dikaitkan dengan konteks lingkungan kehidupan sehari-hari siswa, agar mereka lebih mudah memahaminya, sehingga pembelajaran jadi lebih bermakna. Penerapan PBM dilakukan dengan kerja kelompok secara sistematis, sehingga mereka dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berfikirnya secara berkesinambungan. Dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah diharapkan siswa dapat mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, meningkatkan motivasi, membantunya belajar untuk mentransfer pengetahuan untuk situasi baru. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan LKS matematika berbasis masalah yang valid, praktis, dan efektif untuk siswa SMP/MTS kelas VIII semester 2. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan (Developmental Research). Produk yang dihasilkan dari penelitian ini adalah LKS berbasis masalah yang valid, praktis, dan efektif pada materi Teorema Pythagoras untuk siswa SMP/MTS kelas VIII Semester 2. Model pengembangan yang digunakan adalah model 4D yang telah dimodifikasi. Untuk mengetahui praktikalitas dan efektifitas LKS yang telah dirancang digunakan penelitian praeksperimental dengan model rancangan penelitian The One-Shot Case Study (Suryabrata, 2003:100). Pada penelitian ini dilihart hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran menggunakan LKS berbasis masalah. Prosedur yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari 3 tahap, yaitu: (1) Tahap pendefinisian (define) yaitu penetapan tujuan pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum dengan melakukan (a) analisis kurikulum yang bertujuan untuk melihat Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagaimana yang tercantum pada standar isi dengan memperhatikan silabus dan sistem penilaian;
77
strategi pembelajaran yang cocok serta literatur yang terkait dengan LKS berbasis masalah, (b) analisis siswa untuk melihat usia siswa, dan (c) analisis konsep yang merupakan kumpulan prosedur untuk menentukan isis suatu pelajaran; (2) Tahap perencanaan (design) yang bertujuan untuk merancang LKS berbasis masalah untuk pengajaran sesuai dengan indikator dan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Tahap ini diawali dengan penyusunan LKS yang merupakan langkah awal untuk menghubungkan tahap define dan design, dan dilanjutkan dengan pemilihan format LKS yang disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan dalam LKS; (3) Tahap pengembangan (develop) meliputi validasi LKS oleh praktisi pembelajaran matematika. LKS divalidasi dari segi isi, konstruksi, dan penggunaan bahasa. LKS yang telah valid kemudian diujicobakan untuk mengetahui praktikalitas dan efektifitasnya dalam pembelajaran matematika. Data yang diperoleh dalam penelitian ini ada 3 yaitu data validitas LKS, data praktikalitas LKS, dan data efektifitas LKS. Sumber data dalam penelitian ini adalah validator, siswa kelas VIII9, dan guru mata pelajaran matematika. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Data validitas diperoleh dari lembar validasi LKS berbasis masalah. Data yang diperoleh kemudian dihitung dengan menggunakan rumus Tingkat validitas ,
analisis frekuensi data dengan rumus, yaitu: Tingkat praktikalitas . Kemudian nilai yang diperoleh diklasifikasikan berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Riduwan (2006:89) dengan kriteria 0 55 dikategorikan tidak praktis, 55 65 dikategorikan kurang praktis, 65 80 dikategorikan cukup praktis, 80 90 dikategorikan praktis, 90 100 dikategorikan sangat praktis. Nilai praktikalitas LKS yang dianggap cukup untuk dilanjutkan pada tahap berikutnya apabila mencapai nilai ≥ 65. Data efektifitas LKS diperoleh dari hasil belajar siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan LKS berbasis masalah dan hasil respon dari siswa. Data yang diperoleh dari tes hasil belajar kemudian dihitung berapa banyak siswa yang tuntas dalam belajar dan dibandingkan dengan Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditetapkan oleh sekolah. Data yang diperoleh dari angket respon siswa dianalisis dengan menggunakan persentase (%), yaitu:
kemudian nilai yang diperoleh diklasifikasikan berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Riduwan (2006:89) dengan kriteria 0 21 dikategorikan tidak valid, 21 41 dikategorikan kurang valid, 41 61 dikategorikan cukup valid, 61 81 dikategorikan valid, 81 100 dikategorikan sangat valid. Data praktikalitas LKS berbasis masalah diperoleh dari angket kepraktisan LKS yang ditujukan kepada siswa, lembar observasi keterlaksanaan LKS, dan wawancara terhadap guru. Praktikalitas LKS dilihat dari segi kemudahan penggunaan, keterbacaan, isi, dan waktu. Data yang diperoleh dari angket kepraktisan LKS dideskripsikan dengan teknik
HASIL DAN PEMBAHASAN
PRS
, dimana f = frekuensi siswa
yang menjawab; s = banyak siswa; PRS = persentase respon siswa (Trianto, 2010:243). Kemudian nilai PRS yang diperoleh diklasifikasikan berdasarkan kriteria yang dikemukakan (Arikunto, 1999).
Data validitas LKS yang diperoleh dari lembar validasi LKS berbasis masalah dikategorikan valid. Hal ini ditunjukkan oleh nilai yang diperoleh untuk setiap aspek bekisar antara 77% hingga 80%, rata-rata nilai dari kelima validator 78, 05 %. Dapat disimpulkan bahwa LKS berbasis masalah telah sesuai dengan kurikulum, penyajian materi telah mengacu kepada karakteristik berbasis masalah, serta bahasa yang digunakan telah sesuai dengan ejaan yang disempurnakan (EYD), dan komunikatif. Data praktikalitas LKS diperoleh dari lembar observasi keterlaksanaan LKS selama 6 kali pertemuan, angket kepraktisan LKS yang diberikan pada pertemuan keempat, dan hasil
78
wawancara terhadap guru matematika yang mengajar di kelas tersebut. Hasil observasi keterlaksanaan menunjukkan bahwa LKS berbasis masalah praktis digunakan baik segi kemudahan penggunaan, isi, dan waktu. Hasil angket kepraktisan LKS dikategorikan praktis. Kepraktisan tersebut dapat dilihat dari keterbacaan, kemudahan, dan waktu yang efektif dan efisien dalam pemakaian LKS berbasis masalah. Hasil angket kepraktisan LKS yang diberikan pada pertemuan keempat dapat dilihat bahwa uji kepraktisan LKS yang dilakukan setiap aspek berkisar antara 74,2% sampai 95,5%. Petunjuk pengerjaan LKS untuk materi teorema Pythagoras mudah dipahami, LKS mudah digunakan dalam materi teorema Pythagoras, cara melengkapi bagian yang kosong pada LKS mudah dipahami, ukuran dan model huruf yang digunakan pada LKS mudah dipahami, dan kejelasan langkah-langkah yang diberikan pada LKS membuat siswa lebih mudah menemukan konsep materi teorema Pythagoras dikategorikan sangat praktis. Pernyataan dan kalimat-kalimat pada LKS mudah dimengerti dan gambar yang disajikan pada LKS jelas dan dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dikategorikan praktis. Waktu yang disediakan untuk menyelesaikan kegiatan pada LKS mencukupi dan sesuai dengan jam pelajaran dikategorikan cukup praktis. Berdasarkan uji kepraktisan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa LKS tergolong praktis. Hasil wawancara terhadap guru menyatakan bahwa LKS berbasis masalah praktis digunakan dselama pembelajaran matematika dilihat dari segi kemudahan penggunaan, keterbacaan, isi, dan waktu. Data efektifitas LKS diperoleh dari hasil belajar siswa dan respon siswa. Data yang diperoleh dari hasil belajar siswa menunjukkan bahwa nilai tertinggi yang diperoleh siswa sebesar 100, dan nilai terendah adalah 61. Nilai rata-rata kelas adalah 80,6. Nilai KKM yang ditetapkan sekolah adalah 72. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa di kelas hampir merata. Dapat dilihat dari 34 siswa yang mengikuti ulangan harian hanya 4 siswa (12%) yang nilainya masih di bawah KKM. Ketuntasan
belajar yang diperoleh oleh siswa dengan menggunakan LKS berbasis masalah mencapai 88%. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan LKS berbasis masalah dapat dikategorikan efektif. Data yang diperoleh dari respon siswa menunjukkan bahwa pada umumnya karakteristik yang terdapat dalam LKS berbasis masalah efektif dilakukan dalam pembelajaran. Baik dari segi materi (isi pelajaran), LKS dan suasana belajar dikategorikan sangat menarik, cara guru mengajar dikategorikan menarik. LKS dan pembelajaran berbasis masalah dikategorikan cukup baru dikenal siswa, cara mengajar guru dikategorikan baru dikenal siswa. Siswa menyelesaikan LKS dikategorikan cukup mudah, langkah-langkah yang terdapat dalam LKS dikategorikan sangat jelas. Untuk mengikuti pembelajaran seperti ini dan mengerjakan LKS untuk pembelajaran selanjutnya dikategorikan sangat berminat. Bimbingan guru pada saat mengerjakan LKS selama kegiatan pembelajaran, bahasa yang digunakan dalam LKS, dan petunjuk dalam LKS dikategorikan sangat jelas. Penampilan LKS sangat menarik. Dengan mengerjakan LKS dapat mengetahui manfaat mempelajari teorema Pythagoras dan belajar menjadi bermakna dan menyenangkan dengan megikuti pelajaran dengan berbasis masalah dikategorikan sangat setuju. Berdasarkan data angket respon siswa, pada umumnya karakteristik yang terdapat dalam LKS berbasis masalah efektif dilakukan dalam pembelajaran. Baik itu dari segi materi (isi pelajaran), format materi ajar, gambargambarnya, kegiatan dalam LKS, suasana belajar, cara guru mengajar, pembelajaran yang digunakan dan pendapat siswa mengenai kelanjutan dari pengembangan LKS berbasis masalah pada materi lainnya dapat diterima dan digunakan dengan baik. Wawancara juga dilakukan untuk mengetahui secara langsung respon siswa. Wawancara dilakukan setelah seluruh kegiatan belajar mengajar selesai dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap siswa tentang efektifitas LKS berbasis masalah diperoleh gambaran: (1) Pembelajaran
79
yang dilakukan guru pada materi teorema Pythagoras ini menarik dibandingkan dengan pembelajaran yang dilakukan sebelumnya; (2) Cara mengajar guru lebih menarik pada saat ini dari pada cara mengajar sebelumnya; (3) Siswa berpendapat bahwa LKS berbasis masalah ini lebih menarik digunakan dan pada umumnya mereka menyukai pembelajaran seperti ini; (4) Dalam pembelajaran dengan menggunakan LKS ini siswa lebih aktif dalam pembelajaran dan pelajaran juga dapat dipahami dengan jelas; (5) Pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam LKS kesulitannya cenderung sedang untuk dikerjakan; (6) Dengan mempelajari teorema Pythagoras menggunakan LKS berbasis masalah siswa dapat mengetahui manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan LKS berbasis masalah menunjukkan bahwa LKS efektif digunakan selama pembelajaran matematika. Hasil wawancara terhadap guru yang mengajar, tentang efektifitas LKS berbasis masalah diperoleh gambaran sebagai berikut: (1) Lembar Kerja Siswa berbasis masalah menarik untuk dilaksanakan pada materi teorema Pythagoras karena pembelajaran seperti ini dapat meningkatkan motivasi, minat, dan partisipasi siswa dalam belajar; (2) Menggunakan LKS berbasis masalah ini menimbulkan adanya interaksi siswa dengan guru dan siswa dengan siswa. Sehingga pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan; (3) Menggunakan LKS berbasis masalah ini dapat mendorong siswa untuk berfikir kritis dan kreatif melalui langkahlangkah kerja yang diperintahkan dalam LKS dan pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan untuk mengiringi konsep materi yang dipelajari; (4) Dengan menggunakan LKS ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari pada sebelumnya. Sehingga banyak siswa yang tuntas dalam materi teorema Pythagoras ini; (5) Konsep yang ditemukan melalui pembelajaran juga dapat diaplikasikan siswa dalam kehidupan sehari-hari.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa LKS berbasis masalah yang dikembangkan memiliki karakteristik valid, praktis, dan efektif. Walaupun telah terjadi peningkatan hasil belajar , tetapi hal ini belum lagi maksimal. Untuk itu peneliti menyarankan: (1) Lembar Kerja Siswa berbasis masalah yang valid, praktis dan efektif dapat dijadikan sebagai pedoman bagi guru dan calon guru dalam proses pembelajaran pada materi teorema Pythagoras; (2) Lembar Kerja Siswa berbasis masalah ini dapat dijadikan contoh bagi guru dan calon guru dalam mengembangkan LKS yang lain dengan materi pelajaran yang berbeda; (3) Penelitian ini memiliki keterbatasan, karena efektifitas hanya melihat hasil belajar dan respon siswa. Peneliti selanjutnya dapat mengadakan penelitian serupa dengan melihat kemampuan pemecahan masalah peserta didik. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 1999. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta Riduwan. 2006. Belajar Mudah Penelitian. Penerbit: Alpabeta. Ronis, Diane. 2009. Problem Based Learning for Math and Science. Arlington Heights, Illnois: Skylight Profesional Development. Sanjaya. 2011. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : Kencana. Suryabrata, Sumadi. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta : Bumi Aksara. Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.
80